Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ANCAMAN TERHADAP BIODIVERSITAS DI INDONESIA

Dosen Pengampu:

Dr. Sulisetjono, M.Si.

Nama Mahasiswa:

Shoffatil Imamah (200602210007)


Heri Santoso (20060221012)
Yuanita Refa Kusuma (200602210010018)
Ana Mar’a Konita Firdaus (200602210019)

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................. i

DAFTAR TABEL ...................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1


1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi dan Macam-macam Ancaman Biodiversitas ............................. 3
2.2 Sumbangan Manusia terhadap Penurunan Biodiversitas ........................... 7
2.3 Erosi Biodiversitas .................................................................................. 11
2.2 Gangguan Ekosistem ............................................................................... 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pertumbuhan penduduk dunia .............................................................. 3

Tabel 2 Kepadatan penduduk dan laju pertumbuhannya ....................................4

ii
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 1 Daerah liar yang masih alami dan ekosistemnya ............................... 5

Gambar 2 Grafik presentase dari berbagai jenis spesies .....................................8

Gambar 3 Contoh Penurunan Global di Alam yang Menekankan pada Penurunan


Keanekaragaman Hayati ................................................................... 9

Gambar 4 Kerusakan Lingkungan oleh Sampah ............................................... 14

Gambar 5 Aktifitas Pertambangan ....................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan manusia sangat bergantung pada kondisi lingkungan hidup dan
tempat manusia tinggal. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri.
Dengan demikian, lingkungan hidup sangat penting bagi keberlangsungan hidup.
Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah. Kondisi tersebut
secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun
meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat
disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.
Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi atau
penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Kerusakan lingkungan ini ditandai
dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan
kerusakan ekosistem. Akibat kerusakan lingkungan secara global terdiri dari tiga,
yakni, pemanasan global, hujan asam, dan penipisan lapisan ozon. Penyebab
kerusakan lingkungan secara tidak langsung atau langsung diakibatkan oleh pola
produksi industry dan pola konsumsi konsumen (Alamendah, 2014)
Ancaman terhadap keragaman hayati, keutuhan ekologi, dan alam terus
menerus menghadapi berbagai ancaman dari manusia, termasuk akibat dari
aktivitias pemanenan, perusakan dan modifikasi habitat, dan introduksi spesies
bukan asli. Sejarah ekosistem hingga saat ini telah mencatat terjadinya perubahan
dramatis dan menunjukkan perbedaan yang sangat ekstrim antara kondisi masa
sekarang dibandingkan masa lalu, Keterancaman alam sangat dipengaruhi oleh
seberapa besar perubahan itu sudah terjadi. Konsep yang salah tentang ekologi
selama ini telah menuntun pembangunan ke arah terjadinya kehilangan keragaman
hayati, degradasi keutuhan ekologi, dan penurunan kesehatan ekologi (Sumarto,
Saroyo et all.2012).Tingginya keanekaragaman sumberdaya alam hayati karena
didukung oleh tingginya keanekaragaman habitat. Suatu proses adaptasi, evolusi

1
dan spesiasi sumber daya alam hayati dibutuhkan strategi untuk bertahan hidup,
tumbuh dan bereproduksi supaya terhindar dari ancaman kepunahan
Biodiversitas adalah jumlah total dari seluruh makhluk hidup, kekayaan
yang luas, dan variasi dari tingkat gen hingga bioma. Dua hal yang jelas mengenai
biodiversitas adalah kekompleksannya dan keadaanya yang selalu berubah.
Perubahan dalam biodiversitas merupakan hal yang alami terjadi, namun kadang
terjadi lebih cepat dan lebih luas akibat aktivitas manusia (Supriatna, 2018).
Intervensi manusia ke dalam suatu ekosistem dapat mempengaruhi atau mereduksi
keanekaragaman jenis. Studi pada tahun 2018 menemukan bahwa 83% mamalia
liar, 80% mamalia laut, 50% tumbuhan, dan 15% ikan telah hilang sejak awal
peradaban manusia (Sayeed, 2019). Data tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
peradaban manusia sangat mempengaruhi serta berdampak negatif terhadap
penurunan biodiversitas di muka bumi. Mengingat biodiversitas sangat penting
dalam menjaga keseimbangan ekosistem bumi serta manfaatnya yang besar
terhadap kehidupan manusia, maka sepatutnya untuk mengatahui informasi
mengenai apa saja sumbangan manusia yang dapat menurunkan keanekaragaman
hayati.

