Anda di halaman 1dari 6

Edukasi Pada Pasien Penderita Benign Prostate Hyperplasia

(BPH) Pada Manula Di RSUD Margono Soekarjo,


Purwokerto.
Sandya Naufal Budiyanto
Prodi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
sandya.bdiyanto@student.uns.ac.id

Abstract. By becoming a doctor, there are so many important things that the doctor must
have, beside healing the patient, such as educating the patient, especially in this case, the
patient with BPH disease . With a good technique of educating, the doctor expects that the
patient which is commonly over 50 years of age could choose the next step wisely.

Keywords: educate,BPH

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Banyak orang berfikir bahwa skill mengobati dokter adalah yang terpenting. Namun, ada
bagian yang tak kalah penting dari pengobatan itu sendiri. Salah satunya adalah hubungan pasien
dan dokter. Berdasarkan hasil konsil kedokteran Indonesia, diketahui bahwa
sebagian dokter di Indonesia merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang
bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperluny Sehingga, dikhawatirkan
dokter tidak mendapat informasi yang cukup dan tepat untuk menentukan diagnosis secara
maksimal
Hubungan dokter dan pasien adalah landasan dimulainya interaksi dokter terhadap pasien
mulai dari proses history taking untuk menyimpulkan diagnosis, proses edukasi pasien, hingga
proses pengobatan. Edukasi berguna agar sang pasien bisa memilih tindakan terbaik bagi
pengobatannya. Selain itu, edukasi juga berperan dalam mengurangi terjadinya errors(Sachdeva &
Blair, 2004).
Komunikasi efektif dokter-pasien: penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang
diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien, sehingga diperoleh
alternatif untuk mengatasi permasalah pasien (Indonesia, 2006). Komunikasi efektif yang
dilakukan dokter dan pasien akan membawa kenyamanan bagi kedua belah pihak. Bebercapa
contoh komunikasi yang terjalin itu efektif adalah pasien merasa didengarkan oleh dokter,
sehingga dokter turut bisa merasakan berbagai kondisi yang dialami pasien. Kemudian pasien
menjadi paham tentang penyakit yang dideritanya, sehingga pasien dengan senang hati mengikuti
anjuran-anjuran dari dokter. Contoh lain dari akibat terjadinya komunikasi efektif antara dokter da
pasien adalah pasien dan dokter merasa sepakat bahwa pasien bersikap kooperatif seingga dokter
lebih mudah melakukan pengobatan dan perawatan.
Pada saat seorang laki-laki sudah mencapai usia yang cukup tua, biasanya akan mengalami
lower urinary tract symtomps (LUTS). Diperkirakan LUTS ini mulai muncul ketika seseorang
sudah melewati umur 50 tahun(Montorsi & Mercadante, 2013). Seorang lelaki yang sudah berusia
lebih dari 50 tahun punya faktor resiko yang lebih tinggi dari lelaki yang berusia dibawah 50 tahun
sebesar 6,24 kali (Amalia, 2013).Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau secara umum biasa
disebut penyakit pembesaran prostat. Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis,
yaitu adanya hiperplasia sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat Hingga saat ini belum bisa
diketahui apa penyebab pasti dari BPH. Namun ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab penyakit ini. Yang pertama karena peningkatan kadar dihydrotestosterone (DHT),
kemudian adanya ketidakseimbangan kadar estroge dan testosterone pada tubu, yang ke tiga ada
adalah terjadinya interaksi sel stroma dan sel prostat. Dan yang terakhir adalah berkurangnya
kematian sel (apoptosis). Namun, ada juga faktor resiko BPH dari sumber yang lain. Contohnya ,
kurangnya aktivitas fisik, diet rendah serat, konsumsi vitamin E, konsumsi daging merah, obesitas,
sindrom metabolik, inflamasi kronik pada prostat, dan penyakit jantung.
Pemeriksaan awal pada pasien penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah
anamnesis. Anamnesis sangat berguna guna mendapatkan data-data penting untuk menindaklanjuti
tindakan dokter ke pasien penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Data-data penting yang
harus diambil ketika anamnesis adalah
• keadaan yang dikeluhkan dan berapa lama keluhan itu sudahmengganggu;
• Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami
cedera, infeksi, kencing berdarah (hematuria), kencing batu, atau pembedahan pada
saluran kemih);
• Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual;
• Riwayat konsumsi obat yang dapat menimbulkan keluhan berkemih
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik urologism, yang nanti meliputi
pemeriksaan fisik ginjal dan dan kandung kemih yang dilakukan secara perkusi dan palpasi.yang
berikutnya ada pemeriksaan colok dubur (rectal toucher). Dengan pemeriksaan ini, dapat diraba
dan diketahui kondisi prostat pada tubuh pasien. Adapun pemeriksaan yapenunjang yang dapat
dilakukan adalah urinalisis, pemeriksaan PSA, menilai pancaran urin, menilai residu urin (sisa urin
yang tertinggal di kandung kemih)
Prosedur yang dilakukan untuk penyakit ini adalah dengan cara mengambil atau
menghancurkan jaringan prostat, tetapi metode ini bisa mengakibatkan efek samping di masa
mendatang(Woo et al., 2011)

