Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SIKAP BANGGA

MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA

Disusun oleh :

Andhika Dwi Syahputra (0619101027)

Teknik Informatika

UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat
iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk
menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Sikap bangga menggunakan Bahasa
Indonesia.”

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan kepada junjungan kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan
merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk Bapak
Heri Isnaini S.S. M.Hum selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah menyerahkan
kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga
berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait sikap kita terhadap Bahasa Indonesia yang
kita dapat semenjak lahir dan bangganya menjadi warga Indonesia dengan bahasa Indonesianya .
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan banyak sekali
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan
saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali
kali lagi kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang
konstruktif.

Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah kami
terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Bandung, Desember 2019

Penulis
i
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii 
BAB I PENDAHULUAN   
1.1 Latar Belakang Penelitian.................................................................................... 1  
1.2 Rumus Masalah Penelitian................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA    
2.1 Sikap......................................................................................................... 3
2.2 Sikap Bahasa............................................................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN     
3.1 Pengertian Bahasa Indonesia.................................................................... 8
3.2 Manfaat Pembelajaran Bahasa Indonesia................................................. 9
3.3 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia................................................... 13
3.4 Pengoptimalan Peran................................................................................ 14
BAB IV PENUTUP   
            4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 11
4.2 Saran......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara sebagaimana yang tercantum dalam Undang-
undang Republik Indonesia 1945pasal 36, secaraumum belum menjadi kebanggaan bagi
bangsa Indonesia, baik para pejabat, karyawan, pengusaha, maupun para generasi muda.
Berbagai upaya dilakukanpemerintah untuk mendorong kecintaan bangsa ini, khususnya
generasi muda terhadap bahasa Indonesia, di antaranya mewajibkan matakuliah bahasa
Indonesia di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Fenomena rendahnya rasa bangga
generasi muda terhadap bahasa Indonesia dapat dilihat pada kemampuan mereka dalam
berbahasa Indonesia pada forum-forum formal dan hasil penulisan karya ilmiah,
walaupunnilai yang diperoleh pada ujian nasional sangat bagus namun kenyaataan pada
pembelajaran praktik berbahasa baik berbicara maupun penulisan karya ilmiah masih jauh
dari yang diharapkan.Penumbuhkembanganrasa bangga tersebut sangat penting bagi generasi
muda agar bahasa Indonesia dapat memenuhi syarat sebagai bahasa internasional.Rasa
bangga terhadap bahasa tersebut dapat diamati dari sikap berbahasa pemakainya. Sikap
bahasa adalah sikap pemakai bahasa terhadap keanekaragaman bahasanya sendiri maupun
bahasa orang lain.(Richard, et al.,1985:155). Sikap berbahasa pada generasi muda perlu
ditanamkan sejak usia dini.Oleh karena itu, peran orang tua, masyarakat dan guru sangat
diperlukan.Sikap berbahasa dari seorang pemakai bahasa atau masyarakat bahasa baik yang
dwibahasawan maupun yang multibahasawan akan berwujud berupa perasaan bangga atau
mengejek, menolak atau sekaligus menerima suatu bahasa tertentu atau masyarakat pemakai
bahasa tertentu, baik terhadap bahasa yang dikuasai oleh setiap individu maupun oleh
anggota masyarakat.Sikap bahasa itu ditandaioleh tiga ciri, yaitu 1) kesetiaan bahasa
(language loyality), 2) kebanggaan bahasa (language pride), dan 3) kesadaran adanya norma
bahasa (awareness of the norm). Ketiga ciri tersebut belum tampak/belum dimiliki oleh para
generasi muda sebagai pemakai bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan. hal itu tampak
pada tuturan mereka baik pada kegiatan formal maupun nonformal.

1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Mengacu terhadap identifikasi latar belakang penelitian maka permasalahan yang akan
diteliti tercakup dalam rumusan masalah dibawah ini yaitu :

1. Bahasa Indonesia yang baik dan benar terhadap masyarakat Indonesia yang
mencakup bahasa daerah ?

2. Kemampuan terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar dan bangga terhadap
bahasa Indonesia ?

3. Bagaimanakan menumbuhkan sikap bangga berbahasa Indonesia pada masyarakat


Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi sikap bahasa anak-anak keturunan


Indonesia terhadap bangsa Indonesia.