1.2 Tujuan
Tujuan penuliosan makalah ini adalah:
1. Mengetahui deskripsi dan macam-macam ancaman biodiversitas.
2. Mengetahui sumbangan manusia dalam penurunan biodiversirtas.
3. Mengetahui erosi biodiversitas.
4. Mengetahui gangguan ekosistem.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi dan Macam-macam Ancaman Biodiversitas


Ancaman utama terhadap kelangsungan hidup biodiversitas di dunia
mencakup faktor-faktor sebagai berikut: Pertumbuhan populasi manusia dan
konsumsi sumber, pemanasan global, konversi habitat, spesies eksotik dan invasif,
perburuan berlebih dan eksploitasi komersial, dan degradasi lingkungan (Sumarto,
Saroyo et al. 2012). Ancaman terhadap biodiversitas antara lain perusakan,
fragmentasi dan pemusnahan habitat. Masuknya dan atau penggunaan jenis hewan
dan tumbuhan baru pada suatu habitat tanpa penelitian dan pengembangan secara
seksama, pencermaran tanah, air dan udara dalam suatu habitat, perubahan iklim
global (pemanasan global), perkembangan industri pertanian dan industri
perhutanan, penambangan logam dan pemanfaatan biota laut (Nurhuda Asrori,
2021).

2.1.1 Macam-macam ancaman biodiversitas antara lain :


1. Pertumbuhan Populasi Manusia
Pertumbuhan populasi manusia yang tidak terkendali merupakan ancaman
terhadap biodiversitas. Dengan penduduk dunia sebesar 6 milyar di bumi, dan akan
lebih banyak lagi yang lahir setiap harinya, kebutuhan akan air bersih dan bahan
bakar membuat tekanan terhadap ekosistem global dan lokal juga semakin besar.

Tabel 1. Pertumbuhan penduduk dunia


Populasi penduduk bumi pada saat ini lebih dari 6 milyar orang. Seratus tahun
yang lalu, Bumi hanya mendukung kehidupan 250 sampai 300 juta orang saja.

3
Populasi manusia di bumi tumbuh dengan laju yang semakin cepat. Data
pertumbuhan penduduk dunia disajikan pada Tabel 1. Kepadatan penduduk dan laju
pertumbuhannya untuk setiap regional disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. . Kepadatan penduduk dan laju pertumbuhannya untuk setiap regional

2. Pemanasan Global
Pemanasan global merupakan ancaman terbesar yang muncul terhadap
biodiversitas di seluruh dunia. Dengan peningkatan suhu dunia, habitat untuk
banyak tumbuhan dan hewan akan berubah, mempengaruhi organisme yang tinggal
di dalamnya dan niche (relung ekologi) yang sudah diadaptasi selama ini. Sebagai
contoh, kupu-kupu Monarch akan kehilangan habitat musim dinginnya di
pegunungan Mexico, dan beruang kutub akan terpengaruh karena hilangnya
kehidupan di laut. Banyak spesies tidak akan mampu bermigrasi cukup cepat,
secepat perubahan habitat dan mencapai habitat baru yang sesuai. Sebagai
akibatnya, banyak spesies akan menjadi punah, dan ekosistem di seluruh dunia akan
mengalami kekacauan.
Banyak pengamat telah mengumpulkan bukti bahwa pemanasan global
adalah nyata dan tidak hanya mempengaruhi aktivitas manusia, tetapi juga
menimbulkan pengaruh pada spesies dan habitat. Menurut Natural Resources
Defense Council: a. Hutan sub-alpine telah menyerbu padang rumput pada elevasi
yang lebih tinggi di dalam Taman Nasional Olimpic. b. Hutan mangrove sedang
menghilang di Caribbean. c. Jangkauan kehidupan di laut sedang bergeser ke arah
utara sepanjang pantai Pacific. d. Selama 25 tahun, beberapa populasi penguin telah
menciut 33% di Antarctica (Sumarto, Saroyo et all.2012).

4
3. Konversi Habitat
Ancaman utama biodiversitas adalah hilangnya komunitas alami untuk
pembangunan dan pertanian. Kerusakan ekosistem ini mengakibatkan hilangnya
habitat untuk beragam spesies dan mematikan kemampuan ekosistem untuk
berfungsi. Pesatnya pembangunan di berbagai bidang juga menyebabkan habitat
hilang dan pada akhirnya biodiversitas juga mengalami kepunahan. Pembangunan
juga menghasilkan polusi air dan udara yang akan menyebabkan degradasi
lingkungan dan lebih jauh akan menurunkan biodiversitas. Pada akhirnya, polusi
akan mengurangi kemampuan spesies dan ekosistem untuk memberikan pelayanan
ekologis. Sumatera bagian dari Sundaland Biodiversity Hotspot, satu dari 34
wilayah di dunia dengan biodiversitas dan endemisitas yang sangat tinggi, namun
tingkat ancaman juga sangat tinggi Kehilangan Hutan Sumatera Sebagai Habitat
dari Keanekaragaman Hayati > 5 juta ha dalam kurun waktu 1990-2000 atau 25%
dari luas hutan hilang dalam kurun waktu 10 tahun tersebut. Kehilangan hutan di
Sumatera Utara > Total Luas Lahan : 7.202.128,50 ha > Laju deforestasi (2000-
2003): 317.589,12 ha/tahun ( Onrizal, 2012).

Gambar 1. Daerah liar yang masih alami dan ekosistemnya masih utuh dan memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Hingga saat ini teridentifikasi lima daerah
demikian yaitu (berwarna nuansa hijau): 36 = Amazonia; 37 = Congo Forests; 38
= Miombo-Mopane Woodlands and Savannas; 39 = New Guinea; 40 = North-
American Deserts ( Sutarno, 2014).

5
4. Spesies Eksotik dan Invasif
Keberadaan spesies eksotik pada habitat baru akan mempengaruhi
keanekaragaman hayati lokal (Kartosuwondo et al. 2006)Tumbuhan dan hewan
yang tidak asli mendiami suatu ekosistem dapat menyebabkan permasalahan
terhadap spesies asli dan habitatnya. Spesies eksotik ini sering kali berkompetisi
dengan spesies asli untuk mencukupi kebutuhan hidupnya akan pakan, tempat, dan
air pada suatu habitat. Jika spesies asli kalah dalam persaingan ini, mereka harus
pindah ke habitat lain yang belum tentu sesuai atau harus menghadapi kepunahan
lokal jika tetap berada dalam habitatnya. Spesies eksotik juga sering memangsa
spesies asli atau dapat menyebabkan kerusakan habitat

5. Perburuan Berlebih dan Eksploitasi Komersial


Perburuan berlebihan (over-hunting), penangkapan ikan berlebihan
(overfishing), dan pertambangan skala industri pada banyak sumber alami telah
menimbulkan resiko pada banyak spesies. Perdagangan satwa memiliki potensi
keuntungan yang sangat besar terlebih satwa langka, semakin langka hewan itu
maka semakin mahal harganya. Sehubungan dengan banyaknya dan tidak
terkendalinya masalah-masalah kegiatan jual beli satwa langka, sebuah organisasi
yang memberikan perlindungan terhadap satwa yang diberi nama International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) tidak tinggal
diam (Yoshua et al. 2016). Perburuan dengan mendapat nilai komersil ini yang
membuat biodiversitas dunia terancam.

6. Degradasi Lingkungan
Degradasi lingkungan adalah menurunnya daya dukung atau kualitas
lingkungan karena pengambilan sumberdaya alam secara berlebihan. Degradasi
lingkungan dapat menyebabkan beberapa masalah, seperti bencana alam,
perubahan iklim secara drastis, munculnya penyakit, dan pencemaran lingkungan
(Pratama, 2020). Maraknya industri pertambangan di Indonesia juga berdampak
negatif terhadap kualitas dan daya dukung lingkungan. Tidak sedikit aktivitas
pertambangan menyebabkan pencemaran sungai dan perairan laut serta

6
membahayakan biota perairan dan kesehatan manusia. Beberapa kasus pembuan-
gan limbah atau residu ekstraksi sumberdaya non renewable ini telah menambah
perbendaharaan wacana tentang pentingnya mengantisipasi bahaya ancaman de-
gradasi sumberdaya alam dan lingkungan di Indonesia, di samping kasus-kasus
ancaman degradasi SDA (Wahyudin, 2017).

