Proposal Tugas Akhir Khairul Ihsan
Proposal Tugas Akhir Khairul Ihsan
Oleh
KHAIRUL IHSAN
01.4.3.17.0558
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir (TA) dengan judul
“Adopsi Pekebun Karet Terhadap Penggunaan Asam Semut Sebagai Bahan
Koagulan Lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka” tepat pada waktunya.
Proposal Tugas Akhir (TA) dibuat sebagai salah satu syarat untuk
melakukan kegiatan penelitian untuk meperoleh gelar Sarjana Terapan
Pertaniaan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dan berkontribusi dalam penulisan Prosoal Tugas Akhir (TA) ini.
Untuk itu penulis menyampaikan ungkapan terimakasih kepada :
1. Ir. Yuliana Kansrini, M.Si, selaku Direktur Politeknik Pembangunan
Pertanian Medan.
2. Dr. Iman Arman, SP, MM, selaku Ketua Jurusan Perkebunan Politeknik
Pembangunan Pertanian Medan dan Ketua Program Studi Penyuluhan
Perkebunan Presisi.
3. Dr. Linda Triwira Astuti, SP, MP, selaku Dosen Pembimbing I.
4. Ameilia Zuliyanti Siregar, SP, M.Sc, PhD, selaku Dosen Pembimbing II.
5. Panitia Pelaksana Tugas Akhir Politeknik Pembangunan Pertanian Medan.
6. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan Laporan TA ini.
Penulis menyadari proposal ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan
pembaca. Demikian penyusunan Proposal Tugas Akhir (TA) ini, kiranya dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................v
I.PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................4
D. Manfaat..................................................................................................................4
II.TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................6
A. Landasan Teoritis...................................................................................................6
B. Hasil Penelitian Terdahulu...................................................................................22
D. Kerangka Pikir......................................................................................................26
E. Hipotesis...............................................................................................................27
III.METODE PELAKSANAAN......................................................................................28
A. Waktu dan Tempat...............................................................................................28
B. Jenis Penelitian.....................................................................................................28
C. Batasan Operasional.............................................................................................28
D. Teknik Pengumpulan Data...................................................................................33
E. Teknik Analisis Data............................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................45
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) adalah salah satu komoditi
perkebunan penghasil devisa bagi Indonesia. Indonesia merupakan negara
produsen karet terbesar kedua di dunia. Menurut BPS Pusat (2019) produksi karet
Indonesia telah memenuhi 29,8% kebutuhan dunia dengan nilai ekspor sebesar 3,5
miliar US Dolar. Perkebunan karet Indonesia menurut status pengusahaannya
didominasi oleh perkebunan rakyat yang mencapai 89% dari total produksi karet
Indonesia.
Menurut BPS Prov.Babel (2019), tanaman karet merupakan tanaman yang
memiliki luasan lahan terbesar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dibanding
tanaman lainnya. Sebagaimana rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
1
yang memiliki potensi tanaman karet yang sangat besar. Kecamatan Pemali
memiliki luas perkebunan karet rakyat sebesar 588 Ha, dengan produksi 555,4 ton
[ CITATION BPS20 \l 1033 ]. Di masa sekarang ini, para pekebun karet di
kecamatan Pemali kurang bergairah dalam berbudidaya tanaman karet
dikarenakan harga bokar (bahan olah karet rakyat) yang rendah dan fluktuatif.
Bokar adalah gumpalan lateks yang diperoleh dari pohon karet yang diusahakan
oleh petani. Jenis bokar yang biasa diproduksi oleh pekebun karet di Kecamatan
Pemali pada umumnya adalah slab tebal. Slab tebal adalah lateks yang
menggumpal atau telah terkoagulasi yang membentuk koagulum berbentuk
lempengan. Dalam pengolahan lateks menjadi slab dibutuhkan koagulan lateks
agar penggumpalan lateks dapat lebih cepat dan menggumpal sempurna.
Harga bokar pekebun yang rendah salah satunya disebabkan oleh mutu
karet yang kurang baik. Mutu yang kurang baik ini salah satunya disebabkan oleh
kebiasaan pekebun karet yang menggunakan bahan koagulan lateks yang tidak
sesuai anjuran. Bahan koagulan lateks yang paling banyak digunakan oleh
pekebun karet di kecamatan Pemali Kabupaten Bangka adalah tawas.
