Anda di halaman 1dari 11

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No.

2, Juli 2009 : 225-235 225

Generalized Reduced Gradient Untuk Optimasi


Amunisi Kaliber 57 mm C-60 Het

Generalized Reduced Gradient Optimization for


Ammunition caliber 57 mm C-60 Het

Muhammad Sjahid Akbar, Bambang Widjanarko Otok, dan Lesti Anggraini


Jurusan Statistika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ABSTRACT

Ammunition is a tool that works to sabotage or destroy the target. Weapons Laboratory in TNI AL
have ammunition caliber 57 mm C-60 Het, with more than 10 years of age. Ammunition caliber 57
mm C-60 Het has three sections, projectile, propellant, and primer. Primary part of this
ammunition is not working well, so that it is necessary to repair this section. Repairing of primary
part is done by changing the chemical compound AB3, DF3, and GI2. The purpose of this study is
to determine chemical composition of primary part, so that it can optimize the sensitivity and
detonation. The results show that the optimization begins with model estimation of two response
by Ordinary Least Square (OLS). Futher, model estimation for each response is tranformed into
individual desirability function to form joint desirability function. Results optimization caliber
ammunition 57 mm C-60 by Generalized Reduced Gradient method (GRG), obtained sensitivity of
9.93 cm and the detonation of 108.68 dB, with compotition AB3 compound was 48.8 grams, DF3
compound was 21.0025 grams, and GI2 compound was 17 grams .

Keywords : Ammunition, fungsi desirability, ordinary least square, generalized reduced.

PENDAHULUAN Perbaikan kualitas bagian primer dilakukan


dengan mengganti senyawa kimia pembentuk
Amunisi merupakan alat yang berfungsi untuk isian primer amunisi. Senyawa kimia
merusakkan atau menghancurkan sasaran. pembentuk primer meliputi senyawa kimia
Berdasar-kan ukuran kalibernya, ukuran AB3, DF3, dan GI2 (Olsen dalam Astika,
diameter dari amunisi dibedakan menjadi 3 2003). Respon yang ditimbulkan dari isian
yaitu amunisi kaliber kecil, sedang, dan besar. primer berupa respon sensitivitas dan detonasi.
Amunisi kaliber sedang menurut Astika (2003) Respon sensitivitas adalah suatu nilai ukur
adalah amunisi dengan diameter peluru yang menyatakan se-berapa besar reaksi yang
berukuran 20 mm, 25 mm, 37 mm, dan 57 mm. ditimbulkan dari aksi yang diper-lakukan
Bagian pokok penyusun amunisi kaliber terhadap benda. Sedangkan respon detonasi
sedang meliputi proyektil, propellant, dan adalah besarnya ledakan yang diukur akibat
primer. Proyektil berfungsi untuk perusakan adanya pem-bebasan energi dari reaksi kimia
sasaran, propellant ber-fungsi mendorong yang sangat cepat.
proyektil keluar dari laras dengan tenaga dan Penelitian mengenai amunisi pernah
kecepatan tertentu, sedangkan bagian primer dilakukan oleh Astika (2003) yang
berfungsi sebagai penyala awal propellant memberikan hasil pengaturan dari ketiga
amunisi. Laboratorium Induk Senjata TNI AL senyawa kimia penyusun isian primer untuk
memiliki amunisi kaliber sedang yang berusia amunisi kaliber 57 mm C-60 HET yang dapat
lebih dari 10 tahun. Amu-nisi ini memiliki mengoptimalkan respon sensitivitas dan
kualitas propellant yang masih baik, namun detonasi. Optimasi ini dilakukan melalui
pada bagian primer sudah tidak berfungsi baik. pendekatan fungsi desirability dengan bantuan
Mengingat amunisi ini jumlahnya ribuan dan software Minitab sehingga diperoleh kondisi
se-penuh-nya dibeli dari luar negeri, maka optimum untuk respon sensitivitas sebesar
perlu dilakukan per-baikan kualitas bagian 9.609 cm dan respon detonasi sebesar 109.778
primer supaya amunisi kaliber sedang bisa dB dengan komposisi senyawa kimia AB3
digunakan lagi. sebanyak 32.4568 gram, senyawa DF3
226 Generalized Reduced……………… (Muhammad Sjahid A. dkk)

sebanyak 46.5091 gram, dan sebanyak GI2 xi* = variabel koding untuk variabel asli
sebesar 42.9995 gram.
Penelitian ini menggunakan data yang sama ke-i;
dengan Astika, tetapi dengan metode yang xi = variabel asli ke-i;
berbeda. Metode yang digunakan untuk xiL = level rendah dari xi;
optimasi dalam penelitian ini adalah dengan x iH = level tinggi dari xi ;
metode Generalized Reduced Gradient (GRG). i = banyaknya variabel prediktor.
Metode GRG menurut Castillo et al (1996) Metode Permukaan Respon (MPR) adalah
adalah metode yang telah digunakan dalam kum-pulan dari teknik matematika dan metode
analisis permukaan respon dan telah banyak statistika yang berguna untuk memodelkan dan
diaplikasikan di bidang industri. menganalisa masalah-masalah yang terdapat
Permasalahan yang diambil dalam dalam hubungan antara variabel respon dan
penelitian ini adalah bagaimana melakukan variabel prediktor yang mempengaruhinya.
perbaikan kualitas bagian primer amunisi Selain itu MPR bertujuan mengoptimalkan
kaliber sedang dengan cara menentukan variabel respon (Myers & Carter 1973).
komposisi senyawa AB3, DF3, dan GI2 yang Hubungan antara variabel respon dan faktor-
dapat mengoptimumkan respon sensitivitas dan faktor yang mempengaruhi dapat dituliskan
detonasi. Sesuai dengan permasalahan maka dalam bentuk persamaan sebagai berikut.
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini y  f (x1 , x2 ,..., xk ) + 
(2)
adalah menen-tukan komposisi senyawa AB3, Model permukaan respon orde dua secara
DF3, dan GI2 yang dapat mengoptimumkan umum dengan k faktor adalah sebagai berikut
respon sensitivitas dan detonasi. Penelitian ini (Montgomery, 2001).
diharapkan dapat memberikan solusi dalam k k k k
perbaikan bagian primer amunisi kaliber 57
mm C-60 HET dan dapat menerapkan alternatif
y  0  i 1
 i xi   i 1
ii xi2   x x
i 1 j 1
ij i j ε

i j
metode optimasi. Analisis hanya dibatasi untuk (3)
jenis isian primer amunisi kaliber 57 mm C-60 Taksiran model orde dua adalah sebagai
HET. berikut.
k k k k

