Anda di halaman 1dari 9

JURNAL PENDIDIKAN KEPERAWATAN INDONESIA

e-ISSN 2477-3743 p-ISSN 2541-0024

Tingkat Stres dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan


Pernikahan Dini
Mega Nur Rahmawati1 , Slamet Rohaedi2, Sri Sumartini3*
1,2,3
Program Studi DIII Keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia
*Email korespondensi: : srisumartini@upi.edu

ARTICLE INFO ABSTRAK


Remaja adalah individu yang sedang dalam tahap perkembangan transisi
HOW TO CITED: antara masa anak-anak dan masa dewasa awal, dimana pada ini terjadi banyak
Rahmawati, M.N., Rohaedi,
perubahan secara anatomis, fisiologis, fungsi emosional dan intelektual serta
S., dan Sumartini, S. (2019). hubungan di lingkungan sosial. Pernikahan dini diartikan pernikahan yang
Tingkat Stres dan Indikator pasangan masih muda dan belum memenuhi persyaratan untuk melakukan
Stres pada Remaja yang pernikahan. Usia Remaja yang melakukan pernikahan dini beresiko tidak dapat
Melakukan Pernikahan Dini.
Jurnal Pendidikan Keperawa-
beradaptasi dengan baik dengan lingkungan dan situasi barunya sehingga
tan Indonesia 5(1), p. 25-33 beresiko menimbulkan stres. Gejala stress dapat menjadi masalah kesehatan
yang cukup serius yang dapat berdampak secara psikologis, sosial dan
ekonomi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat stres dan indikator
DOI: stress yang terjadi pada usia remaja yang melakukan pernikahan dini
menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dengan
10.17509/jpki.v5i1.11180 menggunakan instrument kuesioner DASS-21. Sampel yang diteliti adalah
ARTICLE HISTORY:
pasangan remaja telah menikah pada usia 16-20 tahun sebanyak 104 pasangan
yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil
Accepted penelitian dianalisis menggunakan perhitungan distribusi frekuensi dan
February 22, 2019
presentase (%). Hasil penelitian didapatkan bahwa 46,1% responden
Revised mengalami kondisi stres normal, 29% responden dalam keadaan stress ringan,
May 22, 2019 15,3% responden dalam keadaan stress sedang, 8,6% responden keadaan stress
Published
berat, dan 1% responden berada dalam keadaan stress sangat berat.
June 26, 2019 Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa secara
psikologis, menikah pada usia dini beresiko menimbulkan suatu beban psikis
bagi yang menjalaninya.

Kata kunci: Remaja, Per nikahan Dini, Str es

ABSTRACT
Adolescents are individuals who are in the stage of developing transitions
between childhood and early adulthood, where there are many changing in
anatomical, physiological, emotional, and intellectual functions and
relationships in the social environment. Early marriage is defined as a
marriage in which the couple is young and has not met the requirements for
marriage. The age of adolescents who do early marriages is at risk of not
being able to adapt well to the environment and new situation so that it is at
risk of causing stress. Stress symptoms can be a severe health problem that
can have psychological, social, and economic impacts. This study aims to
identify stress levels and stress indicators that occur in adolescents who
conduct early marriages using quantitative descriptive methods. Data were
obtained using the DASS-21 questionnaire. The sample studied was a pair of

25
Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

married teenagers at the age of 16-20 years, with 104 pairs taken using the purposive sampling tech-
nique. The results of the study were analyzed using the calculation of frequency distribution and per-
centage (%). The results showed that 46.1% of respondents experienced normal stress conditions,
29% of respondents in mild stress conditions, 15.3% of respondents were in a state of moderate stress,
8.6% of respondents were severely stressed, and 1% of respondents were in a very stressful state
weight. Based on the results of this study, it can be concluded that psychologically, getting married at
an early age risk creating a psychological burden for those who live it.

