Anda di halaman 1dari 129

Bambang Khusen Al Marie

Kupas Tuntas

Ajaran Sri Mangkunagara IV

Tentang Rumah Tangga

Kajian Serat Warayagnya dan Darmawasita

i
ii
KATA PENGANTAR

Dibendelnya dua kajian serat klasik Warayagnya dan Darmawasita


bertujuan untuk menyajikan secara utuh pandangan Sri Mangkunagara IV
tentang kehidupan rumah tangga. Warayagnya lebih bersifat sebagai
anjuran moral yang normatif. Sedangkan Darmawasita lebih detail dan
teknis. Diharapkan keduanya dapat saling melengkapi.
Manusia sebagai makhluk tetaplah sama kodratnya sejak zaman azali.
Oleh karenanya ada banyak nasihat dalam serat ini yang masih berguna
untuk diterapkan. Namun tak dipungkiri bahwa zaman terus berubah. Ada
beberapa hal teknis yang harus menyesuaikan. Konsekuensinya, ada
beberapa hal dalam dua serat ini yang mesti dimaknai ulang, bahkan ada
beberapa bagian yang mesti ditinggalkan.
Tujuan mempelajari karya klasik bukanlah untuk mengikuti secara
membabi buta. Manusia itu terus berpikir. Namun berpikir sendirian juga
tak mungkin karena dunia ini begitu luas. Para leluhur dari berbagai
golongan, cendekiawan, para tokoh ummat, para pelaku sejarah, semua
memberi kontribusi masing-masing sesuai kapasitasnya. Kita manusia
yang lahir di zaman akhir tinggal merawat warisan hal-hal baik dari
mereka.
Dalam buku ini kami sajikan salah satu warisan budaya itu. terserah
pembaca yang hendak mengambil bagian mana yang sesuai dengan
keperluannya.
Salam.

Bambang Khusen Al Marie

iii
DAFTAR ISI

BAGIAN PERTAMA: SERAT WARAYAGNYA 1

Kajian Warayagnya (1): Pambuka Warayagnya 2


Kajian Warayagnya (2): Aywa Ninggal Nalar Lan Kukum 4
Kajian Warayagnya (3): Aywa Kaseseng Kayun 8
Kajian Warayagnya (4): Aywa Ninggal Iktiyaring Gesang 11
Kajian Warayagnya (5): Becik Apa Cinacad Sasama 14
Kajian Warayagnya (6): Patang Prakara Dadi Kaduwung 17
Kajian Warayagnya (7): Arabiya Jalaran Kang Becik 21
Kajian Warayagnya (8): Patang Prakara Mulya 24
Kajian Warayagnya (9): Bobot, Bebet, bibit 27
Kajian Warayagnya (10): Catur Prakara Pinilih 31

BAGIAN KEDUA; SERAT DARMAWASITA 34

PUPUH DHANDHANGGULA 35
Kajian Darmawasita (1): Pambuka Darmawasita 36
Kajian Darmawasita (2): Pinesthi Ing Kodrating Jejodhowan 38
Kajian Darmawasita (3): Asthagina (delapan manfaat) 41
Kajian Darmawasita (4;5): Asthagina Kawedhar 43
Kajian Darmawasita (6): Aja Tuman Utang Lan Silih 48
Kajian Darmawasita (7): Lara Tininggal Arta 52
Kajian Darmawasita (8): Becik Tetep Anggaota 55
Kajian Darmawasita (9): Tri Patraping Agesang 58
Kajian Darmawasita (10): Jangkeping Patrap Agesang 61
Kajian Darmawasita (11): Pangolahing Lahir Batin 64
Kajian Darmawasita (12): Pepuntone Catur Prakara 67

PUPUH KEDUA: KINANTHI 70


Kajian Darmawasita (13;14): Watak Pasuwitan Jalu-Estri 71
Kajian Darmawasita (15;16): Margane Kanggep Nglaki 75
iv
Kajian Darmawasita (17): Ugere Wong Palakrama 79
Kajian Darmawasita (18;19): Margane Kanggep Nglaki 81
Kajian Darmawasita (20;21): Rumeksa Arta-Sarira 84
Kajian Darmawasita (22): Den Bisa Nyimpen Wadi 87

PUPUH KETIGA: MIJIL


Kajian Darmawasita (23;25): Den Wanuh Watak Pambekanipun 90
Kajian Darmawasita (26;28): Reh Pamanduming Wanci 95
Kajian Darmawasita (29;30): Reh Rajatadi 99
Kajian Darmawasita (31;33): Reh Gana Gini 101
Kajian Darmawasita (34;36): Tinampan Kanthi Slesih 105
Kajian Darmawasita (37;38): Wekanana Samukawis 109
Kajian Darmawasita (39;40): Mrih Trimaning Ati 112
Kajian Darmawasita (41;42): Wanci Ngetrap Pranatan 115

v
Transliterasi Arab ke Latin

Untuk kata-kata Arab yang ditulis dalam huruf latin dan diindonesiakan,
tulisan ini memakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Disempurnakan. Untuk kata-kata yang belum diindonesiakan bila ditulis
dalam huruf latin mempergunakan transliterasi sebagai berikut:

‫ = ا‬a, i, u ‫=ر‬r ‫ = غ‬gh


‫=ب‬b ‫=ز‬z ‫=ف‬f
‫=ت‬t ‫= س‬s ‫=ق‬q
‫ = ث‬ts ‫ = ش‬sy ‫=ك‬k
‫=ج‬j ‫ = ص‬sh ‫=ل‬l
‫=ح‬h ‫ = ض‬dl ‫=م‬m
‫ = خ‬kh ‫ = ط‬th ‫=ن‬n
‫=د‬d ‫ = ظ‬dh ‫=ؤ‬w
‫ = ذ‬dz ‫‘=ع‬ ‫=ه‬h
‫=ي‬y

vi
Transliterasi Jawa ke Latin

Transliterasi kata-kata Jawa yang ditulis dalam hurf latin adalah sebagai
berikut.
= Ha = Da = Pa = Ma
= Na = Ta = Dha = Ga
= Ca = Sa = Ja = Ba
= Ra = Wa = Ya = Tha
= Ka = La = Nya = Nga

vii
viii
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

BAGIAN PERTAMA

SERAT WARAYAGNYA

Karya KGPAA Sri Mangkunagara IV

Terdiri dari 10 bait tembang yang dirangkai dalam


satu Pupuh Dandang Gula

Berisi nasihat bagi para jejaka yang hendak memilih pasangan hidup.
Warayanya berasal dari kata wara yang artinya wanita pilihan, dan kata
yanyana artinya budi. Nasihat ini adalah untuk memilih wanita yang
berbudi.

1
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (1): Pambuka Warayagnya


Bait ke-1, Pupuh Dandhang Gula, Serat Warayagnya:
Warayagnya wedaring palupi,
pinandara macapat sarkara,
ing nalika panitrane,
senen ping kalihlikur,
sasi saban dhestha be warsi,
sang kala nyatur slira,
mumulang mering sunu,
jeng gusti pangran dipatya,
aryaprabu prangwadana kang amarni,
winahya mring pra putra.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Serat Warayagnya ini memaparkan suri tauladan
yang dituangkan dalam bentuk tembang Macapat Dandhang Gula.
Kala waktu penulisan serat ini:
Senin, hari ke-22,
bulan Saban, dhestha tahun Be.
Sangkala: nyatur slira,
mumulang mering sunu (1784 Jawa)
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Arya Prabu Prangwadana yang menggubah.
Ditujukan kepada para putra (anak muda).

Kajian per kata:


Warayagnya (warayagnya, nama serat ini) wedaring (memaparkan)
palupi (suri tauadan), pinandara (dituangkan) macapat (dalam macapat)
sarkara (Dhandhang Gula). Serat Warayagnya ini memaparkan suri
tauladan yang dituangkan dalam bentuk tembang Macapat Dandhang
Gula.
Kebiasaan jaman kuna memang menyampaikan sesuatu lewat tembang.
Selain indah di dengar juga akan berkesan mendalam, sehingga tak mudah
dilupakan. Serat ini memakai tembang Macapat Dhandhang Gula yang
terdiri dari 10 gatra. Berirama syahdu, Dhandhang Gula sangat sesuai jika

2
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dipakai menyampaikan pesan. Warayanya berasal dari kata wara yang


artinya wanita pilihan, dan kata yanyana artinya budi. Nasihat ini adalah
untuk memilih wanita yang berbudi.
Ing (pada) nalika (waktu) panitrane (penulisannya), senen (senin) ping
(ke) kalihlikur (22), sasi (bulan) saban (ruwah) dhestha (bulan ke-11) be
(Be) warsi (tahun). Kala waktu penulisan serat ini: Senin, hari ke-22,
bulan Saban, dhestha tahun Be.
Tanggal penulisan serat warayagnya ini adalah: Senin tanggal 22 (saban)
Ruwah, dan bertepatan dengan mangsa dhestha tahun Be.
Sang kala (penanda tahun): nyatur (menceritakan) slira (diri sendiri)
mumulang (untuk mengajarkan) mering (pada) sunu (anak-cucu). Secara
harfiah berarti menceritakan diri sendiri untuk mengajarkan pada anak-
cucu.
Menurut Maryono Dwiraharjo dalam Sengkalan Dalam Budaya Jawa,
kalimat: nyatur slira mumulang mering sunu, merupakan candrasengkala
yang bermakna tahun 1784 Jawa, atau bertepatan dengan tahun Hijriyah
1272, Masehi 1856.
Jadi lengkapnya tanggal penulisan serat ini adalah: Senin wage, 22 Ruwah
1784, atau 22 Sya’ban 1272H, atau 28 April 1856M.
Jeng gusti pangran dipatya, arya prabu prangwadana kang amarni.
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabu Prangwadana yang
menggubah.
KGPAA Prabu Prangwadana adalah gelar yang digunakan sebelum beliau
diangkat sebagai KGPAA Mangkunegara.
Winahya (ditujukan) mring (kepada) pra (para) putra (anak muda).
Ditujukan kepada para putra (anak muda).
Sesuai temanya memang serat ini cocok untuk dipelajari oleh anak-anak
muda. Terutama yang sudah menginjak usia perkawinan. Agar kelak tidak
gugup dan grogi ketika memulai hidup berumah tangga karena sudah
mengerti sedikit tentang tugas dan kewajibannya.
Cukup sekian pengantar serat Warayagnya ini. Kita masuk pada kajian inti
di bait-bait selanjutnya. Semoga bermanfaat.

3
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (2): Aywa Ninggal Nalar Lan Kukum


Bait ke-2, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Kakung putri ing reh palakrami.
Sumawana kang sami jajaka,
tan wun tembe pikramane.
Marma tinalyeng wuwus,
wasitane mengku pawestri.
Ywa dumeh yen wong priya,
misesa andhaku,
mring darbeking wanodya.
Palakarama nalar lan kukum kang dadi.
Yen tinggal temah nistha.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Laki-laki dan perempuan adalah (elemen) dalam suatu perkawinan.
Begitu juga para jejaka,
tak urung suatu hari nanti akan palakrama (berumah tangga).
Kemudian setelah berumah tangga akan terikat dengan peraturan-
peraturan,
ketahuilah segala hal tentang menikahi perempuan
Jangan berlagak sebagai laki-laki
yang berkuasa memiliki,
terhadap apa yang dipunyai wanita.
Perkawinan harus berdasar nalar dan hukum yang berlaku.
Kalau diabaikan akibatnya menjadi hina.

Kajian per kata:


Kakung (laki-laki) putri (perempuan) ing (dalam) reh (hal) palakrami
(berumahtangga). Laki-laki dan perempuan adalah (elemen) dalam suatu
perkawinan.
Inilah kodrat alam di manapun, dalam dunia apapun, laki-laki dan
perempuan, jantan dan betina, akan melakukan perkawinan. Dalam hal
manusia disebut palakrama. Pala artinya buah, krama artinya sopan

4
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

santun. Palakrama adalah buah kesantunan dalam bergaul pria dan wanita.
Santun adalah menurut aturan hukum dan moral yang berlaku pada
masyarakat tersebut. Oleh karena itu palakrama ini sudah dilakukan
bahkan ketika manusia pertama menghuni alam dunia ini. Yakni, ketika
Nabi Adam menikahkan putra-putrinya. Tentu saja dengan aturan hukum
jaman itu yang bentuknya berbeda dengan aturan hukum jaman sekarang.
Jika pergaulan laki-laki dan perempuan dilakukan tidak menurut aturan
hukum yang berlaku bukanlah palakrama namanya. Ada banyak sebutan
untuk perilaku di luar palakrama ini misalnya: sedheng, serong, kumpul
kebo, slingkuh, dll.
Sumawana (begitu juga) kang (bagi) sami (para) jajaka (jejaka), tan wun
(tak urung) tembe (suatu hari nanti) pikramane (berumah tangga). Begitu
juga para jejaka, tak urung suatu hari nanti akan palakrama (berumah
tangga).
Karena sifatnya yang kodrati itu maka hendaklah setiap orang
mempersiapkan diri menyambut datangnya waktu palakrama ini, terutama
buat para jejaka yang kelak suatu hari pasti akan melakukan palakrama.
Himbauan untuk mempersiapkan diri memang lebih ditujukan kepada para
jejaka karena mereka adalah pihak yang lebih aktif dalam proses
palakrama ini. Wajib bagi mereka sebelum melangkah ke alam rumah
tangga untuk mengetahui konsekuensi dan tanggung jawab yang akan
mereka pikul.
Marma (kemudian) tinalyeng (terikat) wuwus (perkataan, yang dimaksud
adalah aturan), wasitane (tentang) mengku (menikahi) pawestri
(perempuan). Kemudian setelah berumah tangga akan terikat dengan
peraturan-peraturan, ketahuilah segala hal tentang menikahi perempuan.
Setelah hidup berumah tangga para lelaki akan terikat dengan peraturan,
tugas dan tanggung jawab tentang rumah tangga. Peraturan di jaman
sekarang adalah UU perkawinan yang didalamnya memuat syarat-syarat,
tatacara, hukum dan sangsi. Tugas dan tanggung jawab seseorang dalam
berumah tangga sesuai aturan syariat agama dan budaya masyarakat
setempat. Hal ini banyak macamnya yang kesemuanya harus diketahui
oleh calon pasangan yang akan menikah.

5
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Untuk para jejaka khususnya ada beberapa hal yang harus diketahui
tentang palakrama. Hal ini perlu disampaikan karena sebagai pihak yang
aktif dalam proses perkawinan maka hal-hal berikut akan sangat
menentukan keharmonisan pasangan kelak. Maka dari itu wahai para
jejaka, ketahuilah.
Ywa (jangan) dumeh (berlagak) yen(sebagai) wong priya (laki-laki),
misesa (berkuasa) andhaku (mengakui, memiliki), mring (terhadap)
darbeking (yang dipunyai) wanodya (wanita). Jangan berlagak sebagai
laki-laki yang berkuasa memiliki terhadap apa yang dipunyai wanita.
Setelah menikah memang wanita di bawah kekuasaan laki-laki. Inilah
peraturan yang sesuai dengan syariat Islam yang dimaksud oleh
penggubah serat ini. Dalam banyak perkara dan urusan wanita harus minta
ijin laki-laki. Bahkan harta benda dan apapun yang dipunyai perempuan
pun dibawah pengawasan suaminya sehingga perempuan tidak bisa
sekehendak hati memakainya. Oleh karena kekuasaan yang besar inilah
laki-laki jangan berlagak. Bersikaplah yang adil dan melindungi,
mengayomi dan mengayemi, bisalah menjadi peneduh dan penyejuk hati
wanita yang di bawah kekuasannya. Inilah sikap yang benar bagi laki-laki.
Palakarama (perkawinan) nalar (nalar, pikiran) lan (dan) kukum
(hukum) kang (yang) dadi (berlaku). Perkawinan harus berdasar nalar
dan hukum yang berlaku.
Dalam palakrama ada nalar dan hukum yang dipakai pedoman. Nalar yang
dimaksud adalah kedewasaan pikir, memahami adab dan etika berumah
tangga dan mengerti tatacara dalam bermasyarakat. Jika kurang
pengetahuan dalam hal-hal ini rumah tangga akan berjalan kurang serasi,
timpang dan tidak harmonis.
Sedangkan hukum adalah aturan yang mengikat orang berumah tangga
sesuai aturan agama dan negara. Dalam hukum ada kewajiban, hak, sangsi,
konsekuensi dan pidana. Ini bersifat positif dan harus dipatuhi, jika tidak
akan ada akibat-akibat hukum yang akan ditanggung.
Yen (kalau) tinggal (diabaikan) temah (akibatnya) nistha (hina). Kalau
diabaikan akibatnya menjadi hina.
Kedua hal tersebut perlu diketahui dan dilaksanakan agar tercipta keluarga
yang harmonis. Karena setiap manusia yang melakukan kerjasama atau
6
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

hidup bersama bahkan dalam unit terkecil seperti rumah tangga


memerlukan aturan, hukum dan adab. Jika tidak setiap anggora keluarga
bisa bersikap semau gue, dan ujung-ujungnya adalah kehancuran dan
kehinaan.
Kami cukupkan sampai sekian dulu kajian bait ini. Bait selanjutnya akan
mengupas lebih dalam tentang perkawinan atau palakrama ini. Bagi yang
jomblo jangan sampai ketinggalan. Persiapkan dirimu terlebih dahulu,
siapa tahu mak bedunduk jodohmu lewat.

7
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (3): Aywa Kaseseng Kayun


Bait ke-3, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Wuryaningreh priya kang rumiyin,
lamun arsa angupaya garwa,
den patitis pamilihe.
Aywakaseseng kayun,
mbok manawa kaduwung wuri.
Ya bener yen wong lanang,
wenang duwekipun,
rabiya ping pat sadina.
Kena ugo wuruk karepe pribadi,
nanging ta tan mangkana.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Jelas bahwa pria jaman dahulu,
bila akan mencari istri,
harap tepat dalam memilihnya.
Jangan tergesa-gesa menuruti keinginan hati,
barangkali akan menyesal di kemudian hari.
Memang benar bahwa seorang laki-laki,
mempunyai kuasa untuk,
menikah sehari empat kali pun.
Dan boleh juga menuruti kehendak sendiri,
tetapi tak seharusnya berbuat demikian.

Kajian per kata:


Wuryaning (tampak, jelas) reh (hal) priya (pria) kang (yang) rumiyin
(dahulu),lamun (bila) arsa (akan) angupaya (mencari) garwa (pasangan,
istri), den (harap) patitis (tepat) pamilihe (memilihnya). Jelas bahwa pria
jaman dahulu bila akan mencari istri harap tepat dalam memilihnya.
Tidak ada keraguan lagi, jika seorang pria ingin mencari istri maka harus
berhati-hati dalam memilih. Memilih adalah sebuah keputusan yang
berdasar nalar, agar pilihannya tepat dengan tujuan, serta sesuai dengan
keadaan si pria itu sendiri. Jadi tidak asal menunjuk wanita mana yang

8
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

disukai, tetapi dipertimbangkan dahulu dalam segala aspek, apakah wanita


yang diinginkan cocok dengan dirinya.
Aywa (jangan) kaseseng ( tergesa-gesa) kayun (hati), mbok manawa
(barangkali) kaduwung (menyesal) wuri (di kemudian hari). Jangan
tergesa-gesa menuruti keinginan hati, barangkali akan menyesal di
kemudian hari.
Orang yang sudah mencintai sesuatu biasanya menyingkirkan nalar dan
hanya menuruti keinginan hati. Apalagi anak muda biasanya tidak
bersabar dalam melakukan sesuatu, ingin segera cepat-cepat sehingga
meninggalkan kehati-hatian. Hal demikian tidak boleh. Mesti
dipertimbangkan dahulu secara cermat dan hati-hati, jangan sampai kelak
di kemudian hari timbul penyesalan.
Ya (memang) bener (benar) yen (bahwa) wong (seorang) lanang (laki-
laki), wenang (wenang, kuasa)) duwekipun (mempunyai), rabiya
(menikah) ping pat (empat kali) sadina (sehari). Memang benar bahwa
seorang laki-laki mempunyai kuasa untuk menikah sehari empat kali pun.
Meskipun benar bahwa seorang laki-laki mempunyai kuasa menikah
sehari empat kali, tetapi tidak menjadikan itu sebagai alasan membuang
sikap hati-hati. Akan jauh lebih baik jika sekali melakukan dan berhasil
daripada menyesal kemudian dan hancurlah rumah tangganya.
Kena (boleh) ugo (juga) wuruk (menuruti) karepe (kehendak) pribadi
(sendiri), nanging ta (tetapi) tan (tak seharusnya) mangkana (berbuat
demikian). Dan boleh juga menuruti kehendak sendiri, tetapi tak
seharusnya berbuat demikian.
Kekuasaan yang besar bagi laki-laki dalam perkawinan dapat membuat
mereka berbuat sekendak mereka sendiri. Walaupun setelah menikah satu
dua hari pun, ketika mereka tak suka dapat saja mereka menceraikan
istrinya. Yang demikian memang tidak salah dari segi hukum dan
peraturan yang berlaku, tetapi tidak seharusnya dilakukan. Janganlah
berbuat yang demikian.
Sesungguhnya kekuasaan besar yang dimiliki laki-laki dalam perkawinan
juga membawa pula tanggung jawab yang besar. Yang demikian itu sudah
menjadi hukum alam bahwa kekuasaan dalam perkawinan berada di pihak
laki-laki. Bahkan di kalangan sebagian besar dunia hewan pun dalam relasi
9
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

gender mereka, lebih banyak menempatkan laki-laki sebagai pihak yang


dominan.
Oleh karena peran yang demikian besar itu, dalam perkawinan laki-laki
lebih dituntut berbekal kedewasaan pikir dan pengendalian emosi. Juga
dituntut dalam hal pengetahuan hukum, adab dan etika perkawinan. Untuk
itulah serat ini ditulis, agar kaum lelaki mengerti akan tugas dan
tanggungjawabnya.

10
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (4): Aywa Ninggal Iktiyaring Gesang


Bait ke-4, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Dadi ora ana becik,
ngilangake istiyaring gesang,
Yen ngarah apa tekade
andarung kadalarung,
ngelmu sarak denorak arik.
Mbuwang ajining badan,
lumuh reh rahayu.
Tur upama kalakonna,
kasangsara kaduwung anekani,
manglah nunutuh driya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Jadi tidak ada kebaikan,
dalam mengabaikan iktiyar hidup.
Akan meraih apa jika kehendaknya,
kemana-mana tak terkendali,
pedoman syariat diobrak-abrik.
Membuang harga diri,
malas dalam meraih kebagusan hidup.
Kalau seandainya tercapai (keinginan yang tak terkendali itu),
kesengsaraan dan penyesalan yang mendatangi,
akhirnya malah menyalahkan diri sendiri.

Kajian per kata:


Dadi (manjadi) ora (tidak) ana (ada) becik (kebaikan), ngilangake
(menghilangkan, mengabaikan) istiyaring (iktiyar) gesang (hidup). Jadi
tidak ada kebaikan dalam mengabaikan iktiyar hidup.
Ikhtiyar dalam bahasa Arab sebenarnya berarti memilih yang terbaik bagi
dirinya dari sejumlah kemungkinan yang ada. Dalam budaya Jawa artinya
sudah bergeser, iktiyar adalah berusaha mencapai hal-hal yang lebih baik
bagi dirinya. Artinya tidak bergeser jauh, hanya berbeda di ranah

11
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

epistemologi saja. Dalam kajian ini kita memakai arti menurut budaya
Jawa, sebagaimana yang dimaksud dalam serat Warayagnya ini.
Dalam bait sebelumnya telah diuraikan bahwa kekuasaan laki-laki
sedemkian besar dalam sebuah perkawinan, namun hendaknya jangan
dipakai untuk berlagak, mentang-mentang, aji mumpung, dan berbuat
sekehendak sendiri. Berusahalah agar kehidupan rumah tangga berjalan
harmonis sampai kaki-nini, kakek-nenek, artinya langgeng tiada rintangan
suatu apapun. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang, terutama pada
pihak lelaki oleh karena perannya yang dominan tersebut.
Janganlah mengabaikan persiapan apapun, karena itu merupakan iktiyar
manusia agar tercapai sebuah perkawinan yang sakinah, mawadah dan
rahmat. Tidak ada kebaikan sedikitpun dalam mengabaikan iktiyar untuk
keharmonisan rumah tangga.
Yen (akan) ngarah (meraih) apa (apa) tekade (kehendaknya) andarung
(kemana-mana) kadalarung (tak terkendali), ngelmu (ilmu) sarak
(syariat) denorak (diobrak) arik (abrik). Akan meraih apa jika
kehendaknya kemana-mana tak terkendali, pedoman syariat diobrak-
abrik.
Apa to yang dicari dalam perbuatan sekehendak sendiri? Apa tujuannya?
Dengan berbuat sesuka hati bagi laki-laki (yang memang bisa saja
dilakukan dengan mengakali aturan dan hukum), dia telah mengobrak-
abrik tuntunan syariat, yakni membentuk keluarga yang bahagia.
Banyak aturan hanya mengatur badan, tetapi tidak mengatur hati. Karena
memang hati tidak bisa diatur. Satu-satunya yang dapat membuat hati
tunduk dan patuh pada tuntunan moral adalah ilmu yang cukup dan akhlak
yang baik.
Jika seseorang menyakiti badan istri, maka hukum yang berlaku akan tegas
memberi sangsi. Tetapi tidak ada hukum yang dapat menjangkau seorang
laki-laki yang menyakiti hati istrinya. Nah dalam hal-hal demikian
pencegahannya hanyalah mendewasakan diri, sadar diri akan peran dan
tanggung jawabnya. Toh keharmonisan rumah tangga juga akan berimbas
pada kebahagiaan anggota keluarganya. Sebaliknya jika seseorang sengaja
mengabaikan hal itu, akibat moralnya pun akan dia tanggung kelak, meski
secara badaniyah dia tidak mendapat hukuman apa-apa.

