Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Pengaruh Peripatetisme dalam Pemikiran Pendidikan Islam


Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam

D
I
S
U
S
U
N

Oleh:

SARFIKA SARAGIH
3003163001

PEDI B
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Dja’far Siddik, MA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................1
Abstrac.....................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Perkembangan Peripatetisme dalam Khazanah Pemikiran Islam.................3
B. Pengertian Peripatetisme...............................................................................5
C. Tokoh dan Karya Monumental.....................................................................7
1. Al-Kindi (185 H/801 M-252 H/866/M)....................................................7
2. Al-Farabi (w.950 M).................................................................................8
3. Ibn Sina......................................................................................................8
4. Ibn Zakaria Al Razi...................................................................................8
5. Al-Ghazali.................................................................................................9
6. Ibn Khaldun...............................................................................................9
7. Ibnu Bajjah................................................................................................9
8. Ibnu Thufail.............................................................................................10
9. Ibnu Rusyd..............................................................................................10
D. Jejak Peripatetisme dalam Pemikiran Pendidikan Islam.............................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

i
Abstrac
This article discusses how the influence of Peripatetism on Islamic
educational thinking, as we know at the height of Islamic gold is marked by
political, economic and scientific progress in all fields, such as advances in the
fields of knowledge, medicine, anthronomi including in the field of Islamic
philosophy. One proof of the progress of Islamic philosophy is characterized by
the emergence of thoughts which are also called the school of Islamic philosophy,
such as Peripatetisme (Masysya'iyah), Illuminasionisme (Isyraqiyyah), and
Gnosisme ('Irfaniyyah). The notion of peripatetism is derived from the Greek
"Peripatetik" which has the meaning of traveling, or the streets. And this
peripatetism was the thought of Aristotle.

Abstrak

Artikel ini membahas tentang bagaimana pengaruh Peripatetisme terhadap


pemikiran pendidikan Islam, sebagaimana yang kita ketahui pada puncak
keemasan Islam ditandai dengan kemajuan politik, ekonomi dan perkembangan
ilmu pengetahuan dalam semua bidang, seperti kemajuan dalam bidang
pengetahuan, kedokteran, antronomi termasuk dalam bidang filsafat Islam. Salah
satu bukti dari kemajuan filsafat Islam ini ditandai dengan munculnya
pemikiran-pemikiran yang juga disebut dengan mazhab filsafat Islam, seperti
Peripatetisme (Masysya’iyah), Illuminasionisme (Isyraqiyyah), dan Gnosisme
(‘Irfaniyyah). Adapun pengertian dari peripatetisme adalah yang berasal dari
bahasa Yunani “Peripatetik” yang memimiliki makna berkeliling, atau jalan-jalan.
Dan peripatetisme ini merupakan pemikiran dari Aristoteles.

Keywords: Peripatetism; Islamic education; Islamic philosophy

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam sejarah peradaban Islam, paling tidak ada empat madzhab utama
pemikiran Islam : madzhab Peripatetik, madzhab Iluminasi, madzhab Gnosis, dan
madzhab Hikmah al-Muta’aliyah. Pertama, Hikmah al-Masysya’iyah (madzhab
peripatetik). Madzhab ini didirikan oleh para filsuf era keemasan Islam sperti al-
Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, (w.1037) da Ibn Rusyd (w. 1198). Medzhab ini
memadukan Aristotelianisme, Platonisme, dengan syariat Islam, dan
mengandalkan metode burhani (rasional) dalam menghasilkan teori-teori dan
ilmu-ilmu filosofis. Aliran peripatetik dinilai sebagai mazhab rasional dalam
Islam. Di antara karya utama dlam madzhab ini adalah al-Kindi’s Metaphysic (fi
al Falsafah al-Ula) karya al-Kindi, kirab Ara’ ahl al Madinah al Fadhilah dan
Risalah fi al ‘Aql karya al-Farabi, Uyun al-Hikmah, al-Isyarat wa al-Tanbihat,
Manthiq al-Masyriqin, al Syifa, Kitab al-Siyasah, dan Ahwal al-Nafs karya Ibn
Sina, Tahzib al-Akhlaq karya Ibn Miskawih, Tafahut al-Tafahut karya Ibn Rusyd,
dan hay bin Yaqzhan karya Ibn Thufail.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Peripatetisme dalam Khazanah Pemikiran Islam

Sebelum lahirnya filsafat Islam, baik di dunia timur maupun barat, telah
terdapat berbagai macam alam pikiran, di antaranya yang terkenal adalah pikiran
Mesir Kuno, pikiran Sumeria, Babilonia dan assyuria, pikiran Iran, pikiran India,
pikiran cina dan pikiran Yunani.
Secara historis filsafatlah yang mengantarkan suatu kaum kedepan pintu
gerbang peradabannya masing-masing seperti yang pernah dialami peradaban
Yunani kuno dan peradaban Islam (dimasa keemasan). Kedua peradaban yang
pernah ada tersebut (terutama Islam) mencapai kegemilangannya setelah terlebih
dahulu mangalami kegemilangan dalam bidang filsafat dan kegiatan ilmiah.1
Secara keseluruan Filsafat Yunani dan filsafat Islam memegang peranan yang
besar dalam membentuk peradaban dunia. Sebab filsafat Yunani adalah peletak
batu pertama kemunculan usaha intelektualitas dalam memahami fenomena alam
baik yang mikro maupun yang makro, dan filsafat Islam mengembangkan,
mereformulasi mengarahkan dan mensistemasi serta menurunkannya ketataran
praktis hingga melahirkan peradaban cemerlang.2
Filsafat Yunani yang sampai pada dunia Islam, tidaklah seperti apa yang
diinginkan orang Yunani sendiri, baik yang melalui orang-orang Masehi Nestoria
dan Jakobites, maupun melalui golongan-golongan lainnya. Melainkan sudah
melalui pemikiran Hellenisme Romawi yang sudah memiliki ciri khas dan corak
tertentu, yang sudah barang tentu mempengaruhi kepada Filsafat itu. Oleh karena
itu tidak semua pemikiran-pemikiran filsafat yang sampai kepada ke dunia Islam
berasal dari Yunani, baik teks-teks aslinya ataupun ulasan-ulasannya melainkan
hasil dari dua aliran yang berturut-turut yaitu fase Hellenisme dan fase Hellenisme
Romawi.3

1
Imam Chanafiah al-Jauhari, Hermeunetika Islam, Membangun Peradaban Tuhan di
Penatas Global (Yogyakarta: Ittiqa, 1999), h. 102.
2
Jon Pamil , Tranformasi Filsafat Yunani ke Dunia Islam dan Kemunculan Filsafat Islam
(Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 2 Juli-Desember 2012), h. 103
3
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996), 34

