Anda di halaman 1dari 35

BENCANA BANJIR BANDANG

DESA LAWE SIGALA II, KECAMATAN LAWE SIGALA-GALA,


KABUPATEN ACEH TENGGARA

TUGAS BESAR
MATA KULIAH REKAYASA LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : IMAN RAMDANI


NIM : 41119110087

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

TAHUN 2021
PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan negara paling rawan bencana alam menurut

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan

Risiko Bencana (United Nations International Stategy for Disaster

Reduction/UN-ISDR). Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman

bahaya tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi, peringkat tiga untuk ancaman

gempa serta enam untuk banjir. Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari

jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam

terjadi. Posisi geografis yang terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia:

Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik membuat Indonesia memang tidak banyak

bisa mengelak. Namun bagi Indonesia, ancaman gempa bumi dan banjir

merupakan ancaman yang lebih besar.

Perubahan iklim global yang terjadi belakangan ini ternyata berdampak

pada terjadinya akumulasi curah hujan tinggi dalam waktu yang singkat. Curah

hujan yang relatif sama, namun dengan durasi yang singkat berdampak pada

meningkatnya intensitas banjir yang terjadi (Irianto, 2002). Banjir merupakan

fenomena alam yang sering terjadi akibat tidak tertampungnya aliran air pada

badan-badan air atau sungai, sehingga meluap dan menggenangi daerah

sekitarnya. Banjir menjadi masalah jika mengakibatkan kerusakan terhadap

lingkungan, dan menimbulkan dampak negatif bagi manusia.

Banjir tidak hanya disebabkan oleh faktor alam namun juga diakibatkan

oleh faktor manusia. Faktor alam yang mempengaruhi terjadinya banjir adalah

curah hujan yang tinggi, topografi, geologi, wilayahnya. Sedangkan faktor

manusia diakibatkan dari aktivitas manusia yang cukup besar saat ini, akibat
tekanan penduduk yang tinggi kebutuhan lahan semakin tinggi pula, sehingga

alih fungsi lahan pada wilayah yang berpotensi mengalami banjir. Dampak dari

faktor tersebut mengakibatkan berkurangnya kapasitas tampung air, penampung

aliran limpasan dan genangan, tidak berfungsinya daerah resapan air serta

menurunnya daya dukung lingkungan (Widadgo, 2006).

Banjir bandang merupakan bencana alam banjir yang terjadi secara cepat

atau mendadak dengan volume banjir yang sangat besar. Banjir bandang juga

mengangkut material halus berupa lanau atau lempung serta material kasar

berupa pasir, kerikil, hingga bongkahan batu dan sering kali pula batang-batang

kayu pepohonan yang tumbang dan ikut terbawa arus. Bencana alam ini sangat

berbahaya dan sifatnya merusak dan mendadak dan berkecepatan tinggi. Volume

material banjir bandang yang sangat besar menerjang daerah permukiman di

sepanjang bantaran sungai atau daerah dataran di depan mulut sungai. Sifatnya

yang mendadak dan berkecepatan tinggi tersebut menimbulkan ancaman

signifikan terhadap manusia sehingga menimbulkan risiko korban jiwa yang

lenih tinggi (Jonkman & Vrijiling, 2008).


BANJIR BANDANG DESA LAWE SIGALA II

Desa Lawe Sigala II adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan

Lawe Sigala-gala di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh,Indonesia. Masyarakat

yang terdiri dari Suku Gayo, Suku Alas, Suku Singkil, Suku Tapanuli, Suku

Karo, Suku Pakpak, suku batak toba dan lain-lain. Desa Lawe Sigala II

mempunyai tiga dusun yaitu Dusun I,Dusun II dan Dusun III. Dimana

mempunyai satu sungai yang sama dibagian hulu pegunungan karena adanya air

terjun lawe sigala yang memisahkan menjadi dua sungai yang disebut sungai

asrama polisi dan sungai lawe Sigala-gala. Sungai tersebut sangat rentan

mengalami banjir bandang karena ekosistem pepohonan di pegunungan yang

sudah rusak, banyak batu-batu besar sehingga sangat merusak lingkungan jika

mengalami kebanjiran. Disamping itu karena masyarakatnya yang tidak menjaga

atau memelihara sungai tersebut jika masyarakat membuka lahan maka sisa-sisa

kayu-kayu yang ditebang akan dibuang ke sungai.

Topografis

Kecamatan Lawe Sigala-gala terletak diketinggian ± 200-2000 m diatas

permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian

kawasannya merupakan daerah Suaka Alam Taman Nasional Gunung Leuser

(TNGL). Peta topografi adalah peta ketinggian titik atau kawasan yang

dinyatakan dalam bentuk angka ketinggian atau kontur ketinggian yang diukur
terhadap permukaan laut rata-rata. Berikut peta topografi sungai Kecamatan

Lawe Sigala-gala disajikan dalam perbedaan warna ketinggian.

Gambar 3.1. Peta DAS Kabupaten Aceh Tenggara


Sumber: petatematikindo.wordpress.com

Kemiringan lereng di Desa Lawe Sigala-gala bervariasi dari 0% sampai

dengan kemiringan lebih dari 40%. Berdasarkan kelas kemiringan lereng,

wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu

 Kelas kemiringan 0 – 8 %

 Kelas Kemiringan 8 – 15 %

 Kelas Kemiringan 15 – 40 %

 Kelas Kemiringan lebih dari 40 %

Wilayah datar dengan kelas kemiringan 0 - 8% ini tersebar di wilayah

Kutacane dan Bambel. Pada kelas kemiringan 8 – 15% ditandai dengan daerah

yang bergelombang sampai agak berbukit. Wilayah ini tersebar di pinggir

Lembah Alas bagian selatan kabupaten. Wilayah agak berbukit sampai berbukit

dengan kemiringan 15 – 40 % tersebar merata di Kabupaten Aceh Tenggara,


terutama di wilayah Kecamatan Badar dan di sebelah selatan Kecamatan Lawe

Alas. Untuk wilayah dengan kelas kemiringan lebih dari 40% ini hampir

meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Daerah ini ditandai

dengan Daerah yang berbukit sampai bergunung.