12
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Mbuwang (membuang) ajining (harga) badan (diri), lumuh (malas) reh


(dalam) rahayu (kebagusan hidup). Membuang harga diri, malas dalam
meraih kebagusan hidup.
Perbuatan tersebut mencampakkan harga diri, dan hanya tega dilakukan
oleh orang yang malas meraih kebagusan dalam hidup. Apa baiknya, apa
untungnya jika rumah tangga hancur berantakan. Apa faedahnya bagi
dirinya sendiri. Sangat diragukan jika ada seseorang yang sengaja
melakukan itu. Satu-satunya kemungkinan adalah orang tersebut malas
dalam usaha mencapai kebagusan hidup, abai terhadap sifat-sifat baik dan
terjerumus mengikuti hawa nafsu.
Tur (kalau) upama (seandainya) kalakonna (tercapai), kasangsara (akan
sengsara) kaduwung (penyesalan) anekani (mendatangi), manglah
(akhirnya malah) nunutuh (menyalahkan) driya (diri sendiri). Kalau
seandainya tercapai (keinginan yang tak terkendali itu), kesengsaraan dan
penyesalan yang mendatangi, akhirnya malah menyalahkan diri sendiri.
Kalaupun yang dikehendakinya itu tercapai, semisal dia bisa berganti-ganti
istri setiap tidak cocok dengan pasangan, apakah itu menjadikan hidupnya
lebih baik. Justru semakin banyak urusan yang akan dia tanggung,
semakin banyak pekerjaan yang mesti ia selesaikan, semakin banyak
masalah yang mesti dipecahkan, semakin banyak harta benda yang akan
dibelanjakan dan semakin banyak waktu yang akan dia habiskan.
Sedangkan hidupnya sendiri belum tentu lebih baik daripada jika dia
berhati-hati dalam mempersiapkan rumah tangganya kelak.
Kepada para anak muda, ketahuilah hal ini.

13
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (5): Becik Apa Cinacad Sasama


Bait ke-5, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Aja nganti mangkana ta kaki,
becik apa cinacad sasama.
Wong gendhak kalakuwane,
sapa kang duwe sunu
wadon aweh sira rabeni?
Kiraku noranana,
kejaba kebutuh.
Ala rinabenan koja,
becik bangsa wit tan duwe putu encik.
Mung iku ciptanira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Jangan sampai demikian anakku,
apa baiknya jika sampai dicacat sesama manusia.
Orang yang suka bosan (terhadap istri) perilakunya,
siapa yang mempunyai anak
perempuan yang rela memberikan anaknya untuk engkau nikahi?
Menurut saya kok tidak ada,
kecuali orang yang terdesak kebutuhan hidup.
Buruk diperistri orang Koja,
lebih baik sesama bangsa, agar tak mempunyai cucu orang asing.
Hanyalah itu yang perlu engkau pikirkan!

Kajian per kata:


Aja (jangan) nganti (sampai) mangkana (demikian) ta kaki (anakku),
becik (baik) apa (apa) cinacad (dicacat) sasama (sesama). Jangan sampai
demikian anakku, apa baiknya jika sampai dicacat sesama manusia.
Yang dimaksud bait ini adalah perbuatan mengabaikan rumah tangga,
gonta-ganti istri, seperti yang disinggung dalam bait ke-2, jangan sampai
bersikap demikian itu. Cinacad adalah diciri atau direkam track recordnya
sebagai orang yang ganti-ganti pasangan. Tidak ada kebaikan apapun jika

14
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

sampai keburukan kita direkam orang lain dalam ingatan. Kita kadang lupa
dengan keburukan kita sendiri, tetapi orang-orang tidak.
Wong (orang) gendhak (bosanan, suka bosan) kalakuwane (perilakunya),
sapa (siapa) kang (yang) duwe (punya) sunu (anak), wadon (perempuan)
aweh (rela memberikan) sira (engkau) rabeni (nikahi). Orang yang suka
bosan (terhadap istri) perilakunya, siapa yang mempunyai anak
perempuan yang rela memberikan anaknya untuk engkau nikahi?
Jika kita sudah direkam keburukan kita dalam hal rumah tangga, yakni
suka bosan dengan istri dan berganti-ganti istri, maka orangtua mana yang
mempunyai anak perempuan yang rela memberikan anaknya untuk kita
nikahi? Jangan sampai sifat yang demikian itu menjangkitimu anakku!
Kiraku (menurut saya) noranana (tidak ada), kejaba (kecuali) kebutuh
(terdesak kebutuhan). Menurut saya kok tidak ada, kecuali orang yang
terdesak kebutuhan hidup.
Tentu tidak masuk akal seorang tua yang mempunyai anak perempuan rela
menikahkan anaknya dengan orang yang mempunyai track record buruk
dalam berumah tangga. Lain halnya jika memang dia tersesak kebutuhan,
mungkin karena motif ekonomi kemudian mereka menyerahkan anaknya.
Walau begitu perenikahan yang didasari latar belakang demikian tidaklah
baik.
Ala (buruk) rinabenan (diperistri) koja (orang koja, sudagar dari India),
becik (lebih baik) bangsa wit (sesama bangsa) tan (tidak) duwe (punya)
putu (cucu) encik (orang asing). Buruk diperistri orang Koja, lebih baik
sesama bangsa, agar tak mempunyai cucu orang asing.
Orang Koja adalah pedagang asal India yang banyak menetap di
Indonesia. Saya tak tahu pasti mengapa serat ini menyebut diperistri orang
Koja sebagai hal yang buruk. Apakah itu berkaitan dengan perilaku orang
Koja yang suka ganti-ganti pasangan. Ataukah karena urusan di kemudian
hari akan menjadi rumit karen berkaitan dengan perbedaan budaya dan
tatacara hidup? Wallahu a’lam.
Kajian kita hanyalah menafsirkan makna gramatikal sesuai teks yang ada
pada kami. Hal-hal lain di luar itu kami tidak akan membahas panjang
lebar karena memerlukan riset dan pembuktian yang akan memakan
waktu.
15
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Serat ini ditulis di tahun 1856M, tentu saja ada banyak perbedaan dalam
tatacara kehidupan masyarakat. Marilah kita ambil yang masih relevan
untuk kita teladani, adapun yang meragukan dan sudah tidak jumbuh
dengan jaman kini alangkah baiknya kita tinggalkan.
Mung (hanyalah) iku (itu) ciptanira (yang perlu kaupikirkan). Hanyalah
itu yang perlu engkau pikirkan!
Setelah uraian panjang lebar dalam beberapa bait di atas, camkanlah!
Hanya itu yang perlu engkau pikirkan, ketika hendak memulai berumah
tangga.

16
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (6): Patang Prakara Dadi Kaduwung


Bait ke-6, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Kawruhana kaduwunging ati,
jalarane mung patang prakara,
wong anom dadi brangtane.
Dhingin myat warna ayu.
Kaping pindho melik wong sugih.
Kaping tri kawibawaan.
Lan kaping patipun,
kena sawabing sarawungan,
rokok kinang winehken lan ujar manis,
rinuket mrih asmara.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Ketahuilah sumber penyesalan hati,
penyebabnya hanya empat perkara,
yaitu yang membuat orang muda menjadi jatuh cinta.
Yang pertama melihat rupa yang cantik.
Yang kedua pamrih pada kekayaan.
Yang ketiga (menginginkan) kewibawaan.
Dan yang keempat,
karena pengaruh pergaulan,
rokok sirih diberikan dan perkataan manis,
dipikat agar jatuh cinta.

Kajian per kata:


Kawruhana (ketahuilah) kaduwunging (penyesalan) ati (hati), jalarane
(penyebabnya) mung (hanya) patang (empat) prakara (perkara), wong
(orang) anom (muda) dadi (menjadi) brangtane (jatuh cinta). Ketahuilah
sumber penyesalan hati, penyebabnya hanya empat perkara, yaitu yang
membuat orang muda menjadi jatuh cinta.
Bagaimana sih proses orang menikah itu? Jatuh cinta dulu, terus melamar,
terus menikah? Kebanyakan memang begitu. Tetapi ingatlah dalam proses
yang demikian terkandung potensi penyesalan. Karena kalau orang sudah
17
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

jatuh cinta terkadang menjadi buta dan mengabaikan kehati-hatian.


Mereka hanya menuruti keinginan hati saja, sehingga penelitian tentang si
calon pasangan menjadi nomer dua.
Tak jarang mereka menyesal ketika sudah menikah karena ternyata
problem kehidupan setelah menikah tak seperti yang ia bayangkan, dan
pasangannya ternyata bukan teman yang tepat untuk hidup bersama
mengatasi peroblem rumah tangga tersebut.
Jatuh cinta itu tidak dilarang, itu fitrah manusia. Tetapi prinsip kehati-
hatian dalam memilih pasangan tetap harus diutamakan. Jangan sampai
orang menikah karena terpaksa oleh keadaan, atau karena terlanjur sayang.
Ini tidak baik.
Yang terbaik dalam memulai proses menikah adalah cara orang-orang
terdahulu. Jaman dahulu pergaulan pria-wanita tak sebebas sekarang.
Jarang mereka bisa berduaan. Oleh karena itu jaman dulu juga jarang ada
orang jatuh cinta dahulu sebelum menikah. Yang banyak mereka menikah
dengan orang yang mereka tidak kenal. Lha kalau salah pilih bagaimana?
Makanya telitilah dahulu dengan banyak bertanya tentang calon pasangan
kepada mereka yang mengenalnya. Teliti jalur nasab dan sifat-sifat
keluarganya. Nanti di bait berikutnya akan kita bahas soal ini lebih lanjut.
Kali ini kita akan pelajari dahulu hal-hal yang membuat orang jatuh cinta
duluan sebelum meneliti, yang berakibat prinsip kehati-hatian menjadi
hilang karena terlanjur sayang itu tadi. Ada empat perkara. Perhatikan
baik-baik, hai anak muda!
Dhingin (yang pertama) myat (melihat) warna (rupa) ayu (yang cantik).
Yang pertama melihat rupa yang cantik.
Bayangkan kalau Anda melihat wanita cantik rupawan, rambut ikal
menawan, kulit putih benderang, body sintal menggiurkan, senyum manis
mengenang, siapa yang tak jatuh cintrong hayo? Pasti semua jejaka akan
mabuk kepayang, terkintil-kintil, tak enak makan, tak nyenyak tidur, hanya
wajahnya yang terbayang-bayang.
Waduh! Kalau sudah begini segala pertimbangan lenyap. Seribu permaaf
diungkap. Sedikit galak tak apalah wong cantik kok. Sedikit sombong juga
tak apa. Sedikit boros, oh no problem! Wis pokoke karo kae! Nah setelah
bener-bener mendapatkan baru ketahuan kalau si cantik gak cocok

18
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dengannya karena mempunyai sifat yang tak sesuai. Akhirnya yang


dibayangkan tak kesampaian.
Ini bukan berarti wanita cantik tak baik dijadikan istri, tetapi lebih pada
anjuran agar kehati-hatian selalu dijaga. Kalau ada wanita cantik dan
setelah diteliti ternyata sesuai, woow itu bonus Man!
Kaping (yang) pindho (kedua) melik (pamrih) wong (orang) sugih (kaya).
Yang kedua pamrih pada kekayaan.
Menjadi orang kaya itu enak, semua serba terpenuhi. Tinggal tunjuk sana-
sini semua datang sendiri. Tak pernah menawar harga, tak pernah khawatir
esok makan apa, tak pernah takut ditagih utang. Wah pokoknya enak lah.
Jadi wajar kalau seseorang kadang menikah karena ada pamrih pada harta
pasangannya. Akibat hanya fokus ke harta akhirnya melupakan
pertimbangan dan penelitian tentang si calon pasangan. Ujungnya ya
seperti di atas, penyesalan.
Ini juga bukan berarti wanita kaya tak baik dijadikan istri, tetapi lebih pada
anjuran agar kehati-hatian selalu dijaga. Kalau ada wanita kaya dan setelah
diteliti ternyata sesuai, woow kamu menang banyak Man!
Kaping (yang) tri (ketiga) kawibawaan (kewibawaan). Yang ketiga
(menginginkan) kewibawaan.
Yang dimaksud di sini adalah kedudukan sosial, keturunan orang besar,
trahing ngawirya, turasing kusuma rembesing madu. Mereka seing
mendapat perlakuan khusus dalam masyarakat karena kedudukannya itu.
Tak aneh kalau wanita dari kalangan ini pun banyak yang ingin
menyuntingnya. Problemnya hampir sama dengan dua yang di atas tadi,
saya tak perlu mengulang-ulang kata. Yang utama dahulukan teliti
sebelum yang lainnya.
Lan (dan) kaping (yang) patipun (keempat), kena (terkena) sawabing
(pengaruh) sarawungan (pergaulan), rokok (rokok) kinang (sirih)
winehken (diberikan) lan (dan) ujar (perkataan) manis (menis), rinuket
(dipikat) mrih (agar) asmara (jatuh cinta). Yang keempat, karena
pengaruh pergaulan, rokok sirih diberikan dan perkataan manis, dipikat
agar jatuh cinta.
Yang keempat ini biasanya menimpa para jejaka keren. Mereka menjadi
incaran para gadis-gadis atau orang tua yang kepengin mengambil
19
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

menantu. Mereka berupaya agar si jejaka terpikat dengan anak gadisnya.


Rokok dan sirih sebagai kegemaran orang jaman dahulu diberikan, disertai
sikap dan perkataan manis sebagai daya tarik agar sang jejaka mendekat.
Kalau sudah dekat maka, witing tresna jalaran saka kulina, karena
terbiasa bertemu menjadi jatuh cinta. Yang demikian itu juga tidak apa
terjadi asalkan tetap teliti dalam memilih calon istri, jangan asal terlanjur
cinta sehingga melupakan pertimbangan.
Rokok kinang adalah kegemaran orang jaman dahulu. Merokok adalah
budaya yang diperkenalkan oleh orang Belanda sejak mereka membawa
tanaman tembakau ke Jawa. Jadi dalam kebiasaan merokok memang ada
unsur gaya hidup modern dilihat pada jaman itu. Kinang adalah
mengunyah daun sirih, biasanya dicampur kapur, kemudian ngemut
tembakau rajangan. Nginang ini banyak dilakukan oleh pria dan wanita.
Ketika masih kecil saya masih melihat kebiasaan nenek saya nginang.
Itulah empat alasan yang bisa membuat para jejaka jatuh cinta, sehingga
kadang tergesa-gesa untuk menikah. Keempatnya tidak akan menjadi
persoalan kalau tetap disertai penelitian dan pertimbangan tentang si calon
istri. Jika tidak keempatnya bisa menjadi jebakan batmen. Awas lho!
Kami cukupkan sekian dahulu kajian bait ini. Teruslah mengikuti bait
selanjutnya yang akan menguraikan apa saja yang perlu diteliti dan
menjadi pertimbangan dalam memilih pasangan hidup.

20
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (7): Arabiya Jalaran Kang Becik


Bait ke-7, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Wekasane ya kena sayekti,
ngadatira wong anom mangkana,
keh rabi dudu niyate,
yen kena sutaningsun,
arabi jalaran becik,
aja rabi pasongan,
nistha yen dinulu,
angapesken yayah rena,
wruhaanira manungsa neng dunya iki,
yen kena kang mangkana.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Akhirnya benar-benar terkena (bujukan),
kebiasaan orang muda itu,
kalau menikah bukan karena niatnya (sudah siap).
Jika bisa anak-anakku,
kalau menikah karena alasan yang baik.
Jangan menikah karena terpaksa (oleh keadaan),
hina kalau dilihat orang,
yang demikian itu membuat sengsara orang tua.
Ketahuilah, manusia hidup di dunia,
kalau bisa berbuatlah demikian (berbuat yang baik).

Kajian per kata:


Wekasane (akhirnya) ya (iya) kena (terkena) sayekti (benar-benar),
ngadatira (kebiasaannya) wong (orang) anom (muda) mangkana (itu),
keh (banyak) rabi (menikah) dudu (bukan) niyate(karena sudah niat).
Akhirnya benar-benrar terkena (bujukan), kebiasaan orang muda itu
kalau menikah bukan karena sudah niat (sudah siap).
Bait ini masih melanjutkan apa yang sudah disampaikan pada bait
sebelumnya, Patang Prakara Njalari Kaduwung, bahwa jangan sampai
menikah karena hanya menurutkan keinginan hati saja. Karena sudah

21
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

terlanjur jatuh cinta. Ini saja sudah perkara yang tidak dianjurkan, karena
akan membuat pertimbangan menjadi bias kepentingan. Apalagi kalau
sudah terlanjur terjebak dalam pergaulan bebas. Dan, maaf, sudah terlanjur
hamil duluan sehingga terpaksa menikahi. Ini lebih-lebih lagi sangat
dilarang karena merupakan perbuatan keji. Maka anak-anak muda
hendaklah menjaga pergaulan dengan lawan jenis, agar terhindar dari
fitnah yang mengerikan.
Yang demikian itu perlu kami tekankan karena yang menjadi kebiasaan
anak-anak muda itu kalau menikah bukan karena sudah niat menikah, yang
berarti sudah siap mental lahir dan batin. Tetapi yang terjadi jaman
sekarang, jaman now, banyak anak muda menikah karena terpaksa oleh
keaadaan.
Yen (jika) kena (bisa) sutaningsun (anak-anakku), arabi (menikah)
jalaran (karena alasan) becik (yang baik). Jika bisa anak-anakku, kalau
menikah karena alasan yang baik.
Oleh karena itu kalau bisa anak-anakku kelak kalau menikah, menikahlah
dengan alasan yang baik. Menikah itu tuntunan agama, sunnah rasul yang
agung, penyelamat manusia di dunia dan akhirat, jalan kebaikan yang
banyak. Anda bayangkan dalam berkasih sayang antara suami-istri saja
berpahala, padahal itu naluriah sifatnya yang berarti bukan hal yang sulit
dilakukan. Itu saja berpahala.
Selain itu menikah juga merupakan sarana yang mudah untuk
meningkatkan kemuliaan diri, menaikkan derajat wujudiyah. Dari yang
tadinya seorang jomblo lontang-lantung menjadi seorang suami yang
punya tugas dan perang agung. Menjadi pelindung wanita, pemelihara
keturunan, penerus kebaikan, dsb. Banyak hikmat menikah yang bila
disampaikan di sini akan menjadi bahasan yang panjang dan tidak relevan.
Aja (jangan) rabi (menikah) pasongan (terpaksa keadaan), nistha (hina)
yen (kalau) dinulu (dilihat orang), angapesken (membuat sengsara) yayah
(ayah) rena (ibu). Jangan menikah karena terpaksa oleh keadaan, hina
kalau dilihat orang, yang demikian itu membuat sengsara orang tua.
Janganlah menikah karena terpaksa keadaan. Entah itu karena malu
dengan tetangga karena sudah terlanjur terlihat runtang-runtung ngalor-
ngidul, padahal dalam hati merasa kurang sreg. Entah karena sudah

22
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

terlanjur banyak berkorban kepada gadis incaran, padahal yakin kalau dia
bukan orang yang tepat. Apalagi kalau terpaksa karena terlanjur bunting
duluan. Wah yang terakhir ini jangan sampai terjadi. Selain memalukan,
dosanya tiada tara.
Hal-hal di atas sebenarnya kurang baik sebagai pondasi dalam mendirikan
rumah tangga. Apalagi sebab yang terakhir itu sangat hina dilihat orang,
juga membuat sengsara batin orang tua. Jadi sebaiknya berhati-hatilah
dalam menapaki fase kehidupan anak muda. Di sini ada banyak godaan
yang berujung malapetaka, jika tidak benar-benar waspada siapa saja bisa
terkena.
Wruhanira (ketahuilah) manugsa (manusia) neng (di) dunya (dunia) iki
(ini), yen (kalau) kena (bisa) kang (yang) mangkana (demikian).
Ketahuilah, manusia hidup di dunia, kalau bisa berbuatlah demikian
(berbuat yang baik).
Ketahuilah anak-anakku. Orang hidup di dunia sebisa-bisa hiduplah
dengan cara yang baik. Dengan usaha yang keras dan kewaspadaan setiap
saat, jangan memperturutkan hawa nafsu dan keinginan sesaat. Insya Allah
akan selamat dunia akhirat. Pernikahan adalah jaminan bagi mengalirnya
seluruh kebajikan yang akan menyelamatkan hidup kita kelak, jika kita
bisa mengawalinya dengan baik.
Ketahuilah dan perhatikanlah, anak-anakku!

23
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (8): Patang Prakara Mulya


Bait ke-8, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Ingkang dhingin rahayuning dhiri,
kinalisna sakehing prakara,
myang sak serik sasamane,
kapindho badanipun,
aja kambah barang penyakit,
kaping tri aja tansah,
susah manahipun,
kaping pat arsa darbeya,
anak lanang kang mursid minangka wiji,
ndawakken turunira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Yang pertama keselamatan diri,
terhindar dari semua masalah,
dan kebencian orang lain.
Yang kedua, badan jasmani,
jangan sampai terkena penyakit.
Yang ketiga jangan selalu,
bersusah hati.
Keempat hendaknya mempunyai
anak lelaki yang terdidik sebagai benih,
penerus keturunan.

Kajian per kata:


Bait ini menguraikan tentang empat perkara yang menjamin kebahagiaan
orang berumah tangga secara umum. Hendaklah diusahakan agar
keempatnya, atau sebisanya dari keempat hal berikut ada pada sebuah
rumah tangga. Tetapi harus diingat bahwa dalam hidup manusia hanya
dapat berusaha, Allah lah yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kita.
Ingkang (yang) dhingin (pertama) rahayuning (keselamatan) dhiri (diri),
kinalisna (terhindar) sakehing (dari semua) prakara (masalah), myang
(dan) sak serik (kebencian) sasamane (orang banyak). Yang pertama

24
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

keselamatan diri, terhindar dari semua masalah, dan kebencian orang


lain.
Dalam kehidupan manusia masalah selalu datang. Itulah bunganya hidup,
yang membuat kita belajar menjadi lebih kuat. Tetapi jika masalah yang
menimpa terlalu banyak, atau terlalu berat itu juga tidak baik. Bisa-bisa
keharmonisan rumah tangga terganggu, karena itu sebisa mungkin
dihindari potensi-potensi yang bisa menimbulkan datangnya masalah.
Sebab banyak masalah sebenarnya datang karena kita gagal mengendalikn
kehidupan kita sendiri.
Selain itu perlu juga dijaga perasaan orang-orang dekat kita, para tetangga
dan sanak saudara. Jangan sampai perilaku kita membuat mereka benci.
Entah karena perbuatan kita sengaja atau tidak kebencian akan membuat
kehidupan tidak nyaman. Maka sekuat tenaga jangan sampai itu terjadi.
Kalau kita sedang berada dalam kesempitan janganlah terlalu merepotkan
orang lain, lama-lama mereka tidak suka juga. Dan apabila kita sedang
bahagia jug jangan terlalu pamer, itu juga bisa membuat orang lain irihati.
Jadi bersikaplah sewajarnya.
Kapindho (yang kedua) badanipun (badan jasmaninya), aja (jangan)
kambah (terkena) barang (sembarang) penyakit (penyakit). Yang kedua,
badan jasmani jangan sampai terkena penyakit.
Namanya penyakit bisa datang tanpa diminta, tetapi walau begitu jika kita
menjaga diri dengan pola hidup sehat potensi datangnya penyakit bisa
dikurangi. Oleh karena itu penting agar selalu hidup sehat, menjauhi
konsumsi barang terlarang, menjauhi kebiasaan buruk, agar penyakit tak
mudah datang. Jika sampai banyak penyakit produktivitas akan menurun,
biaya akan keluar banyak, keungangan akan thekot, dan ujung-ujungnya
kesengsaraan didapat.
Memang semua yang terjadi adalah takdir Ilahi, tetapi jika kita sudah
menunjukkan iktikad baik dalam kehidupan Insya Allah Dia melapangkan
jalan kebaikan dan mengangkat semua penderitaan. Tetaplah berusaha
untuk menjadi baik, salah satunya dengan menerapkan hidup sehat.
Kaping tri (yang ketiga) aja (jangan) tansah (selalu), susah (bersusah)
manahipun (hati). Yang ketiga jangan selalu bersusah hati.

25
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Apa sih yang bisa membuat susah seseorang? Kemalangan, kemiskinan,


penyakit, penindasan, dan banyak alasan lain. Dari berbagai alasan
tersebut memang kalau dilihat semua menimbulkan penderitaan. Tetapi
kesusahan hati adalah soal yang lain. Hal itu berhubungan erat dengan
relasi kita dengan Tuhan. Apabila kita senantiasa dekat dengan Sang
Pencipta, Allah Yang Maha Kuasa, kesusahan akan hilang dari hati,
berganti dengan sikap qanaah, ridha, ampunan, dan keberkahan dalam
hidup.
Salah satu contoh adalah kemiskinan. Orang yang miskin memang akan
dekat dengan kesulitan, hinaan, pengabaian dan penindasan. Tetapi
manakala kita sudah berusaha keras untuk mencari penghidupan dengan
jalan halal, jalan yang diridhaiNya dengan tawakal kemiskinan tak lagi
menjadi alasan untuk kesusahan hati. Tetapi menjadi berkah tak terkira.
Karena orang yang hidup miskin dengan tetap menjaga kehormatan akan
diberi pahala berlipat ganda, dimudahkan hisabnya dan diangkat
derajatnya di akhirat nanti.
Jadi penderitaan fisik memang kadang tidak kuasa kita hindari, tetapi
kesusahan hati jangan sampai terjadi. Hati orang miskin itu milik Allah
semata, jadi jangan bersusah hati.
Kaping pat (yang keempat) arsa (hendaknya) darbeya (mempunyai), anak
(anak) lanang (lelaki) kang (yang) mursid (terdidik) minangka (sebagai)
wiji (benih), ndawakken (meneruskan) turunira (keturunanmu). Keempat
hendaknya mempunyai anak lelaki yang terdidik, sebagai penerus
keturunan.
Kalau soal ini kita tidak dapat menentukan. Sudah menjadi ketentuan
Allah bahwa seseorang itu dapat diberi anugrah anak lelaki saja, diberi
anak perempuan saja, diberi keduanya, atau tidak diberi seorang anak pun.
Terhadap hal ini kita hanya bisa menerima saja. Tetapi jika mempunyai
anak lelaki akan sangat beruntung, karena dapat meneruskan keturunan.
Itulah empat perkara yang membuat kemuliaan rumah tangga. Tidak
semua orang beruntung beroleh keempatnya, namun kita mesthi berusaha
sekuat tenaga agar memperoleh sebanyak mungkin kamulyaning donya,
karena itu adalah perkara-perkara yang baik. Adapun bila Yang Maha
Kuasa berkehendak lain, itulah yang terbaik bagi kita.

26
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (9): Bobot, Bebet, bibit


Bait ke-9, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Mula nora gampang wong arabi,
kudu milih wanodya kang kena.
Ginawe rewang uripe.
Sarana ngudi tuwuh.
Myang ngupaya kang sandhang bukti.
Wiwilangane ana,
catur upayeku,
yogyane kawikanana.
Dhingin bobot pindho bebet katri bibit,
kaping pat tatariman.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Makanya tidak mudah orang menikah,
harus memilih wanita yang bisa diandalkan.
Dijadikan teman hidupnya.
Menjadi sarana mendapatkan keturunan.
Dan mencari sandang dan pangan.
Bilangannya ada
empat, upaya sebagai pedoman (mencari istri),
seyogyanya pahamilah.
Yang pertama adalah bobot, kedua bebet, ketiga bibit,
keempat triman.

