Anda di halaman 1dari 21

Hidayatul Mufidah

STRATEGI MANAJEMEN MUTU LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Hidayatul Mufidah
Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan
Email: hidayatulmufidah@insud.ac.id

Dikirim: 20 Januari 2021 | Direvisi: 31 Januari 2021|Dipublikasikan: 07 Februari 2021


Abstraksi: Lembaga pendidikan Islam yang salah satunya adalah
madrasah, mempunyai misi penting untuk menyiapkan generasi muda
Islam untuk ikut berperan bagi pembangunan umat dan bangsa di
masa depan. Lembaga pendidikan Islam, pada saat ini harus siap
adaptasi dan improvisasi, terkait dengan strategi manajemen mutu,
input, proses dan outputnya. Terlebih saat ini masih banyak lembaga
pendidikan Islam, belum memiliki strategi manajemen mutu dalam
menghadapi era Revolusi Industri 4.0. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Strategi
manajemen mutu lembaga pendidikan Islam, bahkan harus memiliki
spirit inovasi dan adaptasi, kolaborasi dan sinergi. Revolusi Industri
4.0 merupakan sebuah keniscayaan. Zaman sudah sangat digital.
Lembaga pendidikan Islam, harus mampu mengikuti perkembangan
zaman dengan menyatukan diri dengan dengan revolusi industri 4.0.
mampu mengikuti perkembangan era demi menyongsong Pendidikan
Islam 4.0, maka mau tidak mau semua permasalahan laten di atas
harus mampu dicarikan jalan keluarnya. Jika tidak, maka sulit −jika
enggan berkata mustahil− mewujudkan Lembaga Pendidikan Islam
yang kontekstual terhadap zaman. Sebagai lembaga pendidikan Islam
yang mempunyai karakteristik dan haruslah berpegang teguh pada
konteks menjaga tradisi keagamaan Islam dengan tetap melestarikan
segudang khazanahnya dan memakai metode, manajerial, maupun
pembelajaran modern yang baik. Manusia hari ini bisa terhubung 24
jam sehari, 7 hari seminggu, tanpa terikat waktu dan tempat. Jika
mindset tersebut diterapkan dalam manajemen lembaga pendidikan
Islam, maka akan terbentuk sistem manajerial yang efektif dan efisien.
Sehingga, dalam konteks pembelajaran, guru akan lebih leluasa dan
fleksibel dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Kata kunci: Strategi, Manajemen Mutu, Lembaga Pendidikan Islam,


Revolusi Industri 4.0

Pendahuluan
Pendidikan merupakan media dalam melatih dan menyalurkan potensi yang di miliki
setiap individu. Lembaga pendidikan juga merupakan aset bagi Negara dalam mencerdaskan
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 2
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

kehidupan
bangsa, dalam menghadapi tuntutan dan tantangan zaman yang semakin maju.

Kemajuan dalam berbagai bidang dan kemudahan dalam dunia komunikasi serta
globalisasi merupakan kenyataan yang tidak bias ditawar lagi oleh Negara apapun. Oleh
karena itu salah satu upaya untuk mengatasi kemajuan tersebut adalah kesiapan setiap Negara
untuk mengantisipasinya.1
Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan
nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia
secara menyeluruh.2 Mutu pendidikan merupakan salah satu isu sentral pendidikan nasional
selain isu-isu pemerataan, relevansi, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dewasa ini banyak
upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Upaya-upaya
tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam
pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa (nation character
building) untuk kemajuan masyarakat dan bangsa.
Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh mutu pendidikannya.
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam membangun human capital yang
merupakan pendorong utama sumber daya manusia untuk mencapai sebuah tujuan dan
memberikan kemampuan siswa. Perkembangan dunia pendidikan tidak dapat lepas dari
perkembangan dunia secara global. Kemajuan teknologi dan informasi yang begitu pesat
membawa dampak bagi perkembangan pendidikan baik dampak positif maupun negatif.
Seperti pada saat ini, dunia pendidikan sedang diguncang oleh berbagai perubahan sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai
permasalahan lokal dan perubahan global yang terjadi begitu pesat.
Permasalahan mutu di dalam lembaga pendidikan Islam, merupakan permasalahan
yang paling serius dan paling kompleks. Rata-rata, lembaga pendidikan Islam belum ada yang
berhasil merealisasikan mutu pendidikannya. Padahal mutu pendidikan itu menjadi cita-cita
bersama seluruh pemikir dan praktisi pendidikan Islam, bahkan telah diupayakan melalui
berbagai cara, metode, pendekatan, strategi dan kebijakan.3 Dari sekian banyak upaya yang
telah dilakukan menimbulkan sebuah pertanyaan ada apa sebenarnya dengan mutu pendidikan

1
Suddin Bani, “Tantangan Lembaga Pendidikan di Tengah Persaingan Global”,
(Journal.Uin-Alauddin Volume V, Nomor 2, 2016)
2
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Menyukseskan MBS dan
KBK (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 31.
3
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga, 2007), 204.
MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

di lembaga pendidikan Islam. Untuk menjawabnya dibutuhkan analisis secara komprehensif


mengenai manajemen mutu di lembaga pendidikan Islam.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta
bersama-sama terus berupaya mewujudkan perbaikan melalui berbagai usaha pembangunan
pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan
kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan
materi ajar, peningkatan mutu pendidikan serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainnya.
Lembaga pendidikan Islam yang salah satunya adalah madrasah, mempunyai misi
penting untuk menyiapkan generasi muda Islam untuk ikut berperan bagi pembangunan umat
dan bangsa di masa depan. Madrasah sebagai salah satu bagian dari berbagai lembaga
pendidikan Islam yang ada di Indonesia juga memiliki problem yang cukup komplek dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bahkan sebagian masyarakat berpandangan
bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang kumuh, terbelakang dan kualitas rendah.
Anggapan ini mestinya menjadi cambuk positif bagi para pengelola madrasah.