Ekosistem Pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Selama ini sering terjadi banjir dan pengikisan area di sepanjang DAS

yang umumnya berupa lahan pertanian dan perkebunan, serta pemukiman

penduduk. Hal ini sangat merugikan masyarakat yang mendiami DAS tersebut.

Banjir bandang merupakan suatu proses aliran air yang deras dan pekat

karena disertai dengan muatan masif bongkah-bongkah batuan dan tanah serta

batang-batang kayu (debris) yang berasal dari arah hulu sungai. Banjir bandang

ini dipicu oleh faktor hidrologi yaitu intentitas hujan yang tinggi, faktor

klimatologis, dan juga geologis antara lain longsor dan pembendungan alamiah

di daerah hulu (Meon, 2006, 56). Selain berbeda dari segi muatan yang terangkut

di dalam aliran air tersebut, banjir bandang ini juga berbeda dibandingkan banjir

biasa. Sebab, dalam proses banjir ini, terjadi kenaikan debit air secara tiba-tiba

dan cepat (Price, 2009,75)

Banjir bandang disertai tanah longsor melanda beberapa desa di

Kecamatan Lawe Sigalagala dan Semadam di Kabupaten Aceh Tenggara yang

disebabkan hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung dengan durasi lebih

dari 6 jam dan terus melanda kawasan tersebut. Bencana banjir bandang

menyebabkan kerusakan harta benda seperti kerusakan lingkungan atau lahan,

kerusakan transportasi, kerusakan rumah ibadah gereja dan masjid, gagal panen,
beserta hilangnya benda-benda yang berharga. Hujan dengan intensitas tinggi

beserta tanah longsor menimbulkan sejumlah desa di Kabupaten Aceh tenggara,

dilanda oleh banjir bandang sehingga debit air masih mengalir dari arah hulu

pegunungan. Di Desa Lawe Sigala II merupakan daerah yang termasuk rawan

dengan banjir bandang dikarenakan hutan yang telah rusak akibat ulah manusia

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga karena kurangnya kegiatan

gotong-royong untuk pembersihan lingkungan, maka jika musim penghujan

deras daerah kawasan tersebut rentan mengalami kebanjiran.

Tabel : Daftar Banjir Bandang Aceh Tenggara

Waktu Lokasi Korban Korban harta Penyebab Sumber


kejadian jiwa benda
26 April Desa Lawe 20 Jiwa 60 rumah Intesitas curah Downtoearth-
2005 Gerger, hanyut, 30 hujan tinggi, indonesia.org
Lawe rumah rusak tanah longsor
Mengkudu, parah
dan Lawe
Lak-lak
19 Lawe 12 Jiwa Ratusan rumah Intesitas curah Wikipedia.org
Oktober Beringin, rusak parah dan hujan tinggi,
2005 Simpang ringan tanah longsor
Semadam
27 Simpang 10 Jiwa 200 rumah rusak Intesitas curah WALHI
Oktober Semadam, parah, lahan 50 hujan tinggi,
2005 Lawe Tua, ha, rumah ibadah tanah longsor
Titi pasir (Gereja,Masjid)
rusak ringan
18 Aceh 6 Jiwa Ratusan rumah Intesitas curah http://www.ko
Agustus Tenggara rusak parah dan hujan tinggi, mpas.com
2012 ringan tanah longsor
11 April Lawe 2 Jiwa 127 rumah rusak Intesitas curah http://m.goaceh
2017 Sigalagala, parah, 307 hujan tinggi, .com
Lawe Tua, rumah rusak tanah longsor
ringan, dan 2476
orang mengungsi

Desa Lawe Sigala II adalah salah satu desa yang rentan mengalami

bencana banjir bandang . Peneliti yang berasal dari daerah ini mengetahui persis

dan mengalami sendiri bahwa banjir bandang terjadi dihampir setiap tahunnya

yang terjadi kadang lebih dari satu kali dalam setahun dengan skala banjir
berbeda-beda. Bencana banjir bandang terjadi pada setiap akhrir tahun, bencana

banjir bandang yang paling dahyast terjadi pada tahun 2017/12/4 silam. Bencana

banjir bandang sudah terjadi sejak tahun 2005 sebelumnya, tahun demi tahun di

Desa Lawe Sigala II ini semakin sering dilanda bencana banjir bandang tetapi

tidak begitu dipublikasikan di media sosial, tetapi pada tahun 2017 bulan 4

tanggal 21 silam Desa Lawe Sigala II di landa bencana banjir bandang yang

dikategorikan sangat besar dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan warga Desa

Lawe Sigala II memprediksikan desa ini akan terus mengalami bencana banjir

bandang sehingga tak layak huni lagi untuk tahun kedepannya karena ekosistem

hutannya sudah sangat parah.

Menurut direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh Tenggara,

bencana melanda Aceh Tenggara merupakan akumulasi dari empat faktor yang

bisa dipetakan secara cepat, diantaranya tingkat curah hujan yang tinggi,

topografis, illegal logging dan pembukaan lahan. Masyarakat mengungsi ke

posko pengungsian yang dibangun oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) dan pihak yang terkait. Data yang didapat ada 648 Kepala Keluarga

(KK) yang mengungsi. Banjir bandang menerjang 11 Desa di dua Kecamatan di

Aceh Tenggara pada Selasa (12/4) kemarin sekitar pukul 18.00 WIB. Akibatnya

176 rumah rusak berat, 91 rumah rusak sedang, dan 139 rumah rusak ringan, dan

dua orang warga meninggal dunia yaitu, Boru Panjaitan 80 tahun dan Terang

Panjaitan 1,5 tahun setelah terseret banjir bandang (detikcom, Rabu (12/4/2017).

Intensitas curah hujan yang ekstrim juga merupakan salah satu faktor yang

mengakibatkan bencana banjir bandang. Masyarakat juga mengetahui lokasi

zona bahaya dan zona aman pada lingkungan tempat tinggalnya, jika
turunnya hujan deras selama 3 jam masyarakat sudah mulai bersiap siaga

dan aktivitas di rumah akan diberhentikan, semua barang-barang yang penting

akan dimasukkan kedalam tas ransel siap bencana, hal ini menunjukkan level

satu untuk bersiap siaga. Pada level ke dua masyarakat mengetahuinya jika

terdengarnya suara gemuruh dari arah pegunungan hingga terciumnya bauk

lumpur banjir bandang dimana masyarakat sudah berada di halaman teras untuk

mengevaluasi informasi dari tetangga lainnya. Pada level ini masyarakat tidak

ada lagi beraktivitas di dalam rumah sehingga aliran listrik sudah dipadamkan.

