Anda di halaman 1dari 49

JUDUL YANG RELEVAN DAN COCOK DENGAN PTS INI :

PEMBINAAN KURIKULUM MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI SDN


______ OLEH SUPERVISOR PENDIDIKAN MELALUI APLIKATIF
PEMBELAJARAN DIVERGENSI TAKTIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah PTS


Mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar mempunyai fungsi

sebagaimana tercantum dalam kurikulum pendidikan dasar adalah sebagai salah

satu unsur masukan instrumental, yang memiliki obyek dasar abstrak dan

berlandaskan kebenaran konsistensi dalam sistem proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan pendidikan.

Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Pengajaran Matematika di Sekolah Dasar yang

tercantum dalam suplemen kurikulum pendidikan dasar tahun 2001 adalah sebagai

berikut :
Tujuan umum pengajaran Matematika di Sekolah Dasar adalah untuk :

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadiri perubahan keadaan di dalam

kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas

dasar pemikiran yang logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir

matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu

pengetahuan.

Dengan demikian, tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang pendidikan

dasar tersebut memberi tekanan pada penataan nalar, dan pembentukan sikap

siswa, serta memberi tekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika

(Suplemen Kurikulum SD Kelas V, 2001 :96).

Tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Dasar adalah untuk :

1. Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung (menggunakan

bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan

matematika.

3. Menambahkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih

lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).

4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.


Tujuan Pembelajaran Matematika di kelas V Sekolah Dasar adalah :

1. Siswa memiliki keterampilan dasar hitung (menjumlah, mengurang, mengali

dan membagi) menggunakan bilangan cacah paling besar 1 juta dan

menggunakan pecahan biasa dan desimal serta dapat menggunakannya dalam

berhitung sehari-hari, misalnya dalam penghitungan uang.

2. Siswa mulai mengenal dan memahami pengertian kuadrat dan akar pangkat

dua suatu bilangan serta mulai mengenal bilangan-bilangan negatif secara


praktis.

3. Siswa memiliki keterampilan menentukan dan menggunakan KPK dan FPB

beberapa bilangan.

4. Siswa memiliki keterampilan menyelesaikan soal cerita melalui pemilihan ”yang

diketahui”, ”yang ditanyakan” dan ”pengerjaan yang diperlukan”.

5. Siswa memiliki keterampilan menghitung keliling dan luas bangun datar serta

volume bangun ruang dengan rumus.

6. Siswa memiliki kemampuan memandang ruang pada suatu gambar.

7. Siswa memiliki pengertian tentang simetri lipat, simetri putar, simetri putar dan

awal pengertian kuadrat.

8. Siswa memiliki keterampilan mengelola data secara sederhana.

Ruang lingkup materi / bahan-bahan kajian matematika di Sekolah Dasar

(SD) mencakup aritmetika (berhitung), pengantar aljabar, geometri, pengukuran,

dan kajian data (pengantar statistika).

Penekanannya diberikan pada ”penguasaan bilangan” (number sense) termasuk

berhitung. (Suplemen Kurikulum SD Kelas V, 2001: 97).

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru yang mengjar


matematika hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa

aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Dalam mengaktifkan

siswa, guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah pada jawaban yang

lebih dari satu , dan penyelidikan, selain yang jawabannya hanya ada satu .

Dalam pembelajaran matematika hendaknya ada kesesuaian antara

kekhasan konsep / pokok bahasan / sub pokok bahasan dengan taraf

perkembangan berfikir siswa. Dengan demikian diharapkan akan tercapai

keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan


pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan

masalah (Suplemen Kurikulum SD, 2001: 97).

Pelajaran matematika berbeda dengan mata pelajaran lain. Pelajaran lain

lebih banyak bersifat kognitif, sedangkan pelajaran matematika lebih banyak

bersifat teoritik yang memerlukan pembuktian-pembuktian.

Dengan pengembangan model mengajar divergensi taktis , guru akan

mengajarkan metode ilmiah secara langsung terhadap muridnya. Siswa terlibat

aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan replektif.

Dengan pengembangan model pembelajaran latihan divergensi taktis , siswa akan

aktif belajar, tidak menjenuhkan, sehingga siswa menjadi pusat belajar (Student

Centered).

Melalui penelitian ini penulis selaku pengawas sekolah tingkat TK / SD di

Kecamatan ___________ Kabupaten _____________ mencoba memfokuskan

masalah penelitian pada salah satu pembinaan konseptual berupa pengarahan

model pembelajaran yang diterapkan dalam pengajaran matematika di Sekolah

Dasar, dengan memanfaatkan karakteristik model pembelajaran divergensi taktis

yang dipadukan dengan keingintahuan yang tinggi, yang disesuaikan dengan pokok

bahasan yang sekiranya cocok dengan model pembelajaran ini. Hal ini diharapkan

guru yang mengajar matematika dapat menerapkan di depan kelas sehingga akan
menimbuhkan antusiasme baik gru maupun siswa dalam proses belajar mengajar

di kelas.

B. Perumusan Masalah PTS

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang berfokus pada

pengarahan dan aplikasi model pembelajaran divergensi taktis dalam pengajaran

matematika oleh guru di kelas. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini

meliputi (1) Pengenalan konsep model pembelajaran divergensi taktis ; (2)


Penerapan model pembelajaran divergensi taktis dalam pokok bahasan yang

disesuaikan dengan model yang digunakan.

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri ________ Kecamatan

___________ Kabupaten _________ Propinsi __________ Tahun Pelajaran

____/____.

Pelaksanaan penelitian ini mencakup beberapa metode, yaitu :

(1) Metode Survey, yaitu untuk mengidentifikasi masalah dan isu-isu di lapangan

berkaitan dengan permasalahan pembelajaran matematika.

(2) Metode diskusi, yaitu untuk mengadakan pendalaman tentang model yang

akan diterapkan, dengan mengadakan diskusi antara peneliti selaku

supervisor pendidikan dengan guru yang mengajar matematika .

(3) Metode eksperimen, yaitu untuk mengetahui tingkat keberhasilan monitoring

terhadap penerapan model pembelajaran divergensi taktis dalam pokok

bahasan yang disajikan.

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan ruang lingkup penelitian,

dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana sikap guru yang mengajar matematika

menerapka pengajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran

divergensi taktis .
Dari rumusan masalah di atas, dapat diuraikan dalam beberapa pertanyaan

penelitian, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pemahaman guru yang mengajar matematika selama ini

sebelum menggunakan pembelajaran divergensi taktis ?

2. Bagaimanakah respon guru yang mengajar matematika setelah mendaoatkan

pengarahan dan pembinaan model pembelajaran inovatif yakni dengan

menggunakan model pembelajaran divergensi taktis di Sekolah Dasar Negeri

________ Kecamatan ___________ Kabupaten _________ Propinsi


__________ Tahun Pelajaran ____/____?

3. Bagaimanakah hasil kinerja guru selama mengajar dan hasil prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar Negeri ________

Kecamatan ___________ Kabupaten _________ Propinsi __________

Tahun Pelajaran ____/____dengan menggunakan model pembelajaran

divergensi taktis ?

C. Tujuan Penelitian Tindakan Sekolah

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menerapkan model pembelajaran

divergensi taktis dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar. Secara rinci

tujuan penelitian dijabarkan sebagai berikut :

1. Mencatat informasi awal profil pembelajaran matematika di Sekolah Dasar

Negeri ________ Kecamatan ___________ Kabupaten _________

Propinsi __________ Tahun Pelajaran ____/____

2. Menerapkan suatu model mengajar dengan memanfaatkan karakteristik model

pembelajaran divergensi taktis dengan pokok bahasan mata pelajaran

matematika pada suplemen kurikulum 2004.

3. Mendeskripsikan (memaparkan, menguraikan), dan menganalisis (menyelidiki

dengan menguraikan bagian-bagiannya) kualitas proses belajar mengajar mata


pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran divergensi

taktis .

4. Mendeskripsikan dan menganalisis observasi aktivitas guru dan siswa di

Sekolah Dasar Negeri ________ Kecamatan ___________ Kabupaten

_________ Propinsi __________ Tahun Pelajaran ____/____ dalam

pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran

divergensi taktis .

D. Manfaat Penelitian Tindakan Sekolah

Dalam meningkatkan pembelajaran matematika, diharapkan penelitian ini

akan memberikan manfaat baik praktis maupun teoritis terhadap pembelajaran

matematika di Sekolah Dasar. Manfaat yang diharapkan tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui situasi dan kondisi proses pembelajaran matematika yang

tidak menggunakan model pembelajaran divergensi taktis .

2. Agar dapat mengaplikasikan model pembelajaran divergensi taktis sebagai

salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang melibatkan guru dan

siswa dalam belajar, baik secara mental maupun sosial.

3. Agar dapat menguraikan dan menyelidiki kualitas proses belajar mengajar

matematika, ketika diterapkan model pembelajaran divergensi taktis .

4. Untuk dapat mengetahui hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika

yang menggunakan model pembelajaran divergensi taktis .

5. Agar dapat diambil tindakan prefentif penyebab kesulitan dalam penerapan

model pembelajaran divergensi taktis . Sehingga penerapan model

pembelajaran divergensi taktis dalam pembelajaran matematika di Sekolah

Dasar Negeri ________ Kecamatan ___________ Kabupaten _________

Propinsi __________ Tahun Pelajaran ____/____bisa dilaksanakan.


E. Definisi Operasional

Untuk memperoleh persamaan persepsi (tanggapan) mengenai konsep dan

istilah dalam penelitian ini, perlu dijabarkan sebagai berikut :

1. Model Pembelajaran Divergensi Taktis

Model Pembelajaran yang memiliki lebih dari dua cara atau teknik

dalam pengajaran sa\uatu bidang studi dan mementingkan pengajaran

perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai


kepada generalisasi. Model pembelajaran divergensi taktis mengajarkan

keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa

untuk mencapai tujuan pendidikannya, guru memperkenankan siswa-siswanya

menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau

diceramahkan saja.

2. Pembelajaran (Proses Belajar Mengajar)

”Pembelajaran merupakan sarana untuk memungkinkan terjadinya

proses belajar dalam arti perubahan perilaku individu melalui proses mengalami

sesuatu yang diciptakan dalam rancangan proses pembelajaran” (Udin S.

Winataputra dan Tita Rosita, 1994:4).

3. Proses Belajar Mengajar

Proses Belajar Mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi

antara manusia yaitu orang yang belajar (siswa) dan orang yang mengajar

(guru). (Karso, dkk., 2003:216).


4. Kinerja Guru Selama KBM

Adalah hasil proses atau aktivitas guru dalam melaksanakan kegiatan

belajar mengajar di kelas yang dimonitor oleh pengawas sekolah atau kepala

sekolah.

5. Hasil Belajar

Yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah ”segala

sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang
dilakukannya” dari pelajaran matematika yang diambil dari hasil tes yang

diperoleh siswa sebagai tolak ukur keberhasilan tentang hasil tes. (Winataputra

dan Rosita, 2001:197).

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kompetensi Guru

Kompetensi merupakan spesifikasi dari kemampuan, keterampilan dan

sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai

dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan (Ditjen Dikdasmen,

2004:4). Berdasarkan pendapat tersebut seorang yang bekerja sebagai guru, yang

pekerjaan itu menurut Undang-Undang Guru tahun 2006 merupakan pekerjaan

profesional maka guru harus memenuhi standar-standar minimal yang dibutuhkan

oleh Depdiknas.
Guru yang setiap hari selalu berhadapan dengan anak tentu menghadapi

berbagai problema, baik yang berkaitan dengan anak tersebut maupun dengan

lingkungan pendidikan, yang notabene mempunyai berbagai karakter, berbagai

kemampuan dan motivasi, yang semuanya perlu strategi-strategi khusus yang

harus dipersiapkan oleh guru maka guru tersebut harus mempersiapkan diri baik

yang berkaitan dengan materi yang akan dikuasai siswa, sikap siswa, strategi yang

dapat memudahkan siswa dalam memahami materi tersebut. Berdasarkan itu

Depdiknas menentukan bagian-bagian yang harus dikuasai oleh guru dalam rangka
memenuhi Standar Kompetensi Guru. Komponen-komponen stantar kompetensi

guru antara lain: (1) Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan

Wawasan Kependidikan, (2) Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional sesuai

materi pembelajaran, (3) Pengembangan profesi. Selain ketiga komponen tersebut,

seorang guru harus memiliki sikap dan kepribadian yang positif, di mana sikap dan

kepribadian tersebut senantiasa melekat pada setiap komponen yang menunjang

profesi guru.

Seorang guru yang profesional akan kelihatan sikap dan kinerjanya dalam

kehidupan sehari-hari. Semua hasil kerjanya harus dapat diukur oleh indikator.

Oleh sebab itu, Ditjen Dikdasmen (2004:10) merumuskan indikator kompetensi,

yang masing-masing komponen tersebut, di antaranya adalah:

1. Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran

Kompetensi ini merupakan komponen awal yang harus dilakukan oleh guru

karena bagian inilah seorang yang profesional dalam melaksanakan tugasnya harus

berdasarkan program-program yang disiapkan. Dengan adanya program itu

semuanya akan dapat dinilai, diukur, dan dievaluasi. Dalam dunia pendidikan

penentuan keberhasilan dapat dilihat dari indikatornya. Oleh sebab itu, Indikator

dalam kompetensi ini menurut Ditjen Dikmenum sebagai berikut.


a. Kompetensi menyusun rencana pembelajaran, dengan indikator:

· Mendeskripsikan tujuan pembelajaran

· Menentukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan

· Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok

· Mengalokasikan waktu

· Menentukan metode pembelajaran yang sesuai

· Merancang prosedur pembelajaran


· Menentukan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang

akan digunakan

· Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku, modul, program

komputer dan sejenisnya)

· Menentukan teknik penilaian

Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan oleh Ditjen Dikmenum tersebut

maka seorang guru harus mampu membuat Persiapan Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang pada dasarnya sama dengan indikator di atas. Guru

tidak akan mampu membuat RPP tersebut jika guru tidak banyak belajar tentang

materi, metode, strategi, media, dan penilaian pembelajaran. Oleh sebab itu,

guru harus banyak membaca atau belajar.

b. Kompetensi melaksanakan pembelajaran, dengan indikator:

· Membuka pelajaran dengan metode yang sesuai

· Menyajikan materi pelajaran secara otomatis

· Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan

· Mengatur kegiatan siswa di kelas

· Menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang

telah ditentukan
· Menggunakan sumber belajar yang telah dipilih (berupa buku, modul, program

komputer dan sejenisnya)

· Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif

· Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif

· Memberikan pertanyaan dan umpan balik, untuk mengetahui dan memperkuat

penerimaan siswa dalam proses belajar

· Menyimpulkan pembelajaran

· Menggunakan waktu secara efektif dan efisien


Berdasarkan indikator di atas, guru harus mampu mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai siswa dalam belajar. Indikator-

indikator di atas berkaitan dengan tindakan guru dalam melaksanakan

pembelajaran (KBM). Oleh sebab itu, guru yang mampu melaksankan indikator di

atas akan dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu.

B. Pengertian Belajar dan Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian belajar.

Good dan Brophy (dalam Ngalim Purwanto, 2000:85) mengemukakan arti

belajar, yaitu ”learning is the development of New assosiations as a result of

experience”. Beranjak dari definisi yang dikemukakannya itu selanjutnya ia

menjelaskan bahwa belajar itu suatu proses yang benar-benar bersifat internal

(a purely internal event).

S. Nasution ( 2001: 38) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :


a. Belajar adalah perubahan-perubahan dalam sistem urat syaraf.
Belajar adalah pembentukan ”S-R bons” atau hubungan-hubungan
tertentu dalam hubungan urat syaraf sebagai hasil respon-respon
terhadap stimulus. Belajar adalah mengurangi ”recictensce” atau
”hambatan” pada ”synaptic gap”. Belajar adalah pembentukan
saluran-saluran yang lancar dalam sistem urat syaraf.
b. Belajar adalah penambahan pengetahuan.
c. Belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman.

Sedangkan menurut Fontana (dalam Winataputra dan Rosita, 2000:2).


Belajar adalah proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku
individu sebagai hasil dari pengalaman yang terpusat pada tiga hal.
1. Bahwa belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan tingkah
laku individu.
2. Bahwa perubahan itu terjadi harus merupakan buah dari
pengalaman, dan
3. Bahwa perubahan itu terjadi pada perilaku individu yang
memungkinkan.

Dan menurut Moh. Uzer Usman ( 2003:2) ”Belajar adalah sebagai perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan

individu dengan lingkungannya”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:13) yang dimaksud

belajar adalah ”Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah

tingkah laku atau tanggapan atau yang disebabkan oleh pengalaman”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan-

perubahan dalam sistem urat syaraf, yang relatif tetap dalam perilaku individu

sebagai hasil dari pengalaman, yaitu berkat adanya interaksi antara individu

dengan individu, individu dengan lingkungan yang berusaha memperoleh

kepandaian atau ilmu pengetahuan yang berlangsung seumur hidup.

Belajar sangat ditentukan oleh kondisi pertumbuhan dan lingkungan,

namun yang paling besar ditentukan oleh lingkungan individu sendiri yang

mencakup lingkungan rumah, letak geografis dan fisik sekolah serta berbagai

lingkungan sosial lainnya. Selain itu proses belajar ditandai dengan perubahan

tingkah laku secara keseluruhan, dari yang paling sederhana yang bersikap

reflektif sampai ke hal yang paling kompleks yang bersifat pemecahan masalah.

Prestasi Belajar

Menurut Syamsu Mappa (dalam Endang Nurhayati, 1995:14)


”Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai murid dalam bidang studi
tertentu dengan menggunakan test standars sebagai alat pengukuran
keberhasilan belajar seorang murid”.

Prestasi belajar menurut Anton M. Moeliono dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1989:700) ”Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari

yang telah dilakukan, dikerjakan)”.

Dengan demikian yang dimaksud dengan prestasi belajar dalam

penelitian ini adalah tingkat kemampuan atau penguasaan bahan yang

diajarkan oleh guru yang diukur dengan tes yang dihasilkan, dan ditunjukkan

dengan skor berupa hasil belajar siswa di Sekolah Dasar Negeri ________
Kecamatan ___________ Kabupaten _________ Propinsi __________

Tahun Pelajaran ____/____dinyatakan berupa nilai indeks prestasi.

2. Evaluasi

2.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi atau penilaian menurut Mehrens dan Lehman (dalam

Winataputra dan Rosita, 1994:167) adalah ’perbuatan keputusan’.

Sedangkan pengertian wvaluasi menurut Charter V. Good (dalam I.

Djumhur dan Moh. Surya, 1975:154) adalah proses menentukan atau

mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melalui penilaian yang

dilakukan dengan seksama.

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa evaluasi adalah

proses pembuatan keputusan untuk menentukan atau mempertimbangkan

nilai atau jumlah sesuatu melalui penilaian yang dilakukan dengan

seksama.

2.2 Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Tujuan Evaluasi adalah untuk ’membuat keputusan’ (Tyler, Popham,

Stufflebeam, Merhen dan Lehman dalam Winataputra dan Rosita,


1994:169) ’ada dua fungsi evaluasi yaitu fungsi formatif dan fungsi

sumatif’.

Fungsi formatif evaluasi berkenaan dengan keputusan mengenai

perbaikan, baik perbaikan mengenai hasil belajar maupun perbaikan

mengenai aspek kurikulum lainnya. Karena itu fungsi ini tidak berusaha

untuk menentukan keputusan mengenai kelayakan seseorang untuk naik

kelas, untuk ditempatkan di suatu jurusan tertentu. Apabila fungsi formatif

kita terapkan kepada evaluasi hasil belajar, maka yang ingin kita ketahui
ialah bagian mana dari hasil belajar tersebut yang masih lemah sehingga

memperlukan usaha-usaha perbaikan tertentu. Waktu pelaksanaan fungsi

formatif sebuah evaluasi yang paling ideal adalah setelah selesai suatu

bahasan (Winataputra dan Rosita, 1999:169-170).

Fungsi sumatif sebuah evaluasi untuk mengambil keputusan

mengenai keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan (Winataputra dan

Rosita, 1999:170).

2.3 Prosedur Evaluasi

Prosedur Evaluasi harus menempuh langkah-langkah sebagai

berikut yaitu :

1. Langkah persiapan pertama langkah persiapan umum yang harus

dilakukan pada tahap awal penyelenggaraan penilaian, misalnya guru

harus menetapkan lebih dahulu alat yang digunakan dan kriteria yang

dijadikan pedoman penilaian. Kedua langkah persiapan khusus yang

harus dilaksanakan pada saat akan dilakukan langkah penilaian

tertentu misalnya membuat alat penilaian dan menetapkan cara

pencatatannya.

2. Langkah verifikasi program / rencana yang telah dibuat


Pada langkah ini guru mengklasifikasikan rencana yang disusun

menjadi dua kategori yaitu rencana baik / memadai dan rencana yang

kurang baik.

3. Langkah pelaksanaan, yaitu langkah menerapkan rencana / program

yang dibuat pada langkah persiapan. Pada langkah ini yang harus

diperhatikan ialah hal-hal yang berkaitan dengan jenis informasi / data

yang dikumpulkan, cara pengumpulan dan alat yang digunakan untuk

memperoleh informasi.
4. Langkah penafsiran, yaitu langkah memberi makna atau arti terhadap

informasi yang diperoleh. (Winataputra dan Rosita, 1999:171).

2.4 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses komunikasi

transaksional yang bersifat timbal balik antara guru dengan siswa, siswa

dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (R. Ibrahim,

dkk., 2002:48).

2.5 Pembelajaran Matematika

Para ahli barat mengemukakan pendapatnya tentang pengertian

matematika diantaranya Kline (dalam Karso, dkk., 1993:3) mengatakan

bahwa :
”matematika itu bukan pengetahuan yang mandiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya itu
membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi dan alam.”

James dan James (dalam Karso, dkk., 1993:2) mengatakan

bahwa :
”Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk susunan,
besaran dan konsep-konsep yang berhubungan lainnya dengan
jumlah yang banyak. Matematika timbul karena pikiran manusia
yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika
terdiri dari empat wawasan yang luas ialah aritmetika, aljabar,
geometri dan analisis.”

Kemudian menurut Johnson dan Rising, (dalam Karso, dkk.,

1993:3) mengatakan bahwa :


Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan
pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa, bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan
akurat representasinya dengan simbol mengenai ide daripada
mengenai bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang
terorganisasikan, sifat-sifat atau teori-teori itu dianut secara deduktif
berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak,
aksioma-aksioma, sifat-sifat atau teori-teori yang telah dibuktikan
kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan
pola atau ide; dan matematika adalah suatu seni, keindahannya
terdapat pada keturutan dan keharmonisannya. Jadi jelas bahwa
matematika itu adalah ilmu deduktif.
”.......matematika itu disebut ratunya ilmu (matematics is the queen
of the science).” (Karso, dkk., 1993:13)

berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa

matematika adalah ilmu tentang pola mengorganisasikan pembuktian

yang logik, yang timbul karena pikiran manusia yang berhubungan dengan

ide, proses dan penalaran. Matematika adalah ilmu deduktif yang terdiri

atas empat wawasan yang luas yaitu aritmetika, aljabar, geometri dan

analisis. Matematika bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat

sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya itu membantu

manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi

dan alam.

Hubungan antara pembelajaran dengan matematika dimaknai

bahwa pembelajaran matematika sangat bergantung pada tujuan

pembelajaran masing-masing pembelajaran itu sendiri. Tujuan

pembelajaran matematika seperti yang tercantum pada kurikulum 1994

sesuai teori yang dideskripsikan di atas.

Perubahan yang diharapkan terjadi pada siswa dalam


pembelajaran matematika diantaranya penataan nalar, keterampilan

dalam penerapan matematika di masyarakat.

C. Model Pembelajaran Divergensi Taktis

2.5.1 Pengertian

Model pembelajaran divergensi taktis menurut Suryosubroto

diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang memiliki lebih dari

satu pola atau teknik atau cara melakukan pengajaran dalan suatu
bidang studi dan mementingkan pengajaran perseorangan,

manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai kepada

generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru tidak

menjelaskan dengan kata-kata. Metode divergensi taktis

merupakan komponen praktek pendidikan yang meliputi metode

mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada

proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.

Menurut Encyclopedia of Educational Research (dalam

Suryosubroto, 1997:192) penemuan merupakan strategi yang unik

yang diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk

mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah

sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Sund (1975) dalam Suryosubroto (1997:193) berpendapat

bahwa divergensi taktis adalah proses mental dimana siswa

mengasimilasikan sesuatu konsep atau suatu prinsip. Proses

mental tersebut meliputi : mengamati, menggolong-golongkan,

membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan,

dan sebagainya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode


divergensi taktis adalah suatu metode dimana guru

memperkenankan kepada siswa-siswanya menemukan sendiri

informasi yang secara tradisional dapat diberitahukan atau

diceramahkan saja.

2.5.2 Langkah-langkah Pelaksanaan Metode divergensi taktis


Menurut Gilstrap (1975) dalam Suryosubroto (1997:197) langkah-
langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan metode
divergensi taktis adalah sebagai berikut :
1) Menilai kebutuhan siswa sebagai dasar untuk menentukan
tujuan.
2) Seleksi pendahuluan, atas dasar kebutuhan dan minat siswa,
prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya
dengan apa yang akan dipelajari.
3) Mengatur susunan kelas agar memudahkan terlibatnya arus
bebas pikiran siswa.
4) Bercakap-cakap dengan siswa untuk membantu menjelaskan
peranan.
5) Aspek yang mengandung masalah yang minta dipecahkan.
6) Mengecek pengertian siswa tentang masalah yang digunakan
untuk merangsang belajar dengan penemuan (divergensi
taktis ).
7) Menambah berbagai alat peraga.
8) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergiat
mengumpulkan dan bekerja dengan data.
9) Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data
sesuai dengan kecepatannya sendiri.
10) Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman
belajarnya.
11) Memberi jawaban dengan tepat dan cepat dengan data dan
informasi kalau diperlukan.
12) Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan
eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan
dan mengidentifikasi proses.
13) Mengerjakan keterampilan untuk belajar dengan penemuan
(divergensi taktis ) yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa,
misalnya latihan penyelidikan.
14) Merangsang interaksi siswa, misalnya merundingkan strategi
penemuan (divergensi taktis ), mendiskusikan hipotesis dan
data yang terkumpul.
15) Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan
tingkat yang sederhana.
16) Bersikap membantu siswa, ide siswa, pandangan dan tafsiran
yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi membantu
menarik kesimpulan yang benar.
17) Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan
alasan dan fakta.
18) Memuji siswa yang sedang bergiat dalam proses penemuan.
19) Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan, ide,
generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah
semula yang telah ditemukan melalui strategi penemua.
20) Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah
ditemukannya.

2.5.3 Kebaikan dan Kelemahan Metode Divergensi Taktis

a. Kebaikan Metode ini


1) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau
memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan
dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkab terus
dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan
(divergensi taktis ) datang dari usaha untuk menemukan; jadi
seseorang belajar bagaimana belajar itu.
2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi dan
mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh;
dalam arti pendalaman dan pengertian; retensi dan transfer.
3) Strategi penemuan membangkitkan gairah kepada siswa,
misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya,
menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.
4) Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak
maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara
belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi
sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proses
penemuan khusus.
6) Metode ini membantu memperkuat pribadi siswa dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-
proses penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup
mengatasi kondisi yang mengecewakan.
7) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi
kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai
sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar,
terutama situasi penemuan yang ”jawaban”-nya belum
diketahui sebelumnya.

8) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang


sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.
(Suryosubroto, 2001:200-201).

b. Kelemahan Metode ini


1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk
cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin
bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika
berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan
saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu
subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil
penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai
mungkin akan memonopoli penemuan dan akan
menimbulkan frustasi pada siswa lain.
2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.
Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena
membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau
menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata
tertentu.
3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin
mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan
perencanaan dan pengajaran secara tradisional.
4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang
sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan
kurang diperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.
Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk
memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan
emosional sosial secara keseluruhan.
5) Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang
dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.
6) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk
berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan
ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru,
demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya.
Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan
yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat bersifat
membosankan mekanisasi, formalitas dan pasif seperti
bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal.
(Suryosubroto, 2001:201-201).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH

A. Jenis Penelitian Tindakan Kolaboratif


Penelitian yang akan penulis lakukan berfokus pada masalah tindakan guru

materi pelajaram matematika dengan menerapkan konsepsi cara belajar aktif

model pembelajaran Divergensi Taktis

Jenis penelitian yang akan digunakan tergolong pada penelitian kelas

(classroom reaserch) yang berkolaborasi dengan tindakan sekolah, dimana penulis

selak peneliti hanya melakukan observasi di kelas dan guru materi pelajaran

matematika melakukan tindakan kelas, penelitian ini biasa lazim disebut penelitian

tindakan kolabaratif .

Penelitian tindakan kelas dan penelitian tindakan sekolah mampu

menawarkan pendekatan dan prosedur baru yang lebih menjanjikan dampak

langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam

mengelola proses belajar di kelas atau implementasi berbagai program di sekolah

dengan mengkaji berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran

yang terjadi pada siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Stenhause di Hopkin 1993 dalam kasbollah bahwa :

"Penelitian Tindakan membuat guru dapat meneliti dan mengkaji pembelajaran

yang ia lakukan di kelas sehingga permasalahan yang dihadapi adalah

permasalahan aktual. Dengan demikian guru dapat langsung berbuat sesuatu


untuk memperbaiki praktik-praktik pengajaran yang kurang berhasil agar menjadi

lebih baik dan lebih efektif. Dalam hal ini guru dilatih untuk dapat mengendalikan

kehidupan profesinya serta terlibat dalam pengambilan keputusan secara

profesional."

Selain itu Ebbuf`(1285) dalam Kasbollah mengemukakan bahwa :

"Penelitian tindakan kelas merupakan studi yang sistimatis yang dilakukan dalam

upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan melakukan


tindakan-tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut yang berupa suatu

rangkaian siklus yang berkelanjutan dan diantara siklus-siklus itu ada informasi

yang merupakan balikan."

Bentuk penelitian kelas yang penulis gunakan adalah penelitian tindakan

kelas yang bersifat kolaboratif dan partisipatoris. Sesuai dengan yang diungkapkan

Kasbolah (1999: 14), bahwa sebagai dasar pemikiran, Lewin (orang yang

mempopulerkan penelitian tindakan) menekankan pentingnya kolaboratif dan

partisipatoris. Kolaboratif diterapkan untuk menciptakan adanya hubungan

kesejawatan kerja sedangkan partisipatoris merupakan penelitian tindakan kelas

yang pada pelaksanaannya melibatkan guru kelas.

Penulis memilih metode mi dengan pertimbangan bahwa guru kelas

merupakan pihak yang langsung mengalami dan menemukan berbagai masalah

pembelajaran.

Dengan penelitian tindakan kelas diharapkan dapat meningkatkan kinerja

dan kemampuan guru dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran serta

terciptanya hubungan antar guru SD dalam mencari jalan pemecahan

permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran.


B. Lokasi , Jadwal dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penulis mengambil lokasi dalam penelitian tindakan ini sebagai langkah

konkrit melakukan penelitian tindakan sekolah di SDN ________ Kecamatan

___________ Kabupaten _________ Propinsi __________ Tahun Pelajaran

____/____.

2. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat


penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

______sampai __________ pada semester Ganjil tahun pelajaran

______/_____.

3. Subyek Penelitian

Penulis menentukan subyek penelitian adalah beberapa guru yang

sedang dan pernah mengajar materi pelajaran matematika dan siswa pilihan

secara random di SDN ________ Kecamatan ___________ Kabupaten

_________ Propinsi __________ Tahun Pelajaran ____/____.

B. Planing Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kolaboratif antara PTK

dengan PTS, dimana penulis hanya sebagai observer dalam penelitian ini

sementara guru yang melaksanakan tindakan namun penulis menganalis dan

membaha atas hasil tindakan. Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah

suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk

meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan

tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu,

serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam


Mukhlis, 2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang

bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya

adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart

(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang

berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah

perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum

masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi

permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar diatas adalah Alur Penelitian Tindakan


1. Rencana permulaan, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya

instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Aktivitas observasi, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya

membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari

diterapkannya metode pembelajaran divergensi taktis .

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak

dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh
pengamat.

4. Rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat

rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana

masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan

membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan soal ujian di akhir

masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki

sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Instrumen Penelitian Tindakan

Penulis dalam melakukan penelitian menggunakan Instrumen sebagai

berikut ::

1. Silabus Kepengawasan

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian Kinerja Guru.

2. Rencana Pembelajaran

Rencana pembelajaran biasanya digunakan sebagai pedoman guru


dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi

kompetensi dasar, indikator pencapaian Kinerja Guru, tujuan pembelajaran

khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

3. Form LKS

Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses

pengumpulan data hasil eksperimen.

4. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika pada

yang telah dipelajari selama ini. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran.

Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Sebelumnya soal-

soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan

analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal.

Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat

digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah

sebagai berikut:

a. Validitas Tes

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui

tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir

soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung

dengan korelasi Product Moment:


N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy =
2 2
√{ }{
N ∑ X 2−( ∑ X ) N ∑ Y 2 −( ∑ Y ) } (Suharsimi Arikunto, 2001: 72)
Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment

N : Jumlah peserta tes

ΣY : Jumlah skor total

ΣX : Jumlah skor butir soal

ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal

ΣXY : Jumlah hasil kali skor butir soal

b. Reliabilitas

Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah

dua sebagai berikut:

2 r 1/21/2
r 11 =
(1+r 1/21/2 ) (Suharsimi Arikunto, 20001: 93)

Dengan: r11 : Koefisien reliabilatas yang sudah disesuaikan


r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r 11 dari perhitungan lebih besar dari harga r

pada tabel product moment maka tes tersebut reliable.

c. Taraf Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah

indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf


B
kesukaran adalah:
P=
Js (Suharsimi Arikunto, 2001: 208)
Dengan: P : Indeks kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes


Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut:

- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk


membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda

desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung

indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:


BA BB
D= − =P A −P B
JA JB (Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:

D : Indeks diskriminasi

BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar

JA : Jumlah peserta kelompok atas


B
= BBA = peserta kelompok bawah
JB P: AJumlah
PB = J A = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.
JB Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal

sebagai berikut:

- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik


- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi

pengolahan metode pembelajaran aktif mdel pembelajaran divergensi taktis pada

materi pelajaran, dan soal ujian .

E. Teknik Analisis Data


Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran

perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan

kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk

mengetahui Kinerja Guru yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa

terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa

setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

BAB IV

HASIL PENELITIAN TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

Di bab IV ini, penulis menguraikan terhadap hasil penelitian tindakan sejauh

mana hasil obrsevasi peneliti yang sekaligus pengawas TK/SD di SDN ________

Kecamatan ___________ Kabupaten _________ Propinsi __________ Tahun

Pelajaran ____/____ akan dijelaskan di bawah ini sebagai berikut :


A. Pengolahan Data dan Hasil Tindakan

1. Siklus I

a. Tahap Planning

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 1, soal ujian 1 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung.

b. Tahap Action

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan

pada tanggal _________ di Kelas V dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam

hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar

mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan

(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi soal ujian I dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I

adalah sebagai berikut:

Tabel . Nilai Ujian Pada Siklus I


Respo Point Respo Pont
Nilai Nilai
nden B KB nden B KB
1 60 √ 19 80 √
2 55 √ 20 70 √
3 70 √ 21 40 √
4 70 √ 22 80 √
5 70 √ 23 60 √
6 60 √ 24 50 √
7 60 √ 25 80 √
8 60 √ 26 60 √
9 60 √ 27 80 √
10 50 √ 28 70 √
11 70 √ 29 80 √
12 60 √ 30 80 √
13 70 √ 31 80 √
14 60 √ 32 70 √
15 70 √ 33 40 √
16 80 √ 34 80 √
17 80 √ 35 60 √
18 60 √ Jumlah

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode

belajar aktif model pembelajaran diverganesi taktis pada materi pelajaran

diperoleh nilai rata-rata siswa adalah 66,80 dan ketuntasan belajar mencapai

67,10% atau ada 17 siswa dari 35 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas

belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,51%

lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.

Hal ini disebabkan karena siswa banyak yang lupa dengan materi pelajaran

yang telah diajarkan selama hampir satu semester ini.

2. Siklus II

a. Tahap Planing

Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 2, soal ujian II dan alat-alat pengajaran yang

mendukung.

b. Tahap Action

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan

pada tanggal ________ di Kelas V SDN ________ Kecamatan

___________ Kabupaten _________ Propinsi __________ Tahun


Pelajaran ____/____ dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada

rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga

kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan

belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi soal ujian II dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar


mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah soal ujian

II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Table 4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II


Respo Point Respo Point
Nilai Nilai
nden B KB nden B KB
1 95 √ 19 70 √
2 85 √ 20 80 √
3 70 √ 21 70 √
4 60 √ 22 50 √
5 70 √ 23 70 √
6 70 √ 24 70 √
7 70 √ 25 60 √
8 70 √ 26 50 √
9 70 √ 27 70 √
10 70 √ 28 80 √
11 60 √ 29 90 √
12 60 √ 30 80 √
13 80 √ 31 70 √
14 80 √ 32 80 √
15 70 √ 33 70 √
16 60 √ 34 50 √
17 70 √ 35 70 √
18 70 √

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata siswa adalah 72,7% dan

ketuntasan belajar mencapai 78,4% atau ada 27 siswa dari 35 siswa sudah

tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan
belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari

siklus I. Adanya peningkatan Kinerja Guru siswa ini karena siswa-siswa telah

mulai mengulang pelajaran yang sudah diterimanya selama ini sehingga para

siswa sebagian sudah mengingat meteri yang telah diajarkan oleh guru.

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang


terdiri dari rencana pelajaran 3, soal soal ujian 3 dan alat-alat pengajaran

yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan

pada tanggal ___________ di Kelas V SDN ________ Kecamatan

___________ Kabupaten _________ Propinsi __________ Tahun

Pelajaran ____/____dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada

rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga

kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang laig pada siklus III.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan

belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi soal ujian III dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah soal ujian

III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut.
Table 6. Nilai Ujian Pada Siklus III
Respo Point Respo Point
Nilai Nilai
nden B KB nden B KB
1 90 √ 19 50 √
2 90 √ 20 90 √
3 90 √ 21 90 √
4 90 √ 22 70 √
5 80 √ 23 80 √
6 70 √ 24 80 √
7 90 √ 25 70 √
8 80 √ 26 80 √
9 90 √ 27 60 √
10 90 √ 28 80 √
11 90 √ 29 80 √
12 90 √ 30 90 √
13 90 √ 31 50 √
14 90 √ 32 80 √
15 70 √ 33 80 √
16 70 √ 34 90 √
17 90 √ 35 80 √
18 80 √

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata soal ujian sebesar


83,15 dan dari 35 siswa yang telah tuntas sebanyak 32 siswa dan 3 siswa

belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar

yang telah tercapai sebesar 94,1% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada

siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya

peningkatan Kinerja Guru pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya usaha

siswa untuk mempelajari kembali materi ajar yang telah disampaikan oleh

guru. Disamping itu siswa juga merasa belajar mengulang ini adalah juga

sebagai persiapan untuk menghadapi ujian kenaikan kelas yang sudah dekat
waktunya.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik

maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan

penerapan metode belajar aktif model pembelajaran divergens taktis pada

materi pelajaran. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai

berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum

sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek

cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama

proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan

dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Kinerja Guru siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan metode belajar aktif model

pembelajaran divergensi taktis pada materi pelajaran dengan baik dan dilihat

dari aktivitas siswa serta Kinerja Guru siswa pelaksanaan proses belajar

mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu

banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah

memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan

agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan

metode belajar aktif model model pembelajaran divergensi taktis pada


materi pelajaran dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga

tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B. Pembahasan Atas Hasil Tindakan

1. Ketuntasan Kinerja Guru Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa metode belajar aktif

model pembelajaran divergensi taktis pada materi pelajaran memiliki dampak

positif dalam meningkatkan Kinerja Guru siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru untuk

menghadapi ujian kenaikan kelas (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II,

dan III) dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses metode

belajar aktif model pembelajaran divergensi taktis pada materi pelajaran dalam

setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap Kinerja

Guru siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa

pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran matematika dengan metode belajar aktif model pembelajaran

divergensi taktis pada materi pelajaran yang paling dominan adalah bekerja

dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan

guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan

bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.


Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan

langkah-langkah metode belajar aktif model model pembelajaran divergensi

taktis pada materi pelajaran dengan baik.

Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing

dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan

materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase


untuk aktivitas di atas cukup besar.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian yang

telah dilakukan pada bab I, bab II, bab III, dan bab IV, maka dapatlah penulis

menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kemampuan guru yang mengajar matematika di SDN ________ Kecamatan

___________ Kabupaten _________ di dalam menerapkan model

pembelajaran ’divergensi taktis ’ dengan dilandasi usaha yang maksimal untuk

memperoleh nilai yang bagus.

2. Tanggapan / respon para guru dan siswa terhadap pengembangan model

pembelajaran ’divergensi taktis ’ cukup antusias dan merasa terbantu di dalam

menyelesaikan soal-soal matematika.

3. Pengembangan model pembelajaran dapat membantu meningkatkan


kemampuan siswa sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal itu tampak pada

perubahan nilai hasil tes secara bertahap dan signifikan, apabila dibandingkan

antara nilai hasil tes pada tindakan pertama, tindakan kedua dan tindakan

ketiga.

B. Saran

Pengembangan model pembelajaran ’divergensi taktis ’ dalam


pembelajaran matematika di Sekolah Dasar akan berhasil apabila :

1. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk kegiatan belajar mengajar

tercukupi misalnya :

- Bahan pelajaran;

- Alat pelajaran;

- Serta alat bantu pelajaran lainnya

2. Pertanyaan dari siswa tidak boleh hanya dijawab oleh guru. Guru harus lebih

banyak menerangkan pertanyaan dari murid.