Keywords: Adolescent, Early Marriage, stress

PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) (2014) remaja dalam pernikahan di usia muda. Faktor
mengungkapkan bahwa Remaja adalah suatu lain yang tidak kalah besar pengaruhnya yakni
periode transisi dari masa awal anak anak hingga faktor lingkungan. Lingkungan seperti orang tua,
masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira saudara dan kerabat, dan pergaulan dengan te-
kira 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun man turut memberikan pengaruh dalam diri
hingga 22 tahun. Pada masa ini remaja mengala- remaja juga turut mempengaruhi pernikahan
mi proses pematangan fisik yang lebih cepat dari usia muda (BKKBN : 2012).
pada pematangan psikososialnya dan semakin Penelitian United Nations Children’s Fund
banyak menghabiskan waktu diluar keluarga. (UNICEF) tahun 2012 melaporkan bahwa seki-
Hurlock (2013) mengatakan bahwa tar 150 juta remaja di dunia menikah dibawah
dibandingkan dengan kelompok anak dan orang- usia 16 tahun dan praktek pernikahan usia dini
tua, masa remaja merupakan masa yang paling paling banyak terjadi di Asia Tenggara dan Afri-
berat. Masa ini merupakan masa transisi dimana ka. Di Asia Tenggara didapatkan data bahwa
terjadi banyak perubahan, baik secara anatomis, sekitar 10 juta remaja dibawah 16 tahun telah
fisiologis, fungsi emosional dan intelektual serta menikah, sedangkan di Afrika diperkirakan 42%
hubungan di lingkungan sosial.Yulianti (2010) dari populasi anak menikah sebelum mereka
menjelaskan bahwa sifat-sifat keremajaan ini, berusia 16 tahun (kumaidi: 2015).
seperti, emosi yang tidak stabil, belum mempu- Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah remaja usia
nyai kemampuan yang matang untuk me- 10-19 tahun di Indonesia tahun 2012 mem-
nyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta berikan informasi sebesar 41 juta penduduk dan
belum mempunyai pemikiran yang matang ten- tahun 2013 mencapai 62 juta jiwa. Data Badan
tang masa depan yang baik. Hal ini akan sangat Kependudukan Dan Keluarga Berencana Na-
memengaruhi perkembangan psikososial anak sional (BKKBN) tahun 2012 pernikahan di
terutama dalam kemampuan pengelolaan kon- bawah usia 16 tahun di Indonesia mencapai
flik. Pernikahan dini adalah pernikahan yang 25%, bahkan pernikahan usia 12-14 tahun men-
dilakukan bila umur pria kurang dari 21 tahun capai 20%-35% dari seluruh jumlah pernikahan
dan umur perempuan kurang dari 19 tahun yang ada. Pernikahan dini dibawah usia 16 tahun
(Kumalasari, 2012; dan Janiwarty, 2013). angkanya jauh lebih besar sekitar 47,79% dan di
Usia remaja menimbulkan berbagai persoa- perkotaan sekitar 21,75% (Kumaidi: 2015).
lan dari berbagai sisi seperti masa remaja yang Negara Indonesia termasuk yang persentase
selalu ingin coba-coba, pendidikan yang rendah, pernikahan usia mudanya tinggi di dunia yaitu
pengetahuan yang kurang, pekerjaan semakin menempatkan ranking ke 37 (BKKBN, 2012).
sulit didapat sehingga berpengaruh pada penda- Hal ini dikarenakan usia minimum menikah di
patan ekonomi keluarga (Manuaba: 2008). Indonesia sekitar 16 tahun, seperti yang tercan-
Faktor sosial yang terdiri dari gaya berpacaran tum didalam undang-undang Republik Indonesia
remaja dan pergaulan remaja juga mendorong Nomor 1 tahun 1974 mengenai Perkawinan,

26 JPKI 2019 volume 5 no. 1


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

pada pasal 7 menyebutkan bahwa usia minimal mental. Mereka tidak dapat mengendalikan
seorang wanita diizinkan menikah adalah 16 emosi dan mengelola stres. Remaja yang
tahun. Namun Badan Koordinasi Keluarga Ber- melakukan pernikahan tidak dapat beradaptasi
encana Nasional (BKKBN, 2012) memberikan dengan baik dengan lingkungan dan situasi ba-
peringatan bahwa wanita sebaiknya menikah di runya maka beresiko mengakibatkan timbulnya
atas usia 20 tahun dan pria pada 25 tahun, kare- stres (Rohayati, 2017). Stres yang berkepanjan-
na pada umumnya pasangan yang menikah mu- gan akibat pernikahan yang tidak diinginkan
da emosinya cenderung menggebu-gebu dan atau belum waktunya (unwanted or mistimed )
lebih mudah menghadapi stres. akan mempengaruhi konsep diri seorang remaja,
Pada saat ini permasalahan yang terjadi di konsep diri yang negatif akan berdampak pada
Indonesia yaitu kasus pernikahan dini di ka- sikap dan prilaku (Hawari, 2011).
langan remaja semakin banyak terjadi. Berdasar- Pernikahan dini dalam hal ini berpengaruh
kan Survei Data Kependudukan Indonesia pada tingkat stress remaja. Hasil penelitian
(SKDI) 2012, di beberapa daerah didapatkan Rohmah (2014) Ketidaksiapan dalam memasuki
bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan terdata kehidupan perkawinan diangap menjadi indi-
dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun, kator kerentanan munculnya stres. Hasil
Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia teru- penelitian Khusnah pada tahun 2010 menyebut-
tama di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi kan remaja wanita yang menikah dini mengala-
dan Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini mi stres sedang. Usia yang masih relatif muda
berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6% dan 36% menjadikan pemikiran yang belum matang
mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia seutuhnya namun dituntut untuk melakukan per-
pernikahan 19,1 tahun. Badan Koordinasi nikahan. Mereka merasa stres ketika harus mem-
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2013) iliki keluarga dan menjadi orang tua di usia yang
rata-rata usia pernikahan dini di Jawa Barat ada- masih relatif muda, ibu muda cenderung mudah
lah 18,05 tahun, hal itu masih di bawah standar stres (Rohayati, 2017). Sesuai dengan penelitian
usia pernikahan berdasarkan kesehatan repro- yang telah dilakukan Rahayu, dkk (2012) yang
duksi wanita, usia perempuan untuk menikah itu menyebutkan bahwa semakin tinggi kesiapan
minimal 21 tahun (m.tempo.co : 2016). untuk menikah, maka semakin rendah tingkat
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun stres yang dihadapi. Perasaan mampu dari
2010, Perempuan muda di Indonesia yang meni- seseorang yang memiliki kepercayaan dirinya
kah menurut umur pernikahan pertama paling untuk menanggulangi stres merupakan faktor
tinggi sebanyak 41,9 % berusia 15-19 tahun se- utama dalam menentukan kerasnya stres (Sriati,
dangkan paling rendah sebanyak 0,6 % berusia 2008).
35 tahun ke atas. Undang-undang perkawinan Hasil dari studi pendahuluan, menurut Kan-
menyebutkan bahwa batas minimal perkawinan tor Pengadilan Kementerian Agama Kabupaten
seseorang adalah berusia 19 tahun untuk laki- Bandung Barat mencatat hasil pernikahan dini
laki dan 16 tahun untuk perempuan. Akan tetapi rata-rata di seluruh kecamatan masih tergolong
jika mengacu pada UU Perlindungan Anak No. tinggi, bahkan untuk Kecamatan Lembang, pa-
23 tahun 2002 perkawinan usia 18 tahun ke rongpong, dan Padalarang angka pernikahan
bawah termasuk pernikahan dini (Lestari: 2015). dibawah usia 20 tahun masih tinggi
Masalah yang terjadi lainnya pada per- (RmolJabar.com). Angka pernikahan dini Kabu-
nikahan dini juga dapat dikarenakan belum paten Bandung Barat di tahun 2015 dan 2016
cukupnya kesiapan dari berbagai aspek dian- pernikahan usia dibawah 19 tahun mencapai
taranya aspek kesehatan, mental emosional, pen- 12.643 perkawinan, tahun 2015 angka perkawi-
didikan, sosial, ekonomi, dan reproduksi nan dini berjumlah 7.884 dan 2016 berjumlah
(Depkes, 2015). Hasil penelitian Ermawan 4.759 perkawinan, di Kecamatan Parongpong
(2014) mengatakan bahwa remaja yang menikah tercatat dalam tahun 2015 berjumlah 135 orang,
dini dilaporkan mengalami gangguan kesehatan di tahun 2016 berjumlah 142 orang, dan 3 bulan

JPKI 2019 volume 5 no. 1 27


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

terakhir di awal 2017 berjumlah 50 orang. Ting- Usia berkaitan dengan toleransi seseorang
ginya angka pernikahan dini menunjukan ter- terhadap stres. Pada usia remaja seringkali ra-
jadinya permasalahan sosial dan psikososial pa- wan terhadap stres dan emosinya sangat kuat
da remaja akan cenderung meningkat namun dari tahap remaja awal ke remaja akhir
(Noorkasiani, Heryati & Rita Ismail, 2009). terjadi perbaikan pada perilaku emosionalnya
dan lebih mampu mengontrol stres. Menurut
METODE PENELITIAN Kumalasari (2012) tentang perkembagan remaja
Desain yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yang pertama tahap
adalah deskriptif kuantitatif menggunakan popu- remaja awal usia 10-12 tahun, yang kedua rema-
lasi sebanyak 142 orang. Teknik sampling yang ja pertengahan usia 13-15 tahun, dan yang ketiga
digunakan adalah purposive sampling dengan remaja akhir 16-19 tahun. Pada peneliti ini
besar sampel yang diteliti sebanyak 104 orang menggunakan teori usia remaja akhir dari usia
pasangan remaja dengan kriteria inklusi yaitu: 16-20 tahun. Dari data karakteristik responden
Pasangan telah menikah, berusia 16-20 tahun, berdasarkan usia, sebagian besar berada pada
dan berdomisili di Wilayah Kerja Puskesmas kelompok usia 20 tahun berjumlah 28 orang
Parongpong, Pasangan remaja yang bersedia (27%), setengah kecil dari responden yang mem-
mengisi kuesioner. Sementara kriteria eksklusi iliki usia 19 tahun berjumlah (26%), hampir se-
yaitu Pasangan remaja yang telah bercerai. bagian kecil dari responden yang memiliki usia
Instrumen penelitian yang digunakan adalah 18 tahun (19,2%), sebagian kecil dari responden
kuesioner DASS 21 (Depression Anxiety Stress 17 tahun (16,3%), dan sebagian sisa responden
Scale) yang dikembangkan oleh Lovibond. S. H yang memiliki usia 16 tahun (11,5). Responden
dan Lovibond. P. H (1995). Instrumen DASS 21 terbanyak berusia 20 tahun yang termasuk dalam
terdiri dari 21 item pertanyaan, yang men- kategori remaja akhir. Hal ini sesuai dengan te-
cangkup 3 subvariabel diantaranya fisik, emo- ori tugas perkembangan Hurlock (2013) dimana
si/psikologis dan perilaku (Crawford & Henry, tugas perkembangan dari remaja akhir yaitu
2005). DASS 21 berisi pertanyaan yang singkat mampu menerima dan memahami peran seks
sehingga bisa disesuaikan dengan subjek usia dewasa, mencapai kemandirian emosional
penelitian yang berkisar antara usia 16-20 tahun. dan ekonomi, mengembangkan tanggung jawab
Hasil penelitian didapatkan dengan sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia
menggunakan analisis data distribusi frekuensi dewasa. Sehingga dapat dinyatakan bahwa se-
dan presentase (%). makin bertambahnya usia, semakin dirinya
mampu beradaptasi dengan situasi dan memiliki
HASIL PENELITIAN toleransi baik terhadap stresor.
Informasi yang didapatkan berdasarkan Pendidikan sering dilihat sebagai kunci un-
hasil penelitian tingkat dan indikator stress pada tuk mencegah pernikahan dini (UNICEF,2005).
remaja yang melakukan pernikahan dini yang Presentase pernikahan usia dini akan menurun
telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas apabila tingkat pendidikan yang diraih seorang
Parongpong Kabupaten Bandung Barat dapat perempuan semakin tinggi. Sejalan dengan hasil
dilihat pada Tabel 1. penelitian Rafidah, dkk (2009) yang menyebut-
kan pendidikan yang rendah beresiko 2,9 kali
Gambaran Karakteristik Responden lebih besar untuk menikah pada usia kurang dari
20 tahun dibandingkan dengan yang berpendidi-
Pada penelitian ini terdapat beberapa karakteris- kan tinggi. Data karakteristik berdasarkan pen-
tik subjek penelitian untuk memperjelas hasil didikan responden lebih dari setengahnya re-
penelitian. Data karakteristik demografi re- sponden berpendidikan terakhir SMP sebanyak
sponden diantaranya adalah usia, dan pendi- (54,8%), hampir setengah dari responden ber-
dikan. pendidikan SMA sebanyak (39,4%), dan sebagi-
an kecil dari responden berpendidikan SD

28 JPKI 2019 volume 5 no. 1


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

sebanyak (5,7%). Hal ini pendidikan responden R. J & Henry, D. J. (2005). Stres sedang
berada dalam tingkatan SMP.Berdasarkan hasil sebanyak (15,3%), stres sedang berlangsung be-
penelitian Siboro (2009) menyebutkan bahwa berapa jam sampai beberapa hari. Stressor ini
tingkat pendidikan tidak berpengaruh pada ting- dapat menimbulkan gejala yaitu mudah merasa
kat stres karena tingkat pendidikan berhub- letih, mudah marah, sulit untuk beristirahat, mu-
ungan dengan peran penting dalam perkem- dah tersinggung, gelisah, stres sedang ini berada
bangan individu bukan dengan stres. Saat diwa- pada tahapan stres tahapan III (Psychology
wancarai, kebanyakan dari responden lebih Foundation of Australia, 2010). Stres berat
memilih untuk menikah dan tidak melanjutkan sebanyak (8,6%), stres berat merupakan situasi
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Mereka kronis yang dapat terjadi dalam beberapa
merasa sudah siap dan percaya bahwa dirinya minggu, persepsi individu sangat menurun dan
mampu untuk menjalankan peran sebagai cenderung membutuhkan banyak pengarahan,
seorang istri dan seorang ibu. Sesuai dengan stres berat ini berada pada tahapan stres tahapan
penelitian yang telah dilakukan Rahayu, dkk IV (Crawford, R. J & Henry, D. J. (2005). Stres
(2012) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi sangat berat (1%), stres sangat berat merupakan
kesiapan untuk menikah, maka semakin rendah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa
tingkat stres yang dihadapi. Perasaan mampu bulan dan dalam kurun waktu yang tidak dapat
dari seseorang yang memiliki kepercayaan ditentukan, biasanya seseorang dalam tingkat
dirinya untuk menanggulangi stres merupakan stres sangat berat cenderung pasrah dan tidak
faktor utama dalam menentukan kerasnya stres memiliki motivasi untuk hidup. Seseorang da-
(Sriati, 2008). lam tingkatan stres ini biasanya teridentifikasi
mengalami depresi berat kedepannya, stres san-
Gambaran Tingkat Stres Pada Pasangan gat berat ini berada pada tahapan stres tahapan V
yang Melakukan Pernikahan Dini dan VI (Psychology Foundation of Australia,
2010).
Hasil penelitian menggambarkan secara Berdasarkan teori (Stuart & Sundeen, 1998;
umum pasangan yang melakukan pernikahan Hamid, S & Achir Yani, 2009 ) hasil yang di
dini di wilayah kerja Puskesmas Parongpong dapatkan pasangan remaja yang melakukan per-
Kabupaten Bandung Barat memiliki tingkat stres nikahan dini hampir setengah dari responden
dalam rentang normal (46,1%), stres normal memiliki rentang respon adaptif dimana respon
merupakan bagian alamiah dari kehidupan yang tersebut individu mampu menyelesaikan masa-
hampir seluruh manusia mengalaminya yang lah yang masih dapat diterima oleh norma sosial
memerlukan penyesuaian untuk menghadapi dan budaya yang umumnya berlaku, dengan kata
stresor (Crawford, R. J & Henry, D. J. (2005). lain individu tersebut masih dalam batas-batas
Stres ringan menduduki presentasi terbanyak normal saat menyelesaikan masalah. Sedangkan
kedua setelah stres normal yaitu sebanyak setengah dari responden memiliki rentang re-
(29%), pada stres ringan stresor yang dihadapi spon mal adaptif diman respon tersebut menyim-
bisa berlangsung beberapa menit atau jam, stres pang dari norma-norma social dan budaya ling-
ringan sering terjadi pada kehidupan sehari-hari kungan, sehingga di dapatkan pasangan remaja
dan kondisi ini dapat membantu seseorang men- tidak mampu mengatasi konflik-konflik yang
jadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai terjadi pada rumah tangganya.
kemungkinan yang akan terjadi. Stres ini tidak Stres yang normal, menunjukkan bahwa
merusak aspek fisiologis seseorang, namun pada hampir setengah dari responden mempunyai sis-
respon psikologi seseorang didapatkan merasa tem adaptasi atau penyesuaian baik yang
mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari bi- berhubungan dengan dukungan, baik dalam diri
asanya, namun secara tidak disadari cadangan sendiri, keluarga, maupun lingkungan sosial.
energi semakin menipis, stres ringan ini berada Pengaruh lingkungan dan sosial dapat membantu
pada tahapan stres tahapan 1 dan II (Crawford, seseorang dalam menghadapi stres. Sesuai

JPKI 2019 volume 5 no. 1 29


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik demografi responden pasangan usia dini

Karakteristik
Usia Frekuensi Presentasi
16 12 11,5%
17 17 16,3%
18 20 19,2%
19 27 26%
20 28 27%
Pendidikan Frekuensi Presentasi
SD 6 5,7%
SMP 57 54,8%
SMA 41 39,4%

Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat stres pada pasangan usia dini

Tingkat Stres Frekuensi Presentase%


Normal 48 46,1
Ringan 30 29
Sedang 16 15,3
Berat 9 8,6
Sangat Berat 1 1
Total 104 100

Tabel 3. Distribusi frekuensi indikator stres pada pasangan usia dini

Indikator Frekuensi Presentase


Sulit beristirahat 90 86,5
Reaksi berlebihan 79 76
Gugup 87 84
Gelisah 83 79,8
Sulit tenang 83 79,8
Memaklumi gangguan 76 73
Mudah Tersinggung 91 87,5

30 JPKI 2019 volume 5 no. 1


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

dengan teori bahwa stres merupakan bagian ke- beban kepada individu tersebut dan tidak
hidupan suatu individu, sehingga menuntut indi- sanggup untuk mengatasi beban tersebut. Hal
vidu untuk beradaptasi, adaptasi melibatkan yang paling ekstrim mengenai dampak
mekanisme untuk perlindungan, mekanisme psikologis misalnya rasa cemas yang berlebihan,
koping, dan dapat mengarahkan pada merasa ketakutan, depresi dan munculnya gejala
penyesuaian dan penguasaan situasi stres. Seseorang yang mengalami gejala stres
(Khairunnisa, D. oktavia, 2016). Hasil penelitian dapat dilihat baik secara psikologis.
Khoiyriyyatul (2014) yang menyebutkan bahwa Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari
terdapat hubungan antara strategi koping stres Ermawan, 2014 yang mengatakan bahwa re-
dengan penyesuaian pernikahan remaja. sponden yang mengalami gangguan kesehatan
mental ini lebih mengarah pada gangguan
Gambaran Indikator Stres pada Pasangan penurunan energi, cemas, dan gangguan somat-
Usia Dini ik. Jika dilihat dari sudut pandang responden
mengalami gangguan penurunan energi dapat
Pada penelitian ini terdapat karakteristik in- dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan
dikator penelitian untuk memperjelas hasil remaja. Dengan pernikahan dini ini maka remaja
penelitian, pasangan yang merasakan stres mengalami gangguan secara psikologi di-
dengan gejala-gejala negatif. Hasil data karak- pengaruhi belum mampu beradaptasi terhadap
teristik terhadap pasangan yang melakukan per- hal baru, lingkungan baru.
nikahan dini di wilayah kerja Puskesmas Pa-
rongpong Kabupaten Bandung Barat gejala- SIMPULAN
gejalanya sebagai berikut, sebanyak (87,5%) Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disim-
pasangan remaja yang mudah tersinggung, sulit pulkan bahwa setengah dari responden
beristirahat (86,5%), merasa gugup (84%), ge- dikelompokan dalam keadaan stres normal,
lisah (79,8%), sulit untuk bersikap tenang hampir setengahnya dari responden
(79,8%), mengalami reaksi berlebihan ( 76%), dikelompokan dalam keadaan stres ringan, seba-
dan yang terakhir (73%) tidak bisa memaklumi gian kecil dari responden dikelompokan dalam
gangguan yang ada di sekitarnya. Faktor yang keadaan stres sedang, sebagian kecil dari re-
mempengaruhi stres adalah faktor lingkungan sponden dikelompokan dalam keadaan stres be-
fisik, tertekan di lingkugan tersebut, dan ketid- rat, dan sebagian kecil dari responden
aknyamanan lingkugan faktor fisiologis, peru- dikelompokan dalam keadaan stres sangat berat.
bahan kondisi tubuh masa remaja misalnya ke- Hasil yang didapatkan pasangan remaja
hamilan serta reaksi tubuh terhadap ancaman yang melakukan pernikahan dini hampir sete-
dan perubahan lingkungan, faktor psikologis, ngah dari responden memiliki rentang respon
perselingkuhan dan perceraian, dan masalah adaptif dimana respon tersebut individu mampu
sehari-hari (Hawari, 2011). Menurut Hawari menyelesaikan masalah yang masih dapat
(2011) Gejala fisiologis antara lain jantung diterima oleh norma sosial dan budaya yang
berdebar-debar, muka pucat, gangguan gastroin- umumnya berlaku, dengan kata lain individu
testinal, gangguan pernafasan, gangguan pada tersebut masih dalam batas-batas normal dalam
kulit (timbul jerawat, kedua telapak tangan dan menyelesaikan masalah. Sedangkan setengah
kaki berkeringat), sering buang air kecil, mulut dari responden memiliki rentang respon mal
dan bibir terasa kering, sakit kepala, sakit pada adaptif dimana respon tersebut menyimpang dari
punggung bagian bawah, ketegangan otot serta norma-norma social dan budaya lingkungan,
gangguan tidur. Sebagian kecil responden men- sehingga di dapatkan pasangan remaja tidak
galami gejala stres fisiologis dilihat dari gejala mampu mengatasi konflik-konflik yang terjadi
fisiologisnya, hal ini ditunjukkan dengan re- pada rumah tangganya, dan memiliki gejala-
sponden yang mengalami jantung berdebar- gejala sebagai berikut: banyak pasangan remaja
debar, muka pucat pada saat memiliki tuntutan yang mudah tersinggung, sulit beristirahat mera-

JPKI 2019 volume 5 no. 1 31


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

sa gugup, gelisah sulit untuk bersikap tenang, suatu pekerjaan yang mudah, memerlukan
mengalami reaksi berlebihan, dan yang terakhir kedewasaan dalam berfikir dan bertindak. Oleh
tidak bisa memaklumi gangguan yang ada di karena itu batasan usia yang layak diperlukan
sekitarnya. untuk melaksanakan pernikahan guna untuk
Secara psikologis menikah pada usia dini kesiapan secara mental dan kematangan secara
merupakan suatu beban psikis, karena berumah fisik.
tangga dan menjaga keharmonisannya bukan

DAFTAR PUSTAKA Remaja Nikah Muda di Desa Tambak


Agustini, N. N. M., & Arsani, N. L. K. A. Agung Puri Mojokerto. Laporan penelitian.
(2013). Remaja Sehat Melalui Pelayanan 31 Mei 2014
Kesehatan Peduli Remaja di Tingkat Pusk- Fausiah, F & Widury, J. (2007). Psikologi A b-
esmas. Jurnal Kesehatan Masyarakat vol. 9 normal. Jakarta:UI-Press.
(1). https://journal.unnes.ac.id/nju/ Hawari D, (2011). Manajemen Stres Cemas dan
index.php/kemas/article/view/2832. Depresi. Cetakan Ketiga, Ed. Kedua, Jakar-
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian ta: FKUI.
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Hamid, S, Achir Yani. (2009). A suhan
Cipta. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Bunga Ram-
Aminudin. A. S. (2016). Rata-rata Perempuan di pai, EGC, Jakarta
Jawa Barat Menikah Umur 18 Tahun. Hurlock. (2013). Perkembangan A nak. jilid 1.
m.tempo.co. Diperoleh dari https: // Jakarta: Erlangga.
m.tempo.co/read/ Janiwarty, B. Pieter, H, Z. (2013). Pendidikan
news/2016/11/10/058819181/rata-rata- Psikologi Untuk Bidan. Yogyakarta.
perempuan-di-jawa-barat-menikah-umur- Jahja, Yudrik. 2012. Psikologi Perkembangan.
18tahun. 10 November 2016 Jakarta: Kencana.
Astuty, S. Y. (2013). Faktor-Faktor Penyebab Junari, T. (2017). Angka Pernikahan Dini di
Terjadinya Perkawinan Usia Muda Bandung Barat Masih Tinggi. Rmoljabar.
Dikalangan Remaja Di Desa Tembung Diperoleh dari http://www.rmoljabar.com /
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli read/2017/02/22 /36154 /Pernikahan-Dini-di
Serdang. Welfare State. -Bandung-Barat-Masih-Tinggi. 17 Januari
BKKBN. (2012). Kajian Pernikahan Dini pada 2017
Beberapa Provinsi di Indonesia: Dampak Kumaidi, Amperaningsih, Y. (2015). Hubungan
overpopulation, Akar Masalah dan Peran Sikap dan Status Ekonomi Dengan Per-
Kelembagaan di Daerah. Jakarta nikahan Dini Pada Remaja Putri. Jurnal
BPS, BKKBN, & Kemenkes. (2013). Survei Keperawatan. Volume XI (I). April 2015. 75-
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 80
Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. Kumalasari, I. Andhyantoro, A. (2012).
Crawford, R. J & Henry, D. J. (2005). The Short Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba
-form Version Of The Depression Anxiety Medika.
Stres Scales (DASS 21) : Construct Validity Khairunnisa, D. Oktavia, H. . S. (2016). Tingkat
And Normative Data In A Large Non- stres pada remaja wanita yang menikah dini
Clinical Sample. British Journal Of Clinical di kecamatan babakan Cikao Kabupaten
Psychology 44, 227-238. Purwakarta. IV(2), 67–76.
Depkes RI. (2015). Kumpulan Materi Kesehatan Lestari, P.R. (2015). Hubungan Antara Per-
Reproduksi Remaja. Jakarta: Departemen nikahan Usia Remaja Dengan Ketahanan
Kesehatan. Keluarga. Jurnal Kesejahteraaan Keluarga
Ermawan, H. (2014). Status Kesehatan mental dan Pendidikan. Volume V (1). Oktober