Kajian per kata:


Mula (makanya) nora (tidak) gampang (mudah) wong (orang) arabi
(menikah), kudu (harus) milih (memilih) wanodya (wanita) kang (yang)
kena (bisa diandalkan). Makanya tidak mudah orang menikah, harus
memilih wanita yang bisa diandalkan.
Kalau orang Jawa bilang menikah itu: yen gampang luwih gampang, yen
angel, angel kelangkung. Kalau mudah, mudah sekali, kalau sulit, sulitnya
berlipat. Hal ini disebabkan karena kecocokan antara suami-istri tidak
dapat dilihat dari sikap dan tindak tanduk sebelum mereka menikah.

27
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kita sering melihat pasangan yang sedang pacaran kelihatan sangat


harmonis, kompak, pakai kaos sarimbit kemana-mana, perhatian sekali
dengan pasangan. Eh, begitu nikah setahun dua tahun kemudian bercerai.
Sebaliknya, ada pasangan yang sebelumnya tidak terlalu kenal setelah
menjadi suami istri malah langgeng sampai kaki-nini.
Apakah dengan demikian menikah itu seperti berjudi? Ya tidak begitu,
tetapi juga ada benarnya dari sisi bahwa apa yang terjadi besok kita tidak
tahu apa-apa. Sesungguhnya dalam hal yang berkaitan dengan ketentuan
Allah kita tidak bisa memastikan, yang dapat kita lakukan hanya berusaha
sebaik-baiknya. Semoga dengan usaha keras kita Allah berkenan
meringankan beban dan menerangi jalan kehidupan. Nah, berkaitan
dengan usaha itulah bait ini berusaha menguraikan bagaimana seharusnya
sifat-sifat istri yang ideal dan pedoman apa yang harus dipegang dalam
memilih wanita.
Dalam gatra di atas telah disampaikan sulitnya mencari wanita yang dapat
diandalkan. Memangnya kemampuan wanita yang bagaimana yang
diperlukan seorang pria dalam hidup berumah tangga? Berikut ini
uraiannya.
Ginawe (dijadikan) rewang (teman) uripe (hidupnya). Dijadikan teman
hidupnya.
Dalam hal apapun kita memerlukan teman, team yang dapat melakukan
pekerjaan bersama-sama. Polisi pun kalau patroli pasti punya rekan. Pilot
pasti punya kopilot. Sopir pasti punya kernet. Tukang batu punya peladen.
Raja punya patih. Presiden punya wapres, dan lain sebagainya.
Dalam hidup kita juga memerlukan tandem untuk dapat mengarungi
samudra kehidupan yang luas dan berombak. Agar dapat saling
mengingatkan, saling berbagi, saling membantu, saling menggantikan,
saling melengkapi, dan banyak peran lain yang memerlukan kerjasama.
Istri adalah pasangan kita dalam melakukan itu semua. Oleh karena itu
diperlukan keserasian dan keharmonisan antara keduanya. Disinilah
pentingnya kita teliti dalam memilih istri, karena tidak setiap orang akan
cocok dengan kita.
Sarana (menjadi sarana) ngudi (mendapatkan) tuwuh (keturunan).
Menjadi sarana mendapatkan keturunan.

28
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Salah satu tujuan menikah adalah mendapatkan keturunan. Mengapa ini


penting, karena mendidik anak adalah inti dari sebuah keluarga.
Keberhasilan seseorang dalam berkeluarga adalah dilihat bagaimana anak-
anak mereka kelak. Apakah menjadi seorang soleh atau solihah yang
berguna bagi masyarakat atau justru menjadi beban lingkungan.
Selain itu tugas mendidik anak adalah peran manusia sebagai khalifah
Allah di bumi. Allah adalah pemelihara alam seisinya ini. Dalam hal
memelihara dan mengasuh anak, peran Allah diwakilkan kepada manusia.
Ini hanya khusus terjadi pada manusia, karena pada makhluk lain Allah lah
yang menangani itu sendiri. Hikmat dari pendelegasian peran Tuhan ini
adalah manusia belajar untuk memuliakan dirinya dengan sifat-sfat Tuhan,
sehingga derajat wujudnya meningkat.
Myang (dan) ngupaya (mencari) kang (yang) sandhang (sandang) bukti
(pangan). Dan mencari sandang dan pangan.
Yang dimaksud di sini adalah segala kebutuhan manusia selama hidup di
dunia. Mencari harta benda untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia
juga membutuhkan partner yang bisa diajak kerjasama. Bisa dilakukan
dengan keduanya mencari sandang pangan, sama-sama bekerja mencari
harta benda. Atau membagi tugas antara keduanya, pria mencari harta dan
wanita menjaga dan mendidik anak. Atau bersama-sama melakukan
kerjasama, seperti pada para pedagang. Pembagian tugas itu terserah
keduanya bagaimana sebaiknya.
Wiwilangane (bilangannya) ana (ada), catur (empat) upayeku (upaya
sebagai pedoman), yogyane (seyogyananya) kawikanana (pahamilah).
Bilangannya ada empat, upaya sebagai pedoman (mencari istri),
seyogyanya pahamilah.
Dari apa yang telah kami sampaikan di atas, terlihat bahwa kekompakan
pria-wanita dalam rumah tangga sangat penting agar tugas masing-masing
terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang usaha
mencari jodoh yang tepat agar sinergi antara keduanya dapat terwujud.
Para orang jaman dahulu telah membuat pedoman tentang kriteria untuk
mencari wanita yang tepat.
Dhingin (yang pertama) bobot (bobot) pindho (yang kedua) bebet (bebet)
katri (yang ketiga) bibit (bibit), kaping pat (yang keempat) tatariman

29
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(triman). Yang pertama adalah bobot, kedua bebet, ketiga bibit, keempat
triman.
Bobot adalah kualitas si wanita, kemampuan apa yang dia punyai, watak
dan perilakunya. Bebet adalah berkaitan dengan kemampuan sosial,
kemapanan ekonomi dan kedudukan keluarganya. Bibit berkaitan dengan
track record orang tua dan keluarga besarnya yang berkaitan dengan
moralitas. Tigal hal ini, bobot, bebet, bibit, hendaknya dipertibangkan
baik-baik. Yang dimaksud di sini adalah perihal kesesuaian antara si jejaka
dan calon istrinya. Bukan berarti mencari wanita yang bobot, bebet dan
bibitnya unggul, sedangkan si prianya sendiri dalan ketiga hal itu minim.
Ini tidak tahu diri namanya. Yang bagus sesuai ajaran syariat Islam
mencari jodoh adalah sekufu, artinya setara dalam tiga hal tersebut.
Ada yang beranggapan bahwa keriteria bobot, bebet, bibit, adalah wujud
kepicikan berpikir orang jaman kuno. Sudah jaman kemajuan kok berpikir
demikian, kata mereka. Ini adalah pendapat yang kurang bijak. Tidak ada
keharusan menerapkan ketiga pedoman tersebut secara ketat.
Bagaimanapun yang akan dicari adalah keharmonisan rumah tangga, jika
dalam ketiga hal tersebut tidak sesuai pasti akan terganggu hubungan
antara keluarga keduanya. Boleh-boleh saja tidak memakai pedoman
tersebut asalkan masing-masing telah siap mental, karena akibatnya akan
berat dan sulit. Ini harus dipahami.
Yang keempat adalah tatariman atau triman. Sengaja saya sisihkan
bahasan tentang ini karena di jaman sekarang sudah tidak lazim lagi.
Triman adalah wanita pemberian raja kepada seseorang. Wanita yang
diberikan biasanya adalah bekas istri raja sendiri, biasanya istri selir yang
sudah tidak disukai. Pada jaman dahulu praktik demikian lumrah terjadi
karena raja selirnya banyak, kalau bosan bisa diganti-ganti. Biasanya yang
diberi pun senang hati dan tidak merasa tersinggung, toh bekas istri raja
pasti cakep-cakep dan merupakan wanita pilihan.

30
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Warayagnya (10): Catur Prakara Pinilih


Bait ke-10, Serat Warayagnya karya Sri Mangkunegara IV, Pupuh
Dandhang Gula:
Papat iku iya uga kanthi.
dhingin warna kaping dhone brana,
kaping tri kawibawane,
catur pambekanipun.
Endi ingkang sira senengi,
aja nganti angawang,
manawa keduwung.
Karana milih wanodya,
datan kena den mupakatken sasami,
wuruk neng karsanira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Yang empat berikut juga sertakanlah (sebagai bahan
pertimbangan).
Yang pertama kecantikannya, yang kedua hartanya,
yang ketiga kedudukannya,
yang keempat watak perilakunya.
Manakah yang engkau sukai,
jangan sampai panjang angan,
jikalau menyesal.
Karena memilih wanita,
tidak bisa dimusyawarahkan dengan orang lain.
Yang menentukan kehendakmu sendiri.

Kajian per kata:


Papat (empat) iku (itu) iya uga (juga) kanthi (sertakanlah). Yang empat
berikut juga sertakanlah (sebagai bahan pertimbangan).
Bait ini masih melanjutkan uraian bait sebelumnya tentang bobot,bebet,
bibit. Selain yang tiga tersebut sertakan juga empat pertimbangan berikut
ini.
Dhingin (pertama) warna (rupa) kapindhone (yang kedua) brana (harta),
kaping tri (yang ketiga) kawibawane (kewibawaan, kedudukan), catur
31
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(keempat) pambekanipun (watak perilaku atau akhlaknya). Yang pertama


kecantikannya, yang kedua hartanya, yang ketiga kedudukannya, yang
keempat watak perilakunya.
Keempatnya adalah alasan seseorang menikahi wanita, tiga hal pertama
sudah kita bahas dalam bait ke-6, Patang Prakara Njalari Kaduwung,
sedangkan yang keempat adalah akhlak atau watak perilaku sehari-hari.
Watak dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari amatlah
penting dijadikan sebagai pertimbangan, karena watak serta perilaku
sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam membangun rumah
tangga. Pilihlah wanita yang berwatak terpuji, berwatak baik. Bahkan
seharusnya ini dijadikan pertimbangan utama. Walau dalam ketiga hal lain
unggul tetapi jika seorang wanita berwatak tercela sesungguhnya tidak
seharusnya engkau ambil sebagai istri, wahai para jejaka.
Wanita yang berwatak baik adalah permata dunia, tetapi engkau takkan
mudah meraihnya jika engkau tidak berwatak baik. Maka jika engkau
ingin mendapatkan wanita yang berakhlak terpuji, baik dalam budi pekerti
perbaikilah dirimu dulu. Karena sesungguhnya orang baik-baik jodohnya
juga orang baik-baik. Memperbaiki watak dan perilaku diri sendiri juga
merupakan salah satu bentuk persiapan seorang lelaki yang ingin
menempuh kehidupan berumah tangga.
Endi (manakah) ingkang (yang) sira (engkau) senengi (sukai), aja
(jangan) nganti (sampai) angawang (panjang angan), manawa (jikalau)
keduwung (menyesal). Manakah yang engkau sukai, jangan sampai
panjang angan, jikalau menyesal.
Manakah di antara keempat hal itu yang lebih engkau sukai sebagai
kriterian mencar istri. Pikirkanlah baik-baik, jangan sampai nanti menyesal
dan berandai-andai. Penyesalan hanya datang kemudian, setelah itu yang
dapat dilakukan hanyalah meratapi pilihan. Oh, seandainya aku tak
memilih dia sebagai istri. Nah, jangan sampai yang demikian itu terjadi,
maka hendaklah dipertimbangkan secara seksama.
Karana (karena) milih (memilih) wanodya (wanita), datan (tidak) kena
(bisa) den mupakatken (dimusyawarahkan) sasami (dengan orang lain),
wuruk (yang menentukan) neng (pada) karsanira (kehendakmu). Karena

32
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

memilih wanita tidak bisa dimusyawarahkan dengan orang lain. Yang


menentukan kehendakmu sendiri.
Lelaki yang hendak berumah tangga sudah harus mencapai kedewasaan
pikir. Hal ini ditandai dengan mampu mengambil keputusan. Demikian
juga tentang memilih wanita sebagai istri, yang bersangkutan sendirilah
yang seharusnya memutuskan. Boleh saja minta saran dan pendapat orang
tua, tetapi hendaklah disadari bahwa tanggung jawab perihal keputusan itu
berada di tangannya. Jika misalnya orang tua bekehendak mencarikan istri
untuk anaknya dan sang anak rela, maka itu juga menjadi keputusannya.
Dengan berakhirnya bait ini selesai sudah kajian kita tentang Serat
Warayagnya. Sebuah ajaran moral selalu kendati bersifat universal,
bentuk-bentuk perwujudannya selalu bersifat kontekstual. Serat
Warayagnya adalah ujaran orang terdahulu yang telah hidup hampir 200
tahun yang lalu. Ambilah sebagai pelajaran jika bersesuaian dengan
kondisi masa kini, abaikan jika tidak tepat lagi. Jaman berubah tetapi
dalam diri manusia ada sisi kemanusiaan yanga abadi. Pada bagian sisi
yang abadi inilah serat ini ditujukan.
Sekian!

33
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

BAGIAN KEDUA

SERAT DARMAWASITA

Karya KGPAA Sri Mangkunagara IV

Darmawasita artinya petuah kebajikan. Dari kata darma artinya kebajikan,


wasita artinya petuah atau pesan-pesan.
Serat Darmawasita terdiri dari Pupuh Dhandhang Gula 12 bait, Pupuh
Kinanthi 10 bait dan Pupuh Mijil 20 bait, keseluruhannya 42 bait. Isi dari
serat ini adalah nasehat bagi laki-laki dan perempuan dalam
mempersiapkan diri sebelum memasuki kehidupan rumah tangga.

34
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

PUPUH PERTAMA

DHANDHANG GULA

35
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (1): Pambuka Darmawasita


Pupuh ke-1, Dhangdhanggula (Metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i 7a),
tembang ini berwatak luwes dan halus. Selengkapnya bait ke-1, Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.

Mrih sarkara pamardining siwi,


winursita denira manitra.
Nujwari Selasa Wage,
triwelas sasi Mulud,
kasanga Dal sengkaleng warsi,
wineling anengaha,
sariranta iku.
Mring iki wasitaning wang,
marang sira putrengsun jaler lan estri,
muga padha ngestokna.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Agar manis dalam mendidik anak,
dituturkan olehnya dengan menulis (tembang).
Pada hari Selasa Wage,
tanggal 13 bulan Mulud,
mangsa ke-9, tahun Dal, tertanda tahun:
(pesan ini ditujukan kepadamu)
Bermakna tahun 1807 Jawa.
Pada nasihatku ini,
kepada engkau anak-anakku laki-laki atau perempuan,
harap semua mematuhinya.

Kajian per kata:


Mrih (agar) sarkara (manis) pamardining (mendidik) siwi (anak),
winursita (dituturkan) denira (olehnya) manitra (menulis). Agar manis
dalam mendidik anak, dituturkan olehnya, dengan menulis (tembang).
Orang jaman dahulu lazim memakai tembang untuk menulis nasihat. Hal
ini agar lebih manis dalam penuturan. Lebih luwes disampaikan karena
bisa dipakai sebagai tembang yang dinyanyikan dalam acara-acara
tertentu. Atau digubah dalam gendhing karawitan yang diiringi instrumen
36
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

gamelan. Dengan demikian kesan-kesan dari nasihat tersebut akan lebih


terasa dan lebih mudah diingat.
Nujwari (pada hari) Selasa Wage (hari Selasa Wage), triwelas (tanggal
13) sasi (bulan) Mulud (mulud), kasanga (mangsa ke-9) Dal (taun dal)
sengkaleng warsi (sengkalan tahun), wineling (pesan) anengaha
(ditujukan) sariranta (kepadamu) iku (itu). Pada hari Selasa Wage,
tanggal 13 bulan Mulud, mangsa ke-9, tahun Dal, tetanda tahun: 1807.
Secara harfiah sengkaleng warsi: wineling anengaha sariranta iku, berarti
pesan ini ditujukan kepadamu, bermakna tahun 1807 Jawa, atau 1878 M.
Jadi sesuai apa yang tertulis dalam awal naskah ini tanggal penulisan serat
ini adalah: tanggal 13 Mulud 1807 Jawa, mangsa kasanga atau ke-9, tahun
Dal. Dalam kalender Masehi bertepatan dengan atau 19 Maret 1878 M.
Mring (Pada) iki (ini) wasitaning (nasihat) wang (aku), marang (kepada)
sira (engkau) putrengsun (anak-anakku) jaler (laki-laki) lan (dan) estri
(perempuan),muga (harap) padha (semua) ngestokna (mematuhi). Pada
nasihatku ini, kepada engkau anak-anakku laki-laki atau perempuan,
harap semua mematuhinya.
Nasehat ini ditujukan kepada anak-anak penggubah serat ini, tentu saja
juga termasuk anak-anak muda lain dan orang-orang di zaman sekarang
yang berkenan mengambil pelajaran darinya. Harap semuanya mematuhi
apa yang tertulis dalam nasihat ini.
Marilah kita selami makna serat ini dengan kajian mendalam secara per
kata agar dapat diambil manfaatnya. Selamat membaca, semoga hati Anda
bersinar terang, pikiran Anda menjadi cemerlang oleh niat luhur yang
Anda sertakan dalam mengkaji serat ini.

37
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (2): Pinesthi Ing Kodrating


Jejodhowan
Bait ke-2, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i
7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Rehne sira wus dewasa sami,
sumurupa lakoning agesang.
Suntuturi kamulane,
manungsa estri jalu,
papantaran denya dumadi.
Neng donya nut agama,
jalu estri dhaup.
Mongka kanthining agesang,
lawan kinen marsudi dawakken wiji.
Ginawan budidaya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Oleh karena engkau semua sudah dewasa,
ketahuilah kehidupan yang harus dijalani oleh orang hidup.
Aku beritahu asal-muasalnya,
manusia perempuan dan laki-laki itu,
hampir bersamaan mereka di ciptakan.
Di dunia ini menurut ajaran agama,
laki-laki dan perempuan dianjurkan menikah.
Sebagai teman dalam hidup,
dan agar mengupayakan berlanjutnya keturunan.
Dibekali dengan akal budi dan kekuatan.

Kajian per kata:


Rehne (oleh karena) sira (engkau) wus (sudah) dewasa (dewasa) sami
(semua), sumurupa (ketahuilah) lakoning (kehidupan yang harus dijalani)
agesang (orang hidup). Oleh karena engkau semua sudah dewasa,
ketahuilah kehidupan yang harus dijalani oleh orang hidup.
Sudah waktunya engkau mengetahui bahwa hidup ini ada kewajiban,
larangan, anjuran dan pantangan. Termasuk dalam hal ini adalah anjuran
moral, keprawiraan, dan darma bagi orang hidup. Oleh karena serat ini
38
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dinamakan darmawasita, yang bermakna wasiat-wasiat atau nasihat-


nasihat tentang darma.
Apakah darma itu? Darma adalah kewajiban moral yang harus kita
lakukan demi keutamaan hidup kita sendiri. Sebuah darma muncul dari
kehendak dalam hati sendiri, bukan atas paksaan orang lain, perintah teks
keagamaan, peraturan atau alasan di luar diri sendiri. Darma muncul dari
hati kecil, hati nurani, secercah kebenaran yang ditanam Tuhan dalam diri
kita. Inilah bekal pertama kita dalam menjalani hidup.
Suntuturi (aku beritahu) kamulane (asal-muasalnya), manungsa
(manusia) estri (perempuan) jalu (laki-laki), papantaran (hampir
bersamaan) denya (mereka di) dumadi (diptakan). Aku beritahu asal-
muasalnya, manusia perempuan dan laki-laki itu, hampir bersamaan
mereka di ciptakan.
Orang yang pertama kali diciptakan adalah Bapa Adam. Beliau diciptakan
seorang diri atas titah Allah Yang Maha Kuasa. Tak lama kemudian Ibu
Hawa diciptakan untuk menemani Adam. Dalam Al Quran Hawa disebut
sebagai min nafsin wahidatin (dari diri yang satu). Banyak ahli tafsir
zaman dahulu seperti Ibnu Katsir menafsirkan bahwa kalimat min nafsin
wahidatin sebagai Adam, artinya Hawa diciptakan dari diri Adam. Kami
tidak akan masuk ke wilayah itu, sesuai dengan makna teks, min nafsin
wahidatin berarti dari diri yang satu.
Neng (di) donya (dunia) nut (menurut) agama (ajaran agama), jalu (laki-
laki) estri (perempuan) dhaup (menikah). Di dunia ini menurut ajaran
agama, laki-laki dan perempuan dianjurkan menikah.
Menikah adalah anjuran agama Islam (dan juga agama apapun), bagi laki-
laki yang sudah dewasa. Sering orang mengatakan agar seseorang segera
menikah agar terhindar dari pebuatan keji dan munkar. Sesungguhnya
tujuan menikah jauh lebih mulia dari sekedar itu. Seperti yang akan
dijelaskan lebih lanjut pada gatra berikut.
Mongka (menjadi) kanthining (teman) agesang (dalam hidup), lawan
(dan) kinen (agar) marsudi (mengupayakan) dawakken (panjangnya,
lanjutnya) wiji (keturunan). Menjadi teman dalam hidup, dan agar
mengupayakan berlanjutnya keturunan.

39
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Wajar apabila manusia membutuhkan teman dalam segala hal. Seorang


polisi butuh rekan dalam bekerja, seorang tukang batu butuh peladen
dalam membuat tembok, seorang sopir butuh kernet, seorang pilot butuh
kopilot, dll. Yang disebutkan itu adalah pekerjaan yang tidak terlalu berat
dibanding dengan menempuh kehidupan sampai akhir hayat.
Jadi masuk akal jika manusia juga membutuhkan teman dalam mengarungi
kehidupan. Dan menjadi logis jika teman yang dibutuhkan adalah dari
lawan jenis, agar mereka saling melengkapi, saling memberi kegembiraan,
saling menghibur, saling mengingatkan, saling memperbaiki, saling
mengasihi, saling menyayangi. Masih ada 1000 saling lagi yang bisa
mereka lakukan jika mereka hidup bersama.
Akan lebih mudah dipahami mengapa manusia harus berjodoh dengan
lawan jenis, karena mereka mempunyai darma untuk melanjutkan
keturunan manusia sampai kelak pada hari kiamat. Ini hanya bisa terjadi
jika mereka menikah dengan lawan jenis. Jadi kalau tidak hidup bersama
dengan lawan jenis ya mereka mau apa?
Ginawan (dibekali) budidaya (akal budi dan kekuatan). Dibekali dengan
akal budi dan kekuatan.
Dalam menjalani hidup bersama dan melaksanakan darma itu, manusia
dibekali dengan akal budi dan kekuatan untuk menggunakannya. Ini
adalah bonus dalam kehidupan manusia. Dalam dunia makhluk lain untuk
melakukan perjodohan mereka hanya dibekali nafsu dan naluri, dan itu
cukup. Namun selain dibekali dengan hal yang sama, manusia diberi
bonus dengan akal budi. Ini akan menjadikan kehidupan bersama
pasangan menjadi indah dan menyenangkan. Ra ngandel? Jajalen dhewe!

40
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (3): Asthagina (delapan manfaat)


Bait ke-3, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i
7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Yeka mongka srananing dumadi,
tumandhuke marang saniskara.
Manungsa apa kajate,
sinembadan sakayun.
Yen dumunung mring wolungwarni,
ingaran asthagina.
Iku tegesipun,
wolung pedah tumrapira.
Marang janma margane mrih sandhang bukti,
kang dhingin winicara.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Inilah yang sebagai sarana (keberhasilan) setiap manusia,
dalam segala perbuatannya.
Manusia apa keinginannya,
akan terlaksana kehendaknya
Jika menempatkan delapan pedoman,
yang disebut asthagina.
Itu artinya, delapan manfaat bagimu,
bagi manusia sebagai jalan mencari sandang dan pangan.
Yang pertama dibicarakan (dalam bait berikut).

Kajian per kata:


Yeka (itulah, kalau dalam bahasa Indonesia lebih tepat:inilah ) mongka
(dari kata minangka, sebagai) srananing (sarana, piranti) dumadi
(makhluk, manusia), tumandhuke (mengenai) marang (terhadap)
saniskara (semuanya). Inilah yang sebagai sarana (keberhasilan) setiap
manusia, dalam segala perbuatannya.
Inilah sarana atau piranti bagi setiap manusia. Dalam segala perbuatannya
hendaklah mendasarkan diri pada sarana ini.

41
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Manungsa (manusia) apa (apa) kajate (keinginannya), sinembadan


(terlaksana) sakayun (kehendaknya). Manusia apa keinginannya, akan
terlaksana kehendaknya.
Dalam hidup manusia pasti menginginkan sesuatu, hal tersebut berkaitan
dengan tugas dan kewajibannya, berkaitan dengan darma yang dipikulnya
sebagai makhluk hidup. Juga berkaitan dengan tugas dan kewajibannya
sebagai manusia. Serta berkaitan dengan tugas dan kewajibannya sebagai
orang yang berumah tangga sebagaimana bahasan serat ini.
Dalam ketiga kedudukan tersebut manusia mempunyai hajat yang harus
dipenuhi dengan berusaha. Nah, jika ingin hajatnya tercapai hendaknya
mendasarkan pada sarana ini.
Yen (jika) dumunung (menempatkan) mring (terhadap) wolung (delapan)
warni (perkara, hal, pedoman), ingaran (yang disebut) asthagina. Jika
menempatkan delapan pedoman, yang disebut asthagina.
Sarana ini disebut asthagina yang artinya delapan manfaat. Jika manusia
menempatkan delapan hal ini dalam hidupnya, Insya Allah segala hajatnya
akan tercapai sesuai kehendaknya.
Iku (itu) tegesipun (artinya), wolung (delapan) pedah (faidah, manfaat)
tumrapira (bagimu), marang (bagi) janma (manusia) margane (sebagai
jalan) mrih (dalam mencari) sandhang (sandang) bukti (pangan). Itu
artinya, delapan manfaat bagimu, yang ditujukan bagi manusia sebagai
jalan mencari sandang dan pangan.
Asthagina dari kata astha artinya delapan dan gina (guna) artinya
manfaat. Jadi artinya adalah delapan manfaat yang ditujukan bagi manusia
sebagai pedoman atau jalan dalam mencari sandang pangan (sandhang
bukti). Frasa sandhang bukti mewakili semua kebutuhan manusia sebagai
makhluk yang mempunyai tugas dan kewajiban ontologis sesuai peran
yang dibebankan kepadanya oleh Sang Pencipta.
Kang (yang) dhingin (pertama) winicara (dibicarakan). Yang pertama
dibicarakan (dalam bait berikut).
Dari delapan itu, bait berikutnya akan membahas secara urut mulai yang
pertama.