Revolusi Industri 4.0 Sebuah Keniscayaan


Teknologi seringkali dibatasi pada pengertian sebuah alat yang digunakan dalam
perkantoran, industri atau tempat lain yang berhubungan dengan kegiatan masyarakat. Alat-
alat itu dapat diwujudkan sebagai sebuah mesin, komputer atau alat-alat elektronik. Padahal
teknologi memiliki arti yang sangat luas. Teknologi dapat diartikan sebagai sebuah alat
permesinan yang digunakan dalam pendidikan. Finn, seperti yang pernah dikutip oleh Gentry
menyatakan, “selain diartikan sebagai mesin, teknologi bisa mencakup proses, sistem,
manajemen, dan mekanisme pantauan; baik manusia itu sendiri atau bukan, serta secara luas,
cara pandang terhadap masalah berikut lingkupnya, tingkat kesukaran, studi kelayakan, serta
cara mengatasi masalah secara teknis dan ekonomis”.4
Hal ini senada dengan Association for Educational Communications and Technology
(AECT) pada tahun 1986 (Amerika Serikat). AECT mengemukakan Teknologi Pendidikan
merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, gagasan,
peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan,

4
Maswan dan Muslimin, Khoirul, Teknologi Pendidikan: Penerapan Pembelajaran
yang Sistematis. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 23-24.
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 4
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

melaksanakan,
mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar
manusia.5
Konsepsi teknologi pendidikan dapat diketahui melalui pendekatan teknologi atau
Pendidikan. Secara pendekatan teknologi, teknologi pendidikan diartikan sebagai keseluruhan

metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang
kegiatan manusia. Bilamana kita memahami dunia industri lagi, maka produksi menggunakan
teknologi ini akan menghasilkan produk yang lebih banyak (dengan keefisiansian penggunaan
teknologi).
Teknologi dalam pendidikan adalah sarana dan keperluan yang menunjang
berjalannya kegiatan pendidikan. Teknologi pendidikan adalah proses sistematis dalam usaha
mendidik atau membelajarkan peserta didik.6 Pengertian teknologi pendidikan bukan terbatas
pada alat namun lebih pada metode atau cara dalam praktik pendidikan dengan langkah-
langkah efektif terhadap inovasi dalam pembelajaran yang lebih sistematis ke depannya.
Adanya perkembangan yang pesat terkait era revolusi industri 4.0 mengakibatkan
banyak bermunculan inovasi media pembelajaran, seperti media komunikasi elektronik
berupa handphone, televisi, radio, dan lain sebagainya yang berhasil menembus batas
geografis, sosial, dan politis secara intens. Kecanggihan alat-alat teknologi merupakan
karakteristik era revolusi industri 4.0. Revolusi industri diartikan sebagai proses perubahan
dalam proses produksi yang berlangsung secara cepat. Perubahan fase ke fase memberi
perbedaan artikulatif pada sisi kegunaaannya. Fase pertama (1.0) bertempuh pada penemuan
mesin yang menitikberatkan (stressing) pada mekanisasi produksi. Fase kedua (2.0) sudah
beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi dengan quality control dan standarisasi.
Fase ketiga (3.0) memasuki tahapan keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi
komputerisasi. Fase keempat (4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi perpaduan
internet dengan manufaktur.7
Salah satu penggunaan teknologi di era ini adalah dengan adanya teknologi
komunikasi. Pemaknaan para ahli dalam menilai adanya teknologi komunikasi tidak hanya
berupa alat-alat namun lebih pada proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam dunia

5
Maswan dan Muslimin, Khoirul. Teknologi Pendidikan: ...., 23-24.
6
Miarso Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. (Jakarta: Prenada Media,
2005).75
7
Hendra Suwardana, “Revolusi Industri 4. 0 Berbasis Revolusi Mental” (Jurnal JATI
UNIK, Vol.1, No.2. 2017), 102-110.
MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

pendidikan teknologi komunikasi diartikan sebagai ilmu cara berhubungan. Pendidikan bukan
memuat berapa banyaknya pesan-pesan pembelajaran, namun perlu cara atau teknik
bagaimana agar pesan tersebut dapat ditransformasikan kepada peserta didik.8
Berkembangnya era 4.0 adalah momentum bagi guru agar proses pembelajaran
hendaknya dapat meningkatkan kualitas kompetensi pribadi dan peserta didik. Pemanfaatan
teknologi berupa alat-alat canggih masa sekarang diimbangi dengan kemampuan melalukan
metode efisien yang tertata dengan baik dalam mengenyam pendidikan sebagai upaya
transferisasi ilmu. Dalam hal ini, guru cenderung akan memanfaatkan alat-alat ataupun
produk (media) teknologi yang mereka anggap dapat membantu dalam proses pembelajaran
sehingga perlu menjadi perhatian bagi para pengembang teknologi pembelajaran.9

Manajemen Mutu Pendidikan Sebuah Kebutuhan


Manajemen mutu menjadi suatu keharusan dalam pembenahan lembaga pendidikan
Islam. Semua jenis kegiatan manajemen yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat
dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam, harus senantiasa di arahkan dan berorientasi
pada pencapaian mutu. Mutu produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga
mampu mengelola seluruh potensi secara optimal mulai dari tenaga kependidikan, peserta
didik, proses pembelajaran, sarana pendidikan, keuangan dan termasuk hubungannya dengan
masyarakat. Pada konteks ini, lembaga pendidikan Islam harus mampu merubah paradigma
baru pendidikan yang berorientasi pada mutu semua aktifitas yang berinteraksi didalamnya,
seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah berkaitan dengan baik buruk
suatu benda; kadar; atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya. 10 Secara
umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau
tersirat.11 Mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil
kerja/upaya baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun yang intangible.12

8
Maswan dan Muslimin, Khoirul. Teknologi Pendidikan: .... 196.
9
Akhmad Syahri. Spirit Islam dalam Teknologi Pendidikan Di Era Revolusi Industri
4.0. (Jurnal Attarbiyah, Volume 28, 2018), 62-80
10
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 768
11
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Konsep Dasar
(Jakarta: Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002), 7.
12
Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004),
210
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 6
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

Berdasarkan terminologi tersebut menunjukkan bahwa mutu adalah paduan sifat-sifat


dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Pengertian kualitas atau
mutu dapat dilihat juga dari konsep secara absolut dan relatif. Dalam konsep absolut sesuatu
(barang) disebut berkualitas bila memenuhi standar tertinggi dan sempurna. Artinya, barang
tersebut sudah tidak ada yang memebihi. Bila diterapkan dalam dunia pendidikan konsep
kualitas absolut ini bersifat elitis karena hanya sedikit lembaga pendidikan yang akan mampu
menawarkan kualitas tertinggi kepada peserta didik dan hanya sedikit siswa yang akan
mampu membayarnya.

