Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK

CUTI
MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN DAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL

DOSEN :
RANDY TAUFIK, S.H., M.H.

Oleh:
MOHAMAD IQFAL NPM. 1907350057
RADEN RORO CEVY LUPITA S. NPM. 1907350003
NURVITA FIDYANTI ASIANI NPM. 1907350001

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM IBLAM


FAKULTAS HUKUM
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga
kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan.
Setelah kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketentuan Tenaga
Kerja. Pada tahun 1997 undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang No.
25 tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes dari masyarakat. Hal ini
dikaitkan dengan masalah menara Jamsostek yang dibangun berdasarkan
dugaan kolusi penyimpangan dana Jamsostek.
Keberadaan UU No. 25 Tahun 1997 mengalami penangguhan dan yang
terakhir diganti oleh Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 4279 yang selanjutnya disingkat dengan
UU No. 13 Tahun 2003). Kemudian pada tanggal 5 Oktober 2020 disahkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang didalamnya
juga dibahas terkait ketenagakerjaan.
Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut maka hak dan
kewajiban pihak-pihak yang berperan akan terlindungi sehingga terhindar dari
hal-hal yang merugikan salah satu pihak.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian cuti?
2. Apa landasan hukum yang mengatur hak cuti?
3. Apa saja pembagian cuti?
4. Apa berbedaan aturan cuti dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja?
5. Apa masalah yang sering terjadi dalam pemenuhan hak cutibagi pekerja?

C. TUJUAN
1. Untuk memahami pengertian cuti
2. Untuk memahami hak-hak cuti pekerja
3. Untuk memahami pembagian cuti
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN CUTI
Arti cuti menurut wikipedia adalah cuti berasal dari bahasa Hindi yaitu
Chutti yang artinya ketidakhadiran sementara. Sementara menurut KBBI, cuti
memiliki arti meninggalkan pekerjaan beberapa waktu secara resmi untuk
beristirahat dan sebagainya. Sehingga cuti disini cuti dapat diartikan yakni
seorang karyawan yang tidak hadir kerja dalam sementara waktu untuk
beristirahat dan sebagainya secara resmi.
Peraturan cuti di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kemudian diperbaharui dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

B. PEMBAGIAN CUTI
1. Cuti Tahunan
Berdasarkan pada Pasal 79 ayat 2 (c) yang berbunyi, pengusaha
wajib memberikan waktu cuti tahunan kepada pekerja setelah pekerja yang
bersangkutan bekerja selama 12 bulan (satu tahun) secara terus menerus.
Hak cuti tahunan pekerja itu timbul setelah pekerja bekerja selama 12 bulan
secara terus menerus. Artinya karyawan dapat mendapatkan hak cuti
tahunannya pada bulan ke 13 bekerja.
2. Cuti Sakit
Cuti ini dibuat bagi karyawan yang tidak mampu bekerja karena
alasan kesehatan. Aturan cuti sakit ini juga berbeda di setiap perusahaan.
Ada yang memberikan perizinan maksimal tiga hari hingga harus
melampirkan surat izin dokter, ada pula yang sedari hari pertama sudah
harus melampirkan surat keterangan sakit.
Cuti sakit ini biasanya disatukan dengan cuti haid yang ditujukan
khusus untuk wanita, yaitu pada hari pertama dan kedua masa menstruasi.
Aturan ini sesuai dengan Pasal 81 dan Pasal 93 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003
3. Cuti Bersama
Cuti bersama merupakan jatah cuti bagi karyawan yang biasanya
diberikan jika ada perayaan hari besar keagamaan. Khusus bagi
perusahaan swasta, aturan ini berlaku dengan memotong jatah cuti tahunan
karyawan.
Ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor SE.302/MEN/SJ-HK/XII/2010 Tahun 2010 yang membahas tentang
Pelaksanaan Cuti Bersama di Sektor Swasta.
4. Cuti Hamil dan Melahirkan
Berdasarkan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
dinyatakan bahwa karyawan wanita yang sedang hamil berhak untuk
mendapatkan hak istirahat selama 1,5 bulan sebelum dan sesudah
melahirkan.
Meski begitu, karyawan boleh bernegosiasi kepada perusahaan terkait
pengambilan hak cuti ini selama tidak melebihi jangka waktu maksimal, yaitu
tiga bulan. Biasanya, karyawan lebih memilih untuk mengambil hak istirahat
selama tiga bulan penuh menjelang persalinan.
5. Cuti Besar
Cuti besar ditujukan untuk karyawan yang telah bekerja dalam waktu
yang lama, minimal enam tahun. Berdasarkan Pasal 79 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa karyawan wajib
mendapatkan istirahat panjang sekurangnya dua bulan untuk masa kerja
sekurangnya enam tahun dan berlaku pada tahun berikutnya.
Perlu diketahui, karyawan yang telah mendapatkan cuti besar tidak
lagi mendapatkan cuti tahunan. Jadi, masa cutinya adalah 30 hari kerja
selama satu tahun dan jumlah yang sama pada tahun berikutnya. Cuti besar
ini berlaku kelipatan, sehingga akan diperoleh kembali ketika masa kerja
karyawan menginjak 12 tahun.
6. Cuti Penting
Cuti penting berhak didapatkan karyawan yang memang tidak bisa
hadir di kantor karena berbagai alasan penting, seperti meninggal, menikah,
dan berbagai keperluan mendesak lainnya. Sesuai dengan Pasal 93 ayat (2)
dan (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang lama
hari cuti yang diperoleh karyawan berdasarkan kepentingannya.
 Pekerja/Buruh menikah banyaknya cuti 3 hari;
 Menikahkan anaknya banyaknya cuti 2 hari;
 Mengkhitankan anaknya banyaknya cuti 2 hari;
 Membaptiskan nakanya banyaknya cuti 2 hari;
 Isteri melahirkan atau keguguran kandungan banyaknya cuti 2 hari;
 Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia
banyaknya cuti 2 hari;
 Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia banyaknya cuti 1
hari.

C. ATURAN CUTI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020


TENTANG CIPTA KERJA
 Dalam Undang-Undang Cipta Kerja memisahkan pengaturan cuti tahunan
dan istirahat dalam ayat terpisah yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal
79 Ayat 2 UU 13/2003.
 Cuti panjang diserahkan kepada perusahaan
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti panjang
selama 2 bulan bagi pekerja/buruh yang sudah bekerja selama 6 tahun
secara terus menerus dan menyerahkan aturan itu kepada perusahaan atau
perjanjian kerja sama yang disepakati.

D. MASALAH
Hak cuti haid, seperti juga hak cuti lainnya tercantum jelas dalam Pasal 81
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Anehnya, pelaksanaan dari hak cuti
haid ini tidak sepopuler hak-hak cuti lainnya. Hal ini dikarenakan :
1. Perusahaan beranggapan haid sudah bisa ditanggulangi dengan obat-
obatan;
2. Perusahaan menganggap tidak perlu dengan pertimbangan akan banyak
pekerja yang mangkir dan berdampak pada produksi;
3. Banyak pekerja yang tidak mengetahui aturan mengenai hak cuti haid,
sehingga tidak ada pekerja yang menuntut.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cuti artinya seorang karyawan yang tidak hadir kerja dalam sementara
waktu untuk beristirahat dan sebagainya secara resmi.
Cuti dibagi menjadi beberapa kategori yakni Cuti Tahunan, Cuti Sakit, Cuti
Bersama, Cuti Hamil, Cuti Besar, dan Cuti Penting.
Cuti diatur dalam Pasal 79 s/d Pasal 85 UU Nomor 13 Tahun 2003 dan
Ketentuan Upah dalam Pasal 93 UU Nomor 13 Tahun 2003.
Cuti diatur dalam Bab Ketenagakerjaan Pasal 81 Angka 23 UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja.

B. SARAN
Terkait masih banyaknya perusahaan yang mengabaikan hak cuti haid
bagi pekerja wanita saat ini, perlu adanya mengubah perspektif atau cara
pandang. Karena dari pekerja masih adanya perspektif seperti cenderung
mengesampingkan hak cuti haid tersebut karena takut dikatakan tidak produktif,
kemudian kurangnya kesadaran dan tingginya ego yang mengatakan bahwa
mereka ialah kaum profesional. Karena itu, sering kali menafikan hak mereka
karena khawatir dikatakan tidak profesional. Adapun dari pihak pemilik
modalpun mempunyai perspektif seperti diskriminasi pekerja wanita dalam
berbagai perlakuan.
Mengubah perspektif pada berbagai tataran tersebut memang berat dan
harus diperjuangkan bersama-sama.
Hak cuti haid sebagai hak normatif mestinya tetap diberikan oleh perusahaan,
terlepas dari apakah hak itu akan digunakan atau tidak. Jangan sampai atas
nama profesionalisme dan produktifitas, hak manusiawi karyawan terabaikan

Anda mungkin juga menyukai