Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyah Diniyah (organisasi Keagamaan)
wadah bagi para Ulama dan pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344
H/ 31 Januari 1926 M di Surabaya. NU didirikan atas dasar kesadaran bahwa
setiap manusia hanya dapat memenuhi kebutuhannya, bila hidup
bermasyarakat.
NU didirikan dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan
dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah
dengan menganut salah satu dari empat madzhab : Maliki, Hambali, Hanafi,
Syafi’i, serta mempersatukan langkah Ulama dan pengikutnya dan
melakukan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan umat,
kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
Dengan demikian maka NU menjadi gerakan keagamaan yang bertujuan
ikut membangun insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT,
cerdas, terampil, berakhlaq mulia, tenteram, adil dan sejahtera. NU
mewujudkan cita cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang di
dasari oleh dasar dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas
NU.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Ukhuwah?
2. Bagaimana sikap-sikap yang mempengaruhi Ukhuwah?
3. Bagaimana sikap-sikap yang menggangu Ukhuwah?
4. Bagaimana macam-macam Ukhuwah?
5. Bagaimana penerapan Ukhuwah?
6. Bagaimana konsep Khitthah Nahdlatul Ulama?
7. Bagaimana latar belakang rumusan Khitthah?
8. Bagaimana proses perumusan Khitthah?

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 1


9. Bagaimana isi dan butir Khitthah NU 1926?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian Ukhuwah
2. Untuk mengetahui bagaimana sikap-sikap yang mempengaruhi
Ukhuwah
3. Untuk mengetahui bagaimana sikap-sikap yang menggangu Ukhuwah
4. Untuk mengetahui bagaimana macam-macam Ukhuwah
5. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Ukhuwah
6. Untuk mengetahui bagaimana konsep Khitthah Nahdlatul Ulama
7. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang rumusan Khitthah
8. Untuk mengetahui bagaimana proses perumusan Khitthah
9. Untuk mengetahui bagaimana isi dan butir Khitthah NU 1926

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 2


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Ukhuwah

Ukhuwah diartikan sebagai suatu sikap yang mencerminkan rasa


persaudaraan, kerukunan, persatuan, dan solidaritas yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain atau suatu kelompok kepada kelompok lain,
dalam interaksi sosial (muamalah ijtimaiyah).

Secara harfiyah ukhuwah berarti persaudaraan. Dalam pengertian


ukhuwah memberikan cakupan arti suatu sikap yang mencerminkan rasa
persaudaraan, kerukunan, persatuan, dan solidaritas yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain atau suatu kelompok pada kelompok lain
dalam interaksi sosial.

Dalam kehidupan bermasyarakat sikap ukhuwah disebabkan adanya


persamaan, baik dalam masalah keyakinan atau agama, wawasan,
pengalaman, kepentingan, tempat tinggal dan sebagainya. Masyarakat yang
mempunyai keyakinan yang sama, diantara mereka akan timbul rasa
persaudaraan. Mereka juga akan merasa bersaudara karena wawasan dan
pengalamannya sama. Begitu juga masyarakat yang berada dalam tempat
tinggal yang sama, mereka akan merasa bersaudara.

Hal lain yang dapat menimbulkan rasa persaudaraan adalah kebutuhan


yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melalui kerja sama. Karena
keharusan mereka untuk bekerja sama tersebut, maka timbullah rasa
persaudaraan diantara mereka.

2.2 Sikap-Sikap yang Mempengaruhi Ukhuwah

Sikap dasar yang mempengaruhi keberlangsungan ukhuwah dalam


kehidupan bermasyarakat antara lain :

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 3


1. Atta’aruf (saling mengenal)
Tinggi rendahnya rasa persaudaraan diantara masyarakat bisa
tergantung pada bagaimana mereka saling mengenal. Semakin dalam
seseorang mengenal orang lain, maka semakin tinggi pula persaudaraan
mereka.
2. Attasamuh (saling menghargai/tenggang rasa)
Masyarakat yang mempunyai tenggang rasa dan saling menghargai
antara satu dengan lainnya, persaudaraan diantara mereka akan kuat.
Semakin tinggi tenggang rasa mereka, semakin kuat persaudaraan
mereka, sebaliknya bila tenggang rasa mereka rendah, maka
persaudaraan mereka akan lemah.
3. Atta’awun (saling menolong)
Persaudaraan akan terwujud bila didasari sikap saling menolong.
Masyarakat harus bisa mewujudkannya bila ingin persaudaraan mereka
menjadi kuat. Akan tetapi sikap tolong–menolong mereka sangat rendah
maka persaudaraan akan semakin lemah.
4. Attarahum (saling menyayangi)
Persaudaraan ditengah-tengah masyarakat juga sangat dipengaruhi
adanya sikap saling menyayangi. Dengan adanya kasih sayang diantara
warga masyarakat, maka persaudaraan dapat tumbuh dengan baik.
Bagaimana persaudaraan dapat diwujudkan bila diantara mereka tidak
ada rasa kasih sayang.
5. Attadlamun (saling mendukung)
Sikap saling mendukung sangat mempengaruhi wujud persaudaraan
ditengah-tengah masyarakat. Kuat lemahnya persaudaraan diantara
mereka sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya sikap mereka untuk
saling mendukung.
Tinggi rendah dan kuat lemahnya ke 5 sikap dasar ini akan sangat
mempengaruhi ukhuwah diantara warga masyarakat. Oleh sebab itu agar
ukhuwah dapat diwujudkan, maka ke 5 sikap dasar ini harus dibangun.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 4


Masyarakat harus saling mengenal bukan hanya mengenal nama, tetapi
juga tabiat dan sifat mereka. Kemudian ditumbuhkan sikap saling
tenggang rasa menghadapi perbedaan sifat dan tabiat mereka. Saling
memberikan pertolongan kepada mereka yang membuka aib saudara
yang lain. Dan saling mendukung kegiatan mereka masing-masing.

2.3 Sikap-Sikap yang Mengganggu Ukhuwah

Dalam kehidupan sehari-hari ukhuwah dapat terganggu kelestariannya,


apabila terjadi sikap-sikap muhlikat (perusak). Yang bertentangan dengan
etika sosial yang baik. Oleh sebab itu, agar kelestarian ukhuwah di tengah-
tengah masyarakat tetap terwujud dan semakin kuat, maka sikap-sikap ini
hendaknya dibuang jauh-jauh dari tengah-tengah masyarakat. Sikap-sikap
tersebut antara lain :

1. Assakhriyah (menghina)
Persaudaraan ditengah masyarakat akan sangat terganggu dan akan
menjadi rusak, bila diantara anggota masyarakat timbul sikap saling
menghina baik secara pribadi maupun secara kelompok. Penghinaan
adalah sumber permusuhan, karena seseorang yang mendapat
penghinaan akan timbul sakit hati. Dan apabila rasa sakit hati ini
memuncak, maka ia akan melawan dan terjadilah permusuhan.
2. Allamzu (mencela)
Sebagaimana sikap assakhriyah, sikap allamzu (mencela) juga dapat
merusak persaudaraan. Kalau sikap assakhriyah lebih dititik beratkan
pada memandang rendah seseorang atau kelompok. Sikap allamzu lebih
dititik beratkan pada kesalahan atau kekurangan seseorang atau
kelompok sikap ini terjadi apabila seseorang atau kelompok terlalu
membesar-besarkan kesalahan atau kekurangan orang lain yang
seharusnya ditutupi. Dengan demikian seseorang atau kelompok itu

