Anda di halaman 1dari 13

Overview Audit Atas Laporan Keuangan Sektor Komersial

A. Audit Atas Laporan Keuangan


Tujuan audit atas laporan keuangan adalah memberikan opini mengenai

kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku.

Jenis opini :

a. Tanpa modifikasian (Wajar tanpa pengecualian / unqualified opinion):


laporan keuangan tidak mengandung salah saji material
b. Modifikasian :
 Wajar dengan pengecualian (qualified opinion): terdapat salah saji

material namun tidak pervasif (bisa diidentifikasi akun yang

mengandung salah saji dan besaran salah saji)

 Tidak wajar (adverse): terdapat salah saji material yang bersifat

pervasif (kesalahan menyeluruh pada laporan keuangan

 Tidak menyatakan pendapat (disclaimer): auditor tidak memperoleh

cukup bukti untuk menarik kesimpulan sebagai dasar opini

B. Asersi Manajemen dalam Laporan Keuangan


Representasi oleh manajemen yang terkandung dalam laporan keuangan,
yang dipakai oleh auditor untuk mempertimbangkan berbagai jenis potensi salah
saji. Dalam kebanyakan kasus, asersi manajemen bersifat tersirat
a. Golongan Transaksi dan Peristiwa
 Keterjadian
Asersi keterjadian bersangkutan dengan apakah transaksi yang
dicatat dalam laporan keuangan benar-benar terjadi selama periode
akuntansi itu. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa transaksi
penjualan yang dicatat merupakan pertukaran barang atau jasa yang
benar-benar terjadi.
 Kelengkapan
Asersi ini menyatakan apakah semua transaksi yang harus
dimasukkan dalam laporan keuangan sudah dimasukkan seluruhnya.
Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa semua penjualan
barang dan jasa telah dicatat dan dimasukkan dalam laporan keuangan.
 Keakurasian
Asersi keakurasian menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada
jumlah yang benar. Penggunaan harga yang salah untuk mencatat
transaksi penjualan dan kekeliruan atau kesalahan dalam menghitung
perkalian harga dengan kuantitas merupakan contoh pelanggaran atas
asersi keakuratan.
 Pisah Batas
Asersi cutoff atau pisah batas menyatakan apakah transaksi telah
dicatat pada periode akuntansi yang benar. Mencatat transaksi
penjualan pada bulan Desember sementara barang belum dikirimkan
sampai bulan januari melanggar asersi cutoff.
 Klasifikasi
Asersi klasifikasi menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada
akun yang tepat. Pencatatan gaji bagian administrasi pada harga pokok
penjualan merupakan satu contoh pelanggaran atas asersi klasifikasi.
b. Saldo Akun pada Akhir Periode
 Eksistensi
Asersi eksistensi bersangkutan dengan apakah aktiva, kewajiban,
dan kepentingan ekuitas yang dicantumkan dalam neraca benar-benar
ada pada tanggal neraca.
 Hak dan Kewajiban
Asersi ini membahas tentang apakah aktiva merupakan hak entitas
dan apakah kewajiban merupakan kewajiban entitas pada tanggal
tertentu.
 Kelengkapan
Asersi ini menyatakan apakah semua akun yang harus disajikan
dalam laporan keuangan pada kenyataannya sudah dicantumkan.
 Penilaian dan Alokasi
