Anda di halaman 1dari 2

Erupsi Gunung Ile Lewotolok, Apa Dampaknya?

Annisa Salwa Syahida (06/ XII IPA 6)

Gunung Ile Lewotolok atau Ile Aper, adalah gunung berapi starovolcano yang terletak di
bagian utara Pulau Lembata, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Status
aktivitas vulkanik gunung ini ditingkatkan dari aktif normal ke waspada sejak 7 Oktober 2017.
Tetapi pada penghujung tahun 2020 lalu, tepatnya 29 November 2020 terjadi erupsi eksplosif
yang memaksa warga sekitar kaki gunung untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Tentu
saja di setiap bencana yang terjadi pasti ada dampaknya, baik dampak positif maupun negatif.

Dampak yang dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur
tidak hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga berdampak pada kegiatan sehari-hari yang
biasanya dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Lembata. Kegiatan seperti bekerja, bersekolah
serta kegiatan lainnya terpaksa harus terhenti. Warga dari kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur
dievakuasi ke posko pengungsian yang disiapkan pemerintah di Kota Lewoleba serta banyak
yang mengungsi secara mandiri.

Salah satu dampak negatif yang pertama kali terlihat adalah perbedaan pemahaman
antara para anak muda yang selalu waspada dengan orang tua atau istilah adatnya disebut Muo.
Ia beranggapan jika erupsi ini pertanda akan ada hasil panen yang melimpah. Perbedaan
pemahaman ini terjadi karena para anak muda belum pernah mengalami situasi saat erupsi
sedangkan orang tua menganggap hal seperti itu adalah hal biasa. Meskipun situasi semakin
mencekam, namun masyarakat meminta tetua adat untuk melakukan ritual. Mereka beranggapan
bahwa jika masyarakat mengungsi, maka leluhur pun ikut dengan mereka ke tempat pengungsian
untuk menjaga karena mereka hanya pergi sementara waktu dan pasti akan kembali lagi.

Dampak negatif lainnya adalah sesak nafas, rasa perih pada mata dan gangguan
kesehatan lain karena materi vulkanik akibat Erupsi Gunung Ile Lewotolok. Lontaran material
vulkanik berupa pasir, abu dan kerikil sejauh sekitar 4 km dari puncak gunung dan bisa dilihat
dari arah barat Desa Amakaka. Akhirnya, masyarakat diharuskan untuk menggunakan masker
dan pelindung mata ketika beraktivitas di luar rumah. Selama di radius kurang dari 4 km,
masyarakat diwajibkan untuk menggunakan masker dan pelindung mata. Tak henti-hentinya
Pemerintah Daerah mengimbau untuk mengungsi di radius aman 4km, karena masih banyak
yang bertahan di desanya karena menganggap hal itu sudah lumrah terjadi.

Dampak positif yang terjadi saat erupsi Gunung Ile Lewotolok adalah melimpahnya ikan
yang berada di pesisir pantai. Hal itu terjadi setelah masyarakat melakukan ritual agar erupsi ini
segera mereda. Terlepas dari kepercayaan masyarakat mengenai keberhasilan ritual yang
dilaksanakan, tetap saja erupsi tidak mereda setelah melakukan ritual tersebut. Tetapi,
masyarakat cukup bersyukur dengan adanya ikan-ikan yang berada di pesisir pantai. Ikan-ikan
tersebut bisa meringankan beban kelangsungan hidup masyarakat ketika belum bisa mencari
nafkah seperti biasanya.
Itulah dampak yang terjadi ketika erupsi Gunung Ile Lewotolok sejak letusan pertama
pada hari Minggu, 29 November 2020 hingga hari Kamis, 3 Desember 2020. Alangkah baiknya
jika pemerintah lebih memperhatikan masalah masyarakat yang menolak untuk mengungsi
sebelum banyak masyarakat yang berjatuhan terkena dampak erupsi Gunung Ile Lewotolok.
Pemerintah harus bersikap tegas dengan cara selalu berkeliling desa setiap harinya untuk
memastikan apakah masih ada masyarakat yang tinggal di rumahnya atau tidak. Jika masih ada
masyarakat yang enggan mengungsi, terpaksa harus diungsikan secara paksa. Diharapkan
masyarakan juga mulai menyadari jika erupsi bukanlah hal yang bisa dianggap sepele, karena
jika terus tertanam pemahaman seperti itu akan mengakibatkan generasi berikutnya memiliki
pemahaman yang sama dan sangat jelas salah.

Anda mungkin juga menyukai