Anda di halaman 1dari 2

Serigala dan Biri-biri

Hari menjelang sore terlihat diufuk barat mentari


sebentar lagi akan tenggelam keperaduannya. Seekor
serigala yang berbadan kurus kering kelihatan sangat
frustasi betapa tidak, sudah seharian dia berburu
namun tidak seekor mangsapun yang dia dapat.
Dengan rasa haus yang berat diapun menhampiri
sebuah sungai yang airnya sangat jernih dan asyik
diminum.
"Nampaknya kalau sore ini aku mendapatkan seekor
kelinci yang gemuk, pasti makan malam yang cukup
nikmat" dalam khayalnya.
"Atau mungkin sore ini aku hanya dapatkan seekor
burung kalkun yang gemuk, ya tak apalah inipun cukup
untuk aku makan malam," khayalan terus berkelana
kesana-kemari. Walaupun hidangan itu sebenarnya belum ada, mungkin ini halusinasi dari
rasa laparnya yang begitu hebat. Dan lamunan itu berlanjut kembali, dalam lamunan kali ini
dia membayangkan yang menjadi mangsanya adalah seekor anak biri-biri yang gemuk
dengan dagingnya yang sangat empuk kalau dikunyah mulutnya. Sampai mendecak-decak
itu lidah sang serigala mengeluarkan iler menetes, betapa menyiksanya perut lapar ini.    
Mau loncat saja sang serigala karena terkejut dari lamunannya sebuah suara gemerisik
telah membuyarkan khayalan nikmatnya.
Ternyata sumber suara itu berasal dari seekor anak biri-biri yang sedang asyik bermain tidak
jauh dari sungai tempat dia minum. Hampir tidak percaya dengan penglihatannya maka
digeleng-gelengkan kepalanya takut itu hanya halusinasi saja.
"Ternyata ini sebuah kenyataan aku tidak sedang bermimpi," khayalan yang menjadi
kenyataan pikirnya, makanan lezat telah tersaji didepan matanya.
Jarak mereka begitu dekat, sang serigala dengan senyuman ramahnya memperlihatkan
barisan gigi putihnya penuh daya tipu muslihat.
Sang anak biri-biri ini semenjak dari tadi tidak menyadari bahwa didekatnya ada seekor
serigala lapar, tentu saja dia sangat ketakutan sekali.
"Oh, ternyata hanya seekor anak biri-biri!, Seluruh air disungai ini menjadi keruh dan aku
tidak bisa minum air yang kotor begini.!"
"Tidak aku tidak berbuat demikian! bapak serigala harus berpikir dengan jelas. mana
mungkin air yang bapak minum itu keruh sementara aku ada dibawah alirannya," jawabnya
menjelaskan kepada sang serigala.
"Namun aku tahu sekarang siapa kamu!" sang serigala berkata kembali. "Kamu adalah sang
anak biri-biri yang selalu berbohong dan membuat berita buruk tentang aku, satu tahun yang
lalu ya!"
"Tidak mungkin aku, bapak serigala! setahun kebelakang dari waktu ini aku belum
dilahirkan" balasnya masih dengan ketakutan yang amat sangat sang biri-biri itu menjawab. 
"Baiklah mungkin bukan kamu yang menyebar berita bohong, mungkin ayahmu atau
kakakmu aku tidak peduli!" sang serigala berkata demikian, sambil kakinya terus melangkah
mendekati sang anak biri-biri itu.
"Maafkanlah sang bapak serigala, segala kesalahan mereka diwaktu yang telah lalu itu!
dengan demikian bapak serigala pun jangan menumpahkan kesalahan itu kepadaku yang
tidak tahu apa-apa ................."
"Baik-baiklah!" langkahnya semakin mendekat saja. "Aku tidak akan menyalahkanmu,
dengan senyuman manisnya memperlihatkan gigi-gigi taring yang tajam!"
Satu kali loncatan kecil saja sang anak biri-biri yang berdaging empuk itu telah berada
dalam cengkeramannya, gigi taring yang tajam itu telah mengiris lehernya.
Makan malam yang sangat lezat dan didapat dengan sangat mudah sekali. Sang anak biri-
biri telah menjadi korban tipu muslihat yang jahat.
Hati-hati dalam menjalani hidup ini sebab hidup harus tetap berjalan dan dalam perjalanan
hidup ini pasti kita akan berjumpa dengan orang yang mungkin berhati jahat.
Dua Sahabat dan Sang Beruang

Sang kemerahan mentari siang menjelang


sore itu berbias indah tatkala menyinari
padang rumput hijau yang terhampar
dihadapan kita. Berkelompok-kelompok
binatang sedang istirahat ditempat kelompok
persembunyian mereka masing-masing.
Siang menjelang sore yang indah untuk
dinikmati bersama kelompok keluarga besar
mereka yang damai dan nyaman. Diiringi
suara gemerisik air sungai kecil yang
mengalir ditengah padang rumput hijau yang
membentang luas seperti tidak ada ujungnya.
Betapa merdunya suara nyanyian alam dan
alangkah indahnya pemandangan kala
zaman itu.
Terlihat dua lelaki yang sedang berjalan dari balik rerumputan hijau dari sebuah belokkan
yang menanjak. Mereka berjalan pelan saja, mungkin mereka sedikit kecapaian ditengah
terik matahari. Wajah kedua orang itu memerah dengan keringat membasahi sekujur
tubuhnya.
Dan tidak jauh dibelakang kedua orang tersebut, seekor beruang besar mengikuti mereka
dengan mengendus-endus jejak kaki kedua orang tersebut.
Dan ditikungan jalan berikutnya satu dari kedua orang tersebut melihat beruang besar itu
dari kejauhan. Sang beruang besar sedang mengintainya untuk memangsa mereka pada
waktu yang tepat.
"Awas kawan, ada beruang besar mengikuti kita dari belakang!" teriaknya sudah tidak
memperdulikan lagi sang kawan, dia berlari dan meloncat naik kesebuah pohon besar terus
naik kesebuah cabang yang paling tinggi. "Selamatlah aku kini sudah berada diatas sebuah
dahan pohon yang tinggi," pikirnya.
Namun lain lagi dengan nasib kawannya yang ditinggal pergi lari, lelaki ini umurnya sudah
tua dan dia tidak sanggup lagi untuk meloncat menggapai dahan pohon yang cukup
lumayan tinggi itu. Sementara ditempat itu hanya pohon itu satu-satunya yang tumbuh
tinggi, yang lainnya hanyalah padang rumput yang terbuka luas. Dengan putus asa akhirnya
dia berpura-pura mati telengkup, berbaring sang lelaki tua itu diatas rumput tersebut.
Sengaja sang lelaki tua ini menahan napasnya seolah-olah dia sudah tidak bernyawa lagi.
Sampailah sang beruang besar ditempat itu. Dunia terasa sudah berhenti berputar, sudah
basah kuyup celana yang dikenakan sang lelaki tua karena takutnya dia sampai terkencing-
kencing. Raungan yang dahsyat terdengar ditelinga sang lelaki tua yang tidak berdaya itu
seperti suara petir yang menyambar telinganya. Sekali lagi sang beruang besar itu
memeriksa mangsanya dengan hidung mengendus-endus didekat telinga sang lelaki tua
yang tidak berdaya itu.
Sementara sang kawan yang berada diatas dahan pohon besar itupun sama menahan
napas tatkala sang beruang besar itu memeriksa sang kawan dibawah sana.
Sang beruang besar itupun berlalu dari tempat tersebut setelah mengendus seolah-olah
berbisik mencium telinga sang kawannya.
Meloncatlah sang lelaki muda itu dari atas pohon itu, dia merasa lega karena sang beruang
telah pergi berlalu dari temapat itu.
"Apa yang dibisikkan sang beruang besar itu kepadamu kawan?" Bertanya sang lelaki
muda.
"Oh itu tadi, sebenarnya ini rahasia saya tetapi kita sudah berkawan lama, untuk apa
rahasia-rahasiahan segala!"
"Tadi sang beruang hanya berkata demikian, jangan kamu berkawan dengan orang yang
tidak mau menolong kawannya, disaat sang kawan lagi butuh pertolongan."
Suka dan duka dijalani bersama itulah kawan yang setia, Maka carilah kawan setia dikala
suka dan dikala duka.

Anda mungkin juga menyukai