Selanjutnya pada level tingkat tiga masyarakat mengetahui jika aliran air yang

deras dari pegunungan sudah melampaui batas jembatan dan air sudah mulai

menyebar kepemukiman yang membawa material batu-batuan, kayu, pasir, dan

lumpur. Hal ini sudah menunjukkan zona bahaya sehingga masyarakat akan

melakukan tindakan penyelamatan diri mencari zona aman dengan mengendarai

mobil pick-up, dan sebagian lagi masyarakat pergi kedaerah dataran yang luas

agar supaya air yang deras menyebar dan volume air tidak begitu kencang.

Tindakan tanggap darurat yang paling tinggi yaitu memodifikasi tempat

tinggal, menyediakan perlengkapan P3K serta obat-obatan, menyediakan

makanan ringan, bantuan pakaian, selimut, dan menyediakan alat penerangan

alternatif. Indikator kesiapsiagaan adalah bagaimana sistem peringatan dini yang

ada dimasyarakat, terutama di daerah yang memiliki kerentanan bencana banjir.

Sistem peringatan meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi jika terjadi

bencana (Dodon, 2013)

Penanggulangan banjir bandang selama ini lebih terfokus pada

penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk mengurangi dampak

bencana. Selain itu, meskipun kebijakan non fisik yang umumnya mencakup
partisipasi masyarakat dalam menanggulangi banjir sudah dibuat, namun belum

dilaksanakan dengan baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga

efektifitasnya dipertanyakan.Akibatnya kebijakan yang ditetapkan tidak efektif,

dan bahkan sangat fatal. Dengan demikian, penanggulangan banjir yang hanya

suatu tindakan pembangunan fisik harus melakukan kegiatan dengan

pembangunan non-fisik yang menyediakan ruang lebih luas.

Dari penjelasan tersebut di atas tanda-tanda banjir bandang akan datang

jika terjadi hujan lebat terus-menerus dan lama sehingga mengakibatkan debit

air sungai meningkat, terjadinya tanah longsor menyebabkan tak kuatnya tanah

menahan resapan air sehingga mengakibatkan banjir bandang. Sedangkan suara

gemuruh merupakan indikasi gerakan air yang sangat cepat dengan membawa

material-material kayu besar maupun kecil, batu-batuan, pasir, dan lumpur. Desa

Lawe Sigala II adalah daerah yang merupakan kawasan yang rentan terhadap

banjir bandang.

Kabupaten Aceh Tenggara tepatnya di Desa Lawe Sigala II sangat rentan

akan banjir bandang karena sosial-budaya mereka atas mengolah hutannya

sendiri untuk menghasilkan ekonomi bagi mereka, hal itu terjadi karena ulah

manusia sebagai pengalihan fungsi lahan.

Penyebab Banjir Bandang Desa Lawe Sigala II

Banjir bandang merupakan suatu proses aliran air yang deras dan pekat

karena disertai dengan material-material seperti: batu-batu besar maupun kecil,

pasir, kayu-kayu, beserta lumpur yang berasal dari hulu sungai. Banjir bandang

ini dipicu oleh :


1. Curah hujan yang tinggi secara berturut-turut sehingga tak kuat menahan

debit air yang kencang hingga meluapkan ke permukaan yang rendah, seperti

di Aceh Tenggara, Kecamatan Lawe Sigala-gala yang bermukim dibawah

lereng yang terjal.

2. Masyarakat yang terus- menerus menebangi pohon-pohon yang kuat,

membuang sampah sembarangan, tanpa menyadari dampak buruk bagi

mereka kedepanya karena untuk mengejar faktor ekonomi masyarakat.

3. Penebangan liar atau illegal loging mereka melakukan untuk melangsungkan

keadaan ekonomi mereka seperti bercocok tanam jagung, cokelat, sayur-

sayuran, buah-buahan, serta juga hingga pencetakan sebuah kolam, beserta

pembangunan jalan ke arah pegunungan agar mudah mengakses hasil panen

mereka.

4. Pembangunan rumah di pegunungan beserta di pinggiran Daerah Aliran

Sungai (DAS) juga salah satu faktor penyebab bencana banjir bandang.

Kodoatie dan Syarief (2006) menjelaskan faktor penyebab banjir

bandang adalah (1) perubahan guna lahan. (2) Pembuangan sampah

sembaranagn. (3) erosi dan sedimentasi. (4) Pembangunan rumah disepanjang

Daerah Aliran Sungai. (5) Curah hujan yang tinggi. Dalam hal ini atau kesadaran

masyarakat terhadap lingkungan, masih banyak masyarakat yang belum atau

kurang menyadari bahwa perilaku sehari-hari atau kegiatan yang dilakukannya

dapat merugikan sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya.

Adapun dampak atau kerugian banjir bandang di Desa Lawe Sigala II, yaitu :

(1) menelan korban jiwa.

(2) kerusakan lingkungan sosial.


(3) gagal panen bagi para petani.

(4) hilangnya harta benda.

(5) kerusakan pemukiman.

(6) rusaknya sarana prasarana umum seperti jalan, jembatan rumah ibadah, pelayanan

umum dll.

(7) menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak, dewasa maupun orang tua.

Kemiringan lereng pegunungan adalah sudut rerata antara bidang datar

dipermukaan bumi terhadap suatu garis atau bidang miring yang ditarik dari titik

terendah sampai titik tertinggi di permukaan bumi pada suatu bentuk lahan, yang

merupakan satu-kesatuan kemiringan lereng berpengaruh pada jumlah dan

kecepatan limpasan permukaan, drainese permukaan, penggunaan lahan dan

erosi. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, semakin cepat laju air

larian, dan dengan demikian, mempercepat respon DAS tersebut oleh adanya

curah hujan. Bentuk topografi seperti kemiringan lereng, keadaan parit, dan

bentuk-bentuk cekungan permukaan tanah lainnya akan mempengaruhi laju dan

volume air larian. DAS dengan sebagian besar bentang lahan datar atau pada

daerah dengan cekungan-cekungan tanah tanpa saluran pembuangan (outlet)

akan menghasilkan air larian yang lebih kecil dibandingkan daerah DAS dengan

kemiringan lereng lebih besar serta pola pengairan yang dirancang dengan baik.

