Buku Ajaran MN IV Tentang Rumah Tangga
Buku Ajaran MN IV Tentang Rumah Tangga
Kupas Tuntas
i
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
PUPUH DHANDHANGGULA 35
Kajian Darmawasita (1): Pambuka Darmawasita 36
Kajian Darmawasita (2): Pinesthi Ing Kodrating Jejodhowan 38
Kajian Darmawasita (3): Asthagina (delapan manfaat) 41
Kajian Darmawasita (4;5): Asthagina Kawedhar 43
Kajian Darmawasita (6): Aja Tuman Utang Lan Silih 48
Kajian Darmawasita (7): Lara Tininggal Arta 52
Kajian Darmawasita (8): Becik Tetep Anggaota 55
Kajian Darmawasita (9): Tri Patraping Agesang 58
Kajian Darmawasita (10): Jangkeping Patrap Agesang 61
Kajian Darmawasita (11): Pangolahing Lahir Batin 64
Kajian Darmawasita (12): Pepuntone Catur Prakara 67
v
Transliterasi Arab ke Latin
Untuk kata-kata Arab yang ditulis dalam huruf latin dan diindonesiakan,
tulisan ini memakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Disempurnakan. Untuk kata-kata yang belum diindonesiakan bila ditulis
dalam huruf latin mempergunakan transliterasi sebagai berikut:
vi
Transliterasi Jawa ke Latin
Transliterasi kata-kata Jawa yang ditulis dalam hurf latin adalah sebagai
berikut.
= Ha = Da = Pa = Ma
= Na = Ta = Dha = Ga
= Ca = Sa = Ja = Ba
= Ra = Wa = Ya = Tha
= Ka = La = Nya = Nga
vii
viii
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
BAGIAN PERTAMA
SERAT WARAYAGNYA
Berisi nasihat bagi para jejaka yang hendak memilih pasangan hidup.
Warayanya berasal dari kata wara yang artinya wanita pilihan, dan kata
yanyana artinya budi. Nasihat ini adalah untuk memilih wanita yang
berbudi.
1
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
2
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
3
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
4
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
santun. Palakrama adalah buah kesantunan dalam bergaul pria dan wanita.
Santun adalah menurut aturan hukum dan moral yang berlaku pada
masyarakat tersebut. Oleh karena itu palakrama ini sudah dilakukan
bahkan ketika manusia pertama menghuni alam dunia ini. Yakni, ketika
Nabi Adam menikahkan putra-putrinya. Tentu saja dengan aturan hukum
jaman itu yang bentuknya berbeda dengan aturan hukum jaman sekarang.
Jika pergaulan laki-laki dan perempuan dilakukan tidak menurut aturan
hukum yang berlaku bukanlah palakrama namanya. Ada banyak sebutan
untuk perilaku di luar palakrama ini misalnya: sedheng, serong, kumpul
kebo, slingkuh, dll.
Sumawana (begitu juga) kang (bagi) sami (para) jajaka (jejaka), tan wun
(tak urung) tembe (suatu hari nanti) pikramane (berumah tangga). Begitu
juga para jejaka, tak urung suatu hari nanti akan palakrama (berumah
tangga).
Karena sifatnya yang kodrati itu maka hendaklah setiap orang
mempersiapkan diri menyambut datangnya waktu palakrama ini, terutama
buat para jejaka yang kelak suatu hari pasti akan melakukan palakrama.
Himbauan untuk mempersiapkan diri memang lebih ditujukan kepada para
jejaka karena mereka adalah pihak yang lebih aktif dalam proses
palakrama ini. Wajib bagi mereka sebelum melangkah ke alam rumah
tangga untuk mengetahui konsekuensi dan tanggung jawab yang akan
mereka pikul.
Marma (kemudian) tinalyeng (terikat) wuwus (perkataan, yang dimaksud
adalah aturan), wasitane (tentang) mengku (menikahi) pawestri
(perempuan). Kemudian setelah berumah tangga akan terikat dengan
peraturan-peraturan, ketahuilah segala hal tentang menikahi perempuan.
Setelah hidup berumah tangga para lelaki akan terikat dengan peraturan,
tugas dan tanggung jawab tentang rumah tangga. Peraturan di jaman
sekarang adalah UU perkawinan yang didalamnya memuat syarat-syarat,
tatacara, hukum dan sangsi. Tugas dan tanggung jawab seseorang dalam
berumah tangga sesuai aturan syariat agama dan budaya masyarakat
setempat. Hal ini banyak macamnya yang kesemuanya harus diketahui
oleh calon pasangan yang akan menikah.
5
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Untuk para jejaka khususnya ada beberapa hal yang harus diketahui
tentang palakrama. Hal ini perlu disampaikan karena sebagai pihak yang
aktif dalam proses perkawinan maka hal-hal berikut akan sangat
menentukan keharmonisan pasangan kelak. Maka dari itu wahai para
jejaka, ketahuilah.
Ywa (jangan) dumeh (berlagak) yen(sebagai) wong priya (laki-laki),
misesa (berkuasa) andhaku (mengakui, memiliki), mring (terhadap)
darbeking (yang dipunyai) wanodya (wanita). Jangan berlagak sebagai
laki-laki yang berkuasa memiliki terhadap apa yang dipunyai wanita.
Setelah menikah memang wanita di bawah kekuasaan laki-laki. Inilah
peraturan yang sesuai dengan syariat Islam yang dimaksud oleh
penggubah serat ini. Dalam banyak perkara dan urusan wanita harus minta
ijin laki-laki. Bahkan harta benda dan apapun yang dipunyai perempuan
pun dibawah pengawasan suaminya sehingga perempuan tidak bisa
sekehendak hati memakainya. Oleh karena kekuasaan yang besar inilah
laki-laki jangan berlagak. Bersikaplah yang adil dan melindungi,
mengayomi dan mengayemi, bisalah menjadi peneduh dan penyejuk hati
wanita yang di bawah kekuasannya. Inilah sikap yang benar bagi laki-laki.
Palakarama (perkawinan) nalar (nalar, pikiran) lan (dan) kukum
(hukum) kang (yang) dadi (berlaku). Perkawinan harus berdasar nalar
dan hukum yang berlaku.
Dalam palakrama ada nalar dan hukum yang dipakai pedoman. Nalar yang
dimaksud adalah kedewasaan pikir, memahami adab dan etika berumah
tangga dan mengerti tatacara dalam bermasyarakat. Jika kurang
pengetahuan dalam hal-hal ini rumah tangga akan berjalan kurang serasi,
timpang dan tidak harmonis.
Sedangkan hukum adalah aturan yang mengikat orang berumah tangga
sesuai aturan agama dan negara. Dalam hukum ada kewajiban, hak, sangsi,
konsekuensi dan pidana. Ini bersifat positif dan harus dipatuhi, jika tidak
akan ada akibat-akibat hukum yang akan ditanggung.
Yen (kalau) tinggal (diabaikan) temah (akibatnya) nistha (hina). Kalau
diabaikan akibatnya menjadi hina.
Kedua hal tersebut perlu diketahui dan dilaksanakan agar tercipta keluarga
yang harmonis. Karena setiap manusia yang melakukan kerjasama atau
6
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
7
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
8
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
10
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
11
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
epistemologi saja. Dalam kajian ini kita memakai arti menurut budaya
Jawa, sebagaimana yang dimaksud dalam serat Warayagnya ini.
Dalam bait sebelumnya telah diuraikan bahwa kekuasaan laki-laki
sedemkian besar dalam sebuah perkawinan, namun hendaknya jangan
dipakai untuk berlagak, mentang-mentang, aji mumpung, dan berbuat
sekehendak sendiri. Berusahalah agar kehidupan rumah tangga berjalan
harmonis sampai kaki-nini, kakek-nenek, artinya langgeng tiada rintangan
suatu apapun. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang, terutama pada
pihak lelaki oleh karena perannya yang dominan tersebut.