3
Yang dimaksud dengan fase Hellenisme ialah fase dimana pemikiran
filsafat hanya dimiliki oleh orang Yunani, yaitu sejak abad ke-6 atau ke-5 sebelum
Masehi sampai akhir abad ke-4 sebelum Masehi. Sedang fase Hellenisme Romawi
(Greko Romawi) ialah fase yang datang sesudah fase Hellenisme, dan yang
meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan Romawi, serta
ikut serta membicarakan peninggalan pemikiran Yunani, antara lain pemikiran
Romawi dan di barat dan pemikiran di timur yag ada di Mesir dan Siria. Fase ini
dimulai dari akhir abad ke-4 sebelum Masehi sampai pertengahan abad ke-7
Masehi di Iskandariah atau sampai aba d ke-8 Masehi di Siria dan Irak, yaitu alran
Urfa ar-Ruha, Nissibis, dan Antiochia, atau sampai pada masa penerjemahan di
dunia Arab. Masing-masing dari kedua fase tersebut mempunyai ciri-ciri khas ini,
maka kita akan mengetahui ciri-ciri filsafat yang sampai kepada dunia Islam
sebelum kaum Muslimin berfilsafat.4
Filsafat Yunani bukanlah hasil ciptaan filosof-filososf Yunani semata-
mata, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai saingan (pilihan) dari kebudayaan
Yunani sebelum masa berfilsafat. Di Yunani mula-mula dimaksudkan untuk
melepaskan diri dari kekuasaan golongan-golongan agama bersahaja dengan jalan
menguji ajaran-ajarannya.apa yang dapat dibenarkan oleh akal pikiran dinamakan
filsafat, dana apa yang tidak dapat a terima olejh akal pikiran dimasukkan ke
dalam cerita-cerita agama. Karena itu dalam filsafat Yunani terdapat tentang
adanya banyak zat yang membekasi alam dan yang menjadi sumber segala
peristiwanya, meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan apa yang dinamakan
dewa-dewa, sedang dalam filsafat disebut akal dan benda-benda langit,
sebagaimana yang kita lihat antara akal bulan dengan akal manusia. Menurut
filsafat Yunani bukan hanya sebab yang pertama (first cause) yang mempengaruhi
alam, tetapi juga ada kekuatan-kekuatan lain yang ikut serta mempengaruhinya
yaitu akal-akal yang menggerakkan benda-benda langit.5
Kemudian filsafat Yunani bersifat tidak selaras, karena memang semua
terdiri dari bermacam-macam soal yang tidak selaras. Akibat dari persoalan yang
demikian, mereka dalam menguraikan persoalan filsafat masih terpengaruh oleh
pemikiran orang sebelumnya yang juga berbeda-beda. Sebagaimana filosuf
4
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Isam. h. 27.
5
Ibid, h. 28.

4
terkenal Pluto dan Aristoteles juga terhindar dari pengaruh itu. Dengan demikian
filsafat mereka tidak lain hanyalah merupakan usaha perluasan dalam mencukupi
segala hal pemikiran filsafat yang telah ada sebelumnya.6 Demikianlah Pluto dan
Aristoteles telah berhasil memadukan pekiran-pikiran filsafat sebelumnya. Tetapi
hasil pemaduan tersebut tidak dapat mandiri, karena pikiran-pikiran filsafat adalah
hasil pemikiranbermacam-macam aliran yang berbeda pandangannya terhadap
segala kenyataan yang ada.
Dalam pemikiran Filsafat Islam terdapat dua pola pemikiran, yaitu
Filsafat Islam aliran Peripatetisme (masyaiyyah/penalaran) dan Illuminasionisme
(isyraqiyyah/pencerahan). Peripatetisme adalah aliran Filsafat yang mendasarkan
pada deduksi rasional atau logika formal sebagaimana yang dirintis oleh
Aristoteles. Munculnya aliran ini merupakan upaya filosof muslim secara
spekulatif untuk memadukan ajaran Islam dengan ajaran filsafat rasional dari
Yunani tentang Tuhan, alam dan manusia. Filosof muslim yang tergolong dalam
aliran ini di antaranya adalah al-Kindi, al-Farabi dan Ibn Sina.7

B. Pengertian Peripatetisme

Secara termonologi istilah Peripatetik berasal dari bahasa Yunani


peripatos. Kata ini diartikan sebagai berkeliling, berjalan-jalan, tempat
berlindung, tempat bersembunyi. Tempat berjalan-jalan, dan atau percakapan
sambil berjalan-jalan. Istilah ini dikenal sebagai julukan bagi pengikut ajaran
Aristoteles. Setelah Aristoteles wafat, ajarannya terus dikembangkan oleh para
pengikutnya antara lain, Theophratos, Strato, Andronikos, dan Alexander
Aphrodiasis. Mereka dikenal sebagai komentator utama ajaran Aristoteles, dan
pendukung madzhab Peripatetis. Secara sistematis, Aristotelianisme bisa dibagi
menjadi tiga periode. Pertama, Peripatetik awal, yaitu sejak Aristoteles hingga
Strato (322-270 SM). Kedua, Periode Strato hingga Andronkus (270-70 Sm).
Ketiga, Periode pasca Andronikus yaitu generasi yang mengedit dan

6
Agri Herrian & Dianto, Pengaruh Peripatetisme dalam Pemikiran Islam (Jurnal:
Acdemia.edu), h. 4.
7
Mutohharun Jinan, Kontribusi Keilmuan Islam Klasik dalam Perkembangan Islam
Kontemporer: Perspektif Epistemologis (Proceeding of International Conference On Islamic
Epistemology Universitas Muhammadiyah Surakarta, May 24 th, 2016), h. 78.