42
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (4;5): Asthagina Kawedhar


Bait ke-4,5, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a
12i 7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Panggaotan gelaring pambudi,
warna-warna sakaconggahira,
nuting jaman kalakone.
Rigen ping kalihipun,
dadi pamrih marang pakolih.
Katri gemi garapnya,
margane mrih cukup.
Papat nastiti papriksa,
iku dadi margane weruhing pasthi.
Lima wruh etung ika,

Watek adoh mring butuh sahari.


Kaping nenem taberi tatanya,
ngundhakken marang kawruhe.
Ping pitu nyegah kayun,
pepenginan kang tanpa kardi,
tan boros marang arta,
sugih watekipun.
Ping wolu nemen ing sedya,
watekira sarwa glis ingkangkinapti.
Yen bisa kang mangkana.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


(Yang pertama) pekerjaan sebagai wujud berusaha,
macam-macan jenisnya sesuai kemampuanmu,
disesuaikan dengan zaman yang berlaku.
Yang kedua tanggap dan cekatan,
menjadi sebab terhadap datangnya pendapatan.
Yang ketika efektif dalam memanfaatkan sesuatu,
menjadi cara (kunci) agar tercukupi.
Yang keempat teliti dalam memeriksa (setiap hal),
menjadi kunci dari mengetahui yang pasti.
Yang kelima mengetahui perhitungan,

43
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

watak ini menjauhkan dari (banyak) kebutuhan sehari-hari.


Yang keenam rajin bertanya,
meningkatkan pengetahuan.
Yang ketujuh mencegah hati,
dari keinginan yang tidak bermanfaat,
tidak boros terhadap harta.
Itulah watak orang kaya.
Yang kedelapan bersungguh-sungguhlah dalam kehendak,
wataknya serba bersegera melakukan yang dikehendaki.
Jika mampu lakukan yang delapan itu.

Kajian per kata:


Panggaotan (pekerjaan) gelaring (sebagai wujud) pambudi (berusaha),
warna-warna (macam-macam) sakaconggahira (sesuai kemampuanmu),
nuting (sesuai) jaman (zaman) kalakone (yang berlaku). (Yang pertama)
pekerjaan sebagai wujud berusaha, macam-macan jenisnya sesuai
kemampuanmu, disesuaikan dengan zaman yang berlaku.
Yang pertama bekerja. Bekerja adalah perwujudan dari berusaha. Bekerja
adalah bentuk nyata dari sebuah upaya mempergunakan akal budi
(pambudi). Dalam bekerja sesuaikan dengan kemampuanmu, mana yang
terbaik yang bisa dilakukan. Yang berbakat dagang sebaiknya berdagang
dengan sungguh-sungguh. Yang pintar bertani sebaiknya bercocok tanam
dengan tekun. Yang banyak ilmu cobalah menjadi pengajar. Dan banyak
pekerjaan lain sesuai dengan bakat alami dan minat yang disukai. Yang
penting lakukan dengan sungguh-sungguh, profesional dan dengan
perasaan yang suka gembira.
Adapun dalam bekerja luweslah jangan terpancang pada keadaan. Bila
zaman berubah, sesuaikan dengan gejala yang timbul. Kalau dahulu
membajak sawah dengan kerbau, sekarang tak mungkin lagi. Jual saja
kerbaunya lalu dibelikan traktor, begitulah harus luwes, jangan kaku hati.
Rigen (tanggap dan cekatan) ping (yang) kalihipun (kedua), dadi
(menjadi) pamrih (sebab) marang (terhadap) pakolih (pendapatan). Yang
kedua tanggap dan cekatan, menjadi sebab terhadap datangnya
pendapatan.

44
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Yang kedua Rigen, adalah sikap yang tanggap terhadap keadaan dan
mampu mencari solusi dengan cekatan. Dapat merekayasa sesuatu
sehingga mampu mengatasi masalah yang timbul. Orang yang rigen tidak
akan putus asa dan menyerah dalam menghadapi masalah, tetapi akan
berpikir mencari solusi. Dalam hidup orang hendaklah rigen, jangan cepat
putus asa dan menyerahkan solusi kepada orang lain. Jika mampu
mengatasi masalah akan mendatangkan hasil, sebaliknya jika
menyerahkan kepada orang lain akan kehilangan ongkos. Rigen adalah
kunci dari berhasilnya hidup dan datangnya pendapatan.
Katri (yang ketiga) gemi (efektif) garapnya (dalam memanfaatkan
sesuatu), margane (menjadi cara) mrih (agar) cukup (tercukupi). Yang
ketika efektif dalam memanfaatkan sesuatu, menjadi cara (kunci) agar
tercukupi.
Yang ketiga adalah gemi, artinya mampu memanfaatkan sesuatu secara
efektif. Hal-hal yang kurang menjadi berdaya guna, hal-hal yang
sebenarnya sudah terbuang menjadi bermanfaat lagi. Orang yang gemi
tidak tergesa-gesa membuang barang yang bekas, tetapi memanfaatkannya
untuk kegunaan lain. Handuk bekas dijadikan keset, kaleng bekas
dijadikan pot, baju bekas dijadikan lampin, misalnya seperti itu.
Sikap gemi ini menjadi jalan bagi tercukupinya banyak kebutuhan, karena
yang seharusnya membeli menjadi tidak membeli, yang seharusnya
dibuang dapat dimanfaatkan kembali sehingga hemat. Sifat gemi juga
dapat diterapkan dalam hal waktu. Orang Jawa sering berkata: nggemeni
wekdal, gemi terhadap waktu, artinya mampu memanfaatkan waktu yang
sempit untuk banyak kegiatan.
Papat (yang keempat) nastiti (teliti) papriksa (dalam memeriksa), iku (itu)
dadi (menjadi) margane (cara, kunci) weruhing (mengetahui) pasthi
(dengan pasti). Yang keempat teliti dalam memeriksa (setiap hal), menjadi
kunci dari mengetahui yang pasti.
Yang keempat nastiti, adalah sifat yang teliti terhadap segala sesatu. Teliti
ketika merencanakan sehingga tak ada yang luput dari perhitungan. Teliti
dalam pekerjaan sehingga tak ada pekerjaan yang salah. Teliti dalam
pemeriksan sehingga jika ada kesalahan langsung dapat diperbaiki. Sikap
nastiti merupakan kunci dari berhasilnya kehidupan karena akan minim
dari kesalahan dan pengulangan yang tak perlu.
45
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Lima (kelima) wruh (mengetahui) etung ika (perhitungannya), watek


(watek) adoh (jauh) mring (dari) butuh (kebutuhan) sahari (sehari-hari).
Yang kelima mengetahui perhitungan, watak ini menjauhkan dari (banyak)
kebutuhan sehari-hari.
Yang kelima mengetahui perhitungan. Kalau sudah mengetahui
perhitungannya dengan pasti maka seseorang akan terhindar dari
kebutuhan yang tak perlu. Semua sudah diperhitungkan dengan teliti
sehingga tak ada lagi kebutuhan yang tak terencanakan. Jika disiplin
menerapkan anggaran akan tercukupi semua kebutuhan sesuai porsi
masing-masing. Sikap penuh perhitungan ini juga bermanfaat apabila yang
bersangkutan memikul jabatan publik, menjadi bendaharawan misalnya.
Kaping (yang ke) nenem (enam) taberi (rajin) tatanya (bertanya),
ngundhakken (meningkatkan) marang (pada) kawruhe (pengetahuan).
Yang keenam rajin bertanya, meningkatkan pengetahuan.
Sikap yang keenam adalah rajin bertanya. Ini tak diragukan lagi akan
manfaatnya. Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap manusia, dan itu
dapat dilakukan dengan bertanya kepada siapa saja, dimana saja dan kapan
saja.
Ping (yang ke) pitu (tujuh) nyegah (mencegah) kayun (hati), pepenginan
(keinginan) kang (yang) tanpa (tidak) kardi (bermanfaat), tan (tak) boros
(boros) marang (terhadap) arta (harta), sugih (kaya) watekipun
(wataknya). Yang ketujuh mencegah hati, dari keinginan yang tidak
bermanfaat, tidak boros terhadap harta. Itulah watak orang kaya.
Sikap ketujuh mencegah keinginan hati, ini berkaitan dengan mamajemen
hati atau beberapa tahun lalu populer dengan istilah manajemen kalbu.
Kita semestinya mencontoh orang-orang kaya dalam hal ini.
Bagaimanakah seseorang yang disebut orang kaya itu? Ternyata jawabnya
adalah orang yang tidak banyak kebutuhan. Lihatlah orang kaya dari
Amerika Mark Zuckerberg itu. Apakah dia butuh jas mewah? Tidak kan?
Dia hanya butuh kaos abu-abu untuk dipakai pergi kemana saja.
Dalam hidup kita hendaknya juga bisa bersikap demikian itu, tidak
tergesa-gesa menetapkan sesuatu sebagai kebutuhan hanya karena
menuruti keinginan hati saja. Padahal apa yang kita inginkan tidak banyak
manfaatnya. Apa manfaat dari jam seharga 1,68 milyar? Sama saja dengan

46
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

jam seharga 1 juta kan? Tapi kalau kita menganggap jam seharga 1,68
milyar sebagai kebutuhan maka tingkah polah kita akan berbeda. Bisa-bisa
karena sangat ingin jam itu kita tega mencuri uang rakyat banyak.
Lhadalah! Ini kan bikin sengsara.
Oleh karena itu terhadap harta hendaklah tidak boros. Tirulah sikap orang-
orang kaya seperti si kaos abu-abu itu.
Ping (yang ke) wolu (delapan) nemen (bersungguh-sungguh) ing (dalam)
sedya (kehendak), watekira (wataknya) sarwa (serba) glis (segera)
ingkang (yang) kinapti (dikehendaki). Yang kedelapan bersungguh-
sungguhlah dalam kehendak, wataknya serba bersegera melakukan yang
dikehendaki.
Sikap kedelapan adalah bersungguh-sungguh dalam kehendak. Orang yang
yang bersungguh-sungguh akan menyegerakan kehendaknya, tidak ingin
menundanya walau hanya sebentar. Sikap bersegera ini berbeda dengan
tergesa-gesa. Bersegera adalah sikap yang mendahulukan jika peluangnya
telah tiba, tidak menunda-nunda lagi. Tetapi bukan lantas mencari-cari
kesempatan dengan menggasak orang lain, tetapi secara tepat
menggunakan waktu yang tersedia.
Sikap bersegera ini harus dimiliki dan diterapkan dalam segala kebaikan.
Menunda-nunda adalah sikap yang berkebalikan dengan itu dan harus
dihindari.
Yen (jika) bisa (mampu) kang (yang) mangkana (demikian itu). Jika
mampu lakukan yang delapan itu.
Itulah delapan sikap yang menjadi sarana atau kunci keberhasilan dalam
hidup berumah tangga. Sebaiknya mulai sekarang diupayakan satu persatu
sesuai kemampuan sampai lengkap yang kedelapan itu.

47
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (6): Aja Tuman Utang Lan Silih


Bait ke-6, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i
7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Angadohken durtaning kang ati,
anyedhakken rahayuning badan,
den andel mring sesamane.
Lan malih wekasingsun,
aja tuman utang lan silih.
Anyudakken derajat,
camah wekasipun.
Kasoran prabawanira,
mring kang potang lawan kangsira silih,
nyatane angrerepa.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Menjauhkan keburukan hati,
mendekatkan keselamatan diri,
dipercaya oleh sesama manusia
Dan ada lagi pesanku,
jangan membiasakan diri berhutang dan meminjam.
Merendahkan derajat,
terhina pada akhirnya.
Kalah kewibawaan,
orang berhutang dari yang memberi pinjaman,
nyatanya (waktu meminjam pun sudah) menghiba-hiba.

Kajian per kata:


Angadohken (menjauhkan) durtaning (keburukan, kelicikan) kang ati
(hati), Anyedhakken (mendekatkan) rahayuning (keselamatan) badan
(diri), den andel (dipercaya) mring (oleh) sesamane (sesamanya).
Menjauhkan keburukan hati, mendekatkan keselamatan diri, dipercaya
oleh sesama manusia.
Apabila kita mampu melakukan 8 manfaat (asthagina) seperti yang
diuraikan dalam bait sebelumnya, maka hidup kita akan jauh dari
keburukan hati. Sebenarnya tidak ada orang yang berhati buruk atau jahat,

48
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

namun kadang karena terdesak keadaan tiba-tiba menjadi timbul keinginan


untuk mencari solusi instan karena sudah tidak kuat menahan beban hidup.
Tetapi kalau kita mau menerapkan asthagina tadi, keadaan yang membuat
kepepet itu Insya Allah akan terhindar.
Delapan sikap asthagina menjauhkan seseorang dari keadaan kepepet
tersebut, sehingga potensi yang mengarah kepada keburukan hati menjadi
berkurang. Diri menjadi terhindar dari banyak masalah dan Insya Allah
keselamatan dan kesentausaan akan menjelang. Rahayuning badan yang
dimaksud di sini adalah keselamatan dari segala godaan dan kesentausaan
dalam menjalani kehidupan, artinya hidupnya bermartabat.
Selain manfaat untuk diri sendiri secara langsung, asthagina juga
membuat seseorang yang melakukannya punya integritas. Hal ini berakibat
munculnya kepercayaan orang lain padanya. Dia akan den andel
sesamane, dipercaya sesamanya.
Lan (dan) malih (ada lagi) wekasingsun (pesanku), aja (jangan) tuman
(membiasakan) utang (berhutang) lan (dan) silih (meminjam). Dan ada
lagi pesanku, jangan membiasakan diri berhutang dan meminjam.
Penjelasan tentang keuntungan menerapkan prinsip asthagina kita
cukupkan. Kita beralih pada nasihat lain, yakni tentang berhutang.
Berhutang dan meminjam ada kalanya kita lakukan karena keadaan, tetapi
perbuatan ini jangan dibiasakan sehingga mencandui. Di zaman
konsumerisme ini godaan untuk melakukan hutang banyak sekali kita
temui. Apalagi ketatnya persaingan membuat para penjual memakai segala
upaya untuk merayu pembeli, salah satunya dengan menawarkan kredit.
Juga banyak lembaga kreditur bermunculan, yang menawarkan
pembiayaan dengan DP rendah. Ini membuat calon pengutang tergiur.
Menghadapi hal ini jika kita memakai prinsip asthagina Insya Allah akan
selamat. Sikap asthagina membuat kita tidak tergesa-gesa dalam membuat
keputusan berhutang. Semua dipertimbangkan secara nastiti dan penuh
perhitungan. Lebih baik gemi dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit
agar tak usah berhutang. Lebih baik memeriksa dahulu apakah kita
memang perlu membeli barang itu, bila tidak kita harus mencegah
keinginan hati.

49
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Selain hutang kita juga kadang harus meminjam. Terhadap hal ini sikap
kita pun jelas. Jangan lakukan kalau tidak sangat terpaksa. Inilah pesan
yang ditekankan dengan sangat oleh penggubah serat Darmawasita yang
dituangkan dalam bait ini.
Anyudakken (merendahkan) derajat (derajat), camah (hina, tidak
dihargai) wekasipun (akhirnya). Merendahkan derajat, terhina pada
akhirnya.
Berhutang itu merendahkan derajat karena membuat posisi pengutang
menjadi pihak yang menerima dan lemah. Salah-salah posisi ini bisa
membuat pengutang menanggung kehinaan nantinya. Hal demikian telah
banyak contohnya, misalnya seorang yang memberi piutang kemudian
menagih dengan keras dan karena jengkel tidak mendapat pelunasan
kemudian memaki-maki. Ada pula penagih yang karena jengkel tak
mendapatkan segera pengembalian yang diminta kemudian mengupload ke
medsos. Ini bisa membuat nama baik pengutang tercemar dan dicemooh
banyak orang.
Berhutang kepada lembaga kreditor pun demikian keadaanya. Bahkan
kadang mereka kalau menagih sangat tidak sopan, berbeda ketika mereka
membujuk kita agar berhutang. Di akhir tenggat waktu seringkali mereka
menelepon setiap hari, setiap jam, setiap menit. Kadang mereka menagih
dengan berganti nomer telepon hingga 10 kali. Bener-bener bikin risih.
Kasoran (kalah) prabawanira (kewibawaan), mring (dari) kang (yang)
potang (yang berhutang) lawan (dari) kang (yang) sira (engkau) silih
(pinjami), nyatane (nyatanya) angrerepa (menghiba-hiba). Kalah
kewibawaan, orang berhutang dari yang memberi pinjaman, nyatanya
(waktu meminjam pun sudah) menghiba-hiba.
Berhutang juga bisa menurunkan wibawa si pengutang terhadap yang
memberi hutang. Seringkali seorang yang mengutang lari terbirit-birit
begitu bertemu dengan orang yang memberi hutang. Berpapasan di jalan
pun menghindar, kalau tak sempat menghindar berpura-pura tak melihat.
Kadang si pemberi hutang hanya lewat di depan rumah pun sudah sangat
resah hati karena belum mempunyai harta untuk mengembalikan, padahal
dia hanya mau lewat saja. Berhutang itu memang sejak awal sampai akhir
tidak ada kebaikannya. Di awal kita kadang harus menghiba-hiba saat
hendak berhutang, di tengah membuat kita resah, di akhir batas waktu
50
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

bisa-bisa membuat kita dihinakan. Oleh karena itu janganlah sekali-kali


berhutang kalau tidak sangat-sangat terpaksa. Ingatlah itu!

51
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (7): Lara Tininggal Arta


Bait ke-7, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i
7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Luwih lara laraning kang ati,
ora kaya wong tininggal arta.
Kang wus ilang piyandele,
lipure mung yen turu,
lamun tangi sungkawa malih.
Yaiku ukumira,
wong nglirwakken tuduh,
ingkang aran budidaya.
temah papa asor denira dumadi,
tan amor lan sasama.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Sangatlah sakit sakitnya hati,
tidak seperti orang yang kehilangan harta.
Yang sudah hilang kepercayaan dirinya,
terhiburnya hanya jika tidur,
kalau bangun bersedih lagi.
Itulah hukuman bagi orang
yang mengabaikan petunjuk,
yang disebut berusaha.
Hingga menderita, terhina kehidupannya,
tak mampu bergaul dengan sesama.

Kajian per kata:


Luwih (sangatlah) lara (sakit) laraning (sakitnya) kang ati (hati),ora
(tidak) kaya (seperti) wong (orang) tininggal (kehilangan) arta (uang,
harta). Sangatlah sakit sakitnya hati, tidak seperti orang yang kehilangan
harta.
Arta bisa berarti uang, bisa juga berarti harta benda. Orang yang
kehilangan harta adalah orang yang paling menderita di dunia ini. Apalagi
jika sampai habis tak bersisa, menjadi miskin papa. Itu sungguh
penderitaan yang tiada tara.

52
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Memang ada yang berkata harta bukan segalanya, dan itu benar adanya.
Tetapi jika kita sampai tak berharta maka barulah kesulitan datang silih
berganti. Dicibir tetangga, ditinggalkan teman, disia-siakan dari pergaulan.
Mau bertamu dikira mau berhutang, ditagih iuran bisanya cuma
cengengesan, dimintai jajan anak bisanya mengelus dada. Sedih man!
Kang (yang) wus (sudah) ilang (hilang) piyandele (kepercayaan
dirinya),lipure (terhiburnya) mung (hanya) yen (jika) turu (tidur), lamun
(kalau) tangi (bangun) sungkawa (bersedih) malih (lagi). Yang sudah
hilang kepercayaan dirinya, terhiburnya hanya jika tidur, kalau bangun
bersedih lagi.
Hilanglah kepercayaan diri karena tak punya apa-apa lagi. Bekal bergaul
dan bersosialisasi adalah ada sedikit harta. Kalau tak berpunya jalinan
dengan sesama pun timpang. Rasa minder dan rendah diri mendera.
Akibatnya hanya lontang-lantung ke sana kemari, tak ada kegiatan yang
bisa dilakukan karena semua juga butuh biaya. Satu-satunya penghilang
jenuh hanya tidur, tapi itu pun ada capeknya juga. Kalau bangun kesedihan
datang lagi. Apalagi bangun tidur kok lapar. Aduh sedihnya!
Yaiku (itulah) ukumira (hukumannya),wong (orang) nglirwakken
(mengabaikan) tuduh (petunjuk),ingkang (yang) aran (disebut) budidaya
(berusaha). Itulah hukuman bagi orang yang mengabaikan petunjuk, yang
disebut berusaha.
Budidaya adalah upaya menggunakan budi (pikiran) dan daya (kekuatan)
untuk mengatasi masalah. Bahasa sederhanya adalah berusaha mencari
penghidupan. Bisa dengan bekerja atau berusaha, seperti dagang, bercocok
tanam, dll. Bila kita tidak bisa melakukan budidaya penderitaan akan
datang silih berganti.
Temah (hingga) papa (menderita) asor (hina) denira (dia) dumadi
(kehidupan), tan (tak) amor (bergaul) lan (dengan) sasama (sesama).
Hingga menderita, terhina kehidupannya, tak mampu bergaul dengan
sesama.
Jika orang sudah terlanjur tidak punya harta memang susah. Mau
berdagang tak punya modal, mau bertani tak punya lahan, mau bekerja
belum tentu diterima. Akibatnya rendah derajatnya di masyarakat, hina

53
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dalam pandangan sesamanya. Yang lebih menyakitkan, tersingkir dari


pergaulan.
Bait ini menceritakan keadaan orang yang tak punya harta, yang
keadaannya mengerikan. Jangan sampai hal ini terjadi. Bait berikutnya
memberi sedikit petuah untuk menghindari ini semua. Sampai jumpa pada
kajian berikutnya.

54
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (8): Becik Tetep Anggaota


Bait ke-8, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i
7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Kaduwunge saya angranuhi,
sanalika kadi suduk jiwa,
enget mring kaluputane.
Yen kena putraningsun,
aja kadi kang wus winuni.
Dupeh wus darbe sira,
panci pancen cukup,
becik linawan gaota.
Kang supaya kayumananing dumadi,
Manulak mring sangsaya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Penyesalannya semakin menjadi-jadi,
seketika seolah ingin bunuh diri,
ingat pada kesalahannya.
Jika bisa anak-anakku,
jangan seperti yang sudah disebutkan (di atas).
Mentang-mentang engkau sudah berpunya,
walau persediaan makan sudah cukup,
lebih baik disertai usaha.
Agar supaya terlindungi dalam kehidupan,
terhindar dari kesengsaraan.

Kajian per kata:


Kaduwunge (penyesalannya) saya (semakin) angranuhi (makin terasa,
menjadi-jadi), sanalika (seketika) kadi (seolah ingin) suduk (bunuh) jiwa
(diri), enget (ingat) mring (pada) kaluputane (kesalahannya).
Penyesalannya semakin menjadi-jadi, seketika seolah ingin bunih diri,
ingat pada kesalahannya.
Dalam bait sebelumnya digambarkan tentang keadaan orang yang
kehilangan harta benda yang serba susah dan terjepit. Jika semua itu sudah
terjadi, yang ada hanya penyesalan yang semakin menjadi-jadi. Jadi

55
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

teringat asal muasal kesalahan yang dilakukan sehingga bisa bernasib


demikian. Namun rasa sesal tiada berguna. Dunia menjadi gelap, tak ada
titik terang. Tersingkir, terpinggirkan, terpojokkan, menderita
berkepanjangan. Ingin rasanya bunuh diri saja untuk lari dari kenyataan.
Yen (jika) kena (bisa) putraningsun (anak-anakku), aja (jangan) kadi
(seperti) kang (yang) wus (sudah) winuni (dikatakan, disebutkan). Jika
bisa anak-anakku, jangan seperti yang sudah disebutkan (di atas).
Janganlah yang seperti itu terjadi. Yang dimaksud adalah jangan sampai
terjadi keadaan terjepit tersebut terjadi. Harus selalu diperhitungkan,
direncanakan, diwaspadai segala kemungkinan terburuk yang berkaitan
dengan harta. Sebisa-bisa ditutup celah yang membuat harta kita habis.
Dalam hal ini perencanaan keuangan itu diperlukan sebagai antisipasi agar
kita tidak kehabisan harta benda. Tentu saja ini sekedar usaha karena nasib
kita hari esok kita tidak tahu, namun kita tidak boleh abai terhadap segala
kemungkinan buruk.
Dupeh (mentang-mentang) wus (sudah) darbe (berpunya) sira (engkau),
panci (jatah, persediaan) pancen (makanan) cukup (cukup), becik (lebih
baik) linawan (disertai) gaota (bekerja). Mentang-mentang engkau sudah
berpunya, walau persediaan makan sudah cukup, lebih baik disertai
usaha.
Sekaya apapun orang sewaktu-waktu hartanya bisa habis. Oleh karena itu
jangan bersikap mentang-mentang sehingga lalai. Walau sudah mencukupi
persediaan makan untuk hari esok, tetaplah jangan meninggalkan usaha
mencari penghidupan. Walau demikian hati tidak boleh tenggelam dalam
mencari dunia. Berusahalah yang sekadarnya saja sesuai dengan prinsip
sikap asthagina yang telah diuraikan dalam bait ke-4 dan 5 yang lalu.
Kang (yang, agar) supaya (supaya) kayumananing (terlindungi dalam)
dumadi (kehidupan), manulak (menghindar) mring (dari) sangsaya
(kesengsaraan). Agar supaya terlindungi dalam kehidupan, terhindar dari
kesengsaraan.
Usaha tetap wajib dilakukan bagi orang yang masih hidup di dunia agar
segala kebutuhannya tercukupi, hidupnya terlindungi dan terhindar dari
kesengsaraan. Tidak mengapa terus mencari harta sepanjang tidak
dilakukan dengan penuh ketamakan atau murka. Karena harta adalah

56
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

pelindung kehormatan seseorang. Jika lebih dalam harta maka dapat


membantu sesama. Sebaliknya kurang harta bisa terjerumus dalam tindak
angkara dan terjerumus dalam kehinaan.
Penggubah serat ini, Sri Mangkunagara IV, menganggap harta sebagai hal
yang penting dalam kehidupan. Dalam karya beliau yang lain, Serat
Wedatama, harta disebut sebagai salah satu dari tiga tonggak dalam
kehidupan atau ugering ngaurip. Dua yang lain adalah keperwiraan dan
ilmu pengetahuan.

57
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (9): Tri Patraping Agesang


Bait ke-9, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i
7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Rambah malih wasitaning siwi,
kawikana patraping agesang.
Kang kanggo ing salawase,
manising netya luruh,
angedohken mring salah tampi.
Wong kang trapsileng tata,
tan agawe rengu.
Wicara lus kang mardawa,
iku datan kasendhu marang sasami,
wong kang rumaket ika.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Tambah lagi nasehatku anakku,
ketahilah perilaku (baik) bagi orang hidup.
Yang dipakai untuk selamanya,
manisnya wajah yang sejuk,
menjauhkan dari salah faham.
Orang yang sopan perilakunya,
takkan membuat jengkel.
Bicara halus yang lemah lembut,
itu takkan ditegur sesama orang,
bahkan akan membuat akrab.