Asersi ini berkaitan dengan apakah akun aktiva, kewajiban, dan
kepentingan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan pada
jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian penilaian untuk
mencerminkan jumlah aktiva pada nilai realisasi bersih.
c. Penyajian dan Pengungkapan
 Keterjadian serta Hak dan Kewajiban
Asersi ini menyatakan apakah peristiwa-peristiwa yang
diungkapkan telah terjadi dan merupakan hak serta kewajiban entitas.
 Kelengkapan
Asersi ini bersangkutan dengan apakah semua pengungkapan yang
diperlukan telah dicantumkan dalam laporan keuangan.
 Klasifikasi dan Keterpahaman
Asersi ini berkaitan dengn apakah jumlah-jumlah telah
diklasifikasikan secara tepa dalam laporan keuangan dan catatan kaki,
serta apakah uraian saldo dan pengungkapan yang bertalian dapat
dipahami.
 Keakurasian dan Penilaian
Asersi ini bersangkutan dengan apakah informasi keuangan
diungkapkan secara wajar dan pada jumlah yang tepat
C. Bukti Audit
Untuk bisa memberikan opini, auditor harus memeroleh bukti audit yang cukup
dan tepat. Bukti audit: semua informasi yang digunakan auditor dalam menarik
kesimpulan sebagai basis opini:
 Bukti internal
 Bukti eksternal
a. Hal penting dalam pengumpulan bukti audit:
 Prosedur yang akan digunakan
 Jumlah sampel
 Jumlah bukti yang akan dipilih
 Kapan pengujian dilakukan
b. Cakupan bukti adalah informasi yang terkandung dalam catatan akuntansi
yang mendasari laporan keuangan maupun informasi lainnya
c. Ketepatan dan kecukupan bukti audit
 Ketepatan: ukuran tentang kualitas bukti audit. Bukti audit dianggap
berkualitas jika bukti tersebut relevan dan andal dalam mendukung
kesimpulan yang dijadikan basis opini auditor
 Kecukupan : ukuran kuantitas bukti audit. Kuantitas bukti audit
dipengaruhi oleh penilaian auditor atas risiko kesalahan penyajian
material dan juga kualitas bukti audit tersebut
d. Relevansi
Berkaitan dengan hubungan logis dengan tujuan prosedur audit dan jika
relevan, dengan asersi yang dipertimbangkan. Suatu bukti relevan
untukpengujian satu asersi, belum tentu relevan untuk lainnya. Contoh:
pengujian kurang saji utang: bukti yang relevan adalah pengujian informasi
tentang pembayaran: pengujian utang usaha yang tercatat tidak akan
relevan.
e. Keandalan
Tingkat dapat dipercayanya suatu bukti.
Ukuran umum:
 Kendala bukti audit meningkat ketika bukti audit diperoleh dari
sumber independen dari luar entitas lebih andal.
 Keandalan bukti audit dari sumber internal meningkat ketika
pengendalian yang berkaitan, dilaksanakan secara efektif oleh entitas.
 Bukti audit yang diperoleh secara langsung oleh auditor lebih dapat
diandalkan dibandingkan dengan bukti audit yang diperoleh secara
tidak langsung atau dengan melalui penarikan kesimpulan dari
beberapa informasi
 Bukti audit dalam bentuk dokumen, kertas, data elektronik, atau
media lainnya, lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti
yang diperoleh secara lisan
 Bukti audit yang diperoleh dari dokumen asli lebih dapat diandalkan
dibandingkan dengan bukti audit yang diperoleh melalui fotokopi

