Anda di halaman 1dari 121

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi dalam organisasi menjadi hal penting untuk menciptakan

kesamaan pemahaman atas berkembangnnya seluruh informasi yang disampaikan

baik dari perusahaan maupun dari karyawan. Pertukaran komunikasi yang terjadi

meningkatkan saling pengertian antara yang satu dan yang lain sehingga

terbentuknya hubungan baik antara keduanya.

Komunikasi dalam perusahaan memegang peranan yang cukup penting

karena komunikasi yang tidak efektif dan efisien akan menyebabkan kinerja yang

tidak efektif dan efisien juga serta menimbulkan masalah-masalah seperti

kesalahpahaman, keputusasaan, penolakan, ketidakpuasan dan menurunnya

motivasi. Salah satu lembaga perusahaan yang juga memandang komunikasi

sebagai sebuah komponen yang penting adalah perusahaan PT Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk (BRI).

Sebagai Bank milik Pemerintah, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

(BRI) banyak berperan mewujudkan visi pemerintah dalam membangun ekonomi

kerakyatan. Dengan fokus bisnis pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM), BRI telah menginspirasi berbagai pihak untuk lebih mendayagunakan

sektor UMKM sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Selama lebih

dari satu abad, BRI telah melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan

memprioritaskan pelayanan kepada usaha mikro maupun menengah. Untuk itu

Bank BRI memiliki jaringan mencapai tingkat kecamatan dan menjangkau

1
2

masyarakat di pelosok pedesaan, sehingga mampu menunjang perekonomian

masyarakat.

Berkenaan dengan upaya Bank BRI untuk melakukan kegiatan perbankan

yang terbaik dengan memprioritaskan pelayanan kepada masyarakat, sesuai

dengan misi dan visi-nya yang ingin mengembangkan perusahaannya ke seluruh

pelosok negeri dan keinginan untuk selalu menjadi perusahaan yang terdepan,

maka Bank BRI sangat memperhatikan kinerja para karyawannya dan terus

menerus meningkatkan standar kinerjanya dalam menciptakan nilai tambah di

setiap aspek bisnisnya dan kemampuan bersaing dengan standar internasional

yang terbukti dapat mendukung pembangunan nasional melalui kontribusi nyata

melalui hasil pelayanannya. Bank BRI menyadari atas hasil kesuksesan yang

diraih dalam mengelola asuransi, memerlukan dukungan penuh dari kerja keras

serta motivasi seluruh karyawan sebagai aset utama perusahaan.

Aktifitas kerja di lingkungan internal Bank BRI yang terbentuk dengan

baik memiliki pengaruh strategis terhadap kelangsungan operasional perusahaan.

Aktifitas kerja di lingkungan intrernal Bank BRI sangat bergantung dengan

proses dan alur dari komunikasi internal. Komunikasi internal dalam perusahaan

Bank BRI memegang peranan yang cukup penting karena komunikasi internal

yang tidak efektif dan efisien akan menyebabkan kinerja yang tidak efektif dan

efisien juga serta menimbulkan masalah-masalah seperti kesalahpahaman,

keputusasaan, penolakan, ketidakpuasan dan menurunnya pengetahuan serta

motivasi kerja karyawan.

Oleh sebab itu untuk dapat menjaga kebersamaan, kekompakkan dan

keselarasan kerja antar karyawan serta untuk menciptakan motivasi kerja


3

karyawan maka diperlukan suatu proses pendekatan komunikasi (perspektif

humanistik) yang baik antar anggota perusahaan khususnya komunikasi antara

pimpinan dengan bawahan.

Komunikasi pimpinan dengan bawahan harus dibangun secara efektif

karena proses komunikasi tersebut sangat rentan dengan banyak hambatan dan

kendala jika masing-masing individu tidak memamahi makna pesan yang

disampaikan melalui proses komunikasi tersebut. Dalam menciptakan suatu

hubungan yang baik dan terarah, komunikasi informal sangat berperan penting

dalam menutup kemungkinan adanya kesalah pengertian dan menghilangkan

hambatan-hambatan berkomunikasi di dalam organisasi atau perusahaan. Semua

organisasi atau perusahaan menjadikan komunikasi sebagai salah satu faktor

utama dalam mempengaruhi efektivitas perusahaan tersebut tanpa adanya

komunikasi maka tidak ada interaksi baik hubungan Informal pimpinan dengan

bawahan atau sebaliknya juga akan sulit dilakukan koordinasi yang terarah serta

kecil kemungkinan untuk menciptakan kerjasama yang baik.

Pimpinan dan bawahan dalam perusahaan tidak dapat dipisahkan

peranannya. Pimpinan sebagai motivator harus mempunyai keahlian,

kemampuan berkomunikasi dengan baik, karena keefektivitasan suatu organisasi

perusahaan bergantung pada kualitas kepemimpinan dalam menjalankan visi,

strategi dan mempengaruhi sikap dan prilaku karyawanya, sehingga terbentuk

satu iklim yang akan mendukung keberlangsungan perusahaan, dengan demikian

proses pembentukan sikap bagi seluruh komponen organisasi dalam kemampuan

komunikasi informal merupakan sinergi yang akan mendukung kinerja

perusahaan.
4

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kepemimpinan seorang pimpinan

mampu mempengaruhi sikap dan pengaruh bawahan atau karyawannya serta

dapat menumbuhkan suatu hubungan yang baik untuk menunjang

keberlangsungan organisasi atau perusahaan. Selain itu kemampuan komunikasi

informal yang dimiliki oleh seorang pimpinan merupakan sinergi yang akan

mendukung kinerja perusahaan.

Berdasarkan hasil survey dengan melakukan proses wawancara yang

dilakukan oleh peneliti kepada beberapa karyawan dan salah satu manager pada

unit kerja di Bank BRI cabang Jakarta Krekot, saat mengajukan surat

permohonan penelitian di lingkungan kantor Bank BRI cabang Jakarta Krekot,

menunjukkan bahwa beberapa bulan terjadi produktivitas dan kinerja yang

rendah, ketidak disiplinan, ketidakpuasan, dan kemunduran pencapaian tujuan

organisasi.

Melihat fenomena seperti ini, seorang pimpinan Bank BRI harus bisa

mengubah pola interaksi komunikasi dengan bawahan. Seorang pemimpin

pimpinan Bank BRI harus mempunyai konsistensi perilaku yang baik dalam

melakukan pendekatan dan mengarahkan para karyawan atau bawahannya

kepada suatu bentuk aktivitas kerja yang efektif.

Menurut penulis hal ini menarik untuk dikaji, mengingat tugas dan fungsi

pemimpin terhadap para karyawan Bank BRI khususnya yang berada di kantor

cabang Jakarta Krekot sangat signifikan dengan proses pencapaian misi dan visi

perusahaan serta pencapaian target yang ditetapkan oleh kantor Bank BRI

Jakarta pusat.

Hal inilah yang mendasari permasalahan yang timbul di lingkungan kerja

Bank BRI cabang Jakarta Krekot, proses interaksi antara pimpinan dan bawahan
5

hanya bersifat one way communications, dimana pimpinan hanya berorientasi

pada peningkatan pencapaian target berdasarkan akumulasi jumlah tugas yang

diselelsaikan dan penilaian kualitas pelayanan yang ditetapakan kantor pusat,

sehingga seluruh bawahanya selalu merasa tertekan dengan proses pencapaian

targetnya tersebut. Interaksi ini jelas tidak mampu menjadikan hubungan kerja

menjadi lebih baik. Secara tidak lansung terjadi pola interaksi yang hanya

dibatasi oleh keinginan pimpinan, sehingga karyawan tidak dapat meciptakan

dan mengembangkan kreatifitas kerjanya karena tidak adanya bentuk

pengarahan yang diterapkan oleh pimpinan. Kemampuan pimpinan untuk

mengarahkan dan memperhatikan para bawahannya hanya dilakukan jika ada

para karyawannya yang tidak mencapai tujuan target yang telah ditetapkan dan

hal itupun dilakukan dengan penuh tekanan.

Berkenaan dengan beberapa hal tersebutd di atas, maka dapat dijelaskan

bahwa dengan timbulnya produktivitas dan kinerja yang rendah, ketidak

disiplinan, ketidakpuasan, dan kemunduran pencapaian tujuan organisasi

dikalangan karyawan, diperlukan penerapan kegiatan internal melalui proses

komunikasi informal antara pimpina dengan bawahan dengan proses interaksi

komunikasi informal yang efektif dan efisien, diharapkan dapat menumbuhkan

motivasi kerja karyawan ke arah yang positif, yang dapat dijadikan sebagai

kekuatan dasar untuk meningkatkan kinerja karyawan dan pencapaian tujuan

perusahaan.

Motivasi adalah “Kegiatan membangkitkan motif, yakni daya gerak,

yang terdapat pada diri sendiri atau diri orang lain, agar melakukan suatu

tindakan tertentu dalam rangka mancapai suatu kepuasan tujuan”.

(Effendy,2003:231).
6

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi

merupakan salah satu faktor pendukung dalam memajukan suatu perusahaan,

karena motivasi dapat menggerakkan seseorang dalam rangka mancapai suatu

kepuasan atau tujuan ke arah yang lebih baik.

Motivasi kerja merupakan suatu perasaan rela atau ikhlas hati yang

muncul dari dalam individu (karyawan) karena adanya dorongan keinginan

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu, sehingga apa yang diharapkan

dapat terpenuhi. Hal itu membuat karyawan berusaha seoptimal mungkin untuk

mencapai tujuan organisasi.

Nitisemito (1999:97), menyebutkan bahwa: Motivasi kerja sebagai

semangat dan kegairahan kerja yang dapat meningkatkan produktivitas kerja

karyawan. Ia menambahkan bahwa semangat dan kegairahan kerja seseorang

ditandai oleh tingkat absensi, produktifitas dalam menyelesaikan tugas dan

kesetiaan individu terhadap organisasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja

dapat dijadikan semangat dan kegairahan kerja karyawan. Hal ini dapat terlihat

dari tingkat absensi, produktifitas dalam menyelesaikan tugas dan kesetiaan

individu terhadap organisasi.

Manajemen Bank BRI cabang Jakarta Krekot menyadari bahwa

keberhasilan perusahan dalam mempertahankan karyawan terbaik tidak dicapai

dengan cara yang tergolong mudah. Hal tersebut dapat terjadi berkat kapiwaian

manajemen dalam memahami kebutuhan dan kemampuan para karyawan,

dengan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, sehingga para karyawan

merasa termotivasi secara internal. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk
7

dapat meningkatkan motivasi para karyawannya adalah dengan memperlakukan

para karyawannya sebagai mitra kerja.

Menurut peneliti hal ini menarik untuk dikaji. Ketertarikan penulis

mendasar pada kemampuan pimpinan Bank BRI cabang Jakarta Krekot dalam

menerapkan suatu bentuk kegiatan internal yang efektif mengubah sikap para

karyawannya, melalui penyediaan saluran komunikasi Informal antara pimpinan

dan bawahan yang optimal dan efektif. Manajemen Bank BRI memandang

komunikasi informal sebagai sebuah komponen yang penting dalam suatu proses

bisnis, dan sesuatu yang vital untuk mencapai tujuan dalam mengembangkan

perusahaan.

Selain komunikasi, manajemen Bank BRI cabang Jakarta Krekot juga

memandang karyawan sebagai faktor yang penting untuk mencapai tujuan

perusahaan. Seorang karyawan dikatakan memiliki motivasi kerja yang baik atau

tidak, jika ia dapat memenuhi standar kerja yang diberikan atas dasar target-

target yang dicapai sesuai dengan rencana yang ditetapkan kinerja karyawan

baik dalam perusahaan tercipta dari diri sendiri dan juga dari motivasi atau

dorongan dari luar. Dorongan atau semangat kerja dalam diri karyawan dapat

menimbulkan keinginan untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan pimpinan

dengan baik, sehingga akan berdampak pada produktivitas kerja karyawan maka

kinerja dapat meningkat. Pencapaian motivasi kerja karyawan yang baik, apakah

terdapat pengaruhnya dari proses interaksi komunikasi Informal yang berlansung

di dalamnya.

Atas dasar pemikiran inilah yang menimbulkan ketertarikan penulis

untuk mengetahui kemungkinan apakah terdapat pengaruh komunikasi informal

terhadap motivasi kerja karyawan pada perusahaan Bank BRI. Oleh karenanya,

penelitian ini dibuat. Sehingga penulis merumuskan judul sebagai berikut:


8

“Pengaruh Komunikasi Informal Pimpinan dengan Bawahan Terhadap

Motivasi Kerja Karyawan Bank BRI Jakarta.”

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalah “usaha untuk menetapkan batasan-batasan

masalah yang diteliti. Batasan masalah dibuat dengan tujuan agar dapat diketahui

faktor mana yang termasuk ruang lingkup masalah penelitian.” (Usman dan

Akbar, 2006:23).

Pembatasan masalah dimaksudkan penulis adalah untuk menghindari

unsur-unsur penelitian yang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Selain itu

juga untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran definisi, maka penulis perlu

menjelaskan batasan masalah penelitian. Adapun batasan masalahnya adalah

sebagai berikut:

1. Pembatasan Materi

Kompetensi seorang pimpinan sangat berperan dalam proses interaksi

dengan bawahan dalam memberikan instruksi kerja. Seorang pimpinan

diharapkan mampu menjalin suatu hubungan yang baik dengan para

bawahannya. Untuk itu, seorang pimpinan harus dapat terampil

mempergunakan pengetahuan untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi

dengan baik dan efektif. Komunikasi yang dilaksanakan dalam angka

menjalin hubungan yang baik ini adalah dengan komunikasi informal.

Komunikasi informal merupakan bentuk komunikasi antar manusia

yang efektif, karena dalam komunikasi informal berlangsung kontak pribadi

yang bersifat dialogis atau dua arah, sehingga umpan balik dapat diketahui
9

pada saat itu juga. Hal ini didasari oleh pola interaksi dalam suatu organisasi

yang menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para pemimpin kepada

bawahan atau karyawannya. Kebanyakan bentuk dari perspektif humanistik

antara pimpinan dengan karyawan digunakan untuk menyampaikan pesan–

pesan yang berkenaan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah,

pertanyaan dan kebijaksanaan umum sehingga mampu menciptakan motivasi

kerja karyawan.

Menurut penulis, proses komunikasi informal antara pimpinan dengan

bawahan bukanlah satu-satunya variabel yang dapat mempengaruhi

terbentuknya motivasi kerja karyawan. Banyak faktor atau variabel lainnya

yang dapat menciptakn motivasi kerja karyawan, diantaranya adalah iklim

komunikasi organsisasi perusahaan yang baik, budaya organisasi, suasana

kerja yang kondusif, hierarki kerja yang jelas dan hubungan yang harmonis

antara atasan dengan karyawan serta lain sebagainya. Namun dalam

penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada perspektif humanistik

melalui proses komunikasi yang diterapkan oleh pimpinan terhadap para

karyawan secara efektif, diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja para

karyawannya

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

penulis membatasi materi yang akan diteliti adalah hubungan komunikasi

informal antara pimpinan dengan para karyawan sebagai salah satu faktor

penunjang terbentuknya motivasi kerja karyawan Bank BRI.


10

2. Pembatasan Pengertian ;

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran judul skripsi ini, penulis

merasa perlu untuk menjelaskan pengertian yang ada dalam judul srkipsi ini,

sebagai berikut :

a. Pengaruh

Pengertian pengaruh atau efek adalah:

“Perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan oleh


penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa
terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang.
Karena itu pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan
keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang akibat
menerima pesan” (Cangara, 2006:18)

Sedangkan menurut Effendy (2002:51), “Pengaruh adalah daya

yang timbul pada khalayak sebagai akibat dari pesan komunikasi yang

mampu membuat dan melakukan sesuatu” Berdasarkan beberapa definisi

di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan dampak

akibat dari suatu pesan baik disengaja maupun tidak disengaja yang dapat

mengakibatkan perkembangan didalam diri manusia. Perkembangan

tersebut dapat meliputi perkembangan pengetahuan, pola hidup, dan

penilaian atau opini.

b. Komunikasi Informal

Menurut Mulyana, (2005:62) “Komunikasi informal adalah

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan

setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik

verbal maupun non verbal.”


11

Menurut Liliweri (2005:12), bahwa “Perspektif humanistik

merupakan suatu bentuk pendekatan komunikasi informal merupakan

pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau

sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung.”

“Komunikasi informal yang terjadi antara pimpinan dengan


bawahan melalui struktur hierarki, biasanya berbentuk perintah,
instruksi, memo resmi, pengumuman, surat edaran, pernyataan
tentang kebijakan berorganisasi, prosedur, pedoman kerja, dan
lain – lain. Hal ini dapat dilaksanakan lisan melalui komunikasi
tatap muka maupun secara tertulis. Dari hasil komunikasi tersebut
akan tercipta suatu umpan balik.”(Pace & Faules, 2001:96)

Berdasarkan definisi di atas maka penulis akan mencoba

menyimpulkan bahwa komunikasi informal pimpinan dengan bawahan

adalah komunikasi yang berlangsung di dalam organisasi, di mana arus

informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka

yang berotoritas lebih rendah. Adapun proses komunikasi pimpinan

dengan bawahan adalah : instruksi kerja atau perintah, penjelasan kerja,

prosedur dan praktek organisasi, penilaian kerja, misi dan tujuan

organisasi.

c. Pimpinan

Menurut Soebagio Sastrodiningrat;

“Pimpinan berperan sebagai mekanisme atau proses tata laksana


(administrasi) dan sebagai manusia atau perangkat manusia yang
menggerak hidupkan organisasi dan mengarahkan tujuan manajer
serta megusahakan agar kelompok manusia bawahannya,
bekerjasama secara efisien, efektif dan produktif dalam
menggunakan sumber-sumber tenaga, bahan dan waktu mencapai
tujuan atau sasaran yang telah digunakan.” (Sastrodiningrat,
2008:15).
12

Sedangkan menurut Kartono (2004:61), “Pimpinan merupakan

penggerak dinamisator, koordinator dari sumber daya manusia, sumber daya

alam, sumber dana, dan semua sarana yang disiapkan oleh sekumpulan yang

beroganisasi.”

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa

pimpinan adalah orang yang ditunjuk oleh pemimpin organisasi atau lembaga

berdasarkan keputusan pimpinan, dengan segala hak, kewajiban dan

tanggung jawab sesuai dengan kualifikasi yang sudah ditentukan.

Pimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang

pimpinan pada Bank BRI yang berusaha mengarahkan tujuan manajer serta

megusahakan agar kelompok manusia bawahannya untuk dapat bekerjasama

secara efisien, efektif dan produktif.

d. Motivasi Kerja

Menurut Flippo (2004:392), “Motivasi berasal dari kata latin ‘movere’

yang berarti dorongan atau daya penggerak.” Hal ini menunjukkan bahwa

motivasi (motivation) dapat diartikan sebagai dorongan atau penggerak serta

bagaimana caranya mengarahkan dan menyalurkan daya dan potensi

seseorang. Selain itu Flippo (2004:392), mengemukakan bahwa “Motivasi

adalah suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi

sedemikian rupa, sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus juga

pencapaian tujuan organisasi.”


13

Sedangkan menurut Musselman (2006:254), kerja adalah

“Pengeluaran energi untuk mencapai sasaran.” Selain itu, menurut Sentosa,

(2002:48), kerja adalah; “Pendayagunaan usaha manusia untuk mencapai

tujuan dalam suatu perusahaan,” Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

dapat penulis simpulkan bahwa kerja merupakan kegiatan memberikan

dorongan kepada seseorang atau diri sendiri yang dapat menyebabkan

pendayagunaan tenaga atau usaha untuk mencapai sasaran/tujuan dalam suatu

perusahaan.