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 5


akan melawan, yang akhirnya timbul perselisihan, dan rusaklah
persaudaraan.
3. Suudhdhon (berburuk sangka)
Sikap yang dimiliki seseorang, dimana ia selalu menganggap
seseorang atau kelompok berperilaku buruk sangat berbahaya bagi
terwujudnya persaudaraan. Seseorang yang bersikap demikian ini tidak
akan percaya dengan orang lain, meskipun orang lain tersebut berbuat
baik bahkan member pertolongan kepadanya, tetapi ia akan tetap tidak
percaya, bahkan menganggap mempunyai maksud tertentu. Dengan
demikian persaudaraan tidak akan terwujud, karena pada hakekatnya
persaudaraan membutuhkan saling kepercayaan.
4. Aighibah (suka mencemarkan nama baik)
Suka mencemarkan nama baik dan membicarakan kejelekan orang
lain akan merusak persaudaraan. Seseorang yang kesana kemari
menjelekkan orang lain atau kelompok lain, akan jauh dan dijauhi orang
lain atau kelompok itu, karena akan menimbulkan permusuhan, dan
bahkan akan menjadi fitnah. Dan akhirnya ukhuwah tidak mungkin akan
terwujud.
5. Attajassus (curiga)
Sikap curiga yang berlebihan akan mengganggu terwujudnya
persaudaraan. Kecurigaan kepada seseorang atau kelompok sebenarnya
bisa dibenarkan, kalau seseorang atau kelompok itu terdapat tanda-tanda
ketidak baikan. Akan tetapi kecurigaan yang keterlaluan, akan
menimbulkan permusuhan. Dan tentunya persaudaraan akan terganggu,
bahkan tidak akan terwujud.
6. Attakabbur (sombong)
Sikap sombong dan congkak akan sangat berbahaya bagi
perwujudan persaudaraan di tengah-tengah masyarakat. Seseorang yang
congkak atau sombong akan merasa dirinya melebihi orang lain. Ia ingin
selalu dihormati dan ingin menang sendiri. Orang yang demikian ini

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 6


akan di jauhi oleh orang lain. Sehingga persaudaraanpun tidak akan
terwujud.

2.4 MACAM-MACAM UKHUWAH

Islam adalah agama perdamaian, agama kerukunan, dan agama


kesejahteraan bagi seluruh umat (Rahmatan lil ‘alamin). Untuk itu, islam
mengajarkan kedamaian dan kerukunan antar sesama manusia, saling
menghormati, saling mengasihi dan saling menolong, tidak saling
merugikan.

Rasulullah SAW, bersabda :

Artinya: Seorang muslim yang baik adalah orang dimana orang lain
selamat dari (kerugian yang timbul) dari tangan dan lisannya.

Dalam kenyataan hidup sehari-hari manusia yang berhubungan dengan


kita sangat beraneka ragam. Diantaranya ada keluarga, tetangga, teman
sekerja, teman sekampung, teman sedaerah, teman senegara, teman seagama,
teman sesama manusia, dan lain sebagainya.

NU melihat sedikitnya ada tiga kelompok penting manusia yang harus


dicermati, yaitu : (1) kelompok seagama, sesama muslim disebut Ukhuwah
Islamiyah, (2) kelompok sebangsa disebut Ukhuwah Wathoniyah dan (3)
kelompok besar, sesama manusia disebut Ukhuwah Insaniyah. Tiga
kelompok tersebut sangat strategis untuk diusahakan kerukunannya dan
persaudaraannya.

Pada hakekatnya, tri ukhuwah tersebut berakar pada ukhuwah yang


pertama, yaitu Ukhuwah Islamiyah dalam arti “persaudaraan=kerukunan,
berdasarkan ajaran Islam”. Islam mengajarkan persaudaraan, kerukunan atau
hubungan yang baik sesama manusia (hablum minannas).

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 7


Ketiga jenis ukhuwah tersebut diatas bersumber pada ajaran Islam, yang
dapat juga disebut ”Ukhuwah Islamiyah” (dalam skala besar). Jadi kata
ukhuwah Islamiyah dapat berarti ukhuwah yang diajarkan oleh Islam
(ukhuwah menurut ajaran Islam) dan dapat pula diartikan akhuwah diantara
pemeluk agama Islam.

Nahdlatul Ulama berusaha menumbuhkan dan mengembangkan


persaudaraan warga dalam hidup bermasyarakat. Persaudaraan yang dikenal
dengan istilah Ukhuwah Nahdliyah ini dapat dijabarkan dalam tiga macam
hubungan.

1. Ukhuwah Islamiyah
Persaudaraan sesama umat islam artinya persaudaraan yang tumbuh
dan berkembang karena kesamaan aqidah atau agama. Seluruh umat
islam dimanapun berada di seluruh dunia adalah saudara. Persaudaraan
ini tidak dibatasi oleh wilayah, kebangsaan atau ras. Akan tetapi
identitas keimananlah yang dapat mengikat persaudaraan.
Tata hubungan dalam ukhuwah islamiyah ini menyangkut dan
meliputi seluruh aspek kehidupan bermasyarakat. Seperti aspek ibadah
atau amalan-amalan yang berhubungan dengan mengabdikan diri
kepada Allah, aspek mu’amalah atau hubungan antar manusia dalam
masalah perekonomian, perpolitikan, kemasyarakatan dan sebagainya,
aspek munakahah atau hubungan perkawinan dan kekeluargaan, serta
aspek mu’asyaroh atau hubungan tata hidup sehari-hari.
2. Ukhuwah Wathaniyah
Persaudaraan sesama bangsa artinya persaudaraan yang tumbuh dan
berkembang atas dasar kesadaraan berbangsa dan bernegara. Seluruh
bangsa Indonesia dengan tidak dibatasi perbedaan suku, ras atau agama
adalah saudara sebangsa dan setanah air.
Tata hubungan Ukhuwah Wathaniyah ini menyangkut dan meliputi
hal-hal yang bersifat mu’amalah. Artinya persaudaraan yang

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 8


ditumbuhkan dan dikembangkan dalam Ukhuwah Wathaniyah ini hanya
menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, kenegaraan dan masalah
perekonomian tidak menyakut masalah ibadah dan munakahah.
Ukhuwah Wathaniyah harus terjalin, dimana masyarakat sebagai
sesama warga negara memiliki kesamaan derajat dan tanggung jawab
untuk mengupayakan kesejahteraan dalam kehidupan bersama. Tidak
seperti biasanya akan tersentuh bila identitas kebangsaan tersentuh.
3. Ukhuwah Insaniyah/Basyariyah
Persaudaraan sesama manusia, artinya persaudaraan yang tumbuh
dan berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal.
Seluruh manusia di dunia ini tanpa batas apapun adalah saudara.
Tata hubungan dalam Ukhuwah Insaniyah ini menyangkut dan
meliputi hal-hal yang diberkaitan kesamaan martabat kemanusiaan
untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, adil dan damai. Dalam
kebiasaan ukhuwah insaniyah ini lebih banyak bersifat solidaritas
kemanusiaan yang akan tersentuh bila martabat kemanusiaan seseorang
tersentuh.

2.5 PENERAPAN UKHUWAH

Nahdlatul Ulama melekatkan ukhuwah sebagai wawasan yang harus


difahami dan diamalkan oleh setiap warganya. Dalam penerapannya
wawasan ukhuwah yang meliputi Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah
Wathaniyah, Ukhuwah Insaniyah harus dipandang sebagai pola tata
hubungan yang saling membutuhkan dan saling mendukung. Ketiganya
harus diwujudkan secara serentak dan tidak boleh dipertentangkan satu
dengan lainnya. Artinya dalam melaksanakan Ukhuwah Islamiyah tidak
boleh mengabaikan Ukhuwah Wathaniyah dan Ukhuwah Insaniyah atau
sebaliknya. Karena sikap mempertentangkan yang demikian itu akan
merugikan kehidupan bermasyarakat bagi umat Islam di Indonesia.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 9


Dalam pelaksanaan ukhuwah tidak harus ada keseragaman, akan tetapi
pelaksanaanya memerlukan pemahaman dan kesiapan seseorang atau
kelompok untuk bersatu dalam keanekaragaman. Oleh karena itu dalam
penerapannya ketiga bentuk Ukhuwah tersebut hendaknya dilakukan secara
proposional, seimbang dan menurut tuntunan syari’at Islam.

