Anda di halaman 1dari 15

Hambatan Dan Upaya Pemberantasan Tindak Pidana

Perbankan Di Indonesia

Oleh :

Ahmad Ali Gibran Putra Musafak 1810611331


Muhammad Ifran Wiguna 1810611333
Afrisya Rahmany 1810611350
Alisya Nur Hidayah Rizki 1810611347

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah dengan judul “Hambatan Dan Upaya Pemberantasan Tindak Pidana
Perbankan Di Indonesia” ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Perbankan. Penulis berharap makalah tentang jaminan resi gudang dapat menjadi
referensi bagi masyarakat.

Kami Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena
kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini
dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan
maupun konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 10 Maret 2021

Para Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………….…………... i

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….….. ii

Daftar Isi……………………………………………………………………………………...... iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………… 1

a. Latar Belakang……………………………………………………………………… 1
b. Rumusan Masalah dan Tujuan…………………………………………………….. 3

BAB II PEMBAHASAN…….………………………………………………………………. 4

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………. 11

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………. 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
B ank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara,
bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem
keuangan dan sistem pembayaran dunia. Bisnis perbankan memiliki banyak sekali resiko
(full risk business) karena tentunya berkaitan dengan uang dan keuangan. Di samping
resiko perbankan yang besar, bisnis ini tentunya dapat menghasilkan keuntungan yang
sangat besar apabila dikelola dengan baik dan benar. Perbankan merupakan salah satu
bisnis yang membutuhkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat.
Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting,
apalagi pada saat ini ambruknya suatu bank akan mempunyai rantai atau domino effect,
yaitu menular kepada bank-bank lain yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat
mengganggu fungsi sistem keuangan dan sistem pembayaran dari negara yang
bersangkutan. 1
Dalam usaha menghimpun dana tersebut, bank harus mengenal sumber-sumber
dana yang terdapat di dalam berbagai lapisan masyarakat dengan bentuk yang berbeda-
beda pula. Dalam garis besarnya sumber dana bagi sebuah bank ada tiga, yaitu dana yang
bersumber dari bank sendiri, dana yang berasal dari masyarakat luas, dan dana yang
berasal dari Lembaga Keuangan, baik berbentuk bank maupun non bank. Dana pihak
ketiga merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan
ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini.
Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber
lainnya. Mudah dikarenakan asal dapat memberikan bunga yang relatif lebih tinggi dan
dapat memberikan fasilitas menarik lainnya seperti hadiah dan pelayanan yang
memuaskan menarik dana dari sumber ini tidak terlalu sulit.
Peristiwa demi peristiwa telah menimpa keberadaan dana pihak ketiga.

1
Adrian Sutedi, 2007, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar
Grafika, Jakarta, Hal. 1

1
Banyak kasus Tindak Pidana perbankan yang dilakukan di Indonesia dan modus
yang dilakukan semua berbeda-beda. Mirisnya pelaku yang melakukan tidak jauh dari
kalangan orang internal Bank itu sendiri. Terbanyak kasus tindak pidana perbankan
banyak terjadi pada Bank BUMN. Beberapa tindak kejahatan perbankan yang sering
terjadi seperti; penipuan yang dilakukan oleh orang dalam perbankan, dan bentuk
transaksi bank telah pula menyebabkan perbankan dapat digunakan sebagai sarana untuk
menyembunyikan dan atau mengaburkan asal usul dana yang berasal dari tindak pidana.
Tindak kejahatan perbankan khususnya perbankan yang merupakan Badan Usaha
Milik negara bisa dikategorikan sebagai, merugikan keuangan negara, sehingga bisa
2
masuk ke dalam tindak pidana korupsi. Sebagai contoh kasus kejahatan perbankan
adalah kasus pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp 16,63
miliar yang dilakukan senior relationship manager (RM) bank tersebut. Inong Malinda
Dee, selaku RM, menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip
penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah. Aksi yang dilakukan oleh Malinda
tersebut merupakan salah satu peristiwa fraud perbankan terbesar yang pernah terjadi di
Indonesia. Fraud atau kecurangan merupakan penipuan yang sengaja dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang sehingga menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh
pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan.
Kecurangan umumnya terjadi karena tiga hal utama, yaitu adanya tekanan untuk
melakukan penyelewengan, adanya kesempatan yang bisa dimanfaatkan serta adanya
pembenaran terhadap tindakan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, tulisan ini memfokuskan pada Hambatan dan Upaya
Pemberantasan Tindak Pidana Perbankan di Indonesia. Penelitian ini akan membahas
Bagaimana hambatan yang dihadapi dalam mencegah kejahatan tindak pidana perbankan
di Indonesia? Bagaimana upaya yang dilakukan guna menanggulangi hambatan tersebut?
Lalu kami juga ingin tahu bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana
penggelapan dana nasabah yang dilakukan oleh pihak perbankan