Kajian per kata:


Rambah (tambah) malih (lagi) wasitaning (nasihatnya) siwi (anakku),
kawikana (ketahuilah) patraping (perilaku) agesang (bagi orang hidup).
Tambah lagi nasehatku anakku, ketahuilah perilaku (baik) bagi orang
hidup.
Jika bait sebelumnya mengandung nasihat tentang diri sendiri, bagaimana
harus bersikap agar tidak terjerumus dalam kepapaan akibat hilangnya
harta benda, maka pada bait ini ada tambahan nasihat yang berkaitan

58
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dengan orang banyak. Yakni berkaitan tentang cara membawa diri


ditengah pergaulan masyarakat luas.
Sebagai makhluk sosial manusia memang membutuhkan orang lain untuk
kelangsungan hidupnya. Bukan saja yang berkaitan dengan materi semisal
kebutuhan lahir seperti makan dan minum. Bahkan kebutuhan spiritual
pun hanya dapat dipenuhi jikalau kita bergaul bersama orang banyak.
Ambil contoh orang yang terasing di hutan sendirian, kira-kira kebaikan
apakah yang dapat dia lakukan untuk kehidupan akhiratnya? Hampir tidak
ada!
Segala amal perbuatan baik di dunia maupun akhirat sebagian besar
obyeknya adalah orang lain. Mau sedekah mesti cari orang miskin, mau
berbagi juga mesti mencari teman, mau menolong juga mesti mencari
orang kerepotan, bahkan ibadah yang bersifat pribadi seperti shalat pun
lebih utama jika berjamaah, karena keutamaannya yang berlipat.
Mengingat pentingnya orang lain bagi kehidupan kita, mestinya kita
mengerti tatacara yang baik dalam bergaul dengan mereka.
Kang (yang) kanggo (dipakai) ing (untuk) salawase (selamanya),
manising (manisnya) netya (polatan, wajah) luruh (sabar, sejuk),
angedohken (menjjauhkan) mring (dari) salah (salah) tampi (terima).
Yang dipakai untuk selamanya, manisnya wajah yang sejuk, menjauhkan
dari salah faham.
Inilah sikap yang mesti kita terapkan dalam kehidupan selamanya, bukan
ketika baru kenal saja, atau ketika menjadi tetangga baru. Yakni manisnya
wajah yang penuh kesejukan. Bermuka manis dengan tetangga, teman,
sahabat maupun orang yang tidak kita kenal adalah sebuah sikap terpuji
yang mesti kita usahakan menjadi watak kita. Sikap ini akan menjauhkan
dari salah terima atau salah paham. Yang sebaliknya menunjukkan sikap
bermuka masam adalah tidak baik, dan harus kita hindari.
Wong (orang) kang (yang) trapsileng (sopan) tata (perilaku), tan (takkan)
agawe (membuat) rengu (masygul, marah, kecewa). Orang yang sopan
perilakunya, takkan membuat jengkel.
Yang kedua, harus sopan dalam perilaku. Arti tata adalah cara kita menata
badan. Tubuh adalah perwakilan hati di dunia nyata. Jika tubuh kita
berlaku tidak sopan, pasti hati kita juga jauh dari rasa menghormat. Jauhi
59
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

sikap tubuh yang tidak baik atau murang tata, seperti duduk methingkrang
dengan kaki diangkat di hadapan orang. Atau gonyak-ganyuk, yakni sikap
yang tidak memakai kira-kira. Seperti mondar-mandir di hadapan orang
yang sedang duduk-duduk.
Jika kita dapat menjauhi perilaku murang tata tadi, dan sebaliknya dapat
bersikap yang sopan (trapsila) maka takkan membuat orang marah atau
jengkel.
Wicara (bicara) lus (halus) kang (yang) mardawa (lemah lembut), iku
(itu) datan (tidak) kasendhu (ditegur, dimarahi) marang (oleh) sasami
(sesama, orang lain), wong (orang) kang (yang) rumaket (akrab) ika (itu).
Bicara halus yang lemah lembut, itu takkan ditegur sesama orang, bahkan
akan membuat akrab.
Setelah bersikap manis dan sopan perilakunya maka perlu disempurnakan
dengan tutur kata yang lemah lembut. Tidak perlu berteriak-teriak, tidak
usah bersikap panasten, gampang marah atau lengus, gampang
tersinggung. Jika dapat bersikap demikian orang akan segan kepada kita
dan takkan menegur atau mengganggu, bahkan akan bersikap bersahabat
meski mungkin tidak sepaham dengan kita. Tetapi kalau kita dalam
menyampaikan pendapat bicara kasar boleh jadi orang yang sependapat
dengan kita pun malah memusuhi.
Itulah nasihat tambahan yang disampaikan kepada kita dalam bait ini oleh
sang penggubah serat Darmawasita ini. Semoga kita dapat menaati nasihat
ini. Lha wong ini nasihat yang baik kok. Tak ada salahnya menuruti. Itulah
tanda orang bijak.

60
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (10): Jangkeping Patrap Agesang


Bait ke-10, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a
12i 7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Karya resep mring rewange linggih,
wong kang manut mring caraning bangsa,
watekjembar pasabane.
Wong andhap asor iku,
yekti oleh panganggep becik.
Wong meneng iku nyata,
neng jaban pakewuh.
Wong aprasaja solahira,
iku ora gawe ewa kang ningali.
Wong nganggo tepanira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Membuat nyaman teman duduknya,
orang yang menuruti aturan bangsa sendiri,
berwatak luas pergaulannya.
Orang yang rendah hati itu,
pasti mendapat anggapan baik.
Orang yang pendiam itu pasti,
di luar kerepotan.
Orang yang bersahaja dalam tindak-tanduk,
tidak akan membuat iri orang yang melihat.
Inilah sikap orang-orang yang bertenggang rasa.

Kajian per kata:


Karya (membuat) resep (nyaman) mring (pada) rewange (teman) linggih
(duduk), wong (orang) kang (yang) manut (menuruti) mring (pada)
caraning (adab, aturan, etika) bangsa (bangsanya), watek (berwatak)
jembar (luas) pasabane (pergaulannya). Membuat nyaman teman
duduknya, orang yang menuruti aturan bangsa sendiri, berwatak luas
pergaulannya.
Kata resep sering dihubungkan dengan pandangan, reseping pandulu, enak
dipandang mata. Jadi orang yang mau memakai tatacara, adab dan etika

61
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

sesama bangsa sendiri akan enak diajak ngobrol, duduk berlama-lama.


Membuat betah teman bicara, merasa akrab dan “gue banget”. Orang yang
demikian itu pastilah pergaulannya luas karena watak yang tulus dan
ramah serta familier, atau sumanak, yakni sikap seolah-olah seperti
saudara sendiri.
Wong (orang) andhap asor (rendah hati) iku (itu), yekti (pasti) oleh
(mendapat) panganggep (anggapan) becik (baik). Orang yang rendah hati
itu, pasti mendapat anggapan baik.
Andhap asor adalah sikap merendahkan diri dihadapan orang lain atau
rendah hati. Orang yang rendah hati takkan menyakiti orang lain.
Berwatak toleran terhadap kekurangan orang lain, dan tidak
menjatuhkannya. Watak ini hanya dapat muncul dari orang yang berjiwa
besar. Orang rendah hati akan selalu mendapat anggapan, sambutan dan
tanggapan yang baik dari sesama.
Wong (orang) meneng (diam, tak banyak komentar) iku (itu) nyata
(nyata-nyata, pasti), neng (di) jaban (luar) pakewuh (kerepotan). Orang
yang pendiam itu pasti, di luar kerepotan.
Orang yang pendiam tidak akan merecoki urusan orang, tidak akan suka
berkomentar yang tak perlu. Ibarat seperti gendang, jika tak ditabuh tidak
akan berbunyi. Watak orang seperti ini akan jauh dari kerepotan, berada
jauh di luar masalah, berjarak dari kesulitan.
Wong (orang) aprasaja (yang bersahaja) solahira (tindak-tanduknya), iku
(itu) ora (tidak) gawe (membuat) ewa (iri) kang (yang) ningali (melihat).
Orang yang bersahaja dalam tindak-tanduk, tidak akan membuat iri orang
yang melihat.
Bersahaja adalah sikap yang sederhana, arti sederhana sendiri adalah tidak
kurang dan tidak lebih, atau biasa-biasa saja seperti kebanyakan orang.
Orang yang prasaja atau bersahaja adalah orang yang memenuhi
kebutuhan sebatas cukup, tidak berlebih atau kurang. Ini adalah sikap
tengah-tengah yang ideal. Karena kalau berlebih bisa menimbulkan
kedengkian, kalau kurang bisa mengundang cemooh. Yang terbaik itu
yang sedang-sedang sajalah. Dengan begitu orang yang melihat akan
nyaman. Tidak membuat dia tersinggung dan juga tidak memicu rasa
pongah bagi orang lain.

62
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Wong (orang) nganggo (memakai) tepanira (tenggang rasa). Inilah sikap


orang-orang yang bertenggang rasa.
Dalm budaya Jawa ada konsep sikap tepaslira, yakni menempatkan diri
pada tempat orang lain dalam bertindak. Misalnya di malam hari mau
menyetel musik keras-keras dia berpikir seandainya tetangga yang berbuat
itu dirinya akan merasa terganggu, maka dia mengurungkan niatnya.
Seandainya ada orang lewat menggeber kendaraan di depan rumah dia
akan sangat marah, maka dia juga menahan diri dari berbuat itu.
Itulahsikap-sikap terpuji yang perlu kita sandang agar kehidupan kita
harmonis dengan orang lain. Kami rangkumkan agar jelas sikap-sikap
tersebut adalah: berbudaya lokal sesuai tempat kita tinggal, rendah hati,
pendiam, bersahaja dan tenggang rasa (tepaslira).
Dalam dua bait terakhir kita bisa mengambil kesimpulan tentang watak
yang harus kita miliki dalam bergaul dengan sesama manusia, yakni:
1. Roman muka yang manis, tidak angker atau menakutkan.
2. Sopan santun dalam sikap, atau disebut trapsila.
3. Perkataan yang lembut, tidak kasar dan menyakiti.
4. Menyenangkan teman bicara, dengan memakai adab atau tatakrama
setempat.
5. Rendah hati,
6. Diam, dalam arti tidak suka mencela atau berkomentar yang tidak
perlu, nyinyir atau semacamnya.
7. Bersahaja, apa adanya tidak banyak tingkah.
8. Tenggang rasa, mampu menerapkan pada diri sendiri.
Itulah delapan sikap mulia yang harus kita upayakan menjadi watak dalam
bergaul dengan sesama. Semoga kita diberi ma’unah untuk mencapai
sikap mulia di atas. Aamiin!

63
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (11): Pangolahing Lahir Batin


Bait ke-11, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a
12i 7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Angedohken mring dosa sayekti.
wong kang enget iku watekira,
adoh marang bilahine.
Mangkana sulangipun,
wong kang amrih arjaning dhiri.
Yeku pangolahira,
batin lahiripun.
Ing lahir grebaning basa,
yeka aran kalakuwan ingkang becik,
margane mring utama.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Sesungguhnya menjauhkan dari dosa.
Orang yang wataknya (selalu) ingat itu,
jauh dari marabahaya.
Demikianlah nalarnya,
orang yang menginginkan keselamatan dirinya.
Itulah cara melatihnya,
secara lahir dan batin.
Dalam hal lahir menguasai tatabahasa,
(batinnya) yaitu disebut perilaku yang baik.
Itulah jalan menuju keutamaan.

Kajian per kata:


Angedohken (menjauhkan) mring (dari) dosa (dosa) sayekti (sungguh).
Wong (orang) kang (yang) enget (ingat) iku (itu) watekira (wataknya),
adoh (jauh) marang (dari) bilahine (marabahaya). Sesungguhnya
menjauhkan dari dosa.Orang yang wataknya (selalu) ingat itu, jauh dari
marabahaya.
Bait ini masih merujuk pada delapan sikap baik yang telah diuraikan pada
dua bait sebelumnya. Perilaku yang telah disebutkan dalam bait itu

64
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

sungguh menjauhkan dari dosa. Orang yang selalu memakai sikap itu akan
jauh dari dosa dan marabahaya.
Bilahi dalam bahasa Jawa sering dipakai untuk menyebut musibah, atau
bahaya yang datangnya tidak diperkirakan. Hal-hal yang demikian akan
menjadi jauh atau kemungkinan terjadinya semakin kecil jika kita selalu
ingat delapan watak tersebut. Sedangkan dosa akan menjauh karena kita
selalu menjaga diri dengan delapan watak itu. Dengan demikian sekaligus
kita mendapat penjagaan dalam dua dunia, di dunia ini dan di akhirat
nanti.
Mangkana (demikianlah) sulangipun (nalarnya, logikanya), wong (orang)
kang (yang) amrih (menginginkan) arjaning (keselamatan) dhiri (diri).
Demikianlah nalarnya, orang yang menginginkan keselamatan dirinya.
Logikanya jika kita berhati-hati akan selamat. Meski musibah datangnya
bukan atas kehendak kita dan tidak dapat kita prediksi, setidaknya jika kita
berusaha menghindarinya kemungkinan terjadinya lebih kecil. Maka kita
harus berusaha memanfaatkan celah itu, yakni berusaha menjauh dari
bencana. Dalam hal ini yang dibicarakan adalah bencana yang diakibatkan
oleh perbuatan orang lain. Dengan bersikap baik seperti telah diuraikan
dalam bait sebelumnya hal itu dapat dikurangi.
Yeku (itulah) pangolahira (pelatihanmu), batin (batin) lahiripun
(lahirnya). Itulah cara melatihnya, secara lahir dan batin.
Sebuah sikap baik tidak akan muncul tiba-tiba hanya oleh kehendak baik
semata-mata. Diperlukan latihan dan pembiasaan. Secara lahiriah tubuh
kita yang berlatih agar terbiasa sehingga tidak canggung. Secara batiniah
hati kita yang harus dibiasakan tulus, ikhlas dalam berbuat dan menjauhi
pamrih. Bahkan dalam hal-hal yang efeknya nyata, seperti ketika sedang
bekerja mencari upah, tetap harus disertai rasa ikhlas, agar kita tidak
mengharap balasan dari orang lain. Karena sesungguhnya orang lain hanya
lantaran atau perantara dari rejeki yang Tuhan berikan.
Ing (di) lahir (lahir) grebaning (menguasai) basa (bahasa), yeka (yaitu)
aran (disebut) kalakuwan (perilaku) ingkang (yang) becik (baik),
margane (jalan) mring (menuju) utama (keutamaan). Dalam hal lahir
menguasai tatabahasa,( batinnya) yaitu disebut perilaku yang baik. Itulah
jalan menuju keutamaan.

65
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Salah satu pelatihan lahirnya adalah menguasai bahasa yang baik, belajar
bertutur sopan dan lemah lembut. Ini pun tidak mudah jika tidak
dibiasakan sejak kecil. Berbuat baik memang sebuah usaha keras yang
memerlukan waktu panjang, namun tidak ada kata terlambat untuk
memulai. Jika sekarang belum bisa, mulai lakukanlah agar kelak terbiasa.
Dari sisi batin harus dilatih juga keikhlasan hati. Ini juga sulit kalau tidak
dilatih. Kadang ada saja alasan untuk menggagalkan niat baik. Namun jika
kita memakai sarana berlatih lahir dan batin akan lebih mudah dicapai.
Misalnya jika hati belum sanggup berikhlas untuk sedekah, paksakan agar
tangan kita terulur. Mulai sedikit demi sedikit, sehingga kalau sudah
menjadi terbiasa tangan dan hati berlomba mendahului.

66
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (12): Pepuntone Catur Prakara


Bait ke-12, Pupuh Dhandhang Gula (metrum: 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a
12i 7a), Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Pepuntone nggonira dumadi,
ngugemana mring catur upaya,
mrih tan bingung pamundhine.
Kang dhingin wekasingsun,
anirua marang kang becik.
Kapindho anuruta,
mring kang bener iku.
Katri ngguguwa kang nyata,
Kaping pate miliha ingkang pakolih,
dadi kanthi neng ndonya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Kesimpulannya dalam engkau menjalani kehidupan,
berpedomanlah kepada empat upaya,
agar engkau tidak bingung dalam mematuhinya.
Yang pertama pesanku,
tirulah hal-hal yang baik.
Yang kedua menurutlah,
kepada yang benar.
Ketiga, patuhilah yang sudah jelas.
Yang keempat pilihlah sesuatu yang ada manfaatnya,
menjadi teman di dunia ini.

Kajian per kata


Pepuntone (kesimpulannya) nggonira (dalam engkau) dumadi
(kehidupan), ngugemana (berpedomanlah) mring (kepada) catur (empat)
upaya (upaya, usaha), mrih (agar) tan (tidak) bingung (bingung)
pamundhine (menghargainya, mengingatnya atau mematuhinya).
Kesimpulannya dalam engkau menjalani kehidupan, berpedomanlah
kepada empat upaya, agar engkau tidak bingung dalam mematuhinya.
Telah disampaikan nasehat yang banyak dalam bait-bait yang lalu. Perlu
disampaikan kesimpulannya, agar yang berkehendak memulai

67
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

mempraktekkan tidak bingung mana yang harus dipatuhi terlebih dahulu.


Ingatlah empat hal yang prinsip ini sebagai pedoman awal.
Kang (yang) dhingin (pertama) wekasingsun (pesanku), anirua (tirulah)
marang (terhadap) kang (yang) becik (baik). Yang pertama pesanku,
tirulah hal-hal yang baik.
Dalam banyak hal kita sudah tahu tentang baik dan buruk, kecuali dalam
beberapa perkara yang pelik dan musykil. Hati nurani kita sudah peka
membedakan mana yang baik dan buruk itu. Mulailah dengan meniru yang
baik-baik saja. Ini sudah langkah besar karena sebagian orang terjerumus
kepada kemunkaran bukan karena tidak tahu, tetapi lebih karena tak kuasa
menolak bujukan dan rayuan syetan. Jadi sebagai tahap awal berketetapan
hatilah untuk selalu meniru hal-hal yang baik saja.
Kapindho (yang kedua) anuruta (menurutlah), mring (kepada) kang
(yang) bener iku (benar). Yang kedua menurutlah, kepada yang benar.
Tentang benar dan salah adalah lebih rumit menentukannya, karena
melibatkan proses ilmiah. Namun berbekal pengetahuan yang ada,
turutilah yang engkau anggap benar. Tentu saja sambil terus menerus
belajar agar ilmu bertambah dan ter-update. Upaya terakhir jangan
diabaikan sebagai bentuk komitmen kita untuk menemukan kebenaran
sejati.
Katri (Ketiga) ngguguwa (patuhilah, percayalah) kang (yang) nyata
(jelas). Ketiga, patuhilah yang sudah jelas.
Jangan patuh kepada perintah, anjuran, himbauan yang belum jelas
kebenarannya. Telitilah dahulu sumber berita. Apakah valid ataukah hoax,
jangan tergesa-gesa untuk mempercayai. Ingat mempercayai pun jangan,
apalagi turut membagikan berita tersebut dengan dalih: barangkali benar.
Sikap seseorang dalam meriwayatkan sesuatu kabar sesungguhnya
merupakan pertanda derajat keintelektualan orang tersebut. Semakin
intelek seseorang semakin dia hati-hati dalam menerima riwayat.
Sebaliknya, orang bodoh mudah percaya apa saja. Jadi jangan melakukan
sesuatu yang bodoh, nanti bisa dikira bodoh beneran, lho!
Kaping (yang) pate (keempat) miliha (pilihlah) ingkang (yang) pakolih
(ada gunanya, bermanfaat), dadi (menjadi) kanthi (teman) neng (di)

68
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

ndonya (dunia). Yang keempat pilihlah sesuatu yang ada manfaatnya,


menjadi teman di dunia ini.
Dalam banyak hal, entah itu orang, pekerjaan, hobi atau amaliyah apapun
pilihlah yang mengandung manfaat. Jika bergaul dengan orang lain,
pilihlah pergaulan yang manfaat. Jika bekerja pilihlah pekerjaan yang
memberi manfaat maksimal, jika mempunyai hobi pilihlah hobi yang
bermanfaat. Kemanfaatan tersebut akan menjadi teman dalam hidup kita.
Ini bukan berarti hidup kita harus menghindari orang papa yang tak punya
apa-apa, karena manfaat tidak selalu berbentuk material. Bahkan lebih
banyak yang bersifat spiritual dan tidak mesti dipunyai oleh orang yang
berharta. Walau berteman dengan orang kaya tetapi malah tiap malam
ngajak dugem ke karaoke, itu malah tidak manfaat sema sekali.
Ingatlah bahwa teman sejati kita hanyalah amal yang bermanfaat.
Berhentilah melakukan hal yang sia-sia. Semoga kita dikuatkan untuk
melakukan ini semua. Wallahu a’lam.
Bait ini merupakan akhir dari pupuh Dhandhang Gula. Bait berikutnya kita
akan masuk ke pupuh Kinanthi, salah satu dari tembang Macapat.

69
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

PUPUH KEDUA

KINANTHI

70
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (13;14): Watak Pasuwitan Jalu-Estri


Bait ke-13;14, Pupuh Kinanthi (metrum: 8u 8i 8a 8i 8a 8i), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Dene wulang kang dumunung,
pasuwitan jalu estri.
Lamun sregep watekira,
tan karya gela kang nuding.
Pethel iku datan dadya,
jalaran duka sayekti.

Tegen iku watekipun,


akarya lega kang nuding.
Wekel marganing pitaya.
Dene ta pangati-ati,
angedohken kaluputan.
Iku margane lestari.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Adapun ajaran yang berkenaan,
pengabdian laki-laki dan perempuan (dalam masyarakat).
Kalau rajin wataknya,
takkan membuat sesal yang menyuruh.
Bekerja efektif tidak akan menjadi,
sebab marah seseorang (yang menyuruh).

Bekerja dengan tangguh itu watak,


yang membuat puas yang menyuruh.
Bekerja sungguh-sungguh adalah jalan meraih kepercayaan
Adapun berhati-hati,
menjauhkan kesalahan.
Itulah jalan kesinambungan.

Kajian per kata:


Dene (adapun) wulang (ajaran) kang (yang) dumunung (terletak,
berkenaan), pasuwitan (pengabdian) jalu (laki-laki) estri (perempuan).

71
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Adapun ajaran yang berkenaan, pengabdian laki-laki dan perempuan


(dalam masyarakat).
Dalam pupuh Dhandhang Gula telah disebutkan beberapa nasihat yang
berkaitan dengan tatacara dan etika pergaulan dalam masyarakat. Meski
tidak secara eksplisit disebutkan petuah-petuah tersebut lebih ditujukan
kepada kaum pria sebagai orang yang lebih banyak berkarya di ranah
publik.
Dalam bait ini secara eksplisit ditekankan petuah bagi pria dan wanita
yang berhubungan dengan pengabdian. Yang dimaksud di sini ialah
apabila kita melakukan pekerjaan kepada orang lain. Karena dalam bekerja
pria-wanita di masa itu dan juga di masa kini di daerah pedesaan
mempunyai peran yang setara. Kita banyak menemukan para wanita
bekerja di sawah ladang, di pasar, di pabrik-pabrik, dll. Nah, untuk hal-hal
seperti itulah nasihat dalam bait ini ditujukan.
Lamun (kalau) sregep (rajin) watekira (wataknya), tan (tidak) karya
(membuat) gela (sesal) kang (yang) nuding (menyuruh, meminta). Kalau
rajin wataknya, takkan membuat sesal yang menyuruh.
Apabila kita mengerjakan pekerjaan atas suruhan orang lain atau sedang
bekerja kepada orang lain, hendaklah bekerja dengan rajin agar yang
menyuruh tidak menyesal. Sregep adalah sifat yang berkaitan dengan
disiplin waktu. Kalau mulainya bekerja jam 8 ya harus sudah siap sebelum
jam kerja itu dimulai. Lawan sregep adalah kesed, yakni suka absen,
terlambat dan maunya cepat pulang sebelum jam kerja habis.
Apabila kita dalam menjalankan watak sregep, Insya Allah yang
menyuruh kita takkan menyesal. Namun ini saja belum cukup, masih ada
watak lain yang juga harus kita lakukan dalam bekerja.
Pethel (bekerja efektif) iku (itu) datan (tidak) dadya (menjadi), jalaran
(sebab) duka (marah) sayekti (sebenarnya). Bekerja efektif tidak akan
menjadi, sebab marah seseorang (yang menyuruh).
Pethel adalah kriteria kerja yang didasarkan atas hasil pekerjaan. Jika
seseorang biasanya mencangkul sawah selesai dalam tujuh hari, tetapi ada
yang bisa selesai enam hari, maka dia orang yang pethel. Orang yang
pethel tidak akan membuat marah yang menyuruh, sebaliknya akan merasa
senang dengan hasilnya.
72
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Tegen ( tangguh bekerja) iku (itu) watekipun (wataknya), akarya


(membuat) lega (puas) kang (yang) nuding (menyuruh). Bekerja dengan
tangguh itu watak, yang membuat puas yang menyuruh.
Tegen adalah konsisten dalam bekerja, tangguh, tidak mudah lelah dan
banyak istirahat. Jika kita tegen yang menyuruh kita akan puas dan tidak
merasa rugi. Lawan dari tegen adalah leda-lede, kadang bekerja kadang
duduk-duduk saja, sebentar-sebentar jeda merokok, bentar-bentar ke
kamar kecil, hanya alasan untuk tidak bekerja keras.
Wekel (bekerja sungguh-sungguh) marganing (jalan untuk meraih) pitaya
(kepercayaan). Bekerja sungguh-sungguh adalah jalan meraih
kepercayaan.
Wekel adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, mengeluarkan seluruh
kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan. Bekerja dengan sepenuh hati,
tidak ngedoli. Ngedoli adalah sifat buruk dari pekerja yang selalu
memantau majikan. Jika majikan ada dia rajin, jika tak ada dia seenaknya.
Dene ta (adapun) pangati-ati (berhati-hati), angedohken (menjauhkan)
kaluputan (kesalahan). Adapun berhati-hati, menjauhkan kesalahan.
Selain keempat sifat tersebut, yang tidak boleh ditinggalkan dan selalu
harus diamalkan dalam setiap kesempatan adalah berhati-hati. Dengan
berhati-hati kesalahan diminimalisir, atau malah dieliminir.
Iku (itulah) margane (jalan) lestari (kesinambungan). Itulah jalan
kesinambungan.
Inilah sifat empat kuat lima sempurna dalam bekerja. Jika masing-masing
sifat dapat kita punyai maka akan sempulur rezeki kita, akan langgeng
pekerjaan kita, akan lestari kehidupan kita.
Sampai pada bait ini petuah-petuah berumah tangga yang berkaitan dengan
hubungan kemasyarakatan. Peran-peran yang diharapkan menerapkan
petuah-petuah di atas sebagian besar berada pada domain laki-laki sebagai
orang yang menahkodai rumah tangga dan lebih sering berhubungan
dengan dunia luar.
Dalam bait-bait selanjutnya akan dibahas tentang watak-watak yang
dianjurkan bagi kaum wanita atau istri. Sebagian besar dari peran-peran
yang diharapkan dalam petuah-petuah itu berada dalam domain privat,

73
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dalam ranah rumah tangga. Pengantar ini perlu kami sampaikan agar tidak
timbul kesan bias gender, karena petuah kepada wanita terkesan lebih
banyak dalam bait-bait mendatang.

