Anda di halaman 1dari 6

Analisis Penurunan Minat Terhadap Program TV

Disusun Oleh :

1. Ashari E021181005
2. Ariq Rizqulrrahman Harun E021181333
3. Assa Jauza E021181516
4. Muhamad Indra Irawan E021181332

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa komunikasi yang juga
mempelajari tentang pola media sudah sewajarnya
bahkan sejak dulu harus mulai menganalisis tentang
media. Media bukan hanya bidang yang perlu kita
pelajari namun bisa saja menjadi keseharian kita
nantinya dalam dunia professional. Dari banyaknya
media yang ada, TV merupakan salah satu media yang
sangat menarik dan perlu untuk di analisa. TV
merupakan salah satu media yang banyak digunakan
banyak orang sebagai suatu pusat informasi. Namun,
seiring berjalannya waktu, zaman berhasil membuat
corong informasi baru berbasis online, mobile, dan
tentunya lebih fleksibel. Kehadiran media baru ini,
secara perlahan menggeser eksistensi dari media TV.
Melalui tugas ini, kami diberikan kesempatan untuk
menganalisa kekuatan media TV menghadapi media
baru yang telah lahir. Tentunya analisa dan argumen
yang tertera dalam makalah ini didasari atas riset yang
telah dilakukan.

b. Rumusan Masalah
1. Apa yang mendasari penurunan penonton pada TV
apakah ini terjadi secara umum atau klp tertentu?
2. Apakah program yang ditawarkan tv memang sudah
tidak diminati atau hadirnya media baru dengan
tontonan beragam membuat keinginan nonton tv
tidak ada?
II. Pembahasan

1. Apa yang mendasari penurunan penonton pada TV apakah


ini terjadi secara umum atau klp tertentu?

Disrupsi Digital
Digital Global Web Index menyurvei 391.130 responden di 41 negara.
Konsumen digital kini menghabiskan lebih dari 6 jam 45 menit online, 3 jam
18 menit dihabiskan lewat smartphone. Bagaimana dengan TV?
TV streaming termasuk yang cukup pesat pertumbuhannya, kini sudah
dinikmati lebih dari satu jam per hari.

Sementara televisi linear, yakni TV gratis dan kabel hanya stagnan


ditonton di bawah dua jam sehari. Sejak 2014, dari 33 negara yang disurvei,
TV linear mengalami penurunan di 29 negara. Sementara TV online naik di 28
negara. Media konvensional seperti televisi, hanya tumbuh di negara dengan
banyak penduduk lansia seperti sebagian Eropa dan Jepang. Penonton
televisi terbesar adalah mereka yang berusia lebih dari 50 tahun. Padahal,
pengiklan televisi mengincar mereka yang termasuk usia produktif dan punya
uang untuk dihabiskan.

Fenomena serupa ditemukan di Indonesia. Penelitian lembaga rating


AC Nielsen mengungkap pertumbuhan kepemilikan smartphone dalam lima
tahun terakhir sangat pesat, mencapai 250 persen. Waktu yang dihabiskan
konsumen Indonesia untuk media digital pun meningkat dalam tiga tahun
terakhir. Dari rata-rata 2 jam 26 menit menjadi 3 jam 20 menit per hari.
Sementara waktu yang dihabiskan untuk media TV baik streaming, kabel,
atau gratis nyaris tidak bertambah. Dari 4 jam 54 menit menjadi hanya 4 jam
59 menit pada periode yang sama.

Komisaris Transmedia Ishadi SK mengakui tantangan terberat televisi


saat ini adalah disrupsi digital. Stasiun televisi mulai kehilangan penonton
setianya. "Mereka (penonton) beralih akhirnya tidak lagi menonton progam
mainstream seperti sekarang, akhirnya kita kehilangan viewers jujur saja,"
kata Ishadi kepada Kompas.com, Rabu (14/8/2019).