2. Tersusunnya program pembinaan sikap bahasa pada anak-anak keturunan Indonesia di


terhadap bangsa Indonesia.

3. Mendeskripsikan sikap bangga terhadap bahasa Indonesia kepada anak anak.

4. Mendeskripsikan sikap bahasa anak-anak terhadap bangsa bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Berkembangnya teknologi dan informasi yang semakin canggih mengakitbatkan sikap


bahasa masyarakat terhadap bahasa Indonesia dan sikap bangga terhadap bahasa Indonesia yang
semakin berkurang oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, antara
lain :
2
1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jalan bagi peneliti lain untuk membuka masalah
yang lebih besar demi berkembangnya ilmu pengetahuan serta menambah perbendaharaan
penelitian di bidang analisis kesalahan berbahasa.

2. Manfaat Praktis

Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengajaran
bahasa Indonesia dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, khusunya dalam
meneliti kesalahan pemakaian diksi

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab kajian teori akan dijelaskan landasan teori yang mendukung penelitian sikap bahasa
siswa. Teori yang akan dijelaskan antara lain mengenai sikap, sikap bahasa, serta pembelajaran
bahasa. Pada bab ini juga disajikan hasil penelitian dari laporan penelitian yang relevan.

2.1 Sikap

Menurut Fasold (2001: 147) sikap didefinisikan sebagai “a state of readiness; an intervening
variable between a stimulus affecting a person and that person’sresponse” (sikap adalah suatu
keadaan siap, suatu variabel yang berpengaruh terhadap rangsangan yang mempengaruhi
seseorang dan tanggapannya). Menurut pandangan ini, sikap mempersiapkan seseorang untuk
bereaksi terhadap stimulus dengan suatu cara tertentu. Kesiapan yang dimaksudkan merupakan
kecenderungan untuk potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan
pada suatu stimulus yang mengehandaki adanya respon

(Chave dkk. melalui Azwar, 2011: 5). Triandis (melalui Chaer, 2004: 150)

mengungkapkan bahwa sikap merupakan kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian
yang dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu kepada sikap mental atau kepada sikap perilaku.
Pernyataan tersebut didukung oleh Allport (melalui Chaer, 2004: 150), yang mengatakan bahwa
3
sikap adalah kesiapan metal dan saraf, yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan
arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan
yang menyangkut sikap itu. Sikap dipertimbangkan sebagai suatu keadaan internal diri seseorang
yang timbul karena adanya stimulus dari tipe tertentu dan menjembatani respon seseorang
(Williams melalui Chaer, 2004: 357). Sependapat dengan hal itu, kemudian Chaer (2004: 358)
mengatakan bahwa sikap timbul manakala terdapat suatu stimulus dan sikap itu mencakup
pengetahuan atau kekayaan mental terhadap sesuatu, aspek rasa dan pandangan seseorang
terhadap sesuatu. Sikap adalah keadaan seseorang terhadap stimulus, bukan sebagai respon atau
tingkah laku yang dapat diamati. Dengan ini, sikap seseorang merupakan aspek behavioristik.

Sikap memiliki tiga komponen, yaitu (1) komponen kognitif, menyangkut pengetahuan
mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam
proses berpikir; (2) komponen afektif, menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka,
terhadap sesuatu atau suatu keadaan; (3) komponen konatif, menyangkut perilaku atau perbuatan
sebagai “putusan akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan (Lambert melalui Chaer, 2004:

150). Edward (melalui Chaer, 2004: 150) mengatakan bahwa sikap hanya salah satu faktor yang
tidak dominan dalam menentukan perilaku. Pernyataan ini didukung oleh Oppenheim (melalui
Sumarsono, 2002: 358) yang dengan tegas menyatakan, bahwa sikap tidak ditentukan atas dasar
perilaku. Sugar (melalui Chaer, 2004: 150) dalam penelitiannya memberi kesimpulan bahwa
perilaku itu ditentukan oleh empat buah faktor utama, yaitu sikap, norma sosial, kebiasaan, dan
akibat yang mungkin terjadi. Chaer (2004) mengatakan bahwa kebiasaan adalah faktor yang
paling kuat, sedangkan sikap merupakan faktor yang paling lemah. Sikap bukan satu-satunya
faktor yang menentukan perilaku, dan juga bukan yang paling menentukan. Yang paling
menentukan perilaku adalah kebiasaan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan untuk bertindak, suatu bentuk reaksi akibat adanya
rangsangan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan/perilaku.

4
2.2 Sikap Bahasa

Menurut KBBI (1991: 938) sikap bahasa merupakan posisi mental atau perasaan terhadap bahasa
sendiri atau bahasa orang lain. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Fasold (2001: 148)
menyatakan bahwa sikap bahasa adalah segala macam perilaku tentang bagaimana bahasa
diperlakukan, termasuk sikap sikap terhadap usaha perencanaan dan pelestarian bahasa. Hal ini
didukung oleh pernyataan

Anderson (melalui Chaer, 2004: 151)

membagi sikap atas dua macam, yaitu (1) sikap kebahasaan, dan (2) sikap nonkebahasaan,
seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan, menyangkut keyakinan
atau kognisi mengenai bahasa. Sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif
berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan
kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.
Sumarsono (melalui Purwo, 2000: 197) menyatakan bahwa hubungan antara sikap bahasa dan
penggunaan bahasa memang bisa positif atau negatif. Garvin dan Mathiot (melalui Chaer, 2004:
152) mengemukakan tiga ciri sikap bahasa (sikap positif), antara lain yaitu; (1) kesetiaan bahasa
(language loyality) yang mendorong suatu masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya,
dan apabila perlu mencegah bahasa lain, (2) kebanggaan bahasa (language pride) yang
mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas
dan kesatuan masyarakat; (3) kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm) yang
mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun, dan merupakan faktor
yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa
(language use). Kesetiaan bahasa adalah keinginan seseorang atau masyarakat dalam mendukung
bahasa, untuk memelihara dan mempertahankan bahasa, bahkan kalau perlu mencegahnya dari
pengaruh bahasa lain Garvin dan Mathiot (melalui Sumarsono, 2002: 364). Selanjutnya, menurut
pendapat Fishman (melalui Karsana, 2009: 76) menyatakan bahwa kesetiaan adalah Kesetiaan
bahasa adalah sikap setia terhadap sebuah bahasa tertentu yang dengan berbagai macam cara
akan dipertahankan keberadaannya pada orang yang bersikap setia tersebut. Sikap setia dapat
dilihat dalam tingkah laku seseorang pemakai bahasa secara langsung, misalnya pemakai
tersebut selalu menggunakan bahasanya pada berbagai kesempatan dan berbagai media,
mengoreksi kesalahan penutur lain bahasa tersebut yang diikuti dengan membenarkan kesalahan
5
yang terjadi, mengajarkan kepada generasi selanjutnya dengan maksud agar bahasa tersebut tidak
punah. Bahasa dipelihara dengan cara digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-
hari. Penggunaan bahasa secara teratur merupakan salah satu bentuk usaha untuk
mempertahankan bahasa. Pemertahanan bahasa diperlukan apabila suatu bahasa telah terancam
tergantikan posisinya oleh bahasa lain. Dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran
bahasa Indonesia, digunakannya bahasa Indonesia dengan baik oleh setiap siswa merupakan
usaha untuk memertahankan dan sebagai wujud kesetiaan terhadap bahasa. Hal ini didukung
oleh Weinrich (melalui Sumarsono, 2002: 365) dengan menyatakan bahwa kesetiaan bahasalah
yang terutama mendorong usaha-usaha mempertahankan bahasa. Kesetiaan bahasa yang
mengandung aspek mental dan emosi menentukan bentuk tingkah laku berbahasa. Kemudian hal
ini didukung oleh pernyataan Kridalaksana (2001: 197) yang mengatakan bahwa sikap bahasa
adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Sumarsono
(2004: 365) mengatakan bahwa kebanggaan bahasa adalah suatu keyakinan terhadap bahasa,
yang tertanam pada diri seseorang untuk menjadikan bahasa tersebut sebagai identitas diri.
Kebanggaan bahasa diwujudkan melalui tuturan serta perilaku seseorang. Dari aspek tuturan,
seseorang yang memiliki rasa bangga terhadap bahasa, akan bertutur menggunakan bahasa yang
disukainya, sedangkan dari aspek sikap, seseorang yang memiliki rasa bangga terhadap bahasa,
akan bersikap positif terhadap bahasa yaitu dengan menganggap bahasanya penting, bahkan
percaya bahwa bahasanya dapat eksis di era globalisasi.

(Sumarsono, 2002: 236).

Kesadaran akan norma bahasa adalah suatu posisi/keadaan dari diri seseorang untuk patuh
terhadap suatu aturan. Kesadaran ini mendorong seseorang untuk menggunakan bahasa sesuai
dengan kaidah atau tata bahasa baku yang berlaku dalam bahasa tersebut. Dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia, kesadaran akan norma bahasa dilihat dari bagaimana siswa
menggunakan bahasa sesuai dengan konteks situasi dengan siapa dan dalam situasi seperti apa.
Kesadaran akan norma mendorong masyarakat pemakai bahasa untuk memakai bahasanya secara
baik, benar, santun, dan layak (Sumarsono, 2002: 365). Moeliono (1985: 112) memaparkan
beberapa perangkat kriteria yang mengukur sikap masyarakat bahasa terhadap bahasa baku
terbawa oleh empat fungsi. Fungsi pertama dan kedua adalah fungsi pemersatu dan fungsi
6
pemberi kekhasan menerbitkan (1) sikap kesetiaan bahasa. Fungsi ketiga yaitu fungsi pemberi
wibawa menghasilkan sikap (2) sikap kebanggaan bahasa, sedangkan fungsi keempat yakni
fungsi sebagai kerangka acuan mengakibatkan adanya (3) sikap kesadaran akan norma dan
kaidah bahasa baku. Sikap kesetiaan bahasa terungkap jika orang lebih suka memakai bahasanya
sendiri dan bersedia menjaganya terhadap pengaruh bahasa asing yang berlebih-lebihan. Sikap
kebanggaan bahasa bertautan dengan ikatan emosional pribadi pada bahasa baku. Sikap
kesadaran akan norma dan kaidah yang dihasilkan oleh fungsi sebagai kerangka acuan khusus
berlaku untuk bahasa baku karena bersangkutan dengan bahasa baku atau standar (yang
dikodifikasi). Walker (melalui Sumarsono, 2004: 365) menyatakan, tekanan sosiolinguistik suatu
masyarakat bahasa merupakan faktor-faktor yang membentuk sikap bahasa. Tekanan tersebut
dapat termasuk faktor eksternal, antara lain (a) kontak dengan bahasa nasional, (b) pendidikan,
(c) pekerjaan atau status ekonomi, (d) emigrasi; maupun faktor internal yang antara lain, (a)
identitas etnik, (b) pemakaian bahasa Jawa, (c) ikatan dengan budaya tradisi (upaya ritual,
upacara seremonial), (d) daya budaya tradisional (kesenian tradisi). Sikap positif terhadap bahasa
tertentu akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa itu. Sikap positif itu merupakan
kontributor utama bagi keberhasilan belajar bahasa (Marcama dalam Shuy dan Fasold melalui
Sumarsono, 2004: 363).

BAB III

7
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Bahasa Indonesia

Pengertian bahasa secara umum adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya.Bahasa (berasal dari bahasa Sanskerta भाषा, Bhāṣā)
adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk dapat memperoleh serta menggunakan
sistem komunikasi yang kompleks, serta sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari sistem
tersebut.

bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia
dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi.

Bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang
tertera di dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Di dalam kedudukan sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi negara; (2) bahasa
pengantar di dalam dunia pendidikan; (3) alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah;
dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Salah satu fungsi bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara adalah
pemakaiannya sebagai bahasa resmi kenegaraan. Di dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa
Indonesia dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik secara lisan
maupun dalam bentuk tulisan. Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-surat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti Dewan
Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditulis di dalam bahasa Indonesia.
Pidato-pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan di dalam bahasa Indonesia.

Hanya di dalam keadaan tertentu, demi kepentingan komunikasi antarbangsa, kadang-kadang


pidato resmi ditulis dan diucapkan di dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Demikian
pula halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga masyarakat kita di dalam hubungan
8
dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan. Dengan kata lain, komunikasi timbal balik
antarpemerintah dan masyarakat berlangsung dengan mempergunakan bahasa Indonesia.

3.2 Manfaat Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa merupakan alat seseorang untuk bisa berkomunikasi. Dengan bahasa maka seseorang
dapat menyampaikan secara langsung pesan kepada orang lain. Menurut Sri Anitah, (2012)
manfaat pembelajaran bahasa Indonesia yaitu sebagai berikut :

1. Meningkatkan kemampuan komunikasi.


2. Pembentuk perilaku positif.
3. Sarana pengembang ilmu pengetahuan.
4. Sarana memperoleh ilmu pengetahuan.
5. Sarana pengembang nilai norma kedewasaan.
6. Sarana ekspresi imajinatif.
7. Sarana penghubung dan pemersatu masyarakat Indonesia.
8. Sarana transfer kultural.

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki
manfaat yang sangat banyak bagi peserta didik, selain melancarkan komunikasi.

3.3 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pentingnya Berbahasa Indonesia ditujukan agar para siswa lebih menghargai Bahasa Indonesia,
serta mempunyai kemampuan yang baik dan benar sesuai dengan etika dan kesopanan. Bahasa
yang baik berarti berbahasa sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, sedangkan berbahasa
yang benar berarti berbahasa sesuai dengan kaidah bahasa. Oleh karena itu para siswa
diharapkan bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan tepat.

Tujuan utama dari pembelajaran suatu bahasa yakni peran pentingnya di dalam perkembangan
intelektual dan emosional siswa serta sebagai penunjang keberhasilan dalam mempelajari
pelajaran yang lainnya. Adapun dalam pembelajaran bahasa di bangku sekolah sebagai pembantu
9
para siswa untuk mengenal dirinya sendiri, budayanya, budaya orang lain, belajar untuk
menyampaikan gagasan, serta mampu menggunakan kemampuan imajinatif dan analitis yang
terdapat pada diri masing-masing.  Di samping itu pembelajaran bahasa juga dapat meningkatkan
kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain dan berbagi pengalaman untuk saling
mempelajari satu sama lain.

Mempelajari Bahasa Indonesia juga dapat membuat kita lebih terampil dalam berbahasa
Indonesia, seperti yang sering kita lakukan di sekolah yaitu menyimak, berbicara, menulis dan
mendengar. Selain itu para siswa juga diharapkan mampu berekspresi dan lebih menikmati
sastra, seperti puisi, pantun, gurindam, dll.

Dengan mempelajari Bahasa Indonesia Para siswa diharapkan mampu membaca dan memperluas
wawasan mereka serta bisa memperhalus budi pekerti dan juga  bisa semakin menghargai
Bahasa Indonesia dan bangga terhadap bahasa pemersatu bangsa tersebut.

Catatan Akhir

Sesudah menyimak uraian di diatas, kita akan mengetahui tentang pengertian, serta manfaat dan
tujuan dalam mempelajari Bahasa Indonesia. Karena kegunaannya yang sangat besar, maka
mempelajari Bahasa Indonesia baik yang berkaitan dengan tata bahasa maupun perannya dalam
penciptaan karya sastra adalah wajib dilakukan anak didik khususnya maupun masyarakat pada
umumnya.

