Anda di halaman 1dari 6

 

Jati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi


Dalam era globalisasi, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga
negara Indonesia.   Jati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi

Dalam era globalisasi, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan
oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa
arus oleh penagruh budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan bahkan, tidak cocok dengan
bahasa dan budaya bangsa Indonesia.
Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah
menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan
sikap positif ini dapat dilakukan dengan :
(1)   Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap jika bangsa Indonesia
lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar
pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.
(2)   Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap melalui kesadaran
bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan
dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya.
Disamping itu, disiplin berbahasa Indonesia juga menunjukkkan rasa cinta kepada
bahasa, tanah air dan Negara kesatuan. Sebaliknya apabila yang muncul adalah sikap yang
negatif, maka akan berdampak pada pemakaian bahasa indonesianyang kurang terbina
dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah
pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis
lainyang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

4.12.2    Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif


Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
antara lain:
a.       Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan
bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b.      Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi
tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c.       Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau
mempelajarinya karena dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d.      Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah
menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya
kurang sempurna.
Kenyataan- kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang
negatif dan tidak baik. Hal ini berdampak negatif pula perkembangan bahasa Indonesia.
Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya.
Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain:
a.       Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-
ungkapan asing, padahal semua itu sudah ada pandaannya dalam bahasa Indonesia. Bahkan,
sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia.
Contoh : page (halaman), background (latar belakang), reality (kenyataan), airport
(bandara).
b.      Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata
dan istilah asing. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing
tersebut.
c.       Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asingdengan baik tetapi menguasai
bahasa Indonesia apa adanya. Banyak yang punya kamus asing tapi tidak ada satupun kamus
bahasa Indonesia. Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata
yang sesuai dalam bahasa Indonesia.
Kenyataan dan akibat tersebut kalau tidak diperbaiki akan berakibat perkembangan
bahasa Indonesia. Anggapan bahwa bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata, istilah, dan
ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang dipenuhi kata, istilah dan ungkapan asing
merupakan bahasa Indonesia yang “canggih“ adalah anggapan yang keliru.

4.12.3    Tantangan Bahasa Indonesia


Menurut pendapat Halim (lihat Kompas, 8 Maret 1995, halaman 16) setelah 67
tahun BI dikukuhkan sebagai bahasa persatuan situasi kebahasaan ditandai oleh dua
tantangan. Tantangan pertama, perkembangan BI yang dinamis, tetapi tidak menimbulkan
pertentangan di antara masyarakat. Pada saat yang bersamaan bangsa Indonesia sudah
mencapai kedewasaan berbahasa. Sekarang tumbuh kesadaran emosional bahwa perilaku
berbahasa tidak terkait dengan masalah nasionalisme. Buktinya, banyak orang yang lebih
suka memakai Bahasa Asing.
Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah yang
menimbulkan prasangka yang tetap diidap ilmuan kita yang mengatakan bahwa Bahasa
Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya pandaan
istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu.
Tantangan yang datang dari pemilik dan penutur Bahasa Indonesia sebenarnya
bersumber dari sikap, kesadaran berbahasa yang kemudian tercermin dalam perilaku
berbahasa (Fishman, 1975: 24-28)

4.12.4    Perencanaan Bahasa sebagai Upaya Penanggulangan Tantangan


Berbicara mengenai perencanaan bahasa, Moeliono (1985:5-11) melihat
pembahasannyadari tiga hal, yakni
(3)         perencanaan fungsional
(4)         Perencanaan sebagai proses
(5)         Penamaan yang bervariasi
Perencanaan dilihat dari segi proses meliputi tiga kegiatan, yaitu (1) Perencanaan,
(2) Pelaksanaan, (3) Penilaian (lihat cf. Robin dalam Fasold, 1984:254).
Beberapa perencanaan yang dilakukan (Muclish, 2010:21-25)
4.12.4.1    Peranan Media Massa Ditingkatkan
Dalam kaitan ini, kesadaran dan tanggung jawab para wartawan terhadap
Bahasa Indonesia dan berbahasa Indonesia harus ditingkatkan. Sehingga dakwaan Anwar
(1991:9) yang mengatakan, “Sebenarnya wartawan tampil sebagai perusak bahasa” dapat
dihindari.

4.12.4.2    Pengajaran Kebangsaan Dipertimbangkan Diberikan


Memperhatikan kejadian akhir-akhir ini, yakni timbulnya premanisme,
kenakalan remaja, dan penyalahgunaan rekayasa tumbuhan tertentu memperlihatkan adanya
“krisis jati diri“ yang berpangkal dari pandangan bahwa manusia sebagai subtansi dan
sebagai makhluk yang beridentitas lalu dikaitkan dengan pengembangan Bahasa indonesia
sebagai upaya mempertahankan identitas bangsa, maka pengajaran kebangsaan sebaiknya
dipertimbangkan untuk dalam lembaga pendidikan kita.

Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah
menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan
sikap positif ini dapat dilakukan dengan :
(1)   Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap jika bangsa Indonesia
lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar
pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.
(2)   Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap melalui kesadaran
bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan
dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya.
Disamping itu, disiplin berbahasa Indonesia juga menunjukkkan rasa cinta kepada
bahasa, tanah air dan Negara kesatuan. Sebaliknya apabila yang muncul adalah sikap yang
negatif, maka akan berdampak pada pemakaian bahasa indonesianyang kurang terbina
dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah
pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis
lainyang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

4.12.2    Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif


Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
antara lain:
a.       Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan
bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b.      Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi
tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c.       Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau
mempelajarinya karena dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d.      Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah
menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya
kurang sempurna.
Kenyataan- kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang
negatif dan tidak baik. Hal ini berdampak negatif pula perkembangan bahasa Indonesia.
Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya.
Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain:
a.       Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-
ungkapan asing, padahal semua itu sudah ada pandaannya dalam bahasa Indonesia. Bahkan,
sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia.
Contoh : page (halaman), background (latar belakang), reality (kenyataan), airport
(bandara).
b.      Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata
dan istilah asing. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing
tersebut.
c.       Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asingdengan baik tetapi menguasai
bahasa Indonesia apa adanya. Banyak yang punya kamus asing tapi tidak ada satupun kamus
bahasa Indonesia. Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata
yang sesuai dalam bahasa Indonesia.
Kenyataan dan akibat tersebut kalau tidak diperbaiki akan berakibat perkembangan
bahasa Indonesia. Anggapan bahwa bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata, istilah, dan
ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang dipenuhi kata, istilah dan ungkapan asing
merupakan bahasa Indonesia yang “canggih“ adalah anggapan yang keliru.

4.12.3    Tantangan Bahasa Indonesia


Menurut pendapat Halim (lihat Kompas, 8 Maret 1995, halaman 16) setelah 67
tahun BI dikukuhkan sebagai bahasa persatuan situasi kebahasaan ditandai oleh dua
tantangan. Tantangan pertama, perkembangan BI yang dinamis, tetapi tidak menimbulkan
pertentangan di antara masyarakat. Pada saat yang bersamaan bangsa Indonesia sudah
mencapai kedewasaan berbahasa. Sekarang tumbuh kesadaran emosional bahwa perilaku
berbahasa tidak terkait dengan masalah nasionalisme. Buktinya, banyak orang yang lebih
suka memakai Bahasa Asing.
Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah yang
menimbulkan prasangka yang tetap diidap ilmuan kita yang mengatakan bahwa Bahasa
Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya pandaan
istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu.
Tantangan yang datang dari pemilik dan penutur Bahasa Indonesia sebenarnya
bersumber dari sikap, kesadaran berbahasa yang kemudian tercermin dalam perilaku
berbahasa (Fishman, 1975: 24-28)

4.12.4    Perencanaan Bahasa sebagai Upaya Penanggulangan Tantangan


Berbicara mengenai perencanaan bahasa, Moeliono (1985:5-11) melihat
pembahasannyadari tiga hal, yakni
(3)         perencanaan fungsional
(4)         Perencanaan sebagai proses
(5)         Penamaan yang bervariasi
Perencanaan dilihat dari segi proses meliputi tiga kegiatan, yaitu (1) Perencanaan,
(2) Pelaksanaan, (3) Penilaian (lihat cf. Robin dalam Fasold, 1984:254).
Beberapa perencanaan yang dilakukan (Muclish, 2010:21-25)
4.12.4.1    Peranan Media Massa Ditingkatkan
Dalam kaitan ini, kesadaran dan tanggung jawab para wartawan terhadap
Bahasa Indonesia dan berbahasa Indonesia harus ditingkatkan. Sehingga dakwaan Anwar
(1991:9) yang mengatakan, “Sebenarnya wartawan tampil sebagai perusak bahasa” dapat
dihindari.

4.12.4.2    Pengajaran Kebangsaan Dipertimbangkan Diberikan


Memperhatikan kejadian akhir-akhir ini, yakni timbulnya premanisme,
kenakalan remaja, dan penyalahgunaan rekayasa tumbuhan tertentu memperlihatkan adanya
“krisis jati diri“ yang berpangkal dari pandangan bahwa manusia sebagai subtansi dan
sebagai makhluk yang beridentitas lalu dikaitkan dengan pengembangan Bahasa indonesia
sebagai upaya mempertahankan identitas bangsa, maka pengajaran kebangsaan sebaiknya
dipertimbangkan untuk dalam lembaga pendidikan kita.
http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2013/07/kontaminasi-budaya-asing-karya-tulis.html

Anda mungkin juga menyukai