5
mengomentari karya-karya Aristoteles. Kesemua tokoh periode ini disebut kaum
peripatetik.8
Ada dua pandangan tentang asal-usul penanaman peripatetis bagi para
pengikut Aristoteles. Pertama, penggunaan nama ini mengacu kepada metode
mengajar Aristoteles. Aristoteles mengajarkan filsafat kepada muridnya sambil
berjalan-jalan. Pandangan ini menyatakan bahwa metode ini sebenarnya diadopsi
dari Protagoras, namun banyak orang mengenal peripatetik sebagai metode
mengajar Aristoteles dan pengikutnya. Kedua, pandangan ini sama sekali bukan
mengacu kepada metode megajar, tetapi tempat mengajar Aristoteles. Dalam
tradisi Yunanai, istilah peripatos mengacu kepada suatu tempat (ruangan) di
serambi gedung olah raga Athena. Aristoteles mengajar para muridnya di tempat
ini sambil berjalan-jalan. Para penerus Aristotelianisme pun menggunakan
ruangan ini sebagai tempat pembelajaran filsafat.9
Dalam bahasa Arab, aliran ini dinamai Masysya’iyah (‫ )مشائي‬yang berarti
Dalam bahasa Inggeris disebut dengan Peripatetisme10. Sedangkan pengikutnya
disebut sebagai Masyasya’iyn. Kata ini berasal dari kata kerja masya yamsyi-
masyyan wa timsya’an, artinya jalan-jalan, atau melangkahkan kaki dari satu
tempat ke tempat lain, baik cepat maupun lambat. Aliran Aristoteles dijuluki
sebagai Peripatetik (masysya’iyin), karena filsuf Yunani ini mengajarkan filsafast
kepada muridnya sambil berjalan-jalan. Karena itu pengikut ajarannya dinamai
masysya’iyah. Aristotelianisme disebut sebagai kaum peripatetik bukan karena
Aristoteles memiliki kebiasaan mengajar sambil berjalan mondar-mandir. Kata
masysya (peripatetik), kendati hanya berarti jalan-jalan, hanyalah semata-mata
sebuah nama, dan sama sekali tidak memiliki kaitan dengan metode filsafat
Aristoteles, sebab metode filsafatnya adalah metode argumentasi (istidlal). Maka
dari itu apabila ingin menggunakan suatu kata yang sesuai dengan pengertian
metode filsafat aristoteles semesteinya menyebut metode tersebut dengan metode
argumentasi, bukan metode peripatetik. Pandangan ini menegaskan bahwa

8
Dja’far Siddik & Ja’far, Jejak Langah Intelektual Islam (Medan: IAIN PRESS, 2010), h.
33.
Ibid, h. 33-34.
9

Hasan Bakti Nasution, Mashsha’iyah: Mazhab Awal Filsafat Islam (Jurnal Theologia
10

Voume 27, No. 1 Juni 2016), h. 74.

6
peripatetik sama sekali tidak berkaitan dengan metode filsafat Aristoteles, tetapi
tempat mengajar filsuf Yunani.11
Aliran Peripatetik (hikmah al-masysya’iyah) disebut juga hikmah al-
bahtsiyah. Penamaan ini dilatari oleh argumen bahwa aliran ini bertumpu pada
silogisme (qiyas), argumensi rasional (istidlal aqli), dan demonstrasi rasional
(burhan aqli). Jadi secara epistemologis, aliran Peripatetik ini menggunakan
metode deduktif-silogistik. Jelas sekali bahwa, seperti kaum teolog, aliran ini
sangat bertumpukepada ilmu logika (‘ilm mantiq), karena ilmu ini membahas
metode deduktif-silogistik tersebut.
Dalam konteks ini, penekun filsafat Peripatetik harus mampu menguasai,
memahami dan mengaplikasikan ilmu logika secara tepat. Sebab, ilmu ini sangat
membantu seorang filsuf Peripatetik meraih pengetahuan yang benar.