Proses pengembangan wawasan ukhuwah sering kali mengalami


hambatan-hambatan, hambatan ini timbul dari beberapa masalah antara lain :

1. Adanya kebanggaan kelompok yang berlebihan, yang mudah


menumbuhkan sikap apriori dan fanatisme yang tidak terkontrol
2. Sempitnya cakrawalah berpikir, baik yang disebabkan oleh keterbatasan
tingkat pemahaman masalah keagamaan dan kemasyarakatan maupun
disebabkan oleh rasa ta’ashub golongan yang berlebihan
3. Lemahnya fungsi kepemimpinan umat dalam mengembangkan budaya
ukhuwah baik dalam memberikan teladan pada bawahan, maupun dalam
mengatasi gangguan kerukunan yang timbul dalam kehidupan umat
maupun organisasi

Menurut Nahdlatul Ulama penerapan konsep dan wawasan ukhuwah,


dapat dilakukan melalui bermacam cara antara lain :

a. Ukhuwah Islamiyah seyogyanya dimulai dari lingkungan yang paling


kecil (keluarga), kelompok atau warga suatu jam’iyah, kemudian
dikembangkan dalam lingkungan yang lebih luas (antara jam’iyah,
aliran, dan bangsa).
b. Perlu adanya keteladanan yang baik (Uswah hasanah) dari pemimpin
umat, dan khususnya bagi Nahdlatul Ulama diperlukan keteladanan dari
para pengurus untuk menampilkan sikap ukhuwah yang dapat dijadikan
contoh oleh warganya dan umat islam pada umumnya, baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan fungsionalnya.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 10


c. Mengembangkan perluasan cakrawala berpikir dalam masalah
keagamaan maupun kemasyarakatan, dalam rangka lebih meningkatkan
saling pengertian dan saling memahami wawasan pihak lain dan
mengembangkan sikap keterbukaan dalam menghadapi masalah-
masalah sosial.

Terbentuknya lembaga-lembaga atau pranata-pranata yang


menumbuhkan kerukunan, persatuan, dan solidaritas warga dan umat, seperti
koperasi, badan-badan pengembangan ekonomi, lembaga-lembaga bantuan,
badan-badan kontak dan konsultasi dan lain sebagainya, sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan umat.

Mendayagunakan semua lembaga dan sarana yang sudah tersedia, baik


yang diadakan oleh pemerintah maupun oleh swadaya masyarakat sendiri,
seperti MUI, pesantren, sekolah, dan kampus Perguruan Tinggi, sebagai
sarana pengembangan persaudaraan Islam dan persatuan nasional.

Mendayagunakan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya


yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama khususnya, agar lebih berperan dalam
pengembangan wawasan ukhuwah, baik melalui progam kurikuler maupun
ekstrakurikuler.

Menciptakan suatu mekanisme yang baik dan efektif dalam kehidupan


jamiyah Nahdlatul Ulama yang mampu berperan dalam menyelesaikan
masalah, jika terjadi perbedaan pendapat dalam pergaulan interen pengurus
atau dalam mengatasi perbedaan pendapat dengan pihak lain.

2.6 Konsep Khittah Nahdlatul Ulama

Kata Khittah berasal dari bahasa Arab yang berarti “Garis”. Jadi Khittah
Nahdlatul Ulama berarti “Garis Nahdlatul Ulama”. Maksudnya garis yang
diikuti oleh Nahdlatul Ulama adalah garis Perjuangan Nahdlatul Ulama, atau

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 11


garis kepribadian Nahdlatul Ulama, bahkan dapat juga diartikan jati diri
Nahdlatul Ulama yang seutuhnya.

Salah satu keistimewaan NU ialah sebelum berdiri organisasi, orang-


orang yang kemudian bergabung didalamnya sudah memiliki kesamaan
dalam pandangan dan pengalaman keagamaan, bahkan dalam perilaku
keseharian selama berpuluh puluh, bahkan beratus-ratus tahun.

Kalau kesamaan-kesamaan ini kemudian dapat dianggap sebagai


kerangka khittah, pada hakekatnya khittah Nahdlatul Ulama itu sudah ada
sebelum NU lahir sebagai organisasi. Dan begitu lahir, NU sangat cepat
menjadi besar lantaran sudah tidak perlu susah-susah mencari anggota, sebab
mereka yang merasa memiliki kesamaan-kesamaan tersebut langsung
menggabungkan diri.

Jadi khittah Nahdlatul Ulama adalah unsur-unsur positif yang sudah ada
pada para ulama Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia beserta para
pendukungnya berabad-abad lamanya, kemudian dibawa dan dikembangkan
oleh NU, melalui jalan atau kegiatan yang dipilihnya.

Khittah Nahdlatul Ulama merupakan landasan berfikir, bersikap dan


bertindak bagi warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku
perorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan
keputusan.

Landasan tersebut tidak lain adalah faham Ahlussunnah Waljama’ah


yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan Indonesia. Meliputi dasar
keagamaan maupun kemasyarakatan. Khittah NU juga digali dari intisari
perjalanan sejarah (khidmah) dari masa ke masa. Adapun tahun 1926 adalah
tahun kelahiran Nahdlatul Ulama menjadi tonggak sejarah timbulnya
kesadara kolektif para Ulama Ahlussunnah Waljama’ah dari berbagai

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 12


penjuru di Indonesia, yang telah memiliki kesamaan-kesamaan tersebut,
untuk bangkit dan berjuang bersama-sama dalam satu wadah.

2.7 Latar Belakang Perumusan Khittah NU

Intisari atau cikal bakal Khittah Nahdlatul Ulama itu sudah lama ada,
sudah dimiliki oleh para pendiri, pelopor dan para pendukungnya, yakni
orang-orang yang berfaham Ahlussunnah Waljama’ah, berhaluan salat satu
madzhab empat, yang dipraktekkan dan dikembangkan sesuai dengan
kenyataan kondisi masyarakat di Nusantara.

Intisari tersebut kemudian diwarisi dari para guru dan penduhulu selama
beberapa abad secara turun temurun, dan berkesinambungan, sehingga
membentuk pola wawasan, pola pikir, pola sikap dan tingkah laku sehari-
hari, yang bercirikan NU, yang nyatanya juga hampir sama dan sebangun
dengan pola-pola yang terdapat pada rata-rata kaum muslimin di negeri kita.

Intisari faham atau ajaran yang sudah berkembang dan akhirnya disebut
khittah ini, oleh para Ulama pendiri NU dituangkan dan disalurkan kedalam
NU, untuk selanjutnya diwarisi dan dilestarikan sebagai garis perjalanan
Nahdlatul Ulama.

Sampai NU berusia 60 tahunan, Khittah Nahdlatul Ulama tersebut


belum pernah dirumuskan secara lengkap, sistematis dan terhimpundalam
suatu dokumen yang utuh. Sebagian kecil dari Khittah memang tercermin
atau terdapat pada anggaran dasar atau anggaran rumah tangga NU dan
berbagai keputusan serta aturan organisasi lainnya, sementara sebagian besar
yang lain, “tersimpan dan diejawentahkan” dalam diri para ulama atau tokoh
NU berupa ilmu, amal dan akhlaq mereka yang sering terwujud dalam
nasehat, mau’idhah dan pengajian-pengajiannya.

Gagasan untuk merumuskan khittah NU baru muncul sekitar tahun


1975-an, ketika NU sudah kembali menjadi Jam’iyah Diniyah (organisasi

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 13


sosial keagamaan), yakni setelah NU memfungsikan fungsi politiknya
kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebagai tindak lanjut dari
kebijakan pemerintah Orde Baru, yaitu penyederhanaan Partai-partai di
Indonesia (1973).

Setelah kembali menjadi Jam’iyah itulah, baru terasa bahwa NU telah


kembali kepada garisnya yang semula, kepada khittah dan jati diri aslinya.
Sebelum itu, yaitu ketika NU masih menjadi partai politik, memang sangat
terasa kalau terdapat kesimpang siuran atau kerumitan didalam segenap ruas
tubuh dan gerak NU.

Banyak yang berharap, terutama dari kalangan ulama sepuh dan


generasi mudanya, bahwa dengan kembali ke Khittah, akan tumbuh dan
berkembang udara segar dalam tubuh NU serta pembenahan dalam gerak
organisasinya.

Bertolak dari sinilah, lalu muncul semboyan “kembali kepada semangat


1926”, “kembali kepada khittah 1926” dan lain-lain. Semakin lama, semakin
kuat dan nyaring gema dan gaung semboyan-semboyan tersebut. Apalagi
setelah ternyata sesudah fungsi politik NU kedalam PPP, telah menjadikan
NU justru semakin rumit dan terpuruk.

2.8 Proses Perumusan Khitthah NU

Gagasan “kembali ke khittah 1926” yang sudah begitu kencang tersebut


bukan berarti tanpa hambatan. Hambatan terbesarnya justru pada sulitnya
merumuskan khittah NU itu sendiri. Misalnya, apa saja yang termasuk unsur
komponen khittah? Bagaimana pula rumusan aturan tertulisnya? dan
sebagainya.

Banyak kalangan sudah sering mengemukakan bahwa sejak semula NU


sudah memiliki khittah yang hebat, tetapi bagaimana “runtut” dan

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 14


“juntrung”nya kehebatan khittah, belum dapat diketahui atau dipelajari
dengan mudah dan cepat.

Sebab utama timbulnya kesulitan perumusan khitthah tersebut adalah :

1. Apa yang kemudian disebut khitthah NU itu lebih mudah dihayati oleh
warga Nahdliyin melalui keteladanan, pengalaman, nasehat atau
petunjuk yang diberikan secara berangsur-angsur yang diberikan oleh
para Ulama, dibanding dengan diberikan secara tertulis sekaligus
lengkap berbentuk risalah.
2. Tradisi tulis-menulis (Literate culture) dalam bentuk mengarang dan
merumuskan pikiran-pikiran dalam wujud tulisan, dikalangan kaum
Nahdliyin, termasuk para tokohnya, belum menjadi budaya.
3. Warga NU pada umumnya belum terbiasa menerima pesan-pesan atau
pikiran-pikiran secara tertulis. Yang demikian itu karena budaya
membaca dikalangan NU masih belum tinggi.

Bagaimana sulitnya dalam merumuskan, bukan berarti tidak perlu


perumusan terhadap khitthah NU. Perumusan tetap harus dilakukan, karena
rumusan tersebut sangat diperlukan. Sudah banyak generasi baru NU yang
tidak lagi sempat berguru secara intensif kepada tokoh generasi pertama NU
sehingga pemahaman dan penghayatan mereka terhadap apa dan bagaimana
NU, kurang mendalam dan kurang lengkap.

Padahal diantara mereka sudah banyak yang berperan penting sebagai


pengurus, wakil-wakil NU diberbagai lembaga dan lain-lain. Pada sisi lain,
dokumen-dokumen yang dapat dipergunakan sebagai sarana, medium
pewarisan penghayatan khitthah, sangat minim atau bahkan tidak ada.

K.H Ahmad Shiddiq, yang tergolong pemikir diantara para pemikir-


pemikir NU yang ketika itu masih sangat sedikit sekali jumlah para pemikir,
mulai merintis rumusan khitthah dengan menulis sebuah buku kecil yang

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 15


berjudul “Khitthah Nahdliyah” pada tahun 1979 yakni menjelang Muktamar
NU di Semarang. Cetakan kedua terbit pada tahun 1980. Buku inilah yang
menjadi cikal bakal rumusan Khitthah NU 1926.

Pada tanggal 12 Mei 1983, di Hotel Hasta Jakarta, berkumpul 24 orang


yang 95 persen dari mereka terdiri dari tokoh-tokoh muda NU. Mereka
membicarakan kemelut yang melanda NU dan bagaimana cara
mengantisipasinya. Meskipun mereka tidak mempunyai “otoritas” pada
masa itu, namun kesungguhan mereka ternyata mendatangkan hasil yang
sangat luar biasa.

Mula-mula mereka menginventarisasi gagasan-gagasan, kemudian


membentuk Tim Tujuh untuk pemulihan Khitthah, yang bertugas
merumuskan, mengembangkan dan memperjuangkan gagasan. Rumusan itu
berjudul “Menatap NU Masa Depan”. Rumusan atau konsep itu kemudian
ditawarkan (disosialisasikan) kepada berbagai kelompok yang ada dalam
NU. Pendekatan demi pendekatan pun dilakukan. Hasil pertama ialah
keberanian Syuriyah PBNU (Rois ‘Am KH. Ali Ma’shum beserta para
ulama sepuh lainnya) menyelenggarakan Musyawarah Nasional ‘Alim
Ulama NU di Situbondo, tepatnya di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo yang diasuh oleh KH. Abdurrahman Wahid dan kawan-kawan
yang sebagian juga tokoh-tokoh dalam Tim Tujuh atau “Majlis 24”.

Ternyata Munas Alim Ulama NU kali ini benar-benar monumental


memiliki arti sejarah sangat penting bagi NU dan bahkan bagi tata kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Terdapat dua keputusan yang sangat penting, yaitu :

Pertama : penjernihan kembali pandangan dan sikap NU terhadap Pancasila,


yang dituangkan dalam : (1) Deklarasi tentang Hubungan Pancasila dengan
Islam, dan (2) Rancangan Mukaddimah Anggaran Dasar NU

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 16


Kedua : pemantapan tekad kembali ke Khitthah NU, yang dituangkan dalam
pokok-pokok pikiran tentang “Pemulihan khitthah NU 1926”.

Dengan keputusan-keputusannya, terutama dua keputusan tersebut,


Munas Alim Ulama NU pada tahun 1983 dapat menerobos jalan buntu
menuju penanggulangan kemelut internal NU. Keputusan tersebut sekaligus
juga dapat merubah citra Nahdlatul Ulama dalam pandangan hampir semua
pihak diluar NU, terutama pihak pemerintah. NU yang selama beberapa
dasawarsa dijauhi, menjadi didekati bahkan disanjung-sanjung. NU tidak
lagi dipandang sebagai kelompok eksklusif yang sulit diajak bekerja sama,
tetapi menjadi kelompok yang positif kontrukstif. NU tidak lagi dianggap
sebagai kelompok yang “harus ditinggalkan”, tetapi menjadi “pihak yang
selalu diperlukan”.

Keberhasilan Munas ini berlanjut dengan “Rujuk Internal” di Sepanjang


(Sidoarjo) pada Tahun itu juga. Dan atas rekomendasi Munas itu pula,
Muktamar NU ke-27 dapat diselenggarakan oleh PBNU yang sudah utuh
kembali. Keutuhan PBNU ini tampak dengan tidak adanya lagi friksi-friksi
yang sangat tajam seperti masa-masa sebelumnya.

Muktamar NU ke 27 akhirnya diselenggarakan ditempat yang sama


pada Tahun 1984. Dihadiri dan dibuka oleh Presiden Soeharto, sebuah
Muktamar yang sangat meriah dan luar biasa karena mendapat perhatian
yang sangat besar dari semua pihak, baik dari dalam maupun luar negeri, dan
tidak ketinggalan pula dari masyarakat umum khususnya warga NU sendiri
menaruh perhatian yang sangat tinggi dan antusias.

Dengan bekal semangat dan tekad kembali ke Khitthah NU 1926, dan


Risalah “Khitthah Nahdliyah” karya KH. Ahmad Shiddiq tahun 1979,
dengan menatap Masa depan NU oleh Tim Tujuh untuk pemulihan Khitthah,
1983 serta dipadukan dengan makalah “Pemulihan Khitthah Nahdlatul
Ulama 1926 oleh KH. Ahmad Shiddiq pada Munas Alim Ulama NU 1983”

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 17


serta pokok-pokok pikiran tentang Pemulihan Khitthah NU 1926
(kesimpulan Munas) maka Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama pada tahun
1984 di Situbondo menetapkan rumusan terakhir dengan istilah “Khitthah
Nahdlatul Ulama 1926”.

2.9 Isi dan Butir Khitthah NU 1926

Untuk memenuhi dan menghayati Khitthah Nahdlatul Ulama 1926, kita


harus berpatokan pada naskah resminya, yaitu Keputusan Muktamar NU ke-
27 : No. 002/MNU-27/1984. Kita boleh (bahkan dianjurkan) mengkaji
berbagai bahan tambahan dan menggunakan bermacam metode, namun
kerangka dasar dan isinya harus dikembangkan kepada rumusan resmi itu,
secara pas (utuh).

Setiap warga terutama kader-kader NU harus membaca, menelaah dan


mempelajari dengan serius naskah resmi khitthah NU itu. Tidak cukup hanya
“dengar dan memahami sepotong-potong” saja, kemudian didiskusikan
dalam seminar-seminar dan lain-lain, pembumian Khitthah NU harus
dilakukan melalui sistim kaderisasi dan diskusi secara serius dan intensif,
terutama bagi para pengurus atau pemimpin NU.