Dengan kata lain, sebagian aliran air ditahan dan diperlambat kecepatannya
sebelum mencapai lokasi, sehingga kemungkinan terjadinya genangan atau

banjir menjadi besar.

Foto: 3.1 Jembatan Asrama Polisi Mengalami Kerusakan

Sumber: Peneliti (2019)

Pada gambar diatas terlihat suasana sedang mengalami kebanjiran akibat

derasnya hujan selama 2 jam pada sore hari, warga langsung segera melihat

keadaan tersebut, ada yang pergi ke atas sungai, ada juga yang sedang memantau

kayu besar yang dibawakan air banjir bandang, beserta ada juga beberapa warga

yang membuat tanggul dari goni yang berisi pasir dan batu untuk disusun rapi

dipinggiran rumah maupun sungai agar tidak bisa air masuk kedaerah rumah

tersebut. Kemudian warga juga memantau transportasi agar berhati-hati dan

berjalan dengan lancar. Dari gambar diatas juga bisa kita lihat bahwa selang-

selang air maupun pipa bisa membuat warga resah hal tersebut karena bisa

menyumbat kayu-kayu kecil hinggaa air pun sulit untuk mengalir.

13
Foto 4.5 Jembatan Desa Lawe Sigala II penjebolan banjir bandang

Sumber: Peneliti (2019)

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Lawe sigala II

yang tinggal atau bermukim di pinggiran sungai tampak berusaha keras untuk

melakukan tindakan siapsiaga dari terjangan banjir bandang dengan cara

membangun tembok-tembok di pinggiran sungai sekaligus pembangunan

beronjong di pinggir sungai.

Bencana banjir bandang serta tanah longsor di Aceh Tenggara, Desa

Lawe Sigala II diduga akibat lemahnya mitigasi bencana alam di wilayah itu.

Maraknya pembalakan liar dan pembukaan lahan di wilayah pegunungan juga

menjadi salah satu faktor utama terjadinya musibah bencana banjir bandang

yang ikut merenggut korban jiwa.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)18 Aceh, Muhammad

Nur mengatakan bencana melanda Aceh Tenggara merupakan akumulasi dari

enam faktor yang bisa dipetakan secara cepat, diantaranya tingkat curah

hujan yang tinggi, topografis, illegal logging, dan pembukaan lahan.

Seharusnya pemerintah bersama para pihak strategis aktif memastikan seluruh

proses mitigasi bencana yang dilakukan dengan rutin. M Nur menyebut


14
“bencana ekologis tidak akan berkurang jika pemerintah masih mengabaikan

upaya-upaya mitigasi bencana dan membendung laju deforestasi hutan, dan

lahan serta patuh terhadap pengendalian ruang baik dalam bentuk lindung,

dimanfaatkan serta pelestarian”.

Peringatan Sebelum Terjadinya Banjir Bandang

Peringatan sangat penting untuk warga Desa Lawe Sigalagala untuk

mewaspadai dari banjir bandang. Hal ini sangat perlu diingat dan dilakukan

untuk penyelamatan diri dan mengenali tanda-tanda tersebut. Ketika turun hujan

masyarakat berhenti untuk melakukan aktivits di dalam maupun luar rumah,

saling memantau bersama tetangga lain dengan berkomunikasi berdekatan teras

rumah, mereka terus berdiri di depan rumah melihat apa yang akan terjadi.

Peringatan sebelum terjadinya banjir bandang bagi masyarakat Desa Lawe

Sigala II memang sudah mereka ketahui akan tibanya bencana banjir bandang

dengan cara mereka tersendiri untuk mewaspadai bencana tersebut dengan cara

sebagai berikut:

1. Terlihat di atas gunung atau di bagian hulu pegunungan awan hitam

gelap, itu tanda-tanda akan turunnya hujan deras, kita bisa melihat hal

tersebut sebagai peringatan akan datangnya banjir bandang.

2. Pada saat hujan turun, masyarakat harus berteduh mencari daerah yang

aman, aktivitas di dalam rumah atau di luar rumah harus dihentikan,

kemudian keluarga harus berkumpul di luar teras rumah untuk

menghimbau informasi dari tetangga lain agar saling mengetahui kabar

lain.

3. Jika terjadi hujan selama 3 jam dan terdengar dari warga lain tiba-tiba

15
air sungai menjadi keruh dan tercium bau lumpur disertai dengan

bongkahan material batu-batu, dan kayu-kayu maka masyarakan sudah

mulai untuk siap siaga.

Desa ini perlu malakukan antisipasian seperti membangun Siskalong atau

bisa juga dibilang Sistem Keamanan Tanah Longsor, kegiatan ini memang sudah

dilakukan di Desa Lawe Sigala II untuk antisipasi mereka dari tanah longsor.

Siskalong ini berfungsi sebagi program masyarakat aksi yang mengatasi sistem

keamanan bencana banjir maupun tanah longsor yaitu:

1. Fungsi siskalong yaitu: membangun mental warga agar siap tangguh

akan mengalami bencana banjir maupun tanah longsor. Menyadarkan

diri bagi warga agar mencintai lingkungannya dengan cara melakukan

aksi gotong royong dan menanam pohon yang baru.Membangun mental

warga agar tidak putus asa yang tertimpa bencana.

2. Selain itu siskalong juga mempunyai peran bagi warga seperti:

menanam dan melestarikan pohon dan lingkungan agar mampu kuat

menahan tanah dari aliran air yang deras dan juga tercegah longsor. Mengecek

daerah tebing yang terjal pada saat hujan turun maupun di daerah pemukiman

warga. Memantau warga masyarakat yang sedang beraktivitas di bukit

pegunungan agar memanggi untuk pulang agar terhindar dari bencana longsor

jika terjadi, hal ini dilakukan hanya bagi Bapak-bapak warga sekitar 6 atau 7

orang dengan berpencar ke berbagaitempat.