2
Shinta Agustina, ‘Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali Dalam Sistem Peradilan Pidana’, Masalah-
Masalah Hukum, 44.4 (2015), Hlm. 506.

2
b. Rumusan Masalah
a. Apa saja hambatan atau kendala yang dihadapi dalam mencegah kejahatan tindak
pidana perbankan? Lalu bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk
menanggulangi hambatan?
b. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana penggelapan dana
nasabah yang dilakukan oleh pihak perbankan ?

3
C. Pembahasan

1. Hambatan dalam pemberantasan kejahatan tindak pidana perbankan dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:
 Hambatan Struktural merupakan suatu hambatan yang memiliki sumber
praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat
penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang
termasuk egoisme sektoral dan institusional yang menjurus pada pengajuan
dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa memperhatikan
kebutuhan nasional secara keseluruhan serta berupaya menutup-nutupi
penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di sektor dan instansi yang
bersangkutan; belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif; lemahnya
koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum; serta
lemahnya sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi positif dengan
berbagai penyimpangan dan inefesiensi dalam pengelolaan kekayaan negara
dan rendahnya kualitas pelayanan publik. 3
 Hambatan Kultural merupakan suatu hambatan yang bersumber dari kebiasaan
negatif yang berkembang di masyarakat Yang termasuk dalam kelompok ini di
antaranya: masih adanya ”sikap sungkan” dan toleran di antara aparatur
pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana perbankan;
kurang terbukanya pimpinan instansi sehingga sering terkesan toleran dan
melindungi pelaku korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif
dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen untuk
menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa bodoh)
sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.
 Hambatan Instrumental merupakan suatu hambatan yang bersumber dari
kurangnya instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan
yang membuat penanganan tindak pidana perbankan tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini contohnya yaitu
masih terdapat peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih sehingga
3
Inanews, Bentuk tindak pidana perbankan kebanyakan pelakunya orang, diakses melalui
(https://www.inanews.co.id/2020/05/bentuk-tindak-pidana-perbankan-kebanyakan-pelakunya-orang) diakses
pada 15 maret 2021

4
menimbulkan tindakan koruptif berupa penggelembungan dana di lingkungan
instansi pemerintah; belum adanya “single identification number” atau suatu
identifikasi yang berlaku untuk semua keperluan masyarakat (SIM, pajak, bank,
dll.) yang mampu mengurangi peluang penyalahgunaan oleh setiap anggota
masyarakat; lemahnya penegakan hukum penanganan korupsi; serta sulitnya
pembuktian terhadap tindak pidana korupsi.
 Hambatan Manajemen merupakan suatu hambatan yang bersumber dari
diabaikan nya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik
(komitmen yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang
membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini contohnya yaitu : kurang
komitmen nya manajemen (Pemerintah) dalam menindaklanjuti hasil
pengawasan; lemahnya koordinasi baik di antara aparat pengawasan maupun
antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum; kurangnya dukungan
teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan; tidak independen
nya organisasi pengawasan; kurang profesional nya sebagian besar aparat
pengawasan; kurang adanya dukungan sistem dan prosedur pengawasan dalam
penanganan korupsi, serta tidak memadai nya sistem kepegawaian di antaranya
sistem rekrutmen, rendahnya ”gaji formal” PNS, penilaian kinerja dan reward
and punishment.4
2. Upaya menanggulangi hambatan
a) Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang
berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-
hari. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan
pelayanan publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa dibebani
biaya ekstra/ pungutan liar5. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada:
• Penyempurnaan Sistem Pelayanan Publik
• Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik
• Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik

4
Purwoto S.Gandasubrata. 1990. Tanggung jawab Pidana/Perdata pengurus dan pimpinan bank. t.t.:Varia
Peradilan.
5
Bahrulkifli. 1991. Peran dan upaya Bank Indonesia dalam menanggulangi tindak pidana dibidang perbankan. t.t :
Varia Peradilan.

5
• Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan Publik, dengan kegiatan-
kegiatan prioritas sebagaimana terlampir dalam matriks
b) Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan
pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia serta memberikan
akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan
masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi. 6 Langkah-langkah
prioritas ditujukan pada :
• Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan Negara
• Penyempurnaan Sistem Procurement/ Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah
• Penyempurnaan Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara, dengan
kegiatankegiatan prioritas
c) Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi. Tujuannya adalah untuk menegakkan prinsip “rule of law,”
memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses
pemberantasan korupsi. Langkahlangkah prioritas ditujukan pada:
• Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat
• Penyempurnaan Materi Hukum Pendukung
d) Tampaknya memasukan ke lembaga pemasyarakatan (penjara) bagi koruptor
bukan merupakan cara yang menjerakan atau cara yang paling efektif untuk
memberantas korupsi. Apalagi dalam praktik lembaga pemasyarakatan justru
menjadi tempat yang tidak ada bedanya dengan tempat di luar lembaga
pemasyarakatan asal nara pidan korupsi bisa membayar sejumlah uang untuk
mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang tidak beda dengan pelayanan dan
fasilitas di luar lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, muncul istilah
lembaga pemasyarakatan dengan fasiltas dan pelayanan mewah. Melihat pada
kondisi seperti ini, maka perlu dipikirkan cara lain agar orang merasa malu dan
berpikir panjang untuk melakukan korupsi. Cara yang dapat dilakukan antara

6
H. Edhi Siswoko. 1991. Pembahasan atas makalah peranan dan upaya Bank Indonesia dalam penanggulangan
tindak pidana dibidang perbankan. t.t.: Varia Peradilan

6
lain adanya ketentuan untuk mengumumkan putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap atas kasus korupsi melalui media masa. Ketentuan ini
selain untuk memberikan informasi kepada publik juga sekaligus sebagai sanksi
moral kepada pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu, perlu juga ditambah
sanksi pencabutan hak kepada terdakwa kasus korupsi. Hal ini sangat penting
untuk memberikan pembelajaran bahwa pengemban jabatan publik adalah
pribadi yang bermoral dan berintegritas tinggi.
e) Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi ini harus dilakukan
secara terpadu dan terintegrasi dengan satu tujuan, yaitu untuk memberantas
korupsi. SDM penegak hukum harus berasal dari orang-orang pilihan dan
mempunyai integritas tinggi. Sudah saatnya diakhiri terjadinya ego sektoral atau
ego institusional di antara lembaga penegak hukum. Negara juga perlu
memikirkan bagaimana agar tingkat kesejahteraan bagi para penegak hukum itu
baik, tidak berkekurangan dan menjadi penegak hukum yang bersih.
Membudayakan sikap jujur dan takut akan Tuhan sejak dini dalam lingkungan
keluarga merupakan langkah awal dalam memberantas korupsi 7, sehingga tidak
ada lagi istilah “sapu yang digunakan untuk membersihkan adalah sapu kotor”

7
Kornelius Benuf Simanjuntak., Supriardoyo, ‘Relevansi Nilai Ketuhanan Dan Nilai Kemanusiaan Dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi’, DIVERSI : Jurnal Hukum, 6.1 (2020), Hlm. 34

