0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
102 tayangan10 halaman
Dokumen tersebut membahas respon fisiologis tanaman terhadap input energi berupa intensitas cahaya. Intensitas cahaya rendah akibat naungan menyebabkan perubahan fisiologis seperti peningkatan tinggi tanaman, luas daun, dan hasil produksi. Komoditas seperti jagung, kedelai, dan tomat dapat meningkatkan hasilnya dengan diberi perlakuan intensitas cahaya rendah.
Dokumen tersebut membahas respon fisiologis tanaman terhadap input energi berupa intensitas cahaya. Intensitas cahaya rendah akibat naungan menyebabkan perubahan fisiologis seperti peningkatan tinggi tanaman, luas daun, dan hasil produksi. Komoditas seperti jagung, kedelai, dan tomat dapat meningkatkan hasilnya dengan diberi perlakuan intensitas cahaya rendah.
Dokumen tersebut membahas respon fisiologis tanaman terhadap input energi berupa intensitas cahaya. Intensitas cahaya rendah akibat naungan menyebabkan perubahan fisiologis seperti peningkatan tinggi tanaman, luas daun, dan hasil produksi. Komoditas seperti jagung, kedelai, dan tomat dapat meningkatkan hasilnya dengan diberi perlakuan intensitas cahaya rendah.
FISIKA HAYATI ACARA IV RESPON TANAMAN TERHADAP INPUT ENERGI
DISUSUN OLEH: NAMA : NIM : GOLONGAN: B8 COASST :
LABORATORIUM FISIKA HAYATI
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya pertanian tidak akan terlepas dari kebutuhan energi. Input energi menjadi salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Input energi ini pada umumnya terdapat berbagai macam, beberapa diantaranya adalah bahan bakar, listrik, mesin, benih, dan pupuk. Namun, selama beberapa tahun terakhir, dunia mulai menitik beratkan perhatiannya pada isu lingkungan. Oleh karena itu, sekarang ini, sedang digencarkan gerakan untuk meminimalisir penggunaan energi yang sifatnya tidak dapat terbarukan dan yang dapat memberi dampak buruk pada bumi. Pada bidang pertanian sendiri, penggunaan yang dimaksud terdapat pada pestisida, yang merupakan bahan yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu. Salah satu organisme pengganggu tersebut adalah gulma, dan untuk membasminya, biasanya digunakan herbisida. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, membasmi gulma dapat dilakukan dengan melakukan perekayasaaan lingkungan. Rekayasa lingkungan sendiri adalah contoh usaha memanipulasi kondisi lingkungan dengan cara memberi input energi. Tidak hanya membasmi gulma, rekayasa lingkungan juga dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah produksi atau panen dan memperoleh hasil produksi yang berkualitas. Untuk menentukan suatu rekayasa lingkungan berhasil mencapai tujuannya atau tidak dapat diukur melalui parameter fisik tanaman yang merupakan hasil perubahan akibat tanaman melakukan respon fisiologis setelah dilakukannya rekayasa lingkungan itu sendiri. Beberapa rekayasa yang dapat dilakukan adalah pemberian efek naungan, efek cahaya, dan efek gelombang suara. Untuk itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai respon fisiologis tanaman terhadap rekayasa lingkungan yang diberikan, guna memperoleh hasil produksi yang meningkat, namun tetap berkualitas. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana efek respon fisiologi tanaman akibat faktor eksternal. 1.3 Manfaat Manfaat dilakukannya praktikum ini adalah mahasiswa yang mampu menganalisis kemampuan faktor eskternal terhadap fisiologi tanaman guna meningkatkan jumlah produksi atau panen. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Respon Fisiologis yang terjadi Cahaya merupakan faktor esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya berperan penting dalam proses fisiologi tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Unsur radiasi matahari yang penting bagi tanaman ialah intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran. Intensitas cahaya yang terlalu rendah membuat tanaman tidak dapat mengoptimalkan proses fotosintesis sehingga menurunkan tingkat produktivitas tanaman baik secara kuantitas maupun kualitas (Pantilu dkk., 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akmalia dan Suharyanto (2017), respon anatomis daun terhadap peningkatan intensitas cahaya yakni indeks stomata epidermis bawah besar dan daun lebih tebal dimana indeks stomata terbesar yaitu 31,37 %, dan daun tertebal 368,67 µm terdapat pada perlakuan intensitas cahaya terbesar penelitian yaitu 63694 Lux. Pada akar terjadi peningkatan diameter trakea dengan diameter trakea terbesar terdapat pada perlakuan intensitas cahaya terbesar yakni 176,10 µm. Diameter trakea batang ternyata tidak terpengaruh intensitas cahaya secara signifikan ditandai dengan nilai parameter yang hampir sama pada semua perlakuan. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman terhadap intensitas cahaya matahari adalah tinggi. (Malik, N. 2014) Berdasarkan penelitian Rachmanda et,al (2017) dan Sulistyowati et,al (2019) yang meneliti tentang pengaruh intensitas cahaya rendah dengan menggunakan metode Agroforestry atau naungan , tinggi tanaman akan semakin meningkat berbanding lurus dengan bertambahnya tingkat naungan. Hal ini terlihat pada parameter tinggi tanaman perlakuan perbedaan umur naungan sengon pada umur pengamatan 42 hst, yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya naungan maka semakin meningkat pula tinggi tanaman.Tinggi tanaman ketika ternaungi lebih tinggi dibandingkan pada tanaman yang terkena cahaya penuh, indikasi ini terjadi pada semua kelompok. Jumlah daun pada semua kelompok genotipe mengalami peningkatan saat kondisi ternaungi Berdasarkan uji kontras diketahui bahwa luas daun tanaman pada kondisi naungan 50% mengalami peningkatan. 2.2 Mekanisme Penyebab Perubahan Fisiologis Akumulasi perubahan-perubahan yang terjadi pada tanaman pada titik tertentu akan mendorong terbentuknya fenotip tanaman yang berbeda dengan tanaman yang tumbuh pada kondisi normal. Fenotip yang terbentuk merupakan hasil interaksi antara genetik dan lingkungan sekitar tanaman tumbuh. Perubahan karakter anatomi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Contohnya yaitu banyaknya stomata yang terbentuk akibat penyesuaian dengan intensitas cahaya akan mempengaruhi jumlah CO2 yang masuk sementara trikomata dapat mempengaruhi laju transpirasi tanaman. Hal ini tentu saja mengakibatkan perubahan fisiologi dalam tanaman sehingga pada kondisi yang berbeda akan memunculkan fenotip yang berbeda pula (Akmalia dan Suharyanto, 2017). Intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman berbeda mempengaruhi ketersediaan energi cahaya yang akan diubah menjadi energi panas dan energi kimia. Apabila energi cahaya tidak dilepaskan kembali ke lingkungannya, energi tersebut akan diubah menjadi energi panas dan akan menaikkan suhu daun sedangkan energi cahaya diubah menjadi energi kimia yaitu melalui proses fotosintesis dengan menghasilkan karbohidrat yang digunakan tanaman dalam proses pertumbuhannya. (Malik, N. 2014) Perlakuan penanaman pada naungan sengon merangsang perkembangan tinggi tanaman, semakin tinggi tingkat pemberian naungan atau turunya intensitas cahaya maka ukuran tanaman yang dihasilkan semakin tinggi. Gejala etiolasi atau pemanjangan ruas merupakan akibat tanaman yang mengalami kekurangan cahaya akibat ternaungi. Etiolasi berkaitan dengan produksi dan distribusi auksin akibat intensitas matahari. Auksin pada dasarnya tidak menyukai cahaya matahari, sehingga pada keadaan ternaungi produksi auksin yang terjadi di pucuk-pucuk tanaman akan lebih tinggi dan mengakibatkan perpanjangan sel yang lebih cepat dan akhirnya tanaman tumbuh memanjang (Rachmanda et,al 2017) Aktivitas peningkatan