3. Ada juga manfaat siskalong yaitu: mempererat hubungan warga bagi

yang terkena musibah dan saling tolong–menolong. Menjaga dan

merawat lingkungan desa. Kegiatan sosial dapat bertambah. Dapat juga

sebagai panutan bagi setiap warga


16
Upaya Mitigasi Bencana Banjir Bandang

Kemudian, sebagai salah satu upaya mitigasi bencana banjir bandang

tersebut warga yang bertempat tinggal di dekat pinggiran sungai juga

melakukan penanaman pohon di pinggiran sungai seperti pohon air, kelapa,

jambu, dan rambutan agar kuat untuk menahan terjangan air dan mencegah

longsor dipinggiran tanah, kemudian bukan hanya menanam pohon juga, mereka

juga menanam rumput-rumput semak belukar seperti ubi jalar, rerumputan

lainnya itu juga bisa menjaga dan mencegah tanah longsor. Setelah itu, mereka

juga membangun jembatan dan beronjong disetiap pinggiran sungai yang

dibantu oleh Pemerintah setempat agar mereka dapat beraktivitas dengan baik

dan nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan juga dapat meminimalisir

banjir bandang yang akan melanda warga Desa tersebut

Foto 3.2 beronjong di Desa Lawe Sigala II

Sumber: Peneliti (2019)

17
Foto : Beton dipinggiran rumah

Sumber: Peneliti (2019)

Dari gambar diatas merupakan salah satu bentuk perubahan adaptasi

antisipasi masyarakat sebagai pencegahan bencana banjir bandang, mereka

membangun tembok penghalang disetiap pinggiran rumah yang diduga sering

kemasukan air saja setinggi 3 m. Dimana yang dulunya masyarakat membangun

rumah yang berkolong agar supaya terjadinya banjir tidak kemasukan air.

Foto : Pembangunan parit atau drainase di depan pinggiran rumah


jalan

Sumber: Peneliti (2019)

Dari gambar di atas terlihat Masyarakat Desa Lawe Sigala II sedang

melakukan pembangunan konsep drainase atau parit untuk meminimalisir

dampak banjir bandang bagi masyarakat. Dengan cara ini memang berbeda dari

18
sebelumnya, dimana dengan cara pembangunan yang lebar dan tinggi agar

saluran-saluran air yang mengalir dari belakang rumah dapat terarahkan ke

sungai besar. Bukan hanya itu saja, masyarakat juga sekalian membersihkan

lingkungan sekitar tersebut agar konsep pembangunan parit ataupun drainase

terlihat bagus dan dapat mencegah banjir di Desa Lawe Sigala II tersebut.

Foto : Penggalihan material-material yang diterjang banjir


bandang

Sumber: Peneliti (2019)

Dari gambar di atas tampak masyarakat Desa Lawe Sigala II melakukan

mitigasi bencana banjir bandang dengan cara penggalihan batu-batu yang sudah

diterjang banjir bandang akibat deras nya hujan semalaman. Dengan tindakan

seperti ini, masyarakat tidak terganggu lagi untuk beraktivitas sebagaimana

biasanya.

Foto : Pembangunan Beronjong

19
Sumber: Peneliti (2019)

Dari gambar di atas Pembangunan beronjong dan dinding ditepi sungai

disepanjang bibir sungai adalah salah satu pencegahan faktor pencegahan dan

antisipasi masyarakat Desa lawe Sigala II sebagai penahan debit arus air yang

kencang pada saat musim penghujan agar tidak meresahkan warga masyarakat

dari bencana banjir bandang.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas tiga tahap

meliputi, tahap pra-bencana, saat bencana, dan pasca bencana atau disebut

dengan siklus bencana.

1. Pra-bencana, tahap ini mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, serta peringatan dini.

 Pencegahan, merupakan upaya untuk menghilangkan atau

mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman.

 Mitigasi yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi

dampak buruk dari suatu ancaman.

 Kesiapsiagaan, merupakan persiapan rencana untuk bertindak

ketika terjadi (atau kemungkinan akan terjadi) bencana.

Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-

kebutuhan dalam keadaan darurat dan diidentifikasi atas

sumber daya yang ada untuk memmenuhi kebutuhan tersebut.

Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu

ancaman.

2. Saat bencana, tahap ini meliputi kegiatan tanggap darurat.

 Tanggap darurat, saat terjadi bencana yang mencakup

kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan


20
sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan

darurat, dan pengungsian.

3. Pasca bencana, tahap ini meliputi kegiatan pemulihan, rehabilitasi,

dan rekonstruksi

 Pemulihan adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan

pokok teroenuhi. Proses recovery terdiri atas rehabilitasi dan

rekonstruksi. Rehabilitasi merupakan perbaikan yang

dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara atau

berjangka pendek. Sedangkan, rekonstruksi merupakan

perbaikan yang sifatnya permanen.

Disaster Risk
Management

Disaster Risk Reduction Disaster Management

Prevention Mitigation Adaption preparedness Relief Recovery

Gambar: 1.1 Komponen Manajemen Resiko Bencana


Sumber: UNISDR, 2012

21
Gambar: 1.2Bagan Siklus Bencana

Sumber: Studi Literatur 2019

22
Antisipasi Masyarakat Dalam Menghadapi BanjirBandang

Pengetahuan masyarakat Desa Lawe Sigala-gala terhadap bencana banjir

bandang adalah (1) curah hujan yang lebat sehingga tanah tidak sanggup

menahan infiltrasi air. (2) tersumbatnya Daerah Aliran Sungai. (3) kemiringan

topografi yang curam.

Persepsi masyarakat Lawe Sigalagala mengetahui tanda terjadinya

bencana banjir bandang sehingga dapat mengambil tindakan antisipasi bencana

berikutnya. Masyarakat mengetahui timbulnya bencana banjir bandang karena

faktor alam yaitu dengan curah hujan tinggi, beserta tanah yang tidak kuat lagi

menahan laju infiltrasi air, dan kemiringan lereng yang curam. Sedangkan faktor

manusia karena tingginya aktivitas masyarakat terhadap lingkungan.

Pengalaman masyarakat diperoleh dari orang tua dan masyarakat yang pernah

mengalami bencana banjir bandang.

Aksi tindakan pra-banjir bagi warga masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Membuat denah atau peta rumah dan disekitar lingkungan.

2. Beri tanda-tanda tempat lingkungan yang biasanya mudah diterjang

banjir.

3. Pahami dan kenali tanda-tanda terjadinya banjir bandang, dan waspadai

jika hal itu terjadi.

4. Simpanlah surat-surat penting didalam tas ransel agar mudah kita

jangkau atau kita bawa, serta sediakan pakaian dan makanan ringan

untuk mengganjal rasa lapar jika mengungsi nanti.

5. Memiliki sebuah rencana darurat keluarga Rencana yang mencakup

23
sebagai berikut: (1) Mengetahui ancaman di sekitar. (2) Identifikasi titik

kumpul. (3) Nomor kontak penting yang bisa dihubungi. (4) Ketahuilah

rute atau jalan yang mudah dijangkau dan aman. (5) Identifikasi lokasi

untuk mematikan saluran air, gas, dan listrik. (6) Identifikasi titik kumpul

atau titik aman di dalam bangunan maupun luar rumah. (7) Identifikasi

anggota keluarga yang rentan (anak-anak, lanjut usia, ibu hamil, dan

penyandang disabilitas).

6. Tas Siaga Bencana (TSB) merupakan tas yang dipersiapkan anggota

keluarga untuk berjaga-jaga apabila terjadi suatau bencana atau kondisi

darurat lain. Tujuan TSB sebagai persiapan untuk bertahan hidup saat

bantuan belum datang dan memudahkan kita saat evakuasi menuju

tempat aman. Berikut contoh kebutuhan dasar Tas Siaga Bencana

maupun dokumen-dokumen penting adalah: (1) Surat-surat penting

seperti surat tanah, surat kendaraan, ijazah, akte kelahiran, uang,

perhiasan emas, senter penerang, peluit, masker, perlengkapan mandi, air

minum, makanan ringan, kotak obat/P3K, sarung, dan lain sebagainya.

7. Menyimak informasi dan berbagai media seperti radio, TV, media

online, maupun sumber yang resmi. Masyarakat dapat memperoleh

informasi resmi terhadap penanganan darurat dari BPBD, BNPB, dan

kementerian/lembaga yang terkait. Apabila sudah terbentuk posko,

informasi lanjutan akan diberitahukan oleh posko setempat.

24
Masyarakat desa mempunyai strategi antisipasi tersendiri untuk pencegahan

bencana banjir bandang dengan melakukan berbagai tindakan yang nyata bagi

mereka seperti:

1. Pengelolaan dan perlindungan lahan perkebunan.

2. Pembuatan dan pemeliharaan saluran air seperti, pembuatan tanggul,

drainase, dan beronjong.

3. Pembangunan dan perbaikan saluran DAS.

4. Pemeliharaan tebing sungai.

5. Pembangunan infrastruktur seperti, pembangunan irigasi dan

beronjong, dan juga penanaman pohon-pohon besar di pinggiran

sungai.

6. Tersedianya siap siaga alat berat disetiap kecamatan.

Peran Pemerintah Menanggulangi Banjir Bandang

Peran Pemerintah sangatlah penting bagi masyarakat jika mengalami musibah

ataupun bencana, termasuk Pemerintah Aceh Tenggara terhadap warga Desa

Lawe Sigala II dimana yang telah mengalami bencana banjir bandang pada

tahun-tahun sebelumnya. Sejauh ini pemerintah hanya turun ketika pasca

bencana saja, namun selebihnya adalah bentuk penanggulangan bencana banjir

bandang oleh Pemerintah di Kecamatan Lawe Sigalagala, Kabupaten Aceh

Tenggara adalah tindakan mitigasi sebelum terjadi bencana dan melakukan

mitigasi mengurangi resiko bencana antara lain sosialisasi pada masyarakat,

pemetaan lahan-lahan, simulasi penanggulangan bencana, melakukan upaya-

upaya persuasif kepada masyarakat. Kemudian, yang kedua yang dilakukan oleh

pemerintah saat terjadi bencana yaitu penanganan darurat bencana, penangan


25
darurat ini yaitu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bekerja sama

dengan semua unsur untuk membantu masyarakat yang terkena dampak apakah

itu evakusi korban, pemberianan makanan siap saji, penyediaan dapur umum

dan perbaikan sarana prasarana yang vital dan juga mengorganisir semua bahu-

membahu baik dari masyarakat daerah di Desa Lawe Sigala II maupun yang

berasal dari luar daerah itu saat terjadi bencana. Dan tahapan ketiga adalah pasca

bencana. Yang dilakukan yang pertama yaitu melakukan perbaikan-perbaikan

sarana prasarana yang tidak bisa di tanggulangi saat kejadian bencana.

Kemudian yang berikutnya termasuk pasca adalah rekonstruksi yaitu

membangun kembali jembatan yang hilang/hanyut dan juga prasarana umum

yang sifatnya rusak berat.

Peran Pemerintah juga meringankan beban masyarakat yang terkena

banjir bandang, dimana melakukan perbaikan pasca bencana yang memperbaiki

jalan-jalan yang rusak agar transportasi berjalan dengan lancar, setelah itu

memperbaiki dan mendirikan fasilitas-fasilitas umum seperti tempat ibadah.

Bukan hanya itu saja, Pemerintah Aceh Tenggara juga menyalurkan dana-dana

bagi masyarakat yang terkena bencana banjir bandang baik dari segi keuangan,

fasilitas pembangunan tenda untuk pengungsian, membangun tempat dapur

umum beserta membangun wadah tempat air bersih, bukan hanya itu saja

pemerintah juga memberikan makanan, pakaian beserta obat-obatan, Pemerintah

Aceh Tenggara juga menyediakan alat-alat berat untuk siapsiaga menghadapi

banjir bandang beserta aparat TNI di tengah-tengah masyarakat. Kemudian

setelah selesainya perbaikan pasca bencana banjir, Pemerintah juga melakukan

pembersihan jalan dengan cara pelebaran di pinggiran pasar, kemudian

membangun konsep drainase disepanjang jalan dan menghubungkannya ke

26
sungai-sungai besar dengan pembangunan beronjong, dimana jika musim

penghujan airnya mengalir kesungai.

Pasca bencana terbagi menjadi dua yaitu: Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Rehabilitasi adalah untuk mengendalikan kondisi daerah yang terkena

benccana serba yang tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik agar

kehidupan masyarakat dapat berjalan kembali seperti biasanya adapun

tindakannya yaitu sebagai berikut:

 Perbaikan lingkungan daerah bencana.


