Anda di halaman 1dari 3

1.

Definisi Halusinasi Penglihatan


Menurut (Kusumawati & Hartono) dalam (Nuradesti, 2013) Halusinasi
pengelihatan stimulus visual dalam bentuk kilat atau cahaya, orang atau
panorama,gambar atau bayangan yang rumit dan kmpleks. Bayangan bisa menyenangkan
ataupun menakutkan. Halusinasi pengelihatan merupakan kesalahan stimulus yang nyata
oleh indera penglihatan klien melihat gambar yang jelas atau samar dan orang lain tidak
melihatnya.
Misalnya, klien melihat seserang yang sebenarnya tidak berada di ruangan, atau
semisal ada salah satu anggota keluarga yang meninggal dunia anda melihatnya sekilas.

2. Proses Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi menurut Yosep, (2011) dalam
Ismail, (2014) :
Diawali dengan seseorang yang menderita halusinasi akan menganggap sumber
dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau stimulus eksternal. Sumber stimulus
berasal dari luar. Stimulus internal itu merupakan suatu bentuk perlindungan diri dari
psikologi yang mengalami trauma sehubungan dengan penolakan, stress, kehilangan,
kesepian serta tuntutan ekonomi yang dapat meninngkatkan kecemasan. Pada fase awal
masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus menerus dan sistem
pendukung yang kurang akan membuat presepsi untuk membedakan apa yang dipikirkan
dengan perasaan sendiri menurun, klien sulit tidur sehingga terbiasa mengkhayal dan
klien terbiasa menganggap lamunan itu sebagai pemecah masalah.
Fase-fase terjadinya halusinasi :
- Fase 1 (comforting)
Klien mengalami emosi yang berkelanjutan seperti adanya cemas, kesepian,
perasaan berdosa dan sensorinya dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung
merasa nyaman dengan halusinasinya. Halusinasi menjadi sering datang, klien
tidak mampu lagi mengontrol dan berupa menjaga jarak dengan objek lain yang
dipresepsikan.
- Fase 2 (condemning)
Klien mulai menarik diri dari orang lain.
- Fase 3 (controlling)
Dimulai dengan klien mencoba melawan bayangan – bayangan yang datang dan
klien merasa sepi jika halusinya berhenti, maka disinilah dimulai fase gangguan
psycotik.

- Fase 4 (conquering panic level of anxiety)


Pengalaman sensori klien terganggu, klien merasa terancam oleh halusinasinya
terutama jika tidak menuruti perintah dari halusinasinya.

3. Karakteristik Halusinasi
- Melihat orang yang sudah meninggal
- Melihat monster
- Melihat bayangan-bayangan yang menyenangkan atau menyeramkan
- Melihat cahaya yang sangat terang

4. Tanda dan Gejala


a) Data Subyektif :
- Melihat seseorang yang sudah meninggal
- Melihat makhluk tertentu
- Melihat bayangan
- Melihat gambar atau panorama yang indah ataupun menakutkan
b) Data Obyektif :
- Pandangan mata kearah tertentu
- Ketakutan atau kesenangan pada obyek yang dilihatnya
- Tidak mampu melakukan perawatan diri sendiri (mandi, ganti pakaian, gosok
gigi).
- Mata melirik ke kiri dank e kanan mencari sumber yang dilihatnya
- Terlihat berbicara dengan benda mati/ berbicara sendiri

5. Kontribusi Halusinasi
1. Faktor predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetic schizophrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Diduga letak gen schizophrenia pada kromosom 6, dengan kontribusi
genetic tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22.
b. Faktor neurobiology
Ditemukan korteks prefrontal dan korteks limbic pada schizofenia tidak
pernah berkembang penuh, penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal,
neurotransmitter juga tidak normal, khususnya dopamine, serotonin, glutamate.
c. Studi neurotransmitter
Adanya ketidakseimbangan dopamine berlebihan dibandingkan dengan
serotonin

e. Psikologis

Predisposisi schizophrenia; anak diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu


melindungi, dingin, dan tidak berperasaan, sementara ibu mengambil jarak
dengan anaknya.

2. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi menurut (Rawlins, 1993 dalam Yosep, 2011) : 


1. Dimensi fisik 
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. 
2. Dimensi emosional 
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan manakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut. 
3. Dimensi Intelektual 
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengobrol semua
perilaku klien. 
4. Dimensi sosial 
Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancama,
dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk itu.
5. Dimensi spiritual 
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

6. Penyebab Halusinasi Pengelihatan


- Gangguan mental
- Penggunaan zat-zat tertentu seperti narktika dan alcohol
- Demential, akan sering melihat benda-benda bergerak atau memvisualisasikan
situasi atau kndisi.
- Ensepalitis
- Skizofrenia
- Depresi
- Gangguan bipolar

Anda mungkin juga menyukai