Adapun Naskah lengkap Khitthah Nahdlatul Ulama 1926, hasil


Keputusan Muktamar NU XXVII ; No. 02/MNU-27/1984, adalah sebagai :

‫ َواَل‬  ُ ‫فَاحْ ُكم بَ ْينَهُم بِ َما أَن _ َز َل هَّللا‬ ‫ب َو ُمهَ ْي ِمنًا َعلَ ْي ِه‬
ِ ‫ص ِّدقًا لِّ َما بَ ْينَ يَ َد ْي ِ_ه ِمنَ ْال ِكتَا‬
َ ‫ق ُم‬ ِّ ‫َاب بِ ْال َح‬
َ ‫ك ْال ِكت‬َ ‫َوأَن َز ْلنَا ِإلَ ْي‬
ً‫اح_ َدة‬ِ ‫ َولَ__وْ َش_ا َء هَّللا ُ لَ َج َعلَ ُك ْم أُ َّمةً َو‬  ‫لِ ُك ٍّل َج َع ْلنَا ِمن ُك ْم ِش_رْ َعةً َو ِم ْنهَاجً_ا‬  ‫ق‬ ِّ ‫ك ِمنَ ْال َح‬ َ ‫تَتَّبِ ْع أَ ْه َوا َءهُ ْم َع َّما َجا َء‬
[ َ‫إِلَى هَّللا ِ َم_رْ ِج ُع ُك ْم َج ِمي ًع__ا فَيُنَبِّئُ ُكم بِ َم__ا ُكنتُ ْم فِي_ ِه ت َْختَلِفُ_ون‬  ‫ت‬ ِ ‫فَا ْستَبِقُوا ْالخَ ْي َرا‬  ‫َو ٰلَ ِكن لِّيَ ْبلُ َو ُك ْم فِي َما آتَا ُك ْم‬
]٥:٤٨

َ _ْ‫ْض َم_ا أَن_ َز َل هَّللا ُ إِلَي‬


‫فَ_إِن‬  ‫ك‬ ِ ‫ك عَن بَع‬َ ‫َوأَ ِن احْ ُكم بَ ْينَهُم بِ َما أَن َز َل هَّللا ُ َواَل تَتَّبِ ْع أَ ْه َوا َءهُ ْم َواحْ َذرْ هُ ْم أَن يَ ْفتِنُو‬
]٥:٤٩[ َ‫اس لَفَا ِسقُون‬ ِ َّ‫ َوإِ َّن َكثِيرًا ِّمنَ الن‬  ‫ْض ُذنُوبِ ِه ْم‬
ِ ‫صيبَهُم بِبَع‬ ِ ُ‫ت ََولَّوْ ا فَا ْعلَ ْم أَنَّ َما ي ُِري ُد هَّللا ُ أَن ي‬

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 18


Artinya : “Dan kami telah turunkan kepadamu kitab Al-Qur’an dengan
membawa kebenaran, membenarkan apa yang ada sebelumnya yaitu kitab-
kitab (yang diturunkan sebelumnya) batu ujian terhadap kitab-kitab yang
lain itu, karna itu putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah
turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan terang. Sekiranya Allah
menghendaki niscahnya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Karna itu
berlomba-lombalah berbuat kebajikan hanya kepada Allah lah kamu
semuanya kembali, lalu diberikan kepadamu yang telah kamu perselisihkan
itu. Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut
apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum Allah yang diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpahkan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik.” (QS. AL-Maidah 48-49)

1. Mukaddimah
Nahdlatul Ulama didirakan atas kesadaran dan keinsyahfan bahwa
setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk
hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan
menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu-
membantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari timbulnya tali
persaudaraan (al-ukhuwah) dan kasih sayang menjadi landasan bagi
terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 19


Nahdlatul ulama sebagai jam’iyyah duniyah adalah wadah bagi para
ulama dan pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344
Hijriyah/31 Januari 1926 M. Dengan tujuan untuk memelihara,
melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran islam yang
berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah dan menganut salah satu madzhab
empat, masing-masing yaitu Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin
Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bin
Hanbal, serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-
pengikutnya dalam melakukan kegiatan yang bertujuan untuk
menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan
ketinggian harkat dan martabat manusia.
Nahdlatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan
yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan
masyarakat bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlak
mulia, tentram, adil dan sejahtera.
Nahdlatul Ulama mewujuddkan cita-cita dan tujuannya melalui
serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan
yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Inilah yang
kemudian disebut khittah Nahdlatul Ulama.
Dari mukaddimah di atas dapat disarikan bahwa: pertama, manusia
adalah makhluk sosial. Kedua, perjuangan para ulama’ pengasuh
pesantren harus ditingkatkan. Ketiga, berdirinya NU didorong oleh
terjadinya perpindahan kekuasaan atas tanah Hijaz (makkah madinah)
ke tangan Raja Saud yang beraliran wahabi. Keempat, NU didirikan
dengan tujuan utama:memelihara, melestarikan, mengembangkan dan
mengamalkan ajaran islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal-Jama’ah
dan menganut salah satu mazhab empat. Bahkan Ahlussunnah
Waljama’ah menjadi pendiri mayoritas kaum muslim di seluruh dunia
hingga sekarang. Kelima, NU didirikan juga untuk mempersatukan
langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 20


kegiatan-kegiatannya yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan
masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat
manusia. Keenam, NU adalah “gerakan keagamaan” (harakah diniyah)
artinya kegiatan bergerak bersama yang dilandasi oleh ajaran agama
islam yaitu:
1) Memiliki pendirian-pendirian tertentu di dalam urusan keagamaan
2) Langkah dan kegiatanya selalu disesuaikan dengan ajaran agama
3) Sasaran lan langkah kegiatan itu adalah hal-hal yang diperintahkan
oleh agama baik mengenai urusan ubudiyah (hablum minallah)
maupun muamalah (hablum minannas).

Ketujuh, untuk mencapai tujuan tersebut diusahakan serangkaian


ikhtiar (usaha dan program) yang dilandasi oleh dasar dan
pahamkeagamaan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan sistem bermazhab,
yang kemudian diharapkan membentuk kepribadian yang khas
Nahdlatul Ulama. Inilah yang kemudian menjadi intisari dari khittah
NU, garis pendirian, perjuangan dan kepribadian Nahdlatul Ulama.

2. Pengertian
a. Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan
bertindak warga Nadhlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam
tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap
proses pengambilan keputusan.
b. Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlussunnah wal Jama’ah
yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia,
meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
c. Khittah Nahdlatul Ulama digalih dari intisari perjalanan sejarah
khidmahnya dari masa ke masa.

Khittah artinya garis. Dalam kaitannya dengn Nahdlatul Ulama,


kata khittah berarti garis-garispendirian, peruangan, dan kepribadian

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 21


Nahdlatul Ulama, baik yang berhubungan urusan keagamaan, maupun
urusan kemasyarakatan baik secara perorangan maupun secara
organisasi.

Materi (mahiyah=substansi) landasan atau garis-garis termaksud


(khittah) adalah : “paham Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang diterapkan
menurut kondisi kemasyarakatan indonesia. Meliputi dasar-dasar amal
keagamaan maupun kemasyarakatan”.

Paham Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah atau Islam menurut


pemahaman Ahlussunnah Wal-Jama’ah, bagi NU tidak hanya terbatas
pada bidang atau urusan akidah saja, tetapi juga mengenai bidang-
bidang fiqh, tashawuf atau akhlak, bahkan meluas, tercermin didalam
sikap-sikap kemasyarakatan tertentu seperti, tawasuth (sikap tengah),
i’tidal (tegak lurus) dan sebagainya. Mungkin ini merupakan salah satu
ciri khas NU di dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Islam
Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

Dengan keterangan yang diterapkan menurut kondisi


kemasyarakatan di Indonesia, sama sekali bukan dimaksudkan bahwa
Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah “di rubah” untuk disesuaikan dengan
kondisi kemasyarakatan di indonesia tersebut, namun dapat diselesaikan
sebagai berikut :

a) Islam adalah agama universal, untuk seluruh dunia. Ajarannya


dapat dan harus diperjuangkan penerapannya di seluruh dunia
b) Ada sebagian ajarannya yang diterapkan seragam di seluruh dunia
dan ada sebagian yang prinsipnya seragam tetapi “wujud”
penerapannya di suatu tempat berbeda dengan di tempat lain,
karena kondisi yang berbeda.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 22


Contoh, birrul walidain (sikap baik terhadap ibu dan bapak) adalah
sebagian dari ajaran yang harus diterapkan di seluruh dunia. Tetapi
wujud penghormatan terhadap ibu dan bapak di arab boleh berbeda
dengan wujud penghormatan di Indonesia atau di nederland. Karena
kondisi atau tradisi yang berbeda. Demikian pula penerapan berdakwah,
dapat berbeda-beda metodenya, medianya (sarana), alurnya dan
sebagainya. Karena perbedaan situasi, kondisi, watak dan tradisi sasaran
dakwah, di Indonesia atau di mesir, di cina, di irian (papua) dan lain-
lain.

