Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

KOSMETOLOGI II
Tanggal Praktikum : Kamis, 14 Mei 2020
Tanggal Penyerahan : Kamis, 21 Mei 2020
Disusun Oleh : 1. Hanifah Rahmah Sari (066117380)
2. Gustri Nanda Putri Selasi (066117388)
3. Mega Silviana (066117396)
4. Muhamad Ali Nuryaman (066116187)
Kelompok 8/J
Dosen Pengampu :
1. Mindya Fatmi,. M.Farm,. Apt
2. Asri Wulandari,. S.Farm
3. Rini Ambarwati,. M.Farm,. Apt
4. Marybet Tri. R. H. M.Farm
5. Dra. Dwi Indriati. M.Farm,Apt
Asisten Dosen :
1. Aditya Nur Faqih 6. Lia Luviana
2. Ainun Nisa R 7. Melyartati P
3. Annisa Fajriati 8. Neneng Hanifah H
4. Asry Wahyuni 9. Sintia Trias M
5. Fajar Ramadhan 10. Siti Kholilah

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara dan proses pembuatan sabun cair
2. Mengevaluasi sediaan sabun cair
1.2 Latar Belakang
Dewasa ini, penggunaan kosmetik bagi wanita dalam kehidupan sehari-hari
tak pernah ketinggalan. Kosmetik sangat penting bagi wanita, karena tanpa
kosmetik wanita tak bisa lebih dalam hal mendandani diri dan tampil lebih cantik.
Kosmetik memang sudah menjadi sahabat untuk wajah seorang wanita, apalagi
dengan aktifitas mereka sehari-hari. Misal saja wanita karier yang
mengutamakan penampilan dan kecantikan. Tuntunan pekerjaan dan aktifitas
yang padat membuat mereka selalu menjaga penampilan, terutama wajah.
Dengan kosmetik, wanita lebih terlihat cantik dan menjaga wajah tetap segar.
Wanita juga mendambakan bibir merah yang seksi serta badan yang bersih
dan wangi. Dengan badan yang bersih dan bau wangidari badan akan menambah
daya tarik dan kecantikan seorang wanita. Bentuk dan warna bibir setiap orang
juga berbeda-beda, ada yang memiliki bibir berwarna coklat tua, coklat muda,
pink muda, atau bahkan ada juga yang memiliki bibir pink kemerahan. Biasanya
bau badan berbeda setiap orang disebabkan ole gen keturunan. Untuk itu, wanita
tak canggung-canggung untuk membeli produk sabun yang di tawarkan oleh
produsen untuk menjaga bau khas dari tubuh dan agar tubuh selalu segar serta
wangi mereka tetap bertahan walau sudah seharian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1. Histopatologis Kulit
1. Lapisan epidermis
Lapisan epidermis kulit paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel gepeng
mati dengan sitoplasma yang berubah menjadi protein.diantara sel stratum
spinosum terdapat jembatan sel yang membentuk penebalan bulat kecil yang
disebut nodulus terdapat imun tubuh .Lapis dermis Lapisan ini jauh lebih tebal
daripada epidermis berbentuk jaringan elastic dan fibrosa padat dengan elemen
selular kelenjar dan rambut sebagai adneksa kulit.berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah. (Anonim. 1979)
2. Lapisan sub kutis
Lapisan ini merupakan jaringan ikat longgar sel lemak merupakan sel bukat
berfungsi sebagai cadangan makanan.
2.1.2. Jenis kulit
1. Kulit Normal
Kulit normal cenderung mudah dirawat. Kelenjar minyak pada kulit normal
biasanya tidak bandel karean minyak yang dikeluarkan seimbang tidak berlebihan
ataupun kekurangan, kulit normal tetap harus dijaga dan dirawat agar senantiasa
bersih, kencang, lembut dan segar.jika tidak segera dibersihkan kotoran pada kulit
normal dapat menjadi jerawat.selain itu kulit tidak terawat akan mudah mengalami
penuaan dini seperti keriput.
2. Kulit Berminyak
Kulit berminyak banyak dialami wanita didaerah tropis.karena pengaruh
hormonal,kulit berminyak bisa dijumpai pada wanita yang berusia 20 tahunan.
Penyebab kulit berminyak adalah kelenjar minyak sangat produktif hingga tidak
mampu mengontrol jumlah minyak yang harus dikeluarkan.
3. Kulit Kering
Kulit kering memiliki karasteristik yang cukup merepotkan pada pemiliknya,
karena umumnya kulit kering menimbulkan efek yang tidak segar pada kulit.ciri
kulit kering adalah kulit terasa kering dan kaku seperti tertarik setelah mencuci
muka dan akan mereda setelah dilapisi krim pelembab.
4. Kulit Sensitive
Kulit sensitive mudah alergi yang menimbulkan bercak kemerahan gatal-gatal
akibatpenggunaan kosmetika tertentu. (Ditjen POM. 1985)