Di zaman serba mudah, siapa pun bisa saja membuat konten dan
menuai keuntungan. Bisnis tontonan tak lagi dikuasai stasiun televisi. "Ada
10.000 televisi di media sosial. Siapa saja bisa membuat tayangan lewat
Instagram, yang nonton ribuan," lanjut dia . Siapa masih menonton
televisi konvensional? Angkat tangan!
Industri TV terlambat

Pengamat media Universitas Indonesia Amelia Hezkasari Day menilai


beralihnya masyarakat ke digital bukan berarti orang menghilangkan
kebiasaan menontonnya. Mereka hanya beralih medium. "Orang pada satu
titik suka NET tapi trennya sekarang semua orang bisa bikin konten," kata
Amelia kepada Kompas.com, Jumat (16/8/2019). Ia menilai dalam hal
adaptasi terhadap disrupsi digital, industri televisi boleh dibilang terlambat.

Dari sisi teknologi saja, Indonesia belum mampu mengalihkan siaran


televisi dari analog ke digital. Di saat negara-negara lain di dataran Eropa dan
Amerika sudah mematikan sinyal analognya sebelum 2010, Indonesia baru
merencanakan akan benar-benar menghentikan analog pada Juni 2020.
Belum lagi dari sisi konten. Tayangan televisi tak lagi menarik bagi generasi
muda. "Hiburan murni terlambat karena consumer behaviour sekarang sudah
sangat segmented. Udah enggak bisa di-blast satu konten untuk semua se-
Indonesia," ujar Amelia. Amelia menilai salah satu hal yang bisa dicoba
industri televisi yakni dengan membuat tayangan-tayangan singkat serupa di
Youtube.

Pendapat yang sama disampaikan Ketua Bidang Industri Penyiaran


Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Hardijanto Saroso. Menurut dia,
pola konsumsi sekarang makin personal alih-alih umum untuk dinikmati
bersama-sama seperti dulu. Dari sisi durasi, tayangan berdurasi lama pun
makin tergerus dengan tayangan dengan durasi singkat. "Sekarang sukanya
makin beda-beda. Udah enggak ada long hours viewing. Paling kalau nonton
bola, final badminton, atau tinju saja," ujar Hardijanto.

Agar mampu bertahan, industri televisi perlu mengbah format tayangannya.


Misalnya, dengan memperbanyak citizen journalism atau jurnalisme warga.
Selain memperkaya konten dan mengikuti selera penonton, mengandalkan
jurnalisme warga dinilai akan lebih hemat dari sisi produksi. Langkah ini
diterapkan NET TV setelah biro Jawa Tengah dan Jawa Timurnya ditutup. "Itu
adalah public contet generator, itu tidak di-generate oleh televisi tapi di-
generate oleh komunitasnya," kata Hardijanto. Hal yang sama juga berlaku
bagi tayangan yang sifatnya hiburan. Para pelaku industri hiburan kini punya
channel dan program YouTube sendiri alih-alih hanya mengandalkan syuting
televisi.

SUMBER : kompas.com
2. Apakah program yang ditawarkan tv memang sudah tidak
diminati atau hadirnya media baru dengan tontonan
beragam membuat keinginan nonton tv tidak ada?

Tak dapat dipungkiri, beralihnya zaman ke era digital membawa


banyak perubahan di lingkungan kita. Kepemilikan dan akses yang semakin
mudah terhadap smartphone bukan hanya menyentuh kalangan dewasa
tetapi juga merangsak masuk di kalangan balita-remaja. Dinilai lebih praktis
dan mudah dibawa kemana-mana menjadikan smartphone sebagai wadah
pilihan banyak orang untuk mengulik berjuta-juta informasi yang mengalir di
Internet.