74
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (15;16): Margane Kanggep Nglaki


Bait ke-15;16, Pupuh Kinanthi (metrum: 8u 8i 8a 8i 8a 8i), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Lawan malih wulangipun,
marganing wong kanggep nglaki.
Dudu guna japa mantra,
pelet dhuyung sarat dhesthi.
Dumunung neng patrapira,
kadi kang winahya iki.

Wong wadon kalamun manut,


yekti rinemenan nglaki.
Miturut marganing welas.
Mituhu marganing asih.
Mantep marganireng tresna.
Yen temen den andel nglaki.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Dan ada lagi nasihat,
yang membuat seorang istri dihargai suami.
Bukan guna-guna, matera-mantera,
pelet pemikat, pengasihan minyak duyung, jimat dan santet.
Letaknya pada kelakuanmu,
seperti yang dinyatakan ini.

Seorang perempuan jikalau taat,


sungguh akan disenangi suami.
Menurut menjadi sebab timbulnya rasa sayang.
Patuh menjadi sebab timbulnya rasa kasih.
Mantap menjadi sebab dari cinta.
Kalau bersungguh-sungguh akan dipercaya oleh suami.

Kajian per kata:


Lawan (dan) malih (ada lagi) wulangipun (nasihatnya), marganing
(jalannya, yang membuat) wong (orang, wanita) kanggep (dianggap,

75
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dihargai) nglaki (seorang lelaki). Dan ada lagi nasihat, yang membuat
seorang istri dihargai suami.
Bait ini secara khusus menyebut nasihat bagi seorang istri agar dihargai
oleh suaminya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang istri
sebagaimana disebut dalam gatra berikut ini.
Dudu (bukan) guna (guna-guna) japa mantra (mantera-mantera), pelet
(pemikat) dhuyung (minyak dhuyung) sarat (jimat) dhesthi (santhet).
Bukan guna-guna, matera-mantera, pelet pemikat, pengasihan minyak
duyung, jimat dan santet.
Dalam gatra ini disebut berbagai alat klenik yang sering dipakai oleh
wanita yang tidak baik. Guna-guna adalah ritual yang ditujukan kepada
laki-laki agar sayang kepada seorang perempuan. Japa mantra berupa
rapal-rapal yang harus dibaca agar seorang lelaki jatuh cinta padanya.
Pelet berupa benda yang harus dipakai, seperti minyak dhuyung, dengan
tujuan sama. Sarat adalah benda yang mesti dipakai sebagai jimat. Dhesthi
atau santet adalah rekayasa jarak jauh melalui ritual-ritual dengan tujuan
seperti di atas.
Namun yang membuat wanita dihargai oleh suami bukan itu semua.
Memang ada beberapa mitos di masyarakat yang menyebut kasiat dari
berbagai macam jenis klenik di atas. Namun dalam rumah tangga semua
hal itu sesungguhnya tidak berguna.
Dalam rumah tangga seorang istri dan suami akan bergaul dalam waktu
yang lama. Masing-masing tidak dapat menutupi kelemahanya, sehingga
kesan sesaat seperti yang ditampilkan dalam berbagai ajian klenik dan
japamantra di atas takkan mujarab. Kalaupun misalnya mujarab untuk
suatu masa, maka tidak akan langgeng. Lama-lama akan memudar juga.
Rumah tangga yang dibangun di atas cinta dari hasil guna-guna akan
segera bubar. Jangan buang-buang waktu untuk memakai semua itu.
Dumunung (letaknya) neng (pada) patrapira (kelakuanmu), kadi
(seperti) kang (yang) winahya (dinyatakan) iki (ini). Letaknya pada
kelakuanmu, seperti yang dinyatakan ini.
Yang membuat suami menghargai istri adalah kelakuannya, akhlaknya,
perilakunya sehari-hari. Itulah yang membuat cinta suami takkan luntur
selamanya, kecuali kalau suaminya yang tiba-tiba oon. Hatinya mendua
76
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(atau meniga), melirik-lirik wanita lain, dan meninggalkan istrinya. Kalau


itu mah musibah namanya, dan tidak dapat dipakai sebagai patokan.
Apa saja watak, kelakuan, perilaku atau ahklakul karimah yang harus
dimiliki seorang istri agar berharga di mata suaminya? Berikut ini
uraiannya.
Wong (orang) wadon (perempuan) kalamun (jikalau) manut (taat), yekti
(sungguh akan) rinemenan (disenangi) nglaki (suami). Seorang
perempuan jikalau taat, sungguh akan disenangi suami.
Pernyataan ini tak diragukan lagi kebenarannya. Mana ada suami yang
suka kalau istrinya suka membantah. Istri yang penurut adalah permata
dunia. Membuat suami yang mempunyai istri seperti itu merasa begja
kemayangan, beruntung sampai seperti orang gila.
Miturut (menurut) marganing (menjadi sebab) welas (sayang). Menurut
menjadi sebab timbulnya rasa sayang.
Jikalau istri menurut, si suami akan menjadi sangat sayang, terkintil-kintil
dalam setiap kesempatan, terbayang-bayang setiap waktu. Welas adalah
perasaan peduli yang sangat bercampur empati. Jadi ada unsur
kecenderungan untuk selalu memantau keadaan, atau selalu dekat agar
melihat atau mengetahui.
Mituhu (patuh) marganing (menjadi sebab) asih (kasih). Patuh menjadi
sebab timbulnya rasa kasih.
Patuh adalah derajat ketaatan yang lebih tinggi dari menurut. Maka
efeknya pun lebih dahsyat lagi, yakni rasa asih. Rasa asih ini juga bentuk
rasa yang lebih tinggi dari welas, dalam asih tidak hanya kepedulian tetapi
sudah mengarah kepada pemberian. Maka kata kasih sering diterjemahkan
sebagai memberi, misalnya: ke sini dik, tak kasih roti.
Dalam hal relasi suami-istri atau orang yang berkasih sayang yang
diberikan adalah wujud, alias diri yang mengasihi. Dalam bahasa yang
sederhana seorang yang mengasihi kekasihnya akan mampu berkorban
untuknya. Lho, pora elok!
Mantep (mantap) marganireng (menjadi sebab) tresna (cinta). Mantap
menjadi sebab dari cinta.

77
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Jika istri sudah mantap dalam berumah tangga, pasrah dan menurut maka
cinta suami akan semakin bertambah dan tak lekang oleh waktu dan
godaan. Tapi apakah cinta itu? Saya takkan menjelaskan. Saya percaya
Anda semua lebih paham dari saya.
Yen (kalau) temen (bersungguh-sungguh) den (di) andel (percaya) nglaki
(suami). Kalau bersungguh-sungguh akan dipercaya oleh suami.
Istri yang sungguh-sungguh dalam melakukan semua hal di atas akan
dipercaya suami. Di manapun suami berada dia takkan khawatir. Di rumah
merasa nyaman, diluar merasa tenang. Sungguh sebuah relasi yang indah
nan ideal. Upayakan selalu. Itu bukan hal yang mustahil.

78
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (17): Ugere Wong Palakrama


Bait ke-17, Pupuh Kinanthi (metrum: 8u 8i 8a 8i 8a 8i), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Dudu pangkat dudu turun,
dudu brana lawan warni.
Ugere wong pala krama,
wruhanta dhuh anak mami.
Mung nurut nyondhongi karsa
rumeksa kalayan wadi.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Bukan pangkat bukan keturunan,
bukan harta bukan kecantikn,
pedolan orang berumah tangga.
Ketahuilah, duh anakku!
Hanyalah menurut mendukung kehendak (suami),
menjaga dengan rahasia (dalam rumah tangga itu).

Kajian per kata:


Dudu (bukan) pangkat (pangkat) dudu (bukan) turun (keturunan), dudu
(bukan) brana (harta) lawan (dan) warni (kecantikan). Ugere (pedoman)
wong (orang) palakrama (berumah tangga). Bukan pangkat bukan
keturunan, bukan harta bukan kecantikn, pedolan orang berumah tangga.
Bukan pangkat, bukan keturunan, bukan, harta, bukan kecantikan. Banyak
orang berpangkat tinggi justru malah banyak tingkah. Banyak orang
keturunan bangsawan, orang besar, pahlawan tetapi rumah tangganya
hancur. Banyak orang bergelimang harta tapi rumah tangganya kisruh.
Banyak orang punya istri cantik, ternyata malah kepengin yang lebih
cantik lagi.
Jika melihat kenyataan itu kesimpulannya terlalu mudah, semua hal di atas
bukan jaminan bagi berhasilnya sebuah rumah tangga.
Wruhanta (ketahuilah) dhuh (duh) anak (anak) mami (aku). Ketahuilah,
duh anakku!

79
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Ini perlu diketahui oleh seorang yang akan atau sedang menjalani
kehidupan rumah tangga. Agar tidak salah mengejar sesuatu yang dikira
akan membuat rumah tangganya bahagia, tetapi justru malah
menghancurkannya.
Mung (hanya) nurut (menurut) nyondhongi (mendukung)
karsa(kehendak), rumeksa (menjaga) kalayan (dan) wadi (rahasia).
Hanyalah menurut mendukung kehendak (suami), menjaga dan
merahasiakan (keadaan rumah tangga).
Memang sudah menjadi kodrat alam bahwa laki-laki adalah pemimpin
rumah tangga. Agar sebuah rumah tangga dapat berjalan sesuai rel yang
benar maka diperlukan sebuah komandan yang perintah dan kehendaknya
harus diturut. Dan laki-lakilah komandannya itu. Jadi sudah seharusnya
apabila para istri menurut dan mendukung setiap kehendak suami apabila
suami sudah mengambil keputusan. Hal ini lebih baik bagi
keberlangsungan rumah tangga itu.
Selain dari itu, tugas istri adalah menjaga rahasia segala sesuatu yang
terjadi dalam rumah tangga. Tidak perlu pamer apa yang dipunyai, tidak
perlu curhat dan mengeluh apa yang tidak dipunyai karena itu adalah
rahasia dapur yang mesti dijaga.
Juga tidak perlu dinamika rumah tangga diumbar ke luar, apalagi di-
sharing di medsos. Selain tidak ada gunanya juga mengundang
pergunjingan dan cemooh saja, sedangkan solusinya tak didapat.
Lha kalau begitu enak dong suami? Tidak benar demikian. Bagi suami
yang waras posisi ini disadari penuh tanggung jawab dan resiko. Maka dia
seharusnya mempelajari tentang segala sesuatu sebelum memutuskan
perkara. Peran yang besar ini juga memikul serta sebuah hukuman yang
pedih jika disalahgunakan. Apalagi jika dipakai untuk mengibuli istrinya
dengan berbagai dalih, entah dalih kemaslahatan atau dalih-dalih surgawi
lainnya. Woiii..... celakalah suami pethuk bin oon seperti itu.

80
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (18;19): Margane Kanggep Nglaki


Bait ke-18;19, Pupuh Kinanthi (metrum: 8u 8i 8a 8i 8a 8i), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Basa nurut karepipun,
apa sapakoning laki,
ingkang wajib lineksanan.
Tan suwala lan baribin.
Lejaring netya saranta,
tur rampung tan pindho kardi.

Dene condhong tegesipun,


ngrujuki karsaning laki.
Saniskara solah bawa,
tan nyatur nyampah maoni.
Apa kang lagi rinenan,
openana kang gumati.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Arti dari menurut maksudnya,
apapun yang diperintahkan suami,
wajib dilaksanakan.
Tidak membangkang dan banyak kata.
Gembira rautmukanya dan bergegas,
bahkan selesai tak perlu diulang pekerjaannya.

Adapun mendukung artinya,


menyetujui kehendak suami.
Semua perilaku dan tindak-tanduk,
tidak menggunjing, memaki atau sangsi.
Apa yang sedang digemari,
rawatlah dengan sebaik-baiknya.

Kajian per kata:


Pada bait sebelumnya telah disinggung tentang sikap yang seharusnya
ditunjukkan oleh seorang istri pada suami untuk kelanggengan kehidupan
rumah tangga, yakni nurut nyondhongi karsa. Di sini ada dua makna yang

81
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

perlu diurai, yakni nurut dan nyondhongi karsa. Pada dua bait ini akan
diuraikan secara lebih jelas makna dari keduanya. Maka kajian dua bait ini
kami satukan karena topiknya bersinambungan.
Basa (bahasa, arti) nurut (menurut) karepipun (maksudnya), apa
(apapun) sapakoning (segala perintah) laki (suami), ingkang (yang) wajib
(wajib) lineksanan (dilaksanakan). Arti dari menurut maksudnya, apapun
yang diperintahkan suami, wajib dilaksanakan.
Menurut berarti melakukan segala perintah. Bisa saja perintah itu dia
sukai, tidak dia sukai atau semula tidak dia setujui. Namun jikalau sudah
menjadi keputusan suaminya maka seorang istri wajib melaksanakan.
Tan (tidak) suwala (membangkang) lan (dan) baribin (banyak kata).
Lejaring (gembira) netya (raut muka) saranta (bergegas), tur (bahkan)
rampung (selesai) tan (tidak) pindho (mengulang) kardi (pekerjaan).
Tidak membangkang dan banyak kata. Gembira rautmukanya dan
bergegas, bahkan selesai tidak perlu diulang pekerjaannya.
Dalam menjalankan perintah itu tidak boleh ada unsur membangkang, atau
setengah membangkang, yakni melaksanakan dengan ogah-ogahan. Tidak
boleh juga melaksanakan dengan disertai dengan banyak kata atau
ngedumel. Arti ngedumel adalah berkata-kata lirih seolah ditujukan kepada
diri sendiri padahal maksudnya biar didengar oleh yang memberi perintah
sebagai tanda keengganan.
Raut muka ketika melaksanakan perintah harus gembira dan bergegas,
menunjukkan bahwa dia senang hati menjalankan perintah itu. Kemudian
pekerjaan yang diperintahkan itu dilaksanakan dengan sempurna tanpa
perlu diulang lagi.
Dene (adapun) condhong (mendukung) tegesipun (artinya), ngrujuki
(menyetujui) karsaning (kehendak) laki (suami). Adapun mendukung
artinya, menyetujui kehendak suami.
Segala yang sudah diputuskan suami harus disetujui karena suami adalah
pemegang kata akhir. Dalam sebuah keputusan suami ada
pertanggungjawabannya kelak, sedangkan dalam pendapat istri tidak ada
hal seperti itu. Oleh karena itu demi keberhasilan rumah tangga tak ada
kata lain bagi istri selain mendukung keputusan suami. Dukungan itu harus
dilakukan dengan sepenuh hati, tidak boleh setengah-setengah.
82
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Saniskara (semua) solah (perilaku) bawa (tindak-tanduk), tan (tidak)


nyatur (bergunjing) nyampah (memaki) maoni (sangsi). Semua perilaku
dan tindak-tanduk, tidak menggunjing, memaki atau sangsi.
Semua perilaku istri yang berkaitan dengan kehendak suami itu: tidak
boleh bergunjing, membicarakan kehendak suami itu di belakangnya, tidak
boleh memaki-maki dan tidak boleh menyangsikan atau dalam bahasa
Jawa disebut maoni.
Apa (apa) kang (yang) lagi (sedang) rinenan (digemari), openana
(rawatlah) kang (yang) gumati (sebaik-baiknya). Apa yang sedang
digemari, rawatlah dengan sebaik-baiknya.
Apa yang sedang disukai suami hendaknya dirawat, dipelihara dengan
sebaik-baiknya. Kalau suamimu suka istrinya berambut panjang, ya
panjangkanlah rambutmu. Kalau suami suka istrinya memasak sendiri ya
masaklah untuknya, dan lain sebagainya.
Itulah dua bait yang membahas tentang kehendak atau perintah atau
keputusan suami. Hendaklah para istri berusaha memenuhi nasihat baik ini
agar kasih sayang suami runtuh padanya. Toh kalau suamimu nanti sayang
padamu yang untung juga siapa, hayo!
Sekian kajian serat Darmawasita bait ke-18 dan 19. Bait berikutnya akan
membahas tentang rumeksa, yakni tugas istri sebagai penjaga. Apa yang
dijaga? Lihatlah kajian bait berikutnya!

83
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (20;21): Rumeksa Arta-Sarira


Bait ke-20;21, Pupuh Kinanthi (metrum: 8u 8i 8a 8i 8a 8i), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Wong rumekso dunungipun,
sabarang darbeking laki,
miwah sariraning priya,
Kang wajib sira kawruhi,
wujud warna cacahira,
endi bubuhaning estri.

Wruha sangkan paranipun,


pangrumate den nastiti.
Apa dene guna kaya,
tumanjane den patitis.
Karana bangsaning arta,
iku jiwa dereng lair.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Orang (istri) menjaga maksudnya,
tehadap sembarang milik suami,
serta termasuk diri dari suaminya.
Yang harus engkau ketahui,
bentuk, warna dan jumlahnya,
bagaimana peruntukan bagi istri.

Ketahuilah asal dan penggunaannya,


perawatannya harap dengan teliti.
Apapun harta kekayaan,
penggunaanya agar tepat.
Karena macam-macam harta,
itu ibarat jiwa yang belum lahir.

Kajian per kata:


Wong (orang) rumekso (menjaga) dunungipun (maksudnya), sabarang
(sembrang) darbeking (milik) laki (suami), miwah (serta) sariraning

84
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(badan) priya (suaminya). Orang (istri) menjaga maksudnya, tehadap


sembarang milik suami, serta termasuk diri dari suaminya.
Kata rumeksa mengandung dua pengertian, mengawasi dan merawat.
Rumeksa bisa dilakukan terhadap harta benda suami atau diri suami itu
sendiri. Terhadap diri suami bisa diartikan sebagai menjaga tubuh
fisiknya, misalnya mengawasi kesehatannya, apakah sudah cukup makan,
apakah sudah cukup istirahat, apa saja pantangan yang membahayakan
kesehatan suami.
Dalam beberapa keluarga peran istri terhadap kegiatan suami memang
cukup penting. Kadang mereka menyiapkan pakaian, peralatan yang akan
dibawa suami bekerja, menyiapkan bekal atau obat-obatan, dll. Dalam
praktiknya memang banyak sekali pekerjaan yang ditanggung seorang istri
dalam rumah tangga.
Kang (yang) wajib (harus) sira (engkau) kawruhi (ketahui), wujud
(bentuk) warna (warna) cacahira (dan jumlahnya), endi (mana)
bubuhaning (peruntukan, pembagian pekerjaan) estri (istri). Yang harus
engkau ketahui, bentuk, warna dan jumlahnya, bagaimana peruntukan
bagi istri.
Terhadap harta benda milik suami yang diperuntukkan bagi kelangsungan
rumah tangga, peran istri juga tak kalah penting. Dalam rumah tangga istri
lebih sering berperan sebagai bendaharawan yang tugasnya mengelola
kekayaan keluarga. Dia harus mengetahu apa saja harta milik keluarga,
jumlah, bentuk dan spesifikasinya. Juga harus mengetahui bagaimana
peruntukannya, mana yang harus dibelanjakannya untuk menopang
kehidupan keluarga, mana yang harus disimpan sebagai cadangan, dll.
Wruha (ketahuilah) sangkan (asal) paranipun (dan penggunaannya),
pangrumate (perawatannya) den (harap) nastiti (dengan teliti). Ketahuilah
asal dan penggunaannya, perawatannya harap dengan teliti.
Jika harta itu dari hasil usaha atau pekerjaan suami, sang istri harus tahu
asal-usul hartanya. Ini penting agar tidak ada keragu-raguan padanya,
barangkali diperoleh dengan cara tak terpuji. Harta tersebut harus dirawat
dengan teliti dan hati-hati agar tidak rusak. Misalnya hasil panen
bagaimana harus disimpan, kapan masa kedaluwarsanya, kapan harus
sudah dijual kembali, dll.

85
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Apa dene (apapun) guna (harta) kaya (kekayaan), tumanjane


(penggunaanya) den (agar) patitis (tepat). Apapun harta kekayaan,
penggunaanya agar tepat.
Harus diketahui untuk apa saja harta itu dibelanjakan. Pengaturan belanja
dan pendapatan keluarga hendaklah dilakukan dengan teliti. Agar
kebutuhan tidak compreng atau thekor anggaran. Juga untuk memastikan
agar harta itu tumanja, artinya benar-benar dibelanjakan dengan manfaat
maksimal, bukan sekedar untuk hura-hura.
Karana (karena) bangsaning (macam-macam) arta (harta), iku (itu ibarat)
jiwa (jiwa) dereng (belum) lair (lahir). Karena macam-macam harta, itu
ibarat jiwa yang belum lahir.
Mengapa dalam gatra ini harta disebut jiwa yang belum lahir? Karena
dengan harta kita dapat melakukan banyak kebaikan, namun juga
berpotensi melakukan kesia-siaan, bahkan tindak tercela. Dengan harta
seseorang bisa menambah pahala, dengan harta pula seseorang bisa
terjerumus dosa. Karena kepemilikan harta bersifat potensial dalam kedua
sisi itu, maka cara pembelanjaannya sangat menentukan. Karena itu harta
sepanjang masih disimpan ibarat jiwa yang belum lahir. Harta yang masih
disimpan hanyalah titipan. Setelah dibelanjakan barulah menjadi milik
kita. Cara kita membelanjakan itulah yang membuat kita memiliki harta
itu. Bila dibelanjakan di jalan kebaikan, fi sabilillah, maka akan
mendatangkan amal shalih untuk diri kita. Itulah amal milik kita.
Bagaiman jika harta hanya disimpan terus? Itu adalah perbuatan orang
yang bakhil, yakni kikir terhadap diri sendiri. Anda banyangkan,
bagaimana seseoran bisa kikir terhadap dirinya sendiri? inilah akhlak yang
sangat tidak terpuji. Terhadap harta kita harus membelanjakan di jalan
yang benar. Dengan cara itulah harta memberi manfaat untuk diri kita.

86
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (22): Den Bisa Nyimpen Wadi


Bait ke-22, Pupuh Kinanthi (metrum: 8u 8i 8a 8i 8a 8i), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Basa wadi wantahipun,
solah bawa kang piningit.
Yen kalair dadya ala,
saru tuwin anglingsemi.
Marma sira den abisa,
nyimpen wadi ywa kawijil.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Yang disebut rahasia jelasnya,
adalah tindak-tanduk yang disembunyikan (dari orang banyak).
Kalau terlihat menjadi keburukan,
tidak elok serta membuat malu.
Karena itu engkau hendaklah yang bisa,
menyimpan rahasia jangan sampai keluar.

Kajian per kata:


Bait ini melanjutkan uraian tentang rumeksa, yakni menjaga rahasia atau
wadi. Apakah rahasia atau wadi itu?
Basa (yang disebut) wadi (rahasia) wantahipun (jelasnya), solah bawa
(tindak-tanduk, perilaku) kang (yang) piningit (disembunyikan). Yang
disebut rahasia jelasnya, adalah tindak-tanduk yang disembunyikan (dari
orang banyak).
Bahwa seseorang pastilah mempunyai perilaku atau kebiasaan kurang baik
yang dia tidak mau hal itu terlihat orang lain. Dalam rumah tangga pun ada
sifat-sifat dan kebiasaan kolektif ataupun kebiasaan individu yang tidak
ingin diketahui oleh orang banyak. Selain itu juga ada beberapa
kekurangan bawaan, entah yang sifatnya fisik atau bukan, yang diidap
seseorang yang jika diketahui orang lain akan menjadi fitnah. Dua hal
inilah yang disebut rahasia atau wadi.

87
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Yen (kalau) kalair (terlihat) dadya (menjadi) ala (buruk), saru (tak elok)
tuwin (serta) anglingsemi (membuat malu). Kalau terlihat menjadi
keburukan, tidak elok serta membuat malu.
Saya kira tidak perlu dicontohkan Anda semua pasti paham apa yang
dimaksud wadi ini. Setiap orang atau keluarga pasti punya hal-hal yang
tidak pantas diungkap ke publik. Rahasia rumah tangga itu tidak ada
manfaatnya jika diketahui orang lain, malah bisa membuat keburukan,
menimbulkan fitnah, mendatangkan gunjingan dan olok-olok. Ini akan
membuat malu yang bersangkutan.
Marma (karena itu) sira (engkau) den (hendaklah) abisa (yang bisa),
nyimpen (menyimpan) wadi (rahasia) ywa (jangan sampai) kawijil
(keluar). Karena itu engkau hendaklah yang bisa, menyimpan rahasia
jangan sampai keluar.
Wadi merupakan “aurat” dari rumah tangga yang harus ditutup rapat
sehingga orang lain jangan sampai tahu. Juga tidak elok dan tidak pantas
bagi orang lain untuk melihat rahasia keluarga lain. Maka selain harus
menjaga agar rahasia keluarga tidak bocor keluar rumah, juga tidak perlu
kita mengintip-intip rahasia keluarga lain. Dalam hal ini wahai para istri,
yang pasti sangat mengetahui seluk-beluk rumah tangganya sendiri, harap
memperhatikan ini!
Bait ke-22 ini merupakan akhir dari pupuh Kinanthi yang berisi anjuran,
nasihat, petuah dan pesan untuk para istri dalam menjalani dan menjaga
keberlangsungan rumah tangga. Secara keseluruhan pupuh ini
menguraikan tuntutan sifat dan perilaku yang berat bagi para istri. Yang
demikian karena tugas seorang istri dalam rumah tangga memang tugas
yang berat dan agung. Sering dikatakan secara majazi bahwa tiang
keluarga adalah istri. Jika istri baik, baiklah rumah tangganya, jika istri
buruk, buruklah sebuah rumah tangga.
Peran yang agung itulah yang membuat penggubah serat ini begitu
mewanti-wanti para wanita dengan berbagai nasihat dan anjuran yang
berat, seberat tugas yang akan diembannya nanti.
Sekian kajian pupuh Kinanthi serat Darmawasita, selanjutnya kajian kita
akan beranjak ke pupuh Mijil.

88
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

PUPUH KETIGA

MIJIL

89
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (23;25): Den Wanuh Watak


Pambekanipun
Bait ke-23;24, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Wulang estri kang wus pala krami,
lamun pinitados,
amengkoni mring bale wismane,
among putra maru sentanabdi.
Den angati-ati,
ing sadurungipun.

Tinampanan waspadakna dhingin,


solah bawaning wong,
ingkang bakal winengku dheweke.
Miwah watak pambekane sami,
sinukna ing batin,
sarta dipunwanuh.

Lan takokna padatan ingkang wis,


caraning lelakon.
miwah apa saru sesikune,
sesirikan kang tan den remeni,
rungokena dhingin,
dadi tan pakewuh.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Nasihat kepada wanita yang sudah menikah,
apabila dipercaya,
mengelola rumah tangganya.
mengurus anak, madu, kerabat dan pegawai.
Agar berhati-hati,
pada saat sebelumnya.

Terimalah dan perhatikan dahulu,


tindak-tanduk orang,
yang akan memperistri dirinya.
Serta watak dan tabiat suami,

90
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

dijiwai dalam batin,


serta dipahami.

Dan tanyakan kebiasaan yang sudah-sudah,


tacara yang berlaku.
Serta apa saja yang tabu dilakukan dan dilarang,
hal yang dihindari dan yang tak disukai.
Dengarkan dahulu,
agar tidak serba salah.

Kajian per kata:


Pupuh ini berisi nasihat kapada para istri agar berhasil dalam mengurus
dan mengelola rumah tangga. Persiapan mental dan sikap apa yang harus
diambil ketika menapak jalan kehidupan yang baru.
Wulang (nasihat) estri (wanita) kang (yang) wus (sudah) pala krami
(menikah), lamun (apabila) pinitados (dipercaya), amengkoni
(mengelola) mring (dalam) bale wismane (rumah tangganya), among
(mengurus) putra (anak) maru (madu) sentanabdi (kerabat dan pegawai).
Nasihat kepada wanita yang sudah menikah, apabila dipercaya,
mengelola rumah tangganya. mengurus anak, madu, kerabat dan pegawai.
Peran yang dipikul seorang istri sungguh sangat banyak, dalam mengelola
rumah tangga. Mengurus anak, mengurus madu (istri lain, bila ada),
kerabat atau saudara-saudara yang berkaitan dan para pegawai.
Mengurus anak jelas ini menjadi kewajiban yang sudah melekat sejak
zaman azali. Mengurus madu juga harus dilakukan jika sang suami
mempunyai istri lain. Meski secara teori semua kedudukan istri menurut
ajaran agama adalah sama, tetapi prakteknya di masyarakat istri pertama
tetaplah memegang peranan kunci. Dia harus menjaga dan bisa ngemong
istri-istri lain dari suaminya itu.
Mengenai kerabat dan pegawai, peran istri juga sangat besar karena dia
sering harus berhubungan dengan mereka berkaitan dengan posisi sebagai
pengelola harta rumah tangga. Dia harus memperhatikan berbagai aturan
atau adab dalam berhubungan dengan kerabat. Jika memberi sesuatu harus
pula diperhatikan besar dan kepantasan barangnya dengan cermat agar
tidak menjadi ganjalan di hati.
91
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Untuk persoalan pegawai, di gatra ini disebut sebagai abdi. Ini berkaitan
dengan sistem sosial yang berlaku pada saat itu. Yakni seorang pembesar
yang mempunyai kedudukan biasanya mempunyai pegawai yang sifatnya
mengabdi di situ. Para abdi ini bisa merupakan orang yang suwita atau
belajar, bisa juga abdi tetap yang sudah diterima sebagai pengurus rumah
tangga. Maka berlakukan gaji dan pemberian atas mereka. Nah yang
begini juga harus diperhatikan seorang istri.
Den (agar) angati-ati (berhati-hati), ing (saat) sadurungipun
(sebelumnya). Agar berhati-hati, pada saat sebelumnya.
Karena besar dan beratnya tugas seorang istri, maka perlu sangat berhati-
hati sebelum menjalankan semua tugas itu. Dengan kata lain perlu kehati-
hatian seorang wanita sebelum menerima pinangan seorang laki-laki
karena tugas seorang istri memang sangat berat.
Tinampanan (terimalah) waspadakna (perhatikan) dhingin (dahulu),
solah bawaning (tindak-tanduk) wong (orang), ingkang (yang) bakal
(akan) winengku (memperistri) dheweke (dirinya). Terimalah dan
perhatikan dahulu, tindak-tanduk orang, yang akan memperistri dirinya.
Terimalah apa adanya, dan perhatikan dahulu tindak-tanduk orang yang
akan memperistrimu. Meski dalam gatra ini disebut bakal winengku
dheweke, yang berarti akan diperistrinya tetapi konteks nasihat ini
ditujukan kepada seorang wanita, sehingga saya lebih memilih
menerjemahkan sebagai memperistri dirinya. Apalagi kata wengku secara
leksikal tidak selalu harus berarti memperistri, bisa juga berarti menjaga
aau mengelola rumah tangga.
Maksud dari gatra ini adalah apabila seseorang telah menerima tanggung
jawab sebagai istri, terimalah segala keadaan suami dan perhatikan tindak-
tanduk suaminya itu.
Miwah (serta) watak (watak) pambekane (tabiatnya) sami (juga),
sinuksma (dijiwai) ing (dalam) batin (batin), sarta (serta) dipunwanuh
(dipahami). Serta watak dan tabiat suami, dijiwai dalam batin, serta
dipahami.
Tujuan dari memperhatikan tindak-tanduk tadi adalah agar si istri
mengenal watak dan tabiat dari suaminya tersebut. Dalam serat Wulangreh
disebutkan bahwa tindak-tanduk seseorang akan menjadi penanda dari
92
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

watak yang tersembunyi di dalam hati. Jika kita cermat dalam


memperhatikan tindak-tanduk dan perilaku maka akan kita ketahui pula
wataknya. Sesudah diketahui wataknya, kemudian diingat dan diresapkan
dalam hati, dijiwai agar si istri paham benar (wanuh) dengan watak
suaminya.
Lan (dan) takokna (tanyakan) padatan (kebiasaan) ingkang (yang) wis
(sudah-sudah), caraning (tatacara) lelakon (yang berlaku). Dan tanyakan
kebiasaan yang sudah-sudah, tacara yang berlaku.
Agar lebih mudah menyesuaikan diri, tanyakan kebiasaan yang sudah
berlaku di tempat suami. Bagaimana kehidupan di situ yang sudah biasa
dilakukan sehari-hari. Hal ini perlu dilakukan agar si istri tidak membuat
adat kebiasaan baru yang justru membuat kacau, atau istilahnya ngowah-
owahi adat. Kalaupun kelak dirasa ada adat kebiasaan yang dirasa kurang
baik, maka perbaikilah pelan-pelan.
Miwah (serta) apa (apa) saru (yang tabu) sesikune (dan dilarang),
sesirikan (hal yang dihindari) kang (yang) tan (tak) den (di) remeni
(sukai). Serta apa saja yang tabu dilakukan dan dilarang, hal yang
dihindari dan yang tak disukai.
Apa saja yang tidak pantas dilakukan, yang tak elok sesuai adab setempat,
terlebih jika asal muasal istri dari tempat yang jauh sehingga perbedaan
adat budaya sangat mencolok. Hal-hal apa saja yang dihindari dan tidak
disukai oleh suami, keluarga dan masyarakat sekitar. Hal seperti ini pun
harus diketahui pula.
Rungokena (dengarkan) dhingin (dahulu), dadi (agar) tan (tidak)
pakewuh (serba salah). Dengarkan dahulu, agar tidak serba salah.
Jika sudah mengetahui hal-ikhwal tentang kebiasaan, pantangan, larangan,
kegemaran suami dan keluarga besarnya maka dengarkanlah, resapkanlah
jangan sampai teledor dalam melayani suami. Agar tidak timbul rasa kikuk
dan serba salah.
Meski nasihat ini ditujukan untuk istri tetapi hal yang sama sebenarnya
juga harus dilakukan oleh suami. Dan malah harus lebih teliti lagi sang
suami dalam mengenal watak istrinya karena wanita lebih sulit dipahami
dan wataknya lebih tersembunyi. Hal itu karena mereka tidak terbiasa

93
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

mengungkapkan perasaan secara gamblang dan lebih menuntut untuk


diperhatikan dan dipahami.
Inilah sebenarnya kunci dari keharmonisan berumah tangga, saling
memahami watak dan tabiat satu sama lain. Hal ini akan menjauhkan
kesalahpahaman dan perselisihan yang tidak perlu.
Kami cukupkan sekian kajian bait ini, kajian selanjutnya masih akan
menguraikan tentang nasihat bagi para istri yang masih banyak jumlahnya.
Pekerjaan mulia tentu banyak pantangan dan aturannya. Itu pasti!

94
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (26;28): Reh Pamanduming Wanci


Bait ke-26;28, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Tumraping reh pamandumingwanci,
tatane ing kono.
Umatura dhingin mring priyane,
yen pinujuno ing asepi.
Ywa kongsi baribin,
saru yen rinungu.

Mbokmanawa lingsem temah runtik,


dadi tan pantuk don.
Dene lamun ingulap netyane
datan rengu lilih ing penggalih,
banjurna denangling,
lawan tembung alus.

Anyuwuna wulang wewalere,


nggonira lelados.
Lawan endi kang den wenangake,
marang sira wajibing pawestri.
Anggonen salami,
dimen aja padu.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Terhadap hal pembagian waktu,
yang berlaku di situ.
Bicarakan dahulu dengan suaminya,
saat di waktu sepi.
Jangan sampai terjadi ribut,
tak elok kalau didengar.

Barangkali merasa malu hingga sakit hati,


menjadi tak didapat yang dimaksud.
Adapun bila terlihat raut wajahnya,
tak terlihat kecewa dan mereda hatinya,
lanjutkan percakapannya,
dengan perkataan yang halus.
95
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Mintalah petunjuk tentang larangan,


cara engkau melayani (suami).
Dan mana saja yang diberi wewenang,
kepadamu sebagai kewajiban seorang istri.
Pakailah selamanya,
agar jangan sampai bertengkar.

Kajian per kata:


Tiga bait yang kami satukan kajiannya ini berbicara tentang pembagian
waktu bagi wanita yang mempunyai madu (dalam bahasa Jawa disebut
maru).
Tumpraping (terhadap) reh (hal) pamanduming (pembagian) wanci
(waktu), tatane (yang berlaku) ing (di) kono (situ). Terhadap hal
pembagian waktu, yang berlaku di situ.
Setiap lelaki yang memenuhi syarat boleh mempunyai istri lebih dari satu.
Adapun syarat dan ketentuan untuk itu diatur dalam kitab fikih sesuai
tempat dan zaman masing-masing. Namun ada satu syarat mutlak yang
tidak boleh tidak harus ada, yakni adil. Keadilan ini juga harus berlaku
dalam hal jatah waktu bagi istri untuk bersama suaminya.
Namun bentuk dari pembagian waktu tersebut tidak diatur dalam aturan
yang ketat dan pasti. Bisa digilir satu hari satu hari, atau tiap satu kali
bermalam dalam dua atau tiga hari, dan sebagainya. Yang demikian itu
terserah masing-masing keluarga sesuai kesepakatan mereka. Bagi seorang
istri baru apabila suaminya melakukan poligami maka pembagian waktu
yang sudah berlaku harus diketahui.
Umatura (bicarakan) dhingin (dahulu) mring (dengan) priyane
(suaminya), yen (saat) pinujuno (di waktu) ing asepi (yang sepi).
Bicarakan dahulu dengan suaminya, saat di waktu sepi.
Jatah pembagian waktu sebaiknya disepakati kedua belah pihak antara
suami dan para istri. Maka tanyakan dan musyawarahkan dahulu dengan
suami dan istri-istri yang lain. Yang demikian perlu dilakukan agar sama-
sama enak dan nyaman.

96
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Ywa (jangan) kongsi (sampai) baribin (ribut), saru (tak elok) yen (kalau)
rinungu (didengar). Jangan sampai terjadi ribut, tak elok kalau didengar.
Namun membicarakannya jangan sampai timbul keributan. Apalagi
sesama istri kadang tidak akur dan bekerja sama. Maka harus diperhatikan
dalam hal ini agar semua sama-sama tidak kecewa. Bicarakan dengan
tenang dan tidak ribut. Malu kalau sampai terdengar orang gara-gara
rebutan jatah suami. Si suami bisa-bisa GR kalau begitu caranya.
Mbokmanawa (barangkali) lingsem (malu) temah (hingga) runtik (sakit
hati), dadi (menjadi) tan (tidak) pantuk (mendapat) don (yang dimaksud).
Barangkali merasa malu hingga sakit hati, menjadi tak didapat yang
dimaksud.
Jangan sampai pembicaraan itu membuat malu hingga sakit hati diantara
para madu. Jika demikian maka yang diinginkan malah tidak didapat.
Memang sulit dibayangkan bagaimana seorang suami rapat dengan para
istrinya untuk membicarakan jatah bermalam, tetapi hal itu memang harus
dilakukan. Kalau tidak justru bisa menimbulkan kecemburuan di antara
mereka. Apalagi para istri kadang saling bersaing meraih kasih sayang
suami. Inilah yang harus dijaga, jangan sampai poligami yang bisa
mendatangkan nikmat berlipat malah membuat masalah baru.
Dene (adapun) lamun (bila) ingulap (terlihat) netyane (raut wajah), datan
(tak terlihat) rengu (kecewa) lilih (mereda) ing penggalih (hatinya),
banjurna (lanjutkan) denangling (percakapan) lawan (dengan) tembung
(perkataan) alus (halus). Adapun bila terlihat raut wajahnya, tak terlihat
kecewa dan mereda hatinya, lanjutkan percakapannya, dengan perkataan
yang halus.
Dalam rapat terbatas tersebut hendaklah masing-masing dalam keadaan
tenang, lihatlah situasinya dahulu. Jika terlihat raut wajah tidak kecewa
dan tidak marah maka lanjutkan pembicaraannya, dengan perkataan yang
halus dan penuh keakraban. Bagaimanapun mereka semua satu keluarga
yang sudah seharusnya saling mengasihi.
Anyuwuna (mintalah) wulang (petunjuk) wewalere (larangan), nggonira
(cara engkau) lelados (melayani). Mintalah petunjuk tentang larangan,
cara engkau melayani (suami).

97
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Juga dalam pelayanan kepada suami, mintalah petunjuk kepada suami apa
saja yang dia larang, yang tidak disukainya, apa saja yang diinginkannya.
Hal ini lebih baik ditanyakan daripada salah dalam melayani.
Lawan (dan) endi (mana saja) kang (yang) den (di) wenangake
(wewenang), marang (terhadap) sira (engkau) wajibing (kewajiban)
pawestri (istri). Dan mana saja yang diberi wewenang, kepadamu sebagai
kewajiban seorang istri.
Juga mana saja, hal-hal apa saja yang dibolehkan dan diberi wewenang
kepadamu dalam menjalankan kewajiban sebagai istri.
Anggonen (pakailah) salami (selamanya), dimen (agar) aja (jangan, tidak)
padu (bertengkar). Pakailah selamanya, agar jangan sampai bertengkar.
Jika sudah mengetahui dengan jelas beserta detailnya sesuai dengan uraian
di atas, maka ingat-ingatlah dan pratikkan dalam hidupmu, selamanya.
Agar keluargamu jauh dari pertengkaran.
Inilah tiga bait nasihat bagi wanita yang ingin meraih kenikmatan berlipat
bersama dengan suami mereka. Nasihat ini hanya khusus bagi calon-calon
bidadari dunia. Bagi yang tidak sekualifikasi itu, lebih baik mundur saja
daripada makan hati.

98
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (29;30): Reh Rajatadi


Bait ke-29;30, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Awit wruha kukume jeng Nabi,
kalamun wong wadon,
ora wenang andhaku darbeke,
priya lamun durung den lilani.
Mangkono wong laki,
tan wenang andhaku,

mring gawane wong wadon kang asli.


Tan kena denemor,
lamun durung ana palilahe.
Yen sajroning salaki sarabi,
wimbuh rajatadi,
iku jenengipun.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Sebab ketahuilah hukum Kanjeng Nabi,
jikalau seorang istri,
tidak berwenang mengakui milik,
suami bila belum diberi ijin.
Demikian juga bagi suami,
tak berwenang mengakui,

terhadap harta bawaan seorang istri yang asli (miliknya sendiri).


Tak boleh dicampur,
ketika belum ada persetujuannya.
Kalau dalam masa berumah tangga,
bertambah harta kekayaan,
maka itu ada namanya sendiri.

Kajian per kata:


Awit (sebab) wruha (ketahilah) kukume (hukumnya) jeng (kanjeng) Nabi
(Nabi), kalamun (jikalau) wong (seorang) wadon (istri), ora (tidak)
wenang (berwenang) andhaku (mengakui, mengklaim, memiliki) darbeke

99
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(milik), priya (suami) lamun (bila) durung (belum) den (di) lilani (beri
ijin). Sebab ketahuilah menurut hukum Kanjeng Nabi, jikalau seorang
istri, tidak berwenang mengakui milik, suami bila belum diberi ijin.
Yang dimaksud dengan kukume jeng Nabi adalah hukum Islam yang
tertera dalam kitab fikih dan difatwakan oleh mufti kerajaan.
Barang-barang, kekayaan milik suami sebelum menikah bukan menjadi
milik istri, kecuali apabila suami telah memberikan ijin untuk
mengelolanya atau mempergunakannya untuk kepentingan keluarga.
Mangkono (dmikian juga) wong (seorang) laki (suami), tan (tak) wenang
(berwenang) andhaku (memiliki), mring (terhadap) gawane (bawaan)
wong (seorang) wadon (istri) kang (yang) asli (asli). Demikian juga bagi
suami, tak berwenang mengakui, terhadap harta bawaan seorang istri
yang asli (miliknya sendiri).
Bagi suami pun demikian, tidak boleh mengakui atau mengklaim harta
istri sebagai miliknya. Yang dimaksud di sini adalah harta istri yang
dibawa ketika mengikuti suami yang asalnya dari miliknya sendiri.
Tan (tak) kena (boleh) denemor (dicampur), lamun (kalau) durung
(belum) ana (ada) palilahe (persetujuan). Tak boleh dicampur, ketika
belum ada persetujuannya.
Harta istri tidak boleh digabung dengan harta suami sebelum ada
persetujuannya. Hal ini adalah merupakan hak dari masing-masing apabila
saling tidak memcampurkan harta mereka.
Yen (kalau) sajroning (dalam masa) salaki sarabi (berumah tangga),
wimbuh (bertambah) raja ta di (harta kekayaan), iku (itu) jenengipun (ada
namanya). Kalau dalam masa berumah tangga, bertambah harta
kekayaan, maka itu ada namanya sendiri.
Harta yang diperoleh keduanya selama menjalani rumah tangga harus juga
dipisahkan karena ada namanya sendiri, yakni yang disebut gono-gini.
Penjelasan lebih lanjut tentang gono-gini akan diuraikan dalam kajian
berikutnya.

100
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (31;33): Reh Gana Gini


Bait ke-31;32, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Gana gini pada andarbeni,
lanang lawan wadon.
Wit sangkane saka sakarone,
nging wewenang isih aneng laki.
Marma ywa gagampil,
rajatadi mau.

Gana gini ekral kang njageni,


saduman wong wadon,
kang rong duman wong lanang kang darbe.
Lamun duwe anak jalu estri,
bapa kang wenehi,
sandhang panganpun.

Pamo pegat mati tuwin urip,


nggonira jejodhon,
iku ora sun tutur kukume,
wewenange ana ing surambi.
Ing mengke mbaleni,
tuturingsun mau .

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Harta gono-gini sama-sama memiliki,
suami dan istri.
Karena asalnya dari keduanya,
namun wewenang masih di tangan suami.
Oleh karena itu jangan meremehkan
harta kekayaan tadi.

Gono-gini dilindungi oleh keputusan,


satu bagian untuk istri,
yang dua bagian suami yang memiliki.
Jika mempunyai anak laki-laki atau perempuan,
ayahnya yang memberi
101
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

sandang pangan.

Jika cerai mati dan hidup,


dalam engkau berumah tangga,
itu tidak aku jelaskan hukumnya,
wewenangnya ada di surambi.
Berikutnya kembali,
nasihatku tadi.

Kajian per kata:


Gana gini (gono gini) pada (sama-sama) andarbeni (memiliki), lanang
(suami) lawan (dan) wadon (istri). Harta gono-gini sama-sama memiliki,
suami dan istri.
Telah dijelaskan dalam bait sebelumnya bahwa harta kekayaan yang
bertambah ketika menjalani kehidupan rumah tangga, tambahan hartanya
disebut gono-gini. Dalam hal gono-gini ini baik suami mapupun istri
sama-sama mempunyai hak memiliki.
Wit (karena) sangkane (asalnya) saka (dari) sakarone (keduanya), nging
(namun) wewenang (wewenang) isih (masih) aneng (pada) laki (suami).
Karena asalnya dari keduanya, namun wewenang masih di tangan suami.
Tambahan harta tersebut menjadi milik berdua karena asalnya dari
keduanya. Walau misalnya dalam hal ini tambahan itu dari penghasilan itu
berasal dari suami saja atau dari istri saja tetap dimasukkan ke dalam
gono-gini karena mereka sudah satu kesatuan. Seperti itulah hukum yang
berlaku di Jawa zaman itu.
Namun penguasaan keputusan atas harta itu berada di tangan suami
sebagai kepala keluarga. Sedangkan pengelolaan yang berkaitan dengan
urusan domestik biasanya berada di tangan istri. Dalam masyarakat Jawa
peran istri memang besar di dalam rumah tangga bahkan melebihi suami,
namun wilayahnya berada di ranah domestik. Oleh karena itu orang Jawa
sering menyebut istri sebagai kanca wingking, teman yang menangani
urusan di belakang. Itulah kebiasaan yang berlaku di Jawa pada umumnya
di zaman dahulu.

102
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Marma (oleh karena) ywa (jangan) gagampil (menggampangkan,


meremehkan), raja tadi (harta kekayaan) mau (tadi). Oleh karena itu
jangan meremehkan harta kekayaan tadi.
Jangan sampai teledor dalam urusan gono-gini ini. Catatlah harta suami
dan istri masing-masing sebelum menikah agar gono-gini dapat diketahui
besarnya. Yang demikian agar tidak terjadi perselisihan yang panjang
ketika mereka bercerai. Adapun jika keluarga itu langgeng sebenarnya
urusan ini tidak terlalu penting.
Gana gini (gono gini) ekral (peraturan, keputusan) kang (yang) njageni
(melindungi), saduman (satu bagian) wong wadon (untuk istri),
kang(yang) rong (dua) duman (bagian) wong lanang (suami) kang (yang)
darbe (miliki). Gono-gini dilindungi oleh keputusan, satu bagian untuk
istri, yang dua bagian suami yang memiliki.
Ini adalah salah satu hukum yang berlaku pada masa itu, yakni satu bagian
gono-gini bagi bekas istri dan dua bagian bagi bekas suami. Meski bagian
suami lebih besar dia dibebani tanggung jawab lanjutan sebagaimana
disebutkan dalam gatra berikut.
Lamun (kalau) duwe (punya) anak (anak) jalu (laki-laki) estri
(perempuan), bapa (ayah) kang (yang) wenehi (memberi), sandhang
(sandang) panganpun (pangannya). Jika mempunyai anak laki-laki atau
perempuan, ayahnya yang memberi sandang pangan.
Meski bagian bekas suami lebih besar, yakni dua kali lipat tanggungan
kebutuhan anak dibebankan kepada ayah mereka. Kata sandang pangan
adalah kiasan dari kebutuhan hidup seluruhnya selama mereka belum
dewasa.
Pama (andai) pegat (cerai) mati (mati) tuwin (dan) urip (hidup), nggonira
(dalam engkau) jejodhon (berumah tangga), iku (itu) ora (tidak) sun
(aku) tutur (jelaskan) kukume (hukumnya), wewenange (wewenangnya)
ana (ada) ing (di) surambi (serambi). Jika cerai mati dan hidup, dalam
engkau berumah tangga, itu tidak aku jelaskan hukumnya, wewenangnya
ada di surambi.
Yang dimaksud gatra ini sebagai pegat mati tuwin urip adalah pasangan
yang salah satunya meninggal, dalam hukum istilahnya adalah cerai mati.
Yang demikian aturan hukumnya tidak akan dijelaskan dalam serat ini
103
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

karena wewenang menentukan pembagian hartanya ada pada surambi. Jika


salah satunya meninggal maka persoalannya sudah bukan gono-gini tetapi
warisan dan itu diputuskan dengan hukum waris dengan berdasarkan ilmu
faraidh. Agak sulit bagi orang awam dalam menentukan pembagian, maka
harus menghadap ke surambi.
Surambi yang dimaksud dalam gatra ini adalah Serambi Al Mahkamah Al
Kabirah yakni bagian depan masjid kerajaan yang dipergunakan untuk
memutuskan urusan sosial masyarakat. Di serambi itu ada ahli agama yang
akan memutuskan berdasar hukum Islam yang berlaku saat itu.
Ing mengke (berikutnya) mbaleni (kembali), tuturingsun (nasihatku) mau
(tadi). Berikutnya kembali, nasihatku tadi.
Uraian tentang gono-gini dicukupkan sampai di sini. Meski hal ini hanya
penting apabila suami-istri bercerai namun tetap harus diketahui
sekadarnya sebagai pengetahuan agar segala resiko yang ditimbulkan
dapat dikurangi. Sekarang kita akan kembali pada nasihat tentang
kehidupan rumah tangga pada bait berikutnya.

104
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (34;36): Tinampan Kanthi Slesih


Bait ke-34;36, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Yèn wus sira winulang winêling,
wêwalêre condhong,
lan priyanta ing bab pamêngkune,
bale-wisma putra maru abdi,
lawan rajatadi,
miwah kayanipun.

Iku lagi tampanana nuli,


kang nastiti batos,
tinulisan apa saanane.
Tadhah putra sêlir santanabdi,
miwah rajatadi,
kagunganing kakung.

Yyèn wus slêsih gonira nampani,


sarta wis waspaos,
aturêna layang pratelane.
Mring priyanta paran ingkang kapti,
ngêntènana malih,
mring pangatagipu.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Jika engkau sudah diberi petunjuk dan diberi pesan-pesan,
tentang peraturan dan engkau sudah bersetuju,
dengan suamimu dalam hal pengelolaan,
rumah tangga anak madu pelayan,
dan harta benda,
serta penghasilan.

