KAJIAN ONTOLOGI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Ilmu”
Disusun oleh :
ERWINDA RAMADHANI
200901502007
KELAS : A
B. Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat
‘keluarbiasaan’ (beyone nature), yang berada diluar pengalaman manusia (immediate
experience). Metafisika mengkaji sesuatu yang berada diluar hal-hal yang biasa berlaku pada
umumnya (keluarbiasaan), atau hal-hal yang tidak alami, serta hal-hal yang berada diluar
kebiasaan atau diluar pengalaman manusia. (Asmoro Achmadi, 2005:14)
Singkatnya, metafisika adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan hal-hal yang
berada dibelakang gejala-gejala yang nyata. Jika ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh
metafisika juga ilmu yang memikirkan hakikat dibalik alam nyata. Metafisika membicarakan
hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap
oleh pancaindra.
Ontologi keilmuan juga merupakan penafsiran tentang hakikat realitas dari objek
ontologis keilmuan. Penafsiran metafisik keilmuan harus didasarkan kepada karakteristik
objek ontologisme sebagaimana adanya ( dassein ) dengan deduksi-deduksi yang dapat
diverifikasi secara fisik. Ini berarti, bahwa secara metafisik ilmu terbebas dari nilai-nilai
dogmatis. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika
umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
C. Asumsi
Pendapat yang telah didukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan
secara rasional. Berkaitan dengan pengkajian konsep-konsep, pengandaian-pengandaian.
Dengan demikian filsafat ilmu erat kaitannya dengan pengkajian analisis konseptual dan
bahasa yang digunakannya dan juga dengan perluasan serta penyusunan cara-cara yang lebih
tepat untuk memperoleh pengetahuan.
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi
filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di
gunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas
tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas
tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi
berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens
Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Karena setiap ilmu selalu memerlukan asumsi, Asumsi diperlukan untuk mengatasi
penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang
kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan
latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai
merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu
gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal
yang tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam
ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard
presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian.
1. Sudut Pandang
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
a. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Aliran-Aliran Ontologi
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan
aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut
pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”,
“Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)” dan “Dimanakah yang ada itu? (What is
being?)”
a. Apakah yang ada itu? (What is being?)
Dalam memberikan jawaban masalah ini lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut :
Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu
hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani.
Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato
adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa
alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson
disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
1. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani.
Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh
tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja
dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu.
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia
berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander
(585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara
merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa
hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat
halus.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang
merupakan hakikat adalah:
· Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya
dijadikan kebenaran terakhir.
· Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
· Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih
menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda
seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan
bahwa yang merupakan haklekat adalah benda.m-atom itulah yang merupakan asal kejadian
alam.
2. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba cita sedang
spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak
tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam
ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya
sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah
membawa orang pada kebenaran sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan
teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep
universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa
bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu.
Menurut Rapar (2005:45), aliran materialisme menolak hal-hal yang abstrak. Bagi
materialisme ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata bersifat
materialisme, realitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan, sesuatu yang riil atau
nyata. Tokoh-tokoh aliran materialisme adalah Thales, anaximenes dan anaximandris.
Sedangkan aliran idealisme tumbuh dan berkembang sejak masa Plato yang terkenal
dengan pandangannya mengenai ide. Ide bagi Plato tidak sama dualisme ide yang dipahami
orang pada saat ini. Dasar pokok pemahaman ide dikemukakannya sebagai teori logika
kemudian meluas menjadi pandangan hidup dan menjadi dasar umum ilmu dan politik social
dan bahkan agama.
Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua
macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi.
Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat
modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia
ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan
Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan
metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian
Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried
Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M ).
Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang
menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah,
air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap,
yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
Aliran Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin
yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh
Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada
semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM) yang
memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua,
bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui,
ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich
Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di belakang atau di
atas dunia di mana ia hidup.