produksi auksin yang secara sinergis dengan giberelin akan menyebabkan pemanjangan batang Intensitas cahaya yang rendah merangsang peningkatan kandungan auksin pada titik tumbuh. Auksin merangsang peningkatan kelenturan dinding sel sehingga pertambahan tinggi tanaman dapat terjadi Peningkatan tinggi batang berkaitan dengan proses adaptasi tanaman untuk meningkatkan penetrasi cahaya ke kanopi tanaman. Respon tanaman pada cahaya rendah terjadi perubahan fitohormon yang mengatur keseimbangan fitokrom terutama perubahan kandungan etilen, giberelin, dan auksin sehingga terjadi pemanjangan batang dan tangkai (Sulistyowati et,al 2019) 2.3 Jenis Komoditas yang Sesuai dengan Perlakuan Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang memiliki distribusi yang luas dari daerah tinggi sampai rendah. Kedua daerah tersebut memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda akibat perbedaan kondisi abiotik seperti intensitas cahaya dan ketersediaan air. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi diiringi ketersediaan air yang rendah membuat tanaman menghadapi cekaman kekeringan. Dampak lebih lanjut, cekaman kekeringan dapat menurunkan tingkat produktivitas tanaman. Komoditas jagung ini dapat diberi perlakuan yang optimal sesuai penelitian oleh Akmalia dan Suharyanto (2017) di atas. Sambiloto (Andrographis paniculata. Ness), merupakan salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Indonesia, Intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman sambiloto juga berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman, Hal ini menunjukkan bahwa tanaman sambiloto merupakan jenis tanaman yang membutuhkan cahaya untuk memperoleh pertumbuhan dan perkembangan yang baik. (Malik, N. 2014) Jenis Tanaman yang digunakan dalam perlakuan intensitas cahaya rendah dengan naungan salah satunya adalah kedelai. Kedelai ialah komoditi penting yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Produksi kedelai saat ini setiap tahunnya semakin menurun, penurunan produksi kedelai tersebut salah satunya dipengaruhi oleh faktor menurunnya luas lahan Saat ini lahan yang tersedia secara luas berada di areal perhutanan atau biasa disebut Agroforestry. Perlakuan dari naungan akan berpengaruh pada tinggi tanaman, luas daun, jumlah polong, dan hasil kedelai lainya. (Rachmanda et,al 2017) Salah satu jenis sayuran yang sering digunakan sebagai komponen penyusun agroforestri adalah tomat (Solanum lycopersicum L.). Terjadi peningkatan total hasil buah tomat pertanaman pada kondisi intensitas cahaya rendah dimana tomat yang ditanam pada kondisi naungan 35% dan 65% menunjukkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, jumlah bunga, dan total hasil pertanaman. (Sulistyowati et,al 2019) 2.4 Penanganan yang Paling Tepat untuk Mengendalikan Fisiologis Tanaman Pengaturan nilai Lux cukup efektif dalam penanganan tanaman jagung seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengendalian fisiologi tanaman berdasarkan intensitas cahaya dapat juga menggunakan acuan dari penelitian oleh Pantilu dkk. (2012) yang menggunakan tanaman kedelai. Tinggi tanaman pada perlakuan naungan 90% dua kali lebih besar dibandingkan dengan tinggi tanaman tanpa naungan. Jumlah daun tidak berbeda antara perlakuan tanpa naungan dengan naungan 50% dan antara perlakuan naungan 50% dan 90%, tetapi jumlah daun pada naungan 90% lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daun tanpa naungan dan luas daun pada perlakuan tanpa naungan lebih besar dibandingkan dengan luas daun pada perlakuan naungan 50 dan 90%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Malik, N. (2014), pada panen 1 nilai tinggi tanaman terbesar ditunjukkan pada tanaman sambiloto yang ditempatkan pada naungan paranet 60% dengan intensitas cahaya matahari berkisar 400 lux. Hal ini, karena intensitas cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam proses fotosintesis untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga untuk mengoptimalkan energi cahaya yang terbatas, tanaman berusaha mengembangkan adaptasi mencari cahaya sehingga terlihat pertumbuhan dominan secara antiklinal atau vertikal yang terlihat dengan pertambahan tinggi tanaman. 