Generalized Reduced Gradient Pada yˆ  b0  


i 1
bi xi  
i 1
bii xi2   b x x ,
i 1 j 1
ij i j i  1, 2, ,k
Rancangan Box-Behnken i j
Rancangan Box-Behnken adalah rancangan (4)
percobaan untuk metode permukaan respon Dengan.
yang di-temukan oleh George E. P. Box and y : variabel respon,
Donald Behnken pada tahun 1960 (Wikipedia
ŷ : taksiran variabel respon,
2007). Rancangan ini untuk menyusun model
full kuadratik, dimana hanya menggunakan tiga x : variabel prediktor, i = 1,2,...,k
level pada setiap variabel prediktor (Box dan β : parameter regresi ,
Behnken 1960). Penggunaan faktor-faktor b : taksiran parameter regresi;
dalam rancangan Box-Behnken dapat ε : error
dilakukan dengan dua cara yaitu. Persamaan (3) untuk n serangkaian
1. Variabel asli: tipe faktor ini adalah level pengamatan da-pat ditulis dalam bentuk matrik
variabel dengan nilai sesungguhnya, y = Xβ + ε, dengan
misalnya variabel GI2 mempunyai level T T
y   y1 y2 . . . yn    1 2 . . . n 
bawah 17 gr, level tengah 30 gr, dan level ;
atas 43 gr. 1 x11 x21 x1k   0 
1 x  
2. Variabel koding: penggunaan variabel 12 x22 x2 k 
X β 
1
koding adalah untuk memudahkan    
   
perhitungan numerik dalam mencari 1 xn1 xn 2 ;
xnk   k 
estimasi parameter (Khuri, 1996). Variabel dengan meminimumkan kuadrat terkecil
koding diperoleh melalui persamaan
diperoleh taksiran parameter  sebagai
sebagai berikut.
2x  (xiL  xiH ) berikut:
xi*  i b  ( XT X)1 XT y
(xiH  xiL )
(1)
dengan :
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 225-235 227

Var(b )  Var[( XT X)1 XT y ]  Var[( XT X)1 XT ( X  )] (11)


Target is best
 Var[( XT X)1 ( XT X)  ( XT X)1 ( XT )] 0 , jika yˆ j ( x )  ymax j

 ( XT X)1 ˆ 2  yˆ ( x )  y s
 j min j 
dengan syarat (XTX) merupakan matrik non  , jika y min j  yˆ j ( x )  T j
 T  y
 j min j 
singular (Myers 1976). d j ( yˆ j ( x ))  
Pengujian model meliputi pengujian lack of  ymax j  yˆ j ( x ) t
  , jikaT j  yˆ j ( x )  ymax j
fit dan uji signifikansi parameter baik secara  ymax j  T j 
 
serentak maupun parsial. Pengujian lack of fit 0 , jika yˆ j  ymax j
adalah suatu prosedur untuk menguji 
kesesuaian model apabila terjadi pengulangan (12)
pada suatu percobaan (Draper & Herzberg
1971). dengan
Pengujian parameter secara serentak y min j
: nilai minimum yang diharapkan dari
dilakukan jika model telah sesuai atau tidak variabel respon
ditemukan adanya lack of fit. Uji parameter
Tj
serentak digunakan untuk mengetahui ada : nilai target yang diharapkan dari
tidaknya pengaruh dari variabel prediktor variabel respon
secara keseluruhan terhadap variabel respon. y max j
Sedangkan uji parsial digunakan untuk : nilai minimum yang diharapkan dari
mengetahui apakah variabel-variabel prediktor variabel respon
secara individu mempunyai pengaruh yang s, t : pembobot.
signifikan atau tidak terhadap variabel respon. Fungsi desirability pertamakali
Optimasi multirespon merupakan aspek yang dikemukakan oleh Harrington (1965), yaitu
penting pada analisis multirespon. Tujuannya mendapat pengaturan faktor dengan
adalah untuk menentukan kondisi dari variabel memaksimumkan nilai D. Metode yang
prediktor x1,x2, ..., xk yang mengoptimalkan digunakan untuk memaksimumkan D
atau mendekati nilai optimal dari variabel geometric mean. Untuk setiap m variabel
respon y1, y2, ..., ym (Park 1996). Ada beberapa respon, suatu fungsi desirability bersama
pendekatan untuk optimasi multirespon, didefinisikan sebagai geometric mean dari
Derringer & Suich (1980) memperkenalkan fungsi desirability individu sebagai berikut.
1/m
konsep desirability, dimana fungsi setiap D(x)  d1( yˆ1(x)).d2 ( yˆ 2 (x))...dm ( yˆ m ( x))
(13)
variabel respon ditransformasi ke fungsi
Fungsi desirability selanjutnya
desirability. Fungsi desirability dapat
dikembangkan oleh Derringer dan Suich
digunakan untuk menentukan prioritas yang
(1980), yaitu mengubah suatu masalah
berbeda diantara variabel respon. Tipe fungsi
multirespon menjadi masalah single respon
desirability individu d j ( yˆ j (x )) dikemukakan
melalui transformasi secara matematika.
oleh Derringer & Suich (1980) adalah sebagai Menurut Castillo et al. (1996) persamaan
berikut. (10), (11) dan (12) meskipun kontinu, memiliki
Memaksimumkan Respon titik dimana tidak ada turunannya (breakpoint),
0 , jika yˆ j ( x )  ymin j sehingga akan menyebabkan D(x) tidak

 yˆ ( x )  y s kontinu. Alasan ini menye-babkan optimasi
 j min j 
d j ( yˆ j ( x ))    , jika ymin j  yˆ j ( x )  T j menggunakan metode Generalized Reduced
 Tj  ymin j 
 Gradient (GRG) (metode yang telah banyak

1 , jika yˆ j ( x )  Tj digunakan dalam analisis permukaan respon

yang banyak diaplikasikan di bidang industri)
(10) tidak bisa diterapkan. Supaya metode GRG
tetap dapat di-terapkan, maka perlu dilakukan
Meminimumkan Respon modifikasi fungsi desirability yang non-
0 , jika yˆ j ( x )  ymax j differentiable, sehingga akan menghasilkan

 s fungsi desirability yang differentiable
 ymax j  yˆ j ( x ) 
d j ( yˆ j ( x ))   , jika Tj  yˆ j ( x )  ymax j Langkah awal dalam membentuk fungsi
 ymax j  Tj  desirability yang differentiable adalah

1 , jika yˆ j ( x )  T j menentukan jumlah breakpoint. Menurut
 Castillo et al. (1996) jumlah breakpoint
228 Generalized Reduced……………… (Muhammad Sjahid A. dkk)

ditentukan adalah melalui plot antara nilai 2( yˆ 3j( im )  yˆ 3j( ip ) )


G j( i )  ( yˆ 2j( ip )  yˆ 2j( i )  2yˆ j( im ) ( yˆ j(ip )  yˆ j (i ) )) 
desirability tiap observasi terhadap nilai yˆ j( ip )  yˆ j( im )
taksiran dari y. Didefinisikan  4yˆ 3j( im ) ( yˆ j( ip )  yˆ j( i ) )  yˆ 4j( i )  yˆ 4j( ip )
yˆ j (1) yˆ j ( 2) yˆ j ( n ) (b j( i )  b j( i 1) )
, ,..., , sebagai nilai-nilai dari H j( i )  ( yˆ 2j( ip )  yˆ 2j( i )  2yˆ j( im ) ( yˆ j( ip )  yˆ j(i ) )) 
ŷ j 2( yˆ j( im)  yˆ j( ip ) )
dimana kon-disi breakpoint terjadi dengan
 b j( i 1) ( yˆ j( ip )  yˆ j( i ) )  a j( i )  b j( i ) yˆ j( ip )  d j( i )
d j (1) d j ( 2 ) d
, ,..., j (n ) sebagai nilai desirability yang 2( yˆ 3j( im )  yˆ 3j( ip ) )
yˆ j (i ) d j (i ) I j( i )  ( yˆ 2j( im )  yˆ 2j( i )  2yˆ j( im ) ( yˆ j( im )  yˆ j(i ) ))
bersesuaian. Jadi dan merupakan yˆ j( im )  yˆ j( ip )
yˆ  4yˆ 3j( im ) ( yˆ j( im )  yˆ j( i 0 )  yˆ 4j(i )  yˆ 4j (im )
koordinat breakpoint. Diasumsikan bahwa j (1)
yˆ yˆ yˆ yˆ Fungsi desirabilty differentiable bersama
= min j dan j ( n ) = max j dimana j ( i ) diurutkan dibentuk dari fungsi desirability differentiable
dari terkecil (Castillo et al. 1996). Fungsi individu melalui persamaan (13) kemudian
desirability differentiable individu untuk dioptimasi dengan menggunakan metode
variabel respon yˆ j dengan n breakpoint Generalized Reduced Gradient (GRG).
didefinisikan oleh Castillo et al. (1996) Metode Generalized Reduced Gradient
sebagai: (GRG) menurut Tang & Xu (2002) adalah
d j(1) , yˆ j  y1 metode untuk mendapatkan titik optimum di

 a j(1)  b j(1)yˆ j , y j(1)  yˆ j  y j( 2m)
dalam daerah yang dibatasi (kendala). Metode

 A j( 2)  B j( 2) yˆ j  C j( 2) yˆ 2j  D j( 2)yˆ 3j  E j( 2) yˆ 4j , y j( 2m)  yˆ j  y j( 2 p )
 GRG juga dikemukakan oleh Belegundu
 a j( 2)  b j( 2)yˆ j , y j( 2 p )  yˆ j  y j(3m)
d j ( yˆ j ( x ))   (1999) sebagai suatu metode yang sesuai untuk
 A j(3)  B j(3)yˆ j  C j(3)yˆ 2  D j(3)yˆ 3  E j(3)yˆ 4 , y j(3m)  yˆ j  y j(3p )
j j j


menyelesaikan persamaan dengan kendala non
 linear. Bentuk umum dari GRG (Bricker 1999)
 a j( n 1)  b j( n 1) yˆ j , y j(n 1, p )  yˆ j  y j(n )

d j(n ) , yˆ j  y j(n ) adalah sebagai berikut.
(14) Minimize f(x1, x2,…,xn)
dengan kendala
keterangan : hj(x1,x2,…,xn)=0 , j=1,2,...m
d j( i 1)  d j( i ) αi  x i  βi , i = 1,2,...,n
b j( i )  dengan
yˆ j( i 1)  y j( i )
f(x1, x2,…,xn) : fungsi yang dioptimasikan
a j(i )  d j(i 1)  bi yˆ j( i 1) hj(x1, x2,…,xn): kendala
yˆ j(im)  yˆ j(i )  y x : faktor
 : batas bawah dari faktor
y j( pm)  yˆ j(i )  y  : batas atas dari faktor
y j  ( yˆ max j  yˆ min j )/50
Teori Amunisi
Aj(i )  d j(i )  Bj(i ) yˆ j(i )  C j(i ) yˆ 2j(i )  Dj (i ) yˆ 3j (i )  Ej (i ) yˆ 4j (i )
Amunisi merupakan alat yang berfungsi untuk
Bj(i )  b j(i -1)  2C j(i ) yˆ j(im)  3Dj(i ) yˆ 2j(im)  4Ej(i ) yˆ 3j(im) merusakkan sasaran. Kerja amunisi adalah
gabungan antara kerja kimia dan kerja gerak.
b j( i )  b j( i 1)  3Dj( i ) ( yˆ 2j( im)  yˆ 2j( ip ) )  4Ej( i ) ( yˆ 3j( im)  yˆ 3j( ip ) ) Berdasarkan ukuran kalibernya, ukuran
C j( i )  diameter dari peluru, amunisi dibedakan
2( yˆ j( ip )  yˆ j( ip ) )
menjadi 3 yaitu amunisi kaliber kecil, sedang,
H j( i )  G j( i ) Ej( i ) dan besar. Menurut Astika (2003) amunisi
Dj ( i ) 
Fj ( i ) kaliber sedang yaitu amunisi yang berukuran
20 mm, 25 mm, 37 mm, dan 57 mm. Bagian
H j(i )  J j(i )
Ej( i )  pokok penyusun amunisi kaliber sedang ada 3
I j( i )  G j(i ) macam yaitu bagian proyektil, propellant, dan
3( yˆ j ( im )  yˆ j ( ip ) )
2 2 primer. Proyektil merupakan bagian dari
Fj ( i )  ( yˆ j ( ip )  yˆ j ( i )  2 yˆ j ( im ) ( yˆ j ( ip )  yˆ j ( i ) )) 
2 2
amunisi yang berfungsi untuk perusakan
2( yˆ j ( im )  yˆ j ( ip ) )
sasaran, yang terdiri dari tudung balistik, ban
 3yˆ j ( im ) ( yˆ j ( ip )  yˆ j ( i ) )  yˆ j ( i )  yˆ j ( ip ) putar, traser, dan bahan high explosive.
2 3 3

