Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

REVIEW UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN ALUR


KEPENGURUSAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN KABUPATEN NGAWI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Kependudukan A

Dosen Pengampu:
Ni‟mal Baroya, S.KM., MPH.

Disusun oleh:

Kelompok 3

Cindy Aisha Safiudin (182110101083)


Herwinda Ainun Karima (202110101042)
Kuni Faizatal Laili (202110101151)
Nadia Alfiatul Myaskurin (202110101166)
Suci Ummu Kultsum (202110101054)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Dasar Kependudukan mengenai “Review Undang-Undang Administrasi
Kependudukan dan Alur Kepengurusan Dokumen Kependudukan Kabupaten Ngawi”.
Adapun tujuan kami dalam menyelesaikan tugas ini adalah untuk menambah wawasan
serta pengetahuan kami.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan pada dosen pembimbing kami,
Ibu Ni‟mal Baroya, S.KM., MPH. yang telah membimbing kami sehingga dapat
menyusun tugas makalah pada mata kuliah ini dengan lancar dan baik. Kami juga
berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami siap menerima setiap kritik dan
saran guna memperbaiki kesalahan sehingga menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Jember, 12 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 3
2.1 Kajian Perubahan Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 ......................................................... 3
2.2 Alur Kepengurusan Dokumen Kependudukan Kabupaten Ngawi .................. 22
2.2.1 Kartu Tanda Penduduk (KTP) .................................................................. 22
2.2.2 Kartu Keluarga .......................................................................................... 23
2.2.3 Akta Kelahiran .......................................................................................... 26
2.2.4 Akta Perkawinan ....................................................................................... 29
2.2.5 Akta Kematian .......................................................................................... 30
2.3 Keseuaian Alur Kepengurusan Dokumen Kependudukan Kabupaten Ngawi
dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan .............................................. 31
2.3.1 Kartu Tanda Penduduk (KTP) .................................................................. 31
2.3.2 Kartu Keluarga (KK) ................................................................................. 32
2.3.3 Akta Kelahiran .......................................................................................... 32
2.3.4 Akta Perkawinan ....................................................................................... 32
2.3.5 Akta Kematian .......................................................................................... 32
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 34
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 34
3.2 Saran ................................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem otonomi
daerah dalam kegiatan pemerintahannya. (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013)
menjelaskan perngertian dari otonomi daerah yaitu hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Artinya, pemerintah daerah mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Contohnya
adalah pada pembuatan dokumen atau administrasi kependudukan. Setiap
masyarakat, membutuhkan pelayanan administrasi kependudukan untuk mendapatkan
status hukum dan legalitas keberadaan mereka dalam sebuah negara.
Administrasi kependudukan sangatlah penting, karena didalamnya terdapat
data-data penduduk dan informasi tentang keadaan penduduk yang nantinya akan
membantu dalam pembangunan negara serta pelayanan kepada masyarakat.
(Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006). Dokumen kependudukan adalah dokumen
resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum
sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013). Bentuk dari dokumen
kependudukan adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El), Kartu Keluarga
(KK), dan Akta Pencatatan Sipil (Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Perkawinan).
Adminitrasi kependudukan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006. Dalam perjalanannya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 mengalami
perubahan. Perubahan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014.
Penyelenggaraan administrasi kependudukan dilakukan oleh seluruh daerah termasuk
Kabupaten Nganjuk. Untuk Kabupaten Nganjuk, penyelenggaraan adminitrasi
kependudukan, diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2014 yang
merupakan perubahan dari Peraturan Daerah Kabupaten Nganjuk Nomor 09 Tahun
2011. Dalam makalah ini, akan dibahas tentang perubahan undang-undang nomor 23
tahun 2006 dan kajian alur kepengurusan dokumen kependudukan Kabupaten
Nganjuk apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013?
2. Bagaimana alur kepungurusan dokumen kependudukan Kabupaten Ngawi?
3. Bagaimana kesesuaian alur kepengurusan dokumen kependudukan
Kabupaten Ngawi dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui perbedaan perbedaan pasal pada Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.
2. Mengetahui alur kepungurusan dokumen kependudukan Kabupaten Ngawi,
3. Mengetahui kesesuaian alur kepengurusan dokumen kependudukan
Kabupaten Ngawi dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan.

1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai alur kepengurusan dokumen
kependudukan Kabupaten Ngawi
2. Sebagai bahan untuk mengevaluasi Standard Operational Procedure (SOP)
pembuatan dokumen kependudukan Kabupaten Ngawi.

2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Kajian Perubahan Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
Berikut ini merupakan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan yang mengalami perubahan:

1. Ketentuan angka 14, angka 20, dan angka 24 pasal 1 diubah. Dalam UU Nomor
23 Tahun 2006 berbunyi:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini dimaksud dengan:


14. Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi
Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
20. Petugas Registrasi adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan tanggung
jawab memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa
Penting serta pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di desa/kelurahan.
24. Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjutnya disingkat UPTD
Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang melaksanakan
pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan akta.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini dimaksud dengan:


14. Kartu Tanda Penduduk Elektronik, selanjutnya disingkat KTP-el, adalah Kartu
Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk
sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana.
20. Petugas Registrasi adalah pegawai yang diberi tugas dan tanggung jawab
memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting
serta pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di desa/kelurahan atau
nama lainnya.

3
24. Unit Pelaksana Teknis Instansi Pelaksana, selanjutnya disebut UPT Instansi
Pelaksana, adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang bertanggung jawab
kepada Instansi Pelaksana.

Perubahan terjadi pada Pasal 1 nomor 14 yang semula KTP menjadi e-KTP
yang dilengkapi oleh cip. Pasal 1 nomor 20 yang semula petugas registrasi adalah
pegawai sipil menjadi pegawai yang diberi tugas. Pasal 1 nomor 24 yang awalnya
UPTD berubah menjadi UPT.

2. Ketentuan Pasal 5 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:

Pasal 5

Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan Administrasi


Kependudukan secara nasional, yang dilakukan oleh Menteri dengan kewenangan
meliputi:
a. koordinasi antarinstansi dalam urusan Administrasi Kependudukan;
b. penetapan sistem, pedoman, dan standard pelaksanaan Administrasi
Kependudukan;
c. sosialisasi Administrasi Kependudukan;
d. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan Administrasi
Kependudukan;
e. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional; dan
f. pencetakan, penerbitan, dan distribusi blangko Dokumen Kependudukan.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:

Pasal 5

Pemerintah melalui Menteri berwenang menyelenggarakan Administrasi


Kependudukan secara nasional, meliputi:
a. koordinasi antarinstansi dan antardaerah;
b. penetapan sistem, pedoman, dan standar;
c. fasilitasi dan sosialisasi;
d. pembinaan, pembimbingan, supervisi, pemantauan, evaluasi dan konsultasi;
e. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional;
f. menyediakan blangko KTP-el bagi kabupaten/kota;

4
g. menyediakan blangko dokumen kependudukan selain blangko KTP-el melalui
Instansi Pelaksana; dan
h. pengawasan.