C. Tokoh dan Karya Monumental


Ada beberapa tokoh dan Karya Monumental dalam aliran Peripatetisme diantarany
adalah sebagai berikut:

1. Al-Kindi (185 H/801 M-252 H/866/M).


Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq Ibnu Sabbah Ibnu
Imran Ibnu Ismail bin Muhammad bin Al-Ash’ats bis Qais Al-Kind. Ayahnya adalah
gubernur Basrah pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah. Al-Kindi adalah filsuf
pertama yang muncul di dunia Islam. Daam buku History of Muslim Philosopjy, Al-Kindi
disebut sebagai ahli filsafat Arab.12
Filsuf pemberi asas bagi aliran Peripatetik adalah al-Kindi (w. 866 M), yang
dalam bahasa latin di kenal sebagai Alkindus. Al-Kindi telah menulis 270 karya, seperti
Fi Falsafat al-Ula, kitab al-Bahs’ala Ta’lim al-Falsafah, Tartib kitab Aristhutilis, Risalah
fi Hudud al-Asyya’, Fi Radd’ala al-Mananiyah, Naqd al-Masa’il al-Mulhidin, al-Hilal li
Daf’i al-Ahzan dan al-Aqsam al-‘Ilm al-Insani. Al-Kindi di pandang oleh para sejarawan
sebagai filosof Arab-Muslim pertama.13

11
Dja’far Siddik & Ja’far, Jejak, h. 34 .
12
Asep Sulaiman, Mengenal Filsafat Islam (Bandung: Yrama Widya, 2016), h. 9.
13
Ja’far, Gerbang-Gerbang Hikmah, Pengantar Filsafat Islam (Banda Aceh: Yayasan
Pena Banda Aceh, 2011), h. 73.

7
2. Al-Farabi (w.950 M).
Nama lengkap Al-Farabi adalah Abu Muhammad Ibnu Muhammad Tarkhan Ibnu
Auzalagh. Ia lahir di Wasij, distrik Farab (sekarang dikenal dengan kota
Attar/Transoxiana), Turkistan pada tahun 257 H (870 M). 14 Al-Farabi (w.950 M) yang
dalam bahasa latin di kenal sebagai Alpharibus, seorang murid dari Yuhanna bin Haylan
dan Bisyr Matta bin Yunus. Ia di gelari sebagai Mu’allim al-Tsani (Guru Kedua) setelah
Aristoteles, sebagai Mu’allim al-Awwal (Guru Pertama). Al-Farabi di kenal sangat
pruduktif dalam menulis sejumlah karya seperti, Kitab Huruf, Kitab al-Alfazal al-
Musta’malah fi al-Mantiq, Kitab al-Jadal, Risalah fi al-‘Aqal, Risalah fi al-Mantiq, Ihsa’
al-’Ulum, Kitab Ara’Ahl al-Madinah al-Fadhillah dan lain sebagainya. Kemudian beliau
juga dikenal sebagai salah seorang filsuf rasinonalis, al-Farabi lebih memilih pola hidup
seperti pola hidup sufi.15

3. Ibn Sina
Ajaran filsafat Peripatetik mencapai kematangan berkat usaha Ibn Sina (w. 1073
M), seorang filsuf Persia bergelar Syaikh al-Rais. Dalam bahasa latin, dia di kenal
sebagai Avicenna. Ibn Sina tidak saja di kenal sebagai filsuf, tetapi juga seorang ilmuan.
Dokter terbaik zaman keemasan Islam ini banyak menulis berbagai kitab seperti al-syifa,
al-Isyarat al al-Tanbihat, al-Najat, al-falsafah al-Masyriqiyyah, Mabda’ wa al-Ma’ad,
Zanun fi al-Thibb, Risalah fi Zuwwah al-Nafs, Danisyanama-yi’Ala’i, al-Muzdawiyah,
al- Zashidah al-‘Ainiyyah dan lain sebagainya. Karya-karya kedokteran Ibn Sina sangat
mempengaruhi ilmu kedokteran Eropa abad pertengahan. 16