7
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana penggelapan
dana nasabah yang dilakukan oleh pihak perbankan
 Penerapan Hukum Terhadap Penggelapan Dana Simpanan Nasabah Bank
berikut Marwan Effendy menghimpun beberapa putusan Mahkamah Agung
dayang telah merumuskan pengertian penggelapan, antara lain8:
1) Berdasarkan Putusan MA No. 681/K/Kr/1986, tanggal 17 April 1986,
penjualan barang-barang jaminan milik saksi oleh tersangka tanpa izin
saksi merupakan penggelapan;
2) Berdasarkan Putusan MA No. 69/K/Kr/1959, tanggal 11 Agustus 1959,
unsur memiliki dalam pasal ini, berarti menguasai suatu barang
bertentangan dengan sifat dan hak yang dimiliki atas benda itu;
3) Berdasarkan Putusan MA No. 242/K/Kr/1957, tanggal 8 Februari 1958,
penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang
digelapkan, sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
tidak berubah menjadi keperdataan;

Sebagaimana diatur didalam Pasal 7 huruf b yang sebelumnya telah dijelaskan


diatas tentang Kewajiban Pelaku Usaha. Perbuatan yang dilakukan oleh bank kepada
nasabah, tidak memberikan informasi yang jelas tentang karyawannya dan nasabah tidak
mengetahui trek rekot dari karyawan tersebut. Karyawan bank yang sering menjemput
dana nasabah, dana tersebut disalahgunakan dengan memasukkan dana tersebut ke
rekening penjemput dana nasabah atau pegawai bank, sehingga nasabah menggalami
kerugian. Bank sebagai pelaku usaha harus bertanggung jawab, mengganti kerugian
terhadap nasabah. Tanggung jawab pelaku usaha telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 Tentang tanggung jawab
pelaku usaha yang menyatakan:

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,


pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan;

8
Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Op Cit, hlm. 44

8
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi;
4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan;
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen. Didalam tanggung jawab pelaku usaha
Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan bahwa seorang tidak saja bertanggung
jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri, akan tetapi juga
untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah
pengawasannya. Didalam Pasal 1367 KUHPerdata tersebut menjelaskan
bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri,
melainkan orang tersebut harus tanggung jawab pula terhadap sebuah
kerugian yang disebabkan oleh orang lain yang menjadi tanggungannya.
Bank sebagai majikan yang bertanggung jawab atas perbuatan melawan
hukum dari para pegawainyan atau karyawannya. Tanggung jawab ini tidak
tergantung pada kesalahan apa pun yang dilakukan oleh majikan (tanggung
jawab mutlak).9

Hak-hak Nasabah sebagai berikut :

1) Nasabah berhak untuk mengetahui secara terinci tentang produkproduk perbankan


yang ditawarkan. Hak ini merupakan hak utama nasabah, karena tanpa penjelasan
secara terinci dari bank melalui customer servicenya, maka sangat sulit nasabah untuk
memilih produk perbankan yang sesuai dengan kehendak nasabah, hak-hak yang akan

9
Wuria Eli Dewi, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet I, Graha Ilmu, Jogyakarta, h.37

9
diterima oleh nasabah apabila nasabah akan menyerahkan dananya kepada bank untuk
dikelola;
2) Nasabah berhak untuk mendapatkan bunga atas produk tabungan dan deposito yang
telah diperjanjikan terlebih dahulu.