Sesudah itu terimalah segera,


yang cermat dalam batin.
Tulislah ada adanya,
segala kebutuhan anak, selir (istri lain), kerabat dan pelayan,
serta harta bend,
yang dimiliki suami.
105
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kalau sudah detail jelas engkau dalam menerima,


serta sudah diteliti,
berikanlah dalam surat pernyataan.
Kepada suamimu untuk dilihat apa sudah sesuai dengan yang
diinginkan,
tunggulah lagi,
apapun perintahnya.

Kajian per kata:


Yèn (jika) wus (sudah) sira (engkau) winulang (diberi petunjuk) winêling
(diberi pesan), wêwalêre (peraturannya) condhong (bersetuju, sepakat),
lan (dengan) priyanta (suamimu) ing (dalam) bab (hal) pamêngkune
(pengelolaan), bale-wisma (rumah tangga) putra (anak) maru (madu) abdi
(pelayan, pegawai), lawan (dan) rajatadi (harta benda), miwah (serta)
kayanipun (penghasilan). Jika engkau sudah diberi petunjuk dan diberi
pesan-pesan, tentang peraturan dan engkau sudah bersetuju, dengan
suamimu dalam hal pengelolaan, rumah tangga anak madu pelayan, dan
harta benda, serta penghasilan.
Tadi sudah dirinci apa saja yang perlu ditanyakan, mulai larangan, aturan,
kegemaran suami, anak-anak, istri lain (maru), pembagian waktu, harta
benda dan penghasilan. Apa saja yang perlu diketahui oleh seorang istri
baru, maka ketahuilah sebanyak-banyaknya informasi tentang itu dengan
memperhatikan atau bertanya langsung, membicarakan dengan cara yang
halus dan menghindari perselisihan. Dan kalau sudah diberi petunjuk
tentang segala sesuatu di atas maka segeralah beralih pada langkah
berikutnya.
Iku (itu) lagi (baru) tampanana (terimalah) nuli (segera), kang (yang)
nastiti (cermat, berhati-hati) batos (batin). Sesudah itu terimalah segera,
yang cermat dalam batin.
Dari apa yang ditanyakan dan sudah diberi petunjuk lengkap tadi, maka
terimalah dengan segera. Ingat-ingatlah dalam sanubari sebagai bahan
untuk membuat rencana pengelolaan rumah tangga, hal apa saja yang perlu
dilakukan, susunlah skala prioritas dan tandailah hal-hal yang urgen untuk
dilaksanakan. Inilah tugas seorang istri dalam mengelola rumah tangga.

106
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Tinulisan (tulislah ) apa (apa) saanane (adanya), tadhah (kebutuhan)


putra (anak) sêlir (madu, istri lain) santanabdi (kerabat dan pegawai),
miwah (serta) rajatadi (harta benda), kagunganing (yang dimiliki)
kakung (suami). Tulislah ada adanya, segala kebutuhan anak, selir (istri
lain), kerabat dan pelayan, serta harta benda yang dimiliki suami.
Jika sudah dibuat rencana anggaran dan program kerja maka tulislah apa
adanya dalam proposal. Segala kebutuhan anak, istri lain, pegawai,
kerabat, pelayan, serta catatan harta benda milik suami tadi.
Yèn (kalau) wus (sudah) slêsih (rinci, detail) gonira (engkau dalam)
nampani (menerima), sarta (serta) wis (sudah) waspaos (jelas-jelas),
aturêna (berikanlah) layang (surat) pratelane (pernyataan). Kalau sudah
detail jelas engkau dalam menerima, serta sudah diteliti, berikanlah
dalam surat pernyataan.
Jika sudah ditulis rinci dan mendetail segala kebutuhan dan kepemilikan
tadi dengan teliti dan cermat, tidak ada kesalahan lagi, maka berikanlah
surat proposal tadi kepada suami.
Mring (kepada) priyanta (suamimu) paran (apa) ingkang (yang) kapti
(diinginkan), ngêntènana (tunggulah) malih (lagi), mring (apapun)
pangatagipun (perintahnya). Kepada suamimu untuk dilihat apa sudah
sesuai dengan yang diinginkan, tunggulah lagi, apapun perintahnya.
Dalam tiga bait ini diuraikan betapa sulitnya urusan yang harus ditangani
seorang istri, yang kalau dilihat konteks serat ini tampaknya berposisi
sebagai istri utama. Mari kita lihat sejenak konteks zaman ketika serat ini
ditulis, yakni pada tahun 1800an. Waktu itu sistem yang berlaku adalah
sistem kerajaan yang menempatkan masyarakat ke dalam strata sosial
sesuai keturunan dan posisi mereka di kerajaan. Dalam hal rumah tangga
yang poligami kedudukan istri juga terdiri dari dua strata, istri utama
(garwa padmi, praweswari kalau istri raja) dan istri selir (garwa selir). Istri
selir ini kedudukan dan hak yang diterimanya juga lebih rendah dari istri
utama, dan anak-anak dari istri selir ini juga hak-haknya tidak sepenuh
anak yang lahir dari istri utama.
Dalam hal harta benda, istri selir jelas tidak diberi wewenang mengurusi.
Segala urusan mengenai harta berada di tangan istri utama, maka tidak
aneh kalau dalam bait ini urusan mengenai kebutuhan istri selir pun diatur

107
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

oleh istri utama. Yang demikian itu memang praktik-praktik yang terjadi
pada saat itu. Terhadap hal tersebut marilah kita ambil yang bermanfaat
untuk kehidupan kita. Dalam serat ini terkandung banyak nasihat yang
benar dan berguna, namun juga ada beberpa hal yang sudah tidak cocok
untuk diterapkan di zaman ini. Marilah kita pilahkan dan kita ambil yang
bermanfaat saja, adapun yang tak berguna selayaknya kita tinggalkan.

108
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (37;38): Wekanana Samukawis


Bait ke-37;38, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Kang supaya aja dèn arani,
wong wadon sumanggoh,
bokmanawa gêla ing batine.
Bêcik apa ginrayangan melik,
mring kayaning laki,
tan yogya satuhu.

Ing sanadyan lakinira bêcik,


momong mring wong wadon,
wekanana kang mrina liyane.
Jêr manungsa datan nunggil kapti,
ana ala bêcik,
ing panêmunipun.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Supaya tidak dianggap,
istri yang sombong,
barangkali ada kekecewaan dalam hati (suaminya).
Apa baiknya diduga-duga mempunyai pamrih ,
terhadap harta suami?
Tidak seyogyanya demikian itu.

Walaupun suamimu baik,


dapat ngemong kepada istri,
tetapi berjaga-jagalah terhadap yang lain yang tak bisa menerima.
Karena manusia tidak bisa satu kemauan,
ada yang buruk dan baik,
dalam pendapatnya.

Kajian per kata:


Kang (yang) supaya (supaya) aja (jangan) dèn arani (dianggap), wong
wadon (istri) sumanggoh (sombong), bokmanawa (barangkali) gêla

109
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(kecewa) ing (dalam) batine (hatinya). Supaya tidak dianggap, istri yang
sombong, barangkali ada kekecewaan (dalam hati suaminya).
Piwulang Jawa memang mendudukkan istri sebagai pihak yang pasif,
tetapi lebih tepat jika dikatakan aseptif. Dalam budaya Jawa wanita
diibaratkan sebagai tanah, siap sedia menerima apapun yang jatuh padanya
tanpa protes. Jangankan kok protes bahkan segala kekotoran yang jatuh
padanya akan dibersihkan dengan perlahan-lahan.
Maka tuntunan dalam bait sebelumnya selaras dengan filosofi ini.
Menyerahkan rincian proposal pekerjaan dan kemudian menunggu
perintah selanjutnya. Inisiatif lebih lanjut tidak disarankan karena akan
mengesankan sebagai wanita yang sumangguh. Arti kata sumangguh
adalah sok bisa, sok mampu dan terlalu semangat dalam menerima
perintah sehingga terkesan mempunyai ambisi tertentu. Yang demikian itu
tidak patut menurut budaya Jawa. Yang baik menjadi wanita adalah jinak-
jinak merpati, seperti tak butuh tetapi menjaga jarak agar tetap dekat dan
selalu siap.
Bêcik apa (apa baiknya) ginrayangan (diduga-duga) melik (mempunyai
pamrih), mring (terhadap) kayaning (harta) laki (suami), tan (tidak) yogya
(seyogyanya) satuhu (demikian itu). Apa baiknya diduga-duga
mempunyai pamrih , terhadap harta suami? Tidak seyogyanya demikian
itu.
Sikap yang terlalu aktif akan berkesan mempunyai pamrih, seolah hendak
menguasai harta suami. Sikap yang demikian seyogyanya dihindari. Tidak
elok dan tidak sesuai dengan adat budaya Jawa. Maka menjadi seorang
istri memang harus pandai-pandai menutupi perasaan, agar gejolak hati
tidak nampak vulgar dan terkesan murahan. Ini berlaku dalam hal apa saja,
tidak melulu soal harta.
Ing sanadyan (walaupun) lakinira (suamimu) bêcik (baik), momong
(mengemong) mring (kepada) wong wadon (istri), wekanana (berjaga-
jagalah) kang (yang) mrina (tidak terima) liyane (lainnya). Walaupun
suamimu baik, dapat ngemong kepda istri, tetapi berjaga-jagalah
terhadap yang lain yang tak bisa menerima.
Karena hidup dalam keluarga bersama suami selalu melibatkan banyak
orang, termasuk keluarga dan saudara suami, istri-istri selir jika ada, atau

110
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

madu-madu yang lain. Walau sang suami baik hati dan pandai ngemong
istri tetapi harus tetap berjaga-jaga kalau-kalau saja ada pihak lain yang
tidak terima.
Hal yang demikian itu harus dijaga dan diingat selalu agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang berakibat kurang harmonisnya hubungan antara
anggora keluarga besar.
Jêr (karena) manungsa (manusia) datan (tidak) nunggil (satu) kapti
(keinginannya), ana (ada) ala (buruk) bêcik (baik), ing (dalam)
panêmunipun (pendapatnya). Karena manusia tidak bisa satu kemauan,
ada yang buruk dan baik, dalam pendapatnya.
Antara satu anggota keluarga dengan yang lain sering tidak bisa satu
kemauan, oleh karena itu tetap diperlukan sikap hati-hati dalam bergaul
dengan mereka. Ada kalanya pendapat kita cocok, ada kalanya tidak, ada
yang menanggapi dengan baik, ada juga yang menjadi tidak berkenan. Hal
itu wajar mengingat manusia bebas berpendapat. Yang harus dijaga adalah
jangan sampai terkesan memaksakan kehendak. Maka di sinilah sikap-
sikap pasif atau menunggu seperti di atas menjadi sikap yang ideal bagi
seorang istri.
Itulah sepenggal nasihat yang mungkin sedikit darinya dapat kita ambil
pelajaran. Tak harus diterapkan sama persis karena kondisinya juga sudah
berubah. Ambil saja pelajaran moralnya, bahwa bagi seorang istri sikap
yang baik adalah menunggu sambil besiap-siap. Begitu ada kode,
langsung yesss...!

111
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (39;40): Mrih Trimaning Ati


Bait ke-39;40, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Lamun kinèn banjur ambawani,
ywa age rumêngkoh.
Lulusêna lir mau-maune,
aja nyuda aja amuwuhi.
Tampanana batin,
ngajarna awakmu.

Endi ingkang pinitayan nguni,


amêngku ing kono,
lêstarèkna ywa lirip atine.
Slondhohana lêlipurên ing sih,
mrih trimaning ati,
kêna sira tantun.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Kalau kemudian diperintah untuk mengurusi seluruhnya,
jangan segera menyanggupi.
Jagalah tetap seperti sedia kala,
jangan mengurangi atau menambahi,
terimalah dalam batin,
ajarkan pada diri sendiri.

Siapa yang dipercaya lebih dulu, untuk mengelola di situ,


lestarikanlah demikian,
jangan sampai hatinya terluka.
Ajaklah bicara dengan rendah hati, hiburlah hatinya dengan kasih,
agar hatinya menerima kehadiranmu,
bisa engkau mintai pertimbangan.

Kajian per kata:


Lamun (kalau) kinèn (diperintah) banjur (kemudian) ambawani
(mengurusi), ywa (jangan) age (segera) rumêngkoh (menyanggupi).

112
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kalau kemudian diperintah untuk mengurusi seluruhnya, jangan segera


menyanggupi.
Jika sang suami berkenan dengan pekerjaanmu kemudian disuruh
mengelola semuanya, janganlah disanggupi. Sebagai orang baru harus
ingat bahwa ada orang lain di situ yang kemarin berperan.
Lulusêna (jagalah tetap) lir (seperti) mau-maune (sedia kala),aja (jangan)
nyuda (mengurangi) aja (jangan) amuwuhi (menambahi), tampanana
(terimalah) batin (dalam batin), ngajarna (ajarkan) awakmu (pada diri
sendiri). Jagalah tetap seperti sedia kala, jangan mengurangi atau
menambahi, terimalah dalam batin, ajarkan pada diri sendiri.
Jagalah tetap seperti sedia kala, jangan mengurangi dan menambah peran
orang lain tadi. Terimalah dalam batin apa yang menjadi tugasmu,
ajarkanlah pada dirimu sendiri agar tetap patuh pada tatakrama sebagai
orang baru. Jangan semangkeyan (sombong) atau ngewak-ewakke
(bertingkah), mentang-mentang dipercaya suami.
Endi (mana) ingkang (yang) pinitayan (dipercaya) nguni (lebih dahulu),
amêngku (yang mengelola) ing (di) kono (situ), lêstarèkna (lestarikan)
ywa (jangan) lirip (luka) atine (hatinya). Siapa yang dipercaya lebih dulu,
untuk mengelola di situ, lestarikanlah jangan sampai hatinya terluka.
Siapa yang sudah dipercaya duluan di situ, maka biarlah tetap seperti itu.
Orang yang sudah lama dipercaya untuk mengelola banyak urusan di situ
akan terluka hati bila digantikan. Sebaiknya sebagai orang baru harus tahu
diri, tidak perlu mengambil alih meski suami menghendaki demikian. Hal
ini demi keutuhan keluarga besar seluruhnya, agar orang-orang lama yang
telah terbiasa mengurus tidak tersingkirkan. Sebaiknya tetap mengerjakan
apa yang sudah menjadi tugasnya sejak semula.
Slondhohana (ajaklah bicara dengan rendah hati) lêlipurên (hiburlah) ing
(dengan) sih (kasih), mrih (agar) trimaning (hatinya) ati (menerima),
kêna (bisa) sira (engkau) tantun (diminta pertimbangan). Ajaklah bicara
dengan rendah hati, hiburlah hatinya dengan kasih, agar hatinya
menerima kehadiranmu, bisa engkau mintai pertimbangan.
Sebagai orang baru dalam keluarga hendaklah mau mengajak bicara
dengan rendah hati, agar pengelola lama berkenan menerima kehadiranmu.
Perlihatkan penghormatan kepadanya agar hatinya tidak sakit. Jika bisa
113
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

akur dengan orang lama itu sebuah keberuntungan, mereka bisa dimintai
pertimbangan dalam mengelola keluarga.
Demikian kehati-hatian sikap yang harus dijaga oleh seorang istri baru di
dalam keluarga suaminya. Semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita
semua.

114
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Kajian Darmawasita (41;42): Wanci Ngetrap Pranatan


Bait ke-41;42, Pupuh Mijil (metrum: 10i 6o 10e 10i 6i 6u), Serat
Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV.
Yèn wus cakêp acakup pikiring,
wong sajroning kono,
lawan uwis mêtu piandêle,
marang sira ora walangati,
iku sira lagi,
ngêtrap pranatanmu.

Wêwatone nyôngga sandhang bukti,


nganakkên kaprabon,
jalu èstri sapangkat-pangkate.
Iku saking pamêtu sêsasi,
utawa sawarsi,
pira gunggungipun.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Kalau sudah memuat dan meliputi semua yang dipikirkan,
orang di dalam situ,
dan sudah telahir kepercayaan,
kepadamu tiada kekhawatiran (lagi),
barulah engkau,
menerapkan peraturanmu.

Dasar pedoman mencukupi keperluan sandang pangan,


menyelenggarakan urusan rumah tangga,
laki-laki dan perempuan beserta keperluan mereka semua.
Itu dari penghasilan sebulan,
atau setahun,
berapapun jumlah totalnya.

Kajian per kata:


Yèn (jika) wus (sudah) cakêp (muat) acakup (meliputi) pikiring
(dipikirkan), wong (orang) sajroning (yang di dalam) kono (situ), lawan
(dan) uwis (sudah) mêtu (terlahir) piandêle (kepercayaannya), marang

115
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(kepada) sira (kamu) ora (tidak) walangati (khawatir), iku (itu) sira
(engkau) lagi (baru), ngêtrap (menerapkan) pranatanmu (peraturanmu).
Kalau sudah memuat dam meliputi semua yang dipikirkan, orang di dalam
situ, dan sudah telahir kepercayaan, kepadamu tiada kekhawatiran (lagi),
barulah engkau, menerapkan peraturanmu.
Sesudah tercakup semuanya dalam catatan proposal yang diajukan kepada
suami dan mendapatkan kerelaan dari yang biasa mengelola rumah tangga
itu, sudah dipercaya sepenuhnya tanpa ada rasa kekhawatiran padamu,
tibalah saatnya untuk menerapkan aturanmu itu.
Dalam rumah tangga jaman dahulu jika dari pihak laki-laki seorang
bangsawan keperluannya akan banyak sekali. Seorang istri mungkin hanya
akan mengurusi sebagian dari semua keperluan itu, sebagian lainnya
mungkin akan diurusi istri yang lain. Maka perlu ditegaskan dahulu apa
yang menjadi amanat baginya, dicatat dan dimintakan persetujuan, setelah
semua jelas dan mendapat kepercayaan barulah dilaksanakan.
Dalam rumah tangga modern yang mempraktikan poligami tatakrama
yang demikian juga diperlukan agar tidak tumpang tindih dengan
pekerjaan istri yang lain. Semua mesti dirundingkan dan disepakati
bersama terlebih dahulu.
Dalam rumah tangga modern yang monogami perihal kesepakatan itu
mungkin lebih sederhana prosesnya, namun tetap diperlukan juga beberapa
kesepahaman. Apalagi kultur Jawa walau sudah berumah tangga peran
orang tua masih dominan. Kepada merekalah kita harus minta saran dan
pertimbangan. Ada juga beberapa kasus orang tua (terutama dari pihak
suami) yang masih memantau cara-cara anak mereka mengurus rumah
tangganya, bahkan suka mencampuri urusan mereka. Maka si anak
(menantu perempuan) harus bisa berkomunikasi yang baik dengan
mertuanya.
Setelah semua sepakat dan sepaham barulah aturan yang diajukan si istri
tadi diterapkan sebagai penyelenggara urusan rumah tangga, yang
kepadanya telah diserahkan wewenang penuh.
Wêwatone (dasar pedoman) nyôngga (mencukupi) sandhang (sandang)
bukti (pangan), nganakkên (menyelenggarakan) kaprabon (urusan dalam
rumah tangga), jalu (laki-laki) èstri (perempuan) sapangkat-pangkate

116
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

(beserta segala keperluannya). Dasar pedoman mencukupi keperluan


sandang pangan, menyelenggarakan urusan rumah tangga, laki-laki dan
perempuan beserta keperluan mereka semua.
Dengan berdasar pedoman tadi si istri kemudian mencukupi kebutuhan
sandang pangan. Yang dimaksud sadang pangan adalah segala kepeluan
orang hidup, bukan hanya baju dan makan saja, tetapi mencakup
semuanya yang diperlukan demi kelangsungan rumah tangga tersebut.
Semua diurus sesuai anggaran yang sudah diajukan tadi, baik laki-laki dan
peremuan beserta seluruh keperluan yang berkaitan dengan hidup mereka.
Iku (itu) saking (dari) pamêtu (penghasilan) sêsasi (sebulan), utawa
(atau) sawarsi (setahun), pira (berapapun) gunggungipun (jumlah
totalnya). Itu dari penghasilan sebulan, atau setahun, berapapun jumlah
totalnya.
Segala keperluan yang sudah dianggarkan harus tercukupi dari
penghasilan tiap bulan atau tiap tahun. Kalau penghasilannya tiap bulan
perencanaannya juga tiap bulan, kalau penghasilannya tiap panen ya
perencanaannya sesuai jarak waktu panen. Kalau penghasilannya keluar
tiap tahun rencana biayanya juga dihitung per tahun. Harus ada Rencana
Anggaran Biaya (RAB) yang rinci adar anggaran tidak bodhol di tengah
jalan. Antara pengeluaran dan total penghasilan harus seimbang dan harus
cukup. Kalau tak cukup maka harus dicukup-cukupkan dengan
penghematan.
Itulah kecakapan dan kemampuan seorang istri yang harus disiapkan bagi
calon pengantin wanita sebelum memasuki kehidupan rumah tangga.
Kalau dibaca sekilas memang tidak ada enak-enaknya sama sekali,
kelihatan serba sulit dan rumit, tetapi memang demikianlah adanya.
Kehidupan rumah tangga bukanlah melulu soal bulan madu dan memadu
kasih, tetapi lebih bersifat mendewasakan diri. Banyak pengantin baru
yang sebelumnya juga belum pernah membayangkan akan sesulit dan
serumit itu mengatur rumah tangga tetepi toh dengan berlalunya waktu
mereka dapat belajar sedikit demi sedikit. Oleh karena itu diperlukan
kesabaran yang ekstra bagi siapapun yang hendak berumah tangga.
Kami cukupkan sekian kajian serat Darmawasita ini. Mengingat serat ini
digubah di masa 150an tahun lalu, tentu ada beberapa hal yang mungkin
tidak relevan untuk diteladani pada saat ini. Terhadap kasus-kasus yang
117
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

demikian sebaiknya kita abaikan. Niat kita adalah belajar dari leluhur agar
dapat mencontoh yang baik-baik dari mereka. Adapun yang tidak baik
sudah sepantasnya kita tinggalkan. Begitulah cara kita menghormati
leluhur, menyempurnakan apa yang kurang dari mereka dan melestarikan
apa yang sempurna.

TAMMAT.

Mirenglor, 25 Oktober 2017

Bambang Khusen Al Marie.

118
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Tentang Penulis

Serat Warayagnya & Darmawasita

Kanjeng Gusti Pangeran Arya


Mangkunagara IV lahir dengan nama
RM Sudira. Ayahnya adalah
Pangeran Arya Adiwijaya I putera
dari putera Raden Mas Tumenggung
Kusumadiningrat. Sudira merupakan
anak ke-7, dan merupakan anak laki-
laki ke-3. Ibu Sudira adalah RA Sekeli, putri dari Mangkunagara II.
Sudira lahir pada tanggal 8 Sapar 1738, bertepatan dengan 3 Maret
1811. Sejak kelahirannya Sudira diambil oleh kakeknya, Mangkunagara II,
yang saat itu masih berkuasa. Dan pengasuhannya diberikan kepada istri
selir Mbok Ajeng Dayaningsih. Setelah berumur 10 tahun kemudian
diserahkan kepada kakak sepupunya Pangeran Riya, untuk dididik dalam
sastra, dasar pengetahuan agama, kesenian, kebudayaan dan ilmu
pengetahuan lainnya. Setelah berumur 13 tahun kemudian dikhitan.
Pada usia 15 tahun Sudira masuk ke dinas ketentaraan. Ditempatkan
di kesatuan Infanteri Kumpeni 5, Legiun Magkunagaran. Ditempatkan
untuk berjaga di Klaten pada waktu perang Jawa. Tak lama ditempatkan
Sudira mohon pamit karena ayahandanya Pangeran Arya Adiwijaya
meninggal dunia, 2 April 1826. Setelah kembali ke kesatuan Sudira ikut
berperang di beberapa tempat antara lain, Tanjungtirta, Pleret dan
Ngrajakusuma. Pasukan kumpeni dibawah komando Kolonel Kokis. Dari
Ngrajakusuma kemudian terus merangsek sampai ke kota Yogyakarta, lalu
berpindah-pindah beberapa kali, dari benteng Taman sampai di benteng
Gombang Klaten. Sudira telah banyak ikut pertempuran dan cukup
berpengalaman dalam perang.
Pada usia 18 tahun Sudira diangkat sebagai Kapten Infanteri, masih di
kesatuan Kumpeni 5. Posisi ini didapat setelah kapten lama yang tak lain
sang kakak sendiri RM Subekti diangkat menggantikan sang ayah
119
Kajian sastra Klasik Serat Warayagnya & Darmawasita

Pangeran Adiwijaya yang meninggal. Setelah mendapat pangkat Kapten


Infanteri Raden Mas Kapten Sudira ditugaskan memimpin benteng
Gombang (sebelah selatan Pedan, Klaten) dengan pasukan; 50 pasukan
senapan dengan satu opsir, 50 pasukan tombak dengan satu opsir, satu
meriam dan 12 kanonir. Serta diberi kekuasaan mengelola tanah sampai di
Masaran (masuk wilayah Wonogiri). Setelah perang Diponagara usai
pasukan ditarik kembali ke Surakarta. Raden Mas Kapitan Sudira
mendapat penghargaan dengan piagam tertanggal 18 Januari 1833.
Setelah RM Sudira berusia 22 tahun menikah dengan putri dari Pangeran
Surya Mataram pada tanggal 24 Desember 1831. Setelah menikah
kemudian berganti nama Raden Mas Arya Gandakusuma.
Sepeninggal Mangkunagara II, yang menggantikan adalah Pangeran Riya
yang bergelar Mangkunagara III. Pada tahun 1837 RM Sudira mendapat
promosi jabatan sebagai patih di Pura Mangkunagaran, menggantikan
Kyai Patih Ngabei Wignyawijaya yang meninggal dunia. Saat itu masih
merangkap pula sebagai Kapten di kesatuan Kumpeni 5. Kemudian pada 4
April 1840 diangkat sebagai Mayor Infanteri dan diberi tugas memegang
administrasi Legiun Mangkunagaran.
Pada 17 Mei 1950 diangkat menjadi pangeran dengan nama Kangjeng
Pangeran Arya Gandakusuma. Pada 24 Maret 1953 diangkat sebagai
Pengageng Pura dengan nama Kangjêng Gusti Pangeran Adipati Arya
Prabu Prangwadana. Pangkat di Legiun naik menjadi Letnan Kolonèl.
Setelah itu, di tahun yang sama atas ijin Gubernur Jenderal, menikah
dengan putri dari almarhum Pangeran Adipati Mangkunagara III yang
bernama BRA Dhunuk.
Tanggal 16 Agustus 1857 ditetapkan secara penuh sebagai Adipati dengan
gelar Kangjêng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara IV. Pangkat
di Legiun pun dinaikkan menjadi Kolonel.
Mangkunegara IV wafat pada tahun 1881 dan dimakamkan di Astana
Girilayu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Beliau mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Republik
Indonesia yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
tanggal 3 November 2010.

120

Anda mungkin juga menyukai