Askep Adhf
Askep Adhf
4. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang
tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari
kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi
lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung
yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan
mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung.
Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan
stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik
vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini
akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru –
paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi
melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah
ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi
garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih
progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses
dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer.
8. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan
istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah
Terapi non farmakologis meliputi :
- Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
- Pembatasan cairan
- Mengurangi berat badan
- Menghindari alkohol
- Manajemen stress
- Pengaturan aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat
ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal :
captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
f. Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi
urine pada syok kardiogenik.
g. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
FOKUS DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF MASALAH
Aktivitas/ - Letih terus menerus sepan- - Gelisah -Intoleran
istirahat jang hari - Perubahan status Aktivitas
- Sulit tidur mental, mis letargi - Gangguan
- Sakit pada dada saat - Tanda vital berubah pola tidur
beraktivitas saat beraktivitas - Ansietas
- Sesak nafas saat aktivitas
atau saat tidur
Sirkulasi - Riwayat hipertensi , penyakit - Perubahan tekanan - Perubahan
jantung lain (AMI ) darah ( rendah atau Perfusi
- Bengkak pada telapak kaki, tinggi) jar.perifer
perut - Takikardi - Resti
- Disritmia kerusakan
- -Bunyi jantung ( S3 / integritas
gallop, S4 ) kulit
- Murmur sistolik dan - PK :
diastolic Hipertensi
- Perubahan denyutan - PK : Syok
nadi perifer dan nadi kardiogenik
sentral mungkin kuat - PK :
- Warna kulit dan embolisme
punggung kuku pulmonal
sianotik atau pucat
- Pengisian kapiler
lambat
- Teraba pembesaran
hepar
- Ada refleks
hepatojugularis
- Bunyi nafas krekels
atau ronchi
- Edema khususnya
pada ekstremitas
- Distensi vena
jugularis
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1 :
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu,
gelisah, pH darah arteri abnormal, pernafasan abnrmal ,diaforesisi, sakit kepala saat
bangun.
Kriteria tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal
dan pasien bebas dari distress pernafasan
Rencana tindakan Rasionalisasi
a.Auskultasi bunyi nafas, krekels, a.Memantau adanya kongesti paru untuk
wheezing intervensi lanjut
Diagnosa 2 :
Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan
d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda
vital berubah saat beraktifitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritmia atau iskemia.
Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan pasien
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi kebutuhan perawatan
sendiri.
Diagnosa 3 :
Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi, penurunan curah jantung
sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, perubahan
tekanan darah, perubahan pola nafas, dispnea, gelisah, bunyi jantung S3, ortopnea
Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria :
- keseimbangan intake dan output
- bunyi nafas bersih/jelas
- tanda vital dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, RR : 12-20x/menit, Nadi : 60-
100x/menit, S : 36,5-37,50C)
- berat badan stabil
- tidak ada edema
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Pantau haluaran urine, warna, a. Memantau penurunan perfusi ginjal
jumlah
b. Pantau intake dan output selama b. Terapi diuretic dapat menyebabkan
24 jam kehilangan cairan tiba-tiba meskipun
udema masih ada
c. Pertahankan posisi duduk atau c. Posisi telentang meningkatkan filtrasi
semifowler selama masa akut ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis
d. Timbang berat badan setiap hari d. Memantau respon terapi.
e. Kaji distensi leher dan e. Retensi cairan berlebihan
pembuluh perifer, edema pada dimanifestasikan oleh pembendungan
tubuh vena dan pembentukan edema
f. Auskultasi bunyi nafas, catat f. Kelebihan volume cairan sering
bunyi tambahan mis : krekels, menimbulkan kongesti paru.
wheezing. Catat adanya
peningkatan dispneu, takipneu,
PND, batuk persisten.
g. Selidiki keluhan dispneu g. Menunjukkan adanya komplikasi
ekstrem tiba-tiba, sensasim sulit edema paru atau emboli paru.
bernafas, rasa panik
h. Pantau tekanan darah dan CVP h. Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan volume cairan
i. Ukur lingkar abdomen i. Memantau adanya asites
j. Palpasi hepatomegali. Catat j. Perluasan jantung menimbulkan
keluhan nyeri abdomen kuadran kongesti vena sehingga terjadi distensi
kanan atas abdomen, pembesaran hati dan nyeri.
k. Kolaborasi dalam pemberian k. Diuretik meningkatkan laju aliran
obat diuretik urine dan dapat menghambat
reabsorpsi natrium dan klorida pada
tubulus ginjal.
l. Tiazid dengan agen pelawan l. Meningkatkan diuresis tanpa
kalium ( mis : spironolakton ) kehilangan kalium berlebihan
m. Kolaborasi untuk m. Menurunkan air total tubuh /
mempertahankan cairan / mencegah reakumulasi cairan
pembatasan natrium sesuai
indikasi
n. Konsultasi dengan bagian gizi n. Memberikan diet yang dapat diterima
pasien yang memmenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan natrium.