Janganlah mengabaikan persiapan apapun, karena itu merupakan iktiyar
manusia agar tercapai sebuah perkawinan yang sakinah, mawadah dan
rahmat. Tidak ada kebaikan sedikitpun dalam mengabaikan iktiyar untuk
keharmonisan rumah tangga.
Yen (akan) ngarah (meraih) apa (apa) tekade (kehendaknya) andarung
(kemana-mana) kadalarung (tak terkendali), ngelmu (ilmu) sarak
(syariat) denorak (diobrak) arik (abrik). Akan meraih apa jika
kehendaknya kemana-mana tak terkendali, pedoman syariat diobrak-
abrik.
Apa to yang dicari dalam perbuatan sekehendak sendiri? Apa tujuannya?
Dengan berbuat sesuka hati bagi laki-laki (yang memang bisa saja
dilakukan dengan mengakali aturan dan hukum), dia telah mengobrak-
abrik tuntunan syariat, yakni membentuk keluarga yang bahagia.
Banyak aturan hanya mengatur badan, tetapi tidak mengatur hati. Karena
memang hati tidak bisa diatur. Satu-satunya yang dapat membuat hati
tunduk dan patuh pada tuntunan moral adalah ilmu yang cukup dan akhlak
yang baik.
Jika seseorang menyakiti badan istri, maka hukum yang berlaku akan tegas
memberi sangsi. Tetapi tidak ada hukum yang dapat menjangkau seorang
laki-laki yang menyakiti hati istrinya. Nah dalam hal-hal demikian
pencegahannya hanyalah mendewasakan diri, sadar diri akan peran dan
tanggung jawabnya. Toh keharmonisan rumah tangga juga akan berimbas
pada kebahagiaan anggota keluarganya. Sebaliknya jika seseorang sengaja
mengabaikan hal itu, akibat moralnya pun akan dia tanggung kelak, meski
secara badaniyah dia tidak mendapat hukuman apa-apa.
12
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
13
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
14
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
sampai keburukan kita direkam orang lain dalam ingatan. Kita kadang lupa
dengan keburukan kita sendiri, tetapi orang-orang tidak.
Wong (orang) gendhak (bosanan, suka bosan) kalakuwane (perilakunya),
sapa (siapa) kang (yang) duwe (punya) sunu (anak), wadon (perempuan)
aweh (rela memberikan) sira (engkau) rabeni (nikahi). Orang yang suka
bosan (terhadap istri) perilakunya, siapa yang mempunyai anak
perempuan yang rela memberikan anaknya untuk engkau nikahi?
Jika kita sudah direkam keburukan kita dalam hal rumah tangga, yakni
suka bosan dengan istri dan berganti-ganti istri, maka orangtua mana yang
mempunyai anak perempuan yang rela memberikan anaknya untuk kita
nikahi? Jangan sampai sifat yang demikian itu menjangkitimu anakku!
Kiraku (menurut saya) noranana (tidak ada), kejaba (kecuali) kebutuh
(terdesak kebutuhan). Menurut saya kok tidak ada, kecuali orang yang
terdesak kebutuhan hidup.
Tentu tidak masuk akal seorang tua yang mempunyai anak perempuan rela
menikahkan anaknya dengan orang yang mempunyai track record buruk
dalam berumah tangga. Lain halnya jika memang dia tersesak kebutuhan,
mungkin karena motif ekonomi kemudian mereka menyerahkan anaknya.
Walau begitu perenikahan yang didasari latar belakang demikian tidaklah
baik.
Ala (buruk) rinabenan (diperistri) koja (orang koja, sudagar dari India),
becik (lebih baik) bangsa wit (sesama bangsa) tan (tidak) duwe (punya)
putu (cucu) encik (orang asing). Buruk diperistri orang Koja, lebih baik
sesama bangsa, agar tak mempunyai cucu orang asing.
Orang Koja adalah pedagang asal India yang banyak menetap di
Indonesia. Saya tak tahu pasti mengapa serat ini menyebut diperistri orang
Koja sebagai hal yang buruk. Apakah itu berkaitan dengan perilaku orang
Koja yang suka ganti-ganti pasangan. Ataukah karena urusan di kemudian
hari akan menjadi rumit karen berkaitan dengan perbedaan budaya dan
tatacara hidup? Wallahu a’lam.
Kajian kita hanyalah menafsirkan makna gramatikal sesuai teks yang ada
pada kami. Hal-hal lain di luar itu kami tidak akan membahas panjang
lebar karena memerlukan riset dan pembuktian yang akan memakan
waktu.
15
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Serat ini ditulis di tahun 1856M, tentu saja ada banyak perbedaan dalam
tatacara kehidupan masyarakat. Marilah kita ambil yang masih relevan
untuk kita teladani, adapun yang meragukan dan sudah tidak jumbuh
dengan jaman kini alangkah baiknya kita tinggalkan.
Mung (hanyalah) iku (itu) ciptanira (yang perlu kaupikirkan). Hanyalah
itu yang perlu engkau pikirkan!
Setelah uraian panjang lebar dalam beberapa bait di atas, camkanlah!
Hanya itu yang perlu engkau pikirkan, ketika hendak memulai berumah
tangga.
16
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
18
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
20
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
21
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
terlanjur jatuh cinta. Ini saja sudah perkara yang tidak dianjurkan, karena
akan membuat pertimbangan menjadi bias kepentingan. Apalagi kalau
sudah terlanjur terjebak dalam pergaulan bebas. Dan, maaf, sudah terlanjur
hamil duluan sehingga terpaksa menikahi. Ini lebih-lebih lagi sangat
dilarang karena merupakan perbuatan keji. Maka anak-anak muda
hendaklah menjaga pergaulan dengan lawan jenis, agar terhindar dari
fitnah yang mengerikan.
Yang demikian itu perlu kami tekankan karena yang menjadi kebiasaan
anak-anak muda itu kalau menikah bukan karena sudah niat menikah, yang
berarti sudah siap mental lahir dan batin. Tetapi yang terjadi jaman
sekarang, jaman now, banyak anak muda menikah karena terpaksa oleh
keaadaan.
Yen (jika) kena (bisa) sutaningsun (anak-anakku), arabi (menikah)
jalaran (karena alasan) becik (yang baik). Jika bisa anak-anakku, kalau
menikah karena alasan yang baik.
Oleh karena itu kalau bisa anak-anakku kelak kalau menikah, menikahlah
dengan alasan yang baik. Menikah itu tuntunan agama, sunnah rasul yang
agung, penyelamat manusia di dunia dan akhirat, jalan kebaikan yang
banyak. Anda bayangkan dalam berkasih sayang antara suami-istri saja
berpahala, padahal itu naluriah sifatnya yang berarti bukan hal yang sulit
dilakukan. Itu saja berpahala.
Selain itu menikah juga merupakan sarana yang mudah untuk
meningkatkan kemuliaan diri, menaikkan derajat wujudiyah. Dari yang
tadinya seorang jomblo lontang-lantung menjadi seorang suami yang
punya tugas dan perang agung. Menjadi pelindung wanita, pemelihara
keturunan, penerus kebaikan, dsb. Banyak hikmat menikah yang bila
disampaikan di sini akan menjadi bahasan yang panjang dan tidak relevan.
Aja (jangan) rabi (menikah) pasongan (terpaksa keadaan), nistha (hina)
yen (kalau) dinulu (dilihat orang), angapesken (membuat sengsara) yayah
(ayah) rena (ibu). Jangan menikah karena terpaksa oleh keadaan, hina
kalau dilihat orang, yang demikian itu membuat sengsara orang tua.
Janganlah menikah karena terpaksa keadaan. Entah itu karena malu
dengan tetangga karena sudah terlanjur terlihat runtang-runtung ngalor-
ngidul, padahal dalam hati merasa kurang sreg. Entah karena sudah
22
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
terlanjur banyak berkorban kepada gadis incaran, padahal yakin kalau dia
bukan orang yang tepat. Apalagi kalau terpaksa karena terlanjur bunting
duluan. Wah yang terakhir ini jangan sampai terjadi. Selain memalukan,
dosanya tiada tara.