Sedangkan, dalam konsep relatif, kualitas berarti memenuhi spesifikasi yang


ditetapkan dan sesuai dengan tujuan (fit for their purpose). Kualitas dalam konsep relatif
berhubungan dengan produsen, maka kualitas berarti sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan pelanggan.13
Terkait dengan konsep absolut dan relatif di atas, di dalam konteks pendidikan,
kualitas yang dimaksudkan adalah dalam konsep relatif, terutama berhubungan dengan
kepuasan pelanggan. Pelanggan pendidikan ada dua aspek, yaitu pelanggan internal dan
eksternal. Pendidikan berkualitas apabila : 1) pelanggan internal (kepala sekolah, guru dan
karyawan sekolah) berkembang baik fisik maupun psikis. Secara fisik antara lain
mendapatkan imbalan finansial. Sedangkan secara psikis adalah bila mereka diberi
kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan, bakat dan kreatifitasnya; 2)
pelanggan eksternal, meliputi: a) Eksternal primer (para siswa): menjadi pembelajar
sepanjang hayat, komunikator yang baik dalam bahasa nasional maupun internasional, punya
keterampilan teknologi untuk lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari, integritas pribadi,
pemecahan masalah dan penciptaan pengetahuan, menjadi warga negara yang
bertanggungjawab. Para siswa menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab akan
hidupnya, b) eksternal sekunder (orang tua, para pemimpin pemerintahan dan perusahaan);
para lulusan dapat memenuhi harapan orang tua, pemerintah dan pemimpin perusahan dalam

Edward Sallis, Total quality management in education, (London: Kogan Page Ltd,
13

1993), 51-53
MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

hal menjalankan tugas-tugas dan pekerjaan yang diberikan, dan c) eksternal tersier (pasar
kerja dan masyarakat luas); para lulusan memiliki kompetensi dalam dunia kerja dan dalam
pengembangan masyarakat sehingga mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.14
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu, usaha pendidikan tidak lain adalah
merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan kepada pelangggannya yang utamanya
yaitu kepada mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan tersebut. Para pelanggan
layanan pendidikan terdiri dari berbagai unsur paling tidak empat kelompok. Pertama yang
belajar, bisa merupakan mahasiswa/pelajar/murid/peserta belajar yang biasa disebut
klien/pelanggan primer (primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima
manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut. Kedua, para klien terkait dengan orang
yang mengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut
bekerja, dan mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external
customers). Pelanggan lainnya yang ketiga bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa
pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).
Selain itu, yang keempat, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya
yaitu yang berasal dari intern lembaga; mereka itu adalah para guru/dosen/tutor dan tenaga
administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal customers).
Walaupun para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan
tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika
dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk
maju, karena semakin maju dan berkualitas dari suatu lembaga pendidikan mereka akan
diuntungkan, baik kebanggaan maupun finansial.15
Mutu pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh jasa pelayanan
pendidikan secara internal maupun eksternal yang menunjukkan kemampuannya memuaskan
kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Dalam konteks mutu pendidikan, pada hakekatnya tujuan lembaga pendidikan adalah untuk
menciptakan dan mempertahankan kepuasan para pelanggan dan dalam kepuasan pelanggan
ditentukan oleh stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena hanya dengan
memahami proses dan kepuasan pelanggan maka lembaga dapat menyadari dan menghargai
kualitas. Semua usaha atau kegiatan manajemen mutu harus diarahkan pada suatu tujuan
14
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), 68
15
Edward Sallis, Total quality management in education, (London: Kogan Page Ltd,
1993), 68.
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 8
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

utama, yaitu
kepuasan pelanggan, apa yang dilakukan manajemen tidak ada gunanya bila tidak melahirkan
kepuasan pelanggan.
Mutu pendidikan dapat dilihat dalam tiga hal, yakni input, proses, dan output. 16 Input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta
harapanharapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumberdaya manusia
meliputi (kepala sekolah, guru, karyawan, dan peserta didik) dan sumberdaya selebihnya
(peralatan, perlengkapan, uang dan bahan, dan sebagainya).
Input perangkat lunak meliputi (struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-
undangan, deskripsi tugas, rencana, program dsb.) Input harapan berupa (visi, misi, tujuan,
dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai sekolah). Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input
dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi
pula mutu input tersebut.

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam
pendidikan berskala mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan
keputusan, proses pengelolaan program, proses pembelajaran dan proses monitoring dan
evaluasi. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian input
dilakukan secara harmonis sehingga menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
(enjoyable learning).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi
sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari (kualitasnya,
efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan
moral kerjanya). Kualitas sekolah bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi
belajar peserta didik menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam (a) prestasi akademik, (nilai
ulangan umum, nilai ujian, karya ilmiah, lomba akademik dan (b) prestasi non akademik
(IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan kejuruan dan kegiatan
pengembangan diri).

Rohiat, Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktek, (Bandung: PT. Refika
16

Aditama, 2009), 52.


MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

Di dalam kerangka mutu pendidikan, antara input/masukan, proses, dan output atau
hasil pendidikan saling berhubungan. Artinya, untuk menghasilkan output pendidikan yang
bermutu, dipengaruhi oleh proses pendidikannya, dan proses pendidikan yang bermutu akan
dapat menghasilkan output yang lebih bermutu bilamana didukung oleh input pendidikan
yang bermutu pula. Lembaga pendidikan dapat dikatakan bermutu jika input, proses dan
output pendidikannya dapat memenuhi persyaratan yang dituntut oleh pengguna jasa
pendidikan, baik internal maupun eksternal. Dalam hal ini, manajemen mutu di Lembaga
Pendidikan Islam merupakan kemampuan dalam mendayagunakan sumber daya pendidikan
baik sumber daya manusia maupun non manusia untuk meningkatkan kemampuan input,
proses dan output pendidikan guna memenuhi persyaratan yang dituntut oleh pengguna jasa
pendidikan. Dengan demikian, seluruh kegiatan manajemen diarahkan pada tuntutan dan
kepuasan pelanggan atau pengguna jasa pendidikan (stakeholders). Bila performance-nya
baik dan dapat melebihi persyaratan yang dituntut oleh stakeholders/user pendidikan, maka
suatu baru dapat dikatakan unggul.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa program peningkatan mutu harus
berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga
haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan di atas. Pelanggan bisa berupa mereka
yang langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan
merasakan manfaat produk dan jasa tersebut. Dengan perkataan lain, peningkatan mutu
hendaknya berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan stakeholders, baik stakeholder internal
maupun stakeholders eksternal. Kepuasan dan kebanggaan dari pelanggan sebagai penerima
manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan
pendidikan.