2.1.2. SabunMandi
1. Pengertian Sabun
Sabun adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dengan
minyak nabati atau lemak hewani dan berbentuk padat, lunak, cair, berbusa, yang
digunkan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi dan bahan
lainnya yang tidak membahayakan kesehatan.alkali yang digunakan pada
penelitian ini adalah larutan KOH yang dapat membuat sabun menjadi cair. Sabun
adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan.
Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan
bentuk pada umumnya.penggunaan pada sabun cair juga meluas terumtama pada
sarana – sarana public. Jika diterapkan pada suatu permukaan air bersabun secara
efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air.
2. Pembagian sabun
Berdasarkan jenisnya sabun dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu sabun
opaque, sabun transparan dan sabun tranlusen. ketiga dapat dibedakan dengan
mudah dari penampakannya. Sabun opaque dalah sabun biasa yang digunakan
sehari-hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus cahaya. Sabun transparan
merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika pada batang sabun
dilewatkan cahaya, sabun transparan merupakan sabun yang harganya relative
lebih mahal dari sabun umumnya yang dipakai oleh kalangan menengah
keatas.sedangkan sabun tranlusen merupakan sabun yang sifatnya berada diantara
sabun opaque dan sabun transparan.
3. Reaksi Penyabunan
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi
asam lemak. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah
natrium (NaOH) dan ammonia (NH4OH) sehingga rumus molekul selalu
dinyatakan sebagai RCOONa, RCOOK atau RCOONH4. Proses pembuatan sabun
dikenal dengan istilah saponifikasi. safonikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak
oleh adanya basa lemak kuat.
BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Batang pengaduk
2. Beaker glass
3. Mortar
4. Pipet tetes
5. Spatel
6. Sudip
7. Timbangan
3.1.2 Bahan
1. KOH 30 gram
2. Minyak VCO 35 gram
3. Minyak zaitun 35 gram
4. Gliserin 11 gram
5. Propilenat glikol 23 gram
6. Coco DEA 6 gram

3.2 Cara Kerja


1. Timbang bahan satu persatu sesuai dengan berat atau jumlah yang telah di
tentukan.
2. Melarutkan KOH dengan aquadest 300 ml.
3. Dipanaskan Minyak kelapa pada suhu 70oC – 80oC.
4. Dicampurkan minyak VCO sebanyak 35 gram, dan minyak zaitun sebanyak
25 gram. Kemudian Dipanaskan pada suhu 70oC – 80oC.
5. Dicampurkan larutan KOH 30% ke dalam minyak sebanyak 52,5 gram
kemudian di aduk.
6. Dimasukan gliserin dan aquadest serta propilenglikol kemudian di aduk.
7. Dicampurkan Coco DEA 5,4 gram.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Formulasi


4.1.1 Formulasi
Bahan
KOH
Minyak VCO
Minyak zaitun
Gliserin
Propilenat glikol
Coco DEA
4.1.2 Perhitungan
( Tidak ada di video)