Hal-hal di atas sebenarnya kurang baik sebagai pondasi dalam mendirikan
rumah tangga. Apalagi sebab yang terakhir itu sangat hina dilihat orang,
juga membuat sengsara batin orang tua. Jadi sebaiknya berhati-hatilah
dalam menapaki fase kehidupan anak muda. Di sini ada banyak godaan
yang berujung malapetaka, jika tidak benar-benar waspada siapa saja bisa
terkena.
Wruhanira (ketahuilah) manugsa (manusia) neng (di) dunya (dunia) iki
(ini), yen (kalau) kena (bisa) kang (yang) mangkana (demikian).
Ketahuilah, manusia hidup di dunia, kalau bisa berbuatlah demikian
(berbuat yang baik).
Ketahuilah anak-anakku. Orang hidup di dunia sebisa-bisa hiduplah
dengan cara yang baik. Dengan usaha yang keras dan kewaspadaan setiap
saat, jangan memperturutkan hawa nafsu dan keinginan sesaat. Insya Allah
akan selamat dunia akhirat. Pernikahan adalah jaminan bagi mengalirnya
seluruh kebajikan yang akan menyelamatkan hidup kita kelak, jika kita
bisa mengawalinya dengan baik.
Ketahuilah dan perhatikanlah, anak-anakku!
23
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
24
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
25
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
26
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
27
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
28
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
29
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
(triman). Yang pertama adalah bobot, kedua bebet, ketiga bibit, keempat
triman.
Bobot adalah kualitas si wanita, kemampuan apa yang dia punyai, watak
dan perilakunya. Bebet adalah berkaitan dengan kemampuan sosial,
kemapanan ekonomi dan kedudukan keluarganya. Bibit berkaitan dengan
track record orang tua dan keluarga besarnya yang berkaitan dengan
moralitas. Tigal hal ini, bobot, bebet, bibit, hendaknya dipertibangkan
baik-baik. Yang dimaksud di sini adalah perihal kesesuaian antara si jejaka
dan calon istrinya. Bukan berarti mencari wanita yang bobot, bebet dan
bibitnya unggul, sedangkan si prianya sendiri dalan ketiga hal itu minim.
Ini tidak tahu diri namanya. Yang bagus sesuai ajaran syariat Islam
mencari jodoh adalah sekufu, artinya setara dalam tiga hal tersebut.
Ada yang beranggapan bahwa keriteria bobot, bebet, bibit, adalah wujud
kepicikan berpikir orang jaman kuno. Sudah jaman kemajuan kok berpikir
demikian, kata mereka. Ini adalah pendapat yang kurang bijak. Tidak ada
keharusan menerapkan ketiga pedoman tersebut secara ketat.
Bagaimanapun yang akan dicari adalah keharmonisan rumah tangga, jika
dalam ketiga hal tersebut tidak sesuai pasti akan terganggu hubungan
antara keluarga keduanya. Boleh-boleh saja tidak memakai pedoman
tersebut asalkan masing-masing telah siap mental, karena akibatnya akan
berat dan sulit. Ini harus dipahami.
Yang keempat adalah tatariman atau triman. Sengaja saya sisihkan
bahasan tentang ini karena di jaman sekarang sudah tidak lazim lagi.
Triman adalah wanita pemberian raja kepada seseorang. Wanita yang
diberikan biasanya adalah bekas istri raja sendiri, biasanya istri selir yang
sudah tidak disukai. Pada jaman dahulu praktik demikian lumrah terjadi
karena raja selirnya banyak, kalau bosan bisa diganti-ganti. Biasanya yang
diberi pun senang hati dan tidak merasa tersinggung, toh bekas istri raja
pasti cakep-cakep dan merupakan wanita pilihan.
30
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
32
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
33
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
BAGIAN KEDUA
SERAT DARMAWASITA
34
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
PUPUH PERTAMA
DHANDHANG GULA
35
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
37
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
39
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
40
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
41
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
42
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
43
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
44
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Yang kedua Rigen, adalah sikap yang tanggap terhadap keadaan dan
mampu mencari solusi dengan cekatan. Dapat merekayasa sesuatu
sehingga mampu mengatasi masalah yang timbul. Orang yang rigen tidak
akan putus asa dan menyerah dalam menghadapi masalah, tetapi akan
berpikir mencari solusi. Dalam hidup orang hendaklah rigen, jangan cepat
putus asa dan menyerahkan solusi kepada orang lain. Jika mampu
mengatasi masalah akan mendatangkan hasil, sebaliknya jika
menyerahkan kepada orang lain akan kehilangan ongkos. Rigen adalah
kunci dari berhasilnya hidup dan datangnya pendapatan.
Katri (yang ketiga) gemi (efektif) garapnya (dalam memanfaatkan
sesuatu), margane (menjadi cara) mrih (agar) cukup (tercukupi). Yang
ketika efektif dalam memanfaatkan sesuatu, menjadi cara (kunci) agar
tercukupi.
Yang ketiga adalah gemi, artinya mampu memanfaatkan sesuatu secara
efektif. Hal-hal yang kurang menjadi berdaya guna, hal-hal yang
sebenarnya sudah terbuang menjadi bermanfaat lagi. Orang yang gemi
tidak tergesa-gesa membuang barang yang bekas, tetapi memanfaatkannya
untuk kegunaan lain. Handuk bekas dijadikan keset, kaleng bekas
dijadikan pot, baju bekas dijadikan lampin, misalnya seperti itu.
Sikap gemi ini menjadi jalan bagi tercukupinya banyak kebutuhan, karena
yang seharusnya membeli menjadi tidak membeli, yang seharusnya
dibuang dapat dimanfaatkan kembali sehingga hemat. Sifat gemi juga
dapat diterapkan dalam hal waktu. Orang Jawa sering berkata: nggemeni
wekdal, gemi terhadap waktu, artinya mampu memanfaatkan waktu yang
sempit untuk banyak kegiatan.
Papat (yang keempat) nastiti (teliti) papriksa (dalam memeriksa), iku (itu)
dadi (menjadi) margane (cara, kunci) weruhing (mengetahui) pasthi
(dengan pasti). Yang keempat teliti dalam memeriksa (setiap hal), menjadi
kunci dari mengetahui yang pasti.
Yang keempat nastiti, adalah sifat yang teliti terhadap segala sesatu. Teliti
ketika merencanakan sehingga tak ada yang luput dari perhitungan. Teliti
dalam pekerjaan sehingga tak ada pekerjaan yang salah. Teliti dalam
pemeriksan sehingga jika ada kesalahan langsung dapat diperbaiki. Sikap
nastiti merupakan kunci dari berhasilnya kehidupan karena akan minim
dari kesalahan dan pengulangan yang tak perlu.
45
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
46
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
jam seharga 1 juta kan? Tapi kalau kita menganggap jam seharga 1,68
milyar sebagai kebutuhan maka tingkah polah kita akan berbeda. Bisa-bisa
karena sangat ingin jam itu kita tega mencuri uang rakyat banyak.
Lhadalah! Ini kan bikin sengsara.
Oleh karena itu terhadap harta hendaklah tidak boros. Tirulah sikap orang-
orang kaya seperti si kaos abu-abu itu.
Ping (yang ke) wolu (delapan) nemen (bersungguh-sungguh) ing (dalam)
sedya (kehendak), watekira (wataknya) sarwa (serba) glis (segera)
ingkang (yang) kinapti (dikehendaki). Yang kedelapan bersungguh-
sungguhlah dalam kehendak, wataknya serba bersegera melakukan yang
dikehendaki.