Perubahan terjadi pada huruf a Pasal 5 yaitu penambahan antardaerah, jadi


berbunyi koordinasi antarinstansi dan antardaerah. Huruf c yang semula hanya
sosialisasi mendapat tambahan fasilitasi. Huruf d mendapat tambahan berupa
pembinaan, pemantauan, dan evaluasi. Huruf f berubah menjadi menyediakan blangko
KTP-el bagi kabupaten/kota. Kemudian, terdapat tambahan huruf g yang berbunyi
menyediakan blangko selain KTP-el dan huruf h yaitu pengawasan.

3. Ketentuan huruf d pada Pasal 6 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006


berbunyi:

Pasal 6

d. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala provinsi;

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:

Pasal 6

d. penyajian Data Kependudukan berskala provinsi berasal dari Data Kependudukan


yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung
jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri;

Perubahan terjadi pada huruf d Pasal 6 yang semula hanya berisi pengelolaan
dan penyajian Data Kependudukan berskala provinsi, berubah menjadi penyajian Data
Kependudukan berskala provinsi berasal dari Data Kependudukan yang telah
dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab.

4. Ketentuan ayat (1) huruf g Pasal 7 diubah.Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006


berbunyi:

Pasal 7

(1) g. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota;

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 7

5
(1) g. penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota berasal dari Data
Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian
yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri;

Perubahan terjadi pada ayat (1) huruf g Pasal 7 yang semula hanya berisi
pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota, menjadi
penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota berasal dari Data
Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang
bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.

5. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (5) Pasal 8 diubah. Dalam UU Nomor 23
Tahun 2006 berbunyi:
Pasal 8

(1) c. menerbitkan Dokumen Kependudukan;

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UPTD Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan prioritas pembentukannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 8

(1) c. mencetak, menerbitkan, dan mendistribusikan Dokumen Kependudukan;


(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UPT Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan prioritas pembentukannya diatur dengan Peraturan Menteri.

Perubahan terjadi pada ayat (1) huruf c Pasal 8 yang semula hanya
menerbitkan menjadi mencetak, menerbitkan, dan mendistribusikan Dokumen
Kependudukan. Ayat (5) yang semula UPTD menjadi UPT dan pembentukannya
semula diatur oleh Peraturan Pemerintah berubah menjadi diatur oleh Peraturan
Menteri.

6. Ketentuan ayat (2) Pasal 12 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:
Pasal 12

(2) Petugas Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh bupati/walikota dari pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan.

6
Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:
Pasal 12

(2) Petugas Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh bupati/walikota diutamakan dari Pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi persyaratan.

Perubahan terjadi pada ayat (2) pasal 12, yaitu terdapat penambahan kata
„diutamakan‟. Isinya menjadi petugas registrasi yang diangkat dan diberhentikan oleh
bupati/walikota diutamakan dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.

7. Ketentuan ayat (1) Pasal 27 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:
Pasal 27

(1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di
tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak
kelahiran.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 27

(1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana
setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.

Perubahan ayat (1) Pasal 27 hanya menyederhanakan kalimat yaitu kata „di
tempat terjadinya peristiwa‟ disederhanakan menjadi „setempat‟.

8. Ketentuan pasal 32 ayat 1 dan 3 diubah, dan ayat 2 dihapus. Dalam UU Nomor 23
Tahun 2006 berbunyi:
Pasal 32

1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang


melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak
tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
Kepala Instansi Pelaksana setempat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Presiden.

7
Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:
Pasal 32

1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang


melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan
dan penerbitan Akta Kelahiran dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan
Kepala Instansi Pelaksana setempat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
9. Ketentuan pasal 44 ayat 1 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:
Pasal 44

1. Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 44

1. Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di
domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal kematian.

10. Ketentuan pasal 49 ayat 2 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:
Pasal 49

2. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi


orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar
hubungan perkawinan yang sah.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 49

2. Pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan
perkawinan sah menurut hukum agama, tetapi belum sah menurut hukum negara.

11. Ketentuan pasal 50 ayat 1, 2 dan 3 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006
berbunyi:
Pasal 50

8
1. Pengesahan anak adalah pengesahan status seorang anak yang lahir di luar
ikatan perkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua orang tua anak
tersebut.
2. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi
orang tua yang agamanya tidak mernbenarkan pengesahan anak yang lahir diluar
hubungan perkawinan yang sah.
3. Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Akta Kelahira

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 50

1. Pengesahan anak adalah pengesahan status seorang anak yang lahir dari
perkawinan yang telah sah menurut hukum agama, pada saat pencatatan
perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara.
2. Pengesahan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah
melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara.
3. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan
Sipil mencatat pada register akta pengesahan anak dan menerbitkan kutipan akta
pengesahan anak.

12. Ketentuan pasal 58 ayat 2 dan 4 terdapat penambahan. Dalam UU Nomor 24


Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:
Pasal 58

2. aa. tanggal perceraian; bb. sidik jari; cc. iris mata; dd. tanda tangan; dan ee.
elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.
4. Data Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
yang digunakan untuk semua keperluan adalah Data Kependudukan dari
Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri,
antara lain untuk pemanfaatan: a. pelayanan publik; b. perencanaan
pembangunan; c. alokasi anggaran; d. pembangunan demokrasi; dan e.
penegakan hukum dan pencegahan kriminal.

13. Ketentuan pasal 63 ayat 1, 3, 4, 5 dan 6 diubah, dan ayat 2 dihapus. Dalam UU
Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:
Pasal 63

9
1. Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal
Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah
kawin wajib memiliki KTP.
2. Orang Asing yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki Izin Tinggal Tetap
dan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib memiliki KTP.
3. KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku secara nasional.
4. Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku KTP kepada Instansi
Pelaksana apabila masa berlakunya telah berakhir.
5. Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada saat bepergian.
6. Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan
memiliki 1 (satu) KTP.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 63

1. Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal
Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah
kawin wajib memiliki KTP-el.
3. KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.
4. Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan
masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30
(tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.
5. Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian.
6. Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.

14. Ketentuan Pasal 64 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:


Pasal 64

(1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara
Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir,
laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat,
pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal
dikeluarkan KTP, tanda tangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor
induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.
(2) Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk
yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan

10
Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap
dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
(3) Dalam KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan ruang untuk memuat
kode keamanan dan rekaman elektronik pencatatan Peristiwa Penting.
(4) Masa berlaku KTP:
(a) Untuk Warga Negara Indonesia berlaku selama 5 (lima) tahun;
(b) Untuk Orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal
Tetap.
(5) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi KTP yang berlaku
seumur hidup.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 64

(1) KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK,
nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan,
golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku,
tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tanda tangan pemilik KTP-el.
(2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi nomor identitas tunggal untuk
semua urusan pelayanan publik.
(3) Pemerintah menyelenggarakan semua pelayanan publik dengan berdasarkan NIK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Untuk menyelenggarakan semua pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Pemerintah melakukan integrasi nomor identitas yang telah ada dan
digunakan untuk pelayanan publik paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-
Undang ini disahkan.
(5) Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi,
tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

15. Ketentuan ayat (1) Pasal 68 ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf f. Pada UU
No 23 Tahun 2006 Pasal 68 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68

(1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas kutipan akta:

11
a. kelahiran;
b. kematian;
c. perkawinan;
d. perceraian; dan
e. pengakuan anak.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 68

(1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas kutipan akta:


a. kelahiran;
b. kematian;
c. perkawinan;
d. perceraian;
e. pengakuan anak; dan
f. pengesahan anak.

16. Ketentuan Pasal 76 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:


Pasal 76

Ketentuan mengenai penerbitan Dokumen Kependudukan bagi petugas rahasia


khusus yang melakukan tugas keamanan negara diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Sedangkan Pasal 76 sesudah di amandemen berbunyi :


Pasal 76
Ketentuan mengenai penerbitan Dokumen Kependudukan bagi petugas
khusus yang melakukan tugas keamanan negara diatur dalam Peraturan
Menteri.

Perubahan yang terjadi yaitu ketentuan mengenai penerbitan Dokumen


Kependudukan bagi petugas khusus yang melakukan tugas keamanan negara
diatur dalam Peraturan Menteri.

17. Ketentuan Pasal 77 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:


Pasal 77

12
Setiap orang dilarang mengubah, menambah atau mengurangi tanpa hak, isi
elemen data pada Dokumen Kependudukan.

Sedangkan Pasal 77 sesudah di amandemen berbunyi :


Pasal 77
Setiap orang dilarang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan
manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk

Perubahan yang terjadi yaitu untuk setiap orang dilarang memerintahkan dan/atau
memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau
elemen data Penduduk.

18. Ketentuan Pasal 79 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:


Pasal 79
(1) Data dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi oleh negara.
(2) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses kepada petugas pada
Penyelenggara dan Instansi Pelaksana untuk memasukkan, menyimpan,
membaca, mengubah, meralat dan menghapus, serta mencetak Data, mengcopy
Data dan Dokumen Kependudukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara
mengenai pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Sedangkan Pasal 77 sesudah di amandemen berbunyi :


Pasal 79
(1) Data Perseorangan dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi
kerahasiaannya oleh Negara.
(2) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses Data Kependudukan
kepada petugas provinsi dan petugas Instansi Pelaksana serta pengguna.
(3) Petugas dan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang
menyebarluaskan Data Kependudukan yang tidak sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara
mengenai pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Menteri

13
Perubahan yang terjadi yaitu adanya penambahan penjabaran lebih lanjut dari
ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2006 menjadi ayat (3) pada UU Nomor 24 Tahun
2013

19. Di antara Pasal 79 dan Pasal 80 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 79A
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 79A

Pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya.

20. Penyisipan Bab VIIIA diantara bab VIII dan bab IX. Dalam UU Nomor 23 Tahun
2006 berbunyi:

Pasal 83A

Tidak ada

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:

Pasal 83A

Dalam Undang-Undang ini dimaksud dengan:


1) Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani Administrasi Kependudukan di
provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usulan gubernur.
2) Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani Administrasi Kependudukan di
kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usulan
bupati/walikota melalui gubernur.
3) Penilaian kinerja pejabat struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilakukan secara periodik oleh Menteri.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan prosedur pengangkatan dan
pemberhentian pejabat struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), serta penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perubahan terjadi pada Bab VIII yaitu terjadi penambahan pasal 83A yang berisi
tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural pada unit kerja
administrasi kependudukan.

14
21. Ketentuan Pasal 84 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:

Pasal 84

1) Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi memuat:


a. nomor KK;
b. NIK;
c. tanggal/bulan/tahun lahir;
d. keterangan tentang kecacatan fisik dan/atau mental;
e. NIK ibu kandung;
f. NIK ayah;dan
g. beberapa isi catatan Peristiwa Penting;
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai beberapa isi catatan Peristiwa Penting
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:

Pasal 84

1) Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi memuat:


a. keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental;
b. sidik jari;
c. iris mata;
d. tanda tangan; dan
e. elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai elemen data lainnya yang merupakan aib
seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Perubahan terjadi pada Pasal 84 ayat (1) yaitu penggantian poin poin data pribadi
penduduk yang harus dilindungi. Sebelumnya pada UU 23 tahun 2006 berupa
catatan- catatan penting, pada UU 24 tahun 2013 dirubah menjadi elemen-elemen
data yang penting dari seseorang. Pasal 84 ayat (2) berupa penjabaran dari ayat
(1).

22. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 86 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2)
disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a), sehingga Pasal 86 berbunyi sebagai
berikut:. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:

15
Pasal 86

1) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses kepada petugas pada
Penyelenggara dan Instansi Pelaksana untuk memasukkan, menyimpan,
membaca, mengubah, meralat dan menghapus, mengkopi Data serta mencetak
Data Pribadi.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara
mengenai pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:

Pasal 86

1) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses Data Pribadi kepada
petugas provinsi dan petugas Instansi Pelaksana.
1a) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menyebarluaskan Data
Pribadi yang tidak sesuai dengan kewenangannya.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara
mengenai pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Menteri.

Perubahan terjadi pada ayat 1 Pasal 6 yaitu yang semula berisi Petugas
Penyelenggaraan dan Instansi Pelaksana diberikan akses langsung oleh menteri
untuk memasukkan, menyimpan, dan membaca, mengubah, meralat dan
menghapus, mengkopi data serta mencetak data pribadi, berubah menjadi Menteri
memberikan hak akses pribadi hanya kepada petugas provinsi dan Instansi
Pelaksana. Penyisipan. Ayat 1a yang berisi petugas harus menjaga kerahasiaan
data pribadi yang tidak sesuai wewenang. Pada ayat 2 terjadi perubahan tempat
peraturan mengenai ketentuan umum pada ayat 1, yang semula diatur dalam
Peraturan Pemerintah, berubah diatur dalam Peraturan Menteri.

23. Penghapusan pasal 87. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:

Pasal 87

1) Pengguna Data Pribadi Penduduk dapat memperoleh dan menggunakan Data


Pribadi dari petugas pada Penyelenggara dan Instansi Pelaksana yang memiliki
hak akses.

16
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara untuk memperoleh
dan menggunakan Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 87

Dihapus

Perubahan terjadi pada Pasal 87 yaitu penghapusan pasal tersebut, yang


sebelumnya berisi penggunaan data pribadi penduduk dapat memperoleh dan
menggunakan data pribadi oleh Penyelenggara dan Instansi Pelaksana, dan
ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah

24. Penyisipan Bab IXA diantara bab IX dan bab X. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006
berbunyi:

Pasal 87 a dan Pasal 87 b

Tidak Ada.

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 87 a

Pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan Administrasi Kependudukan


yang meliputi kegiatan fisik dan non fisik, baik di provinsi maupun kabupaten/kota
dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara

Pasal 87 b

Penyediaan pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan Administrasi


Kependudukan dianggarkan mulai anggaran pendapatan dan belanja negara
perubahan tahun anggaran 2014.

Perubahan terjadi pada Bab IX yaitu terjadi penambahan pasal 87A dan 87B yang
berisi tentang pendanaan dan penyediaan dana program dianggarkan dari
anggaran pendapatan dan belanja negara.

25. Ketentuan Pasal 94 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:

17
Pasal 94

Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau
mengurangi isi elemen data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).

Sedangkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 mengalami perubahan menjadi:


Pasal 94

Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan


manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta
rupiah).

Perubahan terjadi pada pasal 94, yaitu hukuman dan denda yang diberikan
kepada orang yang memanipulasi atau sengaja mengubah data kependudukan,
semula berupa penjara paling lama 2 tahun dan denda Rp. 25.000.000 menjadi
penjara paling lama 6 tahun dan denda Rp. 75.000.000

26. Pada UU 24 tahun 2013, tentang perubahan UU 23 tahun 2006, tentang


administrasi penduduk, di antara Pasal 95 dan Pasal 96 disisipkan 2 (dua) pasal,
yakni Pasal 95A dan Pasal 95B sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 95A

Setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan Data Kependudukan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) dan Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 86 ayat (1a) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 95B

Setiap pejabat dan petugas pada desa/kelurahan, kecamatan, UPT Instansi


Pelaksana dan Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi
dan/atau melakukan pungutan biaya kepada Penduduk dalam pengurusan dan
penerbitan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79A

18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)

27. Pada UU 23 tahun 2006, pada pasal 96 berbunyi :


Pasal 96

Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan,
dan/atau mendistribusikan blangko Dokumen Kependudukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

Pada UU 24 tahun 2013 tentang perubahan UU 23 tahun 2006, tentang


administrasi penduduk mengalami perubahan menjadi :
Pasal 96

Setiap orang atau badan hukum yang Tanpa hak mencetak, menerbitkan,
Dan/atau mendistribusikan blangko Dokumen Kependudukan sebagaimana
Dimaksud dalam Pasal 5 huruf f dan Huruf g dipidana dengan pidana penjara
Paling lama 10 (sepuluh) tahun dan Denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Perubahan terjadi pada pasal 96 setelah amandemen, yaitu penambahan pasal 5


huruf g pada pelanggaran pidana yang sebelumnya hanya tercantum pasal 5 huruf
f

28. Pada di antara Pasal 96 dan 97 disisipkan satu pasal yaitu Pasal 96 A yang
berbunyi :
Pasal 96 A

Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau
mendistribusikan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

19
29. Ketentuan Pasal 101 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi sebagai
berikut: Pasal 101 sebelum amandemen berbunyi

Pasal 101

a. Pemerintah memberikan NIK kepada setiap Penduduk paling lambat 5 (lima


tahun)
b. Semua instansi wajib menjadikan NIK sebagai dasar dalam menerbitkan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) paling lambat 5 (lima)
tahun.
c. KTP seumur hidup yang sudah mempunyai NIK tetap berlaku dan yang belum
mempunyai NIK harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
d. KTP yang diterbitkan belum mengacu pada Pasal 64 ayat (3) tetap berlaku
sampai dengan batas waktu berakhirnya masa berlaku KTP.
e. Keterangan mengenai alamat, nama dan nomor induk pegawai pejabat dan
penandatanganan oleh pejabat pada KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
ayat (1) dihapus setelah database kependudukan nasional terwujud.

Sedangkan Pasal 101 sesudah di amandemen berbunyi :


Pasal 101

a. Pemerintah wajib memberikan NIK kepada setiap Penduduk.


b. semua instansi pengguna wajib menjadikan NIK sebagai dasar
penerbitan dokumen paling lambat1 (satu) tahun terhitung sejak instansi
pengguna mengakses data kependudukan dari Menteri.
c. KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum Undang-undang
ini ditetapkan berlaku seumur hidup.
d. keterangan mengenai alamat, nama, dan nomor induk pegawai pejabat dan
penandatanganan oleh pejabat pada KTP-el sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (1) dihapus setelah database kependudukan nasional
terwujud.

Perubahan terjadi perubahan nama dari KTP ke KTP- El, perubahan a dari
memberikan NIK ke setiap penduduk paling lambat 5 tahun menjadi wajib
memberikan NIK, penghapusan poin d pada pasal 101 sesudah amandemen

20
30. Ketentuan Pasal 102 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 102

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua Peraturan


Pelaksanaan yang berkaitan dengan Administrasi Kependudukan
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.

Sedangkan pasal 102 sesudah amandemen berbunyi :


Pasal 102

Pada saat Undang-Undang ini berlaku:


a. semua singkatan “KTP” sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2006tentang Administrasi Kependudukan
harus dimaknai “KTP-el”;
b. semua kalimat “wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi
Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa” sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan harus dimaknai ”wajib dilaporkan oleh
Penduduk di Instansi Pelaksana tempat Penduduk berdomisili”; dan
c. semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
Administrasi Kependudukan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini

Perubahan terjadi pada perubahan nama dari KTP menjadi KTP-EL, perubahan
kalimat di poin b

31. Ketentuan Pasal 103 diubah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 103

Peraturan pelaksanaan Undang-undang ini harus telah ditetapkan


paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.
Sedangkan pasal 103 sesudah amandemen berbunyi :
Pasal 103

21
Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini harus ditetapkan paling
lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan. Semua
peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan harus disesuaikan dengan Undang-
Undang ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan

Perubahan yang terjadi pada pasal-pasal tersebut adalah yang pada awal hanya
memiliki satu paragraf mengenai masa paling lambat pelaksanaan peraturan
Undang-Undangan menjadi Pasal 103 yang memiliki ayat-ayat yaitu ayat (1) dan
(2).