Propellant berfungsi mendorong proyektil


keluar dari laras dengan tenaga dan kecepatan
tertentu. Sedangkan bagian primer berfungsi
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 225-235 229

sebagai penyala awal propellant amunisi, yang x1 = banyaknya senyawa kimia AB3 (gram)
terdiri dari dua bagian yaitu bagian mangkok x2 = banyaknya senyawa kimia DF3 (gram)
atau tempat isian primer dan bagian isian x3 = banyaknya senyawa kimia GI2 (gram):
primer. Isian primer terdiri dari campuran tiga Tabel 1. Level untuk Variabel Prediktor
senyawa kimia sebagai berikut. Variabel Level
Senyawa kimia AB3 adalah suatu senyawa prediktor Atas Tengah Bawah
kimia pyroteknik yang termasuk dalam AB3 (x1) 48.8 gram 29.4 gram 10 gram
golongan senyawa Low Explosive. Senyawa DF3 (x2) 52.50 gram 36.75 gram 21 gram
ini sering digunakan untuk pembuatan isian GI2 (x3) 43 gram 30 gram 17 gram
primer dan dapat menambah sensitivitas serta Rancangan percobaan yang digunakan adalah
berfungsi sebagai oksidator. rancangan Box-Behnken dengan jumlah percobaan
Senyawa kimia DF3 adalah senyawa kimia sebanyak lima belas kali, dapat dilihat pada Tabel
Initial Explosive yang tergolong High 2.
Explosive dan digunakan untuk memberi Tabel 2. Rancangan Percobaan Box-benhken
pancaran api permulaan. Variabel asli Variabel koding
Senyawa kimia GI2 adalah senyawa
x1 x2 x3 x1* x 2* x 3*
pyroteknik yang tergolong senyawa Low
Explosive, senyawa ini dalam isian primer 29.4 36.75 30 0 0 0
berfungsi sebagai bahan bakar dan sebagai 10 21 30 -1 -1 0
bahan sensitivitas. 29.4 52.5 17 0 +1 -1
Pengaruh senyawa kimia AB3, DF3, dan 29.4 36.75 30 0 0 0
GI2 pada pengisian bagian primer amunisi 48.8 21 30 +1 -1 0
berupa respon sensitivitas dan respon detonasi
29.4 21 43 0 -1 +1
(Olsen dalam Astika 2003). Sensitivitas adalah
suatu nilai ukur yang menyatakan seberapa 10 36.75 17 -1 0 -1
besar reaksi yang ditimbulkan dari aksi yang 48.8 52.5 30 +1 +1 0
diperlakukan terhadap benda, sedangkan 29.4 36.75 30 0 0 0
detonasi yaitu besarnya ledakan yang diukur 29.4 52.5 43 0 +1 +1
akibat adanya pembebasan energi dari reaksi 10 52.5 30 -1 +1 0
kimia yang sangat cepat. Level dari ketiga
10 36.75 43 -1 0 +1
senyawa kimia ini diperoleh dari studi literatur
dan eksperimen, dengan perbandingan 48.8 36.75 17 +1 0 -1
prosentase senyawa AB3, DF3, dan GI2 harus 48.8 36.75 43 +1 0 +1
berada diantara batas atas dan bawah untuk 29.4 21 17 0 -1 -1
masing-masing senyawa. Apabila prosentase
x 1* = variabel koding untuk senyawa kimia AB3
melebihi batas atas atau kurang dari batas
bawah, maka campuran isian primer tidak x 2* = variabel koding untuk senyawa kimia DF3
meledak (Astika 2003). Sehingga proses
pencampuran ketiga senyawa pembentuk isian x 3* = variabel koding untuk senyawa kimia GI2
primer merupakan proses yang mengandung Perhitungan variabel koding untuk ketiga
interaksi diantara ketiga senyawa. variabel prediktor dilakukan melalui persamaan
(1).
Langkah-langkah analisa dalam menyelesaikan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
METODE 1. Pendugaan model orde dua dengan
menggunakan metode OLS (Ordinary Least
Sumber data dalam penelitian ini adalah data Square).
sekunder hasil penelitian Astika (2003). Data 2. Menguji kesesuaian model melalui uji lack of fit,
berupa hasil percobaan di Laboratorium Induk karena terjadi pengulangan pada percobaan.
Senjata TNI-AL Subsilab Amodak Probolinggo 3. Menguji signifikansi parameter melalui uji
dengan menggunakan rancangan percobaan Box- serentak dan parsial.
Behnken. 4. Menguji asumsi residual meliputi uji asumsi
Variabel-variabel yang digunakan dalam identik, independen, dan berdistribusi normal (0,
penelitian ini meliputi : σ2).
Variabel respon meliputi 5. Transformasi model dugaan yang telah diperoleh
y1 = sensitivitas terhadap pukulan (cm) untuk setiap respon ke dalam fungsi desirability
y2 = besarnya detonasi (dB) differentiable individu dj(Yj(x)).
Variabel prediktor yaitu :
230 Generalized Reduced……………… (Muhammad Sjahid A. dkk)