3. Dasar-Dasar Faham Keagamaan NU


a. Nahdlatul Ulama mendasarkan faham keagamaan kepada sumber
ajaran agama Islam : Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-
Qiyas.
b. Dalam memahami, menafsirkan islam dari sumber-sumbernya di
atas, Nahdlatul Ulama mengikuti faham Ahlussunnah wal Jama’ah
dan menggunakan jalan pendekatan (al-madzhab) :
1) Dibidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti Ahlussunnah wal
Jama’ah yang diplopori oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan
Imam Manshur al-Maturidzi.
2) Dibidang fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan
(al-madzhab) salah satu dari madzhab Abu Hanifah an-
Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris
asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal
3) Di bidang tasawuf, mengikuti antara lain Imam al-Junaid al-
Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain.
c. Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama
yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang
sudah dimiliki manusia. faham keagamaan yang dianut oleh
Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 23


yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok
manusia seperti suku maupun bangsa, dan tidak bertujuan
menghapus nilai-nilai tersebut.

Islam adalah agama yang fitri maksudnya adalah semua ajarannya


sesuai fitrah manusia. Dengan demikian islam cocok untuk mengatur
manusia dalam mengemban tugasnya sebagai kholifah
(pengatur/pemimpin) dirinya (sesama manusia) dan alam
lingkungannya. Kecocokan ini sangat logis sekali karena manusia dan
agama (juga alam lingkungannya dan alam semestanya) sama-sama
berasal dari satu maha sumber yaitu Allah SWT. Agama ditetapkan oleh
Allah untuk mengatur manusia dan alam.

Islam mengakui dan mengesahkan kecenderungan manusia


berkelompok dan menyenangi apa yang ada pada kelompoknya,
sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran islam. Bahkan islam dalam
batas-batas tertentu membarikan hak kemandirian bagi kelompok-
kelompok manusia, termasuk untuk mendirikan negara yang merdeka,
tidak harus menempatkannya dibawah negara kekuasaan lain. Dengan
demikian menurut NU, negara RI yang diproklamasikan oleh bangsa
Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 adalah sah, dipandang dari
sudut hukum Islam.

4. Sikap Kemasyarakatan NU
Dasar-dasar pendirian keagamaan Nahdlatul Ulama tersebut
menumbuhkan sikap kemsyarakatan yang bercirikan pada :
a. Sikap Tawasuth dan I’tidal
Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang
menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-
tengah kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini
akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 24


lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala
bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim).
Tawasuth berarti menempatkan diri ditengah-tengah antara dua
ujung tatharruf (ekstrimisme) dalam berbagai masalah dan keadaan,
untuk mencapai kebenaran serta menghindari keterlanjuran ke kiri
atau ke kanan secara berlebian. I’tidal berarti tegak lurus, berlaku
adil, tidak berpihak kecuali kepada yang benar dan yang harus
dibela. Dengan demikian diharapkan NU menjadi kelompok yang
pantas diikuti oeh masyarakat dan selalu bersifat membangun.
b. Sikap Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam
masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau
menjadi masalah khilafiyah; serta dalam masalah kemasyarakatan
dan kebudayaan.
Tasamuh artinya sikap lapang dada, mengerti dan menghargai
sikap, pendirian dan kepentingan pihak lain, tanpa mengorbankan
pendirian dan harga diri, sikap toleran, bersediah berbeda pendapat
baik dalam masalah keagamaan (khilafiyah) maupun masalah
kemasyarakatan dan kebudayaan.
c. Sikap Tawazun
Sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan khidmah
kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta kepada
lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa
kini dan masa mendatang.
Tawazun artinya keseimbangan, memperhatikan dan
memperhitungkan berbagai faktor, berusaha memadukkannya
secara proposional. NU berusaha menerapkan tawazun ini dalam
segala bidang kehidupan. Tawazun antara khidmat kepada Allah
SWT (ibadah) dan Khidmat kepada sesama manusia dan alam
lingkungan. Tawazun antara perhatian terhadap pentingnya masa

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 25


lalu (sejarah dan karya para pendahulu), masa kini (masalah dan
kebutuhan yang mendesak) dan masa mendatang (persiapan
menghadapi perkembangan zaman). Unsur keseimbangan
merupakan kunci keberhasilan dan kemantapan.
d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang
baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama; serta
menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah dua sendi yang mutlak
diperlukan untuk menopang tata kehidupan yang diridhai Allah.
Amar Ma’ruf artinya mengajak dan mendorong untuk berbuat baik
yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi dan ukhrawi. Sedangkan
Nahi Munkar artinya menolak dan mencegah segalah hal yang
dapat merugikan, merusak, merendahkan dan atau bahkan
menjerumuskan nilai-nilai kehidupan. Hanya dengan melaksanakan
dua gerakan ini (Amar Ma’ryf Nahi Munkar) kehidupan lahiriah
dan bantiniah kita mencapai kebahagiaan.
Menurut NU, Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus dilakukan
dengan tawassut wal i’tidal, tasamuh, dan tawazun mengikuti
tatacara yang baik, tidak boleh hanya sekedar mengikuti selera
sendiri.
5. Perilaku Keagamaan dan Sikap Kemasyarakatan
Dasar-dasar keagamaan (angka 3) dan kemasyarakatan (angka 4)
membentuk perilaku warga Nahdlatul Ulama, baik dalam tingkah laku
perorangan maupun organisasi yang :
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran Islam
b. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
c. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah serta berjuang

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 26


d. Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwwah), persatuan (al-
ittihad) serta kasih mengasihi
e. Meluhurkan kemuliaan moral (al-akhlaq al-karimah), dan
menjunjung tinggi kejujuran (ash-shidqu) dalam berfikir, bersikap
dan bertindak
f. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada bangsa dan Negara
g. Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari
ibadah kepada Allah SWT.
h. Menjunjung tinggi ilmu-ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya
i. Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang
membawa kemaslahatan bagi manusia
j. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong memacu
dan mempercepat perkembangan masyarakatnya
k. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Warga NU diharapkan berperilaku akhlakul karimah antara lain :

a. Menghormati, mempertahankan, membelah, dan mentaati nilai-nilai


ajaran Islam
b. Kepentingan pribadi yang dapat merugikan kepentingan bersama
tidak boleh didahulukan. Kepentingan yang lebih besar harus
didahulukan, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan yang
lebih kecil
c. Berlaku ikhlas dalam melakukan segalah perbuatan
d. Selalu mengusahakan terwujudnya ukhuwah, ittihad dan tarahum
(saling mengasihi sesama nahdliyin), antara antara sesama muslim,
antara sesama bangsa, dan antara sesama manusia
e. Selalu berusaha menerapkan akhlakul karimahterhadap diri sendiri,
keluarga dan masyarakat. Langkah awalnya adalah kejujuran dalam

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 27


berfikir, bersikap dan bertindak. Jujur kepada Allah, jujur kepada
diri sendiri, jujur kepada jam’iyah, dan jujur kepada masyarakat
f. Selalu setia (menghormati, selalu membelah kepentingan dan taat
kepada) agama Islam, bangsa Indonesia secara tawazun
(proporsional komprehensif), tidak mempertentangkan atara satu
dengan yang lain. Membelah kepentingan bangsa dan negara adalah
juga sebagian dari ajaran agama
g. Berpendirian bahwa. Amal, kerja, dan prestasi (kemampuan
melakukan tugas dengan berhasil baik) merupakan ibadah
(pengabdian) kepada Allah, disamping ibadah mahda (ibadah
murni, terbatas) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya
h. Selalu berusaha menambah ilmu, baik ilmu tentang ayat-ayat Allah
yang berwujud ajaran islam, maupun tentang ayat-ayat Allah
berwujud alam semesta (kauniyah). Selalu menghormati ahlul ilmi
sebagai pembawa khazanah ilmu yang mutlak diperlukan oleh umat
manusia dalam menempuh kehidupan duniawi dan ukhrawi
i. Selalu menyadari bahwa alam semesta ini mengalami perubahan,
tidak perbah berhenti. Kita harus selalu siap menghadapi
perkembangan, perubahan-perubahan tersebut dan berusaha
mengarahkannya. Tiap perubahan membawah dampak tersendiri
j. Kita perlu berusaha melopori, mendorong dan mempercepat
perkembangan masyarakat ke arah yang positif, yang bermanfaat,
yang benar menurut agama dan akal sehat. Selalu mencari yang
baru yang lebih baik. Dan tetap memelihara yang lama yang baik
pula
k. Kita selalu berusaha memelihara kebersaman (kerukunan,
kerjasama, saling membantu) di dalam menempuh kehidupan di
antara sesama bangsa dan kehidupan bernegara, untuk memelihara
keutuhan bangsa, keutuhan negara dan untuk mewujudkan
kesejahterasaan bersama.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 28


6. Beberapa ikhtiyar
Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang utama
kegiatan sebagai ikhtiyar mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya,
baik tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan. Ikhtiyar-
ikhtiyar tersebut adalah :
a. Peningkatan silahturahmi/komunikasi/relasi-relasi antar ulama
(Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan :
Mengadakan perhoeboengan diantara oelama-oelama jang
bermadzab).
b. Peningkatan kegiatan dibidang keilmuan/pengkajian/pendidikan.
(Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan : Memeriksa
kitab-kitab sebeloemnya dipakai oentoek mengadjar, soepadja
diketahoei apakah itoe daripada kitab-kitab assoennah wal
djama’ah atoe kitab-kitab ahli bid’ah; memperbanjak madrasah-
madrasah jang berdasar agama Islam).
c. Peningkatan penyiaran Islam, membangun sarana-sarana
peribadatan dan pelayanan sosial. (Dalam Statoeten Nahdlatoel
Oelama 1926 disebutkan : Menjiarkan agama Islam dengan djalan
apa sadja jang halal; memperhatikan hal-hal jang berhoeboengan
dengan masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe dan pondok-pondok,
begitoe djoega dengan hal ikhwalnya anak-anak jatim dan orang
fakir miskin).
d. Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan
yang terarah. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926
disebutkan : Mendirikan badan-badan oentoek memajoekan
oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang tiada dilarang
oleh sjara’ agama Islam).
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama pada awal
berdiri dan khidmahnya menunjukkan pandangan dasar yang peka
terhadap pentingnya terus-menerus membangun hubungan dan

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 29


komunikasi antar para ulama sebagai pemimpin masyarakat; serta
adanya keprihatinan atas nasib manusia yang terjerat oleh
keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Sejak semula Nahdlatul
Ulama melihat masalah ini sebagai bidang garapan yang harus
dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan nyata.
Pilihan akan ikhtiyar yang dilakukan mendasari kegiatan Nahdlatul
Ulama dari masa ke masa dengan tujuan untuk melakukan perbaikan,
perubahan dan pembaharuan masyarakat, terutama dengan mendorong
swadaya masyarakat sendiri.
Nahdlatul Ulama sejak semula meyakini bahwa persatuan dan
kesatuan para ulama dan pengikutnya, masalah pendidikan, dakwah
Islamiyah, kegiatan sosial serta perekonomian adalah masalah yang
tidak bisa dipisahkan untuk mengubah masyarakat yang terbelakang,
bodoh dan miskin menjadi masyarakat yang maju, sejahtera dan
berakhlak mulia.
Pilihan kegiatan Nahdlatul Ulama tersebut sekaligus menumbuhkan
sikap partisipatif kepada setiap usaha yang bertujuan membawa
masyarakat kepada kehidupan yang maslahat. Sehingga setiap kegiatan
Nahdlatul Ulama untuk kemaslahatan manusia dipandang sebagai
perwujudan amal ibadah yang didasarkan pada faham keagamaan yang
dianutnya.
Dalam naskah resmi khittah Nahdlatul Ulama, ikhtiyar-ikhtiyar
tersebut dirumuskan menjadi :
1) Peningkatan silaturrahmi atau komunikasi atau inter-relasi antar
ulama
2) Peningkatan kegiatan dibidang keilmuan atau pengkajian atau
pendidikan
3) Peningkatan penyiaran islam, pembangunan sarana-sarana
peribadatan dan pelayanan sosial

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 30


4) Peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat melalui
kegiatan yang terarah.

Pendidikan dan keilmuan kebutuhan mutlak bagi seluruh umat


manusia yang ingin meningkatkan diri di segala bidang, bahkan menjadi
salah satu kewajiban menurut ajaran islam sepanjang hidup.

Ada tiga jalur pendidikan didalam NU : Yang kesatu, dan yang


paling awal adalah pesantren yang memiliki ciri-ciri dan keistimewaan
tersendiri. Dalam sejarahnya yang pnjang pesantren telah memberikan
jasanya yang sangat besar untuk memasok kader-kader dan tokoh-tokoh
NU. Bahkan pada hakikatnya pesantren adalah induk yang melahirkan
NU. Untuk melayani dan mengkordinasi pesantren-pesantren yang
bergabung di dalam NU. Nahdlatul Ulama membentuk satu lembaga
yaitu Robithatul Ma’ahidil Islamiyah, ikatan pesantren-pesantren Islami.

Kemudian kedua, muncul jalur pendidikan yang berbentuk


madrasah. Mula-mula isi pendidikan atau pengajaran di madrasah ini
sepenuhnya adalah mata pelajaran keagamaan seperti hisab (ilmu
hitung). Kemudian porsi mata pelajaran umum ini bertambah, meskipun
perbandingan tidak lebih dari 50%.

Pada perkembangan selanjutnya ketiga, NU juga membuka


madrasah yang isinya seperti sekolah-sekolah umum, seperti Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas sampai
Perguruan Tinggi. Dua jenis jalur pendidikan yang disebut terakhir ini
dikelolah, dibimbing dan dikoordinasikan oleh lembaga tersendiri, yaitu
Lembaga Pendidikan Ma’arif.

Tiga jalur pendidikan ini oleh NU dipandang harus dimiliki dan


diurus, karena ketiganya diperlukan untuk mencetak generasi baru yang
dibutuhkan bagi kepentingan masyarakat dalam berbagai bidang. Seperti

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 31


agamawan (berilmu, beramal dan berakhlak agama=ulama), ilmuwan,
ahli teknologi dan ahli-ahli lainya. Apapun jenis tenaga yang dihasilkan
diharapkan tetap beriman, bertaqwa dan berakhlak Islamiah.