Penggunaan tawas sebagai bahan koagulan lateks dapat menyebabkan kualitas
bokar (bahan olah karet rakyat) yang dihasilkan pekebun karet menjadi rendah.
Penggunaan tawas sebagai bahan koagulan lateks tidak dapat menggumpalkan
lateks dengan sempurna (Purbaya et al, 2011).
Untuk mengatasi permasalahan kualitas bokar pekebun yang rendah,
pemerintah daerah melalui penyuluh pertanian memberikan suatu inovasi yaitu
dengan penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks. Dengan
penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks, akan didapatkan kualitas
bokar (bahan olah karet) yang baik sesuai SNI 06-2047-2002 yaitu dicerminkan
oleh Kadar Karet Kering (K3) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Penggumpal
anjuran seperti asam semut, formula asam organik, dan anorganik memiliki Po
(plastisitas awal) lebih dari 30 dan PRI (plastisitas retensi indeks/indeks ketahanan
plastisitas) lebih dari 50 yang sesuai dengan SIR (Standard Indonesia Rubber).
Penggunaan asam semut juga mendapat KKK (Kadar Karet Kering) yang tinggi
mencapai 84% (Purbaya et al, 2011)
Suatu inovasi tidak akan berguna tanpa adanya adopsi. Demikian juga
2
dengan penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks yang merupakan
syarat agar bokar memiliki kualitas yang baik. Menurut Mardikanto (2009)
mendefisinikan adopsi sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan
prilaku baik yang berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) maupun
keterampilan (psikomotorik) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang
disampikan penyuluh. Dinas Pertanian kabupaten Bangka sudah melakukan
berbagai kebijakan untuk merubah kebiasaan pekebun di kecamatan Pemali antara
lain penyuluhan pertanian dan pemberian asam semut (asam formiat) gratis
kepada pekebun. Berdasarkan hasil penyuluhan yang diberikan PPL di Kecamatan
Pemali tentang penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks, hanya
sebagian kecil pekebun saja yang mau mengadopsi inovasi tersebut.
Penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks tidak hanya
memberikan keutungan kepada petani dari sisi kualitas bokar yang baik, akan
tetapi juga menguntungkan petani dari sisi pendapatan. Adapun selisih harga jual
untuk bokar yang menggunakan koagulan tawas dan koagulan asam semut yaitu
Rp 1000,00 – Rp 2000,00 ditingkat pengepul. Dengan penggunaan asam semut
yang baik dan tepat dosis maka akan memberikan keuntungan pendapatan kepada
petani karena memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Semakin banyak keutungan yang didapatkan pekebun karet dalam
penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks seharusnya semakin tinggi
pula tingkat adopsi pekebun terhadap inovasi tersebut. Adopsi pekebun karet
dalam penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks di kecamatan
Pemali ini menarik untuk diteliti karena walaupun terdapat banyak keuntungan
yang didapatkan pekebun dengan menggunakan asam semut sebagai bahan
koagulan lateksnya, akan tetapi inovasi tersebut tidak serta merta diadopsi oleh
petani. Atas dasar uraian di atas dan hasil survei di lapangan, maka penulis
memilih judul “Adopsi Pekebun Karet Terhadap Penggunaan Asam Semut
Sebagai Bahan Koagulan Lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka”
sebagai kegiatan tugas akhir.
B. Rumusan Masalah
3
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam
semut sebagai bahan koagulan lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten
Bangka?
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan dengan adopsi pekebun
karet terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks di
Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu untuk mengkaji :
1. Mengetahui tingkat adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam
semut sebagai bahan koagulan lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten
Bangka?
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan dengan
adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka?
D. Manfaat
Adapun manfaat dari pelaksanaan penelitinan ini antara lain sebagai
berikut :
1. Untuk melatih diri dalam penelitian serta sumbangan fikiran dalam adopsi
pekebun karet dalam penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan
lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka.