Strategi Manajemen Mutu Lembaga Pendidikan Islam


Dalam kerangka memenuhi tuntutan dan kepuasan pelanggan atau pengguna jasa
pendidikan diperlukan strategi yang jitu. Strategi tersebut diharapkan dapat mengatasi
masalah rendahnya mutu pendidikan melalui optimalisasi sumber daya Lembaga Pendidikan
Islam yang secara langsung dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran yang
khusus.17 Mutu pendidikan harus diupayakan untuk mencapai kemajuan yang dilandasi oleh
suatu perubahan terencana. Menurut Syaiful Sagala, peningkatan mutu pendidikan diperoleh

17
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 708
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 10
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

melalui dua
strategi, yaitu peningkatan mutu pendidikan yang berorientasi akademis (high based
education) untuk memberi dasar minimal dalam perjalanan yang harus ditempuh mencapai
mutu pendidikan yang dipersyaratkan oleh tuntuan zaman, dan peningakatan mutu pendidikan
yang berorientasi pada keterampilan hidup (broad based education) yang esensial yang
dicakupi oleh pendidikan yang berlandasan luas, nyata dan bermakna.18
Mutu pendidikan dapat pula ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti 1)
meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang
menyangku kompetensi dan pengetahuan, memperbaiki tes bakat (Scolastik Aptitude Test),
sertifikasi kompetensi dan profil portofolio (portofolio profile), 2) membentuk kelompok
sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif
(coorperative learning), 3) menciptakan kesempatan baru di sekolah dengan mengubah jam
sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam-jam libur,
4) meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi (mastery
learning) dan penghargaan atas pencapaian prestasi akademik, 5) membantu siswa
memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan
keterampilan memperoleh pekerjaan.19
Upaya peningkatan mutu pendidikan dapat ditempuh dalam menerapkan Total Quality
Management (TQM). TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Namun pendekatan TQM hanya dapat dicapai
dengan

memperhatikan karakteristiknya, yaitu: 1) fokus pada pelanggan baik internal maupun


eksternal, 2) memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas, 3) menggunakan pendekatan
ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, 4) memiliki komitmen jangka
panjang, 5) membutuhkan kerjasama tim, 6) memperbaiki proses secara berkesinambungan,
7) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, 8) memberikan kebebasan yang terkendali, 9)
memiliki kesatuan tujuan, dan 10) adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.20

Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,


18

(Bandung:
Alfabeta, 2007), hlm. 170
19
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori,.. 78-79
20
Daniel C. Kambey, Landasan Teori Administrasi/Manajemen (Sebuah Intisari),
(Manado: Yayasan Tri Ganesha Nusantara, 2004), 34-45.
MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

Strategi di atas menunjukkan bahwa program peningkatan mutu harus berorientasi


kepada kebutuhan dan harapan pelanggan/stakeholder. Kepuasan dan kebanggaan dari mereka
sebagai penerima manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan
mutu layanan pendidikan. Pemberian kepuasan secara terus menerus dan berkesinambungan
mengindikasikan adanya proses layanan pendidikan yang harus selalu melakukan inovasi dan
pengembangan, karena kepuasan stakeholder merupakan proses yang selalu berubah.
Penekanan pada pemberian kepuasan kepada stakeholder merupakan hal yang harus
dilakukan oleh setiap Lembaga Pendidikan Islam. Jika lembaga tersebut menginginkan untuk
mampu bersaing. Hal ini menuntut pengelola Lembaga Pendidikan Islam harus dapat
membaca kecenderungan masyarakat ke depan sehingga dapat menentukan strategi apa yang
dapat dilakukan terkait dengan penjaminan mutu pendidikan.
Manajemen mutu menjadi suatu keharusan di lembaga pendidikan Islam. Semua jenis
kegiatan manajemen yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pengelolaan
lembaga pendidikan Islam harus senantiasa di arahkan dan berorientasi pada pencapaian
mutu. Mutu produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga mampu
mengelola seluruh potensi secara optimal mulai dari tenaga kependidikan, peserta didik,
proses pembelajaran, sarana pendidikan, keuangan dan termasuk hubungannya dengan
masyarakat.
Strategi dan tekhnik manajemen yang dilakukan oleh Lembaga pendidikan Islam
dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan penyelarasan secara bertahap dari struktur
kelembagaan (program dan sumber daya) dengan perilaku civitas akademikanya untuk
mencapai kinerja yang ditargetkan (performance). Setiap pengelola, mulai dari pengurus
yayasan, pimpinan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di lembaga pendidikan
harus mempunyai komitmen terhadap target mutu, ketepatan waktu, dan efektivitas program.
Lalu adanya pembaharuan proses kegaiatan belajar mengajar pada pelayanan dan kepuasan
stakeholders serta kemampuan untuk mengaktualisasikan management best practice dalam
pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan.
Pada kesempatan ini, lembaga pendidikan Islam harus mampu merubah paradigma
baru pendidikan yang berorientasi pada mutu semua aktifitas yang berinteraksi didalamnya,
seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu.21

21
Lailatul Maghfiroh, “Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah Melalui Total
Quality Management (TQM) Di Madrasah Ibtidaiyah Wahid Hasyim Yogyakarta” (Ta’lim:
Jurnal Studi Pendidikan Islam Vol.1 No.1 Januari 2018)
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 12
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