2.2 Sumbangan Manusia terhadap Penurunan Biodiversitas


Peradaban manusia menurut IPBES tahun 2019, telah mendorong satu juta
spesies tumbuhan dan hewan ke ambang kepunahan. Alam di sebagian besar dunia
sekarang banyak diubah secara signifikan oleh banyak aktivitas manusia, dengan
sebagian besar indikator ekosistem dan keanekaragaman hayati menunjukkan
penurunan yang cepat. Tindakan manusia setidaknya telah mendorong 680 spesies
vertebrata punah sejak 1500. 75% permukaan tanah berubah secara signifikan, 66%
wilayah laut mengalami peningkatan secara kumulatif dan lebih dari 85% wilayah
lahan basah telah hilang. Di sebagian besar wilayah tropis dengan keanekaragaman
hayati tinggi, 32 juta hektar hutan primer atau hutan pemulihan hilang antara tahun
2010 dan 2015. Berbagai tindakan seperti restorasi hutan alam hingga penanaman
monokultur memiliki konsekuensi bagi keanekaragaman hayati dan kontribusinya
bagi masyarakat. Kelimpahan rata-rata spesies asli di sebagian besar bioma darat
telah turun setidaknya 20 persen. Penurunan ini sebagian besar terjadi sejak tahun
1900 dan mungkin semakin cepat (Diaz, 2019). Sebuah studi Mei 2018 menemukan
bahwa 83% mamalia liar, 80% mamalia laut, 50% tumbuhan, dan 15% ikan telah
hilang sejak awal peradaban manusia (Sayeed, 2019).
Secara global varietas tumbuhan lokal dan hewan peliharaan mulai
menghilang. Hilangnya keanekaragaman, termasuk keanekaragaman genetik,
menimbulkan risiko serius bagi ketahanan pangan global dengan merusak
ketahanan sistem pertanian seperti ancaman hama, patogen, dan perubahan iklim.
Saat ini semakin sedikit varietas tumbuhan dan hewan yang dibudidayakan,
dibesarkan, diperdagangkan, dan dipelihara di seluruh dunia. Pada tahun 2016, 559
dari 6.190 jenis mamalia peliharaan yang digunakan untuk makanan dan pertanian
(lebih dari 9 persen) telah punah dan setidaknya 1.000 lainnya terancam. Selain itu,

7
banyak tanaman liar yang penting untuk ketahanan pangan jangka panjang tidak
memiliki perlindungan yang efektif, dan status konservasi mamalia liar dan burung
peliharaan semakin memburuk. Berkurangnya keragaman tanaman budidaya,
tanaman liar dan peliharaan menyebabkan agroekosistem kurang tangguh terhadap
perubahan iklim, hama dan patogen di masa depan. Komunitas biologis menjadi
lebih mirip satu sama lain. Proses yang disebabkan oleh manusia ini menyebabkan
hilangnya keanekaragaman hayati lokal, termasuk spesies endemik, fungsi
ekosistem, dan kontribusi alam bagi manusia (Diaz, 2019).

Gambar 2. Grafik presentase dari berbagai jenis spesies yang diketahui


terancam punah karena aktivitas manusia.

Beberapa tindakan manusia secara “tidak sengaja” berdampak langsung


terhadap kehidupan liar. Misalnya, 4 jenis amfibia sering terjebak dalam botol dan
sampah, 18 jenis reptil terjebak dalam perangkap udang, jaring atau kantung plastik,
49 jenis burung sering terkena tali pancing atau jaring ikan, 49 mamalia laut
terperangkap pada tali, jaring dan sesampahan; 97 jenis invertebrata laut terkena
pancing, terjebak dalam kantung plastik, botol minuman dan sesampahan lainnya;
46 jenis ikan terjebak dalam tali pancing, jaring atau kantung plastik; dan 4 jenis
coral dan spons terkena pancing atau sesampahan (Sutarno, 2015).
Laju perubahan alam global selama 50 tahun terakhir sangatlah pesat. Laju
tersebut menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati yang dipengaruhi oleh
aktivitas manusia berupa penggerak langsung dan tidak langsung. Penggerak

8
langsung menyebabkan perubahan alam dengan dampak global yang besar
diantaranya perubahan penggunaan darat dan laut, eksploitasi langsung organisme,
perubahan iklim, polusi, dan invasi spesies asing. Kelima pendorong langsung
tersebut dihasilkan dari pengaruh penggerak perubahan tidak langsung, yang
didukung oleh nilai-nilai dan perilaku masyarakat, meliputi demografi (misalnya,
dinamika populasi manusia), sosiokultural (misalnya pola konsumsi), ekonomi
(misalnya perdagangan), teknologi, atau terkait dengan institusi, pemerintahan,
konflik dan epidemi. Tingkat perubahan penggerak langsung dan tidak langsung
berbeda antar wilayah dan negara (Diaz, 2019).

Gambar 3. Contoh Penurunan Global di Alam yang Menekankan pada Penurunan


Keanekaragaman Hayati, Disebabkan oleh Penggerak Langsung dan Penggerak Tidak
Langsung.