6. Membentuk fungsi desirability differentiable pada taraf signifikan 5% model orde dua untuk
bersama (D(x)) dari setiap fungsi desirability respon sensitivitas sudah sesuai.
differentiable individu dj(Yj(x)). b. Pengujian parameter secara serentak
7. Menyelesaikan optimasi melalui fungsi (D(x)) dilakukan pada model yang telah sesuai
dengan metode Generalized Reduced Gradient dengan hipotesis sebagai berikut.
(GRG).
H0 : 1  2   9  0
HASIL DAN PEMBAHASAN H1 : paling tidak ada satu i  0 dengan i =
1,2, …9
Pendugaan Model α = 0.05
Respon sensitivitas dan detonasi dihasilkan MSR
dari proses pencampuran antara senyawa AB3, Statistik uji : Fhitung 
MSE
DF3, dan GI2. Proses ini telah dijelaskan
sebagai proses yang mengandung interaksi Daerah penolakan: tolak H0 jika Fhitung >
diantara ketiga senyawa. Sehingga pendugaan F0.05(9,5)
model untuk kedua respon dilakukan dengan Tabel 3 menunjukkan nilai Fhitung regresi
menggunakan rancangan orde dua. sebesar 70.61 > F0.05(9,5)=4.77 sehingga tolak
H0 dan dapat dikatakan bahwa pada taraf
Pendugaan Model Orde Dua untuk Respon signifikan 5 % minimal ada satu variabel
Sensitivitas prediktor yang berpengaruh secara signifikan
Pendugaan parameter dilakukan dengan terhadap respon sensitivitas.
mengguna-kan metode OLS, sehingga c. Pengujian parameter secara parsial dilakukan
diperoleh model orde dua untuk respon untuk mengetahui variabel prediktor mana saja
sensitivitas sebagai berikut. yang berpengaruh secara signifikan terhadap
ŷ1 ( x)  9.5667  0.275 x1  0.3875 x2  0.4375 x3  0.1458 x12  variabel respon. Hipotesis untuk uji parsial
adalah sebagai berikut.
0.4792 x22  0.3708 x32  0.3 x1 x2  0.2 x1 x3  0.225 x2 x3
H0 : i  0
Pengujian Model H1 : i  0 dengan i = 1,2, …9
a. Pengulangan yang terjadi pada percobaan α = 0.05
menyebabkan perlu dilakukan pengujian
bi
kesesuaian model dugaan melalui uji lack of Statistik uji : t hitung =
fit. Hipotesis untuk uji lack of fit adalah. var ( ˆi )
H0 : tidak terdapat lack of fit (model sudah
sesuai) Daerah penolakan: tolak H0 jika |thitung| >
H1 : terdapat lack of fit (model tidak sesuai) t(0,025:5).
α = 0.05
Statistik uji : FLOF = MSLOF /MSPE Tabel 4. Uji Parsial Model Orde Dua untuk y1
Daerah penolakan: tolak H0 Variabel SE
Prediktor Koefisien Koefisien T P
jika FLOF  F0.05(3,2)
x1 -0.2750 0.03323 -8.276 0.000
-
Tabel 3. Anova Model Orde Dua untuk y1 x2 -0.3875 0.03323 11.661 0.000
Sumber db SS MS F P
Variasi x3 0.4375 0.03323 13.166 0.000
Regresi 9 5.61317 0.62369 70.61 0.000
Linear 3 3.33750 1.11250 125.94 0.000 x12 -0.1458 0.04891 -2.982 0.031
Kuadratik 3 1.55317 0.51772 58.61 0.000 x22 0.4792 0.04891 9.797 0.000
Interaksi 3 0.72250 0.24083 27.26 0.002 2
Residual 5 0.04417 0.00883 X3 -0.3708 0.04891 -7.582 0.001
Lack of 3 0.03750 0.01250 3.75 0.218 x1x2 -0.3000 0.04699 -6.384 0.001
Fit
Pure 2 0.00667 0.00333 x1x3 -0.2000 0.04699 -4.256 0.008
Error
x2x3 0.2250 0.04699 4.788 0.005
Total 14 5.65733

Tabel 3 menunjukkan nilai FLOF sebesar Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk semua
3.75 lebih kecil dari F0.05(3.2) = 19.16 variabel prediktor mempunyai nilai |thitung| >
sehingga keputusan terima H0. Hal ini berarti t(0,025:5) = 2,571, sehingga tolak H0 dan
dapat dikatakan pada taraf signifikan 5%,
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 225-235 231

setiap variabel prediktor mempunyai pengaruh pada taraf signifikan 0.05, residual
yang signifikan terhadap respon sensitivitas. berdistribusi normal.

Pemeriksaan dan Pengujian Residual Pendugaan Model untuk Respon Detonasi


a. Pengujian keidentikan residual dilakukan Model orde dua untuk respon detonasi sebagai
dengan tujuan untuk mengetahui kehomogenan berikut.
varians residual. Pengujian ini dapat dilakukan yˆ 2 ( x)  108.680  1.920 x1  2.323 x 2  3.583 x3  2.913 x12 
melalui uji Glejser. 3.078 x 22  2.608 x33  2.240 x1 x 2  1.445 x1 x3  1.940 x 2 x3
Pengujian Model
Tabel 5. Uji Glejser Residual untuk y1 a. Pengulangan yang terjadi pada percobaan
Variabel SE menyebab-kan perlu dilakukan pengujian
Koefisien T P
Prediktor Koefisien kesesuaian model dugaan melalui uji lack of
- fit. Hipotesis untuk uji lack of fit adalah.
x1 -0.00 0.00101 1
0.00 H0 : tidak terdapat lack of fit ( model sudah
x2 0.00 0.00101 0.00 1 sesuai)
- H1 : terdapat lack of fit (model tidak sesuai)
x3 -0.00 0.00101 1 α = 0.05
0.00
Statistik uji :
Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk semua FLOF = MSLOF /MSPE
variabel prediktor x1, x2, dan x3 memiliki nilai Daerah penolakan: tolak H0 jika FLOF  F0.05(3,2)
|thitung| < t(0,025:11) = 2.201, jadi terima H0
sehingga dapat dikatakan bahwa semua
Tabel 6. Anova Model Orde Dua untuk y2
variabel prediktornya tidak signifikan. Karena Sumber Variasi db SS MS F P
semua variabel prediktor tidak signifikan, maka Regresi 9 316.215 35.1350 26.76 0.001
varians residual sudah homogen. Linear 3 175.318 58.4392 44.51 0.000
Kuadratik 3 97.420 32.4733 24.73 0.002
b. Pemeriksaan keindependen residual Interaksi 3 43.477 14.4923 11.04 0.012
bertujuan untuk bertujuan untuk mengetahui Residual 5 6.565 1.3131
ada tidaknya korelasi antara residual pada Lack of 3 5.692 1.8972 4.34 0.193
Fit
pengamatan ke-i dengan residual pada Pure 2 0.874 0.4368
pengamatan ke-(i+k). Pemeriksaan Error
keindependenan dapat dilakukan dapat Total 14 322.780

dilakukan dengan Run Test, dengan hipotesis


sebagai berikut. Tabel 6 menunjukkan nilai FLOF sebesar
H0 : residual independen 4.34 < F0.05(3.2) = 19.16 sehingga diperoleh
H1 : residual dependen keputusan terima H0. Hal ini berarti pada taraf
Statistik Uji : Run hitung = 11 signifikan 5%, tidak terdapat lack of fit,
Daerah kritis :Run hitung  run Tabel
sehingga model orde dua untuk respon detonasi
sudah sesuai.
Kesimpulan :
b. Pengujian parameter secara serentak
Nilai run Tabel dilihat pada Table runs test,
dilakukan pada model yang telah sesuai
dengan n1 = 8 dan n2 = 7, diperoleh run Tabel
dengan hipotesis sebagai berikut.
sebesar 4. Karena run hitung = 11 lebih dari
H0 : 1  2   9  0
run Tabel = 4, maka terima H0 yang berarti
bahwa residual independen. H1 : paling tidak ada satu i  0 dengan i =
c. Pengujian residual berdistribusi normal 1,2, …9
melalui uji Kolmogorov-Smirnov dengan α = 0.05
hipotesis sebagai berikut. Statistik Uji :
H0 : residual berdistribusi normal MSR
Fhitung 
H1 : residual tidak berdistribusi normal MSE
α = 0.05 Daerah penolakan: Tolak H0 jika Fhitung >
Statistik Uji : D  sup S(x)-F0 (x ) = 0.157 F0.05(9,5)
Daerah penolakan : tolak H0 jika D> W10.05 Tabel 6 menunjukkan nilai Fhitung regresi
sebesar 26.76 > F0.05(9,5) = 4.77 sehingga
Kesimpulan : Nilai D= 0.157 < W10.05 = tolak H0 dan dapat dikatakan bahwa pada taraf
0.338, sehingga terima H0 yang berarti bahwa signifikan 5 %, minimal ada satu variabel
232 Generalized Reduced……………… (Muhammad Sjahid A. dkk)

prediktor yang berpengaruh secara signifikan tidak signifikan. Karena semua variabel
terhadap respon detonasi. prediktor tidak signifikan, maka varians
c. Pengujian Secara Parsial residual sudah homogen.
Pengujian parameter secara parsial dilakukan
untuk mengetahui variabel prediktor mana saja Tabel 8. Uji Glejser Residual untuk y2
yang berpengaruh secara signifikan terhadap Variabel SE
variabel respon. Hipotesis untuk uji parsial Prediktor Koefisien Koefisien T P
adalah sebagai berikut. x1 0.00 0.1687 0.00 1
H0 : i  0 x2 0.00 0.1687 0.00 1
H1 : i  0 dengan i = 1,2, …9 x3 -0.00 0.1687 -0.00 1
α = 0.05
Statistik Uji : b. Pemeriksaan independen bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi antara
t hitung = ˆi
residual pada pengamatan ke-i dengan residual
var ( ˆi ) pada pengamatan ke-(i+k). Pemeriksaan
Daerah penolakan: tolak H0 jika |thitung| > keindependenan dapat dilakukan dengan Run
t(0,025:5). Test, dengan hipotesis sebagai berikut.
Tabel 7. Uji Parsial untuk Model Orde Kedua H0 : residual independen
untuk y2 H1 : residual dependen
Variabel SE Statistik Uji : Run hitung = 7
Prediktor Koefisien Koefisien T P Daerah kritis : Run hitung  run Tabel
x1 -1.920 0.4051 -4.739 0.005 Kesimpulan : Nilai run Tabel dilihat pada
x2 -2.323 0.4051 -5.733 0.002 Table runs test , dengan n1 = 8 dan n2 = 7,
diperoleh run Tabel sebesar 4. Karena run
x3 3.583 0.4051 8.843 0.000 hitung = 11 lebih dari run Tabel = 7, maka
x12 -2.913 0.5963 -4.884 0.005 terima H0 yang berarti bahwa residual
x22 3.078 0.5963 5.161 0.004 independen.
x32 -2.608 0.5963 -4.373 0.007
x1x2 -2.240 0.5729 -3.910 0.011 c. Pengujian residual berdistribusi normal
melalui uji Kolmogorov-Smirnov dengan
x1x3 -1.445 0.5729 -2.522 0.053
hipotesis sebagai berikut.
x2x3 1.940 0.5729 3.386 0.020 H0 : residual berdistribusi normal
H1 : residual tidak berdistribusi normal
Tabel 7 menunjukkan bahwa untuk semua α = 0.05
variabel prediktor selain variabel interaksi x1x3
mempunyai nilai |thitung| > t(0,025:5) = 2,571
D  sup S(x) - F ( x)
0
Statistik Uji : = 0.109
jadi H0 ditolak sehingga setiap variabel Daerah penolakan : tolak H0 jika D> 0.338
prediktor kecuali interaksi antara x1x3 Kesimpulan : Nilai D= 0.157 < 0.338, sehingga
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terima H0 yang berarti bahwa pada taraf
respon detonasi. Untuk interaksi antara x1x3 signifikan 0.05, residual berdistribusi normal.
yang tidak signifikan tidak dapat dibuang dari
model, hal ini karena semua variabel prediktor Optimasi melalui Modifikasi Fungsi
ingin dicari kondisi optimumnya, maka Desirabiliy dengan Metode Generalized
variabel yang tidak signifikan tidak bisa Reduced Gradient (GRG)
dihilangkan dalam model. Setelah diperoleh pendugaan model orde dua
baik untuk respon sensitivitas maupun
Pemeriksaan dan Pengujian Residual detonasi, maka langkah selanjutnya adalah
a. Pengujian keidentikan residual dilakukan melakukan optimasi secara simultan melalui
dengan tujuan untuk mengetahui kehomogenan modifikasi fungsi desirability dengan metode
varians residual. Pengujian ini dapat dilakukan Generalized Reduced Gradient (GRG) sebagai
melalui uji Glejser . Tabel 8. menunjukkan berikut.
bahwa semua variabel prediktor x1, x2, dan x3
memiliki nilai |thitung| < t(0,025:11) = 2.201, Modifikasi Fungsi Desirability
jadi terima H0 sehingga sehingga dapat Langkah dalam modifikasi fungsi desirability
dikatakan bahwa semua variabel prediktornya adalah
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 225-235 233