2. Sebagai wadah dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
meningkatkan pengalaman tentang bagaimana melakukan suatu
pengkajian adopsi pekebun karet dalam penggunaan asam semut sebagai
bahan koagulan lateks.
3. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat dijadikan bahan
informasi dan landasan dalam menentukan kebijakan dalam peningkatan
kualitas bokar pekebun.
4. Bagi peneliti lainnya, dapat dijadikan sebagai bahan tambahan informasi
dalam penyusunan penelitian-penelitian sejenisnya
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis
1. Adopsi Inovasi
Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru
sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan adopsi merupakan proses
mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan
untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi
merupakan suatu tipe pengambilan keputusan yang khas [ CITATION Fah04 \l 1033 ].
Sedangkan Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) mengartikan adopsi sebagai
penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang
disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan).
Adopsi adalah suatu proses yang dimulai dari keluarnya ide-ide dari satu
pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai diterimanya ide tersebut oleh
masyarakat sebagai pihak kedua. Seseorang menerima suatu hal atau ide baru
selalu melalui tahapan-tahapan. Tahapan ini dikenal sebagai tahap proses adopsi.
Proses pengambilan keputusan inovasi adalah proses dimana seseorang berlalu
dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap
terhadap inovasi, sampai memutuskan untuk menolak atau menerima,
melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan terhadap keputusan
inovasi[ CITATION Mad \l 1033 ]. Jadi dapat disimpulkan bahwa adopsi merupakan
suatu proses perubahan penerapan atau penggunaan ide-ide, metode, dan
teknologi baru pada diri seseorang setelah menerima informasi tentang inovasi
yang disampaikan oleh penyuluh.
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Tidak menjadi soal, sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia,
apakah ide itu betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak
digunakannya atau diketemukannya pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur
secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu
ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi ( bagi orang itu ). “Baru
“ dalam ide yang inovatif tidak harus berarti harus baru sama sekali. Sesuatu
inovasi mungkin telah lama diketahu oleh seseorang beberapa waktu yang lalu
5
( yaitu ketika ia “kenal” dengan ide itu ) tetapi ia belum mengembangkan sikap
suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia menerima atau menolaknya (Rogers
dan Shoemekers, 1987)
Pengertian “baru“ yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan selalu
berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah “lama“ dikenal,
diterima, atau digunakan/ ditetapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang
mengangapnya sebagai sesuatu yang masih “baru“. Pengertian baru juga tidak
selalu harus datang dari luar, tetapi dapat berupa teknologi setempat (indegenuous
technology) atau kebisaaan setempat (kearifan tradisional) yang sudah lama
ditinggalkan (Mardikanto, 2002). Inovasi penggunaan asam semut sebagai bahan
koaguan lateks sebenarnya bukanlah merupakan hal baru di dalam usahatani karet
melainkan hal yang sudah diwajibkan. Akan tetapi penggunaan asam semut
sebagai bahan koagulan lateks merupakan hal yang baru bagi pekebun karet di
kecamatan Pemali Kabupaten Bangka karena biasanya pekebun karet di
kecamatan Pemali menggunakan tawas sebagai bahan koagulan lateks mereka.
Adapun tahapan-tahapan yang dilalui seseorang untuk mengadopsi suatu
inovasi yang baru yaitu sebagai berikut:
a. Tahap kesadaran (Awareness), dalam hal ini petani mulai sadar tentang
adanya sesuatu yang baru yaitu penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks, mulai terbuka akan perkembangan dunia luarnya, sadar apa
yang sudah ada dan apa yang belum.
b. Tahap minat (Interest),dalam tahap ini ditandai oleh adanya kegiatan mencari
keterangan-keterangan tentang hal-hal yang baru diketahuinya.
c. Tahap penilaian(Evaluation), dalam tahap ini setelah keterangan yang
diperlukan diperoleh, mulai timbul rasa menimbang-nimbang untuk
kemungkinan melaksanakannya sendiri
d. Tahap mencoba(Trial), jika keterangan sudah lengkap, minat untuk meniru
besar, dan jika ternyata hasil penilaiannya positif, maka dimulai usaha
mencoba hal baru yang sudah diketahuinya
e. Tahap adopsi (Adoption), petani sudah mulai menerapkan hal-hal baru
dengan keyakinan akan berhasil.