Pertama, Perencanaan Strategi Mutu. Perencanaan merupakan aspek penting dalam


berbagai aktivitas baik individu maupun lembaga pendidikan. Perencanaa memberikan arah
bagi perjalanan lembaga ke depan. Sehingga, perencanaan merupakan kegiatan rasional dan
sistemik dalam menetapkan keputusan, kegiatan, atau langkahlangkah yang akan
dilaksanakan di kemudian hari dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.22 Bagian penting dari perencanaan adalah rencana strategis. Rencana strategis
berhubungan dengan implementasi suatu visi lembaga. Perencanaan strategis mutu dapat
dilihat dari visi, misi, tujuan, strategi institusional jangka panjang dan bentuk perencanaan
strategis mutu (jangka panjang, menengah, pendek) suatu lembaga pendidikan.
Kedua, Peningkatan Mutu Proses. Ada dua aspek pembahasan dalam manajemen
peningkatan mutu yaitu kurikulum dan proses pembelajaran. a). Kurikulum. Menurut Edward
Sallis, lembaga pendidikan yang ingin menerapkan Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
pendidikan harus mempunyai kurikulum yang bermutu. Rancangan kurikulum mencakup
tujuan masing-masing program (mata pelajaran) dan spesifikasi masing-masing program yang
disusun sistematis. Proses perancangan kurikulum tidak bisa lepas dari kebutuhan yang
diperlukan oleh pelanggan bahkan masukan-masukan pelanggan terhadap kurikulum adalah
bagian penting dalam sistem mutu. b). Proses pembelajaan. Ciri utama MMT dalam proses
pendidikan adalah perhatiannya yang fokus pada aktivitas utama pendidikan yaitu
pembelajaran.
Dalam MMT pendidikan, asumsi dasar yang dibangun dalam pembelajaran adalah
masing masing pelajar mempunyai potensi dan kemampuan masing-masing atau berbeda.
Sehingga setiap pembelajaran tidak bisa didekati dengan hanya satu strategi atau metode.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan yang menggunakan prosedur MMT harus secara serius
menangkap isu gaya (metode) dan kebutuhan pelajar. MMT menghendaki adanya strategi
atau metode pembelajaran yang bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Ketiga, Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia (SDM). SDM adalah faktor
terpenting dan unik dalam suatu organisasi dan merupakan asset penting dalam organisasi.
Jika dalam dunia industrui SDM penting maka dunia pendidikan juga karena pendidikan

Mulyono, Manajemen Administrasi Dan Organisasi Pendidikan (Yogyakarta: Ar-


22

Ruz Media, 2008), 25.


MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

adalah aktivitas mendidik dan membina manusia untuk mewujudkan manusia yang dicita-
citakan.
Keempat, Peningkatan Mutu Lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu
komponen penting yang mempengaruhi mutu sekolah. Lingkungan yang positif dan kondusif
memberikan gambaran tentang baiknya mutu sekolah. Semakin kondusif lingkungan, maka
semakin menunjang proses peningkatan mutu sekolah. Lingkungan menggambarkan nilai,
sikap dan budaya yang dibangun masyarakat lembaga pendidikan Islam. Kelima, Peningkatan
Mutu Pelayanan. Mengedepankan kualitas pelayanan pendidikan menjadi komuitmen yang
selalu dijaga oleh suatu lembaga pendidikan baik terhadap peserta didik, orang tua/ wali,
dinas-dinas terkait maupun masyarakat secara luas. Dengan layanan baik tentu akan
menimbulkan kepercayaaan terhadap lembaga pendidikan tersebut. Keenam, Peningkatan
Mutu Output. Mutu sebuah lembaga Pendidikan sangat ditentukan dari output dari lembaga
pendidikan tersebut. Karena pendidikan adalah serangaian proses aktivitas mendidik input
dalam waktu tertentu dengan harapan input siswa tersebut menjadi manusia yang lebih baik
sesuai dengan tujuan yang ada.
Secara umum, proses peningkatan mutu output sebenarnya sudah tercakup pada
penjelasan aspek peningkatan mutu diatas yaitu aspek proses, lingkungan, pelayanan dan
SDM. Semua upaya sistemik yang dilakukan dalam empat aspek diatas mempunyai arah
utama yang sama yaitu mewujudkan output sekolah yang sesuai dengan cita-cita sekolah dan
harapan pelanggan lainnya.

Strategi Penguatan Lembaga Pendidikan Islam Era Revolusi Industri 4.0


Perubahan era masyarakat 1.0 merupakan kelompok yang masih mengandalkan dan
bergantung pada alam seperti berburu, serta berkumpul bersama dalam satu kelompok.
Ilustrasi masyarakat ilustrasi masyarakat (FREEPIK/peoplecreations) Lalu, masyarakat 2.0
merupakan kelompok yang sudah menerapkan kebiasaan bercocok tanam. Dalam hal
kehidupan sosial, kelompok ini sudah mengenal tatanan sosial. Sementara masyarakat 3.0
merupakan kelompok yang sudah mengenal industri untuk mengatasi beberapa masalah
seperti produksi massal. Kemudian era 4.0 adalah kelompok masyarakat yang terhubung
dalam jaringan dan teknologi dan informasi. Sedangkan masyarakat 5.0 merupakan kelompok
yang menerapkan teknologi yang berfokus pada kehidupan manusia, berlandaskan pada
kebiasaan masyarakat 4.023

23
Rosiana Haryanti
https://properti.kompas.com/read/2019/01/25/213000921/jepangmenjelang-5.0-society-dan-
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 14
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