Aliran Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik
hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos,
yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan
belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya
kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren
Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat
Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku
umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke
dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang
mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang
dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M),
yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan
entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik
materi maupun ruhani.
6. KEDUDUKAN ONTOLOGI
Ontologi ini merupakan ‘ilmu pengetahuhan’ yang paling universal dan paling
menyeluruh penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian lainya yang lebih
bersifat’ bagian’. Ia merupakan konteks untuk semua konteks lainnya, cakrawala yang
merangkum semua cakrawala lainnya, pendirian yang meliputi segala pendirian lainya.
Ontologi berhubungan dengan yang namanya metafisika. Oleh karena sifat englobant
(marcel) atau umgreifen (jasper) itu, maka ontologi meneliti pengkadar pengada. Sedangkan
mengada itu merupakan sekaligus hal yang paling terkenal, dan hal yang paling sukar
diekspresikan. Oleh karen meneliti dasar paling umum untuk segala-gala nya, ontologi itu
disebut filsafat’pertama’ . namun ontologi telah mengandaikan semua bagian filsafat lainya.
Tentu dalam suatu pengantar didaktis dapat saja ontologi sebagai pemikiran paling
umum, diuraikan pada awal seluruh penyelidikan filosofi (demikianlah);tetapi menurut
ukuran itu belum cukyp dicakup pengalaman konkret mengenai manusia-dunia-tuhan.
Besarlah bahaya bahwa ontologi sedemikian itu menjadi suatu kumpulan atau sistem konsep-
konsep dan prinsip-prinsip yang melulu formalitas dan kosong belaka ( menurut tuduhan
kant) , tanpa hubungan dengan kenyataan yang benar. Oleh karena itu kiranya paling baik
ontologi dikembalikan kedudukannya semula, yaoitu ditempatkan pada akhir filsafat
sistematis. Jadi ontologi disebut filsafat’pertama’, tetapi juga filsafat’ultima’
7. METODE ONTOLOGI
Metode ontologi ini tidak dapat dipertanggungjawabkan lebih lanjut dulu. Akan
menjadi lebih jelas sambil berjalan, dan sahnya akan tampak dalam uraian ontologis sendiri
tidaklah mungkin bertitik pangkal dari rumus-rumus tepat mengenai ‘mengada’ dan segala
sesuatu yang berhubungan dengannya oleh karena dua alasan. Pertama, rumus sedemikian itu
belum diberikan dasar mutlak dan kepastian ultima. Dengan menentukan rumus sedemikan
tanpa jaminan definitif, ada bahaya bahwa telah ditentukan batas batas yang terlalu sempit
dan kurang supel, sehingga secara apriori telah akan tertutup jalan-jalan pemikiran yang
tertentu. Kedua, suatu definisi selalu memakai suatu pengertian lain yang diandaikan telah
diketahuhi lebih dahulu dan lebih jelas dari’mengada’ itu. Oleh kedua alasan ini rumus rumus
dalam ontologi hanya mungkin terjadi sebagai kesimpulan kesimpulan uraian.
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang
ada. Dalam ilmu komunikasi, ontologi berperan mengkaji hakikat komunikasi, yakni
mengkaji apa yang dimaksud dengan komunikasi. Ilmu komunikasi adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara untuk mentransfer ide dari satu individu ataupun grup ke individu
atau grup yang lain. Ilmu komunikasi dipahami melalui objek material dan objek formal:
a. Objek material dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling
abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai
makhluk atau benda. Serta apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi)
pembicaraan, yaitu gejala “manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat”.
Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka
ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan
filsafat tentang akhirat (teologi-filsafat ketuhanan; kata “akhirat” dalam konteks
hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi,
kosmologi, dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab
pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Juga
pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia
dalam dunianya.
b. Sementara objek formal melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point
of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri. Obyek formal
adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas
sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika
cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa
manfaat, di antaranya sebagai berikut:
1. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran
yang ada.
2. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun
masalah, baik itu sains hingga etika