Dari manfaat dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia, maka buku yang merupakan petunjuk
praktis untuk mahir menggunakan Bahasa Indonesia dihadirkan di ruang publik. Hal ini
dimaksudkan agar anak didik dan masyarakat dapat mengenal, mencintai, dan mengaplikasikan
Bahasa Indonesia sebagai media komunikasi, media meningkatkan ilmu pengetahuan, serta
media penyapaian gagasan melalui karya tulis baik fiksi maupunn non fiksi.

Dengan mengenal, mencintai, dan sanggup menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
diharapkan anak didik dan masyarakat akan semakin mencintai bangsa dan negaranya.
Selanjutnya, mereka diharapkan akan merasa bangga sebagai warga negara Indonesia yang
beradab dan berbudaya.
10
3.4 Pengoptimalan Peran

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia telah menjalankan fungsi-
fungsi yang diembannya. Apa yang harus dilaksanakan adalah peningkatan peran dan fungsi
bahasa Indonesia.

Pertama, meningkatkan fungsinya sebagai lambang kebanggaan dan lambang harga diri bangsa
Indonesia. Dengan fungsi ini, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya, nilai-
nilai harga diri dan martabat bangsa, dan falsafah hidup yang menempatkan bangsa Indonesia
dalam kedudukan yang sama dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Kedua, meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa yang akan
menampakkan ciri khas, sekaligus membedakan bangsa Indonesia dari bangsa-bangsa lain di
dunia. Fungsi pertama dan kedua ini berkaitan erat dengan peningkatan fungsi yang ketiga dari
bahasa Indonesia, yaitu sebagai sarana pemersatu bangsa. Fungsi ini memungkinkan dan
memantapkan kehidupan sebagai bangsa yang bersatu, tetapi tidak sampai menghapuskan latar
belakang sosial budaya dan bahasa daerah. Ketiga fungsi ini berkaitan pula dengan fungsi
keempat bahasa Indonesia yang juga harus ditingkatkan, yaitu bahasa nasional dalam perannya
sebagai sarana perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

11
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menumbuhkan kebanggaan generasi muda terhadap bahasa Indonesia merupakan tanggung


jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan guru dalam melaksanakan membelajaran.
Semua pihak harus memiliki rasa peduli terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dan internasional. Peran guru dalam hal ini sangat besar, karena sekolah merupakan agen
perbaikan semua tingkah laku. Guru dituntut dapat menanamkan sikap bangga terhadap
bahasa Indonesia pada semua siswa melalui peran profesionalnya. Pembelajaran yang
dilaksanakan bukanlah sekadar memberikan pengetahuan kebahasaan kepada siswa, akan
tetapi juga memberikan keterampilan berbahasa yang baik, benar, dan santun, serta
menumbuhkan rasa bangga pada siswa sebagai sikap yang harus dimilikinya.

4.2 Saran

Masyarakat sebaiknya lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia daripada menggunakan


bahasa asing. Anak-anak muda dan mahasiswa - mahasiswa hendaknya meminimalisir
menggunakan bahasa alay, bahasa gaul, dan bahasa sejenis yang dapat mengancam eksistensi
bahasa Indonesia. Para dosen hendaknya menggunakan dan mengajarkan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Pihak swasta hendaknya menggunakan lisan dan tulisan dalam bahasa
Indonesia dalam iklan maupun produk mereka. Para pejabat hendaknya menggunakan bahasa
Indonesia dalam berpidato dan memberikan fasilitas untuk pembinaan bahasa Indonesia.
Penulis sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam lisan
maupun tulisan serta menyederhanakan kalimat untuk menyampaikan suatu gagasan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dendy Sugono. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia.

Dingding Haerudin. …. Makalah Sikap Bahasa Mahasiswa

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung; Alfabeta.

Sumarsono. 2012. Sosiolinguistik. Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Zaenal Arifin. 2017. Bahasa Indonesia; Sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.
Pustaka Mandiri; Tangerang.

13

Anda mungkin juga menyukai