D. Jenis Bukti Audit

1) Bukti Fisik
Merupakan suatu bukti yang sudah diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik,
misalnya dari hasil pemeriksaan persediaan, pemeriksaan kas, observasi dari
aktiva tetap. Bukti-bukti fisik ini memang seharusnya diperoleh dari
pemeriksaan dan perhitungan obyek yang sudah memilki bentuk yang nyata.
2) Bukti Konfirmasi.
Adalah bukti yang sudah diperoleh dari berbagai tindakan-tindakan
konfirmasi terhadap pihak ketiga. Konfirmasi ini biasanya akan dilakukan
untuk menanyakan bagaimana kebenaran dari saldo yang telah disajikan
pada laporan keuangan. Oleh karena bukti ini dianggap sebagai salah satu
bukti yang jauh lebih handal dari pada bukti-bukti yang sudah diperoleh dari
perusahaan, maka pihak yang akan menjadi sasaran dari surat konfirmasi
diharapkan akan mampu dalam memberikan pernyataan  yang sebenarnya
dan dengan sejujur-jujurnya. Pihak-pihak yang telah dikirimkan surat
konfirmasi, baik dari mitra bisnis auditee misalnya suplier, konsumen
dengan nilai piutang terbesar maupun dari pihak yang independen misalnya
kantor hukum.
3) Proses Dokumentasi.
Suatu bukti yang sudah diperoleh dari pemeriksaan catatan transaksi
keuangan. Proses seperti ini biasanya lebih sering disebut dengan
pemeriksaan kepada bukti transaksi atau lebih dikenal dengan Vouching.
Beberapa catatan akuntansi yang lebih sering diperiksa adalah bukti-bukti
transaksinya, yaitu:
 Bukti kas masuk dan kas keluar.
 Surat pesanan pembelian.
 Dokumen pengapalan/bill of leading.
 Duplikat faktur penjualan dan lain sebagainya.
4) Observasi.
Suatu tindakan yang sudah dilakukan untuk memperoleh bukti-bukti
audit dengan cara menggunakan panca indra. Misalnya memanfaatkan
indera penglihatan, indera pendengaran, sentuhan, penciuman. Bukti audit
yang dapat diperokeh melalui pengamatan yaitu bukti yang memiliki wujud,
bentuk fisik. Bukti audit dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
 Hasil pengamatan terhadap berbagai fasilitas-fasilitas yang telah
disediakan oleh perusahaan.
 Barang-barang yang sudah tersimpan baik yang masih memang
berfungsi maupun yang sudah mendekati akhir dari masa
ekonomisya
5) Inquiries.
Bukti-bukti yang berasal dari peryataan atau jawaban atas berbagai
pertanyaan-pertanyaan dari pihak auditor yang baik yang sudah berbentuk
tulisan maupun yang berupa lisan. Bukti yang berupa lisan dapat diperoleh
melalui pertanyaan-pertanyaan dan bukti-bukti tertullis yang hanya dapat
diperoleh dari berbagai jawaban atas pertanyaan tertulis. Auditor juga bisa
mendapatkan bukti tertulis dari pertanyaan lisan dengan cara menkonversi
menjadi pernyataan tertulis kemudian memintanya tanda tangan.
6) Perhitungan.
Suatu bukti yang sudah diperoleh dari beberapa kali pengujian
perhitungan kembali. Para auditor dapat memberikan tanda-tanda pada
kertas kerja bahwa saldo yang sudah diperiksa perhitungannya telah
dilakukan dengan sangat cermat dan tepat. Perhitungan kembali yang harus
dilakukan untuk memeriksa tingkat kecermatan perhitungan yang
seblumnya telah dilakukan oleh auditee.
7) Reperformance.
Bukti-bukti penting yang sudah diperoleh dari pemeriksaan prosedur
kerja yang masih berlaku dan masih bisa dijalankan oleh pihak auditee
termasuk juga tentang pengendalian internalnya. Tujuan dari dilakukan
reperformance ini adalah untuk menguji sampai seberapa handal informasi-
informasi keuangan yang sudah dihasilkan. Analisis otorisasi melalui
pemeriksaaan specimen sangat perlu untuk dilakukan agar bisa mengetahui
kuat dan efektifnya penerapa dalam hal pengendalian internal perusahaan.
8) Tes Analisis.
Suatu bukti yang sudah diperoleh dengan cara membandingkan dari
beberapa saldo sampai dengan membentuk sebuah rasio. Tujuan dari
dilakukannya analitikal prosedur adalah untuk menilai bagaimana tren,
dengan cara membandingkan rasio dari periode yang berjalan dengan rasio
periode yang lalu. Selain itu penjelasan atas berbagai tren, baik yang
menurun atau yang sudah meningkat dapat digunakan sebagai salah satu
dari bukti audit.

Tahap Audit Laporan Keuangan


Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan saat melakukan audit laporan keuangan, di
antaranya:

1) Perikatan Audit 
Perikatan audit merupakan kesepakatan antara pihak auditor dan perusahaan yang biasanya
diwakili oleh manajemen.  Perikatan harus dilakukan sebelum proses audit dimulai. Manajemen
perusahaan akan menyerahkan audit laporan keuangan kepada auditor, setelah itu pihak auditor
akan memproses audit laporan keuangan sesuai dengan kompetensinya. Biasanya pihak auditor
akan memutuskan dan mempertimbangkan hal-hal seperti integritas dan independensi
manajemen serta membandingkannya dengan kompetensi dan kemampuan profesional auditor. 

2) Perencanaan 

Setelah berhasil melewati tahap perikatan, selanjutnya auditor harus melakukan kegiatan lain
seperti melakukan riset untuk memahami bisnis dan industri klien, melakukan prosedur analitik
dan menentukan risiko audit. Selain itu pihak auditor juga harus memahami struktur
pengendalian internal dan menetapkan risiko pengendalian. Setelah melakukan riset, pihak
auditor harus mengembangkan berbagai aspek tersebut dalam sebuah perencanaan yang harus
dibuat dengan benar dan tepat. 

3) Pelaksanaan Uji Audit 

Tahap selanjutnya setelah perusahaan berhasil membuat perencanaan adalah melakukan


pengujian. Pada tahap ini auditor akan melakukan pengujian pengendalian dan uji substantif.
Pengujian ini dilakukan dengan mempelajari data dan informasi bisnis klien serta
membandingkannya dengan data dan informasi lain. Uji pengendalian merupakan proses audit
untuk melakukan verifikasi efektivitas pengendalian internal klien. Sementara uji substantif
merupakan prosedur audit untuk menemukan kesalahan secara langsung dan memberikan
pengaruh pada laporan keuangan. 