Belum
tuntas masalah pendidikan yang begitu runyam ini dalam melihat kemajuan pendidikan
Indonesia, sekarang kita dihadapkan pada pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0).
Era ini bukan saja melanjutkan kehebatan era dahulu yang belum sempat terkejar oleh
pendidikan kita, namun era yang memiliki ekosistem yang berbeda dengan sistem
sebelumnya. Ada banyak disruptive (kekacauan) dalam banyak faktor. Pendidikan kita
semakin memiliki beban yang sangat berat.
Dunia pendidikan kita masih mencari model yang paling cocok dalam adopsi, adaptasi
dan replikasi Revolusi Industri 4.0 ini. Dalam memaknainya, ada tiga kelompok yang paling
mudah diklasifikasi.24 1). Kelompok konservatif yang berpikir bahwa era digital harus
diproteksi dengan banyak cara. Menghindarkan anak dalam penggunaan gadget, tidak
mengizinkan koneksi internet, menjauhkan dunia kebisingan internet adalah beberapa langkah
yang dilakukan oleh kelompok ini. Prinsip dasarnya adalah bahwa instrument Revolusi
Industri 4.0 memiliki banyak madharat dari pada maslahat. Solusinya adalah menghindarinya.
2) Kelompok integratif atau konvergen yang berpikir bahwa memadukan pendidikan
tradisional dan pendidikan digital adalah solusi baik. Prinsip “Al muhafadhotu ala qodimi
sholih, wal ahdu bil jadidi Aslah” Menjaga tradisi yang baik masa lalu dan mengambil hal
yang lebih baik di masa sekarang adalah hal yang paling memungkinkan. Kebanyakan
kelompok ini mengambil prinsip “tradisional” dalam konteks moralitas, nilai dan
kemanusiaan. Sedangkan prinsip “digital” adalah lebih kepada pengetahuan dan keterampilan
baru. Pengetahuan dan keterampilan ini merupakan adaptasi dari disrupsi yang hadir dan tak
dapat tertolakan dalam kehidupan nyata. Pendidikan harus menghadapinya bukan
menghindarinya.
3) Kelompok fully digital atau digital penuh. Kelompok ini yang berpikir bahwa
digital adalah solusi pendidkan saat ini. Domain pendidikan yang diklasifikasikan oleh Bloom
menjadi tiga; kognitif, afektif dan psikomotorik dapat diselesaikan dalam ekosistem digital.
Dalam konteks ini, memang afektif menjadi hal yang paling diperdebatkan oleh ahli
pendidikan. Mereka meyakini bahwa digitalisasi pendidikan tidak akan menyempurnakan
domain pendidikan secara utuh. Jika pendidikan itu hanya berisi tentang transfer ilmu dan
keterampilan ilmu dimaksud, maka digital bisa menjadi core pendidikan, tapi pendidikan
bukan hanya tentang kedua hal itu. Ada aspek
era-menikmati-hidup?page=all.
24
Ja’far, “Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Revolusi industri
4.0, (Al-Yasini: Jurnal Hasil Kajian Penelitian dalam bidang keIslaman dan Pendidikan Vol. 5
No. 1 Mei 2020)
MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

afektif yang tidak bisa diselesaikan oleh digital. Namun, hal ini dibantah oleh kelompok ini,
dimana “Artificial Intellegent” (kecerdasan buatan, produk digital akan memiliki rasa atau
emosi seperti manusia) menjadi solusi yang sedang dikembangkan.
Kemungkinan besar kelompok pertama (konservatif) adalah kelompok lembaga
pendidikan Islam semacam pesantren. Lembaga ini memiliki tujuan “melestarikan ilmu dan
nilai” yang telah didesain oleh para ilmuwan terdahulu. Tujuan ini dapat dicapai dengan
melakukan prinsip kelompok konservatif. Namun, untuk lembaga pendidikan Indonesia yang
kreatif, produktif dan inovatif dan mengacu kepada masa depan, maka kelompok integrative
atau fully digital menjadi solusi.25
Lembaga pendidikan Islam, harus mampu mengikuti perkembangan zaman dengan
menyatukan diri dengan dengan revolusi industri 4.0. mampu mengikuti perkembangan era
demi menyongsong Pendidikan Islam 4.0, maka mau tidak mau semua permasalahan laten di
atas harus mampu dicarikan jalan keluarnya. Jika tidak, maka sulit −jika enggan berkata
mustahil− mewujudkan Lembaga Pendidikan Islam yang kontekstual terhadap zaman. Oleh
sebab itu, sebagaimana diutarakan di atas, perlu adanya reformasi dan pembaruan terhadap
segenap aspek dalam lembaga pendidikan Islam.
Meminjam istilah Rhenald Kasali, ada tiga langkah yang harus dilakukan pendidikan
Islam di era Revolusi Industri 4.0 ini, yaitu disruptive mindset, self-driving, dan reshape or
create.26 Disruptive mindset. Mindset adalah bagaimana manusia berpikir yang ditentukan
oleh setting yang kita buat sebelum berpikir dan bertindak. Pendidikan Islam hari ini tengah
berada di zaman digital yang serba cepat, moboilitas tinggi, akses informasi menjadi
kebutuhan primer setiap orang. Selain itu, masyarakat hari ini menuntut kesegeraan dan real-
time. Segala sesuatu yang dibutuhkan harus dengan segera tersedia. Bila akses terhadap
kebutuhan itu memakan waktu terlalu lama, maka masyarakat akan meninggalkannya dan
beralih ke pelayanan yang lain. Intinya, tuntutan di era disrupsi ini adalah respons.
Kecepatan respons sangat berpengaruh terhadap user. Inilah yang dinamakan Rhenald
Kasali sebagai corporate mindset (mindset korporat). Mindset ini perlu dibangun oleh para
pelaku pendidikan Islam. Sehingga pelayanan yang diberikan kepada user tidak lagi
birokratis. Lebih lanjut Rhenald mengatakan, ciri- ciri orang yang ber-mindset korporat27
adalah; pertama, tidak terikat waktu dan tempat. Ia bekerja tidak terbatas pada jam dan ruang
https://Pendidikan/Indonesia/Menyongsong/Era/Revolusi/4.0/Halaman/all/-/Kompasi
25

ana.com.html
26
Lihat Sigit Priatmoko, Memperkuat Ekstensi Pendidikan Islam Era 4.0 dalam jurnal
Studi Pendidikan Islam, Ta’lim, Vol. 1 No.2, 2018
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 16
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