2. Faktor-faktor yang Berpengaruh dengan Adopsi
6
Proses adopsi suatu inovasi teknologi pada pekebun dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya karakteristik pekebun, karakteristik inovasi, media
komunikasi, peran penyuluh, sarana dan prasarana, dan pertemuan kelompok
tani.
a. Karakteristik Petani
Karakteristik petani adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki seorang
petani yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap, dan tindakan terhadap
lingkungannya. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani
pada situasi tertentu, dalam pengkajian ini karakteristik yang diamati adalah umur,
pendidikan, pengalaman berusahatani, tingkat pendapatan dan luas lahan
1) Umur
Kemampuan kerja petani dipengaruhi oleh tingkat umur, dengan
bertambahnya usia petani maka kemampuan kerja petani akan menurun. Umur
mempunyai kaitan yang erat dengan berbagai segi kehidupan organisasi. Tingkat
kedewasaan seseorang akan berpengaruh kepada kedewasaan teknis dalam arti
keterampilan melaksanakan tugas maupun kedewasaan psikologi. Semakin tua
(diatas 50 tahun), biasanya semakin lambat untuk menerapkan inovasi, dan
cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin semata (Mardikanto,
2009).
Usia berpengaruh pada kemampuan seseorang itu dalam berpikir,
kemampuan daya penginderaan mereka untuk menerima stimulus informasi, dan
usia juga menggambarkan seberapa besar pengalaman yang dimilikinya sehingga
seseorang tersebut akan memiliki berbagai macam referensi yang akan
dijadikannya sebagai pedoman dalam mempersepsikan sesuatu yang kemudian
direspon dalam membuat suatu keputusan, terkait dalam berusahatani. Dapat
diartikan bahwa faktor usia bisa mempengaruhi individu dalam berusahatani.
2) Pendidikan
Proses pengambilan keputusan dalam berusahatani, petani sangat
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Tingkat pengetahuan secara umum dapat
dilihat dari jenjang tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan jumlah
tahun petani mengikuti pendidikan formal di bangku sekolah. Pendidikan sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan adopsi suatu inovasi, dengan kata lain
7
seseorang yang berpendidikan tinggi lebih terbuka untuk menerima dan mencoba
hal-hal yang baru yang menjadi keuntungan baginya. Lestari, (2011) berpendapat
bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang, akan berpengaruh terhadap
kapasitas kemampuan belajar seseorang, karena kegiatan belajar memerlukan
tingkat pengetahuan tertentu untuk dapat memahaminya.
3) Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut non-
biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis (Maimunah, 2006).
Jenis kelamin seseorang dapat berdampak pada jenis pekerjaan yang digelutinya
dan berpengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang. Perbedaan fisik antara
laki-laki dengan perempuan tentunya akan berdampak pada hasil kerjanya. Pada
pelaksanaan kegiatan usahatani, petani tidak hanya didominasi oleh kaum laki-
laki tetapi kaum perempuan juga terlibat dalam kegiatan usahatani.
4) Luas Lahan
Lionberger dalam Mardikanto,(1993) menyatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi inovasi teknologi adalah luas
usahatani. Kecepatan mengadopsi disebabkan karena memiliki kemampuan
ekonomi yang lebih baik. Persediaan sumber daya lahan dapat ditentukan dengan
mengukur luas usahatani, tetapi harus pula diperhatikan bagian-bagian yang tidak
dapat digunakan untuk pertanian, seperti lahan yang sudah digunakan untuk
bangunan, jalan, dan saluran. Sering pula diperlukan penggolongan lahan dalam
beberapa kelas sesuai dengan kemampuannya, seperti lahan yang baik untuk
ditanami dan yang tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, lahan beririgasi
dan yang tidak.
Petani yang menguasai lahan sawah yang luas akan memperoleh hasil
produksi yang besar dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini luas sempitnya
lahan sawah yang dikuasai petani akan sangat menentukan besar kecilnya
pendapatan yang diperoleh. Luas lahan yang diusahakan yang relatif sempit
seringkali menjadi kendala untuk dapat diusahakan secara efisien. Dengan
keadaan tersebut petani terpaksa melakukan kegiatan lain di luar usahataninya
8
untuk memperoleh tambahan pendapatan agar tercukupi kebutuhannya
(Mardikanto, 1993).
