Anda di halaman 1dari 3

EKSPEDISI NKRI KORIDOR KEPULAUAN NUSA TENGGARA

SUB KORWIL 6 ENDE


Potensi Bencana Alam di Kabupaten Nagekeo, NTT
Oleh: Tim Penelitian Potensi Bencana Sub Korwil Ende
Kabupaten Nagekeo merupakan salah satu kabupaten di propinsi NTT yang terdiri dari 7
kecamatan, yaitu Kecamatan Mauponggo, Keo Tengah, Nanggaroro, Boawae, Aesesa Danga, Aesesa
Boanio, Aesesa Selatan, dan Wolowae. Menurut informasi dari Bapak Ceme Benedictus, terdapat 6
ancaman bencana di Kabupaten Nagekeo, yang terdiri dari jenis bencana banjir, longsor, kebakaran
lahan, abrasi, angin putting beliung, dan gunung api. Rawan bencana banjir terdapat di Kecamatan
Aesesa dan Kecamatan Wolowae. Untuk longsor banyak terdapat di Keo tengah, Mauponggo,
Nanggaroro, dan Mboawae. Kebakaran lahan tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Nagekeo.
Kebakaran lahan terjadi disebabkan kebiasan masyarakat berburu babi atau rusa dengan membakar
semak. Selain itu kebakaran lahan di sebabkan kondisi fisik wilayah yang kering sehingga semak mudah
terbakar. Sedangkan abrasi banyak terjadi di Nanggaroro, Mauponggo, dan Maropokot. Angin putting
beliung terjadi di Mauponggo pada tahun 2011 dan pernah terjadi juga badai yang merusak bendungan
pada tahun 1973. Terdapat Gunung Api aktif Abulobo di Kecamatan Boawae, yang pada tahun lalu
berstatus siaga 2. Telah terdapat pos pengamatan Gunung Api Boawae.
Masih mengacu pada sumber yang sama, Kabupaten Nagekeo telah memiliki kapasitas berupa
jalur evakuasi dan titik kumpul sebanyak 165 titik untuk bencana tsunami, yang tersebar di sepanjang
pesisir baik utara maupun selatan di Kabupaten Nagekeo. Sedangkan kapasitas jalur evakuasi dan titik
kumpul untuk ancaman gunung api belum tersedia. Terdapat LSM yang bergerak khusus di bidang
tanggap bencana, diantaranya adalah YNTM, Plan International, WN, dan AFDR (konsultan BNPB di
tingkat daerah). Selain itu terdapat Kelompok Masyarakat Peduli Bencana (KMPB) binaan YNTM di lima
desa, yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Nanggaroro, Aesesa, dan Wolowae.
Jenis bencana alam yang paling banyak terjadi di Kabupaten Nagekeo adalah banjir. Salah
satunya berlokasi di Desa Tendakinde, Kecamatan Wolowae. Banjir terjadi setiap tahun pada saat musim
penghujan, dan ketinggian banjir bisa mencapai satu meter lebih. Vegetasi yang terdapat di sekitar lokasi
banjir diantaranya adalah pohon mangga, kelapa, kapok, dan gamal. Menurut informasi dari satpol pp
yang mengawal tim menuju lokasi rawan banjir ini, belum pernah terdapat korban jiwa akibat banjir.
Namun binatang ternak banyak menjadi korban dan terseret banjir.
Lokasi rawan banjir berikutnya berada di Kali Mbepa, Kecamatan Wolowae. Kali Mbepa
mengalami pergeseran aliran yang menyebabkan air meluap hingga ke jalan dan permukiman. Sehingga
diperlukan normalisasi sungai agar air kembali ke aliran sungai sebelumnya. Lebar Kali Mbepa kurang
lebih 10 meter dan terdapat banyak kelokan sungai. Jenis dan morfologi tanah di sekitar sungai adalah
pasir halus dan berbatu. Tidak jauh dari percabangan sungai Kali Mbepa yang dibutuhkan normalisasi
tersebut, terdapat jembatan yang rusak. Jembatan ini merupakan jembatan penghubung MaukaroWolowae yang memotong Kali Mbepa selebar 25 meter. Sudah terdapat tanggul sementara, namun tetap
diperlukan perbaikan jembatan mengingat pentingnya jembatan tersebut untuk perpindahan barang
maupun manusia. Sementara ini jembatan tersebut disokong dengan menggunakan batang pohon
dilapisi seng agar kendaraan bermotor dapat melintas. Selain itu juga terdapat jalan putus akibat tersapu
banjir di jalan lintas utara Ende-Nagekeo pada tahun 2014 lalu. Meskipun sudah lama terjadi dan
tergolong cukup parah, belum ada tanda-tanda perbaikan jalan. Sementara ini, perjalanan kendaraan dari
Ende menuju Mbay dialihkan memutar melalui jalan setapak tanpa di aspal.

Lokasi rawan banjir berikutnya berada di jembatan Kali Aesesa. Kali ini merupakan muara dari 99
anakan sungai dari Kabupaten Ngada dan Kabupetan Nagekeo. Karena merupakan muara, maka debit
air di lokasi ini menjadi sangat besar dan dapat meluap hingga menggenangi atas jembatan. Lokasi
luapan sungai di Kali Wajo di Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa. Sebelum menuju lokasi rawan bencana,
terlebih dahulu tim berkunjung ke kantor Desa Aeramo untuk mencari informasil terkait kebencanaan di
Desa Aeramo. Menurut informasi dari Kepala Desa Aeramo, desa tersebut memang kerap dilanda banjir.
Salah satu banjir besar terjadi pada Februari 2014 lalu. Banjir ini terjadi karena meluapnya Kali Wakasa
dan berdampak pada pemukiman di sepanjang jalan di samping sungai. Pihak desa telah berulang kali
mengajukan proposal normalisasi sungai tersebut dan setiap tahunnya telah disediakan dana namun
dana tersebut tidak mencukupi untuk proyek normalisasi sugai yang membutuhkan dana besar.
Umumnya banjir luapan sungai ini ketinggiannya mencapai lutut orang dewasa.
Terdapat beberapa titik rawan erosi sungai di Kabupaten Nagekeo,
salah satunya adalah lokasi jembatan perbatasan Ende-Nagekeo
yang merupakan lokasi rawan erosi, namun telah terdapat tanggul
untuk mengurangi dampak dari erosi sungai yang terus terjadi.
Lokasi erosi selanjutnya terdapat di DAS Natenaia Boaneo di Desa
Olaia. Erosi sungai ini menyebabkan jalan berongga yang
berpotensi runtuh kapan saja.

Terdapat lokasi rawan abrasi di Kabupaten Nagekeo, salah satunya yang berada di kawasan
produksi garam terbesar di Kecamatan Aesesa. Menurut informasi dari salah satu staff BPBD Kabupaten
Nagekeo yang turut menemani tim ke lokasi ini, sudah dilakukan relokasi permukiman di pesisir tersebut.
Hal ini juga terlihat dari hanya terdapat beberapa rumah di kawasan tersebut, sedangkan rumah-rumah
lainnya telah pindah ke lokasi yang lebih aman. Selain rawan terhadap abrasi, kawasan ini juga tergolong
rawan terhadap kekeringan. Kondisi air tanah yang payau menyebabkan sulitnya warga mendapatkan air
bersih. Pemenuhan kebutuhan air bersih sendiri dilakukan dengan pengedropan tanki air dari pusat,
disamping penampungan air hujan oleh masyarakat. Lokasi rawan abrasi lainnya berada di Desa
Maropokot, tepatnya di belakang pos babinsa Maropokot. Telah dibangun tanggul penahan abrasi pada
tahun 2014 lalu.

Terdapat lokasi rawan kebakaran ladang di Desa Nggolonio, Kecamatan Aesesa. Kebakaran
ladang kerap terjadi dikarenakan pola pikir masyarakat yang beranggapan bahwa tidak akan ada hewan
buruan apabila rumput dan semak sudah terlalu tinggi. Apabila semak tersebut dibakar, maka akan
muncul tunas-tunas baru yang nantinya akan mendatangkan hewan buruan. Ladang yang potensial
terbakar pada musim kemarau kurang lebih seluas 500 Ha. Tidak terdapat korban jiwa dalam kebakaran
ladang yang kerap terjadi dan tidak diperlukan usaha untuk pemadamannya karena api akan mati dengan
sendirinya. Disamping itu, sangat sulit memadamkan ladang dengan api yang terus merambat. Jenis
vegetasi yang tumbuh di sekitar lokasi adalah pohon bidara, kesambi, asam, dan semak belukar.

Anda mungkin juga menyukai