Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA HAYATI

ACARA IV

RESPON TANAMAN TERHADAP INPUT ENERGI

DISUSUN OLEH :

Nama : Alifa Nabila Keizi


S(19/444080/TP/12457)

Farah Khoirunnisa (19/446798/TP/12601)

Fitra Yogapratama (19/444097/TP/12474)

Raihan Danica P (19/444113/TP/12490)

Prasetya F.P.S (19/439837/TP/12375)

Widya Hafidzah H (19/446817/TP/12620)

Golongan : B8

C0. Asst : Farhan Ersavan

Faliana Dani

LABORATORIUM FISIKA HAYATI

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


YOGYAKARTA

2021

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan budidaya pertanian tidak akan terlepas dari kebutuhan


energi. Input energi menjadi salah satu faktor yang penting bagi
pertumbuhan tanaman. Input energi ini pada umumnya terdapat berbagai
macam, beberapa diantaranya adalah bahan bakar, listrik, mesin, benih, dan
pupuk. Namun, selama beberapa tahun terakhir, dunia mulai menitik
beratkan perhatiannya pada isu lingkungan. Oleh karena itu, sekarang ini,
sedang digencarkan gerakan untuk meminimalisir penggunaan energi yang
sifatnya tidak dapat terbarukan dan yang dapat memberi dampak buruk pada
bumi. Pada bidang pertanian sendiri, penggunaan yang dimaksud terdapat
pada pestisida, yang merupakan bahan yang digunakan untuk mengendalikan
organisme pengganggu. Salah satu organisme pengganggu tersebut adalah
gulma, dan untuk membasminya, biasanya digunakan herbisida.
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, membasmi gulma dapat
dilakukan dengan melakukan perekayasaaan lingkungan. Rekayasa
lingkungan sendiri adalah contoh usaha memanipulasi kondisi lingkungan
dengan cara memberi input energi. Tidak hanya membasmi gulma, rekayasa
lingkungan juga dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah produksi atau
panen dan memperoleh hasil produksi yang berkualitas. Untuk menentukan
suatu rekayasa lingkungan berhasil mencapai tujuannya atau tidak dapat
diukur melalui parameter fisik tanaman yang merupakan hasil perubahan
akibat tanaman melakukan respon fisiologis setelah dilakukannya rekayasa
lingkungan itu sendiri. Beberapa rekayasa yang dapat dilakukan adalah
pemberian efek naungan, efek cahaya, dan efek gelombang suara. Untuk itu,
perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai respon fisiologis tanaman
terhadap rekayasa lingkungan yang diberikan, guna memperoleh hasil
produksi yang meningkat, namun tetap berkualitas.
1.1 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
bagaimana efek respon fisiologi tanaman akibat faktor eksternal.
1.2 Manfaat
Manfaat dilakukannya praktikum ini adalah mahasiswa yang mampu
menganalisis kemampuan faktor eskternal terhadap fisiologi tanaman guna
meningkatkan jumlah produksi atau panen.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Respon Fisiologi yang Terjadi

Cahaya merupakan faktor esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan


tanaman. Cahaya berperan penting dalam proses fisiologi tanaman, terutama
fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Unsur radiasi matahari yang penting bagi
tanaman ialah intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran.
Intensitas cahaya yang terlalu rendah membuat tanaman tidak dapat
mengoptimalkan proses fotosintesis sehingga menurunkan tingkat produktivitas
tanaman baik secara kuantitas maupun kualitas (Pantilu dkk., 2012). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Akmalia dan Suharyanto (2017), respon anatomis
daun terhadap peningkatan intensitas cahaya yakni indeks stomata epidermis
bawah besar dan daun lebih tebal dimana indeks stomata terbesar yaitu 31,37 %,
dan daun tertebal 368,67 µm terdapat pada perlakuan intensitas cahaya terbesar
penelitian yaitu 63694 Lux. Pada akar terjadi peningkatan diameter trakea dengan
diameter trakea terbesar terdapat pada perlakuan intensitas cahaya terbesar yakni
176,10 µm. Diameter trakea batang ternyata tidak terpengaruh intensitas cahaya
secara signifikan ditandai dengan nilai parameter yang hampir sama pada semua
perlakuan.

Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui respon


pertumbuhan tanaman terhadap intensitas cahaya matahari adalah tinggi. (Malik,
N. 2014) Berdasarkan penelitian Rachmanda et,al (2017) dan Sulistyowati et,al
(2019) yang meneliti tentang pengaruh intensitas cahaya rendah dengan
menggunakan metode Agroforestry atau naungan , tinggi tanaman akan semakin
meningkat berbanding lurus dengan bertambahnya tingkat naungan. Hal ini
terlihat pada parameter tinggi tanaman perlakuan perbedaan umur naungan sengon
pada umur pengamatan 42 hst, yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya
naungan maka semakin meningkat pula tinggi tanaman.Tinggi tanaman ketika
ternaungi lebih tinggi dibandingkan pada tanaman yang terkena cahaya penuh,
indikasi ini terjadi pada semua kelompok. Jumlah daun pada semua kelompok
genotipe mengalami peningkatan saat kondisi ternaungi Berdasarkan uji kontras
diketahui bahwa luas daun tanaman pada kondisi naungan 50% mengalami
peningkatan.
2.2 Mekanisme Penyebab Perubahan Fisiologis

Akumulasi perubahan-perubahan yang terjadi pada tanaman pada titik


tertentu akan mendorong terbentuknya fenotip tanaman yang berbeda dengan
tanaman yang tumbuh pada kondisi normal. Fenotip yang terbentuk merupakan
hasil interaksi antara genetik dan lingkungan sekitar tanaman tumbuh. Perubahan
karakter anatomi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Contohnya yaitu banyaknya stomata yang terbentuk akibat penyesuaian dengan
intensitas cahaya akan mempengaruhi jumlah CO2 yang masuk sementara
trikomata dapat mempengaruhi laju transpirasi tanaman. Hal ini tentu saja
mengakibatkan perubahan fisiologi dalam tanaman sehingga pada kondisi yang
berbeda akan memunculkan fenotip yang berbeda pula (Akmalia dan Suharyanto,
2017). Intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman berbeda mempengaruhi
ketersediaan energi cahaya yang akan diubah menjadi energi panas dan energi
kimia. Apabila energi cahaya tidak dilepaskan kembali ke lingkungannya, energi
tersebut akan diubah menjadi energi panas dan akan menaikkan suhu daun
sedangkan energi cahaya diubah menjadi energi kimia yaitu melalui proses
fotosintesis dengan menghasilkan karbohidrat yang digunakan tanaman dalam
proses pertumbuhannya. (Malik, N. 2014)

Perlakuan penanaman pada naungan sengon merangsang perkembangan


tinggi tanaman, semakin tinggi tingkat pemberian naungan atau turunya intensitas
cahaya maka ukuran tanaman yang dihasilkan semakin tinggi. Gejala etiolasi atau
pemanjangan ruas merupakan akibat tanaman yang mengalami kekurangan
cahaya akibat ternaungi. Etiolasi berkaitan dengan produksi dan distribusi auksin
akibat intensitas matahari. Auksin pada dasarnya tidak menyukai cahaya matahari,
sehingga pada keadaan ternaungi produksi auksin yang terjadi di pucuk-pucuk
tanaman akan lebih tinggi dan mengakibatkan perpanjangan sel yang lebih cepat
dan akhirnya tanaman tumbuh memanjang (Rachmanda et,al 2017)
Aktivitas peningkatan produksi auksin yang secara sinergis dengan
giberelin akan menyebabkan pemanjangan batang Intensitas cahaya yang rendah
merangsang peningkatan kandungan auksin pada titik tumbuh. Auksin
merangsang peningkatan kelenturan dinding sel sehingga pertambahan tinggi
tanaman dapat terjadi Peningkatan tinggi batang berkaitan dengan proses adaptasi
tanaman untuk meningkatkan penetrasi cahaya ke kanopi tanaman. Respon
tanaman pada cahaya rendah terjadi perubahan fitohormon yang mengatur
keseimbangan fitokrom terutama perubahan kandungan etilen, giberelin, dan
auksin sehingga terjadi pemanjangan batang dan tangkai (Sulistyowati et,al 2019)
2.3 Jenis Komoditas yang Sesuai dengan Perlakuan

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang memiliki


distribusi yang luas dari daerah tinggi sampai rendah. Kedua daerah tersebut
memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda akibat perbedaan kondisi abiotik
seperti intensitas cahaya dan ketersediaan air. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi
diiringi ketersediaan air yang rendah membuat tanaman menghadapi cekaman
kekeringan. Dampak lebih lanjut, cekaman kekeringan dapat menurunkan tingkat
produktivitas tanaman. Komoditas jagung ini dapat diberi perlakuan yang optimal
sesuai penelitian oleh Akmalia dan Suharyanto (2017) di atas. Sambiloto
(Andrographis paniculata. Ness), merupakan salah satu tumbuhan yang
dimanfaatkan masyarakat Indonesia, Intensitas cahaya matahari yang diterima
tanaman sambiloto juga berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman, Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman sambiloto merupakan jenis tanaman yang
membutuhkan cahaya untuk memperoleh pertumbuhan dan perkembangan yang
baik. (Malik, N. 2014)

Jenis Tanaman yang digunakan dalam perlakuan intensitas cahaya rendah


dengan naungan salah satunya adalah kedelai. Kedelai ialah komoditi penting
yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Produksi kedelai saat ini setiap tahunnya
semakin menurun, penurunan produksi kedelai tersebut salah satunya dipengaruhi
oleh faktor menurunnya luas lahan Saat ini lahan yang tersedia secara luas berada
di areal perhutanan atau biasa disebut Agroforestry. Perlakuan dari naungan akan
berpengaruh pada tinggi tanaman, luas daun, jumlah polong, dan hasil kedelai
lainya. (Rachmanda et,al 2017) Salah satu jenis sayuran yang sering digunakan
sebagai komponen penyusun agroforestri adalah tomat (Solanum lycopersicum
L.). Terjadi peningkatan total hasil buah tomat pertanaman pada kondisi intensitas
cahaya rendah dimana tomat yang ditanam pada kondisi naungan 35% dan 65%
menunjukkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang,
jumlah bunga, dan total hasil pertanaman. (Sulistyowati et,al 2019)

2.4 Penanganan yang Paling Tepat untuk Mengendalikan Fisiologis


Tanaman

Pengaturan nilai Lux cukup efektif dalam penanganan tanaman jagung


seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengendalian fisiologi tanaman
berdasarkan intensitas cahaya dapat juga menggunakan acuan dari penelitian oleh
Pantilu dkk. (2012) yang menggunakan tanaman kedelai. Tinggi tanaman pada
perlakuan naungan 90% dua kali lebih besar dibandingkan dengan tinggi tanaman
tanpa naungan. Jumlah daun tidak berbeda antara perlakuan tanpa naungan
dengan naungan 50% dan antara perlakuan naungan 50% dan 90%, tetapi jumlah
daun pada naungan 90% lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daun tanpa
naungan dan luas daun pada perlakuan tanpa naungan lebih besar dibandingkan
dengan luas daun pada perlakuan naungan 50 dan 90%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Malik, N. (2014), pada panen 1 nilai
tinggi tanaman terbesar ditunjukkan pada tanaman sambiloto yang ditempatkan
pada naungan paranet 60% dengan intensitas cahaya matahari berkisar 400 lux.
Hal ini, karena intensitas cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam
proses fotosintesis untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga
untuk mengoptimalkan energi cahaya yang terbatas, tanaman berusaha
mengembangkan adaptasi mencari cahaya sehingga terlihat pertumbuhan dominan
secara antiklinal atau vertikal yang terlihat dengan pertambahan tinggi tanaman.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Perlakuan

Kelebihan perlakuan intensitas cahaya seperti pengendalian nilai Lux yaitu


dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Hal tersebut ditunjukkan oleh indeks
stomata epidermis bawah yang meningkat, daun lebih tebal, dan pada akar terjadi
peningkatan diameter trakea. Meskipun demikian, perlakuan setiap tanaman untuk
mencapai hasil optimal berbeda-beda menyesuaikan jenis dan lingkungan
tanaman. Maka, tidak dapat ditentukan nilai secara mutlak dalam pengaturan
intensitas cahaya sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui model
matematis untuk memprediksi respon fisiologi tanaman terhadap perlakuan
tersebut.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan, diperoleh kesimpulan:

Cahaya berperan penting dalam proses fotosintesis, respirasi, dan transpirasi


supaya dapat berjalan.

Perlakuan naungan akan berpengaruh pada tinggi tanaman, luas daun, jumlah
polong, dan hasil kedelai lainya, sedangkan pada tomat dengan kondisi
menunjukkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang,
jumlah bunga, dan total hasil pertanaman.

Pengaturan nilai Lux cukup efektif dalam pertumbuhan tanaman jagung.


Sedangkan pengendalian fisiologis berdasarkan intensitas cahaya, tanaman
kedelai pada naungan 90% dua kali lebih tinggi daripada tanpa naungan. Pada
tanaman sambiloto dengan naungan paranet 60% dengan intensitas cahaya
matahari berkisar 400 lux memiliki nilai tinggi tanaman terbesar karena intensitas
cahaya.

Kelebihan perlakuan intensitas cahaya seperti pengendalian nilai Lux terbukti


dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Namun, hal ini tidak dapat dijadikan
sebagai acuan secara mutlak metode mana yang paling baik bagi pertumbuhan
fisiologis tanaman karena setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Pantilu, L.I., Mantiri, F.R., Ai, N.S., dan Pandiangan, D. 2012. Respons
Morfologi dan Anatomi Kecambah Kacang Kedelai (Glycine max (L.)
Merill) terhadap Intensitas Cahaya yang Berbeda. Jurnal Bioslogos. 2
(2) : 79-87.
Akmalia, H.A. dan Suharyanto, E. 2017. Respon Anatomis Jagung (Zea mays L.)
‘Sweet Boy-02’ pada Perbedaan Intensitas Cahaya dan
Penyiraman. Jurnal EduMatSains. 1 (2):95-106
Malik, N. 2014. Pertumbuhan tinggi tanaman sambiloto (Andrographis paniculata.
Ness) hasil pemberian pupuk dan intensitas cahaya matahari yang
berbeda. Jurnal Agroteknos. 4 (3):189-193
Sulistyowati, D., Chozin, M.A., Syukur,M., Melati, M., dan Guntoro, D. 2019.
Respon Karakter Morfo- Fisiologi Genotipe Tomat Senang
Naungan Pada Intensitas Cahaya Rendah. Jurnal Hort. 29 (1):23-32.
Rahmanda, R., Sumarni, T., dan Tyasmoro, S.Y. 2017. Respon dua varietas
kedelai (Glycine max (L.) Merr) terhadap perbedaan intensitas
cahaya pada sistem agroforestry berbasis sengon. Jurnal Produksi
Tanaman. 5 (9) :1561-1569.

Anda mungkin juga menyukai