Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN SP 1 KEPERAWATAN JIWA

“PERILAKU KEKERASAN”

Oleh :

ENI TRI ASTUTI


NIM : 180102020

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

DIPLOMA TIGA FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2020
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan hilangnya kendali
perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain,atau lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak langsung dan konstrukstif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Perilaku kekerasan
pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri
dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang lain adalah tindakan
agresif yang ditunjukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan
pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan
semua yang ada di lingkungan.
B. PENYEBAB

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
1. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
2. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
3. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
4. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Suart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya faktor
predisposisi (faktor yang melatarbelakangi) munculnya masalah dan faktor presipitasi
(faktor yang memicu adanya masalah).
Di dalam faktor predisposisi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
masalah perilaku kekerasan, seperti faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural.
1. Faktor biologis
a. Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan
kebutuhan dasar yang kuat.
b. Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi terhadap stimulus
eksternal maupun internal. Sehingga, system limbic memiliki peran sebagai pusat
untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
2. Faktor psikologis
a. Teori agresif frutasi (Frustasion aggression theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong individu untuk
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku
kekeraasan.
b. Teori perilaku (Behavoiral theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima saat
melakukan kekerasan sering menimbulkan kekerasan di dalam maupun di luar
rumah.
c. Teori eksistensi (Existencial theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku. Apabila
kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif, maka individu
akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
2. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan alcoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
E. MANIFESTASI KLINIS/ TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung
dengan hasil observasi.
1. Data subjektif
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul
2. Data objektif
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
g. Mondar-mandir
h. Melempar atau memukul benda/ orang lain
F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi:
a. Obat anti psikosis:Penotizin
b. Obat anti depresi:Amitripilin
c. Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
d. Obat anti insomnia:Phneobarbital
2. Non-Farmakologi:
a. Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian
b. Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan
sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah
laku pada orang lain.
c. Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri.
G. PSIKOPATOLOGI/ POHON MASALAH

Resiko mencederai : diri, lingkungan dan orang lain (efek)

Perilaku kekerasan (core problem)

Gangguan konsep diri : harga diri rendah (etiologi)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medic
b. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis,
factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
c. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa
perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian, dan daya tilik diri.tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa
gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan,
ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada
umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
g. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Focus Intervensi Keperawatan

DIAGNOSIS PERENCANAAN
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
KEPERAWATA
(Tum&Tuk)
N
Risiko Perilaku TUM: Setelah  Beri salam /
Kekerasan  Klien dapat dilakukan ...x menit panggil nama
melanjutkan interaksi diharapkan klien.
hubungan klien dapat  Sebut nama
peran sesuai mencegah tindakan perawat
tanggung kekerasan pada diri sambil
jawab. sendiri, orang lain, berjabat
maupun lingkungan. tangan
TUK 1: Kriteria Evaluasi :  Jelaskan
Klien dapat a. Klien mau maksud
membina membalas salam. hubungan
hubungan saling b. Klien mau interaksi
percaya berjabat tangan  Beri rasa
c. Klien nyaman dan
menyebutkan sikap empatis
Nama Lakukan kontrak
d. Klien tersenyum singkat tapi sering
e. Klien ada kontak
mata
f. Klien tahu nama
perawat
Klien menyediakan
waktu untuk kontrak
TUK 2 : a. Klien dapat  Beri
Klien dapat mengungkapkan kesempatan
mengidentifikasi perasaannya. untuk
penyebab marah / b. Klien dapat mengungkapk
amuk menyebutkan an
perasaan marah / perasaannya.
jengkel - Bantu klien
untuk
mengungkapk
an marah atau
jengkel.
TUK 3 : a. Klien dapat  Anjurkan klien
Klien dapat mengungkapkan mengungkapk
mengidentifikasi perasaan saat an perasaan
tanda marah marah /jengkel. saat marah
b. Klien dapat /jengkel.
menyimpulkan - Observasi
tanda-tanda tanda perilaku
jengkel / kesal kekerasan
pada klien

TUK 4 : a. Klien  Anjurkan klien


Klien dapat mengungkapkan mengungkapk
mengungkapkan marah yang biasa an marah yang
perilaku marah dilakukan biasa
yang sering b. Klien dapat dilakukan
dilakukan bermain peran  Bantu klien
dengan perilaku bermain peran
marah yang sesuai perilaku
dilakukan kekerasan
Klien dapat yang biasa
mengetahui cara dilakukan.
marah yang -Bicarakan dengan
dilakukan klien apa
menyelesaikan dengan cara itu
masalah atau tidak bisa
menyelesaikan
masalah
TUK 5 : a. Klien dapat  Bicarakan
Klien dapat menjelaskan akibat /
mengidentifikasi akibat dari cara kerugian cara
akibat perilaku yang digunakan yang
kekerasan dilakukan
 Bersama klien
menyimpulkan
cara yang
digunakan
klien
- Tanyakan
klien :
”Apakah mau
tahu cara
marah yang
sehat?”
TUK 6 : a. Klien dapat  Tanyakan
Klien melakukan pada klien
mengidentifikasi berespon apakah klien
cara konstruksi terhadap mau tahu cara
dalam berespon kemarahan secara baru yang
terhadap perilaku konstruktif. sehat
kekerasan  Beri pujian
jika klien
mengetahui
cara lain yang
sehat
 Diskusikan
cara marah
yang sehat
dengan klien,
seperti : pukul
bantal untuk
melampiaskan
marah, tarik
napas dalam,
mengatakan
pada teman
saat ingin
marah
 Anjurkan klien
sholat atau
berdoa

TUK 7 : a. Kliendapat  Bantu klien


Klien dapat mendemonstrasik untuk dapat
mendemonstrasik an cara memilih cara
an cara mengontrol yang paling
mengontrol perilaku tepat.
marah kekerasan  Klien dapat
 Tarik nafas mengidentifika
dalam si manfaat
 Mengatakan yang terpilih
secara  Bantu klien
langsung menstimulasi
tanpa cara tersebut
menyakiti  Beri
- Dengan reinforcement
sholat atau positif atas
berdoa keberhasilan
Anjurkan klien
menggunakan
cara yang telah
dipelajari.

I. DAFTAR PUSTAKA
Sutejo. 2018. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

STRATEGI PELAKSANAAN 1

Pertemuan Ke 1

Strategi Pelaksanaan 1 Pada Pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan

a. Kondisi pasiem :
1. Data Subjektif
· Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan
· Klien mengatakan sering merasa marah tanpa sebab
2. Data Objektif
· Klien tampak tegang saat bercerita
· Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan marahnya
· Mata melotot, pandangan tajam
· Nada suara tinggi
· Tangan mengepal
· Berteriak
b. Diagnosa keperawatan : Risiko Perilaku kekerasan
c. Tujuan khusus
1) Tujuan Khusus
· Klien dapat membina hubungan saling percaya
· Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi tanda gejala perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
· Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
· Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
· Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan fisik 1: teknik nafas
dalam
· Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan hari

Fase Orientasi
1. Salam
“Assalamualaikum, Selamat pagi pak.”
2. Perkenalan
“Perkenalkan pak nama saya Eni Tri Astuti, saya mahasiswa keperawatan
Universitas Harapan Bangsa , saya sedang praktik di rumah sakit ini dan bertugas
pada pagi hari ini, pak.”
3. Menanyakan nama dan panggilan kesukaan pasien
“Nama Bapak siapa dan suka dipanggil siapa? Baiklah mulai sekarang saya
memanggil bapak dengan sebutan bapak X ya.”
4. Mengevaluasi masalah
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Saya lihat Bapak sering tampak marah dan
kesal, sekarang Bapak masih merasa kesal atau marah ?”
5. Menjelaskan tujuan
“Baik pak X kedatangan saya kemari saya akan menemani bapa berbincang-bincang”
6. Menyampaikan kontrak topic, tempat, dan waktu
a. Kontrak topic
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang hal-hal yang membuat Bapak X
marah dan bagaimana cara mengontrolnya? Ok. Pak?”
b. Kontrak tempat
“Bapak senangnya kita berbicaranya dimana?. Dimana saja boleh kok, asal Bapak
merasa nyaman. Baiklah, berarti kita berbicara di teras ruangan ini saja ya, Pak”
c. Kontrak waktu
”Berapa lama Bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana
kalau 15 menit saja?”

Fase Kerja

“Nah, sekarang coba Bapak ceritakan, Apa yang membuat Bapak X merasa marah? ”

“Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan
yang sekarang?”

“Lalu saat Bapak sedang marah apa yang Bapak rasakan? Apakah Bapak merasa sangat
kesal, dada berdebar-debar lebih kencang, mata melotot, rahang terkatup rapat dan ingin
mengamuk? ”

“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? ”


“Apakah dengan cara itu marah/kesal Bapak dapat terselesaikan? ” Ya tentu tidak, apa
kerugian yang Bapak X alami?”
“Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bapak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik, rasa marah Bapak dapat tersalurkan.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu? Namanya teknik napas
dalam”
”Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah  Bapak  rasakan, maka Bapak berdiri atau
duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup
perlahan –lahan melalui mulut”
“Ayo Pak coba lakukan apa yang saya praktikan tadi, bapak berdiri atau duduk dengan
rileks tarik nafas dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. “
“Bagus sekali, Bapak  sudah bisa melakukannya”
“ Nah.. Bapak X  tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi nafas dalam, sebaiknya
latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya”

Fase Terminasi

1. Evaluasi subjektif
“Bagaiman perasaan Bapak setelah kita berbincang-bincang dan melakukan latihan
teknik relaksasi napas dalam tadi? Ya...betul, dan kelihatannya Bapak terlihat sudah
lebih rileks”.
2. Evaluasi objektif
”Coba Bapak sebutkan lagi apa yang membuat Bapak marah, lalu apa yang Bapak
rasakan dan apa yang akan Bapak lakukan untuk meredakan rasa marah”. Coba
tunjukan pada saya cara teknik nafas dalam yang benar.
3. Reinforcement positif
“Wah...bagus, Bapak masih ingat semua...”
4. Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kegiatan ini rutin dilakukan 5 kali dalam 1 hari dan di tulis dalam
jadwal kegiatan harian Bapak. Beri tanda M (mandiri) jika bapak melakukannya
sendiri, beri tanda B (bantuan) jika bapak melakukannya dengan bantuan orang lian,
dan beri tanda T (tidak melakukan) jika bapak tidak melakukannya. Apakah bapak
mengerti?”
5. Kontrak pertemuan selanjutnya
a. Kontrak Topik  :
“ Nah, Pak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah 1 nya saja. Masih ada cara
yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Bapak. Cara yang ke-2 yaitu dengan
teknik memukul bantal. Itu akan kita latih besok ya, Pak.”
b. Kontrak Tempat :
“Kita latihannya dimana, Pak? Di teras ruangan ini saja lagi , Pak”. “ok, Pak. 
c. Kontrak Waktu
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang ke-2 ini besok, Bagaimana kalau 15 menit
lagi saja pada pukul 9 pagi ya pak?

Anda mungkin juga menyukai