Penyebab utama terjadinya banjir di wilayah Pagarsih yaitu, Meluapnya Sungai Citepus
akibat sedimentasi dan perubahan tata guna lahan di bagian hulu serta terjadinya penyempitan
penampang sungai. Kapasitas saluran drainase yang ada saat ini sudah tidak memadai lagi
untuk menampung debit air maksimum dari air hujan, apalagi ditambah dengan aliran limbah
domestik rumah tangga. Penyempitan saluran drainase yang menyempit terdesak oleh adanya
bangunan yang memakai lahan bantaran sungai atau anak sungai. Hal ini menyebabkan
penampang saluran sungai menjadi mengecil, sehingga tidak dapat menampung aliran hujan.
Selain itu, adanya saluran drainase dan badan air yang berada di bawah bangunan, hal
tersebut menyulitkan dalam melakukan pemeliharaan dan pengawasan.
Masalah lain yang mengakibatkan banjir di Kawasan Pagarsih yaitu, adanya sampah dari
kegiatan warga yang tinggal di bantaran sungai, hal ini dapat menghambat aliran drainase,
kemudian juga adanya sedimentasi yang menumpuk sepanjang aliran drainase karena tidak
adanya pemeliharaa secara berkala, kondisi kemiringan dasar sungai yang cukup curam yang
menyebabkan aliran banjir sangat cepat datang dan juga cepat hilang (Fast Flood), dan Pola
curah hujan yang tinggi menyebabkan tidak mencukupinya kapasitas drainase jalan sehinga
terjadi pelimpasan ke jalan raya. Terutama jika curah hujan tinggi berada di wilayah Bandung
Utara akan terdampak pada meluapnya Sungai Citepus.
Sungai Citepus memiliki panjang 17 kilometer mengair melalui Kota Bandung dan bermuara
di Kampung Bojong Citepus, Desa Cangkuang Wetan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten
Bandung. Daerah aliran sungai Citepus yang melintasi Kota Bandung merupakan salah satu
sungai yang tidak terlalu besar, sungai ini masuk dalam kategori orde ke 3 atau anak sungai.
Di daerah aliran sungai Citepus banyak berdiri pemukiman yang menyebabkan berkurangnya
resapan air, yang menimbulkan luapan/limpasan air akibat tidak tertampungnya air di saluran.
Citepus ini dipergunakan untuk kawasan permukiman atau komplek perumahan. Di sebelah
utara atau hulunya adalah kawasan Lembang yang mempunyai nilai ekonomis tanah dan
merupakan daerah pariwisata karena topografi dan iklim yang sejuk. Mulai bergeraknya
penduduk untuk bermukim di pinggiran bagian atas DAS. Citepus secara tidak langsung akan
mendorong terbangunnya infrastruktur, munculnya kawasan perdagangan dan jasa.
Banjir terparah pada kawasan Pagarsih terjadi pada November 2016, dimana curah hujan
Kota Bandung saat itu 455 mm. Ketinggian banjir mencapai 150 cm. Akibat curah hujan
yang tinggi dapat menyebabkan banjir.
Pada analisis hidrologi terdapat faktor yang mempengaruhi banjir kawasan Pagarsih adalah
curah hujan. Curah hujan pada suatu daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan
besarnya debit banjir yang terjadi pada suatu wilayah. Berdasarkan data curah hujan tersebut
kemudian dapat dilakukan perhitungan untuk memperkirakan debit banjir rencana..
Curah hujan sangat berpengaruh pada besarnya debit air yang mengalir pada sungai. Curah
hujan yang digunakan dalam analisis hidrologi adalah curah hujan wilayah seluruh rata-rata
dari seluruh daerah yang bersangkutan.
2. Penanggulangan Banjir
Gambar 3. Tol Air Pagarsih
Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2017 membangun tol air atau basement air yang
mempunyai lebar 5 meter dan panjang 22 meter, basement air tersebut dirancang untuk
menampung luapan air dari Sungai Citepus. Tetapi dari pembangunan tol air ini kurang
efektif dalam menangani masalah banjir. Kawasan Pagarsih masih dilanda banjir setinggi 50-
70 cm saat curah hujan tinggi. Sehingga tol air hanya akan memindahkan banjir ke tempat
lain di hilir. Karena jalur tol air yang pendek dan seharusnya aliran airnya dibuang menuju
Sungai Citarum bukan ke daerah lain di Kota Bandung seperti daerah Astana Anyar.
Sehingga masih dibutuhkan pompa dan jalur tol air yang panjang untuk dapat
mengalirkannya menuju Sungai Citarum.