4. Ibn Zakaria Al Razi


Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya Al-
Razi. Ia lahir di Rayy (bagian selatan Teheran), provinsi Khurasan pada tanggal 1
Sya’ban 251 H/865 M. Ia adalah seorang dokter terkemuka sepanjang abad pertengahan.
Sebagian riwayat mengatakan ia adalah dokter pertama yang menggunakan kimia dalam
tradisi pengobatan. Sebelum menjadi filsuf dan dokter ia pernah menjadi tukang intan dan
suka pada music (kecapi).17 Al Razi termasuk orang yang aktif berkarya, buku-bukunya
sangat banyak, bahkan ia sendiri mempersiapkan sebuah katalog yang kemudian di
prosuksi oleh Ibn Nadim. Adapun buku-buku itu di antaranya adalah Al Shirah al
14
Asep Sulaiman, h. 33.
15
Ja’far, h. 74.
16
Dja’far Siddik & Ja’far, Jejak, h. 39.
17
Asep Sulaiman, h. 25.

8
Falsafiyah, Al Tibb al Ruhani, al-Manshuri, Muluki, Jami’ fi al Thib, syukuk al-Razi ‘ala
Kalam Galenos, dan Rasail al-Razi Falsafiyah. 18

5. Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad Abdul Hamid Al-Ghazali.
Beliau di lahirkan di Thus, suatu kota di Khurasan pada tahun 450 H/1059 M. Karangan
Al-Ghazali adalah jumlahnya banyak sekali hampir 100 buah. Karangan-karangan
tersebut meliputi berbagai macam lapangan ilmu pengetahuan, seperti ilmu kalam
(theology Islam), Figh (Hukum Islam) tashawuf, akhlak dan autobiografi. Sebagian besar
karangannya adalah berbahasa Arab dan sebagian lagi berbahasa Parsi. Kemudian ia
mempunyai beberapa kitab, seperti Tahafut al Falasafiah, Ihya ‘Ulumuddin, Al- Munqidz
min Ad-Dhalal dan lain-lain.

6. Ibn Khaldun
Ibn Khaldun adalah seorang filsfuf terkenaldari Tunisia (w. 1406 M). Ia dikenal
sebagai fukaha madzhab Maliki, buah fikirannya dikenal lewat sejumlah karyanya seperti
al-Muqaddimah, al-‘Ibrar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar al-Akbar, al-Ta’rif Ibn
Khaldun wa Rihlatuh Gharban wa Syarqan, Lubab al-Muhashashal fi Ushu al-Din, dan
Syifa’ al sa’il li Tahzib al Masa’il.19

7. Ibnu Bajjah
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Yahya al Sha’iqh yang
terkenal sebutan Ibnus Shaiqh atau ibnu Bajjah. Orang-orang Eropa bada abad-abad
pertengahan menyebutnya dengan “Avempace”, sebagaimana mereka menyebutnya Ibnu
Sina, Ibnu Sina Gaberol, Ibnu Taufail dan Ibnu Rusjd, masing-masing dengan Avicennam
Avicenbron, Abubacer dan Averrdes. Ahwani dalam Dja’far, selain banyak mengulas
karya-karya filsuf Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan Phytagoras 20, ia juga menulis
sejumlah kitab seperti Tadbir al-Mutawahhid, Kitab al-Nafs, Risalat al-Ittishal dan Risalat
al-Wada.21

18
Dja’far Siddik & Ja’far, Jejak, h. 40.
19
Ibid, h. 41
20
Ibid., h. 43
21
Ibid

9
8. Ibnu Thufail
Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad Ibnu ‘Abd al-Malik
Ibnu Muhammad Ibnu Thufail ia menulis kitab Hayy bin Yaqzan. Ia dilahirkan di Cadix,
provinsi Grada, Spanyol pada tahun506 H/1110 M. Ia meninggal di kota Marrakesh,
Maroko pada tahun 581 H (1185 M).22 Ia tidak saja dikenal sebagai filsuf, tetapi juga
dokter tekemuka. Ibnu Thufail memberikan kontribusi besar bagi kebangkitan
Peripatetisme pasca serangan al-Ghazali terhadap aliran filsafat ini. 23