Perubahan penggunaan lahan untuk ekosistem darat dan air tawar memiliki
dampak negatif relatif besar terhadap alam sejak tahun 1970, diikuti oleh eksploitasi
langsung, melalui pemanenan, penebangan, perburuan dan penangkapan ikan.
Ekspansi pertanian adalah bentuk perubahan penggunaan lahan yang paling luas,
dengan lebih dari sepertiga permukaan tanah digunakan untuk bercocok tanam atau

9
beternak. Perluasan ini, bersamaan dengan penggandaan wilayah perkotaan sejak
1992 dengan pertumbuhan penduduk dan konsumsi yang besar. Dalam ekosistem
air tawar, serangkaian ancaman gabungan yang mencakup perubahan penggunaan
lahan, termasuk eksploitasi, polusi, perubahan iklim, dan spesies invasif, lazim
terjadi. Aktivitas manusia memiliki dampak yang besar termasuk eksploitasi
langsung, khususnya eksploitasi berlebihan, ikan, kerang dan organisme lain, polusi
darat, laut dan jaringan sungai, serta perubahan penggunaan lahan darat atau laut,
termasuk pembangunan pesisir untuk infrastruktur dan budidaya (Diaz, 2019).
Perubahan iklim adalah penggerak langsung yang semakin memperburuk
dampak penggerak lain terhadap alam. Manusia diperkirakan telah menyebabkan
peningkatan pemanasan hingga sekitar 1°C pada tahun 2017 dibandingkan dengan
tingkat pra-industri, dengan suhu rata-rata selama 30 tahun terakhir meningkat
0,2°C per dekade. Frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem, kebakaran, dan
kekeringan yang diakibatkannya, telah meningkat dalam 50 tahun terakhir,
sementara rata-rata permukaan laut global telah meningkat antara 16 dan 21 cm
sejak tahun 1900 atau sekitar lebih dari 3 mm per tahun selama dua dekade terakhir.
Perubahan ini berkontribusi pada dampak luas di banyak aspek keanekaragaman
hayati, termasuk distribusi spesies, fenologi, dinamika populasi, struktur
komunitas, dan fungsi ekosistem. (Diaz, 2019). perubahan iklim merupakan
keniscayaan yang menyebabkan perubahan habitat baik di laut maupun di daratan
(Sutarno, 2015).
Banyak jenis polusi serta spesies asing invasif yang meningkat, yang
berdampak negatif bagi alam. Polusi plastik laut khususnya telah meningkat
sepuluh kali lipat sejak 1980, setidaknya mempengaruhi 267 spesies, termasuk 86
persen penyu laut, 44 persen burung laut dan 43 persen mamalia laut. Emisi gas
rumah kaca, limbah perkotaan dan pedesaan yang tidak diolah, polutan dari
kegiatan industri, pertambangan dan pertanian, tumpahan minyak dan pembuangan
racun memiliki efek negatif yang kuat pada kualitas tanah, air tawar dan air laut dan
pada atmosfer global. Catatan kumulatif spesies asing telah meningkat 40 persen
sejak 1980, terkait dengan peningkatan perdagangan dan dinamika serta tren
populasi manusia. Hampir seperlima permukaan bumi berisiko diserang oleh

10
tumbuhan dan hewan, yang berdampak pada spesies asli, fungsi ekosistem, dan
kontribusi alam bagi manusia, serta ekonomi dan kesehatan manusia (Diaz, 2019).
Dalam 50 tahun terakhir, populasi manusia meningkat dua kali lipat,
ekonomi global tumbuh hampir empat kali lipat dan perdagangan global tumbuh
sepuluh kali lipat. Berbagai faktor ekonomi, politik dan sosial, termasuk
perdagangan global dan pemisahan spasial produksi dari konsumsi berdampak pada
alam dan lingkungannya. (Diaz, 2019). Laju kepunahan meningkat karena populasi
manusia yang berkembang pesat, mengkomsumsi sumberdaya alam dalam jumlah
yang besar, dan perluasan tapak ekologi. Aktivitas manusia telah mencemari
hampir setengah air yang menutupi 71% permukaan bumi (Miller, 2012).

2.3 Erosi Biodiversitas


Saat ini banyak ekosistem yang terganggu akibat perusakan habitat sehingga
dapat mengancam kehidupan berbagai spesies. Eksploitasi flora dan fauna
berlebihan akan menimbulkan kelangkaan dan kepunahan spesies. Selain itu
penyeragaman varietas tanaman maupun ras hewan budidaya menimbulkan erosi
genetic. Hal ini semua dapat menimbulkan krisis keragaman hayati (Kuswanto,
2006). Keanekaragaman hayati baik di ekosistem terstrial maupun akuatik terus
mengalami kemerosotan. Hutan tropis sebagai gudang keanekaragam telah
menyusut, begitu juga lahan pertanian telah terdegradasi. Kerusakan juga dialami
oleh hutan mangrove, terumbu karang, dan kehidupan laut lainnya.
Eksploitasi sumberdaya nabati yang tidak terkontrol akan berdampak
negative bagi kehidupan manusia. Secara umum pemanfaatan keanekaragaman
hayati secara ekonomis untuk mendapatkan keuntungan yang besar tanpa
memperhatikan kerusakan pada lingkungan. Angka kepunahan spesies
diperkirakan seperempat dari 30 juta spesies hewan dan tumbuhan telah punah pada
tahun 2000. Kepunahan varietas tanaman dan ras hewan lebih sukar diperkirakan.
The Red Data Book of IUCN dan ICBP menyatakan bahwa 126 burung, 63
mamalia, 21 reptilia, dan 65 spesies hewan di Indonesia kini terancam punah. Data
lain menyebutkan bahwa yang tersisa 187 jenis mamalia endemik (37,4%) dari 500
jenis, 144 jenis reptilian endemis (7,2%) dari 2000 jenis, 121 jenis kupu-kupu

11
endemis (44%) dari 53 jenis dan 162 jenis burung endemis (10,8%) dari 1500 jenis
(Hoffman et al., 2008).
Buah lokal seperti kepel, duwet, gandaria, kecapi dan yang lainnya kini
jarang dilihat. Sementara pasar kita dibanjiri buah-buahan impor. Di sektor
pertanian, ribuan varietas padi kini digantikan dengan hanya beberapa puluh
varietas padi unggul. Penyeragaman dianggap penting secara ekonomi dan
efisiensi. Penyeragaman akan menimbulkan dampak negatif bagi keanekaragaman
hayati. Aknibat penyeragaman akan menggusur varietas tradisional yang
digunakans sebagai bahan bakupemuliaan hewan dan tanaman, sehingga menjadi
langka. Penyeragaman juga mengakibatkan tanaman menjadi rentan terhadap
penyakit dan hama.
Erosi keanekaragamn hayati secara terus menerus akan menimbulkan
dampak sosial dan ekolohi yang cukup serius. Keragaman sebagai dasar stabilitas
sosial dan ekologi. Sistem sosial dan ekonomi tanpa keragaman akan mudah rusak
dan runtuh. Shiva menyatakan bahwa penjarahan keanekaragam hayati negara-
negara Selatan oleh Utara sudah dimulai sejak Columbus menapakkan kaki di
Amerika yang menandai era koloniasisme dengan kekerasan.

2.4 Gangguan Ekosistem


Pencemaran adalah perubahan sifat Fisika, Kimia dan Biologi yang tidak
dikehendaki pada udara, tanah dan air. Perubahan tersebut dapat menimbulkan
bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainya. Pencemaran merupakan
penambahan bermacam-macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam
lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan
(Tugaswaty, 1987). Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan
manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang,
bahkan sampai beberapa generasi selanjutnya. Materi kerusakan lingkungan ini
untuk mengingatkan betapa ruginya kita selaku manusia yang tidak dapat menjaga
lingkungan hidup agar tetap lestari untuk diwariskan kepada anak cucu kita.
Lingkungan di sekitar kita termasuk hutan, tanah, air, serta udara perlu dijaga demi

12
keberlanjutan sumber daya alam yang tetap lestari dan menghasilkan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan manusia.
Pengertian lingkungan yang dimaksudkan adalah komponen-komponen
lingkungan yang di dalamnya terdapat lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.
Kerusakan lingkungan memberi dampak kepada ekosistem darat maupun laut serta
makhluk hidup di dalamnya. Lingkungan yang rusak tidak menyediakan lagi
kondisi habitat yang sesuai bagi kehidupan makhluk hidup. Makhluk hidup seperti
hewan akan berpindah mencari suatu tempat yang ideal agar kebutuhan hidupnya
seperti makanan, minum, dan ruang hidup dapat terpenuhi. Penyebab utama
kerusakan lingkungan, pertama adalah akibat ulah manusia dan yang kedua akibat
alam, dalam hal ini bencana alam. Namun, penyebab ulah manusia sangat tinggi
dan besar pengaruhnya dibandingkan kejadian oleh alam yang tidak setiap hari
terjadi. Negara-negara maju menaruh perhatian terhadap kerusakan lingkungan
yang berdampak pada perubahan iklim global. Perubahan iklim global
menyebabkan meningkatnya suhu bumi akibat akumulasi emisi gas di atmosfer atau
yang sering dikenal dengan global warming. Sebagai negara berkembang,
Indonesia menghadapi masalah kerusakan lingkungan yang memberi dampak
negatif bagi kesejahteraan manusia. Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia
membawa bencana, penyakit, serta kerugian harta dan jiwa.
Kerusakan lingkungan juga dapat disebabkan menurunnya kualitas
lingkungan seperti tanah, air, dan udara yang disebabkan oleh masuknya suatu zat
ke dalam lingkungan yang disebut dengan pencemaran lingkungan. Pencemaran
lingkungan sangat berdampak negatif bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Pengaruh ini dapat dilihat dalam jangka pendek maupun terakumulasi di
dalam tubuh dan akan muncul pengaruhnya dalam jangka waktu yang lama setelah
bertahun-tahun terjadi. Pencemaran lingkungan atau sering juga disebut polusi
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat/energi, dan atau
komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai
ke tingkat tertentu.

13
Gambar 4. Kerusakan Lingkungan oleh Sampah

Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia maupun disebabkan


oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun, dan lain-lain). Pencemaran
lingkungan kibat ulah manusia tersebut tidak dapat dihindari karena manusia terus
mengadakan pembangunan. Hal yang dapat dilakukan adalah mengurangi
pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan
kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan.
Kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan, penebangan hutan, dan
konversi lahan. Berbagai artikel di media massa membahas kerusakan lingkungan
karena berbagai ekosistem dirusak, termasuk perusakan ekosistem hutan yang
mempunyai manfaat bagi kesejahteraan manusia. Kerusakan lingkungan hutan pada
daerah hulu karena penebangan kayu menyebabkan terganggunya proses hidrologi.
Selain itu, penyebab terjadinya kerusakan lingkungan pada ekosistem hutan karena
maraknya illegal logging dan kebakaran hutan serta adanya perubahan fungsi lahan
di hulu menjadi kawasan permukiman, pertanian, dan atau tanaman industri.

14
Gambar 5. Aktifitas Pertambangan

Kerusakan lingkungan lebih parah lagi jika suatu daerah dilaksanakan


aktivitas pertambangan. Setelah penambangan diharuskan untuk mereklamasi tanah
dan lingkungan yang sudah tercemar. Hal ini merupakan kegiatan yang sulit
dilakukan karena harus mengembalikan kondisi lingkungan seperti semula.
Kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan mencapai 70%. Hal ini berarti
memberikan kontribusi terbesar terhadap kerusakan lingkungan di Indonesia. Berita
dan data kerusakan lingkungan akibat pertambangan menyebutkan kurang lebih
34% daratan Indonesia telah diberikan kepada korporasi lewat 10.235 izin
pertambangan mineral dan batu bara (minerba) dan ini belum termasuk izin
perkebunan skala besar, wilayah kerja migas, panas bumi, dan tambang galian C.
Kawasan pesisir dan laut juga tidak luput dari eksploitasi, lebih dari 16 titik
reklamasi, penambangan pasir, pasir besi, dan menjadi tempat pembuangan limbah
tailing Newmont dan Freeport.
Kerusakan lingkungan di dalam ekosistem hutan sekitar 3,97 juta hektar
kawasan lindung terancam kegiatan pertambangan, memberikan dampak negatif
terhadap keanekaragaman hayati yang ada di hutan tersebut. Bukan hanya
ekosistem hutan saja yang mendapat dampak negatif dari kegiatan ini, aliran sungai
pun ikut tercemar dan ekosistemnya mengalami kerusakan. Jumlah daerah aliran

15
sungai (DAS) yang rusak parah meningkat dalam 10 tahun terakhir. Sekitar kurang
lebih 4.000 DAS yang ada di Indonesia dan sebanyak 108 DAS mengalami
kerusakan parah. Kerusakan lingkungan bukan saja dipicu oleh tindakan
masyarakat dengan alasan mendesaknya kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi,
tetapi juga munculnya berbagai regulasi atau peraturan yang kurang/tidak tepat oleh
para penguasa yang tidak berpihak kepada lingkungan. Kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh berbagai regulasi atau peraturan yang kurang/tidak tepat
merupakan pengrusakan lingkungan secara terstruktur.
Kerusakan ekosistem akibat pencemaran logam berat sering dijumpai
khususnya untuk ekosistem perairan. Hal ini terjadi karena adanya logam berat
yang bersifat racun bagi organisme dalam perairan. Akibatnya organisme yang
paling sensitif pertama kali mengalami akibat buruk dan juga organisme yang tidak
mampu bertahan akan musnah, sehingga keseimbangan rantai makanan dan
ekosistem perairan akan mengalami kerusakan (Sudarmadi, 1993).

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu
akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Kerusakan lingkungan hidup dapat
diartikan sebagai proses deteriorasi atau penurunan mutu (kemunduran)
lingkungan. Kerusakan lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya
tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem. Faktor
penyebab ganguan ekosistem diakibatkan oleh kerusakan lingkunagn oleh sampah,
oleh pertambangan dan pencemaran logak pada air laut.
Ancaman utama terhadap kelangsungan hidup biodiversitas di dunia
mencakup faktor-faktor sebagai berikut: Pertumbuhan populasi manusia dan
konsumsi sumber, pemanasan global, konversi habitat, spesies eksotik dan invasif,
perburuan berlebih dan eksploitasi komersial, dan degradasi lingkungan.
Alam di sebagian besar dunia sekarang banyak diubah secara signifikan
oleh banyak aktivitas manusia. Tindakan manusia setidaknya telah mendorong 680
spesies vertebrata punah sejak 1500. Penurunan global di alam menekankan pada
penurunan keanekaragaman hayati yang diperparah oleh aktivitas manusia berupa
penggerak langsung dan penggerak tidak langsung.
Penggerak langsung diantaranya perubahan penggunaan lahan di darat atau
laut, eksploitasi langsung organisme, perubahan iklim, polusi, dan spesies invasif.
Kelima pendorong langsung tersebut dihasilkan dari serangkaian penyebab dari
penggerak tidak langsung yang didukung oleh nilai-nilai dan perilaku masyarakat
diantaranya berupa demografi (misalnya, dinamika populasi manusia),
sosiokultural (misalnya pola konsumsi), ekonomi (misalnya perdagangan),
teknologi, atau terkait dengan institusi, pemerintahan, konflik dan epidemi.

17
Daftar Pustaka

Aristides,Yoshua. Agus Purnomo dan Fx. Adji Samekto. 2016. Perlindungan satwa
langka diIndonesia dari perspektif convention on international trade in
endangered spesies of flora and fauna( Cites). Diponegoro Law Jurnal.
Kartosuwondo et all. 2006. Spesies eksotik: implikasi spesies eksotik terhdap
keanekaragaman hayati dan struktur komunitas serangga pada berbagai
ekosistem.Scientific Repository IPB University.
Nurhuda Asrori. 2021. Macam-macam Ancaman Terhadap Biodiversitas.
https://geograpik.blogspot.com/2021/01/sebutkan-macam-macam-ancaman-
terhadap.html. Diakses 21 Maret 2021.
Onrizal, 2012. Potret Habitat, Keanekaragaman Hayati dan
Perlindungan Kehidupan. https://onrizal.wordpress.com/2012/09/11/potret-
habitat-keanekaragaman-hayati-dan-perlindungan-kehidupan/. Diakses 21
Maret 2021.
Pratama, Cahya dicky. 2020. Degradasi lingkungan dan faktor penyebabnya
: https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/28/171844069/degradasi-
lingkungan-hidup-definisi-dan-faktor-penyebab?page=all. Diakses 21 Maret
2021.
Sumarto, Saroyo et al. 2012. Biologi konservasi. Bandung : Patra Media Grafindo.

Surtarno. 2014. Biodiversitas Indonesia; penurunan dan upaya pengelolaan untuk


menjamin kemandirian bangsa. Seminar nasional Masyaraakat biodiversitas
Indonesia UI Depok.

Wahyudin,Yudi.2017. Degradasi lingkungan dan ancamannya. Pusat kajian


sumberdaya pesisirdan lautan LPPM IPB University.
http://pkspl.ipb.ac.id/berita/detail/degradasi-lingkungan-dan-ancamannya.
Diakses 21 Maret 2021.

Díaz, S. M., Settele, J., Brondízio, E., Ngo, H., Guèze, M., Agard, J., ... & Zayas,
C. The global assessment report on biodiversity and ecosystem services:
Summary for policy makers. 2019.

Miller, G.T. & S.E. Spoolman. Living in the Environment. Seventeenth edition. .
2012. Brooks/Cole, Belmont, CA (USA).

Sayeed, Ahmed. You Must Win: The Winner Can Vreate History. 2019. Prowess
Publishing.

Supriatna, Jatna. Konservasi Biodiversitas: Teori dan Praktik di Indonesia. 2018.


Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

18
Sutarno, dan Ahmad Dwi Setyawan. Indonesia's biodiversity: the loss and
management efforts to ensure the sovereignty of the nation. In: Prosiding
Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 2015. p. 1-13.

Lubis, A., Inswiasri., dan Tugaswati, A.T. 1987. Amonium dalam Sumur
Penduduk. Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian &
Pengembangan Kesehatan

Alamendah. 2014. “Indonesia Penghasil Emisi Karbon Tertinggi Keenam di


Dunia” http://sains.kompas.com/read/2014/10/15/19551581/Indonesia.
Penghasil.Emisi.Karbon.Tertinggi.Keenam.di.Dunia. Diakses tanggal 5
Februari 2016.

Sudarmadi, S. 1993. Toksiologi Limbah Pabrik Kulit Terhadap Cyprinus Carpio.


L. dan Kerusakan Insang. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, 13 (4).

19

Anda mungkin juga menyukai