Petani dengan luas lahan sempit biasanya lamban dalam menerapkan suatu
teknologi baru yang dianjurkan, karena dengan pemilikan lahan yang sempit
mereka selalu dihantui oleh ketakutan akan terjadi kegagalan panen (Mardikanto,
1994). Kartasapoetra (1991) berpendapat bahwa petani yang mempunyai lahan
pertanian yang lebih luas dari petani yang rata-rata mempunyai sebidang lahan
yang sempit (0,5-2,5 ha) lebih berani untuk menanggung resiko. Petani ini berani
menghadapi kegagalan dari setiap percobaannya, disamping itu petani yang
mempunyai lahan lebih luas mampu membiayai sendiri dalam mencari informasi-
informasi guna untuk melakukan inovasi teknologi baru. (Soekartawi dkk, 1986).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani,
maka akan semakin besar keinginan petani untuk berhasil, serta semakin luas
lahan semakin banyak tingkat produksi tanaman yang dapat dihasilkan.
b. Karakteristik Inovasi
Rogers dalam Ahmad (2016) menyatakan bahwa karakteristik inovasi
adalah sifat dari difusi inovasi yang terdiri dari 5 hal yaitu : relative advantage
(keuntungan relatif), compatibility atau kompatibilitas (keserasian), complexity
atau kompleksitas (kerumitan), trialability atau triabilitas (dapat diuji coba) dan
observability (dapat diobservasi).
1) Relative Advantages (keuntungan relatif) adalah tingkat kelebihan suatu
inovasi, apakah lebih baik dari inovasi yang ada sebelumnya atau dari hal-hal
yang biasa dilakukan. Biasanya diukur dari segi ekonomi, prestasi sosial,
kenyamanan dan kepuasan. Pada inovasi penggunaan asam semut sebagai
bahan koagulan lateks, semakin besar keuntungan relatif yang dirasakan oleh
adopter, maka semakin cepat inovasi tersebut diadopsi.
2) Compatibility atau kompatibilitas (keserasian) adalah tingkat keserasian dari
suatu inovasi, apakah dianggap konsisten atau sesuai dengan nilai-nilai,
pengalaman dan kebutuhan yang ada. Jika inovasi penggunaan asam semut
sebagai bahan koagulan berlawanan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
norma yang dianut oleh adopter maka inovasi tersebut tidak dapat diadopsi
dengan mudah oleh adopter.
9
3) Complexity atau kompleksitas (kerumitan) adalah tingkat kerumitan dari
suatu inovasi untuk diadopsi, seberapa sulit memahami dan menggunakan
inovasi. Semakin mudah inovasi penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks dimengerti dan dipahami oleh adopter, maka semakin cepat
inovasi tersebut diadopsi.
4) Triability atau triabilitas (dapat diuji coba) merupakan tingkat apakah suatu
inovasi dapat dicoba terlebih dahulu atau harus terikat untuk
menggunakannya. Suatu inovasi dapat diujicobakan pada keadaan
sesungguhnya, inovasi pada umumnya lebih cepat diadopsi. Untuk lebih
mempercepat proses adopsi, maka suatu inovasi harus mampu menunjukkan
keunggulannya. Dalam hal ini, penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks harus dapat diujicobakan pada keadaan sesungguhnya dan
harus mempu juga menunjukkan keunggulannya.
5) Observability (dapat diobservasi) adalah tingkat bagaimana hasil penggunaan
suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat
hasil inovasi penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks, maka
semakin besar kemungkinan inovasi tersebut diadopsi oleh pekebun.
c. Media Komunikasi
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan peran manusia
lainnya terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Maka, untuk mencapai hal
tersebut, manusia perlu melakukan interaksi dengan manusia lainnya melalui
komunikasi. Komunikasi dalam bentuk paling sederhana adalah transmisi pesan
dari suatu sumber penerima.