4) Pelaporan Audit 

Setelah uji audit dilaksanakan, tahap akhir yang harus dilakukan adalah melaporkan hasil audit.
Di dalam laporan audit terdapat lingkup audit, objek audit, tujuan audit, hingga hasil audit serta
rekomendasi yang harus diberikan jika ada kekurangan. 

A.    Jenis-jenis Pengujian dalam Auditing


Terdapat lima jenis pengujian dasar yang digunakan dalam menentukan apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar. Jenis pengujian tersebut adalah sebagi berikut:
1.      Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern
Tahap audit ini auditor harus memusatkan perhatian pada design dan operasional aspek-
aspek struktur pengendalan intern. Pengetahuan yang diperoleh adalah seluas yang diperlukan
agar dapat merencanakan audit dengan efektif.
Metodologi maupun prosedur yang digunakan dalam rangka memperoleh pemahaman
atas pengendalian intern telah dibahas dalam bab sebelumnya. Prosedur audit yang berhubungan
dengan pemahaman auditor atas struktur pengendalian intern adalah:
a.       Pengendalian auditor pada periode sebelumnya terhadap satuan usaha
b.      Tanya jawab dengan pegawai perusahaan
c.       Pemeriksaan pedoman kebijakandalian pada tingn dan sistem
d.      Pemeriksaan atas dokumen dan catatan
e.       Pengamatan aaktifitas dan operasi satuan usaha.
2.      Pengujian atas pengendalian (Test of Control)
Meliputi prosedur-prosedur audit yang dirancang untuk menentukan aktivitas kebijakan
dan prosedur pengendalian yang diterapkan pada perusahaan klien. Pengujian atas pengendalian
dilakukan terhadap kebijakan dn prosedur pengendalian yang diharapkan dapat mencegah autau
mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan. Pemahaman struktur pengendalian intern
yang diperoleh auditor digunakan dalam penetapan sisiko atas pengendalian. Jika diyakini bahwa
kebijakan dan prosedur pengendalian itu dirancang dengan efektif, kemudian dijalankan dengan
efisien maka auditor dapat menetapkan risiko pengendalian pada tingkat yang mencerminkan
evaluasi tersebut, dapat pada tingkat rendah, sedang atau tinggi, yang didukung oleh bahan bukti
yang diperoleh.
Bila risiko pengendalian (control risk) ditrntukan dibaawah maksimum, auditor harus
melakukan pengujian atas pengendalian (test of control) untuk memperoleh bukti yang
mendukung risiko pengendalian tersebut. Prosedur untuk  memperoleh bahan bukti tersebut
adalah pengujian atas pengendalian (test of control). Pengujian dan pengendalian (Test of
control) memfokuskan pada pertanyaan-pertanyaan:
    Bagaimana penerapan kebijakan prosedur pengendalian klien ?
    Apakah  kebijakan dan  prosedur diterapkan secara konsisten?
    Oleh siapa kebijakan dan prosedur diterapkan secara konsisten?
Dengan pengujian atas pengendalian (Test of control) tujuan akan menjadi lebih khusus
dan akan lebih ekstensif. Dua jenis bahan bukti yaitu tanya jawab dan pengendalian intern,
pengujian atas pengendalian akan meneruskan prosedur audit yang telah ada dalam pemahaman
pengendalian intern., atau sebagai tindak lanjut dar i prosedur audit atas pemahaman
pengendalian intern.
Sifat Pengujian
Pengujian atas pengendalian diarahkan kepada efektivitas design dan operasi pengendalian
entitas, yang mencakup jenis bahan bukti:
a.       Tanya jawab dengan pegawai (Inquiring)
Pertanyaan yang diajukan pada karyawan dilakukan berkaitan dengan evaluasi atas kinerja tugas.
Auditor dapat menentukan pengendalian akses atas aktiva, dokumen, dan catatan akuntansi klien
melalui pengajuan pertanyaan pada karyawan.
b.      Pemeriksaan dokumen dan catatan (Inspecting)
Pengendalian yang meninggalkan jejak bukti dapat dilakukan prosedur audit melalui inspeksi
oleh audit. Auditor melakukan  inspeksi terhadap dokumen, catatan, dan laporan untuk
memastikan bahwa dokumen, catatan, dan laporan tersebut lengkap, dibandingkan dengan
dokumen lain secara tepat., dan diotorisasi sebagaimana mestinya.
c.       Pengamatan aktivitas yang berhubungan dengan pengendalian (Observing)
Observasi dapat dilakukan auditor terutama pada pengendalian  yang tidak menghasilkan jejak
bukti. Contohnya adalah pemisahan tugas yang membutuhkan beberapa orang tertentu untuk
melaksanakan suatu tugas.
d.      Pelaksanaan ulang oleh auditor terhadap prosedur (Reperforming)
Beberapa kegiatan pengendalian yang meninggalkan jejak bukti berupa dokumen, catatan, dan
laporan tetapi isinya kurang mencukupi dalam menilai kegiatan pengendalian tersebut dapat
dilakukan  reperforming. Prosedur reperforming cenderung merupakan pengujian untuk menilai
akurasi mekanis kegiatan pengendalian.
3.      Pengajuan substantive atas transaksi (substantive test)
Pengujian substantive meliputi prosedur-prosedur audit yang dirancang untuk
mendeteksi monetary errors atau salah saji yang secara langsung berpengaruh terhadap
kewajaran saldo-saldo laporan keuangan.
Jenis pengujian substantive:
a.       Pengujian atas transaksi
b.      Prosedur analitis
c.       Pengujian terinci atas saldo