b. Rumusan Masalah
 Bagaimana cara mengedukasi pasien-pasein penderita BPH?
 Apa saja faktor yang dapat menghambat proses edukasi?
 Apa saja hal-hal yang bisa menjadi indikasi bahwa edukasi yang diberikan ke
pasien itu efektif?
c. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengamati secara kualitatif bagaimana cara seorang dokter
dalam mengedukasi pasien-pasien penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH), kemudian hal
apa saja yang bisa menjadi penghambat dalam proses edukasi ke pasien penderita penderita
Benign Prostate Hyperplasia (BPH), dan apa saja hal-hal yang bisa menjadi indikasi bahwa
edukasi yang diberikan dokter ke pasien tersebut efektif. Serta berharap kepada pembaca yang
masih duduk di bangku kuliah agar tidak melulu memikirkan nilai akademik saja, namun juga
memikirkan kehidupan social selama berkegiatan di kampus. Karena masih banyak sekali nilai-
nilai sosial di luar sana yang tidak akan bisa ditemukan di buku-buku kedokteran. Nilai-nilai sosial
ini akan bisa membantu kita dalam membangun hubungan komunikasi antara dokter dan pasien
ketika kita sudah menjadi dokter.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi objek yang alami, peneliti sebagai instrumen kunci,
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan dokter yang
bersangkutan dan mengamati dokter.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari wawancara bersama dokter yang bersangkutan
didapat bahwa cara mengedukasi pasien terkena pembesaran prostat/BPH itu bermacam-macam.
yang membedakan pasien yang satu dengan pasien yang lain adalah derajat/kelas BPH nya. BPH
ada 3kelas. Jika masih kelas BPH yang pertama (awal-awal terkena BPH) maka edukasinya hanya
sebatas membahas gaya hidupnya. Terutama pola makan. Contohnya jangan banyak
mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat-zat diuretic contohnya kopi,teh, dan lain-lain. Larangan
mengonsumsi diuretik ini bertujuan agar tidak terjadi spasme pada sfingter eksterna, yang
menyebabkan terjadinya retensi urin. Jika penderita sudah terkena tahap 2 dari BPH, maka
edukasinya tetap seperti di awal, namun dengan penambahan obat sesuai ijin dari dokter. Jika pada
kontrol selanjutnya pasein masih belum sembuh, itu menandakan pasien sudah masuk BPH tahap
3,
yang mana nanti setelah edukasi dan penambahan obat, akan dilakukan tindakan bedah di tubuh
pasien.
Adapun faktor-faktor yang bisa menghambat edukasi ke pasien adalah pendidikan dari pasien
yangbersangkutan. Banyak hal yang pasien anggap itu normal tetapi bagi dokter hal tersebut
adalah hal
hal yang perlu dipertanyakan. Contohnya nokturia. Dimana penderita itu sering kencing di malam
hari. Pasien tentu akan ceirta ke dokter bahwa kencingnya baik-baik saja, padahal nokturia itu
sendiri
adalah salah satu gejala-gejala penyakit BPH. Oleh karena itu, dokter terkadang harus melihat dari
sisi lain tentang hal-hal yang diceritakan pasien, karena bisa jadi apa yang dianggap pasien
normal,
namun dianggap dokter hal itu bermasalah.
Kemudian, indikasi yang menjadikan edukasi yang dilakukan dokter itu efektif itu pasien menuruti
saran dan petunjuk dari dokter. Hal lain yang bisa dijadikan indikasi adalah kesembuhan pasien,
meskipun hal tersebut tidak mutlak, karena dokter hanya berusaha, adapun kesembuhan adalah
kehendak Tuhan.

SIMPULAN
Setelah dilakukan pengamatan dan wawancara adalah edukasi yang dilakukan pasien penderita
Benign Prostate Hyperpalsia (BPH) adalah sama, walaupun ada beberapa tahap dalam BPH. Di
tahap seanjutnya, hanya akan ada tindakan lanjutan dari dokter. Di tingkat lebih lanjut, ada
tambahan berupa pemberian obat. Jika saat kontrol berikutnya masih mengeluhkan hal yang sama,
maka langkah terakhir adalah dilakukan prosedur operasi bedah. Faktor penghambat terbesar
adalah tingkat pendidikan yang masih rendah, kaena saat anamnesis, hal tersebut bisa
mengakibatkan salah persepsi antara pasien dan dokter, sehingga seorang dokter harus benar-benar
mengerti latar belakang pasein, sehingga bisa mengantisipasi timbulnya beda atau salah persepsi .
Lalu indikasi utama edukasi itu efektif adalah pasien bisa mengikuti anjuran-anjuran yang
disarankan oleh dokter. Indikasi yang lain adalah kesembuhan pasien, meskipun hal tersebut
tidaklah mutlak. Karena sembuh tidaknya seorang pasien adalah kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

SARAN
Mahasiswa kedokteran yang masih duduk di bangku kuliah seringkali menyampingkan hal-hal
selain pengobatan. Padahal, masih banyak yang harus dipelajari selain pengobatan. Mulai dari
edukasi, memberi empati dan simpati kepada pasien,dan lain-lain. Mahasiswa kedokteran
diharapkan lebih bisa memperhatikan skill dalam memberi edukasi serta memberi empati dan
simpati kepada pasien, yang mana tentu saja skill-skill tersebut tidak didapat dengan cara hanya
berdiam diri membaca buku, namun dengan cara dipraktikan secara langsung. Mungkin dengan
senantiasa aktif kegiatan-kegiatan UKM di lingkungan fakultas dan kampus sangat bisa membantu
mahasiswa untuk meningkatkan skill-skill sosial yang bisa melatih kita bagaimana berinteraksi
dengan baik dengan orang lain, bagaimana menghadapi orang yang lebih senior maupun orang
yang lebih junior

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Purnomo , Basuki B. (2011). Dasar-Dasar Urologi. Malang: Sagung Seto.
Umbas, Rainy, dkk. (2015). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak
(Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). Jakarta : Ikatan Ahli Urologi Indonesia

Jurnal

Amalia, R. (2013). Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak. Tesis.