7. Fungsi Organisasi dan Kepemimpinan Ulama


Dalam rangka kemaslahatan ikhtiyarnya, Nahdlatul Ulama
membentuk organisasi yang mempunyai struktur tertentu dengan fungsi
sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi terciptanya tujuan yang
telah ditentukan, baik itu bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan.
Karena pada dasarnya Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah Diniyah
yang membawa faham keagamaan, maka Ulama sebagai mata rantai
pembawa faham Islam Ahlusunnah wal Jama’ah, selalu ditempatkan
sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan pembimbing utama
jalannya organisasi. Sedang untuk melaksanakan kegiatannya, Nahdlatul
Ulama menempatkan tenaga-tenaga yang sesuai dengan bidangnya guna
menanganinya.
Imam al-Ghazali di dalam kitab Ihya’nya menyebutkan sifat-sifat
para ulama Mujtahidin sebagai berikut: (1) tekun ibadah, (2) berzuhud,
hatinya tidak tergantung kepada harta benda, (3) memiliki ilmu-ilmu
ukhrawi, (4) mengerti dan menghayati kemaslahatan masyarakat, (5)
segalah ilmunya ditujukan hanya untuk mencapai ridha Allah.
Sebagai panutan umat, ulama harus selalu memilki kelebihan-
kelebihan tertentu. Untuk itu ulama selalu berusaha memperoleh
kelebihan-kelebihan itu terus menerus. Masyarakat yang semakin kritis
memerlukan panutan yang cerdas. Pemimpin yang tidak mampu
meningkatkan kualitasnya akan ditinggal umatnya atau pengikutnya.
Demikian penting kedudukan dan peran ulama di dalam NU,
sehingga seorang warga NU betapapun besar prestasi dan prestisenya
dia harus bersedia menempatkan diri dibawah bimbingan Ulama. NU
menyimpulkan beberapa prestasi esensi keulamaan sebagai berikut :

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 32


1) Norma pokok ketakwaannya kepada Allah SWT
2) Fungsi utama mewarisi (risalah) Rasulullah
a. Mewarisi ucapan, ilmu, ajaranya
b. Mewarisi perbuatan, tingkah laku Rasul
c. Mewarisi mental dan akhlak Rasul
3) Ciri-ciri utama :
a. Tekun beribadah, yang wajib dan yang sunnah
b. Zuhud, melepaskan diri dari ukuran dan kepentinganmateri
atau duniawi
c. Memiliki ilmu akhirat, ilmu agama dalam kadar yang cukup
d. Mengerti kemaslahatan masyarakat, peka terhadap kepentingan
umum
e. Mengabdikan seluruh ilmunya untuk Allah SWT, niat yang
benar dalam berilmu dan beramal
8. NU dan Kehidupan Bernegara
Sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari keseluruhan dari keseluruhan bangsa Indonesia,
Nahdlatul Ulama senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan
Nasional Bangsa Indonesia. Nahdlatul Ulama secara sadar mengambil
posisi aktif dalam proses perjuangan mencapai dan memperjuangkan
kemerdekaan, serta ikut aktif dalam penyusunan UUD 1945.
Keberadaan Nahdlatul Ulama yang senantiasa menyatukan diri
dengan perjuangan bangsa, menempatkan Nahdlatul Ulama dan segenap
warganya selalu aktif mengambil bagian dalam pembangunan bangsa
menuju masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT. Oleh
karenanya, setiap warga Nahdlatul Ulama harus menjadi warga negara
yang senantiasa menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian
tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha
memegang teguh prinsip persaudaraan (ukhuwwah), toleransi (at-

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 33


tasamuh), kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama
warga negara yang mempunyai keyakinan/agama lain untuk bersama-
sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh
dan dinamis.
Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan Nahdlatul
Ulama berusaha secara sadar untuk menciptakan warga negara yang
menyadari akan hak kewajibannya terhadap bangsa dan negara.
Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyyah secara organisatoris tidak
terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarahatan
manapun juga.
Setiap warga Nahlatul Ulama adalah warga negara yang
mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang.
Dalam hal ini warga Nahdlatul Ulama menggunakan hak-hak politiknya
harus melakukan secara bertanggung jawab, sehingga dengan demikian
dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokratis, konstitusional, taat
hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah, dan
mufakat dalam memecahkan masalah.
Di dalam urusan berpolitik setipa warga NU tetap memiliki hak
berpolitik sebgai warga negara yang lain tidak berkurang sedikitpun,
sebagaimana diatur oleh dan dilindungi oleh undang-undang negara
mengenai hal ini. Bahkan NU menghargai warganya yang menggunakan
hak politiknya. Dan NU berpesan kepada mereka supaya melakukanya
secara bertanggung jawab, menyadari dan meyakini kebenaran pilihan
perbuatan politiknya. Sanggup memikul segala resikonya, tanpa
membawa-bawa dan wibawah NU, dan tidak saling menyalahkan antar
sesama warga NU yang berbeda pilihan aspirasi politiknya. Dengan
demikian diharapan dan ditumbuhkan sikap hidup yang :
a. Demokratis, suka menghargai orang lain dengan pendapat-pendapat
yang tidak selalu sama dengan pendapat sendiri

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 34


b. Konstitusional, selalu menghormati dan mentaati undang-undang
dasar negara, aturan permainan di dalam tata kehidupan berbangsa
dan bermasyarakat
c. Tata hukum, artinya mentaati hukum dan peraturan
d. Mampu mengembangkan mekanisme musyawara dan mufakat,
sadar akan posisi dan fungsi diri di tengah tata pergaulan
masyarakat dan selalu berusaha mencapai kesepakatan serta
menghormati meskipun tidak selau sesuai dengan pendapat sendiri

Secara rinci NU memberikan pedoman berpolitik bagi warganya


sebagai berikut :

1. Berpolitik bagi NU mengandung arti keterlibatan warga negara


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh
sesuai dengan pancasila dan UUD 1945
2. Politik bagi NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan
menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa
menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita
bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur,
lahir dan batin. Dilakukan sebagai amal inadah menuju kebahagiaan
di dunia dan kehidupan di akhirat
3. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan
yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk
menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk mencapai
kemaslahatan bersama
4. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan
budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa. Berkemanusiaan yang
adil dan beradap, menjunjung tinggi persatuan indonesia,
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 35


5. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan
moral agama, konstitusional, adil sesuai dengan peraturan dan
norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan
mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah
6. Berpolitik bagi NU dilakukan untuk memperkokoh konsensus-
konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul
karimah sebagai pengamalan kepentingan bersama dengan
memecah belah persatuan
7. Berpolitik bagi NU dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan
dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah
persatuan
8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU
harus tetap berjalan dalam suasana persaudraan, tawadlu’ dan saling
menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap
terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan NU
9. Berpolitik bagi NU menurut adanya komunikasi kemasyarakatan
timbal balik dalam pembangunan nasional untuk mencapai iklim
yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan
yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai
sarana masyarakat untuk berserikat menyatuhkan aspirasi serta
berpartisipasi dalam pembangunan

Pandangan apapun yang dipilih atau diikuti oleh setiap warga NU


dia harus tetap setia kepada Nahdlatul Ulama, tidak boleh mengurangi
kesetiaannya kepada NU.

9. Khatimah
Khitthah Nahdlatul Ulama merupakan landasan dan patokan dasar
yang perwujudannya dengan izin Allat SWT, terutama tergantung
kepada semangat pemimpin warga Nahdlatul Ulama. Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama hanya akan memperoleh dan mencapai cita-cita jika

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 36


pemimpin dan warganya benar-benar meresapi dan mengenalkan khittah
Nahdlatul Ulama ini.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 37


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ukhuwah Berasal dari kata ( ‫أخ‬ ) artinya adalah saudara. Ukhuwah
berarti persaudaraan. Dimaksudkan dengan saudara adalah bukan terbatas
pada suadara kerabat yang masih ada hubungan kekeluargaan, akan tetapi
saudara seiman, sehingga tidak dibatasi oleh sekat-sekat keturunan,
kebangsaan, kedaerahan dan lain-lain.
Khittah NU adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU
yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi
serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Pada Muktamar Ke-27 tahun 1984 secara resmi NU kembali ke Khittah
NU 1926. Ini ditandai keluarnya NU dari PPP dan kembali menjadi
organisasi sosial keagamaan sebagaimana saat didirikan, 31 Januari 1926.
3.2 Saran
Sebagai Jam’iyah Nahdlatul Ulama kita harus selalu mempertahankan
kemurnian Islam dengan jalan mengikuti faham Ahlussunnah Wal Jama’ah
berdasar Al Qur’an, Assunnah, Ijma’ dan Qiyas serta dengan pendekatan
salah satu dari 4 madzhab.

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 38


DAFTAR PUSTAKA

Harist, A. Busyairi. 2010. ISLAM NU : Pengawal Tradisi Sunni Indonesia.


Surabaya : Khalista

Muzadi, Abdul Muchith. 2006. Mengenal Nahdlatul Ulama. Surabaya : Khalista

Thoha, As’ad. 2006. Pendidikan Aswaja dan Ke-Nu an. Surabaya : Myskat

Memahami Ukhuwah dan Khitthah NU Page 39

Anda mungkin juga menyukai