Berdasarkan definisi tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa

motivasi kerja adalah upaya untuk mengarahkan dan menyalurkan daya dan

potensi seseorang agar bekerja melakukan kegiatan untuk mewujudkan tujuan

yang telah ditentukan.

e. Karyawan

Karyawan menurut Musselman (2006:257), adalah “Orang yang

direkrut, diterima dan ditempatkan sesuai dengan pekerjaan yang tepat

baginya.” Sedangkan menurut Hasibuan (2003:64), karyawan adalah “Orang

penjual jasa (pilihan dan tenaganya) dan mendapat kompensasi yang besarnya

telah ditetapkan terlebih dahulu. Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan

pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan

perjanjian.”

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa

karyawan adalah sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh suatu instansi

atau perusahaan, kemudian direkrut, diterima dan ditempatkan sesuai dengan

kualifikasi pekerjaan. Dalam penelitian ini, yang disebut karyawan adalah

orang-orang bekerja pada Bank BRI Jakarta.


14

f. Bank BRI Cabang Jakarta Krekot

Bank BRI cabang Jakarta Krekot merupakan salah satu unit kerja

Bank BRI yang sudah berdiri selam belasan tahun yang terletak di Jalan

Samanhudi No.44 Krekot, Jakarta Pusat. Bank BRI cabang Jakarta Krekot

masuk dalam wilayah kerja Kanwil I meliputi daerah Jakarta Pusat, Jakarta

Timur dan Jakarta Utara. Bank BRI cabang Jakarta Krekot adalah salah satu

kantor cabang besar di Jakarta. Kantor cabang ini membawahi 3 kantor kas,

yaitu kantor kas pasar baru, kantor kas BPS dan kantor kas Karang Anyar.

3. Pembatasan Lokasi dan Waktu Penelitian ;

Penulis mengambil lokasi penelitian dilingkungan Bank BRI cabang

Jakarta Krekot. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan

Oktober 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.

C. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah “Usaha untuk menyatakan secara tersurat

pernyataan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan

pemecahannya” (Usman dan Akbar, 2006:24).

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka perumusan

masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana penilaian karyawan terhadap kegiatan komunikasi

informal di Bank BRI cabang Jakarta Krekot?

2. Bagaimana motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang Jakarta

Krekot?
15

3. Seberapa besar pengaruh dari komunikasi informal pimpinan cabang

terhadap motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang Jakarta

Krekot?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui:

1. Bagaimana penilaian karyawan terhadap kegiatan komunikasi

informal di Bank BRI cabang Jakarta Krekot

2. Bagaimana motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang Jakarta

Krekot

3. Seberapa besar pengaruh dari komunikasi informal pimpinan cabang

terhadap motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang Jakarta Krekot

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dapat dibagi atas dua bagian yaitu kegunaan teoritis

dan kegunaan praktis. “Kegunaan teoritis biasanya hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan konsep-konsep, atau teori-

teori administrasi pada umumnya dan konsep-konsep atau teori-teori waskat pada

disiplin kerja khususnya. Kegunaan praktis hendaknya disebutkan secara tersurat

berguna bagi siapa.” (Usman dan Akbar, 2006:25).

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan dapat membuktikan teori-teori yang telah dikemukakan

para pakar dalam kehidupan nyata yang berkaitan dengan masalah

komunikasi informal pimpinan dengan karyawan dan diharapkan pula

dapat dijadikan referensi yang bermanfaat bagi penelitian yang sejenis.


16

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada Bank BRI cabang Jakarta Krekot dalam rangka menerapkan

komunikasi komunikasi informal pimpinan dengan karyawan yang

baik dan dapat dipraktekkan dalam suatu kehidupan organisasi

sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja para karyawan.


17

BAB II
TINJAUAN LITERATUR DAN KERANGKA TEORI

A. Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu)

Dari hasil pengamatan terhadap penelitian-penelitian yang terkait dengan

pengaruh komunikasi Informal terhadap motivasi kerja karyawan, peneliti

menemukan bahwa terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya yang juga memiliki tujuan penelitian yang sama. Meskipun tidak

identik namun beberapa dari penelitian tersebut dapat dimanfaatkan peneliti

sebagai acuan karena terdapat sejumlah keterkaitan dan hubungan.

1. Pengaruh Komunikasi Informal Terhadap Kinerja Karyawan Badan


Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI)

Penelitian ini disusun oleh Desi Eriasni (dari Universitas Mercubuana

Jakarta). Latar belakang penelitian ini ini didasari oleh peran aktivitas

komunikasi Informal di instansi pemerintah BPK-RI sebagai sebuah komponen

yang penting dalam suatu proses bisnis, dan sesuatu yang vital untuk mencapai

tujuan dalam mengembangkan BPK-RI ke arah yang lebih baik. Upaya ini bisa

dicapai dengan peningkatan kinerja karyawan. Kinerja merupakan faktor

terpenting yang harus dimiliki oleh setiap karyawan. Peningkatan kinerja

karyawan BPK-RI bergantung pada usaha setiap karyawan mencari sumber daya

internal yang mampu mengembangkan potensi dirinya. Salah satunya dapat

melalui aktivitas komunikasi Informal yang efektif. Berkenaan dengan hal

tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan

komunikasi Informal dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan

17
18

komunikasi Informal terhadap pembentukan kinerja karyawan Badan Pemeriksa

Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).

Sebagai landasan dari penelitian ini, digunakan teori yang dikutip dari

Neni Yulianita yang menjelaskan bahwa komunikasi internal dalam organisasi

sangat memfokuskan pada komunikasi Informal yaitu: Downward

Communication, yang merupakan aliran komunikasi dari tingkat manajemen

puncak ke manajemen menengah kemudian ke manajemen yang lebih rendah

dan akhirnya sampai kepada karyawan operasional dan Upward

Communication, yang merupakan aliran komunikasi dari wewenang yang lebih

rendah ke hirarki wewenang yang lebih tinggi, biasanya mengalir sepanjang

rantai komando. Selain itu, juga digunakan teori pendukung pembentukan

kinerja yang dikembangkan oleh Jiwo Wungu & Hartanto Brotoharsojo, yang

mengemukakan faktor-faktor penilaian kinerja antara lain Motivasi Kerja,

Tanggung jawab terhadap pekerjaan, Ketaatan Kejujuran, Kerja sama,

Kepemimpinan.

Metode penelitian yang digunakan adalah bersifat eksplanatif. Objek

penelitiannya adalah para karyawan Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia yang terdiri dari beberapa divisi kerja, dengan jumlah populasi

sebanyak 2439 orang. Kemudian ditentukan jumlah sampel sebanyak 95 orang,

melalui perhitungan dengan rumus Taro Yamane. Sedangkan tehnik

pengambilan sampling menggunakan Stratified Random Sampling. Tehnik

pengumpulan data dilakukan dengan teknik penyebaran angket. Kemudian data


19

yang dikumpulkan dianalisa secara kuantitatif setelah itu diolah dengan

menggunakan bantuan program SPSS.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka

diperoleh hasil bahwa aktivitas komunikasi Informal mempunyai kontribusi

sebesar 59,7% dalam upaya menciptakan kinerja karyawan BPK-RI Selebihnya

40,3% terbentuk akibat dari pengaruh beberapa faktor lainnya di luar dari

penelitian ini. Hal ini sejalan dengan seluruh analisa menunjukkan bahwa

terdapat nilai korelasi (r) sebesar 0,773, yang berarti ada hubungan yang Kuat

antara variabel X (Komunikasi Informal) dengan variabel Y (Kinerja Karyawan

BPK-RI)

Penelitian yang dilakukan oleh Desi Eriasni merupakan penelitian

kuantitatif yang ingin mengukur pengaruh korelasi antara variabel X

(Komunikasi Informal) dengan variabel Y (Kinerja Karyawan BPK-RI),

sedangkan peneliti bertujuan mengukur pengaruh pengaruh dari komunikasi

Informal dan motivasi kerja karyawan (dengan subjek para karyawan Bank BRI

Jakarta). Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua penelitian ini memiliki

persamaan esensi penelitian (yaitu ingin menganalisis pengaruh korelasi antar

dua variabel dan dilakukan dengan metode analisis yang sama), namun

dibedakan oleh pembentukan efek atau topik penelitian (berbeda pada variabel

terikatnya). Dimana, dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada

terbentuknya motivasi kerja karyawan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh

adanya variabel komunikasi Informal. Selain itu, populasi yang ditetapkan

dalam penelitian ini tidak sebanyak dengan populasi yang ada pada populasi di
20

BPK-RI yang bisa mencapai 2000 orang pada berbagai divisi kerja yang cukup

banyak pua. Hal ini berbeda dengan jumlah karyawan di Bank BRI Jakarta

relatif sedikit, yaitu berjumlah di bawah 100 orang.

2. Hubungan Kegiatan Internal Public Relations Dengan Motivasi Kerja


Karyawan Perusahaan Prambors 102.02 FM Jakarta

Penelitian ini disusun oleh Melati Iskandar (dari Universitas Paramadina

Jakarta) Tujuan penelitian: untuk mendapat gambaran tentang ada tidaknya

hubungan antara kegiatan internal public relations dengan motivasi kerja

karyawan Prambors 102.02 FM dan sejauh mana kegiatan internal public

relations mampu menumbuhkan motivasi kerja karyawan Prambors 102.02 FM

Jakarta.

Metodologi: penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif bersifat

eksplanatif. Sedangkan metode penelitian adalah survey dengan teknik

pengumpulan datanya melalui kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah

para karyawan radio Prambors 102.02 FM, yaitu sebanyak 36 orang yang

seluruhnya kemudian dipilih untuk dijadikan sampel dengan menggunakan teknik

sensus, untuk dapat mendukung hasil penelitian yang obyektif. Hal ini

dikarenakan jumlah populasi yang relatif kecil. Kemudian data yang

dikumpulkan dianalisa dan diinterpretasikan untuk memperoleh gambaran

mengenai variabel yang diamati. Setelah itu dilakukan pengujian hipotesis

dengan menggunakan teknik Coefficient Correlation Product Moment Pearson.

Hasil penelitian menunjukkan ada korelasi antara kedua variabel yang

diteliti, dimana nilai koefisien korelasi (r) didapatkan sebesar 0,709 yang
21

menunjukkan tingkat hubungan kuat dan arahnya positif. Selain itu menunjukkan

hubungan yang signifikan antara variabel X (kegiatan internal Public Relations

radio Prambors 102.02 FM Jakarta) dengan variabel Y (motivasi kerja

karyawan).

Kegiatan internal Public Relations radio Prambors 102.02 FM Jakarta

mempunyai kontribusi sebesar 50,3% dalam upaya menciptakan motivasi kerja

karyawan. Selebihnya motivasi kerja karyawan radio Prambors 102.02 FM

sebesar 49,7% terbentuk akibat faktor-faktor lain. Yang tidak diteliti oleh

peneliti.

Penelitian yang dilakukan oleh Desi Eriasni merupakan penelitian

kuantitatif yang ingin mengukur pengaruh korelasi antara variabel X (kegiatan

internal Public Relations radio Prambors 102.02 FM Jakarta) dengan variabel Y

(motivasi kerja karyawan), sedangkan peneliti bertujuan mengukur pengaruh

pengaruh dari komunikasi informal dan motivasi kerja karyawan (dengan subjek

para karyawan Bank BRI Jakarta). Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua

penelitian ini memiliki persamaan esensi penelitian (yaitu ingin menganalisis

pengaruh korelasi antar dua variabel dan dilakukan dengan metode analisis yang

sama) namun dibedakan pada penetapan variabel bebas (independent) nya.

Selain itu, dalam penelitian ini tidak memfokuskan pada kegiatan kerja public

relations secara signifikan. melainkan hanya pada kegiatan komunikasi Informal

yang digeneralisasikan pada setiap aktivitas kerja sehari-hari untuk dapat

menciptakan motivasi kerja karyawan.


22

B. Tinjauan Literatur

1. Komunikasi

Setiap sisi kehidupan manusia tidak lepas dari kegiatan komunikasi.

Apapun bentuk kegiatannya, manusia selalu melakukan suatu proses yang

berjalan secara berkesinambungan dan tidak dapat dihindari yaitu proses

komunikasi. Melalui komunikasi manusia dapat menyampaikan segala

keinginannya, sehingga pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan fisik, baik

bagi dirinya sendiri maupun untuk lingkungan sosialnya.

Secara umum komunikasi merupakan proses kegiatan penyampaian

pesan dari komunikator kepada komunikan, isi pesan yang disampaikan

berupa lambang-lambang yang penuh arti dan bermakna. “Dilihat dari sisi

etimologi komunikasi yang dalam bahasa Inggrisnya, “Communication”,

berasal dari kata Latin “communicatio” yang bersumber dari kata komunis

yang berarti sama. Sama dalam artian, sama makna sehingga pengertian

komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna di antara dua pihak

yang terlibat.” (Effendy, 2003:9)

Kesamaan arti dalam sebuah proses komunikasi merupakan faktor

penting, karena bila hal ini tidak tercapai maka komunikasi akan gagal.

Kesuksesan sebuah proses komunikasi bisa dilihat sejauh mana komunikan

mengerti terhadap isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Pesan

tersebut bisa berupa lambang-lambang yang mempunyai arti.

Komunikasi didefinisikan secara beragam oleh para pakar, tetapi

tidak ada satu definisi pun yang dapat menggambarkan fenomenanya secara

utuh.
23

Hovland yang dikutip oleh Wiryanto dalam bukunya Pengantar Ilmu

Komunikasi mendefinisikan komunikasi sebagai, “The process by which an

individual (the communicator) transmits stimuli (ussualy verbal symbols) to

modify, the behaviour of other individu”. (Komunikasi adalah proses dimana

individu/komunikator mentrasmisikan stimuli untuk merubah prilaku

individu yang lain.” (Wiryanto, 2004:6).

Setelah menelaah beberapa pengertian komunikasi yang diungkapkan

oleh para ahli di atas, maka terlihat bahwa komunikasi merupakan salah satu

kebutuhan mendasar manusia. Komunikasi juga merupakan kebutuhan

integral dan tidak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi yang dapat

diungkapkan melalui banyak cara, seperti bahasa lisan, simbol-simbol,

gerakan, maupun melalui gambar-gambar tertentu.

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk

gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko, 2002 : 30). Tidak

ada kelompok yang dapat eksis tanpa komunikasi : pentransferan makna di

antara anggota-anggotanya. Hanya lewat pentransferan makna dari satu orang

ke orang lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Tetapi komunikasi itu

lebih dari sekedar menanamkan makna tetapi harus juga dipahami (Robbins,

2002 : 310).

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk

gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain untuk

membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling

memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui, tetapi mungkin

dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku,

ataupun perubahan secara social. (Handoko, 2002:30)


24

Berkenaan dengan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang

kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan

media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah

orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan

Intinya, proses komunikasi tidak akan terjadi apabila tidak ada

komponen-komponen yang terlibat di dalamnya, oleh karena itu untuk

mencapai proses komunikasi yang efektif perlu diperhatikan unsur atau

komponen-komponen penting yang sudah mutlak harus ada. Komponen

komunikasi tersebut terdiri dari : “Sumber, Pesan, Media atau saluran,

Penerima, Umpan balik dan Efek” (Wiryanto, 2004:9).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa proses

komunikasi adalah penyampain pesan dari komunikator ke komunikan.

Tujuan utamanya agar komunikan mengerti pesan yang disampaikan

komunikator.

2. Tujuan dan Fungsi Komunikasi

Setiap proses komunikasi yang dilakukan oleh setiap individu,

memiliki fungsi dan tujuan. R. Wayne Pace, Brent D. Peterson dan M. Dallas

Burnett, menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri dari

tiga tujuan utama, yaitu:


25

a. “To secure understanding (Untuk Mendapatkan Pemahaman)

b. To establish acceptance (Untuk membangun penerimaan)

c. To motive action.” (Untuk mendorong tindakan)

(Effendy, 2003 32).

Sejak pertama kali komunikasi dilakukan, hendaknya komunikator

memastikan bahwa komunikan benar-benar mengerti (to secure

understanding) tentang pesan yang diterimanya. Bila tahapan ini sudah

dilalui dan komunikator sudah yakin bahwa komunikan tidak salah persepsi

dalam menerima pesan, maka itu harus tetap dibina (to establish acceptance)

hingga memotivasi komunikan untuk bertindak (to motivate action).

Sementara fungsi komunikasi sekurang-kurangnya mempunyai

sepuluh, arti yakni:

a. “Melalui komunikasi seseorang menyampaikan apa yang ada


dalam benak pikirannya dan/atau perasaan hati nuraninya kepada
orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Melalui komunikasi seseorang dapat membuat dirinya untuk tidak
terasing/terisolasi dari lingkungan sekitarnya.
c. Melalui komunikasi seseorang dapat mengajarkan atau memberi-
tahukan apa yang diketahuinya kepada orang lain.
d. Melalui komunikasi seseorang dapat mengetahui dan mempelajari
mengenai diri orang-orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi
di lingkungannya baik yang dekat maupun yang jauh.
e. Melalui komunikasi seseorang dapat mengenali mengenai dirinya
sendiri.
f. Melalui komunikasi seseorang dapat memperoleh hiburan atau
menghibur orang lain.
g. Melalui komunikasi seseorang dapat mengurangi atau
menghilangkan perasaan tegang karena berbagai permasalahan
yang dihadapinya.
h. Melalui komunikasi seseorang dapat mengisi waktu luang.
i. Melalui komunikasi seseorang dapat menambah pengetahuan dan
mengubah sikap serta perilaku kebiasaannya.
j. Melalui komunikasi seseorang dapat membujuk dan atau
memaksa orang lain agar berpendapat, bersikap atau berperilaku
sebagaimana yang diharapkan. (Sendjaja, 2003 :2).
26

Terlihat bahwa komunikasi memiliki banyak fungsi dalam kehidupan

sehari-hari. Hal ini disebabkan bahwa komunikasi merupakan kebutuhan dasar

dari setiap individu. Menurut penulis, komunikasi dapat berfungsi sebagai media

untuk saling memberikan informasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Sifat

komunikasi tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung. Secara

langsung, maksudnya adalah bahwa komunikasi disampaikan langsung kepada

objek yang dituju tanpa melalui perantara; sedangkan komunikasi tidak langsung

yaitu komunikasi yang penyampaiannya melalui suatu perantara atau media.

Secara garis besar penulis mencoba menyimpulkan bahwa komunikasi

adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.

komunikasi akan dapat berhasil apabila timbul saling pengertian, yaitu jika kedua

belah pihak, si pengirim dan si penerima informasi dapat memahaminya.

Komunikasi juga merupakan pernyataan antar manusia, pernyataan tersebut dapat

dilakukan dengan kata-kata tertulis ataupun secara lisan, disamping itu dapat

dilakukan juga dengan isyarat-isyarat atau simbol-simbol.

3. Komunikasi Internal

Komunikasi internal merupakan sarana penghubung bagi public

internal perusahaan guna mencapai suatu tujuan. Komunikasi bagi perusahaan

merupakan hal penting dan dapat membangun suatu koordinasi bagi organisasi.

Komunikasi internal merupakan komunikasi yang terjadi dalam

lingkungan kantor atau organisasi. Komunikasi ini bisa terjadi antara karyawan

dengan karyawan, karyawan dengan atasan, dan atasan dengan atasan.


27

Komunikasi ini terjadi karena terdapat sebuah struktur dalam organisasi.

Tujuannya untuk meningkatkan kinerja SDM dalam organisasi. Biasanya terjadi

proses pertukaran informasi diantara batang-batang struktur organisasi. Kualitas

komunikasi ditentukan dari frekuensi dan intensitasnya. Akan selalu ada konflik

dan atau hal yang dianggap tidak sesuai dalam sebuah organisasi.

Menurut Brennan (dalam Effendy 2009:122) “komunikasi internal

adalah pertukaran gagasan diantara para administrator dan pegawai dalam suatu

organisasi atau instansi yang menyebabkan terwujudnya organisasi tersebut

lengkap dengan strukuturya yang khas dan pertukaran gagasan secara horizontal

dan vertikal dalam suatu organisasi yang menyebabkan pekerjaan berlansung

(operasi manajemen).

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa komunikasi

internal merupakan penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain.

Komunikasi akan berhasil dengan baik apabila timbul saling pengertian.

Komunikasi yang baik dimaksudkan jalinan pengertian antara pihak yang satu

ke pihak yang lain, sehingga apa yang dikomunikasikan dapat dimengerti ,

dipikirkan dan dilaksanakan. Tanpa adanya komunikasi yang baik pekerjaan

akan menjadi simpang siur dan kacau balau sehingga tujuan organisasi

kemungkinan besar tidak akan tercapai. Jadi dengan komunikasi maka seseorang

akan menerima berita dan informasi sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran

atau perasaan sehingga orang lain dapat mengerti. Kegiatan komunikasi internal

itu dapat dikatakan efektif apabila :


28

1. Adanya keterbukaan manajemen perusahaan (management system)


terhadap karyawannya.
2. Saling menghormati atau menghargai (mutual appreciation) antara
satu sama lain, baik ia bertindak sebagai pimpinan atau sebagai
bawahan demi tercapainya tujuan perusahaan.
3. Adanya kesadaran atau pengakuan dari pihak perusahaan akan nilai-
nilai dari arti pentingnya suatu komunikasi timbal balik dengan
karyawannya.
4. Keberadaan seorang humas yang tidak hanya memiliki kemampuan
(skill) dan pengalaman sebagai komunikator, mediator hingga
persuader, tetapi juga harus didukung dengan sumber-sumber daya
teknis yang canggih sekaligus sebagai media komunikasinya.
(Suminar, 2004:122)

3.1. Komunikasi Vertikal

Yulianita menjelaskan bahwa komunikasi internal dalam organisasi

memfokuskan pada proses komunikasi vertikal yaitu:

A. Komunikasi Vertikal
Komunikasi dari pimpinan ke staf dan dari staf ke pimpinan secara
timbal balik (two way traffic communication). Komunikasi vertikal
dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Komunikasi dari atas kebawah (Downward Communication)
Aliran komunikasi dari atas ke bawah adalah komunikasi yang
dilakukan dari atasan kepada bawahan, dalam arti komunikasi
kebawah mengalir dari tingkat manajemen puncak ke
manajemen menengah kemudian ke manajemen yang lebih
rendah dan akhirnya sampai kepada karyawan operasional.
Kegiatan komunikasi dari atas ke bawah (Downward
Communications) dapat berupa :
a. Bentuk perintah atau instruksi tugas
Pemberian pengajaran tugas baru atau pimpinan
menyebarluaskan kepada para karyawannya bagaimana
melakukan tugasnya masing-masing. Missal, pimpinan
memberikan instruksi atau perintah kepada karyawannya
utuk bertugas ke luar kota untuk mengadakan program CSR.
b. Pengarahan melalui Meeting Internal
Pertemuan yang dilakukan pimpinan dengan para
karyawannya pada setiap departemen. Pimpinan akan
memberikan penjelasan, pengarahan serta penerangan secara
ringkas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas sesuai
tujuan organisasi.
29

c. Penyampaian progress tugas yang akan dikerjakan


Penjelasan dan penyampaian cara kerja karyawan secara detail.
Mulai dari tahap input hingga output. Pimpinan akan menjelaskan
mengenai mengapa tugas yang diberikan perlu dilaksanakan.
Misal, pimpinan menjelaskan kepada karyawannya untuk
melakukan pemeriksaan di salah satu perusahaan di luar kota, apa
yang diperlukan dan dilakukan intansi pimpinan harus dijelaskan
secara detail ketika bawahannya sudah berada di luar kota,
karyawannya sudah mengetahui apa yang harus dilakukan dan
dapat membawa hasil pekerjaannya.
d. Pemberian tanggung jawab
Tanggung jawab seorang pimpinan kepada karyawannya dalam
berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Dalam suatu
instruksi pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan kepada
bawahannya, pimpinan wajib bertangung jawab.
2. Komunikasi dari bawah keatas (Upward Communication)
Aliran komunikasi dari bawah ke atas adalah kebalikan dari
downward communication, dimulai dari wewenang yang lebih rendah
ke hirarki wewenang yang lebih tinggi, biasanya mengalir sepanjang
rantai komando. Komunikasi ini berfungsi sebagai balikan bagi
pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan
yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus
kepada kawryawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan
pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemen atau organisasinya lebih
bebas dan penyedia dapat menafsirksn apa yang dimaksud oleh
pegawai dengan lebih cepat. Kegiatan komunikasi dari bawah ke atas
(upward communication) adalah sebagai berikut :
a. Permohonan bantunan dalam pengambilan keputusan
Karyawan meminta bantuan kepada pimpinan dalam memutuskan
sesuatu, ketika karyawan menghadapi kesulitan atau permasalahan
dalam pekerjaannya.
b. Saran dan kritikan
Saran-saran yang diajukan oleh karyawan yang menjadi
pertimbangan seorang pimpinan. Biasanya apa yang ingin
disarankan oleh karyawan biasanya dilakukan secara terbuka.
Misal, karyawan menyarankan pimpinannya untuk tegas kepada
karyawannya terhadap peraturan-peraturan di perusahaan.
c. Laporan presentasi kerja (performance report)
Laporan presentasi karyawan yang disampaikan kepada
pimpinannya dengan tujuan agar kegiatan di dalam perusahaan
tetap berjalan lancar. Penyampaian laporan presentasi kerja ini
dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis. Misal, karyawan
menyampaikan laporan kerjanya berupa proposal dan kliping
mengenai program CSR instansi kepada pimpinan. (Yulianita,
2005:93)
30

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis jelaskan bahwa komunikasi

vertikal merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh seorang pimpinan

terhadap karyawannya, berupa; pemberian perintah atau instruksi tugas kepada

para karyawannya untuk menetapkan tugas yang harus dilakukan oleh para

karyawan.

Kemudian ada pula pengarahan melalui meeting internal, oleh

pimpinan dengan para karyawannya di setiap divisi kerja untuk memberikan

penjelasan tentang pelaksanaan tugas kerja sesuai dengan kebijakan peusahaan.

Selanjutnya, ada proses penyampaian progress tugas yang akan

dikerjakan karyawan, mulai dari tahap input hingga output. Biasanya pimpinan

akan menjelaskan mengenai mengapa tugas yang diberikan perlu dilaksanakan.

Selain itu, adapula pemberian tanggung jawab dari seorang pimpinan

kepada karyawannya dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

Dalam suatu instruksi pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan kepada

bawahannya, pimpinan wajib bertangung jawab.

Sedangkan kegiatan komunikasi vertikal yang merupakan bentuk

komunikasi para karyawan terhadap pimpinan dengan memberikan petunjuk

tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat

memberikan stimulus kepada kawryawan untuk berpartisipasi dalam

merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan perusahaan. Hal ini bisa berupa;

permohonan bantuan dalam pengambilan keputusan, dimana karyawan

meminta bantuan kepada pimpinan dalam memutuskan sesuatu, ketika

karyawan menghadapi kesulitan atau permasalahan dalam pekerjaannya.


31

Selanjutnya ada proses pemberian saran dan kritikan. Biasanya apa yang ingin

disarankan oleh karyawan biasanya dilakukan secara terbuka. Kemudian

adapula proses pemberian laporan presentasi kerja (performance report) yang

dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.

Menurut Pace & Faules (2004 :187), ”Komunikasi vertikal dari atas ke

bawah ini berupa kondisi dimana pimpinan memberikan instruksi, petunjuk,

pengarahan, informasi, penjelasan, teguran, dan lain-lain pada bawhan. Pada

proses vertikal secara komunikasi dari bawah ke atas, dimana para karyawan

memberikan laporan, gagasan, atau saran, usul/saran, kepada pemimpin. Hal ini

dapat menciptakan kegairahn dalam bekerja dan membentuk motivasi kerja ker

arah yang lebih baik.”

Berkenaan denggan uraian tersebut maka bentuk komunikasi timbal

balik seperti ini sangat berperan penting dalam kemajuan perusahaan, karena

pimpinan juga perlu mengetahui kondisi lapangan yang dihadapi bawahannya,

supaya dapat dijadikan petunjuk apakah kebijakan yang ditetapkan itu sudah

optimal atau belum optimal. hal ini jelas berkorelasi positif dengan aktivitas

kerja bahwan (karyawan) karena para bawahan merasa diperhatikan dan dihargai

sehingga dapat menimbulkan motivasi kerja karyawan.

4. Komunikasi Interpersonal
Menurut Joseph A Devito yang dikutip oleh Riyono Praktikno;

“Interpersonal Communication is sending of message by one person and

receiving message by another person of small group of person with some effect

and some immadiate feedback. (Komunikasi interpersonal adalah pengiriman


32

dan penerimaan pesan oleh seseorang kepada orang lain dalam jumlah kelompok

kecil dengan beberapa dampak dan umpan balik seketika).” (Praktikno,

2007:42)

Secara umum komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai suatu


proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi.

Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung

terus-menerus. Komunikasi interpersonal juga merupakan suatu pertukaran

yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.

Sedangkan makna yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut

adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi

terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.

Alo Liliweri mengemukakan sifat-sifat komunikasi interpersonal yang

terangkum dalam pendapat-pendapat Readon, Porter dan Samovar sebagai

berikut :

a. “Komunikasi interpersonal, selalu menampakkan perilaku verbal


maupun non verbal. Hal ini memang merupakan penegasan dari ciri
komunikasi informal memberikan kemungkinan yang luas dalam
penggunaan media komunikasi verbal ataupun non verbal.
b. Komunikasi interpersonal, melibatkan perilaku spontan dan
contrived. Perilaku spontan adalah tindakan seketika yang merupan
luapan emosi atas adanya rangsangan baik dari dalam maupun dari
luar dirinya tanpa dipikirkan atau direncanakan terlebih dahulu.
Perilaku scripted adalah perilaku yang terjadi karena kebiasaan
apakah itu dalam bentuk verbal maupun non verbal. Perilaku
contrived adalah perilaku yang didasari pertimbangan rasional.
c. Komunikasi interpersonal, adalah suatu proses yang hidup. Disana
diartikan bahwa komunikasi informal tidak bersifat statis tetapi selalu
memberikan cakrawala baru bagi mereka yang terlibat dalam
komunikasi tersebut.
d. Komunikasi interpersonal, selalu mempunyai interaksi yang
memberikan umpan balik dan mempunyai koherensi. Interaksi antara
komunikastor dengan komunikan menunjukkan adanya keterlibatan
dan keterpengaruhan antara keduanya. Dengan adanya interaksi yang
baik antara komunikator dengan komunikan selalu akan terjadi umpan
33

balik bergantian antara keduanya. Umpan balik yang dinamis inilah


yang selalu merupakan bahan untuk menjadikan peserta komunikasi
belumlah cukup karena komunikasi informal juga melibatkan
beberapa tingkat interaksi antara peserta komunikasi. Umpan balik
sulit terjadi bila tidak ada interaksi atau aktivitas tindakan yang
menyertainya. Hasil komunikasi informal lainnya adalah koherensi
yang berarti adanya benag merah yang menjalin pesan-pesan
sebelumnya dengan baru saja diungkapkan. Koherensi mencegah
kesalahpahaman antara anggota komunikasi informal yang terlibat.
e. Komunikasi interpersonal, biasanya berpegangan pada tata aturan
yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Dengan intrinsik dimaksudkan
adalah suatu standar dari perilaku yang dikembangkan oleh seseorang
sebagai pedoman bagaimana mereka melaksanakan komunikasi.
Sedangkan ekstrinsik adalah standar atau tata aturan yang timbul
karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengtaruh situasi dan
kondisi sehingga komunikasi informal harus diperbaiki ataui malah
dihentikan.
f. Komunikasi interpersonal, mendorong suatu tindakan-tindakan yang
dilakukan merupakan buah hasil dari komunikasi informal.
g. Sifat persuasif mempunyai salah satu sifat komunikasi informal. Hal
ini nampak pada kecenderungan yang ada pada komunikasi informal
dalam mempengaruhi (saling mempengaruhi antara komunikator dan
komunikan).” (Liliweri, 2004:38)

Komunikasi interpersonal juga merupakan salah satu bentuk komunikasi

yang mempunyai kekhususan tersendiri, dimana terjadinya proses pertukaran

peran antara komunikator dengan komunikan akan lebih berkembang lagi, yang

mana pertukaran tersebut dapat terus menerus silih berganti sehingga terciptanya

suatu situasi kebersamaan.

Proses komunikasi interpersonal berawal dari adanya suatu ide yang

hendak dikomunikasikan. Ide tersebut mungkin tidak sedikit tetapi banyak

macamnya. Sebelum dikomunikasikan ide tersebut terlebih dahulu dipilih dan

disaring. Setelah diseleksi dan disaring selanjutnya ide tersebut diencoding

kedalam lambang-lambang, yakni bahasa lisan yang dikirim dan disebarkan

melalui mulut.
34

Sesudah pesan atau lambang-lambang dikirim kepada komunikasn maka

komunikan men-dencoding-nya, selanjutnya bila pesan diterima komunikasn,

maka komunikasn akan memberikan tanggapan atau feedback atau pesan yang

diterimanya. Proses berlangsung feedback dari komunikan mengalami proses

yang sama seperti ketikan komunikator mengumpulkan pesannya, pada saat

feedback terjadi komunikan telah berubah status menjadi komunikator,

komunikator pertama menjadi komunikan dan begitu seterusnya.

Secara umum bahwa proses komunikasi interpersonal sama dengan

proses komunikasi umumnya dimana paling sedikit masalah tiga komponen yaitu

sumber (komunikator), pesan dan penerima (komunikan). Untuk lebih

memahami tiga komponen dalam proses komunikasi dikemukakan suatu

bpimpinan interpersonal communication oleh Joseph A Devito dalam tulisannya

The Informal Communication Book yang dikutip oleh Koesdarini Soemiatri

bahwa “Komunikasi informal adalah penerimaan pesan dari seseorang dan

diterima oleh orang lainatau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik

langsung.” (Soematri, 2007:42)

Dengan demikian dapat diketahui proses komunikasi interpersonal

memerlukan setidaknya dua orang yang berpartisipasi dalam hubungan tukar

mencari informasi melalui seperangkat isyarat yang mengandung informasi.

Tujuan dari hubungan mencari informasi, persuasi, pengajaran atau hiburan

menentukan peranan yang dimainkan partisipan misalnya seseorang yang

mencari hiburan akan siap menerima kebohongan informasi.


35

5. Tujuan Komunikasi interpersonal

Dalam berkomunikasi interpersonal, setiap orang senantiasa mempunyai

tujuan tertentu apakah itu dinyatakan secara implisit maupun eksplisit. Secara

verbal mungkin sekali tujuan itu tidak terungkap namun suasana hati perasaan

setiap orang yang berkomunikasi mempunyai tujuan tertentu. Kadang-kadang

tujuan itu ditetapkan bersama-sama, kadang-kadang secara kebetulan tema-tema

pembicaraan itu muncul dengan sendirinya.

Tujuan komunikasi interpersonal sebagaimana tujuan komunikasi

umumnya, untuk mendapatkan atau membagi informasi, saling mendidik dan

mengajarkan, saling menghibur, saling menjelaskan dan mempengaruhi. Para ahli

komunikasi umumnya berpendapat bahwa “Tujuan utama komunikasi informal,

ialah mempengaruhi, dengan mempengaruhi maka diharapkan dengan

komunikasi informal terjadi perubahan sikap, dan diikuti oleh suatu tindakan

tertentu yang mewujudkan sikap itu.” (Liliweri, 2004:34)

Berdasarkan definisi ahli komunikasi di atas maka dapat disimpulkan

bahwa tujuan komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang

dilakukan oleh komunikator untuk dapat mempengaruhi komunikan dengan

respon yang diharapkan oleh komunikator dapat berupa perubahan sikap dan

diikuti oleh tindakan tertentu yang mewujudkan sikap tertentu dari komunikan.

6. Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Komunikasi informal sangat efektif dalam merubah sikap dan perilaku

komunikan. “Keefektifan kita dalam hubungan interpersonal ditentukan oleh

kemampuan kita untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin kita
36

sampaikan, menciptakan kesan yang kita inginkan atau mempengaruhi orang lain

sesuai kehendak kita.” (Supratiknya, 2005:24)

Dalam mengembangkan hubungan informal, salah satu variabel yang

cukup penting untuk diperhatikan adalah daya tarik (atraction). 5 faktor utama

yang mempengaruhi daya tarik ini adalah :

1. “ Daya tarik (fisik dan kepribadian)


Kebanyakan, kita lebih menyukai orang yang secara fisik menarik
ketimbang orang yang secara fisik tidak menarik. Dan kita lebih
menyukai orang yang memiliki kepribadian menyenangkan ketimbang
yang tidak. Jika kita diminta untuk menduga-duga kualitas yang dimiliki
orang yang belum kita kenal, barangkali kita akan mengemukakan
kualitas yang positif jika merasa orang itu menarik dan karakteristik
negatif jika menganggap orang itu tidak menarik.
2. Kedekatan
Jika kita mengamati orang yang menurut kita menarik, mungkin kita
menjumpai bahwa mereka adalah orang-orang yang tinggal atau bekerja
dekat kita. kita tampaknya mempunyai harapan-harapan positif dan
karenanya ingin menyukai atau tertarik kepada mereka yang berada di
dekat kita. kedekatan juga memungkinkan kita lebih mengenal orang lain.
3. Pengukuhan
Kita akan merasa tertarik dan menyukai orang yang dapat menghargai
kita. Penghargaan atau pengukuhan dapat bersifat sosial (misalnya,
komplimen atau pujian) atau bersifat material (misalnya, hadiah atau
promosi).
4. Kesamaan
Dengan tertarik kepada orang yang seperti kita, kita membenarkan diri
kita sendiri. Kita mengatakan kepada diri kita sendiri bahwa kita pantas
disukai dan kita ini menarik. Walaupun ada pengecualian, kita umumnya
menyukai orang yang sama dengan kita dalam suku bangsa, kemampuan,
karakteristik fisik, kecerdasan dan khususnya sikap serta selera. Makin
penting sikap, makin penting kesamaan.
5. Sifat Saling Melengkapi
Walaupun banyak orang berpendapat bahwa orang-orang yang
mempunyai kepentingan yang sama akan bersatu, ada pula yang
berpendapat bahwa “kutub yang berlawanan saling tarik menarik.”
(Devito, 2007:238)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

mengembangkan hubungan interpersonal perlu ditelaah 5 faktor utama yang

mempengaruhi daya tarik antara komunikator dan komunikan, diantaranya yang


37

harus diperhatikan adalah harus terdapatnya daya tarik penampilan dari

komunikator karena kebanyakkan komunikan lebih menyukai komunikator yang

secara fisik menarik ketimbang komunikator yang secara fisik tidak menarik dan

komunikan lebih menyukai komunikator yang memiliki kepribadian

menyenangkan ketimbang yang tidak. Kedua harus mampu menciptakan

kedekatan antara komunikator dengan komunikan. Ketiga harus adanya

pengukuhan atau penghargaan karena setiap individu akan merasa tertarik dan

menyukai orang lain yang dapat menghargai. Keempat minimal harus ada

kesamaan antarai komunikator dengan komunikan yang bisa berupa kemampuan.

Kelima harus adanya sifat saling melengkapi.

Selain itu, hal yang terpenting yang perlu diperhatikan adalah proses

pengungkapan diri. Proses ini merupakan dasar dari awal terbentuknya interaksi

lebih lanjut. Kecendrungan yang terjadi adalah, setiap individu akan membuka

diri kepada orang yang disukai dan setiap individu tidak akan membuka diri

kepada orang yang tidak disukai. Setiap individu akan membuka diri lebih

banyak kepada orang yang dipercayainya. Menurut penulis, kita lebih cenderung

membuka diri tentang topik tertentu ketimbang topik yang lain.Umumnya, makin

pribadi dan makin negatif suatu topik, makin kecil kemungkinan kita

mengungkapkannya.

7. Elemen-Elemen Komunikasi Interpersonal

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai proses

komunikasi informal diatas. Maka pada sub pokok bahasan mengenai elemen

komunikasi informal ini akan digambarkan sebuah bagan komunikasi informal


38

dan elemen-elemen yang terdapat di dalamnya. Adapun elemen-elemen serta

proses yang terjadi pada komunikasi informal adalah sebagai berikut :

1. “Sumber/komunikator (source)
Komunikasi informal terjadi ketika setidaknya ada 2 orang yang sedang
berkomunikasi. Tiap-tiap orang tersebut berfungsi sebagai source
(menyusun dan mengirim pesan) dan receiver (menerima dan
menafsirkan pesan). Dalam komunikasi informal term source-receiver
dimaksudkan bahwa tiap orang yang berkomunikasi bertindak sebagai
source dan sekaligus sebagai receiver. Seorang memberikan arti atas
pikiran dan perasaannya dalam lewat sebuah kode atau beberapa set
simbol (biasanya dilakukan oleh pengirim pesan), proses encoding.
Dengan menterjemahkan kode-kode tersebut kita secara langsung telah
melakukan proses decoding (biasanya dilakukan penerima pesan atau
receiver). Siapa diri seseorang, apa yang dipikirkan, apa yang dipercayai,
seperti apa nilai yang ada di dalam dirinya, apa keinginannya, semua
perilakunya akan berpengaruh pada apa yang dikatakannya, bagaimana
cara mengutarakannya, dan pesan apa yang akan diterimanya. Begitu
pula sebaliknya, apa yang kita pikirkan tentang lawan komunikasi kita,
serta bagaimana pengetahuannya akan mempengaruhi pesan informal
kita. Encoding mengacu pada kegiatan memproduksi pesan, sedangkan
decoding merupakan kegiatan menangkap dan memberikan makna akan
pesan yang disampaikan. Orang yang melakukan encoding dinamakan
sebagai encoder (source), sedangkan orang yang menangkap dan
menterjemahkan pesan tersebut dinamakan sebagai decoder (receiver).
Kegiatan encoding dan decoding dilakukan untuk menggambarkan bahwa
dua aktivitas dilakukan sebagai kombinasi atas setiap partisipan
komunikasi, dimana setiap orang dalam komunikasi bertindak sebagai
encoder dan decoder sekaligus. Komunikasi informal dikatakan baru
terjadi ketika pesan telah melalui proses encoding dan decoding.
2. Proses Encoding – Decoding
Encoding mengacu pada artian aksi memproduksi pesan, contohnya
berbicara atau menulis. Decoding adalah kebalikannya, mengacu pada
aksi mengerti arti dari pesan, contohnya mendengarkan atau membaca.
Dengan mengirimkan pesan melalui gelombang suara (dalam
pembicaraan) atau gelombang cahaya (dalam tulisan), sama dengan
membentuk ide-ide tersebut menjadi sebuah kode, itulah encoding.
Dengan menerjemahkan suara atau gelombang cahaya menjadi ide-ide,
sama dengan mengartikan kode tersebut, itulah decoding. Jadi, pembicara
dan penulis disebut encoders, dan pendengar dan pembaca disebut
decoders. Istilah encoding-decoding ini digunakan untuk menekankan
bahwa dua aktifitas tersebut dilakukan dengan kombinasi oleh aksi dari
masing-masing pihak. Untuk terjadinya komunikasi informal, pesan harus
dikodekan dan didekodekan.
39

3. Message
Syarat utama terjadinya komunikasi informal tak lain adalah terkirim dan
diterimanya pesan yang mengekspresikan pemikiran dan perasaan kita
kepada lawan bicara kita. Biasanya hal tersebut terjadi secara verbal
maupun nonverbal, namun pada umumnya pesan terjadi melalui
kombinasi keduanya. Apapun yang ada di dalam diri kita memiliki
potensi untuk mengirimkan pesan informal, tiap pesan memiliki efek
tertentu. Dalam face to face communication atau komunikasi tatap muka
(bentuk komunikasi diadik) pesan kita meliputi kedua jenis pesan yang
ada, yakni verbal dan non verbal. Kita mengirimkan pesan dengan kata-
kata yang diiringi dengan gerakan tubuh, gesture, variasi intonasi vokal.
Kategorisasi pada bentuk komunikasi pesan verbal dan nonverbal. Berikut
penjelasannya :
a) Komunikasi verbal :
Komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun
tertulis. Komunikasi ini paling sering digunakan oleh hubungan
antarmanusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan,
emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka, menyampaikan fakta,
perasaan dan pemikiran, saling berdebat dan bertengkar. Dalam
komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting.
b) Komunikasi nonverbal :
Komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa
kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal ternyata jauh
lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal dengan kata-kata.
Sebesar 93% semua makna sosial dalam komunikasi tatap muka,
diperoleh dari tanda-tanda non verbal. Dalam berkomunikasi hampir
secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu,
komunikasi nonverbal bersikap tetap dan selalu ada. Komunikasi
nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena
spontan. Susunan suatu komunikasi nonverbal, misalnya berjabat tangan,
mungkin masih mudah dimengerti. Tetapi jabat tangan itu disambung
dengan raut wajah seperti cemberut, gerak mata seperti terkejut, gerak
anggota tubuh seperti tangan yang kaku dan seluruh tubuh yang tegang,
kita sulit untuk mengartikannya. Karena itu, mempelajari komunikasi
nonverbal lebih sulit daripada mempelajari komunikasi verbal. Sebab
perbendaharaan kata, tata kalimat dan tata bahasanya sulit dirujuk.
Komunikasi nonverbal dapat berbentuk, yakni : Bahasa tubuh, tanda
(sign), tindakan/perbuatan (action) atau objek (object).
4. Feedback
Dalam melakukan komunikasi informal, seseorang melakukan pertukaran
feedback. Feedback sendiri merupakan bentuk spesial dari sebuah pesan.
Ketika kita mengirimkan pesan kepada orang lain, secara otomatis kita
akan mendapatkan feedback (umpan balik) dari pesan kita sendiri (kita
mendengar apa yang kita katakan), kita merasakan gerakan tubuh kita.
Berdasarkan informasi yang kita dapatkan dengan cara ini, maka hal
tersebut dinamakan self-feedback. Mendapatkan umpan balik dari lawan
40

bicara kita. Lawan bicara kitapun secara stimultan mengirimkan pesan


yang menunjukkan bagaimana cara menyandi atau merespon pesan yang
disampaikan. Dalam komunikasi tatap muka pelaku komunikasi dapat
memonitoring secara langsung umpan balik dari lawan bicaranya. Elemen
feedback dapat terbagi menjadi 5, yakni :
a) Positive-negative
Positive feedback terjadi apabila seseorang menerima pesan yang
baik, hal ini menunjukkan kepada speaker bahwa dia berada di jalan
yang benar, dan sebaiknya harus terus berkomunikasi dengan cara
yang sama. Sedangkan feedback yang negatif terjadi ketika seseorang
menunjukkan kepada pembicara bahwa ada sesuatu yang salah, dan
sebuah perubahan dalam berkomunikasi harus segera dilakukan.
b) Imidiate-delayed
Dalam suasana informal, feedback pada umumnya sesegera mungkin
dikirimkan setelah pesan diterima, respon hampir selalu berjalan
secara stimultan dengan pesan yang diterima. Pada situasi komunikasi
lain. Bagaimanapun feedback dapat juga mengalami penundaan,
seperti contohnya yang terjadi pada media massa.
c) Low monitoring-high monitoring
Berbagai macam bentuk feedback seperti halnya yang terjadi secara
spontan, benar-benar jujur hal ini yang dinamakan low monitoring
feedback, sedangkan pesan balik yang disampaikan secara terstruktur
untuk memenuhi keinginan publik dinamakan high monitoring
feedback.
d) Supportive-critical
Supportive feedback berarti mendukung, menyetujui apa yang
pembicara bawakan. Sedangkan critical feedback terjadi ketika pesan
yang dibawakan ditanggapi secara evaluatif dan judgemental
e) Feedforward
Dalam melakukan umpan balik atau feedback, ada juga yang
dinamakan feedforward. Feedforward berisikan informasi akan pesan
sebelum atau yang sedang akan disampaikan. Pesan ini
mengisyaratkan kepada pendengar akan pesan yang akan segera
disampaikan.
5. Channel
Channel merupakan media yang selalu dilalui pesan. Channel seperti
halnya jembatan yang menjembatani source dan receiver dalam
pengiriman pesan. Jarang sekali komunikasi hanya melalui satu saluran,
kita seringkali menggunakan dua, tiga, empat saluran yang berbeda secara
stimultan. Sebagai contoh dalam komunikasi tatap muka tidak hanya
berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita juga
menggunakan gerakan tubuh, sehingga menerima isyarat tersebut secara
visual.
6. Noise
Noise merupakan segala macam hambatan dalam komunikasi yang
mendistorsi pesan. Noise tersebut kemudian menghalangi penerima dalam
41

menerima pesan. Hambatan tersebut dikatakan ada dalam sebuah sistem


komunikasi, apabila membuat pesan yang disampaikan mengalami
penurunan porsi dari pesan yang dikirimkan. Hambatan dalam
komunikasi tidak dapat dihindarkan. Semua komunikasi mengandung
hambatan, dan walaupun kita tidak dapat meniadakannya sama sekali,
setidaknya kita dapat mengurangi hambatan dan dampaknya.” (Mulyana,
2005:84)

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka komunikasi informal

merupakan komunikasi yang efektif untuk merubah perilaku komunikan karena

prosesnya yang dialogis, komunikasi informal yang dilakukan oleh seorang

pimpinan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap para bawahan.

Melalui komunikasi informal, pimpinan dapat memimpin para karyawan dalam

melakukan pekerjaan dan tugasnya.

8. Motivasi Kerja

Menurut Flippo (2004:392), “Motivasi berasal dari kata latin ‘movere’

yang berarti dorongan atau daya penggerak.” Hal ini menunjukkan bahwa

motivasi (motivation) dapat diartikan sebagai dorongan atau penggerak serta

bagaimana caranya mengarahkan dan menyalurkan daya dan potensi seseorang.

Selain itu Flippo (2004:392), mengemukakan bahwa “Motivasi adalah suatu

keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi sedemikian rupa, sehingga

tercapai keinginan para pegawai sekaligus juga pencapaian tujuan organisasi.”

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat peneliti simpulkan bahwa motivasi

kerja adalah upaya untuk mengarahkan dan menyalurkan daya dan potensi

seseorang agar bekerja melakukan kegiatan untuk mewujudkan tujuan yang

telah ditentukan.
42

Definisi lain tentang motivasi menurut Effendy (2003:11), adalah

“Merupakan kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendri

untuk mengambil tindakan yang dikehendaki” Sedangkan menurut Manulang,

(2001:146) bahwa, “motivasi atau motivation berarti pemberian motif,

penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula

diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.”

Berdasarkan kedua definisi motivasi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa pada dasarnya motivasi dimulai dengan adanya kekurangan kebutuhan

fisik dan psikis yang mendorong tingkah laku untuk mecapai tujuan tertentu.

Maka motivasi merupakan dorongan atau daya penggerak yang diberikan

kepada seseorang agar mau bertindak dengan bekerja sama sesuai dengan apa

yang dikehendaki secara efektif, untuk mencapai kepuasan bersama, sesuai

dengan apa yang dikehendaki yang dipengaruhi oleh faktor kebutuhan biologis

dan emosional yang dapat diduga melalui pengamatan tingkah laku manusia.

Menurut Mc. Donald, dalam Hasibuan (2008:73), mengemukakan

bahwa motivasi mengandung tiga elemen penting :

1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada


diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem
“neurophysological” yang ada pada organisme manusia. Karena
menyangkut perubahan energi manusia, penampakannya akan
menyangkut kegiatan fisik manusia.
2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa, atau “feeling”, afeksi
seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-
persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan
tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi
dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni
tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi
kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur
lain, dalam hal ini tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal
kebutuhan.
43

Berdasarkan uraian elemen motivasi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa motivasi merupakan pembentukkan energi pada diri setiap individu

manusia, yang memunculkan rasa, atau “feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal

ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi

yang dapat menentukan tingkah laku manusia.Sebagai respon dari suatu aksi

terhadap tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Peran Public Relations sebagai fasilitator perusahaan terhadap karyawan

dapat diterapkan dalam bentuk perhatian timbal balik dengan mengemukakan

keinginan dan harapan perusahaan kepada karyawan serta memenuhi kebutuhan

yang diharapkan karyawan dari perusahaan, sehingga memudahkan Public

Relations dalam memberikan motivasi kepada karyawan. Oleh sebab itu untuk

dapat memotivasi karyawan perlu diketahui jenis-jenis motivasi yang ada yaitu :

a. Motivasi positif (insentif positif)


Dalam motivasi positif pimpinan atau Public Relations memotivasi
(merangsang) karyawan akan meningkat karena pada umumnya
manusia senang menerima yang baik-baik saja.
b. Motivasi negatif (insentif negatif)
Dalam motivasi Public Relations atau pimpinan memotivasi
bawahan dengan standar, maka akan mendapat hukuman. Dengan
motivasi negatif ini semangat dalam jangka waktu pendek akan
meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka
waktu panjang dapat berakibat kurang baik. (Hasibuan, 2008: 75)

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi

terdiri dari 2 jenis yaitu; motivasi positif (insentif positif) yang dapat dilakukan

oleh Public Relations dengan memberikan berbagai hal yang berkaitan dengan

nilai-nilai kebaikan yang diharapkan oleh karyawan untuk memotivasi

(merangsang) kerja karyawan. Selanjutnya motivasi negatif (insentif negatif)


44

yang dapat dilakukan Public Relations atau pimpinan memotivasi bawahan

dengan memberikan hukuman. Diharapkan dengan memberikan motivasi negatif

ini semangat dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena karyawan

takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Menurut peneliti, dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering

digunakan oleh suatu perusahaan. Tugas Public Relations adalah bagaimana

kedua motivasi tersebut dapat terlaksana dengan tepat dan seimbang, agar dapat

meningkatkan semangat kerja karyawan untuk bekerja keras dengan

memberikan semua kemauan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan

perusahaan. Motivasi kerja karyawan didasari atas nilai kebutuhan yang ada

pada setiap individu karyawan. Dari kedua bentuk motivasi tersebut di atas,

penerapan motivasi positif (insentif positif) lebih cenderung disukai oleh setiap

karyawan.

Sedangkan menurut Haney seperti dikutip oleh Arni Muhammad,

mengemukakan : “Menekankan bahwa makin tinggi kepercayaan, cendrung

motivasi kerja makin tinggi.” (Muhammad, 2002:68)

Menurutnya ada dua siklus yaitu : yang bersifat konstruktif dan destruktif.

Dalam siklus yang destruktif keadaan yang sebenarnya terjadi seperti pada

gambar dibawah ini :

Siklus Konstruktif Siklus Destruktif

Kepercayaan Tinggi Kepercayaan Rendah

Motivasi Tinggi Motivasi Rendah

Sumber : Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal.69
45

Selanjutnya, Arni Muhammad mengutip pendapat Seiler yang

mengatakan bahwa : “Bila bawahan merasa bahwa atasan tidak percaya pada

mereka, mereka akan berespons dengan sedikit kebencian dan kurang kerelaan.”

(Muhammad, 2002:69)

Haney merekomendasikan dua cara untuk memecahkan siklus deskriptif,

salah satu adalah inisiatif bawahan dan satu lagi inisiatif atasan. Gambaran dari

kedua cara tersebut seperti terdapat pada gambar dibawah ini :

Pemecahan Siklus Inisiatif Bawahan Pemecahan Siklus Inisiatif Pimpinan

Kepercayaan Rendah Kepercayaan rendah

Motivasi Tinggi Motivasi Rendah

Motivasi Rendah Kepercayaan Tinggi

Kepercayaan Tinggi Motivasi Tinggi

Sumber : Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal.70

Metode pemecahan yang berasal dari inisiatif bawahan tergantung pada

kesabaran bawahan dalam toleransi kepercayaan yang rendah dari atasan,

sementara menjaga kinerja yang tinggi bawahan dalam mengharapkan akhirnya

akan dapat membujuk atasan dengan memperlihatkan kesungguhannya. Metode

yang kedua usaha memecahkan siklus dengan memperoleh respon atasan

terhadap rendahnya produksi dengan menambah tanggung jawab dan

kepercayaan dengan harapan bahwa orang yang mempunyai kinerja yang rendah

termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Haney menjelaskan bahwa situasi itu

menciptakan suatu paradoks karna seorang atasan tidak akan percaya seseorang

yang telah menggunakan kepercayaannya. Kedua metode ini mungkin sedikit


46

kurang realistis dan bahkan lebih sulit memulainya, tetapi keduanya adalah

berharga, jika mereka lakukan akan menambah kepercayaan dan motivasi kerja.

Bagaimanapun juga kemampuan dan keterampilan seorang pimpinan

dalam pengarahan adalah faktor penting, karena apabila organisasi dapat

mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan,

kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif, akan lebih

meningkat. Hubungan pimpinan dengan bawahan menjadi faktor kebutuhan

untuk memantau motivasi kerja bawahan dan kebutuhan tentang kepatuhan

terhadap perintah sebagai wujud aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. “

C. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah beberapa uraian tentang dasar teori atau model

yang digunakan sebagai acuan penelitian. Teori menurut Kerlinger adalah;

“Himpunan konstruk (konsep) definisi dan proporsi yang mengemukakan

pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel

untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut”(Rakhmat, 2004:6)

“Sebuah kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau

bpimpinan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang

akan dilakukan, adalah teori mengenai variabel-variabel permasalahan yang akan

diteliti.” (Mardalis, 2003:41)

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah proses

komunikasi informal yang dilakukan seorang pimpinan dengan karyawan dalam

proses kegiatan bekerja pada sebuah perusahaan dalam bentuk instruksi kerja.

Untuk dapat menjelaskan dan meramalkan gejala dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan :
47

1. Teori Hubungan Antar Manusia (Elton Mayo)

Teori Hubungan Antar Manusia dikemukakan oleh Elton Mayo.

Pendekatan yang dilakukan dalam teori Hubungan Antar Manusia menitik

beratkan pada pendekatan psicologis terhadap para bawahan, yakni dengan

mengetahui perilaku individu dari para karyawan dan perilaku kelompok

karyawan sebagai suatu ‘human relation groups’ yang berperan dalam

meningkatkan produktifitas kerja. Dalam teori ini, Elton Mayo

mengemukakan bahwa:

“Kita sebaiknya membentuk suatu kelompok kerja yang dapat bekerja


sama dan membentuk organisasi yang menitik beratkan hubungan antar
manusia dengan memperhatikan faktor motivasional dari masing-masing
individu & kelompok tersebut. Hubungan antara faktor2 fiskal, moneter
dan sosial terhadap produktifitas kerja menjelaskan bahwa : Faktor fiskal
& moneter bukan merupakan determinant tunggal dari produktifitas,
sebab manusia bukanlah mahluk ekonoteknikal namun merupakan suatu
dimensi rasioemosional, oleh karena itu kelompok sosial akan sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan produktifitas kerja karyawan.” (Pace
& Faules, 2005:186)

Dengan demikian rekomendasi umum dari teori Hubungan Antar

Manusia adalah bahwa organisasi merupakan suatu sistem sosial dan harus

memperhatikan kebutuhan sosial & psicologis dari para karyawan agar dapat

mencapai tingkat produktifitas seperti yang diharapkan. Teori ini bermula dari

studi yang dilakukan oleh Elton Mayo yang dinamakan ‘Studi Hawthorne’. Elton

Mayo mengemukakan bahwa:

“Two compelling conclusions have evolved out of Hawthorne studie,


often reffered jointly as the Hawthorne effect : (1) The veru act of paying
attentions to people may change their attitudes and behavior, and (2)
High marole and productivity are promoted if employee have
opportunities for interaction with each other”.
48

Artinya ; Dua kesimpulan yang berkembang dari studi Hawthorne sering


disebut dengan efek Hawthorne : (1) Perhatian terhadap orang-orang
boleh jadi mengubah sikap dan perilaku mereka; dan (2) Moral dan
produktivitas dapat meningkat apabila para pegawai mempunyai
kesempatan untuk berinteraksi satu sama lainnya.” (Pace & Faules,
2005:1187)

Teori Hubungan Manusia menekankan pada pentingnya individu dan

hubungan sosial dalam kehidupan organisasi. Dan bermuara pada kesejahteraan

karyawan. Jika seorang pimpinan melakukan strategi peningkatan dan

penyempurnaan organisasi dalam meningkatkan kepuasan para anggota

organisasi (karyawan) dan menciptakan yang dapat membantu individu

mengembangkan potensinya. Maka dengan meningkatkan kepuasan kerja dan

mengarahkan aktualisasi diri para karyawannya, seorang pimpinan akan

mempertinggi motivasi karyawan dalam bekerja sehingga akan meningkatkan

produksi organisasi.

Sebagai acuan utama yang mendukung Teori Hubungan Manusia, penulis

akan menggunakan Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi (Perspektive

Humanistic) sebagai dasar untuk mengetahui sejauh mana komunikasi informal

atasan dengan bawahan mampu meningkatkan motivasi bermotivasi kerja

karyawan di dalam sebuah organisasi.

Komunikasi antar pribadi sebagai bentuk perilaku dapat berubah dari

sangat efektif kesangat tidak efektif, dan pada suatu saat komunikasi bisa lebih

buruk dan pada saat lain bisa lebih baik.

“Efektifitas komunikasi antar pribadi dari perspektif humanistic,


perspektif ini menekankan keterbukaan, empati, perilaku suportif dan
kesamaan. Pada umumnya sifat-sifat ini akan membantu interaksi
menjadi lebih berarti, jujur dan memuaskan. Pendekatan ini berasal dari
psikologi humanistic.” (Sendjaja, 2003:123).
49

Lima karakteristik komunikasi informal yang tercakup dalam perspektif


humanistic, yaitu :

1. “Keterbukaan (Openess)
Keterbukaan mengacu pada setidaknya pada tiga aspek dari
komunikasi informal, yaitu :
a. Mengacu kepada kemampuan kita untuk membuka diri (untuk
mengungkapkan informasi tentang diri kita yang ditutupi).
b. Mengacu kepada kemampuan kita untuk bereaksi secara jujur
terhadap pesan yang kita terima. Biasanya kita menginginkan agar
orang bereaksi secara jujur terhadap apa yang kita katakan dan
kita rasakan dan kita berhak atas hal-hal tersebut.
c. Mengacu kepada perasaan dan pikiran yang kita miliki.
2. Empati (Empathy)
Mungkin kualitas komunikasi yang paling sulit untuk dicapai adalah
kemampuan kita untuk bersimpati terhadap orang lain. Bersimpati
terhadap seseorang artinya bahwa kita merasakan apa yang dirasakan
orang lain, mencoba mengalami apa yang dialami orang lain dari
sudut pandang orang tersebut tanpa menghilangkan identitas sendiri.
3. Dukungan (Supportiveness)
Yang dimaksud dengan dukungan adalah sebuah suasana yang lebih
bersifat deskriptif daripada mengevaluasi yang mengarah pada sebuah
dukungan. Ketika kita merasa komunikasi sebagai sebuah permintaan
atas informasi atau penggambaran atas sebuah kejadian, kita biasanya
tidak merasakannya sebagai sebuah ancaman. Kita tidak merasa
tertantang dan tidak merasa perlu untuk membela diri. Bagaimanapun
juga komunikasi yang sifatnya menghakimi atau mengevaluasi
biasanya membuat kita menjadi lebih difensif, menarik diri
membangun semacam penghalang antara kita dan evaluator.
4. Rasa Positif (Positiveness)
Rasa positif dapat kita komunikasikan dalam komunikasi informal
dengan dua cara, yaitu :
a. Memperlihatkan perilaku positif
Perilaku positif dalam komunikasi informal mengacu kepada hal
yang positif dari satu orang kepada yang lain dan kepada situasi
komunikasi secara umum. Perasaan negatif biasanya membuat
komunikasi lebih sulit dan akhirnya dapat memperbesar.
b. Memuji orang yang berinteraksi dengan anda
Bila anda memuji seseorang, maka anda mengakuinya sebagai
seseorang, sebagai manusia yang penting.
5. Kesamaan (Equality)
Kesamaan adalah karakteristik yang khas dalam berbagai situasi, yang
mungkin saja terdapat beberapa ketidaksamaan. Seseorang bisa lebih
pandai dari yang lain, lebih kaya dan sebagainya. Tidak ada dua orang
atau lebih yang benar-benar sama dalam berbagai aspek.” (Devito,
2005:75)
50

Meskipun terdapat ketidaksamaan, komunikasi informal biasanya

dianggap lebih efektif ketika berada dalam kesamaan. Dalam hubungan antar

pribadi, dengan ciri kesamaan, ketidaksetujuan dan konflik dipandang sebagai

usaha yang tidak dapat dielakkan untuk memahami daripada sebagai kesempatan

untuk menjatuhkan orang lain. Kesamaan tidak mengharuskan agar kita

menerima dan menyetujui semua perilaku orang lain.

2. Teori Komunikasi Persuasif

Teori komunikasi persuasif secara khusus mengkaji dunia pengalaman

batin, cara suatu dunia memandang individu yang sedang menerima dunia

tersebut. Sikap bukan sekedar respon perilaku seperti “gambaran di kepala kita”

(picture in our heads), menilai kerangka pengalaman kita dengan predisposisi

kita kearah respon perilaku. Persuasi dipandang sebagai sebuah proses untuk

menyusun kembali kateori perceptual berdasarkan isyarat yang sudah terhimpun

dari lingkungan dan nilai serta kebutuhan internalnya. Meskipun pandangan yang

duduk dalam sebuah auditorium dipandang sebagai sebuah entitas yang aktif,

yang selamanya berusaha memberikan makna terhadap apa yang dialaminya.

Para ahli teori komunikasi persuasif seperti Solomon Asch, menyakini

bahwa; “…keterhubungan antara sumber kewibawaan dengan kedudukan mereka

sebelumnya tidaklah bersifat persuasif ; selain itu, mereka yang telah

menyampaikan pesan memiliki pengaruh yang justru bersifat persuasif karena

mereka menarik pendengar untuk menstruktur atau menyusun kembali persepsi

mereka pada obyek sikapnya.” (Malik, 2002:17)


51

Jadi seperti yang Solomon Asch yakini bahwa keterhubungan antara

sumber kewibawaan dengan kedudukan mereka sebelumnya tidaklah bersifat

persuasif tetapi mereka yang menyampaikan pesan (message) yang justru

memiliki pengaruh bersifat persuasif karena mereka menarik pendengar

(audience) untuk menyusun atau menstruktur kembali persepsi mereka pada

obyek sikapnya.

Obyek sikap dihadapkan pada sumber kewibawaan, Obyek sikap dapat

ditandai oleh pengaruh kewibawaan. Jika demikian, maka dalam komunikasi

persuasi erat kaitannya dengan sumber kewibawaan karena sumber kewibawaan

dapat berpengaruh terhadap persepsi. Dalam teori persepsi kritis terhadap

sejumlah perilakuan sugesti kewibawaan sebagai sesuatu yang relatif bisa

diramalkan dan otomatis.

Robert Merton telah melakukan teoritisasi bahwa, secara maksimal harus

efektif, sumber harus tampil dengan kemampuan simbolik ; apa yang

diungkapakan kepada khalayak sebagai pribadi, bagaimana pun harus sesuai

(bentuk perilaku yang baik ) dengan pesan yang disampaikan.” (Malik, 2002:18)

Teori lainnya, yang diajukan oleh C.Sherif, M. Sherif dan Nebergall yang

dikutip Dedy Djamaluddin Malik dalam bukunya yang berjudul Komunikasi

Persuasif, “…yang menantang para pembujuk (komunikator) untuk

menyampaikan pesan yang sama baiknya.” (Malik, 2002:18)

Jadi komunikator atau pembujuk dituntut untuk dapat menyampaikan

pesan (message) dengan baik agar pendengar atau audience dapat menerima

pesan (message) dengan baik.


52

Untuk mendukung proses komunikasi persuasive agar berjalan denagn

baik maka perlu di perhatikan beberapa komponen yang dikembangkan oleh

Dennis L. Wilcox, dalam bukunya “Public Relations Strategies and Tactics, Sixth

Edition,” meliputi :

1. “ Audience analysis
Knowledge of audience characteristics such as belieff, attitudes,
concern, and lifestyle is an essential part of persuasions.
2. Source credibilty
Source credibilty is based on three factors. One is expertise, the
second component is sincerty, the third component is charisma.
3. Appeal to self-interest
Self interst was describes during earlier discussion about the
formation of public opinion. Public become involved in issues or pay
attention to messages that ppeal to their psychic or economic needs.
4. Clarity of messages
The most persuasive messages are direc and are simply expresse.
5. Timing anf context
A messages is more persuasive if environment factors support the
messages or if the messages is received within the context of other
messages and situations with which the individual is familiar. These
factors are called timing and context.
6. Audiences participation
A change in attitude or reinforcement of beliefs is enhanced by
audience involment and participation.
7. Suggestions for action
A principle of persuasion is that people endorse ideas only if they are
accompanied by a proposed action from the sponsor.
Recommendation for action must be clear.
8. Content and structure of messages
Write throughout history have emphasized some information while
downplaying or omitting other pieces of information. Thus they
addressed both the content and structure of messages.
9. Persuasive speaking
Psychologist have found that successful speakers (and salespeople)
use persuasion techniques; start with truth.” (Wilcox, 2000:216)
Artinya:
1. Analisis audience, dalam analisis audience adanya karakteristik yaitu:
a. Kepercayaan; audience harus memiliki kepercayaan kepada
komunikator.
b. Perilaku; komunikator harus dapat menjadi contoh atau teladan
kepada audiencenya.
53

c. Gaya hidup; gaya hidup seseorang berbeda-beda, jadi komunikator


harus dapat mengetahui kepada siapa dia berkomunikasi.
d. Kesadaran; pada saat sekarang ini orang atau audience sudah memiliki
kesadaran terhadap lingkungannya.
2. Kredibilitas sumber, berdasarkan tiga faktor :
a. Pengalaman; audience harus dapat mempercayai komunikator yang
dianggap ahli di bidangnya.
b. Kharisma; suatu sikap yang menunjukkan orang lain bersimpatik.
c. Ketulusan; audience harus dapat mempercayai apa yang dikatakan
atau di informasikan sumber tersebut tanpa maksud-maksud tertentu.
3. Daya tarik minat diri seseorang terdiri dari :
a. Daya tarik fisik; daya tarik fisik dapat membuat audience tertarik.
b. Kebutuhan informasi; audience akan tertarik apabila ia merasa
membutuhkan informasi.
4. Pesan persuasif, terdiri dari :
a. Langsung; pesan persuasif lebih efektif apabila dilakukan secara
langsung.
b. Sederhana; pesan yang baik adalah pesan yang sederhana agar
audience lebih mudah mengerti pesan tersebut.
5. Waktu dan konteks, berdasarkan faktor lingkungan yang terdiri dari:
a. Pesan; pesan akan lebih mudah diterima apabila faktor lingkungan
mendukung.
b. Situasi yang familiar; pesan akan diterima apabila didalam konteks
pesan dan situasi dimana individu itu dikenal atau familiar.
6. Partisipasi audience, terdiri dari :
a. Keterlibatan audience; dengan keterlibatan audience komunikasi
persuasif akan lebih efektif.
b. Partisipasi; partisipasi perlu dilakukan dalam komunikasi.
7. Sugesti untuk bertindak, yang tergantung dari :
a. Rekomendasi; prinsip dari persuasi adala bila orang menciptakan ide
apabila mereka diikutu oleh usulan untuk bertindak. Rekomendasi
untuk bertindak harus jelas.
8. isi dan struktur pesan, yang terdiri dari :
a. Isi; isi pesan harus mengandung teknik-teknik agar pesan lebih
persuasif.
b. Struktur pesan dari guru; struktur pesan harus jelas.
9. Gaya bahasa yang membujuk, yang tergantung dari:
a. Bahasa yang berisi kebenaran; bahasa yang digunakan harus
berdasarkan fakta
54

3. Teori Hierarchy of Effects (David. A. Aker & John G. Myer)

Salah satu teori untuk menelaah bentuk sikap berupa berkembangnya

informasi dalam diri setiap individu atau meningkatnya motivasi kerja, maka

penulis menggunakan teori Hierarchy of Effects

“Teori Hierarchy of Effects tidak melandaskan pemikirannya pada

determinan-determinan biologis melainkan psikologis dan lingkungan.

Menurut teori ini, bagaimana seseorang menafsirkan atau berusaha mengerti

apa yang melatar belakangi peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya akan

menentukan perilakunya.” (Aker & Myer, 2007:105)

Usaha untuk memahami dan mengerti proses komunikasi persuasif,

setiap peneliti dalam bidang periklanan sudah menciptakan dan meminjam

model teori dari disiplin ilmu lain untuk dipergunakan sebagai pengembangan

kerangka berpikir. Penerapan dan pengembangan model hirarki efek

diharapkan dapat menerangkan faktor-faktor internal psikologis setiap

individu yang mampu mempengaruhi dalam membuat keputusan dan untuk

dapat melihat proses terbentuknya keputusan tersebut serta bagaimana proses

tahapan dapat membentuk keputusan.

Berikut ini merupakan penjabaran model teori Hierarchy of Effects

yang terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya ;

1. ”Tahap Pertama adalah Awareness


Pada tahap ini individu menyadari kerbutuhannya.
2. Tahap Kedua adalah Knowledge
Pada tahap ini individu sudah mengerti atau paham akan
kegunaan dan manfaat pemenuhan kebutuhannya
3. Tahap Ketiga adalah Liking
Pada tahap ini individu sudah menyukai suatu suatu hal untuk
memenuh kebutuhannya
4. Tahap Keempat adalah Preference
Individu berada dalam tahap ini sudah mulai membandingkan
cara-cara yang akan dilakukan dalam memnuhi kebutuhannya.
55

5. Tahap Kelima adalah Conviction


Pada tahap ini individu sudah merasa yakin dengan pilihan suatu
cara untuk memdapatkan hal-hal yang ingin dicapainya.
6. Tahap Keenam adalah Action
Pada tahap ini individu sudah memulai tindakan untuk memenuhi
kebutuhannya.” (Aker & Myer, 2007:105)

Bagan model teori Hierarchy of Effects

Kognitif

Kesadaran (Awareness)

Pemahaman (Knowledge)

Afektif

Kesukaan (Liking)

Kecendrungan(Preference)

Keyakinan (Conviction)

Konatif

Tindakan (Action)

(Aker & Myer, 2007:105)

Dalam hal ini penulis membataskan penelitian sampai pada tahap afektif

berupa timbulnya motivasi kerja karyawan, yang merupakan akibat dari

informasi yang di terima melalui komunikasi informal dari pimpinan cabang.

Hal ini pun sangat erat kaitannya dengan atensi karyawan dalam melihat dan

menerima isi pesan secara keseluruhan yang disampaikan. Melihat berbagai

perubahan yang dapat terjadi setelah menerima pesan, maka penulis hanya akan

membahas lebih lanjut sampai pada tingkatan afektif.

Teori Hierarchy of Effects di atas menjelaskan suatu faktor pendorong

yang menyebabkan setiap individu termotivasi ketika melakukan aktivitas kerja,


56

didasari oleh nilai-nilai kebutuhannya. Namun pembahasan nilai-nilai

kebutuhannya ditetapkan dalam bentuk kebutuhan yng sifatnya general, artinya

tidak menjelaskan secara spesifik yang actual bagi setiap individu dalam ruang

lingkup pekerjaan. Oleh sebab itu peneliti akan mengembangkan suatu teori

motivasi yang dapat diaplikasikan dalam penelitian ini. Teori ini dikembangkan

oleh Herzberg. Menurut Herzberg (dalam Mulyana, 1993:120), yang

mengemukakan :

“…ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam


organisasi. Faktor–faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfaction)
mempunyai pengaruh mendorong motivasi dan semangat kerja disebut
Motivator. Jika faktor ini ditanggapi secara positif, karyawan cenderung
merasa puas dan termotivasi dalam bekerja. Faktor berikutnya adalah
penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) disebut faktor Kesehatan
(Hygiene) atau Pemeliharaan (Maintenance), faktor ini mencegah merosotnya
semangat kerja dan efisiensi, dan meskipun faktor ini tidak dapat memotivasi,
tetapi dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja atau menurunkan
produktivitas.”

Berdasarkan uraian teori di atas maka dapat peneliti simpulkan bahwa

Herzberg membagi dua kelompok faktor yang mempengaruhi kerja karyawan, yaitu

faktor kepuasan kerja (job satisfaction) dan faktor ketidakpuasan kerja (job

dissatisfaction). Faktor-faktor tersebut, sama-sama dapat menumbuhkan motivasi

kerja karyawan. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk mendorong motivasi kerja dan

mencegah merosotnya semangat kerja karyawan.

Herzberg (1966) (dalam Mulyana, 1993: 123) menentukan faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Herzberg menemukan dua perangkat

kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia :

(1) Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja


Faktor-faktor yang yang mempengaruhi kepuasan kerja disebut motivator.
Ini meliputi motivasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau
promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
57

Semua ini berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Bila faktor-faktor ini
ditanggapi secara positif, pegawai cenderung merasa puas dan
termotivasi. Namun, bila faktor-faktor tersebut tidak ada di tempat kerja,
pegawai akan kekurangan motivasi namun tidak berarti tidak puas dengan
pekerjaan mereka.
(2) Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Faktor-faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan disebut faktor
pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene), dan meliputi gaji,
pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan
organisasi, dan hubungan antarpribadi dengan rekan kerja, atasan, dan
bawahan di tempat kerja. Faktor-faktor ini berkaitan dengan lingkungan
atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivator

berkaitan dengan kepuasan kerja namun tidak dengan ketidakpuasan kerja. Faktor

kesehatan berkaitan dengan ketidakpuasan kerja namun tidak dengan kepuasan kerja.

Oleh sebab itu, untuk memelihara atau tetap memiliki pegawai dengan motivasi yang

baik, praktisi public relations dan manajemen Bank BRI Jakarta harus memusatkan

perhatian pada faktor-faktor pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan

(hygiene), yang meliputi; besarnya gaji yang didapat, adanya pengawasan dari

manajemen, keamanan kerja yang terjaga, kondisi kerja yang kondusif, sistem

administrasi yang transparan, kebijakan organisasi yang mendukung aktifitas kerja

karyawan, dan terjalinya hubungan antarpribadi dengan rekan kerja serta terjalinya

hubungan dengan atasan di tempat kerja.

Namun, untuk membuat pegawai bekerja lebih keras, public relations dan

manajemen Bank BRI Jakarta harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor

motivator, yang meliputi; upaya untuk menciptakan motivasi kerja, keinginan

mendapatkan penghargaan, berupaya untuk meningkatkan tanggung jawab,

keinginan mendapatkan kemajuan atau promosi dan kecintaan terhadap pekerjaan itu

sendiri serta upaya untuk meningkatkan potensi bagi pertumbuhan pribadi


58

Praktisi Public relations dan manajemen Bank BRI Jakarta m harus

menyesuaikan pekerjaan itu sendiri untuk memotivasi pegawai dan menyesuaikan

faktor lingkungan untuk menghindari ketidakpuasan. Untuk memotivasi karyawan,

praktisi Public relations dan manajemen Bank BRI Jakarta perlu menemukan cara

untuk memberi pegawai lebih banyak kebebasan dan lebih banyak tanggung jawab

dalam melakukan pekerjaan mereka, atau setidaknya memberi mereka lebih banyak

penghargaan atas pekerjaan yang telah dilakukan. Bila karyawan tidak memperoleh

penghargaan, mereka tidak dengan sendirinya tidak puas dengan pekerjaan mereka,

namun mereka tidak akan termotivasi untuk bekerja keras.

D. Hipotesis

Hipotesis diartikan “sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian. Rumusan masalah tersebut bisa berupa pernyataan tentang hubungan dua

variabel atau lebih, perbandingan (komparasi), atau variabel mandiri (deskripsi).”

(Sugiyono, 2002:82).

Menurut tingkat ekplanasi hipotesis yang akan di uji, maka rumusan hipotesis

dapat dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu hipotesis deskriptif (pada satu

sampel atau variabel mandiri/tidak dibandingkan dan di hubungkan), komparatif dan

hubungan. Hipotesis asosiatif adalah “suatu pertanyaan yang menunjukkan dugaan

tentang hubungan antara dua variabel atau lebih” (Sugiyono, 2002:85). Berdasarkan

uraian tersebut, hipotesa dalam penelitian ini adalah :

1. Hipotesis penelitian

““Kegiatan komunikasi informal mampu meningkatkan motivasi kerja

karyawan Bank BRI cabang Jakarta Krekot.”


59

2. Hipotesis Statistik

Ho : (r x y = 0)

Tidak adanya pengaruh dari proses komunikasi informal pimpinan

dengan bawaha terhadap motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang

Jakarta Krekot.

Ha : (r x y > 0).

Adanya pengaruh dari proses komunikasi informal pimpinan dengan

bawaha terhadap motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang Jakarta

Krekot.

E. Kerangka Konsep

Secara umum, yang dimaksud dengan konsep menurut Kerlinger adalah;

“Suatu abstraksi yang dibuat untuk menggambarkan suatu fenomena yang

dibentuk dengan jalan membuat generalisasi terhadap sesuatu yang khas”.

(Rakhmat, 2004:6)

Sedangkan kerangka konsep menurut Matthew B. Miles dan A. Michael

Huberman adalah; “Memaparkan, entah dalam bentuk grafik atau naratif,

dimensi-dimensi kegiatan yang utama yaitu faktor-faktor kunci atau variabel-

variabel dan hubungan-hubungan antara dimensi-dimensi tersebut yang telah

diperkirakan sebelumnya.” (Miles dan Huberman, 2002:31)

Kerangka konsep ini berguna untuk menggambarkan hubungan konsep

khusus yang berbeda-beda dari variabel-variabel penelitian yang akan diteliti.

Kerangka konsep ini juga mendukung atau menjelaskan latar belakang dan

gambaran singkat dari penelitian ini.


60

Penelitian ini akan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan yang

terdapat dalam variabel yang akan diteliti. Yang dimaksud dengan variabel dalam

penelitian ini adalah “Segala sesuatu yang menjadi obyek pengamatan atau

penelitian termasuk didalamnya faktor-faktor yang berpengaruh dan terpengaruh

dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti” (Sugiyono, 2004:20)

Untuk jelasnya penulis memberikan gambaran tentang variabel yang

diteliti sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Perspektif Humanistik Pimpinan)

Variabel bebas adalah “merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).” (Sugiyono, 2004:21)

Dalam hal ini yang menyebabkan timbulnya variabel dependen adalah

komunikasi informal pimpinan dengan bawahan. Konsep yang dapat

dikembangakan dari teori yang mendukung variabel komunikasi informal

pimpinan cabang dengan karyawan adalah :

a. Keterbukaan (Openess)
Keterbukaan mengacu pada setidaknya pada tiga aspek, yaitu :
1. Mengacu kepada kemampuan kita untuk membuka diri (untuk
mengungkapkan informasi tentang diri kita yang biasanya selama
ini kita tutupi).
2. Mengacu kepada kemampuan kita untuk bereaksi secara jujur
terhadap pesan yang kita terima. Biasanya kita menginginkan agar
orang bereaksi secara jujur terhadap apa yang kita katakan dan
kita rasakan dan kita berhak atas hal-hal tersebut.
3. Mengacu kepada perasaan dan pikiran yang kita miliki.
b. Empati (Empathy)
Mungkin kualitas komunikasi yang paling sulit untuk dicapai adalah
kemampuan kita untuk bersimpati terhadap orang lain. Bersimpati
terhadap seseorang artinya bahwa kita merasakan apa yang dirasakan
orang lain, mencoba mengalami apa yang dialami orang lain dari
sudut pandang orang tersebut tanpa menghilangkan identitas kita
sendiri.
61

c. Dukungan (Supportiveness)
Yang dimaksud dengan dukungan adalah sebuah suasana yang lebih
bersifat deskriptif daripada mengevaluasi yang mengarah pada sebuah
dukungan. Ketika kita merasa komunikasi sebagai sebuah permintaan
atas informasi atau penggambaran atas sebuah kejadian, kita biasanya
tidak merasakannya sebagai sebuah ancaman. Kita tidak merasa
tertantang dan tidak merasa perlu untuk membela diri. Bagaimanapun
juga komunikasi yang sifatnya menghakimi atau mengevaluasi
biasanya membuat kita menjadi lebih difensif, menarik diri
membangun semacam penghalang antara kita dan evaluator.
d. Rasa Positif (Positiveness)
Rasa positif dapat kita komunikasikan dengan dua cara, yaitu :
1. Memperlihatkan perilaku positif
Perilaku positif dalam komunikasi informal mengacu kepada hal
yang positif dari satu orang kepada yang lain dan kepada situasi
komunikasi secara umum. Perasaan negatif biasanya membuat
komunikasi lebih sulit dan akhirnya dapat memperbesar.
2. Memuji orang yang berinteraksi dengan anda
Bila anda memuji seseorang, maka anda mengakuinya sebagai
seseorang, sebagai manusia yang penting.
e. Kesamaan (Equality)
Kesamaan adalah karakteristik yang khas dalam berbagai situasi, yang
mungkin saja terdapat beberapa ketidaksamaan. Seseorang bisa lebih
pandai dari yang lain, lebih tampan, dan sebagainya. Tidak ada dua
orang atau lebih yang benar-benar sama dalam berbagai aspek.”

2. Variabel Terikat (Motivasi Kerja)

Variabel terikat adalah “merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.” (Sugiyono, 2004:21) Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah motivasi kerja karyawan. faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Herzberg menemukan dua perangkat

kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia :

(1) Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja


Faktor-faktor yang yang mempengaruhi kepuasan kerja disebut motivator.
Ini meliputi motivasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau
promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
62

Semua ini berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Bila faktor-faktor ini
ditanggapi secara positif, pegawai cenderung merasa puas dan
termotivasi. Namun, bila faktor-faktor tersebut tidak ada di tempat kerja,
pegawai akan kekurangan motivasi namun tidak berarti tidak puas dengan
pekerjaan mereka.
(2) Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Faktor-faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan disebut faktor
pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene), dan meliputi gaji,
pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan
organisasi, dan hubungan antarpribadi dengan rekan kerja, atasan, dan
bawahan di tempat kerja. Faktor-faktor ini berkaitan dengan lingkungan
atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
63

Tabel 1

Opeasionalisasi Konsep

Variabel Bebas

Komunikasi Informal Pimpinan dengan Bawahan


Dimensi Indikator
1. Keterbukaan • Kemauan membuka diri.
• Pendapat pikiran dan gagasan.
• Memberikan tanggapan dengan jujur.

2. Empati • Menempatkan diri.


• Mampu memahami.
• Melihat dan merasakan
• Mengetahui perasaan kesukaan nilai sikap dan
prilaku.

3. Dukungan • Memberikan dukungan secara moral


• Selalu bersedia untuk membantu
• Kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda

• Pandangan positif terhadap diri sendiri


4. Rasa Positif • Pandangan positif terhadap orang lain.

• Kesamaan pengalaman, nilai sikap dan prilaku


5. Kesamaan • Kesamaan mengirim dan menerima pesan.
64

Variabel Terikat
Motivasi Kerja Karyawan
Indikator Komponen Pengukur
1. Kebutuhan yang berkaitan  Besarnya gaji yang didapat
dengan ketidakpuasan kerja
 Adanya pengawasan dari manajemen,
 Keamanan kerja yang terjaga,
 Kondisi kerja yang kondusif,
 Sistem administrasi yang transparan
 Kebijakan organisasi yang medukung
aktifitas kerja karyawan,
 Terjalinya hubungan antarpribadi dengan
rekan kerja
 Terjalinya hubungan dengan atasan di
tempat kerja
2. Kebutuhan yang berkaitan  Upaya untuk menciptakan prestasi kerja
dengan kepuasan kerja
 Keinginan mendapatkan penghargaan
 Berupaya untuk meningkatkan tanggung
jawab
 Keinginan mendapatkan kemajuan atau
promosi
 Kecintaan terhadap pekerjaan itu sendiri
 Upaya untuk meningkatkan potensi bagi
pertumbuhan pribadi
65

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

survey. “Survey ialah pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk

mendapatkan keterangan yang terang dan baik terhadap suatu persoalan tertentu

di dalam suatu daerah tertentu.” (Mussa dan Nurfitri, 2008:66)

Tujuan dari survey ialah mendapatkan gambaran yang mewakili daerah

itu dengan benar. Dalam suatu survey tidaklah semua individu dalam populasi

itu akan diteliti, namun hasil yang diharapkan haruslah dapat menggambarkan

sifat populasi bersangkutan.

Jenis penelitian ini adalah eksplanatif. Menurut Faisal (2002:21),

eksplanatif adalah “untuk menguji hubungan antara variabel yang dihipotesiskan.

Hipotesis itu sendiri menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel

disebabkan atau dipengaruhi ataukah tidak oleh variabel lainnya.”

Penelitian ini bersifat korelasional atau corelational research, yaitu

“penelitian untuk meneliti hubungan di antara variabel-variabel dan untuk

mengetahui sejauh mana variasi pada satu faktor barkaitan dengan variasi pada

factor lain.” (Rakhmat, 2005:27)

Dalam penelitian ini penulis juga menggunalan pendekatan kuantitatif,

yaitu melalui penelitian pad sejumlah orang dengan menggunakan populasi,

sampel sehingga dari uraian diatas penelitian ini menguji hubungan variabel

bebas dan variabel terikat dengan pendekatan kuantitatif dan tabel (statistik)

sebagai alat ukur.

65
66

B. Lokasi dan WaktuPenelitian

Penulis mengambil lokasi penelitian dilingkungan Bank BRI cabang

Jakarta Krekot. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober

2014 sampai dengan bulan Januari 2015.

C. Populasi

Menurut Hadari Hawawi, “Populasi adalah keseluruhan obyek

penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, tambahan-tambahan,

gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yng

memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.” (Sugiono, 2004:57)

Populasi dari penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di Bank BRI

cabang Jakarta Krekot. Data jumlah karyawan sebanyak 60 orang. Jadi dalam

penelitian ini jumlah populasinya sebanyak 60 orang.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Pengertian sampel menurut Rakhmat (2004:81), adalah “Sampel

merupakan sebagian dari kumpulan objek penelitian (populasi) yang dipelajari

dan diamati.” Berikut ini adalah tabel jumlah penentuan jumlah sampel

berdasarkan berdasarkan rumus Taro Yamane dengan “selang kepercayaan 90%

dan presisi 10%” (Rakhmat, 2004:92) dengan populasi 60 orang, maka jumlah

sampel yang diambil adalah sebagai berikut

N Keterangan
n = n = Jumlah sampel
Nd2 + 1
N = Jumlah populasi
d = Derajat kepercayaan (10% = 0,1)
67

60
=
60 . (0,1)2 +1

60
=
1,6

= 37,5 dibulatkan = 38

Jadi dalam penelitian jumlah sampel sebanyak 38 orang.

Sedangkan teknik pengambilan sampling yang disesuaikan dengan

karakteristik penelitian yang dilakukan maka teknik pengambilan sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cara probability sampling. Menurut

Sugiyono (2003:61): probability sampling adalah teknik sampling yang

memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi dipilih

menjadi anggota sampel.

Teknik pengambilan sampel probability sampling yang digunakan adalah

teknik simple random sampling, yaitu: “Cara pengambilan sampel dari semua

anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang

ada dalam anggota populasi itu.” (Sugiyono, 2003: 62) .

Alasan peneliti menggunakan teknik simple random sampling didasari

oleh jumlah populasinya tetap dan jumlahnya relatif kecil sehingga jumlah

keseluruhan populasi dapat dijadikan sampel secara acak (random) dalam

penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa semua karyawan Bank BRI cabang

Jakarta Krekot memiliki peluang sama (probability) untuk dijadikan sampel.

Sedangkan cara pengambilan sampling-nya dilakukan untuk mengumpulkan

nama-nama seluruh karyawan Bank BRI cabang Jakarta Krekot yang lengkap

dengan divis kerjanya. Dari keseluruhan data jumlah karyawan tersebut (60
68

orang), penulis mencoba untuk men-random (acak) secara sederhana dengan

teknik ‘kocok arisan’ untuk menentukan jumlah sampel sebanyak 38 orang.

Namu-nama karyawan (38 orang) yang telah keluar dari penetapan sample

dengan teknik ‘kocok arisan’ tersebut adalah orang-orang yang akan diberikan

kuesioner oleh penulis.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Angket (Questioner)

“Angket merupakan usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan

sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis juga oleh

responden.” (Winardi, 2001:77) Untuk memberikan kadar penilaian data

jawaban responden dipergunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2004:72)

“Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan pendapat

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.”

Jawaban setiap item intsrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai

gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata

untuk keperluan analisis kuantitatif. Selanjutnya penulis juga

mempergunakan “skala interval yang yang mengurutkan objek berdasarkan

suatu atribut yang memberikan informasi tentang interval antara satu objek

dengan objek lainya adalah sama.” (Sugiyono, 2004:85)

Skala interval ini berbentuk verbal dalam jumlah katagori seperti

berikut:
69

1. “Sangat Setuju / Selalu / Sangat Positif (skor 5)

2. Setuju / Sering / Positif (skor 4)

3. Ragu-ragu / Kadang-kadang / Negatif (skor 3)

4. Tidak Setuju / Hampir Tidak Pernah / Negatif (skor 2)

5. Sangat Tidak Setuju / Tidak Pernah / Sangat Negatif (skor 1)”

(Sugiyono, 2004:85)

Responden yang diberi koesioner adalah para karayawan Bank BRI

Jakarta yang telah ditetapkan sebagai sampel dalam penelitian ini dan

diminta mengisi seketika itu juga.

b. Kepustakaan

Pada penelitian ini penulis mengumpulkan buku-buku yang ada

hubungannya denga komunikasi serta bahan-bahan lain untuk memperoleh

teori maupun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Diharapkan pengumpulan data kepustakaan dapat melengkapi isi dari

penelitian ini.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Subagyo (2004:61), “Pada dasarnya analisa data adalah kegiatan

untuk memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh kebenaran atau

ketidakbenaran dari suatu hipotesa.”

1. Tehnik Pengolahan Data :

Penulis akan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical

Package for Social Science) untuk menganalisa hasil yang didapat dari

penyebaran kuesioner.
70

2. Analisis dan Skala Pengukuran Data

Tehnik yang digunakan analisa kuantitatif berdasarkan presentase

menurut skor kumulatif. Sedangkan rumus yang digunakan untuk

menganalisis data-data mengenai hubungan atau korelasi antara variabel-

variabel memakai Korelasi Product Moment Pearson sebagai “rencana

analisis yang digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan

Hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval

atau ratio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama.”

(Sugiyono, 2004:107)

∑ xy) – (∑
n (∑ ∑x∑
∑y)
“Rumus : rxy =
√ [n∑
∑x2 - (∑
∑x2)] [n∑
∑y2 – (∑Y)2]
Dimana ;
rxy : Koefisien korelasi
n : Jumlah subyek
X : Skor setiap item
Y : Skor total
(∑X)2 : Kuadrat jumlah skor item
∑X2 : Jumlah kuadrat skor item
∑Y2 : Jumlah kuadrat skor total
(∑Y)2 : Kuadrat jumlah skor total” (Sugiyono, 2004:108)

Teknik analisis data menggunakan bantuan program SPSS (Statistical

Package For Social Science) untuk menguji hubungan antara variable bebas

dan variable terikat.

Sedangkan untuk memberikan penafsiran koefisien korelasi yang

ditemukan besar atau kecil, maka berpedoman pada ketentuan yang tertera

pada table sebagai berikut :


71

Pedoman untuk memberikan Interpretasi terhadap


Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


“0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat”
(Sugiyono, 2004:108)

Selain itu, untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan antar variabel

maka dapat dilakukan dengan menggunakan analisa perhitungan dengan Uji T.

Perhitungannya adalah sebagai berikut :

r n-2
t =
1 – r2 (Sugiyono, 2004:108)

Dalam penelitian ini taraf atau nilai signifikansi yang ditetapkan adalah

sebesar 1% (0,01) dengan taraf kepercayaan (99%). Sedangkan untuk mengetahui

Koefisien Determinasi (KD) atau R2 antara kedua variabel tersebut digunakan

Rumus (KD = R2 X 100%). (Sugiyono, 2004:109)


72

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek penelitian

1. Gambaran Singkat Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto,

Jawa Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en

Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan

Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi).

Berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari

kelahiran BRI.

Pendiri Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja Pada

periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1

tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah

pertama di Republik Indonesia. Adanya situasi perang mempertahankan

kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara

waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun

1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada

waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani

dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani

Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan

Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintergrasikan ke

72
73

dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani

dan Nelayan.

Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penpres No. 17 tahun 1965

tentang pembentukan Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam

ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks

BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural,

sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor

(Exim).

Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang

Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-

undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia

sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan

Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat

Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-

undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai

Bank Umum.

Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang perbankan No. 7

tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah

menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih 100%

ditangan Pemerintah.

PT. BRI (Persero) yang didirikan sejak tahun 1895 didasarkan pelayanan

pada masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus

pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Hal ini antara lain

tercermin pada perkembangan penyaluran KUK pada tahun 1994 sebesar Rp.
74

6.419,8 milyar yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1 milyar pada tahun 1995 dan

pada tahun 1999 sampai dengan bulan September sebesar Rp. 20.466 milyar.

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka

sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai Unit Kerja yang berjumlah

4.447 buah, yang terdiri dari 1 Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor

Inspeksi /SPI, 170 Kantor Cabang(Dalam Negeri), 145 Kantor Cabang

Pembantu, 1 Kantor Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island

Agency, 1 Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil

Bank, 193 P.POINT,3.705 BRI UNIT dan 338 Pos Pelayanan Desa.

2. Visi dan Misi BRI

2.1. Visi BRI

“Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

kepuasan nasabah.”

2.2. Misi BRI

• Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan

pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang

peningkatan ekonomi masyarakat.

• Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja

yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang

profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance.

• Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-

pihak yang berkepentingan.


75

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Pada bagian ini, penulis akan menguraikan mengenai hasil analisis data

dari angket yang berbentuk pertanyaan yang diberikan kepada responden yang

telah disebarkan di lingkungan Bank BRI cabang Krekot dan telah dijawab oleh

para karyawann yang dipilih oleh penulis untuk dijadikan responden, kemudian

penulis kumpulkan dan diklasifikasikan dalam bentuk tabel-tabel berdasarkan

variabel-variabel yang diteliti.

Pembahasan dimulai dengan mengklarifikasikan hasil kuesioner yang

telah disebarkan kepada 38 orang responden (n = 38) ke dalam satuan frekuensi

dan persentase lalu data tersebut dimasukkan ke dalam tabel-tabel tunggal beserta

uraiannya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Pengelompokan Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
n = 38
No Jenis Kelamin Frekuensi (F) Presentase (%)
1 Laki-laki 16 42.1
2 Perempuan 22 57.9
Total 38 100 %

Sumber : Kuesioner No.1

Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar adalah

responden berjenis kelamin Perempuan, yaitu sebanyak 22 responden dengan

presentase sebesar (57,9%) dan selebihnya adalah responden berjenis kelamin

Laki-Laki, yaitu sebanyak 16 responden dengan presentase sebesar (42,1%).


76

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Pengelompokan Responden
Berdasarkan Usia
n = 38
No Usia Frekuensi (F) Presentase (%)
1. 25-30 tahun 3 7.9
2. 31-35 tahun 13 34.2
3. 36-40 tahun 19 50.0
4. 40 tahun ke atas 3 7.9
Total 38 100%
Sumber : Kuesioner No.2

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar adalah responden

berusia antara (36-40 tahun) sebanyak 19 orang dengan presentase (50%) dan

sebanyak 13 orang dengan presentase (34,2%) merupakan responden yang

berada pada kategori usia antara (31-35 tahun) serta responden yang berusia

antara (25-30 tahun) dan 40 tahun ke atas, masing-masing sebanyak 3 orang

dengan presentase (7,9%).

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Pengelompokan Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
n = 38
No Status / Pekerjaan Frekuensi (F) Presentase (%)
1 SMA 0 0
2 Diploma 0 0
3 Sarjana 34 89.5
4 pasca Sarjana 4 10.5
Total 38 100 %
Sumber : Kuesioner No.3
77

Tabel di atas menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar adalah

responden yang mempunyai tingkatan pendidikan hingga tahap Sarjana Strata

Satu, yaitu sebanyak 34 orang dengan presentase (89,5%) dan selebihnya

merupakan responden yang mempunyai tingkatan pendidikan hingga tahap

Sarjana, yaitu sebanyak 4 orang dengan presentase (10,5%).

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Pengelompokan Responden
Berdasarkan Lama Bekerja
n = 38
No Lama Bekerja Frekuensi (F) Presentase (%)
1 Kurang dari 1 tahun 0 0
2 1 - 3 tahun 8 21.1
3 3 - 6 tahun 12 31.6
4 Lebih dari 6 tahun 18 47.4
Total 38 100 %
Sumber : Kuesioner No.4
Tabel di atas menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar adalah

responden yang mempunyai masa bekerja di lingkungan bank BRI cabang

Krekot Jakarta selama lebih dari 6 tahun, yaitu sebanyak 18 orang dengan

presentase (47,4%) dan responden yang mempunyai masa bekerja di lingkungan

bank BRI cabang Krekot Jakarta selama 3 - 6 tahun, yaitu sebanyak 16 orang

dengan presentase (31,6%). Selebihnya merupakan responden yang mempunyai

masa bekerja di lingkungan bank BRI cabang Krekot Jakarta selama 3 - 6 tahun,

yaitu sebanyak 8 orang dengan presentase (21,1%)


78

Tabel 5
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan selalu mempunyai keterbukaan dalam melakukan pendekatan
dengan para karyawan.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 2 5.3 4
3 Ragu-Ragu 2 5.3 6
4 Setuju 27 71.1 108
5 Sangat Setuju 7 18.4 35
Total 38 100 % 153
Sumber : Kuesioner No.5 Mean : 4,02 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 27 responden dengan presentase (71,1%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan dengan bawahan pimpinan selalu mempunyai

keterbukaan dalam melakukan pendekatan dengan para karyawan. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 153 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 153


Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
79

Tabel 6
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Adanya kedekatan interaksi pimpinan dengan para karyawan membuat
responden dapat mengutarakan semua pendapat pikiran dan gagasan
responden terhadap kebijakan perusahaan.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 12 31.6 24
3 Ragu-Ragu 1 2.6 3
4 Setuju 25 65.8 100
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 127
Sumber : Kuesioner No.6 Mean : 3,34 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 25 orang dengan presentase (65,8%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa adanya kedekatan interaksi pimpinan dengan para karyawan

membuat responden dapat mengutarakan semua pendapat pikiran dan gagasan

responden terhadap kebijakan perusahaan. Hal ini juga diperkuat oleh hasil

analisa nilai skor sebesar 127 seperti yang tertera pada interval nilai skor di

bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap

pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
127
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
80

Tabel 7
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan membuat responden merasa nyaman untuk memberikan tanggapan
dengan jujur tentang semua hal yang berkaitan dengan aktivitas kerja
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 7 18.4 14
3 Ragu-Ragu 8 21.1 24
4 Setuju 21 55.3 84
5 Sangat Setuju 2 5.3 10
Total 38 100 % 132
Sumber : Kuesioner No.7 Mean : 3,47 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 21 orang dengan presentase (55,3%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan membuat responden merasa nyaman untuk

memberikan tanggapan dengan jujur tentang semua hal yang berkaitan dengan

aktivitas kerja. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 132

seperti yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan

sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
132
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
81

Tabel 8
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan yang mempunyai kemampuan untuk menempatkan diri sebagai
sahabat yang mampu mengerti permasalahan yang responden alami
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 7 18.4 14
3 Ragu-Ragu 6 15.8 18
4 Setuju 22 57.9 88
5 Sangat Setuju 3 7.9 15
Total 38 100 % 135
Sumber : Kuesioner No.8 Mean : 3,55 Mode : 4

Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 22 orang dengan presentase (57,9%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan yang mempunyai kemampuan untuk menempatkan

diri sebagai sahabat yang mampu mengerti permasalahan yang responden alami.

Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 135 seperti yang tertera

pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
135
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
82

Tabel 9
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan dapat mamahami perasaan responden ketika menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan aktivitas kerja.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 2 5.3 4
3 Ragu-Ragu 2 5.3 6
4 Setuju 31 81.6 124
5 Sangat Setuju 3 7.9 15
Total 38 100 % 149
Sumber : Kuesioner No.9 Mean : 3,92 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 31 responden dengan presentase (81,6%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan dapat mamahami perasaan responden ketika

menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan aktivitas kerja. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 149 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
Interval Skor :
149
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
83

Tabel 10
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan mempunyai kemampuan untuk melihat dan merasakan
permasalahan yang sering timbul.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 11 28.9 22
3 Ragu-Ragu 4 10.5 12
4 Setuju 23 60.5 92
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 126
Sumber : Kuesioner No.10 Mean : 3,31 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 23 orang dengan presentase (60,5%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan mempunyai kemampuan untuk melihat dan

merasakan permasalahan yang sering timbul. Hal ini juga diperkuat oleh hasil

analisa nilai skor sebesar 126 seperti yang tertera pada interval nilai skor di

bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap

pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
Interval Skor :
126
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
84

Tabel 11
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan dapat menunjukkan perasaannya secara langsung terhadap segala
hal yang terjadi pada diri karyawannya.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 5 13.2 10
3 Ragu-Ragu 8 21.1 24
4 Setuju 25 65.8 100
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 134
Sumber : Kuesioner No.11 Mean : 3,52 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 25 orang dengan presentase (65,8%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan dapat menunjukkan perasaannya secara langsung

terhadap segala hal yang terjadi pada diri karyawannya. Hal ini juga diperkuat

oleh hasil analisa nilai skor sebesar 134 seperti yang tertera pada interval nilai

skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden jawaban Setuju

terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
134
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
85

Tabel 12
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan mempunyai kemampuan untuk memberikan dukungan secara moral
kepada responden untuk dapat mengatasi permasalahan yang dialami
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 0 0 0
3 Ragu-Ragu 3 7.9 9
4 Setuju 29 76.3 116
5 Sangat Setuju 6 15.8 30
Total 38 100 % 155
Sumber : Kuesioner No.12 Mean : 4,07 Mode : 4

Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 29 orang dengan presentase (76,3%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan mempunyai kemampuan untuk memberikan

dukungan secara moral kepada responden untuk dapat mengatasi permasalahan

yang dialami. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 155

seperti yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan

sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 155


Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
86

Tabel 13
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan selalu bersedia untuk dapat membantu permasalahan responden.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 8 21.1 16
3 Ragu-Ragu 8 21.1 24
4 Setuju 15 39.5 60
5 Sangat Setuju 7 18.4 35
Total 38 100 % 135
Sumber : Kuesioner No.13 Mean : 3,55 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 15 responden dengan presentase (39,5%) menyatakan Sangat Setuju

terhadap pernyataan bahwa pimpinan selalu bersedia untuk dapat membantu

permasalahan responden. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor

sebesar 135 seperti yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang

menunjukkan sebagian besar responden jawaban Sangat Setuju terhadap

pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
Interval Skor :
135
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
87

Tabel 14
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan bersedia untuk mendengar pandangan yang berbeda dari para
karyawannya.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 9 23.7 18
3 Ragu-Ragu 11 28.9 33
4 Setuju 15 39.5 60
5 Sangat Setuju 3 7.9 15
Total 38 100 % 126
Sumber : Kuesioner No.14 Mean : 3,31 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 15 orang dengan presentase (39,5%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan bersedia untuk mendengar pandangan yang berbeda

dari para karyawannya. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar

126 seperti yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan

sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
Interval Skor : 126
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
88

Tabel 15
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan selalu dapat berpikir positif untuk menilai kemampuan diri sendiri.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 0 0 0
3 Ragu-Ragu 4 10.5 12
4 Setuju 29 76.3 116
5 Sangat Setuju 5 13.2 25
Total 38 100 % 153
Sumber : Kuesioner No.15 Mean : 4,02 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 29 orang dengan presentase (76,3%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan selalu dapat berpikir positif untuk menilai

kemampuan diri sendiri. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor

sebesar 153 seperti yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang

menunjukkan sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap pernyataan

tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 153


Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
89

Tabel 16
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Pimpinan memandang positif langkah-langkah yang responden tempuh untuk
menghadapi masalah yang ada
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 2 5.3 4
3 Ragu-Ragu 1 2.6 3
4 Setuju 32 84.2 128
5 Sangat Setuju 3 7.9 15
Total 38 100 % 150
Sumber : Kuesioner No.16 Mean : 3,94 Mode : 4

Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 32 orang dengan presentase (84,2%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa pimpinan memandang positif langkah-langkah yang

responden tempuh untuk menghadapi masalah yang ada. Hal ini juga diperkuat

oleh hasil analisa nilai skor sebesar 150 seperti yang tertera pada interval nilai

skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden jawaban Setuju

terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
150
Interval Skor :
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
90

Tabel 17
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Antara responden dan pimpinan terjadi persamaan persepsi dalam menyikapi
segala permasalahan yang timbul.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 2 5.3 4
3 Ragu-Ragu 3 7.9 9
4 Setuju 26 68.4 104
5 Sangat Setuju 7 18.4 35
Total 38 100 % 152
Sumber : Kuesioner No.17 Mean : 4,00 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 26 responden dengan presentase (68,4%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan antara responden dan pimpinan terjadi persamaan persepsi dalam

menyikapi segala permasalahan yang timbul. Hal ini juga diperkuat oleh hasil

analisa nilai skor sebesar 152 seperti yang tertera pada interval nilai skor di

bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden jawaban Sangat Setuju

terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 152


Sangat Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Sekali

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Sangat Setuju
91

Tabel 18
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Adanya kesamaan dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dalam
bentuk instruksi kerja.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 3 7.9 6
3 Ragu-Ragu 5 13.2 15
4 Setuju 30 78.9 120
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 141
Sumber : Kuesioner No.18 Mean : 3,71 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 30 orang dengan presentase (78,9%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa adanya kesamaan dalam proses pengiriman dan penerimaan

pesan dalam bentuk instruksi kerja. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai

skor sebesar 141 seperti yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang

menunjukkan sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap pernyataan

tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 141


Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
92

Tabel 19
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk menghasilkan kualitas kerja karena besarnya gaji
yang akan didapat.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 5 13.2 10
3 Ragu-Ragu 2 5.3 6
4 Setuju 28 73.7 112
5 Sangat Setuju 3 7.9 15
Total 38 100 % 143
Sumber : Kuesioner No.19 Mean : 3,76 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 28 orang dengan presentase (73,7%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk menghasilkan kualitas kerja

karena besarnya gaji yang akan didapat. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa

nilai skor sebesar 143 seperti yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini

yang menunjukkan sebagian besar responden jawaban Sangat Setuju terhadap

pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 143


Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
93

Tabel 20
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk menghasilkan kualitas kerja karena adanya
pengawasan dari pimpinan
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 4 10.5 8
3 Ragu-Ragu 7 18.4 21
4 Setuju 21 55.3 84
5 Sangat Setuju 6 15.8 30
Total 38 100 % 143
Sumber : Kuesioner No.20 Mean : 3,76 Mode : 4

Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 21 orang dengan presentase (55,3%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk menghasilkan kualitas kerja

karena adanya pengawasan dari pimpinan. Hal ini juga diperkuat oleh hasil

analisa nilai skor sebesar 143 seperti yang tertera pada interval nilai skor di

bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden jawaban Setuju terhadap

pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
143
Interval Skor :
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
94

Tabel 21
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan kualitas kerja karena
adanya jaminan keamanan dalam lingkungan kerjanya.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 2 5.3 4
3 Ragu-Ragu 3 7.9 9
4 Setuju 27 71.1 108
5 Sangat Setuju 6 15.8 30
Total 38 100 % 151
Sumber : Kuesioner No.21 Mean : 3,97 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 27 responden dengan presentase (71,1%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan

kualitas kerja karena adanya jaminan keamanan dalam lingkungan kerjanya. Hal

ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 151 seperti yang tertera

pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
151
Interval Skor : = 38 X 1 = 38
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
95

Tabel 22
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan kualitas kerja karena
kondisi kerja yang baik.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 3 7.9 6
3 Ragu-Ragu 11 28.9 33
4 Setuju 11 28.9 44
5 Sangat Setuju 13 34.2 65
Total 38 100 % 148
Sumber : Kuesioner No.22 Mean : 3,89 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 13 orang dengan presentase (34,2%) menyatakan Sangat Setuju

terhadap pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu dapat

menghasilkan kualitas kerja karena kondisi kerja yang baik. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 148 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 148


Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
96

Tabel 23
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan kualitas kerja karena
didukung oleh bentuk Sistem administrasi yang transparan yang baik.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 11 28.9 22
3 Ragu-Ragu 13 34.2 39
4 Setuju 14 36.8 56
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 117
Sumber : Kuesioner No.23 Mean : 3,07 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 14 orang dengan presentase (36,8%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan

kualitas kerja karena didukung oleh bentuk Sistem administrasi yang transparan

yang baik. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 117 seperti

yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian

besar responden jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 117


Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
97

Tabel 24
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan kualitas kerja karena
didukung oleh kebijakan perusahaan yang baik
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 0 0 0
3 Ragu-Ragu 0 0 0
4 Setuju 34 89.5 136
5 Sangat Setuju 4 10.5 20
Total 38 100 % 156
Sumber : Kuesioner No.24 Mean : 4,10 Mode : 4

Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 34 orang dengan presentase (89,5%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan

kualitas kerja karena didukung oleh kebijakan perusahaan yang baik. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 156 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Sangat Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
156
Interval Skor :
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
98

Tabel 25
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan kualitas kerja karena
terciptanya hubungan antarpribadi yang baik dengan rekan kerjanya.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 9 15.8 18
3 Ragu-Ragu 5 13.2 15
4 Setuju 27 71.1 108
5 Sangat Setuju 6 15.8 30
Total 38 100 % 153
Sumber : Kuesioner No.25 Mean : 4,02 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 27 responden dengan presentase (71,1%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan

kualitas kerja karena terciptanya hubungan antarpribadi yang baik dengan rekan

kerjanya. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 153 seperti

yang tertera pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian

besar responden jawaban Sangat Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
Interval Skor : 153
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
99

Tabel 26
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan kualitas kerja karena
adanya hubungan yang baik antara pimpinan dengan-nya.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 13 34.2 26
3 Ragu-Ragu 9 23.7 27
4 Setuju 16 42.1 64
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 117
Sumber : Kuesioner No.26 Mean : 3,07 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 16 orang dengan presentase (42,1%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu dapat menghasilkan

kualitas kerja karena adanya hubungan yang baik antara pimpinan dengan-nya.

Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 117 seperti yang tertera

pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38
Interval Skor :
117
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
100

Tabel 27
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu dapat berprestasi dalam setiap aktivitas
kerja sebagai upaya untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 11 28.9 22
3 Ragu-Ragu 13 34.2 39
4 Setuju 14 36.8 56
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 117
Sumber : Kuesioner No.27 Mean : 3,07 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 14 orang dengan presentase (36,8%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu dapat berprestasi dalam

setiap aktivitas kerja sebagai upaya untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja.

Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 117 seperti yang tertera

pada interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Sangat Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu 117 Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
101

Tabel 28
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden mengharapkan suatu penghargaan dari lingkungan kerja, sebagai
upaya untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 7 18.4 14
3 Ragu-Ragu 16 42.1 48
4 Setuju 15 39.5 60
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 122
Sumber : Kuesioner No.28 Mean : 3,21 Mode : 4

Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 16 orang dengan presentase (42,1%) menyatakan Ragu-Ragu terhadap

pernyataan bahwa responden mengharapkan suatu penghargaan dari lingkungan

kerja, sebagai upaya untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 122 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu 122 Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
102

Tabel 29
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk selalu bertanggung jawab dalam setiap bidang
perkerjaan, untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 2 5.3 4
3 Ragu-Ragu 15 39.5 45
4 Setuju 20 52.6 80
5 Sangat Setuju 1 2.6 5
Total 38 100 % 134
Sumber : Kuesioner No.29 Mean : 3,52 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 20 responden dengan presentase (52,6%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk selalu bertanggung jawab dalam

setiap bidang perkerjaan, untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Hal ini

juga diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 134 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Sangat Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
134
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Sangat Setuju
103

Tabel 30
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden termotivasi untuk mendapatkan promosi jabatan sebagai upaya
untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 9 23.7 18
3 Ragu-Ragu 15 39.5 45
4 Setuju 14 36.8 56
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 119
Sumber : Kuesioner No.30 Mean : 3,13 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 15 orang dengan presentase (39,5%) menyatakan Ragu-Ragu terhadap

pernyataan bahwa responden termotivasi untuk mendapatkan promosi jabatan

sebagai upaya untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 119 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu 119 Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
104

Tabel 31
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden dapat menjaga konsistensi pada bidang pekerjaannya sendiri untuk
mendapatkan kepuasan dalam bekerja.
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 2 5.3 4
3 Ragu-Ragu 2 5.3 6
4 Setuju 27 71.1 108
5 Sangat Setuju 7 18.4 35
Total 38 100 % 153
Sumber : Kuesioner No.31 Mean : 4,02 Mode : 4
Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 27 orang dengan presentase (71,1%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden dapat menjaga konsistensi pada bidang

pekerjaannya sendiri untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 219 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor :
153
Sangat Tidak Setuju Ragu-Ragu Sangat Setuju

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Setuju
105

Tabel 32
Pengelompokan jawaban responden berdasarkan pendapat bahwa
Responden mampu mengembangkan potensi diri dalam melakukan aktivitas
kerja untuk mendapatkan kepuasan kerja
n = 38
Bobot Kategori Jawaban Frekuensi (F) Presentase (%) Skor
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2 Tidak Setuju 12 31.6 24
3 Ragu-Ragu 1 2.6 3
4 Setuju 25 65.8 100
5 Sangat Setuju 0 0 0
Total 38 100 % 124
Sumber : Kuesioner No.32 Mean : 3,34 Mode : 4

Deskripsi tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 25 orang dengan presentase (65,8%) menyatakan Setuju terhadap

pernyataan bahwa responden mampu mengembangkan potensi diri dalam

melakukan aktivitas kerja untuk mendapatkan kepuasan kerja. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil analisa nilai skor sebesar 124 seperti yang tertera pada

interval nilai skor di bawah ini yang menunjukkan sebagian besar responden

jawaban Sangat Setuju terhadap pernyataan tersebut.

Analisa Skor
n = 38
Nilai Ideal = n X Bobot Tertingi
= 38 X 5 = 285
Nilai Terendah = n X Bobot Terendah
= 38 X 1 = 38

Interval Skor : 124


Sangat Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Sekali

0 38 76 114 152 190


Tidak Setuju Sangat Setuju
106

C. Pengujian Hipotesis

1. Uji Hipotesa

Data-data yang diperoleh di lapangan digunakan untuk membuktikan

kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

Hipotesis Penelitian

“Kegiatan komunikasi informal pimpinan dengan bawahan mampu

meningkatkan motivasi kerja karyawan Bank BRI cabang Jakarta Krekot.”

Hipotesis Statistik
Ho : Tidak ada pengaruh dari proses komunikasi informal pimpinan

dengan bawahan terhadap motivasi kerja karyawan di Bank BRI

cabang Jakarta Krekot.

(R x y = 0)
Ha : Terdapat pengaruh dari proses komunikasi informal pimpinan dengan

bawahan terhadap motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang

Jakarta Krekot..

(R x y ≠ 0).

Pengujian Hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan teknik Pearson

Correlation atau Koefisien Product Moment.

Teknik Pearson ini digunakan oleh penulis untuk menguji hipotesis

bahwa terdapat korelasi antara variabel X (Komunikasi Informal) dengan variabel

Y (Motivasi Kerja).

Pada proses penghitungannya, penulis menggunakan rumus :

n (∑XY) – (∑X ∑Y)


r =
√ [n∑X2 – (∑X)2] [n∑Y2 – (∑Y)2]
107

Dan untuk pengolahan datanya penulis menggunakan program SPSS

(Stastistical Packages for Social Science).

Pengujian Hipotesis ini dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

• Menentukan besar koefisien korelasi (r) dengan menggunakan rumusan

korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan di antara 2

variabel yang diamati.

• Menentukan arah hubungan (positif atau negatif), berdasarkan hasil

perhitungan koefisien korelasinya.

• Menguji signifikansi koefisien korelasi dilihat dari hasil perhitungan

koefisien korelasi dengan probabilitas atau taraf kesalahannya ditetapkan

1% (0.01) atau 5 % (0,05) sehingga dapat ditentukan apakah koefisien

korelasi yang diperoleh dalam sampel tersebut dapat digeneralisasikan

pada populasi dimana sampel diambil.


108

Tabel 33
Perhitungan Pearson Product - Moment Correlation

SCORE

X X2 Y Y2 XY
∑ 1968 102846 1900 95622 98927

Dengan menggunakan rumus :

n (∑XY) – (∑X ∑Y)


r =
√ [n∑X2 – (∑X)2] [n∑Y2 – (∑Y)2]

98 . (98927) – (1968. 1900)


r=
√ (98 . 102846 – (1968)2 (98 . 95622 – (1900)2)

22349782 – 21848562
r=
√ (55446930 – 53538489) . (9215332 – 8916196)

501220
r=
√ 1908441 . 299136

501220
r=
√ 380883406976

501220
r=
755568,3

r= 0, 6953682223036620

Jadi r = 0, 695  dibulatkan.

Untuk menguji kebenaran hasil dari perhitungan manual, penulis

menggunakan bantuan program SPSS yang secara rinci dapat dilihat pada tabel

berikut ini :
109

Tabel 34
Correlations

Komunikasi Motivasi Kerja


Informal (X) Karyawan (Y)

Komunikasi Informal (X) Pearson Correlation 1 .695**

Sig. (2-tailed) .000

N 38 38
**
Motivasi Kerja Karyawan (Y) Pearson Correlation .695 1

Sig. (2-tailed) .000

N 38 38

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari hasil perhitungan manual dan hasil perhitungan SPSS pada tabel di

atas, maka dapat dijelaskan hasil analisisnya sebagai berikut :

• Ada korelasi antara kedua variabel tersebut, dimana nilai koefisien

korelasi (r) didapatkan sebesar 0,695. Koefisien korelasi sebesar 0,695

menurut Kategori Sugiyono berikut ini :

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Maka dapat dikatakan bahwa korelasi antara variabel X (Komunikasi

Informal) dengan variabel Y (Motivasi Kerja) berada dalam level

0,695, terletak pada wilayah antara 0,60 – 0,799 yang berarti ada

hubungan yang Kuat dan arah hubungannya positif.


110

• Karena koefisien korelasinya bernilai positif, maka dapat ditentukan

arah hubungannya adalah positif. Hal ini dapat diartikan bahwa

semakin baik kualitas komunikasi informal pimpinan dengan

bawahan maka akan semakin dapat menciptakan motivasi kerja

karyawan di Bank BRI cabang Jakarta Krekot.

• Didapatkan nilai probabilitasnya 0,000 < 0,05 berarti terdapat

hubungan yang nyata (significant) antara variabel X (Komunikasi

Informal) dengan variabel Y (Motivasi Kerja).

Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi komunikasi Informal pimpinan

dengan bawahan kelas penyiar Indonesia dalam upaya menumbuhkan motivasi

Kerja karyawan, dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 35

Model Summary

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 .695 .483 .469 2.98854

a. Predictors: (Constant), Komunikasi Informal (X)

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kontribusinya Rsquare (R)2 sebesar

0,483. Nilai Rsquare dapat digunakan untuk menganalisa hasil Koefisien Determinasi

(KD), dimana nilainya di dapat dari rumus (KD = R2 X 100%) 0,483 X 100% =

48,3%, artinya komunikasi informal pimpinan dengan bawahan mempunyai

kontribusi sebesar 48,3% dalam upaya menciptakan motivasi Kerja karyawan kelas

penyiar Indonesia. Selebihnya sebesar 51,7% terbentuk akibat dari pengaruh

beberapa faktor lainnya di luar dari penelitian ini.


111

Selain itu untuk menganalisa perhitungan regresi linier maka penulis maka

menghitungnya secara manual dengan ketentuan rumus dibawah ini:

Ŷ = a + bX

Untuk mendapatkan nilai Ŷ maka penulis mencari nilai a dan nilai b terlebih

dahulu dengan menggunakan bantuan program SPSS yang secara rinci dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 36
a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 20.472 5.114 4.003 .000

Komunikasi Informal (X) .570 .098 .695 5.800 .000

a. Dependent Variable: Motivasi Kerja Karyawan (Y)

Untuk mendapatkan nilai Ŷ maka nilai (a) dan nilai (b) yang telah diketahui

hasilnya, disatukan ke dalam rumus regresi liner sederhana berikut ini;

Ŷ = 20,472 + 0,570 X

Selain itu persamaan regresi (20,472 + 0,570 X) dapat diintrepetasikan bahwa

setiap perubahan satu satuan komunikasi informal pimpinan dengan bawahan (X)

maka akan terjadi peningkatan sebesar 0,570 satuan motivasi kerja karyawan (Y)

sejalan dengan konstanta sebesar 20,472.

Sedangkan untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh dari variabel X

(Komunikasi Informal) terhadap variabel Y (Motivasi Kerja), maka penulis

menggunakan analisa melalui Uji T. Perhitungannya adalah sebagai berikut :


112

r n-2
t =
1 – r2

0,695 38 - 2
t =
1 – (0,695) 2

0,695 . 6
t =
1 – 0,483

4,17
= t = 5,800
0,719

Hasil perhitungan thitung didapat sebesar 5,800 lebih besar dari ttabel dengan n =

38 dan df 5% (0,05) diperoleh ttabel sebesar 2,000. Karena thitung > ttabel maka hasil

ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel X terhadap

variabel Y.

Kriteria uji hipotesis :

Gambar 4.1
Kurva Distribusi t

Ho diterima Ho diterima

Ho Ditolak Ho Ditolak

5,800

-2,000 Daerah penerimaan 2,000

Keterangan:

Jika Statistik tHitung < statistik ttabel Maka Ho diterima (Ha) ditolak

Jika Statistik tHitung > statistik ttable Maka Ho ditolak (Ha) diterima.
113

Hasil analisa menunjukkan bahwa (Ho) ditolak dan (Ha) diterima, yang

menyatakan bahwa; “Ada pengaruh yang signifikan dari komunikasi informal

pimpinan dengan bawaha terhadap motivasi kerja karyawan di Bank BRI cabang

Jakarta Krekot.

D. Pembahasan

Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil pengembangan indikator atau

komponen pengukur variabel X (Komunikasi Informal), berdasarkan data tabel

tunggal :

No. Pernyataan Mean Mode

1. Pimpinan selalu mempunyai keterbukaan 4.02 4


dalam melakukan pendekatan dengan para
karyawan.

2. Adanya kedekatan interaksi pimpinan dengan 3.34 4


para karyawan membuat responden dapat
mengutarakan semua pendapat pikiran dan
gagasan responden terhadap kebijakan
perusahaan

3. Pimpinan membuat responden merasa nyaman 3.47 4


untuk memberikan tanggapan dengan jujur
tentang semua hal yang berkaitan dengan
aktivitas kerja

4. Pimpinan yang mempunyai kemampuan untuk 3.55 4


menempatkan diri sebagai sahabat yang
mampu mengerti permasalahan yang
responden alami

5. Pimpinan dapat mamahami perasaan 3.92 4


responden ketika menghadapi permasalahan
yang berkaitan dengan aktivitas kerja.

6. Pimpinan mempunyai kemampuan untuk 3.31 4


melihat dan merasakan permasalahan yang
sering timbul
114

7. Pimpinan dapat menunjukkan perasaannya 3.52 4


secara langsung terhadap segala hal yang
terjadi pada diri karyawannya.

8. Pimpinan mempunyai kemampuan untuk 4.07 4


memberikan dukungan secara moral kepada
responden untuk dapat mengatasi
permasalahan yang dialami.

9. Pimpinan selalu bersedia untuk dapat 3.55 4


membantu permasalahan responden.

10. Pimpinan bersedia untuk mendengar 3.31 4


pandangan yang berbeda dari para
karyawannya.

11. Pimpinan selalu dapat berpikir positif untuk 4.02 4


menilai kemampuan diri sendiri

12. Pimpinan memandang positif langkah- 3.94 4


langkah yang responden tempuh untuk
menghadapi masalah yang ada.

13. Antara responden dan pimpinan terjadi 4.00 4


persamaan persepsi dalam menyikapi segala
permasalahan yang timbul.

14. Adanya kesamaan dalam proses pengiriman 3.71 4


dan penerimaan pesan dalam bentuk instruksi
kerja
Nilai Rata Rata Mean 51,73: 14
Total Rata Rata Mean 3,69

Analisa Nilai Mean


Skala Ordinal = Nilai Tertingi – Nilai Terendah
Banyaknya Kelas
5–1
= = 0,8
5
115

Interval Nilai Mean : 3,69


Sangat Tidak Baik Cukup Baik Sangat Baik

1 1,80 2,60 3,40 4,20 5,00

Tidak Baik Baik

Berdasarkan hasil pengembangan variabel X (Komunikasi Informal)

menunjukkan nilai rata-rata (mean) pada kategori jawaban responden yang telah

rekapitulasi dalam bentuk tabel tunggal dari tabel 5 sampai tabel 18 sebesar 3,69

(51,73 : 14) yang menunjukkan kategori Baik dan keseluruhan nilai mode 4 yang

menunjukkan kategori rata-rata jawaban responden adalah Setuju.

Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil pengembangan indikator atau

komponen pengukur variabel Y (Motivasi Kerja), berdasarkan data tabel tunggal:

No. Pernyataan Mean Mode

1. Responden termotivasi untuk menghasilkan 3.76 4


kualitas kerja karena besarnya gaji yang akan
didapat

2. Responden termotivasi untuk menghasilkan 3.76 4


kualitas kerja karena adanya pengawasan dari
pimpinan

3. Responden termotivasi untuk selalu dapat 3.97 4


menghasilkan kualitas kerja karena adanya
jaminan keamanan dalam lingkungan kerja-nya.

4. Responden termotivasi untuk selalu dapat 3.89 4


menghasilkan kualitas kerja karena kondisi kerja
yang baik.

5. Responden termotivasi untuk selalu dapat 3.07 4


menghasilkan kualitas kerja karena didukung
oleh bentuk Sistem administrasi yang transparan
yang baik
116

6. Responden termotivasi untuk selalu dapat 4.10 4


menghasilkan kualitas kerja karena didukung
oleh kebijakan perusahaan yang baik.

7. Responden termotivasi untuk selalu dapat 4.02 4


menghasilkan kualitas kerja karena terciptanya
hubungan antarpribadi yang baik dengan rekan
kerjanya.

8. Responden termotivasi untuk selalu dapat 3.07 4


menghasilkan kualitas kerja karena adanya
hubungan yang baik antara pimpinan dengan-
nya. 4

9. Responden termotivasi untuk selalu dapat 3.07


berprestasi dalam setiap aktivitas kerja sebagai 4
upaya untuk mendapatkan kepuasan dalam
bekerja
4
10. Responden mengharapkan suatu penghargaan 3.21
dari lingkungan kerja, sebagai upaya untuk
mendapatkan kepuasan dalam bekerja

11. Responden termotivasi untuk selalu bertanggung 3.52 4


jawab dalam setiap bidang perkerjaan, untuk
mendapatkan kepuasan dalam bekerja

12. Responden termotivasi untuk mendapatkan 3.13 4


promosi jabatan sebagai upaya untuk
mendapatkan kepuasan dalam bekerja.

13. Responden dapat menjaga konsistensi pada 4.02 4


bidang pekerjaannya sendiri untuk mendapatkan
kepuasan dalam bekerja.
4
14. Responden mampu mengembangkan potensi diri 3.34
dalam melakukan aktivitas kerja untuk
mendapatkan kepuasan kerja

Nilai Rata Rata Mean 49,93 : 14

Total Rata Rata Mean 3,57


117

Interval Nilai Mean :


Sangat Rendah Sedang (Biasa) 3,57 Sangat Tinggi

1 1,80 2,60 3,40 4,20 5,00

Rendah Tinggi

Berdasarkan hasil pengembangan variabel Y (Motivasi Kerja)

menunjukkan nilai rata-rata (mean) pada kategori jawaban responden yang telah

rekapitulasi dalam bentuk tabel tunggal dari tabel 18 sampai tabel 32 sebesar 3,57

(49,93 : 14) yang menunjukkan kategori Tinggi dan keseluruhan nilai mode 4 yang

menunjukkan kategori rata-rata jawaban responden adalah Setuju. Artinya

tingkat pembentukkan motivasi kerja karyawan sudah tercipta dengan baik,

akibat adanya interaksi pada komunikasi informal pimpinan dengan bawahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksplanatif. Metode

ini digunakan untuk menguji hubungan antar variabel. Sedangkan objek

penelitiannya adalah beberapa karyawan Bank BRI Cabang Krekot Jakarta yang

keseluruhanya berjumlah 60 orang. Berdasarkan jumlah populasi tersebut maka

penulis mangambil jumlah sampel dengan menggunakan rumus sederhana Taro

Yamane dengan tingkat presisi 10% dan selang kepercayaan 90%. Hasil

perhitungannya menunjukkan bahwa jumlha sample yang bisa diambil sebanyak

38 orang. Dan teknik pengambilan samplingnya menggunakan simple random

sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik penyebaran angket

pada responden dan kepustakaan dari literatur yang ada. Kemudian data yang

dikumpulkan dianalisa secara kuantitatif dan diinterpretasikan untuk memperoleh

gambaran mengenai variabel yang diamati.


118

Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka

diperoleh bahwa terdapat hubungan yang positif dan significant antara variabel

X (Komunikasi Informal) dengan variabel Y (Motivasi Kerja). Nilai

hubungannya Kuat sebesar 0.695. Pengaruh komunikasi informal yang

dilakukan pimpinan dengan bawahan mempunyai kontribusi sebesar 48,3%

dalam upaya menciptakan menciptakan motivasi kerja karyawan kelas penyiar

Indonesia. Selebihnya sebesar 51,7% terbentuk akibat beberapa faktor lainnya.


119

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan hasil pengujian hipotesis

yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat

diambil dari hasil pengujian hipotesis antar indikator variable (X) komunikasi

Informal dengan indikator variabel (Y) motivasi Kerja, yaitu sebagai berikut :

1. Sesuai dengan tujuan penelitian untuk melihat poses penerapan komunikasi

informal yang dilakukan oleh pimpinan dengan bawahan, maka penulis

mencoba mengambangkanya ke dalam beberapa indicator dan hasil

pengembangan variabel X (Komunikasi Informal) menunjukkan nilai rata-

rata (mean) pada kategori jawaban responden yang telah rekapitulasi dalam

bentuk tabel tunggal dari tabel 5 sampai tabel 18 sebesar 3,69 (51,73 : 14) yang

menunjukkan kategori Baik dan keseluruhan nilai mode 4 yang menunjukkan

kategori rata-rata jawaban responden adalah Setuju. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin baik kualitas komunikasi informal yang dilakukan

pimpinan dengan bawahan maka akan semakin dapat menciptakan motivasi

kerja para karyawannya.

2. Selanjutnya untuk melihat tingkat motivasi kerja karyawan penulis juga

mengembangkan beberapa indikator yang mewakili dimensi faktor

internal dan eksternal yang mampu menciptakan motivasi. Hasil hasil

pengembangan variabel Y (Motivasi Kerja) menunjukkan nilai rata-rata

119
120

(mean) pada kategori jawaban responden yang telah rekapitulasi dalam

bentuk tabel tunggal dari tabel 18 sampai tabel 32 sebesar 3,57 (49,93 : 14)

yang menunjukkan kategori Tinggi dan keseluruhan nilai mode 4 yang

menunjukkan kategori rata-rata jawaban responden adalah Setuju. Artinya

tingkat pembentukkan motivasi kerja karyawan sudah tercipta dengan baik,

akibat adanya interaksi pada komunikasi informal pimpinan dengan bawahan.

Artinya tingkat pembentukkan motivasi kerja para karyawan sudah tercipta

dengan baik, akibat adanya interaksi pada komunikasi Informal pimpinan

dengan bawahan. Secara keseluruhan, para karyawan mempuyai tingkat

motivasi kerja yang cukup tinggi dalam upaya memenuhi kebutuhan pribadi

setiap karyawan.

3. Selain itu untuk melihat seberapa besar pengaruh komunikasi informal yang

dilakukan pimpinan dengan bawahan terhadap motivasi kerja karyawan,

penulis melakukan uji koefisien korelasi dengan menggunakan perhitungan

manual melalui rumus Koefisien Product Moment Pearson Correlation dan

perhitungan dengan mengunakan bantuan program SPSS. Hasil uji koefisien

korelasi menunjukkan antara variable (X) komunikasi Informal dengan

variabel (Y) motivasi Kerja, menunjukan hubungan yang Kuat. Dibuktikan

dengan r = 0,695, artinya pengaruh komunikasi informal yang dilakukan

pimpinan dengan bawahan terhadap motivasi kerja karyawan adalah

positif, sejalan dengan besaran nilai pengaruh dari komunikasi Informal

yang dilakukan pimpinan dengan bawahan sebesar 48,3% dalam upaya

menciptakan menciptakan motivasi kerja karyawan. Selebihnya motivasi

Kerja karyawan sebesar 51,7% terbentuk akibat dari pengaruh beberapa

faktor lainnya di luar dari penelitian ini.


121

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, disarankan sebagai berikut :

1. Nilai koefisien korelasi dan regresi sudah cukup. Berdasarkan hasil tersebut

maka dapat penulis sarankan untuk meningkatkan pola interaksi antara

pimpinan dengan bawahan dengan para karyawan agar terbentuk kedekatan

yang pada akhirnya dapat digunakan oleh para pimpinan dengan

bawahan untuk menerapkan strategi komunikasi informal yang mampu

membentuk motivasi kerja karyawannya.

2. Peneliti sarankan agar dalam proses interaksi antara pimpinan dengan

bawahan harus didasari oleh sikap pengertian dan saling memahami

keberadaan para bawahannya sebagai komunitas yang juga ingin dihargai.

Hal ini akan mampu menciptakan kedekatan yang interaktif yang pada

akhirnya dapat penunjang aktivitas kerja setiap harinya.

3. Hasil analisa pada tabel tunggal menunjukkan bahwa para responden masih

kurang dapat menjaga konsistensi pada bidang pekerjaan responden sendiri

dengan menjaga kualitas pekerjaan yang dihasilkan. Oleh sebab itu perlu

adanya pengawasan dari pimpinan terhadap setiap hasil kerja karyawan agar

setiap karyawan berusaha untuk menghasilkan kualitas kerja dan dapat

mempertanggung jawabkan hasil kerjanya tersebut serta dapat menjaga

konsistensi pada bidang pekerjaannya.

4. Perlu disarankan untuk meningkatkan kualitas komunikasi antarpribadi

pimpinan dengan para karyawannya untuk menjaga keharmonisan hubungan

antara pimpinan dengan bawahan yang pada akhirnya mampu meningkatkan

kinerja karyawan dan dapat pula menghasilkan iklim kerja yang produktif

Anda mungkin juga menyukai