kerja. Orang
seperti ini telah menyadari bahwa waktu dan tempat tidak lagi menjadi penghalang dalam
bekerja. Teknologi telah mematikannya.
Manusia hari ini bisa terhubung 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tanpa terikat waktu
dan tempat. Jika mindset tersebut diterapkan dalam manajemen lembaga pendidikan Islam,
maka akan terbentuk sistem manajerial yang efektif dan efisien. Selanjutnya, apabila ditarik
dalam konteks pembelajaran, guru akan lebih leluasa dan fleksibel dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
Kedua, memberikan pelayanan yang proaktif. Kegiatan pembelajaran yang masih
terkonsentrasi pada transfer pengetahuan dari guru dan terkurung di dalam kelas, akan sulit
menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi. Paradigma pendidikan telah berubah, bukan
lagi teacher centered, tapi student centered. Guru dituntut untuk lebih proaktif memberikan
fasilitas, bimbingan, dan dampingan kepada peserta didik.
Ketiga, tidak terpaku pada anggaran biaya. Berbeda dengan mental birokrat yang serba
terikat dengan biaya (tidak kerja jika tidak ada anggaran). Orang yang ber-mindset korporat
tidak berhenti berinovasi karena kendala uang.
Keempat, memaksimalkan fungsi media sosial. Pengelola Lembaga Pendidikan Islam
hari ini harus mampu memanfaatkan kemajuan media komunikasi yang tersedia. Media sosial
bukan lagi hiburan semata. Ia telah menjelma menjadi alat komunikasi yang efektif, alat bantu
kerja, dan inspirasi dalam berinovasi. Peluang ini harus mampu dimanfaatkan dengan baik.
Kelima, berpikir solutif jika dihadapkan pada masalah. Bukan sibuk memikirkan
alasan untuk menyelematkan diri. Keenam, tidak alergi terhadap perubahan. Justru di era
sekarang, perubahan telah menjadi kebutuhan. Suatu lembaga jika tetap bertahan/statis dalam
pengelolaannya, akan kalah dengan lembaga yang pengelolaannya lebih dinamis. Dan
ketujuh, berpikir dan bertindak strategik. Langkah dalam pengelolaan lembaga pendidikan
Islam harus memiliki roadmap yang jelas. Sasaran yang dicanangkan harus realistis. Oleh
karena itu, reorientasi kurikulum dan visi pendidikan Islam urgent untuk dilakukan.
Kurikulum, visi, program tahunan, program semester harus jelas, fleksibel, kontekstual, dan
futuristik.
Self-Driving. Organisasi yang tangkas dan dinamis dalam berdaptasi mengarungi
samudra disruption adalah organisasi yang memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) bermental

Rhenald Kasali, Disruption “Tak Ada yang Tak Bisa Diubah Sebelum Dihadapi
27

Motivasi Saja Tidak Cukup” Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban
Uber. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017, h. 305
MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

pengemudi yang baik (good drivers) bukan penumpang (passanger). SDM yang bermental
good driver akan mau membuka diri, cepat dan tepat membaca situasi, berintegritas, tangkas
dalam bertindak, waspada

terhadap segala kemungkinan buruk, dan mampu bekerja efektif, inovatif, dan efisien.
Kemampuan-kemampuan tersebut terutama dibutuhkan oleh para pemimpin dan pengelola
lembaga pendidikan Islam. Mereka dituntut untuk dapat menjadi pengemudi yang handal bagi
lembaganya. Oleh karenanya, kompetensi manajerial saja tidaklah cukup. Melainkan harus
pula diringi dengan kemampuan memimpin. Sementara SDM yang bermental penumpang
akan cenderung birokratis, kaku, lambat, dan kurang disiplin.
Reshape or Create. Ada genealogi pemikiran yang populer di kalangan umat Islam
yang sampai saat ini masih dipegang teguh. Genealogi tersebut adalah “mempertahankan
yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik”. Sebagaimana banyak
disinggung di atas, bahwa era 4.0 merupakan era dimana kecepatan dan kemudahan menjadi
tuntutan manusia. Hal ini tentu memerlukan penyesuaian masif. Maka ada dua pilihan logis
bagi pendidikan Islam untuk menghadapi era ini, yaitu reshape atau create. Reshape dalam
genealogi di atas berarti mempertahankan yang lama yang baik. Akan tetapi, di era 4.0
mempertahankan saja tidak cukup, harus dipertajam. Cara-cara dan sistem lama yang masih
baik dan relevan perlu untuk dimodifikasi sesuai dengan perubahan dan perkembangan
zaman. Misalnya pada tataran manajemen dan profesionalitas SDM, maka perlu diperkuat dan
ditingkatkan kompetensi dan kapasitasnya. Bisa melalu diklat pelatihan, seminar, loka karya,
beasiswa studi, dan sebagainya.
Alternatif lainnya adalah create, menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau
dalam genealogi di atas “mengambil yang baru yang lebih baik”. Hal ini berarti, cara dan
sistem yang lama telah usang (obsolet). Sehingga tidak mungkin dipakai lagi. Jalan keluar
satu-satunya adalah membuat cara dan sistem yang sama sekali baru. Misalnya
mengembangkan sistem pelayanan baru berbasis digital. Sehingga warga lembaga pendidikan
Islam dapat dengan leluasa mengakses segala keperluan terkait pendidikan dan layanan
administrasi. Contoh lainnya, mengembangkan model pembelajaran kekinian dengan
sepenuhnya memanfaatkan teknologi digital, seperti E-learning, Blended Learning, dan
sebagainya. Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam berupaya memberikan tawaran
solutif kepada pelanggang dalam menghadapi Era Revolusi Industri 4.0.
Sebagaimana dikertahui bersama, bahwa era 4.0 membawa dampak yang luas dalam
segala lini kehidupan, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Era yang melahirkan fenomena
VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 18
MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

disruption ini
menuntut dunia pendidikan Islam untuk turut menyesuaikan diri. Lulusan lembaga pendidikan
Islam, kini dihadapkan pada tantangan, tuntutan, dan kebutuhan baru yang belum pernah ada
sebelumnya. Sehingga perlu dilakukan pembaruan dan inovasi terhadap sistem, tata kelola,
kurikulum, kompetensi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, budaya, etos kerja, dan
lain-lain.
Pesantren dan merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki posisi penting di
Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam dan penduduk muslim
terbesar di dunia, lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki peranan dalam meningkatkan
kualitas kemanusiaan penduduk muslim di Indonesia. Jika tidak demikian, akan semakin
tertinggal dan usang. Oleh karena itu, perlu dicari langkah-langkah kongkrit bagi untuk
meningkatkan mutu agar mampu tetap bersaing di era disrupsi ini.
Langkah solutifnya adalah dengan turut mendisrupsikan diri,28 tanpa lepas dari
indentitas sebagai lembaga pendidikan Islam yang mempunyai karakteristik dan haruslah
berpegang teguh pada kaidah al-muhafadhah ‘ala al-qadim ashshalih wa al-ahdzu bi al-jadid
alashlah, yaitu menjaga tradisi keagamaan Islam dengan teguh melestarikan segudang
khazanahnya dan memakai metode, manajerial, maupun pembelajaran modern yang baik.