a. Menentukan jumlah breakpoint dengan


melihat plot antara nilai desirability tiap Tabel 10. Koordinat Breakpoint
observasi terhadap nilai taksiran y. Nilai
Variabel Respon
yˆ j (i ) dj(i)
desirability tiap observasi dapat diketahui
yˆ1(1) = 8.6250 d1(1) = 0.422311
dengan menentukan batasan-batasan dari
respon sensitivitas dan detonasi. Batasan- Sensitivitas(y1) ŷ1( 2) = 8.6875 d1(2) = 0.334401
batasan untuk kedua respon dapat dilihat pada
Tabel 9 sebagai berikut.
ŷ1(3) = 9.9500 d1(3) = 0.5
ŷ2(1) = 108.680 d2(1) = 0.627834
Tabel 9. Batasan untuk Respon Sensitivitas dan
Detonasi Detonasi (y2) ŷ2( 2) = 111.488 d2(2) = 0.0
Respon Goal ymax ymin Target ŷ2(3) = 112.350 d2(3) = 0.5
y1 Nominal 10.3 7.5 8.9 cm
the best cm cm
y2 Larger 112.12 98.22 112.12 b. Menentukan Fungsi Desirability
the better dB dB dB Differentiable dengan Tiga Breakpoint. Fungsi
Batasan nilai untuk respon sensitivitas (y1) desirability yang differentiable untuk respon yj
yaitu pada nilai maksimum sebesar 10.3 cm dengan tiga breakpoint adalah sebagai berikut.
 d j(1) , yˆ j  y j(1)
dan nilai minimum sebesar 7.5 cm (Olsen 
 a j(1)  b j(1) yˆ j , y j(10  yˆ j  y j( 2m)
dalam Astika, 2003). Nilai tengah antara nilai 

d j ( yˆ j ( x ))   A j( 2)  B j( 2) yˆ  C j( 2) yˆ j  D j( 2) yˆ j  E j( 2) yˆ j , y j( 2m)  yˆ j  y j( 2 p)
2 3 4
maksimum dan minimum yaitu sebesar 8.9 cm 
, y j( 2 p)  yˆ j  y j(3)
 a j( 2)  b j( 2) yˆ j
dijadikan sebagai nilai target. Sedangkan pada 
d j(3) yˆ j  y j(3)


respon detonasi (y2) nilai maksimum dan
minimum diperoleh dari hasil eksperimen, Nilai y2m, y2p serta parameter a1, b1, a2, b2, A2,
masing-masing sebesar 112.12 dB dan 98.22 B2, C2, D2, D2, dan E2 pada setiap respon
dB dengan nilai target sebesar 112.12 dB diperoleh dari perhitungan melalui persamaan
merupakan nilai detonasi terbesar. pada bagian 8 Modifikasi Fungsi Desirability.
Hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 11
Scatterplot of DESIR1 vs FITS1
0.7 sebagai berikut.
0.6

0.5

0.4
Tabel 11. Nilai Batasan dan Parameter Fungsi
DESIR1

0.3
Desirability
0.2 Variabel Respon
0.1
Nilai
0.0
Y1 y2
8.5 9.0 9.5
FITS 1
10.0 10.5
y2m 8.661 111.4146
Gambar 1. Plot Desirability untuk y1 y2p 8.714 111.5614
Scatterplot of DESIR2 vs FITS2
A1 12.55389 24.92734
0.7
B1 -1.40656 -0.223588
0.6

0.5
A 10.654 770.1158
0.4
B -1.506896 -13.545
DESIR2

0.3

0.2
C 0.041279 0.058955
0.1 D 0.006178 5.94E-06
0.0

100 102 104 106 108 110 112 114


E -0.000772 -6.61E-09
FITS2

a2 -0.805117 -64.66821
Gambar 2. Plot Desirability untuk y2 b2 0.131168 0.580046

Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan Nilai batasan dan parameter pada Tabel 11
bahwa plot desirability untuk y1 dan y2 disubsitusikan ke persamaan (15) sehingga
terputus pada tiga titik, sehingga dapat diperoleh fungsi desirability individu yang
dikatakan jumlah breakpoint untuk respon differentiable untuk y1 dan y2 sebagai berikut.
sensitivitas (y1) adalah sebanyak tiga.
Koordinat breakpoint untuk kedua respon
terjadi pada titik-titik dengan nilai dari
yˆ j (i ) dan dj(i) sebagai berikut.
234 Generalized Reduced……………… (Muhammad Sjahid A. dkk)

 0.4223 , yˆ1  8.6250 rata-rata 55.87% dari target respon sensitivitas


 12.5539  1.4066 yˆ1
 , 8.6250  yˆ1  8.66
 dan respon detonasi telah tercapai.
d1( yˆ1( x ))  10.65  1.51yˆ1  0.04yˆ12  0.006yˆ 3  0.0008yˆ14 , 8.6610  yˆ1  8.71
1
 , 8.7140  yˆ1  9.950
 0.8051  0.1312yˆ1

 0.5 yˆ1  9.950
KESIMPULAN
 0.6278 , yˆ 2  108.68

 24.9373  0.2236yˆ 2 ,108.68  yˆ 2  111.41
ˆ   
Pendugaan model orde dua untuk respon
d2 ( y2 ( x ))  770.12  13.55yˆ 2  0.06yˆ  5.9x10 yˆ  6.6x10 yˆ ,111.41  yˆ 2  111.56
2 6 3 9 4