9. Ibnu Rusyd
Nama lengkapanya Abu Al Wahid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd. Ia dikenal
dengan nama Averroes, ia lahir tahun 520 H di Kardova sebagai pusat kemajuan pikiran
dan ilmu pengatahuan di Andalusia pada tahun 920 H/1126 M. 24 Ia dibesarkan dalam
keluarga ahli fiqih dan hakim. Ayahnya adalah seorang hakim (Qadli). Ibnu Rusyd
menulis ktab Tafahut al-Tafahut sebuah kitab pembela aliran Peripatetik. Dalam kitab ini
Ibnu Rusyd membantah seluruh kritik al-Ghazali tentang ajaran filsafat peripatetik. 25
Ajaran Aristoteles ikut dikembangkan oleh sejumlah filosof Muslim.
Kaum Peripatetik Muslim dimaksud seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn
Rusyd. Para filosof ini dipengaruhi oleh ajaran Aristoteles, karenanya mereka
disebut sebagai masysya’iyah (kaum Peripatetik), sebagaimana guru mereka,
Aristoteles. Akan tetapi, Peripatetisme Muslim tidak hanya mengembangkan
Aristotelianisme semata, sebaba para filosof Peripatetik Muslim telah melakukan
harmonisasi antara Aristotelianisme, Platonisme, Plotinus, dan ajaran Islam.
Walaupun begitu, mereka tetap dikatakan sebagai kaum Peripatetik, karena peran
mereka sebagai pelestari ajaran Aristoteles.26

D. Jejak Peripatetisme dalam Pemikiran Pendidikan Islam

Masuknya filsafat Yunani masuk ke dunia Islam yang paling dominan


adalah melalui peterjemahan buku-buku filsafat. Kegiatan tersebut membawa
beberapa filosuf Islam dikenal oleh dunia. Kita kenal nama Abu IshakAl-Kindi,

22
Asep Sulaiman, h., 93
23
Dja’far Siddik & Ja’far, h. 43
24
Asep Sulaiman, h. 105
25
Dja’far & Ja’far, h. 43
26
Ja’far, Gerbang-Gerbang Hikmah, h. 71

10
Abu Nasr Al-farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, Al-Abhary
dan sebagainya.

a. Filsafat Islam dan Filsafat Yunani


Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh
filsafat Yunani. Filosof-filosof Islam banyak mengambil pemikiran Aristoteles
dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus sehingga banyak teorinya yang
diambil. Namun demikian, terpengaruh iu bukan berarti mengikuti atau mengutip,
sehingga harus di katakana bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata
dari Aristoteles, sebagaimana telah dikatakan oleh Renan karena filsafat Islam
telah menampung dan mempertemukan berbagai aliran filsafat. Apabila filsafat
Yunani salahsatu sumbernya, maka tidak aneh jika kebudayaan India juga menjadi
sumbernya. Dengan demikian, meski ada hubungan antara filsafat Islam dengan
filsafat Yunani, namun filsafat Islam tetap mempunyai ciri khas tersendiri yang
sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam itu sendiri.
Pengembangan pemikiran lebih banyak di dominasi oleh ajaran agama pada masa-
masa berikutnya. Sehingga ia dapat terlihat dengan kedudukan yang tersendiri
apabila ditempatkan pada filsafat-filsafat lainnya.27

b. Tradisi Yunani, Islam, dan Iptek Masa Kini


Yunani adalah induknya ilmu murni, dan Islam adalah induknya teknologi.
Mengapa umat Islam sekarang memusuhi teknologi? Memang teknologi sekarang
adalah teknologi sekuler, sedangkan teknologi Islam adalah teistik:
Mengagungkan Allah, Al-Khalik dan menyanyangi alam sebagai makluk ciptaan-
Nya. Tugas ilmuan muslim sekarang untuk mengembalikan iptek menjadi teistik28
Dengan demikian jalur tradisi keilmuan iptek sekarang ini adalah Yunani
sebagai induk ilmu yang lebih konseptual teoretik. Iptek sekarang berkembang
dalam integrasi rasionalitas dengan pencermatan empirik-eksperimental telah
dirintis oleh Ilmuan Muslim Andalusia. Pertanyaan yang timbul: Mengapa Islam
menjadi tertinggal? Karena Ummat Islam telah memilih menyelamatkan hidup