32 JPKI 2019 volume 5 no. 1


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

2015. 18-25 Sarwono, S, W. (2013). Psikologi Remaja. Ja-


Marmi. (2014). Kesehatan Reproduksi. Yogya- karta: RajawaliPers.
karta: Pustaka Pelajar. Sarafino, P.E & Smith, W. T.( 2012). Health
Manuaba, IG. (2008). Memahami Kesehatan Psychology : Biopsychosocial Interactions.
Reproduksi. Jakarta : EGC. Asia : Wiley.
Noorkasiani, Heryati & Rita Ismail. (2009). So- Setiadi (2013). Praktek Penulisan Riset
siologi Keperawatan. Jakarta. EGC. Keperawatan. Edisi 2. Yogyakarta, Graha
Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Ilmu.
Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta. Sriati, A (2008). Tinjauan Tentang Stres.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Fakultas Ilmu Keperawatan. UNPAD.
Keperawatan: Pendekatan Praktis. Edisi 3. Jatinangor.
Jakarta : Salemba Medika. Stroudm L, R., Foster, E., Papandonatos, G.D.,
Oswalt ,A. (2010). A n Introduction to A doles- Handwerger, K., Granger, D. A., Kivlighan,
cent Development. (online). Tersedia: K. T., & Ninaura, R. (2009). Stress response
(http://www.mentalhelp.net/poc/ and the adolescent transition: Performance
view_doc.php?type=doc&id=41149&cn= versus peer rejection stressors. Development
1310 24 maret 2012). and psychopathology, 21(01), 47-68.
Papalia, Diane, Old, S. W., Feldman, R. D. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif,
(2008). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed methods) .
Kencana Prenada Media Grup. Bandung: ALFABETA.
. Polinggapo, Sri W, (2013). Perbedaan Tingkat Suparyanto. (2013). Pernikahan Usia Muda.
Stres Remaja Berdasarkan Tipe Kepribadian Tersedia di http://www.drsuparyanto /
Somatotype Sheldon. (skripsi). Fakultas konsep pernikahandini. Diakses pada tang-
Pendidikan Psikologi jurusan psikologi, Uni- gal 16 Juli 2013.
versitas Negeri Malang. Universitas Pendidkan Indonesia. (2015). Pe-
Psychology Foundation of Australia. 2010. De- doman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Ban-
pression Anxiety Stress Scale. Http:// dung. UPI Pres.
www.psy.unsw.edu.au. (diakses pada tang- Widyastuti, Y. Rahmawati A. Purwaningrum, Y,
gal 22 Mei 2016) E. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogya-
Rohayati, R. (2017). Faktor Yang Berhubungan karta: Penerbit Fitramaya.
Dengan Perkembangan Sosial Emosi
Anak. Jurnal Keperawatan.

JPKI 2019 volume 5 no. 1 33

Anda mungkin juga menyukai