Tapi, banyak orang yang melupakan bahwa sebelum era digitalisasi ini
berjaya, TV adalah tempat banyak orang menggantungkan diri untuk
mengetahui keadaan dunia diluar jangkauan kita. Dan tanpa kita sadari
kehadiran fenomena ini perlahan mencuri para penonton setia media
pertelevisian. Hal ini diakui pula oleh Komisaris Transmedia Ishadi SK bahwa
tantangan terberat televisi saat ini adalah disrupsi digital. Stasiun televisi
mulai kehilangan penonton setianya. "Mereka (penonton) beralih akhirnya
tidak lagi menonton progam mainstream seperti sekarang, akhirnya kita
kehilangan viewers jujur saja," kata Ishadi kepada Kompas.com, Rabu
(14/8/2019). Di zaman serba mudah, siapa pun bisa saja membuat konten
dan menuai keuntungan. Bisnis tontonan tak lagi dikuasai stasiun televisi.

Contohnya youtube, Pengamat media sosial Rully Nasrullah


menyatakan, Youtube telah menjadi media baru dimana khalayak memiliki
kuasa memilih dan memproduksi konten. Konten youtube yang bersifat
random dan chaos ternyata mampu mencakup pasar minat masyarakat yang
tidak mampu dipenuhi industri pertelevisian. Adanya pembatasan dan sensor
di media televisi dianggap sebuah bentuk “pengekangan informasi” oleh
banyak masyarakat. Sedangkan paltform youtube yang bisa dikatakan
“sangat liberal” mampu memenuhi keingintahuan masyarakat akan banyak
hal tanpa harus terganggu kenyamanannya. Meskipun begitu, youtube tetap
harus diawasi dengan ketat karena tidak semua konten youtube layak
dikonsumsi semua usia.

Walaupun tidak melibatkan LSF maupun KPI, YouTube memiliki age-


restriction mereka, yaitu menghalangi pengguna akun dibawah 18+ tahun
untuk menonton video yang berlabel 18+. YouTube juga memiliki penyaring
pada pengaturannya. Untuk anak-anak, YoTube menyediakan YouTube Kids
yang ramah untuk anak-anak.

Walaupun YouTube telah mengusahakan tidak adanya konten


pornografi, namun semua dibuat secara manual. Pengaturan penyaringan
konten YouTube hanya dilakukan dengan kesadaran penggunanya. Malahan,
banyak juga yang masih memalsukan usia akun agar dapat menerobos video
18+. Oleh karena itu disarankan untuk para orang tua agar tetap mengawasi
anak-anak mereka dalam berkecimpung di platform ini. Atau mungkin dengan
keadaan seperti ini, membiasakan anak-anak menonton TV adalah pilihan
yang lebih baik karena pengaturan pembatasan usia pada TV lebih ketat
dibanding youtube.

Kasus kurangnya minat TV di kota besar banyak diakibatkan oleh


kurangnya waktu untuk menonton TV karena kesibukan. Di waktu-waktu
pulang kerja, seseorang akan cenderung memilih youtube dibandingkan TV.
TV tidak menyajikan konten yang mereka inginkan dan membatasi ruang
gerak mereka untuk memilih konten yang mereka inginkan. Di lain sisi,
youtube bisa memenuhi semua itu. Kecenderungan pola pikir, relateable,
hobi, kesukaan dsb. Jugalah yang turut memperngaruhi minat seseorang
terhadap TV.

Hasil survei konsultan riset Nielsen Indonesia, menyebutkan bahwa


pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan perilaku konsumen
termasuk dalam hal konsumsi media.
Sejak implementasi Work From Home (WFH) dan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB), jumlah pemirsa TV meningkat dengan rata-rata 12%
lebih tinggi dari periode normal.
Jumlah penonton di segmen kelas atas telah meningkat sebesar 14%
dengan durasi menonton TV juga meningkat menjadi 5 jam 46 menit. Hal ini
didominasi oleh konten-konten seputar Covid-19 dan program-program berita
yang banyak disajikan media televisi. Terlepas dari bergesernya posisi
televisi, masyarakat masih tetap mempercayakan TV sebagai ladang berita
yang lebih aktual dan faktual. KPI di tahun 2020 kemarin bahkan sempat
memaparkan bahwa 89 Persen masyarakat masih lebih percaya berita
pandemi yang dipublikasikan melalui media TV.

Anda mungkin juga menyukai