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Perlakuan Kelebihan perlakuan intensitas cahaya seperti pengendalian nilai Lux yaitu dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Hal tersebut ditunjukkan oleh indeks stomata epidermis bawah yang meningkat, daun lebih tebal, dan pada akar terjadi peningkatan diameter trakea. Meskipun demikian, perlakuan setiap tanaman untuk mencapai hasil optimal berbeda-beda menyesuaikan jenis dan lingkungan tanaman. Maka, tidak dapat ditentukan nilai secara mutlak dalam pengaturan intensitas cahaya sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui model matematis untuk memprediksi respon fisiologi tanaman terhadap perlakuan tersebut. BAB III KESIMPULAN Cahaya berperan penting dalam proses fotosintesis, respirasi, dan transpirasi supaya dapat berjalan. Peningkatan intensitas cahaya terbukti memberikan efek ukuran daun yang lebih besar dan tebal serta terjadi peningkatan diameter trakea pada akar. Sementara pada penelitian lainnya, tanaman yang dinaungi memiliki tinggi yang lebih baik daripada tanaman yang terkena cahaya penuh. Perubahan fisiologis pada tanaman dengan perlakuan khusus disebabkan oleh terbentuknya fenotip tanaman yang berbeda dengan tanaman pada kondisi normal. Perlakuan naungan sengon merangsang perkembangan tinggi tanaman, semakin turunya intensitas cahaya membuat ukuran tanaman yang dihasilkan semakin tinggi karena etiolasi. Respon tanaman pada cahaya rendah terjadi perubahan fitohormon yang mengatur keseimbangan fitokrom terutama perubahan kandungan etilen, giberelin, dan auksin sehingga terjadi pemanjangan batang dan tangkai. Tanaman jagung (Zea mays L.) pada dataran rendah memperoleh penyinaran tinggi namun suplai airnya rendah sehingga tingkat produktivitasnya berkurang. Namun komoditas jagung pada kondisi tersebut dapat diberi perlakuan yang optimal sesuai jurnal penelitian. Sementara itu, tanaman sambiloto (Andrographis paniculata. Ness) membutuhkan cahaya yang cukup untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan tanaman kedelai (Glycine max L.) dan tomat (Solanum lycopersicum L.) dapat tumbuh lebih baik jika tidak terkena cahaya secara penuh. Perlakuan naungan akan berpengaruh pada tinggi tanaman, luas daun, jumlah polong, dan hasil kedelai lainya, sedangkan pada tomat dengan kondisi menunjukkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, jumlah bunga, dan total hasil pertanaman. Terkait penanganan yang paling tepat untuk mengendalikan fisiologis tanaman, pengaturan nilai Lux cukup efektif dalam pertumbuhan tanaman jagung. Sedangkan pengendalian fisiologis berdasarkan intensitas cahaya, tanaman kedelai pada naungan 90% dua kali lebih tinggi daripada tanpa naungan. Pada tanaman sambiloto dengan naungan paranet 60% dengan intensitas cahaya matahari berkisar 400 lux memiliki nilai tinggi tanaman terbesar karena intensitas cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam proses fotosintesis untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kelebihan perlakuan intensitas cahaya seperti pengendalian nilai Lux terbukti dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Akan tetapi setiap tanaman membutuhkan perlakuan berbeda-beda untuk mencapai hasil optimalnya, menyesuaikan jenis dan lingkungan. Oleh karena itu, tidak dapat ditentukan secara mutlak metode mana yang paling baik bagi pertumbuhan fisiologis tanaman karena setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.