Kesimpulan
Lembaga pendidikan Islam yang salah satunya adalah madrasah, mempunyai misi
penting untuk menyiapkan generasi muda Islam untuk ikut berperan bagi pembangunan umat
dan bangsa di masa depan. Madrasah sebagai salah satu bagian dari berbagai lembaga
pendidikan Islam yang ada di Indonesia juga memiliki problem yang cukup komplek dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bahkan sebagian masyarakat berpandangan
bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang kumuh, terbelakang dan kualitas rendah.
Anggapan ini mestinya menjadi cambuk positif bagi para pengelola madrasah.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta
bersama-sama terus berupaya mewujudkan perbaikan melalui berbagai usaha pembangunan
pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan
kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan

Lihat Sigit Priatmoko, Memperkuat Ekstensi Pendidikan Islam Era 4.0 dalam jurnal
28

Studi Pendidikan Islam, Ta’lim, Vol. 1 No.2, 2018


MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

materi ajar, peningkatan mutu pendidikan serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainnya.
Program peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan,
maka layanan pendidikan suatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan
di atas. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasa
tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut.
Dengan perkataan lain, peningkatan mutu hendaknya berorientasi pada kebutuhan dan
kepuasan stakeholders, baik

stakeholder internal maupun stakeholders eksternal. Kepuasan dan kebanggaan dari


pelanggan sebagai penerima manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program
peningkatan mutu layanan pendidikan.
Secara umum, proses peningkatan mutu output sebenarnya sudah tercakup pada
penjelasan aspek peningkatan mutu diatas yaitu aspek proses, lingkungan, pelayanan dan
SDM. Semua upaya sistemik yang dilakukan dalam empat aspek diatas mempunyai arah
utama yang sama yaitu mewujudkan output sekolah yang sesuai dengan cita-cita sekolah dan
harapan pelanggan lainnya.
Lembaga pendidikan Islam, harus mampu mengikuti perkembangan zaman dengan
menyatukan diri dengan dengan revolusi industri 4.0. mampu mengikuti perkembangan era
demi menyongsong Pendidikan Islam 4.0, maka mau tidak mau semua permasalahan laten di
atas harus mampu dicarikan jalan keluarnya. Jika tidak, maka sulit −jika enggan berkata
mustahil− mewujudkan Lembaga Pendidikan Islam yang kontekstual terhadap zaman. Oleh
sebab itu, sebagaimana diutarakan di atas, perlu adanya reformasi dan pembaruan terhadap
segenap aspek dalam lembaga pendidikan Islam.
Manusia hari ini bisa terhubung 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tanpa terikat waktu
dan tempat. Jika mindset tersebut diterapkan dalam manajemen lembaga pendidikan Islam,
maka akan terbentuk sistem manajerial yang efektif dan efisien. Selanjutnya, apabila ditarik
dalam konteks pembelajaran, guru akan lebih leluasa dan fleksibel dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mempunyai karakteristik dan haruslah
berpegang teguh pada kaidah al-muhafadhah ‘ala al-qadim ashshalih wa al-ahdzu bi al-jadid
alashlah, yaitu menjaga tradisi keagamaan Islam dengan teguh melestarikan segudang
khazanahnya dan memakai metode, manajerial, maupun pembelajaran modern yang baik.

VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 20


MUDIR (Jurnal Manajemen Pendidikan)
Avalaible online at : http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index
Volume 1, Nomor 1, Januari 2021

Daftar
Kepustakaan
Bani, Suddin, “Tantangan Lembaga Pendidikan di Tengah Persaingan Global”, Journal.Uin-
Alauddin Volume V, Nomor 2, (2016)
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001)
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Konsep Dasar (Jakarta: Ditjend
Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002)
Haryanti, Rosiana,
https://properti.kompas.com/read/2019/01/25/213000921/jepangmenjelang-
5.0-society-dan-era-menikmati-hidup?page=all.
https://Pendidikan/Indonesia/Menyongsong/Era/Revolusi/4.0/Halaman/all/-/Kompasiana.com.
html
Ja’far, “Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Revolusi industri 4.0, (Al-
Yasini: Jurnal Hasil Kajian Penelitian dalam bidang keIslaman dan Pendidikan Vol. 5 No. 1
Mei 2020)
Kambey, Daniel C. Landasan Teori Administrasi/Manajemen (Sebuah Intisari), (Manado:
Yayasan Tri Ganesha Nusantara, 2004)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,(Jakarta:
Balai Pustaka, 2001)
Kasali, Rhenald, Disruption “Tak Ada yang Tak Bisa Diubah Sebelum Dihadapi Motivasi
Saja Tidak Cukup” Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban
Uber. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017
Khoirul Maswan dan Muslimin,. Teknologi Pendidikan: Penerapan Pembelajaran yang
Sistematis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.
Maghfiroh, Lailatul, “Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Total Quality
Management (TQM) Di Ibtidaiyah Wahid Hasyim Yogyakarta” (Ta’lim: Jurnal Studi
Pendidikan Islam Vol.1 No.1 Januari 2018)
Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Menyukseskan MBS dan KBK
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005)
Mulyono, Manajemen Administrasi Dan Organisasi Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
2008), 25.
No.2. 2017.
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2003)

MUDIR : Jurnal Manajemen Pendidikan


Volume 1, Nomor 1, Januari 2021; p-ISSN: 2655-9331; e-ISSN: 2657-2230
Hidayatul Mufidah

Priatmoko, Sigit, Memperkuat Ekstensi Pendidikan Islam Era 4.0 dalam jurnal Studi
Pendidikan Islam, Ta’lim, Vol. 1 No.2, 2018
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga, 2007)
Rohiat, Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktek, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009)
Sagala, Syaiful, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung:
Alfabeta, 2007)
Sallis, Edward, Total quality management in education, (London: Kogan Page Ltd, 1993)

Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004),


Suwardana, Hendra, Revolusi Industri 4. 0 Berbasis Revolusi Mental. Jurnal JATI UNIK,
Vol.1,
Syahri, Akhmad, Spirit Islam dalam Teknologi Pendidikan Di Era Revolusi Industri 4.0.
(Jurnal Attarbiyah, Volume 28, 2018).
Yusufhadi, Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2005.

VOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI 2021, MUDIR 22

Anda mungkin juga menyukai