Kewajiban bank terhadap nasabah di antaranya sebagai berikut:

1) Kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah, yaitu “segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya
(Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998);
2) Kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah, yang dalam kaitannya dengan
tanggung jawab mengamankan uang nasabah perlu mengadakan suatu jaminan simpanan
uang pada bank. 3) Kewajiban untuk menerima sejumlah uang dari nasabah, dengan
mengingat fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dana masyarakat, maka bank
berkewajiban untuk menerima sejumlah uang dari nasabah atas produk perbankan yang
dipilih, seperti tabungan dan deposito.
3) Kewajiban untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan kepada masyarakat.
Adapun kewajiban yang dimaksud adalah bank wajib melaporkan kegiatan banknya
kepada masyarakat secara transparan, artinya selama kurun waktu tertentu.
4) Kewajiban bank untuk mengetahui secara mendalam tentang nasabah-nya. Adapun yang
dimaksud dengan kewajiban ini adalah bank wajib meminta keterangan bukti diri dari
nasabah, dengan maksud mencegah hak-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari
apabila seseorang akan mengambil atau menarik uangnya dari bank yang bersangkutan10

10
http://asma1981.wordprss.co.id/2012/09/perlindungan-hukumterhadap-nasabah.html, Diakses Pada Tanggal 15
September 2017

10
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan

Hambatan dalam pemberantasan kejahatan tindak pidana perbankan selalu saja ada dan
sudah menjadi masalah yang berulang oleh karena itu nasabah selaku penyimpan dana
perlu mendapatkan informasi secara jelas dan selengkap-lengkapnya serta memberikan
perlindungan hukum atas dana yang disimpannya tersebut, karena masyarakat
menyimpan dananya hanya didasarkan atas kepercayaan bahwa nasabah percaya dana
yang disimpan akan digunakan oleh bank sesuai dengan usaha bank dan tidak
menyimpang dari maksud dan tujuan usaha bank, karena hubungan antara bank nasabah
merupakan yang didasarkan atas kepercayaan, dan hubungan yang didasarkan perjanjian
penyimpanan. Serta bentuk pelaksanaan pertanggung jawaban bank terhadap nasabah
penyimpan dana yang dirugikan dilakukan dengan memberikan ganti rugi sepanjang
nasabah mampu membuktikan bahwa dia dirugikan, dalam bentuk penggantian uang
kerugian, maupun penggantian produk/ barang dan jasa yang memiliki nilai tukar sesuai
kerugian yang telah diderita konsumen. Dengan cara terlebih dahulu bank mengganti
semua kerugian sepenuhnya, namun bank yang nantinya akan berurusan dengan kariawan
atau/ pegawai bank tersebut dengan mengganti sepenuhnya atau sebagian dari dana yang
telah dikeluarkan oleh pihak bank.

11
DAFTAR PUSTAKA
 Adrian Sutedi, 2007, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan,
Sinar Grafika, Jakarta, Hal. 1

 Shinta Agustina, ‘Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali Dalam Sistem Peradilan Pidana’,
Masalah-Masalah Hukum, 44.4 (2015), Hlm. 506.

 Inanews, Bentuk tindak pidana perbankan kebanyakan pelakunya orang, diakses melalui
(https://www.inanews.co.id/2020/05/bentuk-tindak-pidana-perbankan-kebanyakan-pelakunya-orang)
diakses pada 15 maret 2021
 Purwoto S.Gandasubrata. 1990. Tanggung jawab Pidana/Perdata pengurus dan pimpinan bank. t.t.:Varia
Peradilan.
 Bahrulkifli. 1991. Peran dan upaya Bank Indonesia dalam menanggulangi tindak pidana dibidang
perbankan. t.t : Varia Peradilan.
 H. Edhi Siswoko. 1991. Pembahasan atas makalah peranan dan upaya Bank Indonesia dalam
penanggulangan tindak pidana dibidang perbankan. t.t.: Varia Peradilan
 Kornelius Benuf Simanjuntak., Supriardoyo, ‘Relevansi Nilai Ketuhanan Dan Nilai Kemanusiaan Dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi’, DIVERSI : Jurnal Hukum, 6.1 (2020), Hlm. 34
 Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Op Cit, hlm. 44
 Wuria Eli Dewi, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet I, Graha Ilmu, Jogyakarta, h.37
 http://asma1981.wordprss.co.id/2012/09/perlindungan-hukumterhadap-nasabah.html, Diakses Pada
Tanggal 15 September 2017

12

Anda mungkin juga menyukai