Sikap kedelapan adalah bersungguh-sungguh dalam kehendak. Orang yang
yang bersungguh-sungguh akan menyegerakan kehendaknya, tidak ingin
menundanya walau hanya sebentar. Sikap bersegera ini berbeda dengan
tergesa-gesa. Bersegera adalah sikap yang mendahulukan jika peluangnya
telah tiba, tidak menunda-nunda lagi. Tetapi bukan lantas mencari-cari
kesempatan dengan menggasak orang lain, tetapi secara tepat
menggunakan waktu yang tersedia.
Sikap bersegera ini harus dimiliki dan diterapkan dalam segala kebaikan.
Menunda-nunda adalah sikap yang berkebalikan dengan itu dan harus
dihindari.
Yen (jika) bisa (mampu) kang (yang) mangkana (demikian itu). Jika
mampu lakukan yang delapan itu.
Itulah delapan sikap yang menjadi sarana atau kunci keberhasilan dalam
hidup berumah tangga. Sebaiknya mulai sekarang diupayakan satu persatu
sesuai kemampuan sampai lengkap yang kedelapan itu.
47
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
48
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
49
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Selain hutang kita juga kadang harus meminjam. Terhadap hal ini sikap
kita pun jelas. Jangan lakukan kalau tidak sangat terpaksa. Inilah pesan
yang ditekankan dengan sangat oleh penggubah serat Darmawasita yang
dituangkan dalam bait ini.
Anyudakken (merendahkan) derajat (derajat), camah (hina, tidak
dihargai) wekasipun (akhirnya). Merendahkan derajat, terhina pada
akhirnya.
Berhutang itu merendahkan derajat karena membuat posisi pengutang
menjadi pihak yang menerima dan lemah. Salah-salah posisi ini bisa
membuat pengutang menanggung kehinaan nantinya. Hal demikian telah
banyak contohnya, misalnya seorang yang memberi piutang kemudian
menagih dengan keras dan karena jengkel tidak mendapat pelunasan
kemudian memaki-maki. Ada pula penagih yang karena jengkel tak
mendapatkan segera pengembalian yang diminta kemudian mengupload ke
medsos. Ini bisa membuat nama baik pengutang tercemar dan dicemooh
banyak orang.
Berhutang kepada lembaga kreditor pun demikian keadaanya. Bahkan
kadang mereka kalau menagih sangat tidak sopan, berbeda ketika mereka
membujuk kita agar berhutang. Di akhir tenggat waktu seringkali mereka
menelepon setiap hari, setiap jam, setiap menit. Kadang mereka menagih
dengan berganti nomer telepon hingga 10 kali. Bener-bener bikin risih.
Kasoran (kalah) prabawanira (kewibawaan), mring (dari) kang (yang)
potang (yang berhutang) lawan (dari) kang (yang) sira (engkau) silih
(pinjami), nyatane (nyatanya) angrerepa (menghiba-hiba). Kalah
kewibawaan, orang berhutang dari yang memberi pinjaman, nyatanya
(waktu meminjam pun sudah) menghiba-hiba.
Berhutang juga bisa menurunkan wibawa si pengutang terhadap yang
memberi hutang. Seringkali seorang yang mengutang lari terbirit-birit
begitu bertemu dengan orang yang memberi hutang. Berpapasan di jalan
pun menghindar, kalau tak sempat menghindar berpura-pura tak melihat.
Kadang si pemberi hutang hanya lewat di depan rumah pun sudah sangat
resah hati karena belum mempunyai harta untuk mengembalikan, padahal
dia hanya mau lewat saja. Berhutang itu memang sejak awal sampai akhir
tidak ada kebaikannya. Di awal kita kadang harus menghiba-hiba saat
hendak berhutang, di tengah membuat kita resah, di akhir batas waktu
50
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
51
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
52
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Memang ada yang berkata harta bukan segalanya, dan itu benar adanya.
Tetapi jika kita sampai tak berharta maka barulah kesulitan datang silih
berganti. Dicibir tetangga, ditinggalkan teman, disia-siakan dari pergaulan.
Mau bertamu dikira mau berhutang, ditagih iuran bisanya cuma
cengengesan, dimintai jajan anak bisanya mengelus dada. Sedih man!
Kang (yang) wus (sudah) ilang (hilang) piyandele (kepercayaan
dirinya),lipure (terhiburnya) mung (hanya) yen (jika) turu (tidur), lamun
(kalau) tangi (bangun) sungkawa (bersedih) malih (lagi). Yang sudah
hilang kepercayaan dirinya, terhiburnya hanya jika tidur, kalau bangun
bersedih lagi.
Hilanglah kepercayaan diri karena tak punya apa-apa lagi. Bekal bergaul
dan bersosialisasi adalah ada sedikit harta. Kalau tak berpunya jalinan
dengan sesama pun timpang. Rasa minder dan rendah diri mendera.
Akibatnya hanya lontang-lantung ke sana kemari, tak ada kegiatan yang
bisa dilakukan karena semua juga butuh biaya. Satu-satunya penghilang
jenuh hanya tidur, tapi itu pun ada capeknya juga. Kalau bangun kesedihan
datang lagi. Apalagi bangun tidur kok lapar. Aduh sedihnya!
Yaiku (itulah) ukumira (hukumannya),wong (orang) nglirwakken
(mengabaikan) tuduh (petunjuk),ingkang (yang) aran (disebut) budidaya
(berusaha). Itulah hukuman bagi orang yang mengabaikan petunjuk, yang
disebut berusaha.
Budidaya adalah upaya menggunakan budi (pikiran) dan daya (kekuatan)
untuk mengatasi masalah. Bahasa sederhanya adalah berusaha mencari
penghidupan. Bisa dengan bekerja atau berusaha, seperti dagang, bercocok
tanam, dll. Bila kita tidak bisa melakukan budidaya penderitaan akan
datang silih berganti.
Temah (hingga) papa (menderita) asor (hina) denira (dia) dumadi
(kehidupan), tan (tak) amor (bergaul) lan (dengan) sasama (sesama).
Hingga menderita, terhina kehidupannya, tak mampu bergaul dengan
sesama.
Jika orang sudah terlanjur tidak punya harta memang susah. Mau
berdagang tak punya modal, mau bertani tak punya lahan, mau bekerja
belum tentu diterima. Akibatnya rendah derajatnya di masyarakat, hina
53
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
54
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
55
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
56
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
57
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
58
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
sikap tubuh yang tidak baik atau murang tata, seperti duduk methingkrang
dengan kaki diangkat di hadapan orang. Atau gonyak-ganyuk, yakni sikap
yang tidak memakai kira-kira. Seperti mondar-mandir di hadapan orang
yang sedang duduk-duduk.
Jika kita dapat menjauhi perilaku murang tata tadi, dan sebaliknya dapat
bersikap yang sopan (trapsila) maka takkan membuat orang marah atau
jengkel.
Wicara (bicara) lus (halus) kang (yang) mardawa (lemah lembut), iku
(itu) datan (tidak) kasendhu (ditegur, dimarahi) marang (oleh) sasami
(sesama, orang lain), wong (orang) kang (yang) rumaket (akrab) ika (itu).
Bicara halus yang lemah lembut, itu takkan ditegur sesama orang, bahkan
akan membuat akrab.
Setelah bersikap manis dan sopan perilakunya maka perlu disempurnakan
dengan tutur kata yang lemah lembut. Tidak perlu berteriak-teriak, tidak
usah bersikap panasten, gampang marah atau lengus, gampang
tersinggung. Jika dapat bersikap demikian orang akan segan kepada kita
dan takkan menegur atau mengganggu, bahkan akan bersikap bersahabat
meski mungkin tidak sepaham dengan kita. Tetapi kalau kita dalam
menyampaikan pendapat bicara kasar boleh jadi orang yang sependapat
dengan kita pun malah memusuhi.
Itulah nasihat tambahan yang disampaikan kepada kita dalam bait ini oleh
sang penggubah serat Darmawasita ini. Semoga kita dapat menaati nasihat
ini. Lha wong ini nasihat yang baik kok. Tak ada salahnya menuruti. Itulah
tanda orang bijak.
60
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
61
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
62
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
63
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
64
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
sungguh menjauhkan dari dosa. Orang yang selalu memakai sikap itu akan
jauh dari dosa dan marabahaya.
Bilahi dalam bahasa Jawa sering dipakai untuk menyebut musibah, atau
bahaya yang datangnya tidak diperkirakan. Hal-hal yang demikian akan
menjadi jauh atau kemungkinan terjadinya semakin kecil jika kita selalu
ingat delapan watak tersebut. Sedangkan dosa akan menjauh karena kita
selalu menjaga diri dengan delapan watak itu. Dengan demikian sekaligus
kita mendapat penjagaan dalam dua dunia, di dunia ini dan di akhirat
nanti.
Mangkana (demikianlah) sulangipun (nalarnya, logikanya), wong (orang)
kang (yang) amrih (menginginkan) arjaning (keselamatan) dhiri (diri).
Demikianlah nalarnya, orang yang menginginkan keselamatan dirinya.
Logikanya jika kita berhati-hati akan selamat. Meski musibah datangnya
bukan atas kehendak kita dan tidak dapat kita prediksi, setidaknya jika kita
berusaha menghindarinya kemungkinan terjadinya lebih kecil. Maka kita
harus berusaha memanfaatkan celah itu, yakni berusaha menjauh dari
bencana. Dalam hal ini yang dibicarakan adalah bencana yang diakibatkan
oleh perbuatan orang lain. Dengan bersikap baik seperti telah diuraikan
dalam bait sebelumnya hal itu dapat dikurangi.
Yeku (itulah) pangolahira (pelatihanmu), batin (batin) lahiripun
(lahirnya). Itulah cara melatihnya, secara lahir dan batin.
Sebuah sikap baik tidak akan muncul tiba-tiba hanya oleh kehendak baik
semata-mata. Diperlukan latihan dan pembiasaan. Secara lahiriah tubuh
kita yang berlatih agar terbiasa sehingga tidak canggung. Secara batiniah
hati kita yang harus dibiasakan tulus, ikhlas dalam berbuat dan menjauhi
pamrih. Bahkan dalam hal-hal yang efeknya nyata, seperti ketika sedang
bekerja mencari upah, tetap harus disertai rasa ikhlas, agar kita tidak
mengharap balasan dari orang lain. Karena sesungguhnya orang lain hanya
lantaran atau perantara dari rejeki yang Tuhan berikan.
Ing (di) lahir (lahir) grebaning (menguasai) basa (bahasa), yeka (yaitu)
aran (disebut) kalakuwan (perilaku) ingkang (yang) becik (baik),
margane (jalan) mring (menuju) utama (keutamaan). Dalam hal lahir
menguasai tatabahasa,( batinnya) yaitu disebut perilaku yang baik. Itulah
jalan menuju keutamaan.
65
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Salah satu pelatihan lahirnya adalah menguasai bahasa yang baik, belajar
bertutur sopan dan lemah lembut. Ini pun tidak mudah jika tidak
dibiasakan sejak kecil. Berbuat baik memang sebuah usaha keras yang
memerlukan waktu panjang, namun tidak ada kata terlambat untuk
memulai. Jika sekarang belum bisa, mulai lakukanlah agar kelak terbiasa.
Dari sisi batin harus dilatih juga keikhlasan hati. Ini juga sulit kalau tidak
dilatih. Kadang ada saja alasan untuk menggagalkan niat baik. Namun jika
kita memakai sarana berlatih lahir dan batin akan lebih mudah dicapai.
Misalnya jika hati belum sanggup berikhlas untuk sedekah, paksakan agar
tangan kita terulur. Mulai sedikit demi sedikit, sehingga kalau sudah
menjadi terbiasa tangan dan hati berlomba mendahului.
66
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
67
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
68
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
69
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
PUPUH KEDUA
KINANTHI
70
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
71
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
73
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
dalam ranah rumah tangga. Pengantar ini perlu kami sampaikan agar tidak
timbul kesan bias gender, karena petuah kepada wanita terkesan lebih
banyak dalam bait-bait mendatang.
74
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
75
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
dihargai) nglaki (seorang lelaki). Dan ada lagi nasihat, yang membuat
seorang istri dihargai suami.
Bait ini secara khusus menyebut nasihat bagi seorang istri agar dihargai
oleh suaminya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang istri
sebagaimana disebut dalam gatra berikut ini.
Dudu (bukan) guna (guna-guna) japa mantra (mantera-mantera), pelet
(pemikat) dhuyung (minyak dhuyung) sarat (jimat) dhesthi (santhet).
Bukan guna-guna, matera-mantera, pelet pemikat, pengasihan minyak
duyung, jimat dan santet.
Dalam gatra ini disebut berbagai alat klenik yang sering dipakai oleh
wanita yang tidak baik. Guna-guna adalah ritual yang ditujukan kepada
laki-laki agar sayang kepada seorang perempuan. Japa mantra berupa
rapal-rapal yang harus dibaca agar seorang lelaki jatuh cinta padanya.
Pelet berupa benda yang harus dipakai, seperti minyak dhuyung, dengan
tujuan sama. Sarat adalah benda yang mesti dipakai sebagai jimat. Dhesthi
atau santet adalah rekayasa jarak jauh melalui ritual-ritual dengan tujuan
seperti di atas.
Namun yang membuat wanita dihargai oleh suami bukan itu semua.
Memang ada beberapa mitos di masyarakat yang menyebut kasiat dari
berbagai macam jenis klenik di atas. Namun dalam rumah tangga semua
hal itu sesungguhnya tidak berguna.
Dalam rumah tangga seorang istri dan suami akan bergaul dalam waktu
yang lama. Masing-masing tidak dapat menutupi kelemahanya, sehingga
kesan sesaat seperti yang ditampilkan dalam berbagai ajian klenik dan
japamantra di atas takkan mujarab. Kalaupun misalnya mujarab untuk
suatu masa, maka tidak akan langgeng. Lama-lama akan memudar juga.
Rumah tangga yang dibangun di atas cinta dari hasil guna-guna akan
segera bubar. Jangan buang-buang waktu untuk memakai semua itu.
Dumunung (letaknya) neng (pada) patrapira (kelakuanmu), kadi
(seperti) kang (yang) winahya (dinyatakan) iki (ini). Letaknya pada
kelakuanmu, seperti yang dinyatakan ini.
Yang membuat suami menghargai istri adalah kelakuannya, akhlaknya,
perilakunya sehari-hari. Itulah yang membuat cinta suami takkan luntur
selamanya, kecuali kalau suaminya yang tiba-tiba oon. Hatinya mendua
76
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
77
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Jika istri sudah mantap dalam berumah tangga, pasrah dan menurut maka
cinta suami akan semakin bertambah dan tak lekang oleh waktu dan
godaan. Tapi apakah cinta itu? Saya takkan menjelaskan. Saya percaya
Anda semua lebih paham dari saya.
Yen (kalau) temen (bersungguh-sungguh) den (di) andel (percaya) nglaki
(suami). Kalau bersungguh-sungguh akan dipercaya oleh suami.
Istri yang sungguh-sungguh dalam melakukan semua hal di atas akan
dipercaya suami. Di manapun suami berada dia takkan khawatir. Di rumah
merasa nyaman, diluar merasa tenang. Sungguh sebuah relasi yang indah
nan ideal. Upayakan selalu. Itu bukan hal yang mustahil.
78
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
79
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Ini perlu diketahui oleh seorang yang akan atau sedang menjalani
kehidupan rumah tangga. Agar tidak salah mengejar sesuatu yang dikira
akan membuat rumah tangganya bahagia, tetapi justru malah
menghancurkannya.
Mung (hanya) nurut (menurut) nyondhongi (mendukung)
karsa(kehendak), rumeksa (menjaga) kalayan (dan) wadi (rahasia).
Hanyalah menurut mendukung kehendak (suami), menjaga dan
merahasiakan (keadaan rumah tangga).
