Anda di halaman 1dari 8

NAMA :SUCI INDRAYANI

NIM :1814201038

RESUME ASKEP PADA ANAK DENGAN DEMAM REMATIK DAN JANTUNG


REMATIK

A. Pengertian

Demam rematik ( Rheumatic Fever ) adalaha suatu penyakit peradangan


autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan
pembuluh darah pada pusat sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi beta
Streptococcus Hemolyticus grup A yang mekanisme perjalanannya belum
diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliarthritis migrans akut,
karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum
(Abdoerrachman,dkk, 1985:734).

B. Etiologi

Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:735) hubungan etiologis antara kuman


Streptococcus dengan demam rematik dapat diketahui pada sebagai berikut:

1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian


antibodi terhadap Streptococcus, atau dapat disolasi kuman beta-Streptococcus
Hemolitycus grub A, atau keduanya.

2. Insidens demam rematik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens


infeksi oleh beta-Stresptococcus hemolyticus grub A yang tinggi pula. Kira-kira 3 %
penderita infeksi saluran nafas oleh kuman tersebut akan mengalami komplikasi
demam remati atau penyakit jantung reumatik

3. Serangan ulang demam rematik akan sangat menurun bila penderita


mendapat pencegahan yang beratur dengan antibiotika.

C. Faktor Predisposisi
Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:736) bahwa faktor-faktor predisposisi yang
berpengaruh pada timbulnya demam rematik terdapat pada individu dan
lingkungan tempat tinggal individu tersebut. Faktor-faktor pada individu:

1. Faktor Genetik.
2. Jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras.
4. Umur.
5. Keadaan gizi.
6. Reaksi autoimun.

Faktor-faktor lingkungan, yaitu sbb:

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk.


2. Iklim dan geografi.
3. Cuaca.

D. Patofisiologi

Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:67) sbb:

1. Demam rematik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang


disebabkan oleh kelompok kuman A beta hemolytic streptococcus yang
menyerang pada pharynx.

2. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk


ekstra sel yang terpenting diantaranya ialah Streptolisin O, Streptolisin S,
Hialorunidase, Streptokinase Difosforidin Nukleotidase, Deoksiribonuklease, serta
Streptococcal Erythrogenic Toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya
antibodi. Demam reumatik terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan
terhadap beberapa produk tersebut.

3. Sensitivitas sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang membentuk


imun kompleks. Reaksi silang imun kompleks tersebut dengan sarcolema cardiak
menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya
terjadi pada katub mitral, yang mana kan menjadi skar dan kerusakan permanen.
4. Demam rematik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau
pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran nafas oleh kelompok kuman
A betahemolytic.

5. Demam rematik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan


terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya
reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot jantung yang
mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus; hal inilah yang
menyebabkan reaksi autoimun.

6. Mungkin ada predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di


ruang kelas atau tempat tinggal yang dapat meningkatkan risiko.

7. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan kronik
dengan karditis.

E. Komplikasi

Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:68) sbb:

1. Karditis
2. Penyakit jantung reumatik
3. Gagal jantung (CHF)

F. Manifestasi Klinis

Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman-Beta-
Streptococcus hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya,
keluhan biasanya demam, batuk, rasa sakit saat menelan, tidak jarang disertai
muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis
sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan
lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini
biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para
peneliti, mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada
penderita demam rematik/ penyakit jantung rematik, yang biasanya terjadi 10-14
hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbula-bulan
kemudian.

Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik atau penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum dan manifestasi spesifik demam reumati/penyakit jantung reumatik.

Gejala peradangan umum, yaitu:

Biasanya penderia mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak
menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun.
Anak kelihatan pucat karena anemia akibat tertekannya entropoesis,
bertambahnya volume plasma serta memendeknya umur eritrosit. Dapat pula
terjadi epitaksis dan bila banyak dapat menambah berat derajat anemia.

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik
dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis
serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun
penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

Manifestasi Spesifik (Gejala Mayor), yaitu sbb:


1. Artritis
2. Karditis.
3. Korea
4. Eritema marginatum.
5. Nodul subkutan

Manifestasi klinis (gejala minor) yaitu, sbb:

1. Mempunyai riwayat menderita demam rematik atau penyakit jantung


reumatik Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada
sendi, pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya.
2. Demam tidak lebih dari 390 C.
3. Leukositosis.
4. Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
5. C-Reaktif Protein (CRF) positif.
6. P-R interval memanjang.
7. Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (Sleeping Pulse).
8. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO).

G. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:64) sbb:

1. Riwayat adanya infeksi saluran nafas atas dan gejala.


2. Positif antistreptolysin titer 0.
3. Positif streptozyme positif anti uji DNAase B.
4. Meningkatnya C reaktif protein.
5. Meningkatnya anti hyaluronidase, meningkatnya sedimen sel
darah merah (eritrosit).
6. Foto rontgent menunjukkan pembesaran jantung.
7. Elektrokardiogram menunjukkan arrhtythmia E.
8. Ehocardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi.

H. Penatalaksanaan Perawatan
1. Pengkajian

a. Riwayat penyakit
b. Monitor komplikasi jantung (CHF dan arrhythmia)
c. Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama
derap diastole.
d. Vital Sign.
e. Kaji nyeri.
f. Kaji adanya peradangan sendi.
g. Kaji adanya lesi pada kulit.
h. Status nutrisi
i. Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap
pembatasan aktivitas.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).


b. Penurunan Curah Jantung b.d stenosis katub.
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output,
ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada
tonsil disertai eksudat.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya
tekanan hidrostatik.
f. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan,
pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
g. Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
b. Penurunan Curah Jantung b.d stenosis katub.
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output,
ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada
tonsil disertai eksudat.

4. Implementasi Keperawatan

e. Mencegah atau mendeteksi komplikasi


f. Support anak dalam pembatasan aktivitas.
g. Memberikan kontrol nyeri yang adekuat.
h. Mencegah infeksi dan injury.

5. Evaluasi

i. Orang tua dan anak akan memahami tentang regimen pengobatan


dan pembatasan aktivitas.
j. Anak tidak akan menunjukkan stress emosional dan dapat
menggunakan strategi koping yang efektif.
k. Anak dapat menunjukkan dalam pengontrolan nyeri sesuai tingkat
kesanggupan.
l. Anak akan memperlihatkan tidak adanya gejala-gejala sakit
menelan untuk pertama kali atau tidak ada injury.

Anda mungkin juga menyukai