3. Dalam penggunaan pendekatan ’divergensi taktis ’, guru harus lebih

mempersiapkan diri sebelum mengajar, diantaranya menyusun rencana

pembelajaran, lembar kegiatan siswa, alatperaga, sumber belajar, dan alat

evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. ( 2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

_________. ( 2001). Kurikulum Pendidikan Dasar Kelas IV Sekolah Dasar. Jakarta :


Depdiknas.

_________. ( 2003). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta :


Depdiknas.

Gulo, W. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia.

Hasan, HS., dkk. (2001). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia.

Ibrahim, S. dkk. (2002). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Universitas


Pendidikan Indonesia.

Karso, dkk. ( 2001). Dasar-dasar Pendidikan MIPA. Jakarta : Universitas Terbuka


Depdikbud.

Nasution, S. (1982). Didaktik Azas-azas Mengajar. Bandung : Jemars.

Sumanti, B. ( 2000). Metode Divergensi Taktis Bagi Pengajaran Matematika untuk


Sekolah Dasar. Jakarta : Erlangga.

Surya, M. Dan Djumhur, I. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung :


CV. Ilmu.

Uzer Usman, M. ( 2001). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.

Winataputra, S. dan Rositam, T. (Eds). ( 2001). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :


Universitas Terbuka – Depdiknas.

Lampiran

Alur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Sekolah

Pelaksanaan
Tindakan
Rencana
Tindakan
Refleksi
Observasi
Siklus I
Pelaksanaan
Tindakan
Refleksi
Observasi
Siklus II
Rencana
Tindakan
Rencana
Tindakan
Pelaksanaan
Tindakan
Refleksi
Observasi
Siklus III
Lampiran II

Buatlah Surat Idzin Penyelenggaraan Kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah


Di SDN _________ Disahkan Oleh KS dan Diketahui Oleh Guru Kelas V
Lampiran III

Buatlah : Daftar Presensi Kegiatan PTS untuk 2 Responden


( Guru mengajar Matematika di SDN _________) Dan
Daftar Presensi Siswa berjulan 35 Siswa
Lampiran IV

FOTO-FOTO KEGIATAN PTS DALAM PEMBINAAN


PEMBELAJARAN METODE PEMBELAJARAN DIVERGENSI TAKTIS
Lampiran V

Daftar Hadir Siswa (Responden)


Selama Penelitian Berlangsung

Aspek Kegiatan PTK : Aplikasi Pembelajaran Divergensi Taktis

Tanggal Kegiatan : _________ Tapel ___/____

Tempat Kegiatan : Kelas V SDN ____________

No Nama SP Uraian Kegiatan TTD


1 Bagus Wahyu P
2 Yanuar Ade Leno
3 Ahmad Eka Pratama
4 Antari Yuniati Putri
5 Agung Aprianto
6 Aldoko Trianto
7 Akbar Permadi
8 Binti Ulfatus S.
9 Dyki Praptama
10 Dimas Budi Wibowo
11 Indra Irawan
12 Khoirun Nisa’
13 Lia Nur Alfiatin
14 Layli Febistin
15 M. Yudha Faorozi
16 Nuke Aprilia
17 Pramesty Nella E.
18 Rofik Restian Aditya
19 Siti Saodah
20 Satria Wahyu Tri A.
21 Theo Yolanda Pratama
22 Taufik Ismail
23 Wahyudi
24 Zuhrotul F. Suryahati
25 Inayah Solikah
26 Siti Mujarobat
27 Nur Hidayah
28 Syafii Imamudin
29 Joko Susilo
30 Frendy Imansyah
31 Nugi Fredianto
32 Novita Sari

________, _______________

Peneliti

Lampiran VI

RENCANA PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Matematika


Materi : Bilangan
Kelas/Semester : V/I
Waktu : 2 Pertemuan (4 jam pelajaran)

A. Kopetensi Dasar
1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan menggunakan operasi hitung
bilangan bulat dan menggunakannnya dalam pemecahan masalah.

B. Hasil Belajar
1.1. Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan cacah.

C. Indikator
1.1. Menggunakan sifat Komulatif (pertukaran), Asosiatif (pengelompokan)
dan Distributif (penyebaran) untuk melakukan perhitungan secara efisien.

D. Materi Pokok
Operasi hitung dengan bilangan bulat

E. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan 1
a. Kegiatan Awal:
- Siswa diajak melakukan operasi hitung bilangan cacah
- Siswa mengetahui arti sifat Komutatif, Asosiatif dan Distributif
b. Kebiatan Inti:
- Siswa diminta mengerjakan LKS tentang sifat-sifat operasi hitung.
- Dengan bimbingan guru siswa menjawab soal secara bergantian (penilaian efektif dan
unjuk kerja).
- Siswa diingatkan guru tentang perubahan pengelompokan suku penjumlahan dan
faktor perkalian tidak mengubah jumlah dan hasil kali.
Berpikir kritis!
Ini ada 3 buah bilangan, yaitu: 72.857, 124.635 dan 177.143
- (72.857 + 124.635) + 177.143 = ...................
- (72.857 + (124.635 + 177.143)= ...................
- (72.857 + 177.143 ) + 124.635)= ...................
Cara pengelompokan yang manakah yang menurut pendapatmu lebih mudah
menjumlahkannya?
c. Kegiatan Akhir:
- Siswa diajak untuk lebih aktif berlatih menyelesaikan soal-soal yang mengandung
sifat Komulatif, Asosiatif dan Distributif
- Siswa diberi soal untuk latihan di rumah sebagai PR

F. Media dan Sumber Belajar


- Buku Matematika Kelas V Erlangga (hal 1-7)
- Buku Belajar Matematika untuk Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Kelas V (hal 2-3)

G. Penialian
- Tes tertulis
- Unjuk kerja
- Observasi

Mengetahui ________, .........................


Kepala Sekolah Guru Kelas V

____________________ Parmiatin
Nip. 19611213 198201 2 017
Win32.anf

Win32.anf

Anda mungkin juga menyukai