Memang sudah menjadi kodrat alam bahwa laki-laki adalah pemimpin
rumah tangga. Agar sebuah rumah tangga dapat berjalan sesuai rel yang
benar maka diperlukan sebuah komandan yang perintah dan kehendaknya
harus diturut. Dan laki-lakilah komandannya itu. Jadi sudah seharusnya
apabila para istri menurut dan mendukung setiap kehendak suami apabila
suami sudah mengambil keputusan. Hal ini lebih baik bagi
keberlangsungan rumah tangga itu.
Selain dari itu, tugas istri adalah menjaga rahasia segala sesuatu yang
terjadi dalam rumah tangga. Tidak perlu pamer apa yang dipunyai, tidak
perlu curhat dan mengeluh apa yang tidak dipunyai karena itu adalah
rahasia dapur yang mesti dijaga.
Juga tidak perlu dinamika rumah tangga diumbar ke luar, apalagi di-
sharing di medsos. Selain tidak ada gunanya juga mengundang
pergunjingan dan cemooh saja, sedangkan solusinya tak didapat.
Lha kalau begitu enak dong suami? Tidak benar demikian. Bagi suami
yang waras posisi ini disadari penuh tanggung jawab dan resiko. Maka dia
seharusnya mempelajari tentang segala sesuatu sebelum memutuskan
perkara. Peran yang besar ini juga memikul serta sebuah hukuman yang
pedih jika disalahgunakan. Apalagi jika dipakai untuk mengibuli istrinya
dengan berbagai dalih, entah dalih kemaslahatan atau dalih-dalih surgawi
lainnya. Woiii..... celakalah suami pethuk bin oon seperti itu.
80
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
81
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
perlu diurai, yakni nurut dan nyondhongi karsa. Pada dua bait ini akan
diuraikan secara lebih jelas makna dari keduanya. Maka kajian dua bait ini
kami satukan karena topiknya bersinambungan.
Basa (bahasa, arti) nurut (menurut) karepipun (maksudnya), apa
(apapun) sapakoning (segala perintah) laki (suami), ingkang (yang) wajib
(wajib) lineksanan (dilaksanakan). Arti dari menurut maksudnya, apapun
yang diperintahkan suami, wajib dilaksanakan.
Menurut berarti melakukan segala perintah. Bisa saja perintah itu dia
sukai, tidak dia sukai atau semula tidak dia setujui. Namun jikalau sudah
menjadi keputusan suaminya maka seorang istri wajib melaksanakan.
Tan (tidak) suwala (membangkang) lan (dan) baribin (banyak kata).
Lejaring (gembira) netya (raut muka) saranta (bergegas), tur (bahkan)
rampung (selesai) tan (tidak) pindho (mengulang) kardi (pekerjaan).
Tidak membangkang dan banyak kata. Gembira rautmukanya dan
bergegas, bahkan selesai tidak perlu diulang pekerjaannya.
Dalam menjalankan perintah itu tidak boleh ada unsur membangkang, atau
setengah membangkang, yakni melaksanakan dengan ogah-ogahan. Tidak
boleh juga melaksanakan dengan disertai dengan banyak kata atau
ngedumel. Arti ngedumel adalah berkata-kata lirih seolah ditujukan kepada
diri sendiri padahal maksudnya biar didengar oleh yang memberi perintah
sebagai tanda keengganan.
Raut muka ketika melaksanakan perintah harus gembira dan bergegas,
menunjukkan bahwa dia senang hati menjalankan perintah itu. Kemudian
pekerjaan yang diperintahkan itu dilaksanakan dengan sempurna tanpa
perlu diulang lagi.
Dene (adapun) condhong (mendukung) tegesipun (artinya), ngrujuki
(menyetujui) karsaning (kehendak) laki (suami). Adapun mendukung
artinya, menyetujui kehendak suami.
Segala yang sudah diputuskan suami harus disetujui karena suami adalah
pemegang kata akhir. Dalam sebuah keputusan suami ada
pertanggungjawabannya kelak, sedangkan dalam pendapat istri tidak ada
hal seperti itu. Oleh karena itu demi keberhasilan rumah tangga tak ada
kata lain bagi istri selain mendukung keputusan suami. Dukungan itu harus
dilakukan dengan sepenuh hati, tidak boleh setengah-setengah.
82
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
83
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
84
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
85
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
86
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
87
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Yen (kalau) kalair (terlihat) dadya (menjadi) ala (buruk), saru (tak elok)
tuwin (serta) anglingsemi (membuat malu). Kalau terlihat menjadi
keburukan, tidak elok serta membuat malu.
Saya kira tidak perlu dicontohkan Anda semua pasti paham apa yang
dimaksud wadi ini. Setiap orang atau keluarga pasti punya hal-hal yang
tidak pantas diungkap ke publik. Rahasia rumah tangga itu tidak ada
manfaatnya jika diketahui orang lain, malah bisa membuat keburukan,
menimbulkan fitnah, mendatangkan gunjingan dan olok-olok. Ini akan
membuat malu yang bersangkutan.
Marma (karena itu) sira (engkau) den (hendaklah) abisa (yang bisa),
nyimpen (menyimpan) wadi (rahasia) ywa (jangan sampai) kawijil
(keluar). Karena itu engkau hendaklah yang bisa, menyimpan rahasia
jangan sampai keluar.
Wadi merupakan “aurat” dari rumah tangga yang harus ditutup rapat
sehingga orang lain jangan sampai tahu. Juga tidak elok dan tidak pantas
bagi orang lain untuk melihat rahasia keluarga lain. Maka selain harus
menjaga agar rahasia keluarga tidak bocor keluar rumah, juga tidak perlu
kita mengintip-intip rahasia keluarga lain. Dalam hal ini wahai para istri,
yang pasti sangat mengetahui seluk-beluk rumah tangganya sendiri, harap
memperhatikan ini!
Bait ke-22 ini merupakan akhir dari pupuh Kinanthi yang berisi anjuran,
nasihat, petuah dan pesan untuk para istri dalam menjalani dan menjaga
keberlangsungan rumah tangga. Secara keseluruhan pupuh ini
menguraikan tuntutan sifat dan perilaku yang berat bagi para istri. Yang
demikian karena tugas seorang istri dalam rumah tangga memang tugas
yang berat dan agung. Sering dikatakan secara majazi bahwa tiang
keluarga adalah istri. Jika istri baik, baiklah rumah tangganya, jika istri
buruk, buruklah sebuah rumah tangga.
Peran yang agung itulah yang membuat penggubah serat ini begitu
mewanti-wanti para wanita dengan berbagai nasihat dan anjuran yang
berat, seberat tugas yang akan diembannya nanti.
Sekian kajian pupuh Kinanthi serat Darmawasita, selanjutnya kajian kita
akan beranjak ke pupuh Mijil.
88
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
PUPUH KETIGA
MIJIL
89
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
90
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Untuk persoalan pegawai, di gatra ini disebut sebagai abdi. Ini berkaitan
dengan sistem sosial yang berlaku pada saat itu. Yakni seorang pembesar
yang mempunyai kedudukan biasanya mempunyai pegawai yang sifatnya
mengabdi di situ. Para abdi ini bisa merupakan orang yang suwita atau
belajar, bisa juga abdi tetap yang sudah diterima sebagai pengurus rumah
tangga. Maka berlakukan gaji dan pemberian atas mereka. Nah yang
begini juga harus diperhatikan seorang istri.
Den (agar) angati-ati (berhati-hati), ing (saat) sadurungipun
(sebelumnya). Agar berhati-hati, pada saat sebelumnya.
Karena besar dan beratnya tugas seorang istri, maka perlu sangat berhati-
hati sebelum menjalankan semua tugas itu. Dengan kata lain perlu kehati-
hatian seorang wanita sebelum menerima pinangan seorang laki-laki
karena tugas seorang istri memang sangat berat.
Tinampanan (terimalah) waspadakna (perhatikan) dhingin (dahulu),
solah bawaning (tindak-tanduk) wong (orang), ingkang (yang) bakal
(akan) winengku (memperistri) dheweke (dirinya). Terimalah dan
perhatikan dahulu, tindak-tanduk orang, yang akan memperistri dirinya.
Terimalah apa adanya, dan perhatikan dahulu tindak-tanduk orang yang
akan memperistrimu. Meski dalam gatra ini disebut bakal winengku
dheweke, yang berarti akan diperistrinya tetapi konteks nasihat ini
ditujukan kepada seorang wanita, sehingga saya lebih memilih
menerjemahkan sebagai memperistri dirinya. Apalagi kata wengku secara
leksikal tidak selalu harus berarti memperistri, bisa juga berarti menjaga
aau mengelola rumah tangga.
Maksud dari gatra ini adalah apabila seseorang telah menerima tanggung
jawab sebagai istri, terimalah segala keadaan suami dan perhatikan tindak-
tanduk suaminya itu.
Miwah (serta) watak (watak) pambekane (tabiatnya) sami (juga),
sinuksma (dijiwai) ing (dalam) batin (batin), sarta (serta) dipunwanuh
(dipahami). Serta watak dan tabiat suami, dijiwai dalam batin, serta
dipahami.
Tujuan dari memperhatikan tindak-tanduk tadi adalah agar si istri
mengenal watak dan tabiat dari suaminya tersebut. Dalam serat Wulangreh
disebutkan bahwa tindak-tanduk seseorang akan menjadi penanda dari
92
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
93
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
94
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
96
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Ywa (jangan) kongsi (sampai) baribin (ribut), saru (tak elok) yen (kalau)
rinungu (didengar). Jangan sampai terjadi ribut, tak elok kalau didengar.
Namun membicarakannya jangan sampai timbul keributan. Apalagi
sesama istri kadang tidak akur dan bekerja sama. Maka harus diperhatikan
dalam hal ini agar semua sama-sama tidak kecewa. Bicarakan dengan
tenang dan tidak ribut. Malu kalau sampai terdengar orang gara-gara
rebutan jatah suami. Si suami bisa-bisa GR kalau begitu caranya.
Mbokmanawa (barangkali) lingsem (malu) temah (hingga) runtik (sakit
hati), dadi (menjadi) tan (tidak) pantuk (mendapat) don (yang dimaksud).
Barangkali merasa malu hingga sakit hati, menjadi tak didapat yang
dimaksud.
Jangan sampai pembicaraan itu membuat malu hingga sakit hati diantara
para madu. Jika demikian maka yang diinginkan malah tidak didapat.
Memang sulit dibayangkan bagaimana seorang suami rapat dengan para
istrinya untuk membicarakan jatah bermalam, tetapi hal itu memang harus
dilakukan. Kalau tidak justru bisa menimbulkan kecemburuan di antara
mereka. Apalagi para istri kadang saling bersaing meraih kasih sayang
suami. Inilah yang harus dijaga, jangan sampai poligami yang bisa
mendatangkan nikmat berlipat malah membuat masalah baru.
Dene (adapun) lamun (bila) ingulap (terlihat) netyane (raut wajah), datan
(tak terlihat) rengu (kecewa) lilih (mereda) ing penggalih (hatinya),
banjurna (lanjutkan) denangling (percakapan) lawan (dengan) tembung
(perkataan) alus (halus). Adapun bila terlihat raut wajahnya, tak terlihat
kecewa dan mereda hatinya, lanjutkan percakapannya, dengan perkataan
yang halus.
Dalam rapat terbatas tersebut hendaklah masing-masing dalam keadaan
tenang, lihatlah situasinya dahulu. Jika terlihat raut wajah tidak kecewa
dan tidak marah maka lanjutkan pembicaraannya, dengan perkataan yang
halus dan penuh keakraban. Bagaimanapun mereka semua satu keluarga
yang sudah seharusnya saling mengasihi.
Anyuwuna (mintalah) wulang (petunjuk) wewalere (larangan), nggonira
(cara engkau) lelados (melayani). Mintalah petunjuk tentang larangan,
cara engkau melayani (suami).
97
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Juga dalam pelayanan kepada suami, mintalah petunjuk kepada suami apa
saja yang dia larang, yang tidak disukainya, apa saja yang diinginkannya.
Hal ini lebih baik ditanyakan daripada salah dalam melayani.
Lawan (dan) endi (mana saja) kang (yang) den (di) wenangake
(wewenang), marang (terhadap) sira (engkau) wajibing (kewajiban)
pawestri (istri). Dan mana saja yang diberi wewenang, kepadamu sebagai
kewajiban seorang istri.
Juga mana saja, hal-hal apa saja yang dibolehkan dan diberi wewenang
kepadamu dalam menjalankan kewajiban sebagai istri.
Anggonen (pakailah) salami (selamanya), dimen (agar) aja (jangan, tidak)
padu (bertengkar). Pakailah selamanya, agar jangan sampai bertengkar.
Jika sudah mengetahui dengan jelas beserta detailnya sesuai dengan uraian
di atas, maka ingat-ingatlah dan pratikkan dalam hidupmu, selamanya.
Agar keluargamu jauh dari pertengkaran.
Inilah tiga bait nasihat bagi wanita yang ingin meraih kenikmatan berlipat
bersama dengan suami mereka. Nasihat ini hanya khusus bagi calon-calon
bidadari dunia. Bagi yang tidak sekualifikasi itu, lebih baik mundur saja
daripada makan hati.
98
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
99
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
(milik), priya (suami) lamun (bila) durung (belum) den (di) lilani (beri
ijin). Sebab ketahuilah menurut hukum Kanjeng Nabi, jikalau seorang
istri, tidak berwenang mengakui milik, suami bila belum diberi ijin.
Yang dimaksud dengan kukume jeng Nabi adalah hukum Islam yang
tertera dalam kitab fikih dan difatwakan oleh mufti kerajaan.
Barang-barang, kekayaan milik suami sebelum menikah bukan menjadi
milik istri, kecuali apabila suami telah memberikan ijin untuk
mengelolanya atau mempergunakannya untuk kepentingan keluarga.
Mangkono (dmikian juga) wong (seorang) laki (suami), tan (tak) wenang
(berwenang) andhaku (memiliki), mring (terhadap) gawane (bawaan)
wong (seorang) wadon (istri) kang (yang) asli (asli). Demikian juga bagi
suami, tak berwenang mengakui, terhadap harta bawaan seorang istri
yang asli (miliknya sendiri).
Bagi suami pun demikian, tidak boleh mengakui atau mengklaim harta
istri sebagai miliknya. Yang dimaksud di sini adalah harta istri yang
dibawa ketika mengikuti suami yang asalnya dari miliknya sendiri.
Tan (tak) kena (boleh) denemor (dicampur), lamun (kalau) durung
(belum) ana (ada) palilahe (persetujuan). Tak boleh dicampur, ketika
belum ada persetujuannya.
Harta istri tidak boleh digabung dengan harta suami sebelum ada
persetujuannya. Hal ini adalah merupakan hak dari masing-masing apabila
saling tidak memcampurkan harta mereka.
Yen (kalau) sajroning (dalam masa) salaki sarabi (berumah tangga),
wimbuh (bertambah) raja ta di (harta kekayaan), iku (itu) jenengipun (ada
namanya). Kalau dalam masa berumah tangga, bertambah harta
kekayaan, maka itu ada namanya sendiri.
Harta yang diperoleh keduanya selama menjalani rumah tangga harus juga
dipisahkan karena ada namanya sendiri, yakni yang disebut gono-gini.
Penjelasan lebih lanjut tentang gono-gini akan diuraikan dalam kajian
berikutnya.
100
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
sandang pangan.