Pengujian atas transaksi


Pengujian atas transaksi (substantive test of transaction) meliputi prosedur-prosedur audit
untuk menguji kecermatan pencatatan transaksi. Tujuan dilakukanyya pengujian atas transaksi
adalah untuk menentukan apakah transaksi akuntansi klien telah otorisasi dengan pantas, dicatat,
dan diikhtisarkan dalam jurnal dengan benar dan diposting ke buku besar dan buku pembantu
dengan benar.
Untuk menentukan apakah semua transaksi telah memenuhi tujuan audit untuk transaksi:
-Ekistence
- Completeness
- Accuracy
- Classification
- Timing
- Posting and summarizing
Jika auditor percaya bahwa transaksi percaya bahwa transaksi dicatat dengan benar dalam
jurnal dan diposting dengan benar, maka auditor akan percaya bahwa total buku besar adalah
benar.
Pengujian detail transaksi ini dilakukan untuk menentukan
a.       Ketetapan otorisasi transaksi akuntansi
b.      Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi dalam jurnal
c.       Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi dalam buku besar dan buku pembantu.
Metodologi Perancangan Program Audit untuk Pengujian Atas Transaksi. Program audit
pengujian atas transaksi, biasanya mencakup:
-          Bagian penjelasan yang mendokumentasikan pemahaman yang diperoleh mengenai struktur
pengendalian intern.
-          Gambaran prosedur yang dilaksanakan untuk memperoleh pemahaman atas struktur
pengendalian intern
-          Rencana tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan
Baik prosedur yang dijalankan maupun risiko pengendalian yang direncanakan akan
mempengaruhi program audit pengujian atas pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksi:
a.       Melaksanakan prosedur untuk memahami struktur pengendalian intern
b.      Menetapkan risiko pengendalian
c.       Mengevaluasi biaya dan manfaat dari pengujian substantif atas transaksi untuk memenuhi tujuan
audit berkait transaksi.
-          Prosedur audit
-          Besar sampel
-          Pos/unsur yang dipilih
-          Saat pelaksanaan
Prosedur audit pengujian atas transaksi akan mencakup baik pengujian atas pengendalian
maupun pengujian substantive atas transaksi dan bercariasi tergantung kepada rencana risiko
pengendalian yang ditetapkan.
Jika pengendalian efektif dan risiko pengndalian yang idrencanakn rendah, penekanan
akan banyak diberikan kepada pengujian atas pengendalian. Beberapa pengujian substantif atas
transaksi juga akan ditekankan.
Jika risiko pengendalian ditetapkan 1, maka hanya pengujian substantive atas transaksi
yang akan digunakan. Prosedur yang juga dilakukan dalam memperoleh pemahaman
pengendalian intern akan mempengaruhi pengujian atas pengendalian dan pengujian substantive
atas transaksi.
Prosedur Audit yang dilakukan dalam pengujian detail transaksi:
-          Tracing: pilih satu sampel sales invoice  dan telusur ke sales journal.
-          Vouching:  pilih satu sampel transaksi yang dicatat dalam sales journal dan telusur ke sales
invoice.
-          Reperforming: periksa kecermatan perkalian dan penjumlahan pada sales invoices.
-          Inquiring: tanyakan kepada klien apakah ada transaksi-transaksi related parties.
Pada pengujian detail transaksi, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh
temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak mengarahkan
pengujian detail transaksi untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan kebijakan dan
prosedur pengendalian.
Pengujian ini pada umumnya lebih banyak menyita waktu dibanding prosedur analitis,
oleh karenanya pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada prosedur analitis.
4.      Prosedur analitis
Prosedur analitis telah dibahas pada bab sebelumnya, mencakup perbandingan jumlah
yang dicatat dengan ekspektasi yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitis yang sering
dilakukan auditor adalah perhitungan rasio untuk membandingkan dengan rasio tahun lalu dan
data lain yang berhubungan.
Tujuan penggunaan prosedur analitis:
a.       Memahami bidang usaha klien
b.      Menetapkan kemampuan kelangsungan hidup entitas
c.       Indikasi timbulnya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan
d.      Mengurangi pengujian audit yang lebih rinci.
Digunakan dalam phase pengujian:
a.       Sebagai pelengkap test of details.
b.      Untuk memperoleh bukti mengenai asersi/tujuan audit tertentu.
Dalam situasi tertentu, prosedur analitis dipandang cukup efektif dan efisien, terutama untuk
akun-akun yang tidak material dan/atau bila risko deteksi tinggi.
Efektivitas dan efisiensi prosedur analitis dalam mendeteksi kemungkinan tejadi salah
saji material, tergantung pada faktor:
-          Sifat asersi
-          Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
-          Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan
-          Ketepatan harapan
Prosedur analitis dilakukan pada tiga tahap audit yang berbeda;
a.       Tahap perencanaan untuk membantu auditir menentukan bahan bukti lain yang diperlukan untuk
memenuhi risiko audit yang di inginkan (diisyaratkan)
b.      Selama pelaksanaan audit bersama-sama dengan pengujian atas transaki dan pengujian terinci
atas saldo (bebaas pilih)
c.       Mendekati penyelesaian akhir audit sebagai pengujian kelayakan akhir (diisyaratkan)

5.      Pengujian terinci atas saldo (test of details of balances)


Pengujian terinci atas saldo memusatkan pada saldo akhir buku besar baik untuk akun
neraca maupun rugi laba, tetapi penekanan utama adalah pada neraca. Pengujian detail saldo
akun yang direncanakan harus cukup memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit
dengan memuaskan. Metodologo perancangan pengujian detail saldo ini meliputi tahap-tahap
sebagai berikut:
a.       Menetapkan materialitas dan menetapkan risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan
suatu akun
Setelah estimasi awal mengenai materialitas untuk audit secara keseluruhan dan
mengalokasikan totalnya ke saldo akun telah diputuskan oleh auditor, salah saji yang dapat
ditoleransi ditentukan untuk masing-masing saldo yang signifikan. Salah saji yang ditoleransi
makin rendah akan menyebabkan pengujian terinci atas saldo makin besar.
Risiko audit yang dapat diterima biasanya diputuskan untuk audit secara keseluruhan,
daripada berdasarkan siklus. Pengecualian adalah kalau auditor yakin bahwa yakni bahwa salah
saji pada perkiraan tertentu seperti piutang lebih berpengaruh negative terhadap pemakai
daripada salah saji yang sama dalam perkitraan lain.
Risiko bawaan ditetapkan dengan mengidentifikasi semua aspek histories, lingkungan
atau operasi klien yang mengindikasikan kemungkinan besar terjadi salah saji dalam laporan
keuangan tahun berjalan.
b.      Menetapkan risiko pengendalian untuk suatu siklus akuntansi
Pengendalian yang efektif akan mengurangi risiko pengendalian dan dengan demikian
mengurangi bahan bukti yang diperlukan untuk pengujian substantif atas transaksi dan pengujian
teinci atas saldo. Pengendalian yang tidak memadai meningkatkan bahan bukti substantif yang
dibutuhkan.
c.       Merancang pengujian pengendalian, transaksi dan prosedur analitis untuk suatu siklus akuntansi
Pengujian dirancang dengan ekdpektasi bahwa hasil tertentu akan diperoleh. Hasil yang
diperkirakan ini akan mempengaruhi rancangan pengujian terinci atas saldo.
d.      Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit
Pengujian terinci atas saldo yang direncanakan meliputi prosedur audit, besar sampel, pos/unsur
yang dipilih dan saat pengujian.

Anda mungkin juga menyukai