4.2 Data pengamatan


KOH dilarutkan dengan aquades, minyak kelapa dipanaskan dan dicampur
dengan minyak zaitun kemudian dicampurkan dengan KOH yang sudah ditambahkan
gliserin dan propilenat glikol lalu dimasukkan kedalam wadah dan sabun siap dipakai
4.3 Pembahasan
Sabun adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dengan
minyak nabati atau lemak hewani dan berbentuk padat, lunak, cair, berbusa, yang
digunkan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi dan bahan lainnya
yang tidak membahayakan kesehatan. Untuk mengetahui sedian sabun cair yang kita
buat memenuhi syarat atau tidak dilakukan pengujian dan evaluasi terhadap sediaan.
Pengamatan organoletis dapat berupa pengamatan secara visual yang meliputi bentuk,
warna, dan aroma dari sabun. Tujuan pengamatan untuk mengetahui perubahan
bentuk fisik sediaan sabun mandi padat selama 2 minggu penyimpanan. Sabun padat
memiliki karakter fisik yang sangat penting yaitu nilai pH. Nilai pH sabun yang
didapatkan dari Blanko sebesar 10,1, Formula 3% sebesar 9,8, Formula 4% sebesar
9,7 dan Formula 5% sebesar 9,6. Derajat keasaman atau pH digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan.pH kulit manusia yaitu
sebesar 4,5 – 7, 0. Standar pH sabun mandi berkisar 8, 0 – 11,0.pH sabun yang tinggi
disebabkan oleh terjadinya hidrolisis sabun.Sabun dengan pH yang terlalu basa dapat
meningkatkan daya absorbs sehingga kulit menjadi iritasi seperti luka, gatal, atau
mengelupas, dan dapat menyebabkan kulit kering. Uji iritasi sediaan sabun cair yang
siap dipakai ini, untuk mengetahui ada atau tidaknya efek samping seperti kulit
kemerahan, kulit gatal dan kulit kasar. Pengukuran pH pada pembuatan sabun perlu
dilakukan untuk mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Sabun
merupakan garam alkali yang bersifat basa, nilai pH sabun yang terlalu rendah dan
terlalu tinggi dapat meningkatkan daya absorbansi kulit sehingga menyebabkan iritasi
pada kulit.
Uji stabilitas busa bertujuan untuk mengetahui stabilitas busa yang dihasilkan
oleh sabun padat kulit pisang kepok dengan penambahan cocamid DEA sebagai
surfaktan dan penstabil busa pada sabun. Busa (foam) adalah suatu dispersi koloid
yaitu gas terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan. Busa merupakan suatu
struktur yang relatif stabil dan terdiri atas kantong-kantong udara yang terbungkus
dalam lapisan tipis. Ketika kumpulan busa dalam keadaan diam, secara perlahan busa
akan berkurang. Stabilitas busa merupakan hal yang penting dalam produk pembersih
tubuh. Busa berperan dalam proses pembersihan dan menyebabkan wangi pada kulit
ketika sabun digunakan. Karakteristik busa biasanya dipengaruhi oleh keberadaan
bahan aktif sabun yaitu surfaktan.
BAB V
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :


1. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap sabun mandi cair masih memenuhi
persyaratan yaitu sediaan yang dihasilkan memiliki tekstur cair yang dihasilkan diuji
organoleptis dan memenuhi syarat pH kulit 4,5 – 7,0 dan pH standar sabun 8,0 -11,0.
2. KOH yang digunakan berfungsi untuk membuat sabun menjadi cair dan untuk
membuat sabun padat digunakan NaOH.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farkamkope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 83, 85, 195-197.
Keithler, W.R. 1956. Formulation of Cosmetic and Cosmetic Specialities. New York:
Drug and Cosmetic Industry. Halaman 153-155.

Anda mungkin juga menyukai