102
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
104
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
106
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
107
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
oleh istri utama. Yang demikian itu memang praktik-praktik yang terjadi
pada saat itu. Terhadap hal tersebut marilah kita ambil yang bermanfaat
untuk kehidupan kita. Dalam serat ini terkandung banyak nasihat yang
benar dan berguna, namun juga ada beberpa hal yang sudah tidak cocok
untuk diterapkan di zaman ini. Marilah kita pilahkan dan kita ambil yang
bermanfaat saja, adapun yang tak berguna selayaknya kita tinggalkan.
108
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
109
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
(kecewa) ing (dalam) batine (hatinya). Supaya tidak dianggap, istri yang
sombong, barangkali ada kekecewaan (dalam hati suaminya).
Piwulang Jawa memang mendudukkan istri sebagai pihak yang pasif,
tetapi lebih tepat jika dikatakan aseptif. Dalam budaya Jawa wanita
diibaratkan sebagai tanah, siap sedia menerima apapun yang jatuh padanya
tanpa protes. Jangankan kok protes bahkan segala kekotoran yang jatuh
padanya akan dibersihkan dengan perlahan-lahan.
Maka tuntunan dalam bait sebelumnya selaras dengan filosofi ini.
Menyerahkan rincian proposal pekerjaan dan kemudian menunggu
perintah selanjutnya. Inisiatif lebih lanjut tidak disarankan karena akan
mengesankan sebagai wanita yang sumangguh. Arti kata sumangguh
adalah sok bisa, sok mampu dan terlalu semangat dalam menerima
perintah sehingga terkesan mempunyai ambisi tertentu. Yang demikian itu
tidak patut menurut budaya Jawa. Yang baik menjadi wanita adalah jinak-
jinak merpati, seperti tak butuh tetapi menjaga jarak agar tetap dekat dan
selalu siap.
Bêcik apa (apa baiknya) ginrayangan (diduga-duga) melik (mempunyai
pamrih), mring (terhadap) kayaning (harta) laki (suami), tan (tidak) yogya
(seyogyanya) satuhu (demikian itu). Apa baiknya diduga-duga
mempunyai pamrih , terhadap harta suami? Tidak seyogyanya demikian
itu.
Sikap yang terlalu aktif akan berkesan mempunyai pamrih, seolah hendak
menguasai harta suami. Sikap yang demikian seyogyanya dihindari. Tidak
elok dan tidak sesuai dengan adat budaya Jawa. Maka menjadi seorang
istri memang harus pandai-pandai menutupi perasaan, agar gejolak hati
tidak nampak vulgar dan terkesan murahan. Ini berlaku dalam hal apa saja,
tidak melulu soal harta.
Ing sanadyan (walaupun) lakinira (suamimu) bêcik (baik), momong
(mengemong) mring (kepada) wong wadon (istri), wekanana (berjaga-
jagalah) kang (yang) mrina (tidak terima) liyane (lainnya). Walaupun
suamimu baik, dapat ngemong kepda istri, tetapi berjaga-jagalah
terhadap yang lain yang tak bisa menerima.
Karena hidup dalam keluarga bersama suami selalu melibatkan banyak
orang, termasuk keluarga dan saudara suami, istri-istri selir jika ada, atau
110
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
madu-madu yang lain. Walau sang suami baik hati dan pandai ngemong
istri tetapi harus tetap berjaga-jaga kalau-kalau saja ada pihak lain yang
tidak terima.
Hal yang demikian itu harus dijaga dan diingat selalu agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang berakibat kurang harmonisnya hubungan antara
anggora keluarga besar.
Jêr (karena) manungsa (manusia) datan (tidak) nunggil (satu) kapti
(keinginannya), ana (ada) ala (buruk) bêcik (baik), ing (dalam)
panêmunipun (pendapatnya). Karena manusia tidak bisa satu kemauan,
ada yang buruk dan baik, dalam pendapatnya.
Antara satu anggota keluarga dengan yang lain sering tidak bisa satu
kemauan, oleh karena itu tetap diperlukan sikap hati-hati dalam bergaul
dengan mereka. Ada kalanya pendapat kita cocok, ada kalanya tidak, ada
yang menanggapi dengan baik, ada juga yang menjadi tidak berkenan. Hal
itu wajar mengingat manusia bebas berpendapat. Yang harus dijaga adalah
jangan sampai terkesan memaksakan kehendak. Maka di sinilah sikap-
sikap pasif atau menunggu seperti di atas menjadi sikap yang ideal bagi
seorang istri.
Itulah sepenggal nasihat yang mungkin sedikit darinya dapat kita ambil
pelajaran. Tak harus diterapkan sama persis karena kondisinya juga sudah
berubah. Ambil saja pelajaran moralnya, bahwa bagi seorang istri sikap
yang baik adalah menunggu sambil besiap-siap. Begitu ada kode,
langsung yesss...!
111
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
112
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
akur dengan orang lama itu sebuah keberuntungan, mereka bisa dimintai
pertimbangan dalam mengelola keluarga.
Demikian kehati-hatian sikap yang harus dijaga oleh seorang istri baru di
dalam keluarga suaminya. Semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita
semua.
114
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
115
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
(kepada) sira (kamu) ora (tidak) walangati (khawatir), iku (itu) sira
(engkau) lagi (baru), ngêtrap (menerapkan) pranatanmu (peraturanmu).
Kalau sudah memuat dam meliputi semua yang dipikirkan, orang di dalam
situ, dan sudah telahir kepercayaan, kepadamu tiada kekhawatiran (lagi),
barulah engkau, menerapkan peraturanmu.
Sesudah tercakup semuanya dalam catatan proposal yang diajukan kepada
suami dan mendapatkan kerelaan dari yang biasa mengelola rumah tangga
itu, sudah dipercaya sepenuhnya tanpa ada rasa kekhawatiran padamu,
tibalah saatnya untuk menerapkan aturanmu itu.
Dalam rumah tangga jaman dahulu jika dari pihak laki-laki seorang
bangsawan keperluannya akan banyak sekali. Seorang istri mungkin hanya
akan mengurusi sebagian dari semua keperluan itu, sebagian lainnya
mungkin akan diurusi istri yang lain. Maka perlu ditegaskan dahulu apa
yang menjadi amanat baginya, dicatat dan dimintakan persetujuan, setelah
semua jelas dan mendapat kepercayaan barulah dilaksanakan.
Dalam rumah tangga modern yang mempraktikan poligami tatakrama
yang demikian juga diperlukan agar tidak tumpang tindih dengan
pekerjaan istri yang lain. Semua mesti dirundingkan dan disepakati
bersama terlebih dahulu.
Dalam rumah tangga modern yang monogami perihal kesepakatan itu
mungkin lebih sederhana prosesnya, namun tetap diperlukan juga beberapa
kesepahaman. Apalagi kultur Jawa walau sudah berumah tangga peran
orang tua masih dominan. Kepada merekalah kita harus minta saran dan
pertimbangan. Ada juga beberapa kasus orang tua (terutama dari pihak
suami) yang masih memantau cara-cara anak mereka mengurus rumah
tangganya, bahkan suka mencampuri urusan mereka. Maka si anak
(menantu perempuan) harus bisa berkomunikasi yang baik dengan
mertuanya.
Setelah semua sepakat dan sepaham barulah aturan yang diajukan si istri
tadi diterapkan sebagai penyelenggara urusan rumah tangga, yang
kepadanya telah diserahkan wewenang penuh.
Wêwatone (dasar pedoman) nyôngga (mencukupi) sandhang (sandang)
bukti (pangan), nganakkên (menyelenggarakan) kaprabon (urusan dalam
rumah tangga), jalu (laki-laki) èstri (perempuan) sapangkat-pangkate
116
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
demikian sebaiknya kita abaikan. Niat kita adalah belajar dari leluhur agar
dapat mencontoh yang baik-baik dari mereka. Adapun yang tidak baik
sudah sepantasnya kita tinggalkan. Begitulah cara kita menghormati
leluhur, menyempurnakan apa yang kurang dari mereka dan melestarikan
apa yang sempurna.
TAMMAT.
118
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita
Tentang Penulis
120