2.2 Alur Kepengurusan Dokumen Kependudukan Kabupaten Ngawi


2.2.1 Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Persyaratan Pelayanan Perekaman dan Pencetakan KTP Elektronik (KTP-El)
 Fotokopi KK
 KTP lama
 Surat Kehilangan dari Polres bagi yang KTP-nya hilang
 Foto Copy dokumen pendukung perubahan elemen data

Persyaratan Pelayanan untuk Penerbitan KTP baru bagi penduduk WNI syarat –
syaratnya berupa :
 Telah berusia 17 ( tujuh belas ) tahun atau sudah nikah atau pernah nikah
 Foto copy : KK, Kutipan akta kelahiran, kutipan akta nikah/buku nikah bagi
penduduk yang belum berusia 17 tahun.
 FC : Ijazah terakhir pemohon
 Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri ( SKDLN ) yang diterbitkan oleh Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang datang dari luar negeri karena pindah
 Dokumen pendukung lainnya

Persyaratan Penerbitan KTP baru bagi Orang Asing yang memiliki Ijin Tinggal
Tetap dengan syarat – syarat sebagai berikut :
 Kartu Keluarga
 Kutipan Akta Kelahiran
 Paspor dan Ijin Tinggal Tetap

22
 Kutipan Akta Nikah/ Akta Cerai bagi penduduk yang belum berusia 17 ( tujuh belas )
tahun
 Buku Catatan Orang Asing ( BOA )
 Surat Keterangan Catatan Kepolisian

Sistem Mekanisme dan Prosedur :


1. Penduduk membawa KK dan KTP di TPDK Kecamatan untuk perekaman KTP-el
2. Petugas melakukan verifikasi biodata yang bersangkutan apabila ada kekeliruan
maka dilakukan perubahan data dengan dilampiri bukti pendukung ( akte kelahiran/
akta nikah/akta cerai/ ijazah )
3. Perubahan biodata menyangkut perubahan tanggal lahir dan jenis
kelamin dilakukan di data center server di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
sipil tetapi proses pengajuan di Kecamatan
4. Pemohon melakukan perekaman data biometrik: sidik jari dan iris mata di
Kecamatan
5. Penduduk mengajukan cetak KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
6. Petugas di Dinas melakukan pencetakan KTP-el
7. Petugas di Dinas melakukan pemadanan sidik jari dan aktivasi
8. KTP-el diserahkan kepada pemohon
9. Jangka waktu 1-4 hari kerja
10. Pelayanan KTP-el tidak dipungut biaya (GRATIS)

2.2.2 Kartu Keluarga


Ketentuan Penerbitan Kartu Keluarga (KK)
1. Setiap Keluarga hanya memiliki 1 (satu) Kartu Keluarga dan setiap penduduk
dicatat hanya pada 1 (satu) kartu keluarga.
2. Setiap Kartu Keluarga harus ada nama Kepala Keluarga,alamat dan memiliki Nomor
Kartu Keluarga.
3. Kartu Keluarga (KK) wajib diganti/diperbaharui apabila: rusak, hilang, terjadi
perubahan data dan jumlah anggota keluarga.
4. Pembuatan/memperbaharui KK tidak dikenakan biaya retribusi.

Permohonan KK Baru

23
Jenis permohonan ini dimaksudkan bagi penduduk yang belum terekam di data
keluarga dan data anggota keluarganya ke dalam pusat Bank Data Kependudukan
Nasional Persyaratan bagi pemohon kartu keluarga (KK) baru:
Pengantar dari RT dan RW;
1. Melampirkan fotocopy Buku Nikah/Akta Perkawinan (bagi pemohon yang sudah
menikah dan dilegalisir pejabat berwenang).
2. Surat Keterangan Pindah dan atau Surat Keterangan Pindah Datang.
3. Surat Pernyataan domisili bermeterai cukup yang ditandatangani tetangga terdekat
di tempat tujuan dengan melampirkan foto copy KTP yang masih berlaku.
4. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri yang diterbitkan oleh Dinas bagi
penduduk yang datang dari luar negeri karena pindah.
5. Perubahan KK karena penambahan anggota keluarga yang mengalami kelahiran.

Persyaratan Perubahan KK karena Penambahan Anggota Keluarga yang


Mengalami Kelahiran sebagai berikut:
1. Pengantar dari RT dan RW.
2. KK lama
3. Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran/Surat Keterangan Lahir yang dilegalisir.
4. Perubahan KK karena penambahan anggota keluarga yang menumpang kedalam
KK.
Persyaratan Perubahan KK karena Penambahan Anggota Keluarga yang
Menumpang Kedalam KK sebagai berikut:
1. Pengantar dari RT dan RW.
2. KK Lama.
3. KK yang ditumpangi.
4. Surat Keterangan Pindah dan atau Surat Keterangan Pindah Datang.
5. Surat Pernyataan domisili bermeterai cukup yang ditandatangani tetangga terdekat
di tempat tujuan dengan melampirkan foto copy KTP yang masih berlaku.
6. Surat Keterangan datang dari luar negeri bagi penduduk daerah yang datang dari
luar negeri karena pindah.
7. Perubahan KK karena penambahan anggota keluarga bagi Orang Asing yang
memiliki Izin Tinggal Tetap untuk menumpang ke dalam KK Warga Negara
Indonesia atau Orang Asing.

24
Persyaratan Perubahan KK karena Penambahan Anggota Keluarga Bagi Orang
Asing yang Memiliki Izin Tinggal Tetap untuk Menumpang ke Dalam KK Warga
Negara Indonesia atau Orang Asing sebagai berikut:
1. Pengantar dari RT dan RW.
2. KK Lama atau KK yang ditumpangi.
3. Paspor.
4. Foto copy Kartu Identitas Tinggal Tetap yang dilegalisir.
5. Surat Keterangan Catatan Kepolisian.
6. Perubahan KK akibat pengurangan anggota keluarga baik meninggal atau pindah.
Persyaratan Perubahan KK karena Perubahan KK Akibat Pengurangan Anggota
Keluarga Baik Meninggal atau Pindah sebagai berikut:
1. Pengantar dari RT dan RW.
2. KK Lama.
3. Foto copy Surat Keterangan Kematian yang dilegalisir dan atau
Surat Keterangan Pindah.
4. Penerbitan KK karena Hilang / Rusak.
Persyaratan Perubahan KK karena KK Hilang / Rusak sebagai berikut:
1. Pengantar dari RT dan RW.
2. Surat Keterangan kehilangan dari Kepolisian.
3. KK yang rusak.
4. Foto copy dokumen kependudukan dari salah satu anggota keluarga yang
dilegalisir; atau Dokumen keimigrasian bagi orang asing.
Persyaratan Pembetulan Data KK sebagai berikut:
1. Pengantar RT dan RW.
2. KK Lama.
3. Foto copy bukti pendukung yang dilegalisir sesuai dengan permohonan pembetulan
data dalam KK.

Tata Cara Penerbitan Kartu Keluarga Bagi Warga Negara Indonesia


Di Kelurahan:
1. Penduduk melapor ke Lurah dengan membawa persyaratan dan mengisi formulir
permohonan KK.
2. Petugas registrasi kelurahan menerima dan meneliti kelengkapan berkas
persyaratan.

25
3. Petugas registrasi kelurahan mencatat dalam Buku Harian Peristiwa Penting dan
Kependudukan (BHPPK) dan Buku Induk Penduduk (BIP).
4. Lurah menandatangani Formulir permohonan KK.
Di Kecamatan:
1. Petugas Kecamatan melakukan verifikasi dan validasi berkas permohonan KK.
2. Camat menandatangani formulir permohonan KK.
Di Dinas:
1. Petugas melakukan perekaman data ke dalam data base kependudukan
Kepala Dinas menerbitkan dan menandatangani KK.

Tata Cara Penerbitan Kartu Keluarga Bagi Orang Asing Tinggal Tetap
Dilaksanakan di Dinas:
1. Orang asing tinggal tetap melapor kepada Dinas dengan membawa persyaratan,
mengisi dan menandatangani formulir permohonan KK.
2. Petugas melakukan verifikasi dan validasi berkas permohonan KK.
3. Petugas menandatangani formulir permohonan.
4. Petugas melakukan perekaman data dalam database kependudukan.
Kepala Dinas menerbitkan dan menandatangani KK.

2.2.3 Akta Kelahiran


1. Ketentuan Pencatatan Akta Kelahiran
a. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di
tempat terjadinya peristiwa kelahiran selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
sejak kelahiran.
b. Pencatatan Kelahiran yang melebihi jangka waktu 60(enam puluh) hari sejak
tanggal kelahiran harus mendapat persetujuan Kepala Dinas.
c. Apabila Kelahiran Warga Negara Indonesia terjadi diluar Wilayah Negara
Kesatuan Indonesia, wajib dilaporkan oleh orang tuanya atau dikuasakan
kepada Dinas paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah kedatangannya kembali
ke Indonesia dengan melampirkan:
 Foto copy Sertifikat Kelahiran dari negara dimana kelahiran terjadi,
paspor anak, pelaporan ke perwakilan RI.
 Foto copy Paspor, Akta Kelahiran dan Akta Perkawinan orang tua.
 Foto copy KTP dan KK orang tua.
 Membutukan dua orang saksi.

26
 Semua berkas foto copy dilegalisir dan menunjukkan dokumen yang asli
pada saat mengajukan permohonan.

2. Persyaratan yang Harus Dipenuhi


a. Foto copy Akta Nikah (bagi orang tua yang sudah bercerai dengan
menggunakan Akta Cerai) yang telah dilegalisir KUA (apabila tidak bisa
memberikan Surat Akta Nikah atau Itsbat, maka Anak Merupakan Anak Ibu)
b. Untuk anak yang tidak diketahui asal usulnya persyaratan pembuatan akta
harus dilengkapi dengan Surat Keterangan dari Kepolisian (menjelaskan asal
usul anak) dan dokter (menjelaskan perkiraan usia anak)
c. Foto copy Kartu Keluarga yang dilegalisir
d. Foto copy KTP Ayah dan Ibu, jika usia diatas 17 tahun menggunakan KTP
Sendiri
e. Identitas dan nama seorang Saksi Kelahiran berikut foto copy KTP yang Masih
Berlaku
f. Surat Keterangan Lahir dari Dokter/Bidan/Rumah Sakit/Penolong Kelahiran
g. Surat Kuasa Bermaterai Rp 6.000,- apabila pencatatan dikuasakan
h. Mengisi Formulir Permohonan Pencatatan Kelahiran

3. Persyaratan dan Mekanisme Pencatatan Akta Kelahiran


a) Persyaratan Lahir Baru:
1. Mengisi Formulir pengajuan.
2. Surat Kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran atau Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Kebenaran Data Kelahiran jika Surat
Kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran tidak ada.
3. Foto copy surat nikah atau Kutipan Akta Perkawinan orang tua yang
dilegalisir oleh instansi yang berwenang,
4. Foto copy KTP dan KK pemohon/ orang tua yang dilegalisir instansi yang
berwenang atau menunjukkan aslinya.
5. Nama dan identitas saksi dengan melampirkan foto copy KTP yang dilegalisir
oleh instansi yang berwenang atau menujukkan aslinya.
6. Apabila akta perkawinan atau surat nikah orang tua belum tercatat sebagai
WNI maka dilengkapi bukti pewarganegaraan orang tua yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang.

27
7. Foto copy dokumen Imigrasi bagi pemohon WNA yang dilegalisir oleh
instansi yang berwenang. (Dispencapil Kabupaten Ngawi, 2016)
b) Persyaratan untuk Pencatatan Kelahiran Terlambat
1. Mengisi Formulir pengajuan.
2. Surat Kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran atau Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Kebenaran Data Kelahiran jika Surat
Kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran tidak ada.
3. Foto copy surat nikah atau Akta Perkawinan orang tua yang dilegalisir oleh
instansi yang berwenang,
4. Foto copy KTP dan KK pemohon/ orang tua yang dilegalisir instansi yang
berwenang
5. Foto copy ijasah bagi anak yang tamat pendidikan sekolah.
6. Nama dan identitas saksi dengan melampirkan foto copy KTP yang dilegalisir
oleh instansi yang berwenang atau menunjukkan aslinya (setelah akta jadi)
7. Permohonan persetujuan penerbitan Akta Kelahiran Terlambat bermeterai
cukup.
8. Surat Kuasa bermeterai cukup bagi yang menguasakan.
4. Mekanisme Kewajiban Pemohon Pengajuan Pembuatan Akta Kelahiran
a. Mengisi dan menandatangani formulir pengajuan.
b. Pencatatan Kelahiran tidak dikenakan biaya retribusi.
c. Melampirkan persyaratan.
d. Pemohon Kelahiran Baru/ terlambat yang dikuasakan mengisi surat kuasa
bermeterai cukup.
e. Pencatatan Kelahiran yang melebihi jangka waktu tertentu/ terlambat dilampiri
dengan permohonan secara tertulis ditujukan kepada Kepala Dinas bermeterai
cukup dan selanjutnya akan diterbitkan.
f. Keputusan Kepala Dinas tentang persetujuan pencatatan kelahiran terlambat.

5. Mekanisme Pembuatan Akta Kelahiran di Dinas Kependudukan dan Catatan


Sipil
Apabila syarat – syarat telah dipenuhi dengan lengkap, dapat segera mengurus
pembuatan akta kelahiran dan mendaftar ke Loket di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil.
Selanjutnya petugas dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil akan melakukan
langkah – langkah sebagai berikut:

28
a. Penelitian Berkas
b. Memasukkan Data dalam Komputer
c. Pengecekan Data dan diparaf oleh Pemeriksa Data
d. Penandatanganan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
e. Distempel atau dicap
f. Penyerahan Akta Kelahiran pada Pemohon
g. Pembuatan Akta Kelahiran tidak dipungut biaya (gratis)
Pengajuan akta kelahiran dapat dilakukan sampai dengan usia 60 hari. Jika tidak
ada permasalahan dan persyaratan lengkap serta semua data sesuai, maka
pengurusan dapat selesai dalam jangka waktu 2 hari. Sedangkan penyelesaian
pembuatan akta kelahiran, berdasarkan UU No. 23 tahun 2006, adalah selama 14
hari kerja.
6. Alur Pendaftaran Online
a. Dengan menggunakan Browser ketik alamat website pengajuan
online: http://siak.ngawikab.go.id
b. Jika belum mempunyai User ID dan Password silahkan mendaftar pada menu
Pendaftaran yang berada di pojok kanan atas.
c. Melengkapi NIK, Nama Lengkap, Jenis Kelamin, Tempat Lahir, Tanggal Lahir,
Nomor Handphone, e-mail, Password dan Captcha kemudian klik Daftar.
Nomor handphone dan e-mail hanya dapat didaftarkan untuk 1 (satu) User ID.
(Jika NIK yang didaftarkan sebagai Kepala Keluarga, maka dapat mengakses
data anggotanya tetapi jika NIK yang didaftarkan sebagai anggota keluarga,
maka hanya dapat mengakses datanya sendiri)
d. Kemudian akan mendapat e-mail dan sms tentang kode untuk aktivasi dan
masukkan kode tersebut dan klik Simpan.
e. Selanjutnya dapat memasukkan nomor handphone dan password yang telah
dibuat.
f. Pengajuan harus disertakan upload asli dokumen persyaratan (tanpa dokumen
tidak akan diproses). (Rengga, 2019)

2.2.4 Akta Perkawinan


Persyaratan Pelayanan Akta Perkawinan
 Surat pemberkatan dari Gereja / Vihara / Kuil / Penghayat kepercayaan

29
 Surat Pengantar dari kelurahan untuk mengurus Akta Perkawinan / belum pernah
menikah (apabila belum satu kartu keluarga, surat pengantar lurah masing-masing
asli dan fotocopy rangkap 1)
 Akta kelahiran suami dan istri
 Kartu Keluarga suami dan istri
 Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami dan istri
 Ijazah terakhir suami dan istri
 Ijin kawin atasan / KPI ; Bagi anggota TNI-POLRI
 Pas foto suami dan istri
 Paspor bagi suami atau istri orang asing
Sistem Mekanisme dan Prosedur :
1. Pasangan suami dan istri membawa foto KTP kepada RT/RW untuk memperoleh
surat pengantar.
2. Pasangan suami dan istri membuat surat keterangan belum menikah (N1, N2, N3,
N4).
3. Pasangan suami dan istri mengisi formulir pencatatan perkawinan pada Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Ngawi dengan melampirkan persyaratan.
4. Pejabat pencatatan sipil mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan
kutipan akta perkawinan.
5. Kutipan akta perkawinan diberikan pada masing-masing yaitu suami dan istri.
6. Suami dan istri berkewajiban melaporkan hasil pencatatan perkawinan kepada
instansi pelaksana tempat domisili. (Dispencapil Kabupaten Ngawi, 2017b)

2.2.5 Akta Kematian


Alur pengurusan akta Kematian kabupaten Ngawi
1. Memerlukan berkas-berkas dokumen tertentu sebagai syarat pembuatan atau
mengurus akta Kematian sebagai berikut :
 Pengantar Ketua RT.
 Surat Keterangan Kematian dari Dokter atau Rumah Sakit (Jika ada)
 Kartu Keluarga Asli.
 Akta Kelahiran bagi yang meninggal (Jika ada)
 Fotokopi KTP 2 Orang Saksi.
2. Pegilah ke kantor desa atau RT RW untuk mendapatkan
 Formulir F-1.01 Permohonan Kartu Keluarga yang ditandatangani oleh Kepala
Desa atau RT RW

30
 Surat Keterangan Kematian dari Desa maupun kelurahan atau kecamatan
3. Setelah memperoleh formulir - formulir tersebut, selanjutnya Kantor Disdukcapil
untuk memproses Akta Kematian.
4. Pencatatan kematian dilakukan pada Dinas kependudukan dan Catatan Sipil tempat
domisili yang meninggal.
5. Pencatatan kematian dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:
 Surat Keterangan dari Kepala Desa dan / atau
 Keterangan kematian dari dokter / paramedis

6. Pencatatan kematian, dilakukan dengan tata cara:


 Pelapor mengisi dan menyerahkan formulir pelaporan kematian dengan
melampirkan persyaratan kepada Petugas registrasi di kantor kecamatan
diteruskan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
 Pejabat Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mencatat
pada Register Akta Kematian dan Menerbitkan Kutipan Akta kematian
 Instansi Pelaksana tempat domisili mencatat dan merekam dalam database
kependudukan (Dispencapil Kabupaten Ngawi, 2017a)