27
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 23.
28
Noeng Muhadjir, Filsafat Islam Telaah Fungsional, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2003,
h. 17

11
akhirat dan meninggalkan hidup dunia. Sedangkan Allah telah menjanjikan
bahwa hidup didunia memberikan kebaikan bagi yang beriman dan yang tak
beriman. Kehidupan akhirat memberikan kebahagiaan bagi yang beriman.29

29
Argi Herrian & Dianto, Pengaruh Peripatetisme dalam Pemikiran Pendidikan Islam
(Jurnal academia.edu, 2016), h. 15.

12
BAB III
PENUTUP

Aliran Aristoteles dijuluki sebagai Peripatetik (masysya’iyin), karena


filsuf Yunani ini mengajarkan filsafat kepada para muridnya sambil berjalan-
jalan. Karena itu pengikut pengajarannya dinamai masysya’iyah. Ajaran
Aristoteles dikembangkan oleh sejumlah filsuf Muslim. Karena itulah mereka di
sebut sebagai kaum Peripatetik. Kaum Peripatetik Muslim di maksud seperti al-
Kindi, al-Faribi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Filsafat Yunani yang sampai pada dunia Islam, tidaklah seperti apa yang
diinginkan orang Yunani sendiri, melainkan sudah melalui pemikiran Hellenisme
Romawi yang sudah memiliki ciri khas dan corak tertentu, yang sudah barang
tentu mempengaruhi kepada Filsafat itu. Oleh karena itu tidak semua pemikiran-
pemikiran filsafat yang sampai kepada ke dunia Islam berasal dari Yunani, baik
teks-teks aslinya ataapun ulasan-ulasannya melainkan hasil dari dua aliran yang
berturut-turut yaitu fase Hellenisme dan fase Hellenisme Romawi.
Setelah kaum muslimin menterjemahkan buku-buku filsafat Yunani
kedalam bahasa Arab, maka mereka bergumul dalam suatu ilmu baru yang
mempunyai warna corak dan warna sendiri yang sebelumnya tidak di kenal.
Kehadiran filsafat di tengah-tengah mereka menimbulkan sikap yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Di antara mereka ada yang menolak filsafat
Yunani dan ada juga yang menerima sebagian.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang,


1996)
Asep Sulaiman, Mengenal Filsafat Islam (Bandung: YRAMA WIDYA,
2016)
A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2004)
Al Rasyidin & Ja’far, Filsafat Ilmu (Medan: PERDANA PUBLISHING)
Argi Herrian & Dianto, Pengaruh Peripatetisme dalam Pemikiran
Pendidikan Islam (Jurnal academia.edu, 2016)
Dja’far Siddik & Ja’far, Jejak Langah Intelektual Islam (Medan: IAIN
PRESS, 2010)
Hasan Bakti Nasution, Mashsha’iyah: Mazhab Awal Filsafat Islam (Jurnal
Theologia Voume 27, No. 1 Juni 2016)
Imam Chanafiah al-Jauhari, Hermeunetika Islam, Membangun Peradaban
Tuhan di Penatas Global (Yogyakarta: Ittiqa, 1999)
Ja’far, Gerbang-Gerbang Hikmah, Pengantar Filsafat Islam (Banda Aceh:
Yayasan PeNa Banda Aceh, 2011)
Jon Pamil , Tranformasi Filsafat Yunani ke Dunia Islam dan Kemunculan
Filsafat Islam (Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 2 Juli-Desember 2012)
Moeflih Hasbulah, Filsafat Sejarah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012)

14

Anda mungkin juga menyukai