Anda di halaman 1dari 4

Nama : Dian Nafiyanti Hanafi

Nim : 50500119074

TIPE HUBUNGAN KEKUASAAN ANTARA MEDIA DAN PENGUASA

Saat ini praktik Konglomerasi di Indonesia bukan lagi hal yang baru, Konsentrasi media dan
pemilik media itu sendiri sangat berpengaruh terhadap isi atau program yang disampaikan
kepada masyarakat dimana isi atau program tersebut merepresentasikan kepentingan ekonomi
maupun politik pemilik media. Akibatnya kepentingan masyarakat untuk mendapatkan
kebenaran menjadi hilang. Semua itu karena adanya proses agenda seting dan framing yang
dilakukan oleh medi a y ang di s e sua i k an deng an kepentingan pemilknya. Kebenaran yang
tidak didapatkan masyarakat tersebut dapat menyebabkan masyarakat terhegemoni dengan
menerima kebenaran versi media massa. Selain itu, pengaruh lainnya adalah kesempatan
masyarakat untuk mendapat informasi alternatif yang lebih berimbang sulit untuk didapatkan
karena telah terjadi kepemilikan atas beragam media oleh segelintir kelompok tertentu yang
berakibat pada terjadinya homogenisasi informasi.

Menurut Littlejohn dan Foss Ada 4 tipe hubungan kekuasaan antara media dan penguasa
(Littlejohn dan Foss,2005) yaitu:

1. High-power source, high-power media

High-power source, high power media. Tipe pertama adalah hubungan yang disebut dengan
high-power source, high power media atau “sumber kekuasaan luar besar, kekuasaan media
besar.” Misalnya terdapat hubungan yang dekat antara para pejabat publik dengan para pengelola
atau pemilik media massa. Dalam hubungan tipe ini terdapat skenario sebagai berikut : jika
keduanya bekerja sama maka terjadi hubungan yang saling menguntungkan di antara keduanya
yang akan memberikan pengaruh sangat besar terhadap agenda publik. Sebaliknya, jika terjadi
pertentangan diantara keduanya, maka kedua belah pihak akan saling bersaing untuk
memengaruhi agenda publik. contoh: Pemerintah dengan Metro tv, koalisi Merah Putih dengan
tv one
2. High-power source, low-power media

High-power source, low-power media. Tipe kedua adalah high power source dan low-power
media yaitu sumber “kekuasaan luar besar” dengan "kekuasaan media kecil”. Di sini, sumber
kekuasaan luar kemungkinan akan melakukan kooptasi terhadap media yaitu menggunakan
media untuk mencapai tujuannya. Ketika politisi membeli waktu tayang (airtime) media
penyiaran dengan memasang iklan politik/menjadi sponsor terhadap suatu program. contoh:
seorang presiden memberikan kesempatan kepada media tertentu untuk melakukan wawancara
khusus

3. Low-power source, high-power media

Lower-power source, high-power media. Tipe ketiga adalah hubungan antara “sumber
kekuasaan luar kecil” dengan “kekuasaan media besar” (lower power source dan high power
media). Dalam hal ini, media bersangkutan sendirilah yang menentukan apa yang menjadi
agendanya. Media dapat mengabaikan atau tidak memberitakan atau mengurangi intensitas
pemberitaan, terhadap peristiwa-peristiwa tertentu yang mungkin penting bagi masyarakat.

4. Low-power source, low-power media.

Lower Power source, low-power media. Tipe keempat adalah hubungan yang merupakan
low-power source dan low-power media antara “sumber kekuasaan luar kecil” dengan
“kekuasaan media kecil”. Dalam tipe hubungan keempat ini, agenda publik akan ditentukan oleh
peristiwa itu sendiri dan bukan ditentukan oleh media atau para pemimpin politik.

HUBUNGAN MEDIA DENGAN PENGUASA DI INDONESIA

Media dan penguasa di Indonesia (pemerintah) saling membutuhkan atau bisa di bilang
saling berkaitan. Hubungan media dengan pemerintah Indonesia bisa dibilang cukup
berpengaruh karena semua berita mengenai apa yang terjadi dengan pemerintah di Indonesia
pasti ada sangkut pautnya dengan seseorang yang berkerja dalam pemerintah. Dan pemerintah
pastinya akan selalu disorot oleh media karena kita sebagai seorang rakyat wajib mengetahui apa
saja yang terjadi dalam negara kita dan apakah pemerintah sudah bekerja maksimal untuk
negaranya, media juga pasti selalu mencari topik untuk apa yang ingin diberitakan dalam negara
kita. Dimana media dalam kondisi apapun, tidak bisa berdiri sendiri terutama Ketika tidak ada
justifikasi dari publik. Dimana power source dan low-power media yaitu sumber “kekuasaan luar
besar” dengan "kekuasaan media kecil”. Di sini, sumber kekuasaan luar kemungkinan akan
melakukan kooptasi terhadap media yaitu menggunakan media untuk mencapai tujuannya.
Ketika politisi membeli waktu tayang (airtime) media penyiaran dengan memasang iklan
politik/menjadi sponsor terhadap suatu program. contoh: seorang presiden memberikan
kesempatan kepada media tertentu untuk melakukan wawancara khusus.

Dewasa ini media yang di anggap sebagai wadah dalam mengaktualkan ide dan gagasan
seakan di control oleh pemerintah itu sendiri. Dengan lahirnya UU ITE yang kemudian
membatasi individu dan masyarakat dalam mengeksperesikan segala bentuk persepsi baik pada
lingkungan sosial dan pemerintah. Masyarakat saat ini harus lebih teliti dalam menggunakan
media massa dalam menyampaikan atau membuat narasi terkait apa yang ingin iya
presentasikan di muka publik. Terlebih dalam mengkritik atau mengomentari kebijakan
pemerintah. Tentu bertentangan dengan UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimana
dalam pasal 28E ayat (3) “setiap orang atau warga negara berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan Pendapat”.

Dalam hal ini selaku warga negara tentu berhak penyampaikan pendapat terikat apa saja
selama tidak melanggar etika dan moral. Misal dalam mengktik pemerintah atas kinerja dan
kebijakan yang dikeluarkan.

Referensi:
http://eprints.umm.ac.id/35162/3/jiptummpp-gdl-hidayatulw-48679-3-bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai