1. To Use Or Not To Use: Mobile Learning? (Alomary, Woollard, & Evans. 2017.
Southampton Education School, University of Southampton)
Pengertian Mobile Learning
Winters (2006) dalam Murhaini (2016:60) 4 aspek perspektif m-learning:
(a) Teknosentris (Technocentric) -> pembelajaran yang menggunakan peralatan
(device) bergerak seperti PDA, telepon genggam, iPod, tablet PC, Play Station
Portable, dll.
Clark Quinn (2000): m-learning dipandang sebagai suatu model pembelajaran
yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bergerak.
(b) Berhubungan dengan e-learning (Relationship to e-learning) ,
(c) Perluasan Pendidikan Formal (Augmenting formal education), menurut
perspektif ini, m-learning dipandang sebagai suatu perluasan dari pendidikan
formal semata.
Berdasarkan sejumlah literatur m-learning, ciri pendidikan formal -> pengajaran
tatap muka, ceramah.
Peters (1998) pendidikan jarak jauh dalam bentuk korespondensi sudah eksis
100 tahun lebih.
-> m-learning pada dasarnya berkaitan dengan tempat pembelajaran
berlangsung, tidak hanya bentuk tradisional seperti di dalam kelas, melainkan
juga di luar kelas.
(d) berpusat pada Pembelajar (Learner-centered), perspektif terakhir
mengemuka dengan kuat berdasarkan studi dan proyek mutakhir tentang m-
learning yang dilakukan di Eropa, Australia dan Amerika Serikat (Cochrane,
2011).
4. Motivasi:
Dengan menggunakan metode gamifikasi, seperti mempelajari papan pemimpin
dan simbol status sosial lainnya seperti lencana pembelajaran, sistem
pembelajaran seluler sebenarnya dapat membuat pembelajaran lebih
menyenangkan dan menarik.
Kekurangan
1. Layar Kecil:
Kadang-kadang layar kecil yang nyaman pada ponsel bisa menjadi kerugian
besar, karena membaca dokumen di layar kecil dapat menyebabkan ketegangan
mata.
Banyak dari kita pasti pernah mengalami ini!
2. Rawan Gangguan:
Pengguna smartphone yang sangat terhubung dapat menerima, (atau bahkan
berharap untuk menerima), SMS, media sosial atau pemberitahuan berita
selama sesi pembelajaran seluler.
Hal ini mengurangi rasa kesendirian siswa, yang dapat menurunkan tingkat
keterlibatan siswa vs pengalaman kelas.
3. Melampaui teknologi
Hal ini dapat dikatakan pada sebagian besar aplikasi ponsel pintar. Kursus
pembelajaran seluler dapat menghabiskan baterai dengan cepat dan kesulitan di
area dengan konektivitas yang buruk, yang mengarah ke pengalaman
pembelajaran yang tidak sengaja terfragmentasi sehingga mengurangi
keterlibatan.
4. Kurangnya standardisasi:
Masalah kompatibilitas perangkat mungkin muncul karena kurangnya
standardisasi di ponsel pintar.
Peserta didik mungkin memiliki perbedaan: OS, versi OS tersebut, ukuran layar,
masa pakai baterai dan sebagainya.
Akibatnya, beberapa pelajar mungkin tidak dapat memuat courseware
sementara yang lain bisa, yang berarti pengiriman konten pembelajaran dapat
dikompromikan.
Dengan karakteristik interdisipliner dari studi DBR, proyek ini telah mampu
menghasilkan solusi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sebagai sebuah
komunitas, siswa secara kolaboratif membangun lingkungan di mana mereka
berinteraksi, bersosialisasi, saling membantu, dan dengan demikian belajar.
Bersamaan dengan pandangan bahasa sebagai sistem terbuka (Larsen-Freeman,
2002), model MALL peneliti dipandang sebagai sistem yang dapat berkembang
dalam proses pembelajaran "organik". Peserta didik menghasilkan data yang
menginformasikan dan dengan demikian memperluas rangkaian MALL. Pada
saat yang sama, sistem MALL harus cukup fleksibel untuk dapat beradaptasi dan
dapat dipindahkan dari konteks ke konteks dan dari pelajar ke pelajar.