2.3 Keseuaian Alur Kepengurusan Dokumen Kependudukan Kabupaten Ngawi


dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan
2.3.1 Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Kabupaten Ngawi sudah berganti
menjadi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el). KTP elektronik ini menggunakan
sistem cip yang berisikan identitas resmi penduduk. Pergantian KTP menjadi KTP-el ini
sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 pasal 1 ayat (14).
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh penduduk dalam pembuatan KTP-el adalah
telah berusia 17 tahun dan sudah/pernah menikah. Hal tersebut sudah sesuai dalam
UU Nomor 24 tahun 2013 pasal 63 ayat (1). Tidak hanya warga Indonesia, tetapi orang
asing yang memiliki izin tinggal wajib memiliki KTP-el. Dalam web dukcapil Ngawi
sudah terdapat informasi persyaratan dan mekanisme pengurusan KTP-el bagi orang
asing. Hal ini sudah sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 pasal 63 ayat 1 dan
pasal 64 ayat 7.
Perubahan UU Nomor 24 Tahun pasal 58 ayat 2 yaitu tentang penambahan
sidik jadi, iris mata, dan tanda tangan yang merupakan data perseorangan juga sudah
diterapkan pada proses pembuatan KTP-el di Kabupaten Ngawi yaitu dengan

31
pengambilan data biometrik berupa sidik jari dan iris mata. Pengurusan dan
pembuatan KTP-el di Kabupaten Ngawi tidak dipungut biaya apapun (gratis), hal
tersebut sudah sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 pada pasal 79A yang
berbunyi bahwa pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut
biaya.
2.3.2 Kartu Keluarga (KK)
Pembuatan Kartu Keluarga (KK) di Kabupaten Ngawi sudah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 pasal 1 ayat 13 yang menyatakan bahwa
Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga yang memuat
data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota
keluarga.
2.3.3 Akta Kelahiran
Pembuatan Akta Kelahiran di Kabupaten Ngawi sudah memiliki prosedur
kepengurusan secara Online dan offline. Kepengurusan pengajuan Akta Kelahiran
sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 Pasal 27 Ayat (1) yang menerangkan bahwa
pengajuan dilakukan sampai usia 60 hari. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal kelahiran, pencatatan dan penerbitan Akta Kelahiran dilaksanakan setelah
mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat. Dengan ini persyaratan
keterlambatan pemohon pengajuan Akta Kelahiran tersebut tebal diterapkan
Kabupaten Ngawi pada UU No. 24 Tahun 2013 Pasal 32 Ayat (1). Persyaratan yang
harus dipenuhi oleh penduduk dalam pembuatan Akta Kelahiran adalah Pencatatan
kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran
terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau
keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan
dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari kepolisian. Hal tersebut sudah sesuai dalam
UU Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 28 Ayat (1).
2.3.4 Akta Perkawinan
Persyaratan maupun alur pembuatan akta perkawinan di Kabupaten Ngawi
sudah sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 pada pasal 58 yang memuat data-
data perseorangan dalam kependudukan. Dan pada pasal 68 disebutkan bahwa akta
perkawinan merupakan akta pencatatan sipil yang memuat data-data perseorangan
2.3.5 Akta Kematian
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 yaitu pada pasal 44 ayat 1,
setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga kepada instansi pelaksana

32
setempat atau nama lain kepada Instansi Pelaksana dilaksanakan secara berjenjang
kepada rukun warga atau nama lain, kelurahan/desa atau nama lain, dan kecamatan
atau nama lain. Hal ini dilakukan agar petugas pencatatan sipil dapat melakukan
register akta kematian. Pada alur kepengurusan akta kematian kabupaten Ngawi telah
sesuai dengan Undang-Undang yaitu dengan melapor kepada RT RW atau kepala
desa untuk mendapatkan dokumen yang dibutuhkan, lalu petugas disdukcapil akan
memproses akta kematian

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi dilakukan karena
adanya perubahan dokumen seperti pasal 1 di mana KTP berubah nama menjadi
KTP-EL dengan dilengkapi chip, pasal 5 mengalami beberapa perubahan kalimat
dan penambahan, huruf d Pasal 6 yang semula hanya berisi pengelolaan dan
penyajian Data Kependudukan berskala provinsi, berubah menjadi penyajian Data
Kependudukan berskala provinsi berasal dari Data Kependudukan yang telah
dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab,
pasal 7 huruf g yang semula hanya berisi pengelolaan dan penyajian Data
Kependudukan berskala kabupaten/kota, menjadi penyajian Data Kependudukan
berskala kabupaten/kota berasal dari Data Kependudukan yang telah
dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab
dalam urusan pemerintahan dalam negeri, dan pasal-pasal tentang administrasi
penduduk lainnya yang mengalami perubahan. Perubahan juga dilakukan karena
dalam pengurusan dokumen penduduk seperti KTP, KK, Akta kelahiran, akta
perkawinan, dan akta bisa dilakukan secara daring melalui website kependudukan
sipil wilayah masing-masing maupun mendatangi tempat secara langsung bagi
masyarakat yang masih kesulitan mengisi syarat melalui website.

3.2 Saran
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi penduduk dirubah
sedemikian rupa menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 agar dapat
memaksimalkan pelayanan dari pemerintah terkait administrasi penduduk.
Sehingga, Dinas Kependudukan dan Pencatatan SIpil Kabupaten Ngawi
sebaiknya meningkatkan pelayanan terkait administrasi penduduk seperti
memperbarui web dispendukcapil agar memudahkan masyarakat mengakses
informasi terkait alur pengurusan maupun syarat- syarat yang dibutuhkan. Bagi
masyarakat yang akan mengurus dokumen kependudukan sebaiknya lebih
memperhatikan syarat-syarat yang telah diberikan oleh pemerintah agar
pelayanan berjalan lebih mudah, dan diharapkan masyarakat Kabupaten Ngawi

34
dapat meningkatkan kesadaran terkait pentingnya pencatatan atau kepemilikan
dokumen kependudukan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Dispencapil Kabupaten Ngawi. (2016). Akta Kelahiran - Pembuatan Baru.


http://satulayanan.id/layanan/index/3/akta-kelahiran- pembuatan-baru/kemendagri
Dispencapil Kabupaten Ngawi. (2017). Persyaratan Pengurusan Akta Kematian.
https://dukcapil.ngawikab.go.id/persyaratan-pengurusan-akta-kematian/
Dispencapil Kabupaten Ngawi. (2017). Persyaratan Pengurusan Akta Perkawinan.
https://dukcapil.ngawikab.go.id/persyaratan-pengurusan-akta-perkawinan/
Rengga, D. (2019). Layanan Online Pengajuan Akta Lahir dan Akta Kematian dari
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ngawi.
https://ppid.ngawikab.go.id/layanan-online-pengajuan-akta-lahir-dan-akta-
kematian-dari-dispendukcapil-kab-ngawi/
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. (2006). UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN. 83.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. (2013). UU Nomor 24 Tahun 2013
Administrasi Kependudukan. UU Nomor 24 Tahun 2013 Administrasi
Kependudukan, 43.

36

Anda mungkin juga menyukai