2
64.67  0.58yˆ 2
2 2
,111.56  yˆ 2  112.35 sensitivitas adalah sebagai berikut :
 yˆ 2  112.35
 0.5 ŷ1 (x )  9.5667  0.275 x 1  0.3875 x 2  0.4375 x 3  0.1458 x 12 
Fungsi desirabilty individu yang telah
diperoleh untuk setiap respon yaitu d1 (yˆ 1 (x ))
dan d2 (yˆ 2 (x )) selanjutnya dibentuk suatu fungsi 0.4792 x 22  0.3708 x 33  0.3 x 1 x 2  0.2 x 1 x 3  0.225 x 2 x 3

desirability bersama D(x) sebagai berikut. Sedangkan model dugaan untuk respon
D(x) = ( d1 (yˆ 1 (x )) d2 (yˆ 2 (x )) )1/2 detonasi adalah
yˆ 2 (x )  108.680  1.920 x 1  2.323 x 2  3.583 x 3  2.913 x 12 
3.078 x 22  2.608 x 33  2.240 x 1x 2  1.445 x 1x 3  1.940 x 2 x 3
Optimasi dengan Metode Generalized
Reduced Gradient (GRG). Optimasi dengan metode Generalized
Optimasi secara simultan melalui modifikasi Reduced Gradient (GRG) diperoleh kondisi
fungsi desirability diselesaikan dengan optimum untuk respon sensitivitas (y1) sebesar
menggunakan metode GRG dengan bantuan 9.93 cm dan respon detonasi (y2) sebesar
solver pada program paket Excell 2003, dengan 108.68 dB. Kondisi optimum dicapai pada saat
langkah-langkah optimasi adalah sebagai komposisi senyawa kimia AB3 (x1) sebanyak
berikut. 48.8 gram, senyawa kimia DF3 (x2) sebanyak
Memaksimumkan : 21.0025 gram, dan senyawa kimia GI2 (x3)
D(x) = ( d1 (yˆ 1 (x )) d2 (yˆ 2 (x )) )1/2 sebanyak 17 gram.
Adanya outlier pada data hasil percobaan,
dengan kendala :
1  x 1 , x 2 , x 3  1
menyebabkan penggunaan metode OLS dalam
estimasi parameter kurang tepat. Selain itu,
8.625  y 1  9.95
108.68  y 2  112.35
penentuan jumlah breakpoint yang kurang
efektif karena dilakukan dengan trial error.
d1 ( yˆ1 (x ))  0 , d 2 ( yˆ 2 (x ))  0 Maka untuk peneliti selanjutnya dilakukan
Prosedur optimasi secara lengkap bisa dengan metode yang sifatnya robust untuk
dilihat pada Lampiran D, dengan metode GRG estimasi parameter dan menggunakan metode
diperoleh kondisi optimum secara simultan lain dalam menentukan jumlah breakpoint.
untuk kedua respon yaitu pada respon
sensitivitas diperoleh nilai sebesar 9.93 cm, DAFTAR PUSTAKA
sedangkan untuk respon detonasi diperoleh
nilai sebesar 108.68 dB. Kondisi optimum Astika IMJ. 2003. Optimasi Sensitivitas Campuran
untuk respon sensitivitas dan detonasi Isian Primer Amunisi Kaliber 57 mm C-60 Het
untuk tingkat Detonasi tertentu dengan Dual
diperoleh saat titik stasioner untuk x 1* = 1,
Response Surface. Tesis Program Pasca Sarjana
x 2* =-0.9998, dan x 3* =-1. Titik stasioner yang (tidak dipublikasikan). Magister Managemen
Teknologi Program Studi Managemen Industri.
diperoleh masih dalam bentuk koding, ITS. Surabaya.
sehingga perlu dilakukan perhitungan Belegundu AD. & Chandrupatla TR. 1999.
berdasarkan persamaan (2.1) untuk Optimization Concepts and Applications in
memperoleh titik stasioner yang sebenarnya. Engineering. New Jersey: Prentice Hall.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kondisi Box GEP & Behnken DW. 1960. “Some New Tree
optimum untuk kedua respon terjadi pada saat Level Design for Study of Quantitative
komposisi senyawa kimia AB3 (x1) sebanyak Variables”. Technometrics, 2:455-475.
48.8 gram, senyawa kimia DF3 (x2) sebanyak Bricker DL.1999. Generalized Reduced Gradient
Algorithm. Dept. of Industrial Engineering,
21.0025 gram, dan senyawa kimia GI2 (x3)
University of Lowa, Lowa.
sebanyak 17 gram. Nilai fungsi desirability Castillo ED, Montgomery DC, McCarville DR.
bersama pada kondisi optimum adalah sebesar 1996. “Modified Desirability Functions for
0.5587, hal ini menunjukkan bahwa secara Multiple Response Optimization”. Journal of
Quality Technology. 28:.3.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 225-235 235

Derringer G. & Suich R.1980. Simultaneous Optimi- Myers RH. & Carter WH. 1973. Response Surface
zation of Several Response Variables. Journal of Techniques for Dual Response Systems.
Quality Technology. 12:214-219. Technometrics 15.:.301-317
Draper NR & Herzberg AM. 1992.On Lack of Fit. Park SH.1996. Robust Design and Analysis for
Technometrics 13:231-241. Quality Engineering. London : Chapman&Hall.
Harrington EC Jr. 1965. The Desirability Function. Tang LC &Xu K. 2002. A Unified Approach for
Industrial Quality Control. 21:494-494 Dual Response Surface Optimization. Jurnal of
Jimidar M, Bourguignon B, Massart DL. 1996. Quality Technology. 34:437-447.
Application of Derringer's desirability function Tong L & Hsieh K. 2000. A Novel Means of
for the selection of optimum separation Applying Neural Networks to Optimize The
conditions in capillary zone electrophoresis. Multiresponse Problem. Quality Engineering.
Journal of Chromatography 1:.109-117. 13. Issue 1:11–18.
Kros JF & Mastrangelo CM. 2001. Comparing Zaidar E. 2002. Kecepatan Rambat Reaksi Ledakan.
methods for multi-response design problem Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Sumatera
Quality and Reliability Engineering Utara. Sumatera.
International. 17:323-331 ______.2007. Jenis Senjata dan Amunisi.
Khuri AI & Cornell JA. 1996. Response Surfaces <http://www
Designs and Analyses. New York: Marcel freewebs.com/gunshot_wound/lukatembak.htm.
Dekker. Inc. ______.2007.Box-Behnken Design.
Montgomery DC. 2001. Design and Analysis of <http://en.wikipedia.org/ wiki /Box–Behnken
Experiments. Fifth Edition. New York: John Design>.
Wiley&Sons, Inc. ______.2007. Box-Behnken Designs.
Myers RH.1976. Response Surface Methodology. <http://www.Caspur.it/risorse/softappl/doc/
United States of America: Library of Congress. matlab_help/toolbox/stats/ doe6.html>.

Anda mungkin juga menyukai