o. Kolaborasi untuk pemantauan o. Menunjukkan perubahan indikasif
foto thorax peningkatan / perbaikan paru
Diagnosa 4 :
Penurunan curah jantung b/d perubahan afterload, perubahan frekuensi jantung, perubahan
irama jantung d/d aritmia, bradikardi, takikardi, perubahan EKG, palpitasi, edema, keletihan,
murmur, kulit lembab, penurunan nadi perifer, dispnea, batuk, crekels, ortopnea, bunyi
jantung S3 S4, ansietas, gelisah.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan perifer
dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :
- Akral hangat dan kering
- Nadi kuat, pengisian kapiler kuat
- Tanda vital normal (TD: 120/80 mmHg, RR : 12-20x/menit, Nadi : 60-100x/menit, S :
36,5-37,50C)
- Tidak sianosis atau pucat
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Pantau tanda vital, capillary a. Mengetahui keadekuatan perfusi
refill, warna kulit, kelembaban perifer
kulit, edema, saturasi O2 di
daerah perifer
Diagnosa 6 :
Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang
berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi :
- Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat diatasi
- Pasien menunjukkan keteramplan pemecahan masalah dan mengenal perasaannya.
Diagnosa 7 :
Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak,
batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatn selama 3x24 jam diharapkan pasien
bisa tidur dengan lebih nyaman.
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Naikkan kepala tempat tidur 20 a. Aliran balik vena ke jantung
-30 cm. Sokong lengan bawah berkurang, kongesti paru berkurang
dengan bantal dan penekanan hepar ke diafragma
menjadi berkurang serta
mengurangi kelelahan otot bahu.
b. Pada pasien yang ortopnoe , b. Mengurangi kesulitan bernafas dan
pasien didudukkan di sisi megurangi aliran balik ke jantung
tempat tidur dengan kedua kaki
disokong di kursi, kepala dan
diletakkan di meja tempat tidur
dan vertebra lumbosakral
disokong dengan bantal.
Diagnosa 8:
ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot- otot pernafasan, disfungsi neuromuscular,
sindrom hivoventilasid/d Pasien mengalami perubahan frekuensi pernafasan, pasien terlihat
menggunakan pernafasan cuping hidung, penggunaan otot aksesoris untuk bernafas.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3X 24 jam diharapkan pasien
tidak sesak nafas lagi dengan kriteria hasil: Tanda vital dalam batas normal (TD: 120/80
mmHg, RR : 12-20x/menit, Nadi : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C), tidak ada suara nafas
tambahan seperti whezing, krekels.
Intervensi Rasional
a. Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus, a. Pemahaman penyebab kolaps paruperlu
contoh kolaps spontan, trauma, untuk pemasangan selang dada yang
keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi tepat dan memilih tindakan terapeutik
mekanik. lain.
d. Auskultasi bunyi napas d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada
pada lobus, segmen paru, atau seluruh
area paru (unilateral). Area atelektasi tak
ada bunyi napas, dan sebagai area kolaps
menurun bunyinya. Evaluasi juga
dilakukan untuk area yang baik
pertukaran ganya dan memberikan data
evaluasi perbaikan pneumotorak.
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah di buat.
5. Evaluasi
Diagnosa 1
Pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal dan pasien bebas
dari distress pernafasan.
Diagnosa 2
Aktivitas pasien mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan pasien berpartisipasi
pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi kebutuhan perawatan sendiri.
Diagnosa 3
- Keseimbangan intake dan output
- Bunyi nafas bersih/jelas
- Tanda vital dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, RR : 12-20x/menit, Nadi : 60-
100x/menit, S : 36,5-37,50C)
- Berat badan stabil
- Tidak ada edema
Diagnosa 4
- Kulit hangat dan kering
- Nadi kuat, pengisian kapiler kuat
- Tanda vital normal (TD: 120/80 mmHg, RR : 12-20x/menit, Nadi : 60-100x/menit, S :
36,5-37,50C)
- Tidak sianosis atau pucat
Diagnosa 5
- Melaporkan keluhan nyeri berkurang
- Pasien tampak tenang dan rileks
- Skala nyeri 0 dari rentang 0-10 skala nyeri
Diagnosa 6
- Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat diatasi
- Pasien menunjukkan keteramplan pemecahan masalah dan mengenal perasaannya.
Diagnose 7
Pasien bisa tidur dengan lebih nyaman.
Diagnosa 8
Tanda vital pasien dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, RR : 12-20x/menit, Nadi :
60-100x/menit, S : 36,5-37,50C), tidak ada suara nafas tambahan seperti whezing, krekels.
DAFTAR PUSTAKA
Harrisom. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyuakit Dalam Volume 3 Edisi 13.Jakarta: EGC
Jakarta : EGC
T. Heather. Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klarifikasi 2012- 2014.
Jakarta:EGC
Nurarif. Anin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &