Anda di halaman 1dari 7

REGULASI dan ETIKA FARMASI

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor ; 1010/MENKES/PER/XI/2008 Tentang Registrasi Obat

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Regulasi dan Etika Farmasi

Dosen :
Dra. Lucky S. Slamet, MSc, Apt

Disusun oleh :

Nama : Andini Nur Fatimah, S.Farm.,Apt.


NPM : 5414220004

PROGRAM MAGISTER BISNIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2015
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor ; 1010/MENKES/PER/XI/2008 Tentang Registrasi Obat

1. Apa perbedaan utama PerMenKes 1010/tahun 2008 tsb dengan


PerMenKes sebelumnya (949 tahun 2000) dan Per KaBadan
POMterkait?
 Permenkes yang dikeluarkan tanggal 3 November 2008 yang
menyatakan bahwa perusahaan farmasi yang tidak memiliki
fasilitas distribusi tidak boleh meregistrasi usahanya. Permenkes
1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang registrasi dan izin edar
produk obat di Indonesia hanya diberikan kepada perusahaan
farmasi yang melakukan aktivitas produksi di dalam negeri,
perusahaan farmasi yang tidak memiliki fasilitas distribusi tidak
boleh meregistrasi usahanya sehingga hal ini dapat mengakibatkan
ditutupnya perusahaan-perusahaan farmasi asing.
 Permenkes 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan
distribusi obat dinilai berpotensi mengakibatkan ditutupnya
perusahaan-perusahaan farmasi asing. Karena menurut
permenkes tersebut perusahaan besar farmasi asing yang tidak
mempunyai fasilitas distribusi diindonesia maka kehilangan hak
untuk mengedarkan produknya diindonesia.

2. Apa menurut Saudara tujuan revisi regulasi?


Penerbitan aturan ini sebenarnya bertujuan melindungi
rakyat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,
keamanan, mutu dan kemanfaatan sehingga perlu ada penilaian
lewat mekanisme registrasi obat. Ketentuan registrasi obat yang
telah diatur dalam Permenkes Nomor 949 Tahun 2000 perlu
disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan
globalisasi serta kebijakan pemerintah.

1
Dengan adanya permenkes ini kemudian diharapkan dapat
menarik investor-investor asing untuk menanamkan modalnya
diindonesia sehingga harga obat dapat dijangkau oleh masyarakat
serta akses untuk mendapatkannya mudah, dimana keinginan ini
didukung dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih banyak
dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN yang lain. Keinginan
ini pun didasari dengan fakta bahwa masyarakat Indonesia
sebanyak 30% dari jumlah total membeli obat dengan harga mahal.
Dengan adanya investor masuk keindonesia untuk membangun
pabrik maka keuntungannya pun juga akan dirasakan oleh rakyat
karena dengan adanya industri diharapkan akan menarik banyak
pengangguran diindonesia.

Permenkes inipun dikeluarkan untuk mempersiapkan


indonesia dalam menghadapi Asean Free Trade Area (AFTA)
pada tahun 2010 dimana semua negara-negara diASEAN dengan
bebas atau leluasa dalam memasarkan produknya. Sehingga
apabila tidak ada sistem regulasi yang diterapkan untuk
memproteksi AFTA maka indonesia akan hanya menjadi penonton
dalam AFTA, yang dengan sendirinyapun akan mengancam
keberadaan industri farmasi lokal diindonesia.
Ada harapan terbesar dari pemerintah dalam pengeluaran
peraturan registrasi ini yaitu Indonesia dapat memasarkan
produknya keluar negeri tidak hanya Indonesia menjadi target
pasar. Karena selama ini produk-produk dalam negeri yang akan
dipasarkan keluar negeri tidak mendapatkan pengakuan dari
Negara tersebut. Tetapi produk dari luar negeri dengan bebas
menginvasi pasar local. Industri jamu yang dimiliki indonesiapun
tidak mendapatkan pengakuan dari pihak luar negeri. padahal
industri jamu diindonesia populasinya sangat banyak baik itu yang
bergerak dalam industri kecil maupun besar.

2
Dengan adanya permenkes 1010 tahun 2008 ini juga dapat
menimbulkan berbagai issue mengenai ketersediaan obat-obatan serta
akses untuk mendapatkannya.
Elemen-elemen penting dalam hal akses terhadap obat-obatan
yang berkesinambungan, termasuk namun tidak terbatas pada:
 keadilan – akses terhadap pelayanan kesehatan dasar dan
kontribusi perorangan terhadap pembiayaannya harus sesuai
dengan pandangan masyarakat mengenai keadilan.
 efisiensi – peningkatan yang maksimal sesuai dengan sumber
daya yang ada di Indonesia.
 responsif – pelayanan yang diberikan dan besarnya pendanaan
harus merefleksikan kebutuhan dan pandangan masyarakat
 inovasi – mendorong inovasi produk, diagnostik, terapeutik,
administrasi dan penerapannya secara optimal yang
memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Permenkes 1010 tahun 2008 juga merupakan suatu regulasi yang


dikeluarkan pemerintah untuk mendukung regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah sebelumnya misalnya kebijakan obat nasional (KONAS)
antara lain bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan obat esensial. Oleh karena itu
pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
obat. Sedangkan pelaku usaha bertanggung jawab atas mutu obat,
sementara itu masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar
tentang obat. Sehingga untuk meninsurance bahwa produk tersebut
sampai ketangan masyarakat maka permenkes 1010 tahun 2008
mengatur mulai dari proses produksi sampai distribusinya baik itu sarana
dan prasarana pendukung yang disesuaikan dengan standar CPOB (cara
pembuatan obat yang baik).
Dengan adanya permenkes 1010 tahun 2008 maka pemerintah
dapat menjamin Ketersediaan dan pemerataan obat berarti tersedianya

3
obat (drug availability) di seluruh Indonesia baik jenis maupun jumlah
obat, sesuai dengan kebutuhan nyata dan pola penyakit, serta
keterjangkauan obat berarti adanya jaminan akses obat dengan harga
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat khususnya masyarakat yang
tidak mampu baik melalui pelayanan kesehatan sektor publik maupun
swasta. Karena dengan system regulasi ini maka ekspor akan
diminimalisir dan memacu pabrik lokal untuk menyediakan obat yang
dibutuhkan sehingga biaya dapat menekan harga obat tetapi dengan
kualitas terjamin untuk masyarakat.
Dan Dengan sendirinya dapat mendukung Program Obat Rakyat,
Murah dan Berkualitas diharapkan dapat menunjang strategi utama
Depkes yaitu semua desa menjadi Desa Siaga, dimana setiap desa
memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan mencegah serta
mengatasi masalah kesehatan, termasuk mampu menyediakan obat untuk
pelayanan kesehatan dasar.
Dengan adanya permenkes 1010 tahun 2008 tentang pendaftaran
obat jadi maka dapat diharapkan obat yang beredar mempunyai khasiat
nyata dan aman (safety), berkualitas dan merupakan produk yang
dibutuhkan di Indonesia. Hal lain yang perlu dipertimbangkan antara lain
ialah ketersediaan (availability), aksesabilitas (accessability), dan
pengendalian produk yang beredar.

3. Apakah menurut Saudara ada titik lemah dari ketentuan baru tsb.
Uraikan dan berikan alasan Saudara dengan contoh2?
Karena Pedagang Besar Farmasi (PBF) tidak boleh lagi mengimpor
obat dari luar negeri. Registrasi obat impor hanya boleh dilakukan industri
farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri
farmasi di luar negeri. bahkan untuk mengimpor obat dari luar negeripun
hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang ada diindonesia. Secara
tidak langsung PBF diindonesia pun hanya berfungsi sebagai distributor
obat dalam negeri.

4
Sehingga perusahaan besar Farmasi asing tersebut akan terancam
posisinya diindonesia karena dapat mengakibatkan perusahaannya
tersebut ditutup. Dilaporkan dari 29 anggota IPMG, 14 di antaranya
termasuk klasifikasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang berskala
internasional. Namun, 14 perusahaan farmasi anggota IPMG tersebut
tidak mempunyai fasilitas distribusi. Dimana Badan POM pun juga tidak
segan-segan dalam mencabut izin usaha dari perusahaan besar farmasi
(PBF) yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan permenkes ini tentang
registrasi obat.
Hal ini sangat merugikan mayoritas anggota IPMG, namun
pemerintahpun tidak dapat disalahkan karena dengan tidak adanya
fasilitas produksi sehingga meningkatkan tingkat impor obat ke indonesia
maka akan sangat susah dalam pengawasan perusahaan asing tersebut.
Dikarenakan kapabilitas dari PBF telah menyamai industri farmasi yang
dapat mengimpor obat dari luar negeri keindonesia.
Permenkes ini pun tidak hanya berdampak buruk bagi PBF asing
dan lokal yang tidak mempunyai fasilitas distribusi diindonesia melainkan
juga berefek bagi industri menengah kebawah. Karena standar CPOB
bagi setiap perusahaan atau industri farmasi dalam produksi suatu obat
ternyata mengancam kelangsungan hidup perusahaan lokal dalam
mereformasi sarana prasaranan untuk memenuhi standar CPOB karena
memerlukan biaya yang cukup besar.
Contohnya yaitu jika industri farmasi PT. XYZ akan membeli bahan
baku utama (primer) atau zat aktif import dari Eropa maka diwajibkan
melalui regulasi yang sudah terdapat di Permenkes 1010 tahun 2008 ini,
dimana yang boleh membeli import yaitu industri farmasi bukan PBF.

5
DAFTAR PUSTAKA

Darmansyah. 2002. Rasionaliosasi produk obat yang beredar. http :


//www.iwandarmansjah.web.id
Fadli Soebangkit. 2009. http://drugspolicyandmanagement.blogspot.co.id/
2009/11/permenkes-1010-tahun-2008.html
Kompas. 2008. http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/07/06101850/
pelaku.usaha.keberatan.aturan.baru.registrasi.obat
Simanjuntak, Parulian, 2008, Position Paper Tentang Kemitraan untuk
Meningkatkan Akses dan Pendanaan pada Sistem Kesehatan
Indonesia, IPMG, Jakarta Selatan
Moko. 2009. http://moko31.wordpress.com/2009/05/24/potret-industri-
farmasi-di-indonesia/
Priyambodo, Bambang, 2007, Manajemen Farmasi Industri, Edisi ke-1,
Global Pustaka Utama, Yogyakarta
http://www.madinask.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=228
http://right2health.2pt.net/2007/07/06/elemen-hak-atas-kesehatan/
http://dinkesbonebolango.org/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=314

Anda mungkin juga menyukai