 Perbaikan sarana prasarana umum: seperti rumah ibadah, jembatan, pemandian
umum dan lain sebagainya.
 Perbaikan rumah masyarakat yang terkena bencana banjir bandang.
 Pemulihan bisnis sosial, ekonomi, dan budaya.
 Serta pemulihan pelayanan publik, dan pemerintahan.

Rekonstruksi adalah untuk membangun kembali sarana- prasarana yang

rusak akibat bencana secara lebih baik lagi. Tindakannya adalah sebagai

berikut;

 Pembangunan kembali sarana prasarana seperti: jalan umum, listrik,


jembatan, dan lain sebagainya.
 Pembangunan rumah ibadah.
 Partisipasi dan peran serta lembaga organisasi kemasyarakatan,usaha
dan masyarakat.
 Penerangan rancangan bangunan yang tepat
 Pembangkitan kembali sosial budaya masyarakat.
 Perencanaan bangunan yang tepat dan cepat.

27
Partisipasi pemerintah

Bantuan pemerintah sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena

bencana banjir bandang, baik dari tindakan pemulihan jalan, perbaikan rumah

beserta sembako untuk digunakan yang tepat guna. Partisipasi dari para angkatan

seperti TNI dan POLRI juga melakukan bantuan kepada masyarakat seperti,

pembersihan lumpur dari halaman rumah, mengangkat material batu-batu, dan

kayu melalui alat berat agar daerah kawasan yang terkena banjir bandang dapat

dihuni kembali.

Partisipasi dari pihak-pihak lain

Partisipasi dari pihak-pihak lain juga menyalurkan bantuan bagi warga yang

terkena bencana banjir bandang seperti partisipasi dari dalam Gereja dan Masjid

dalam bentuk sembako maupun uang agar meringankan beban warga yang

terkena bencana banjir bandang. Orang yang terpandang didalam masyarakat

juga ikut berpartisipasi membantuwarga dalam bentuk uang dan juga sembako.

28
Kesimpulan

Bencana Banjir Bandang di Desa Lawe Sigala II salah satu faktor

penyebabnya adalah hujan dengan intensitas yang tinggi yang terjadi selama 3

hari (72 jam). Hujan yang jatuh ditampung dalam cekungan tebing yang diawali

oleh proses pembendungan alamiah di kawasan hulu sungai yang berada pada

lereng-lereng pembukitan tinggi.

Bentuk penanggulangan bencana banjir bandang oleh Pemerintah

(BPBD) di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara adalah

yang pertama pemerintah melakukan mitigasi sebelum terjadi bencana dan

melakukan mitigasi mengurangi resiko bencana antara lain sosialisasi pada

masyarakat, pemetaan lahan-lahan, simulasi penanggulangan bencana,

melakukan upaya-upaya persuasif kepada masyarakat. Kemudian, yang kedua

yang dilakukan oleh pemerintah saat terjadi bencana yaitu penanganan darurat

bencana, penangan darurat ini yaitu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah

daerah bekerja sama dengan semua unsur untuk membantu masyarakat yang

terkena dampak apakah itu evakusi korban, pemberianan makanan siap saji,

penyediaan dapur umum dan perbaikan sarana prasarana yang vital dan juga

mengorganisir semua bahu-membahu baik dari masyarakat daerah di Desa Lawe

Sigala II maupun yang berasal dari luar daerah itu saat terjadi bencana. Dan

tahapan ketiga adalah pasca bencana. Yang dilakukan yang pertama yaitu

melakukan perbaikan-perbaikan sarana prasarana yang tidak bisa di tanggulangi

29
saat kejadian bencana. Kemudian yang berikutnya termasuk pasca adalah

rekonstruksi yaitu membangun kembali jembatan yang hilang/hanyut dan juga

prasarana umum yang sifatnya rusak berat.

Bentuk penanggulangan bencana dari masyarakat yaitu dengan sama-

sama bergotong royong bersama, tidak membuang sampah ke sungai, dan saling

mengingatkan kepada sesama untuk menjaga lingkungan supaya tidak terjadi

bencana lagi.

Peningkatan sosialisasi kepada masyarakat tentang faktor penyebab dan

akibat Bencana Banjir Bandang, dari berbagai instansi terkait seperti halnya

BPBD, dan Dinas Sosial. Pengawasan terhadap penggundulan hutan,

pemanfaatan hutan dengan tata ruang, menyosialisasikan pelestarian lingkungan

dan pemeliharaan Daerah Aliran Sungai (DAS) meminimalisir dampak

kerusakan hutan. Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi

bencana banjir, dengan meningkatkan keterampilan warga masyarakat jika

terjadi banjir. Mempersiapkan peralatan transportasi sepertihalnya Mobil Pick-

Up, maupun peralatan komunikasi dan informasi, sehingga secara cepat dapat

mengevakuasi korban dan penyaluran bantuan. Mengembangkan program

kampung siaga bencana di Kabupaten Aceh Tenggara, Kecamatan Lawe Sigala-

gala secara optimal, sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 128 Tahun

2011 tentang Kampung Siaga Bencana. Dalam keputusan tersebut dijelaskan

bahwa kampung siaga bencana merupakan wadah formal untuk mewadahi

partisipasi atau sikap sosial masyarakat dalam rangka penanggulangan Bencana

Banjir Bandang berbasis masyarakat, dalam meningkatkan kapasitas masyarakat

dalam menghimpun dan menggali potensi masyarakat untuk menghadapi

30
bencana banjir yang setiap waktu melanda Desa Lawe Sigala II. Melalui wadah

program kampung siaga bencana tersebut diharapkan masyarakat memahami

akan bahaya dan resiko bencana banjir, juga terbentuknya jaringan siaga

bencana berbasis masyarakat, serta memperkuat interaksi sosial dan sikap

perilaku sosial masyarakat. Dalam wadah kampung siaga bencana berupaya

mengorganisasikan sikap dan partisipasi sosial masyarakat di daerah rawan

bencana banjir agar berdaya dan tetap siaga, terlatih menghadapi bencana banjir.

Masyarakat Desa Lawe Sigala II juga membutuhkan sarana-prasarana

dari pemerintah sebagai pengantisipasian Bencana Banjir Bandang seperti:

Pembangunan Beronjong, Pembangunan Drainase, Pembangunan Tembok agar

tercegah Bencana Banjir Bandang.

31
Saran

1. Masyarakat Desa Lawe Sigala II harus menanamkan kesadaran diri untuk

tidak menebangi pohon dengan sembarangan dan juga agar tidak

mambangun kolam di bukit pegunungan karena hal itu sangat fatal bagi

Masyarakat Desa Lawe Sigala II mengakibatkan datangnya Bencana

Banjir Bandang melanda kita.

2. Masyarakat Desa Lawe Sigala IIjuga harus melakukan tindakan

bergotong-royong, tidak membuang sampah sembarangan dan

membersihkan sisa-sisa kayu yang ditebang di Daerah Aliran Sungai

(DAS). Melestarikan pohon juga sangat membantu pencegahan Bencana

Banjir Bandang.Sebagai pencegahan agar tidak membangun/mendirikan

bangunan di tepi sungai atau di tempat topografi yang terjal, karena

sangat rentan mengalami bencana banjir bandang.

3. Perlunya keterlibatan dan perhatian penuh dari pemerintah setempat

dalam penanganan banjir bandang. Perlindungan secara struktural

membutuhkan biaya yang sangat mahal. Pemerintah juga harus

membantu masyarakat dalam mencarikan solusi bagi masyarakat yang

tidak mempunyai pekerjaan yang tetap agar tidak melakukan kegiatan

yang serupa dan tidak merusak lingkungan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anonim. (2012). Data dan Informasi Bencana Banjir Bandang Lawe Liang
Pangi. Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Kecamatan Leuser
Aceh Tenggara.
Allesandro G. Colombo et al. (2002) Guidelines on Flash Flood Preventation
and Mitigation. Ispra, Italy
Marfai, Muh Aris. 2012. Bencana Banjir Rob: Study Pendahuluan Banjir
PesisirJakarta: Yogyakarta: Graha Ilmu.
Moran, 1982, dalam Marfai, 2012 (Populasi Masyarakat)
Nugroho, S.P, 2012a, Kajian Ketangguhan Masyarakat Dari Ancaman Bencana
Banjir.
Otto Soermawoto (1999), Dalam Buku “ Ekologi, Lingkungan Hidup, dan
pembangunan”.
Pewarta Muhammad Said “Banjir Bandang Terjang Aceh Tenggara”, Selasa, 11
April 2017 (ANTARA News)
Parsudi Suparlan (1984) “Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya” Jakarta:
Rajawali: Subyek Ekologi Manusia.

Poerwanto, Hari (2000) “Kebudayaan dan Lingkungan Dalam


PerspektifAntropologi”, Yogyakarta
Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Alam dan Upaya Mitigasinya di
Indonesai, Sekretariat Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencanadan Penanganan Pengungsi, Jakarta Pusat (2005).

33
Resilience Development Initiative, “Adaptasi Non Struktural Penduduk
Penghuni Permukiman Padat Terhadap Bencana Banjir” Kecamatan
Baleendah, Kabupaten Bandung( dakam FEMA 2004)

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers 2010


Soekanto, Soerjono 2010, Pola Adaptasi Sosial.

Talzi (1990) “Komunitas Pengemabngan Masyarakat”


Verawati, Tuti A. 2003. Peran Pemerintah Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Nelayan di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Skripsi. Makassar:
Universitas „45 Makassar

William A. Haviland. Antropologi Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1985), hal 331.


Yayasan Pengabdi Masyarakat (YPM) dan Japan International
CoorporationAgency (JICA) Manual Evakuasi Darurat Bencana Banjir
Bandang, 2001

Skripsi
Azmeri (2013) yang berjudul: “Kajian Mitigasi Bencana Banjir Bandang
Kecamatan Leuser Aceh Tenggara Melalui Analisis Perilaku Sungai dan
Daerah Aliran Sungai (DAS)”.

Anissa Kurnia Shalihat (2015) yang berjudul: “Pola Adaptasi Masyarakat


Terhadap Banjir Bandang di Perumahan Genuk Indah Kota Semarang”
Gunawan Pratama (2017) yang berjudul: “Analisis Penanggulangan Bencana
Banjir Oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)”.

Jurnal
Azmeri dan Devi Sundang, 2013. Kajian Mitigasi Bencana Banjir Bandang
Kecamatan Leuser Aceh Tenggara Melalui Analisis Perilaku Sungai dan
Daerah Aliran Sungai (DAS). (018l).
Ananto Aji, Volume 04, Nomor 1, 2015, Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Menghadapi Bencana Banjir Bandang di Kecamatan Welahan Kabupaten
Jepara

Notoadmodjo (2007) “Pengetahuan Dalam Mitigasi Kesiapsiagaan Bencana”


Rikki Afrizal Persepsi dan Strategi Adaptasi Masyarakat Dalam Menghadapi
Dampak Banjir Bandang Di Kawasan Sub DAS Marambuang, Program
Pascasarjana Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2016.
Sri Yuni Murti Widayanti, 2006, Sikap Sosial dan Partisipasi dalam
Penanggulangan Bencana Alam banjir.
34
Internet
https://Aceh.tribunnews.com (akses 23 April 2019)
https://acehtenggarakab.bps.go.id (akses 23 April 2019)
https://regional.kompas.com (akses 1 Mei 2019)
https://kbbi.web.id>adaptasi. (akses 5 Mei 2019)
http://.ugm.ac.id “Pakar UGM Waspadai Banjir Bandang di Musim Penghujan)
(akses 8 Mei 2019)
http://woocara.blogspot.com/2016/03/pengertian-masyarakat-ciri-ciri-
masyarakat.html?m=1. Oleh Mogu (akses 1 Mei 2019)
bpbdacehtenggara.blogspot.com (akses 1 Mei 2019)
https://www.inews.id (akses 1 Mei 2019)
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsu
nami. (akses 2 Mei 2019)
https://www.pplhpuntondo.or.id/berita/lingkungan/2016/07/indonesia-negara-
paling-rawan-bencana-alam. (akses 24 Mei 2019)
http://aceh.tribunnews.com (akses 24 Mei 2019)

https://bnpb.go.id/(akses 27 Mei 2019)

35

Anda mungkin juga menyukai