Menurut Yahya bin Umar, aktivitas ekonomi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari ketakwaan seorang muslim kepada Allah SWT. Hal ini berarti bahwa
ketakwaan merupakan asas dalam perekonomian Islam, sekaligus faktor utama yang
membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional. Oleh karena itu, di samping Al
Qur’an, setiap muslim harus berpegang teguh pada sunnah dan mengikuti seluruh perintah
Nabi Muhammad saw.
Penekanan pemikiran ekonomi Yahya bin Umar adalah pada masalah Penetapan
Harga (Al-Tas’ir). Ia berpendapat bahwa penetapan harga tidak boleh dilakukan. Dalam
konteks ini, penetapan harga yang dilarang oleh Yahya bin Umar adalah kenaikan harga
karena interaksi permintaan dan penawaran. Namun jika harga melonjak karena kesalahan
manusia maka pemerintah mempunyai hak intervensi untuk kesejahteraan masyarakat.
Lebih luas lagi mengenai larangan penetapan harga, Yahya bin Umar mengijinkan
pemerintah melakukan intervensi apabila:
Berikut adalah wawasan modern Yahya bin Umar yang dikemukakan pada masanya.
1) Ihtikar (Monopoly’s Rent-Seeking)
Islam secara tegas melarang praktek Ihtikar, yakni mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi.
Berdasarkan hukum ekonomi, maka: ”Semakin sedikit persediaan barang di pasar, maka
harga barang semakin naik dan permintaan terhadap barang semakin berkurang.
2) Siyasah Al-Ighraq (Dumping Policy)
Siyasah Al-Ighraq (dumping) adalah sebuah aktivitas perdagangan yang bertujuan
untuk mencari keuntungan dengan jalan menjual barang pada tingkat harga yang lebih
rendah dari harga yang berlaku di pasaran.
Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin As’ad
bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Annas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin
bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah adz-Dzuhi asy-Syibaniy. Nasab beliau bertemu dengan
nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma’d bin ‘Adnan. Beliau lahir di Baghdad tepatnya pada
bulan Rabi’ul Awwal – Menurut pendapat yang paling masyhur – tahun 164 H. Imam
Ahmad bin Hambal tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim, tetapi tetap mempunyai
semangat tinggi. Beliau wafat pada tahun 241 H.
Beliau memiliki nama Abul Qasim Al-Junaidi ibnu Muhammad Al-Zujaj atau
dikenal dengan Junaidi al-Baghdadi. Beliau adalah putra dari seorang pedagang barang
pecah belah (kaca) dari Nahawand dan keponakan dari Sarri As-Saqathi, ia juga dekat
dengan Al-Muhasibi. Junaidi Al-Baghdadi dikenal sebagai tokoh paling terkemuka dari
mazhab Tasawuf.
Masa kecil Junaidi Al-Baghdadi telah memiliki kedalaman sepiritual, ia telah
menjadi seorang pencari tuhan yang bersungguh-sungguh, sangat disiplin, bijaksana, cepat
mengerti dan memiliki intuisi yang tajam. Junaidi Al-Baghdadi tutup usia pada tahun 297
H/910 M di kota Baghdad.
Pemikiran ekonomi dari Junaidi al-Baghdadi tidak lepas dari konsep maslahah
(utility) dan mafsadah (disutility), dalam hal ini Ia meyakini bahwasanya ilmu tassawuf
banyak mendidik prilaku terhadap inidividu dan menghasilkan pasar yang adil. Beliau
menegaskan penerapan nilai sufi banyak meletakan pasaran dalam kerendahan dan nilai
usaha yang bertujuan dunia dan akhirat serta merlandaskan syari’ah.
Nizam al-Mulk al-Tusi hidup semasa Daulah Abbasiyah ia dilahirkan pada tahun 408
H/ 1018 M8 disebuah kota kecil Radhkan atau Nuqan yang terletak di pedalaman Tus,
sekitar 50 mil ke utara Mashhad di Persia. Ia merupakan anggota keluarga pemilik kelas
menengah, ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah Gaznawi dan pada hari
Gaznawinds ditunjuk sebagai pemungut pajak dari Tus oleh Gubernur Khurasan, Abu al-
Fadhl Suri.
Prinsip Maslahah
Dalam Administrasi Negarawan yang mampu dan bijak adalah orang yang secara kritis
menimbangnimbang semua argumentasi dan pikiran dari semua masalah. Prinsip
maslahah dalam Islam memainkan peran penting dalam maslahah ini. Nizam al-Mulk
telah menggunakan prinsip maslahah dalam mengambil keputusan. Nizam al-Mulk
menyadari sepenuhnya mengenai tiga arah faktor-faktor kemakmuran, produktifitas dan
efisiensi.
Tidak ada yang dapat menyangkal suatu sistem pajak yang baik akan menjadi
basis keuangan yang sehat. Walaupun demikian, Nizam al-Mulk percaya bahwa
keuangan yang sehat bukan segalanya untuk menghindari kesulitan nasional.Pajak
dikenakan dalam pelbagai bentuk seperti pajak pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi
dan bangunan, dan lain-lain. Dalam sistem dan tradisi kepemimpinan Islam, yang paling
dipentingkan dalam pajak adalah faktor distribusi yang harus dibangun di atas prinsip
penyamarataan dan netralitas