Indonesia, K. K. (2006). Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. In Konsil Kedokteran Indonesia.
Montorsi, F., & Mercadante, D. (2013). Diagnosis of BPH and treatment of LUTS among GPs: A
European survey. International Journal of Clinical Practice. https://doi.org/10.1111/j.1742-
1241.2012.03012.x
Sachdeva, A. K., & Blair, P. G. (2004). Educating surgery residents in patient safety. Surgical
Clinics of North America. https://doi.org/10.1016/j.suc.2004.06.004
Woo, H. H., Chin, P. T., McNicholas, T. A., Gill, H. S., Plante, M. K., Bruskewitz, R. C., &
Roehrborn, C. G. (2011). Safety and feasibility of the prostatic urethral lift: A novel,
minimally invasive treatment for lower urinary tract symptoms (LUTS) secondary to benign
prostatic hyperplasia (BPH). BJU International. https://doi.org/10.1111/j.1464-
410X.2011.10342.x
Lampiran

TRANSKRIP WAWANCARA
Sandya : Gimana sih dok cara edukasi ke pasien-pasien penderita bph?

Dokter; jadi sy jelaskan dulu, jadi bph itu penyebabnya di ada perbedaan perkembangan hormone,
yang nanti menyebabkan hyperplasia. Nanti gejala gejalanya kaya urin gak tuntas, ada urgensi
kencing, ada nocturia,yaitu kencing setelah tidur lebih dari sekali. Jadi edukasi ke pasien
tergantung derajatnya. Jadi bph itu ada derajat-derajat nya. Ada derajat ringan sedang berat. Jadi di
buku lama itu gejala-gejala prostat Namanya sindroma prostatismus , tapi di jurnal yang baru2 ini
Namanya LUTS. Jadi kalo derajatnya bph pasien masih awal maka kita beri edukasi yang
menyinggung lifestyle. Contohnya : pak jangan minum kopi, pak jangan minum ini. Kenapa?
Soalnya itu bersifat deuretik. Yang mana nanti spasme pada sfingternya. Jadi muncullah retensi
urine. Mungkin jangan nahan kencing, jaga pol makanan, jika pedas nnti menstimulasi mukosa
uretra, mengakibatkan disuri, manifestasinya nyeri kencing. Watchrul wating, salah satu edukasi
kaya melarang obat2 flu, asma, jangan nahan kencing.
Minum itu diatur. Jangan minum 2 jam sebelum tidur. Tapi jangan ngurangi jumlah minum dalam
sehari. Kenapa? Soale kalo udah ada gangguan prostat, akan menyebabkan nocturia. Jadi utk
melihat derajat itu bisa lihat dari IPSS. Yang didapat melalui anamnesis. Kalo udah agak berat,
edukasi tetap kaya tahap awal tapi dengan tambahan obat dengan ijin dokter. Kalo udah berat,
nanti jika dipasang kateter masih blm bisa kencing, maka nanti disarankan operasi. Jadi tahap
pertama itu gaya hidup, kedua itu pola hidup plus obat-obatan, ters ke 3 edukasinya operasi. Ada
pertanyaan lagi?

Sandya: faktor yang menghambat edukasi ada apa aja?

Dokter : tingkat Pendidikan. Jadi permasalaahan orang yang punya bph, kencingnya sering. Jadi
ketika ditanya mhsw kedokteran/coass tentang pipisnya, pasien malah jawab pipise mboten nopo-
nopo kok mas, malah lancer,diluk diluk pipis. Padahal, normal nya terbentuk pipis itu 4-6 jam.
Baru menimbulkan rangsangan untuk kencig, karena jika buli terisi 200ml itu baru mulai
terangsang. Jadi kitra gak bisa terlalu percaya pada pasien, terlebih dengan latarbelakang
Pendidikan yang ga teralu tinggi. Karena apa yang dianggap pasien itu normal, malah bisa itu
adalah tanda2 sudah menunjukkan gejala penyakit2 nya. Jadi menurut sisi pasien normal, menurut
sisi dokter itu salah. Bisa juga karena kesadaran psasien. Missal ga nurut disuruh dokter
melakuakan sesuatu, dan lain2

Sandya: apa aja sih dok hal-hal yang bisa jadi indikasi yg dilakukan dokter ke pasien itu efektif?

Dokter: efektif kalo dia nurut, hasilnya bagus. Jadi setelah ontorl hasilnya bagus. Walaupun itu
bukan satu satunya.

Sandya: makasiih dok.

Anda mungkin juga menyukai