Effendy (2012) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dalam
menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain dengan bertujuan untuk
memberitahu, mengeluarkan pendapat, mengubah pola sikap atau perilaku baik
langsung maupun tidak langsung. Sehingga, komunikasi dapat diartikan sebagai
sebuah proses interaksi yang dilakukan oleh manusia untuk menjalin hubungan
dengan lingkungan sekitarnya.
Sedangkan media merupakan alat atau sarana komunikasi seperti majalah
radio, televisi, film, poster, dan spanduk (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Selain itu media juga dapat diartikan sebagai sarana komunikasi dalam bentuk
10
cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya. Sehingga
dalam proses komunikasi, dibutuhkan sebuah media yang berperan sebagai alat
atau sarana agar informasi dari pemikiran yang ingin kita sampaikan dapat
ditangkap oleh mitra tutur dengan baik. Berdasarkan penjelasan diatas, media
komunikasi dapat diartikan sebagai semua sarana yang dipergunakan untuk
memproduksi, memproduksi, mendistribusikan atau menyebarkan dan
menyampaikan informasi.
Rogers (2003) dalam Mulyandari, menyatakan bahwa saluran komunikasi
sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan sumber maupun penerima untuk
menyalurkan atau menyampaikan pesan-pesannya. Saluran komunikasi
merupakan media yang dapat dimanfaatkan oleh individu-individu dan atau
kelompok/organisasi yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan
(message). Saluran komunikasi merupakan elemen penting dan cukup untuk
keberhasilan proses difusi inovasi. Pesan-pesan inovasi melalui saluran
komunikasi dirancang dan dibuat oleh agen pembaharu untuk disebarluaskan
kepada khalayak yang menjadi target adopter. Saluran komunikasi tidak hanya
sebagai media untuk menyebarluaskan atau menginformasikan (to inform) namun
berfungsi juga untuk memotivasi (to motivate) dan mendidik atau mengajar (to
instruct) sesuatu pada khalayak yang dituju (Hubeis et al. 2007). Media
komunikasi berfungsi sebagai:
1) Efektivitas: media komunikasi sebagai sarana untuk mempermudah dalam
penyampaian informasi
2) Efisiensi: media komunikasi sebagai sarana untuk mempercepat dalam
penyampaian informasi
3) Konkrit: media komunikasi sebagai sarana untuk membantu mempercepat isi
pesan yang mempunyai sifat abstrak
4) Motivatif: media komunikasi sebagai sarana agar lebih semangat melakukan
komunikasi.
Sedangkan dalam penyampaian informasi,terdapat dua saluran komunikasi
yaitu personal dan non personal (media massa).
1) Saluran komunikasi personal
11
Saluran komunikasi, baik secara langsung atau tidak langsung bersifat
lebih persuasif dibandingkan dengan media massa. Hal ini karena:
a) Penyampaian pesan bisa dilakukan secara langsung pada khalayak yang
dituju, bersifat pribadi dan manusiawi
b) Dapat dilakukan secara lebih terperinci dan lebih fleksibel disesuaikan
dengan situasi dan kondisi nyata
c) Keterlibatan khalayak dalam proses komunikasi cukup tinggi komunikator
atau sumber dapat langsung mengetahui reaksi, umpan balik dan tanggapan
dari khalayak atas isi pesan yang disampaikannya.
d) Komunikator atau sumber dapat segera memberikan penjelasan apabila
terdapat kesalahpahaman atau kesalahan persepsi dari pihak yang menerima
pesan atau khalayak atas pesan yang disampaikannya
Saluran komunikasi melalui personal ini dinilai efektif dengan dampak
yang menyertainya bukan hanya kognitif dan afektif tetapi juga hingga konatif
atau perilaku.
2) Saluran komunikasi media massa
Model saluran ini memiliki daya jangkau khalayak yang luas, bahkan tidak
terbatas dengan kemampuannya yang cepat. Media massa dalam hal ini tidak
terbatas hanya pada surat kabar, televisi, radio, tetapi juga berbagai media lain,
seperti billboard, leaflet, booklets, dan lainnya. Media dapat menentukan sampai
tidaknya suatu pesan yang disampaikan kepada target audience. Media merupakan
bagian terpenting dalam periklanan. Media berhubungan langsung dengan
konsumen dari berbagai dimensi.
Pesan yang disampaikan dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila
media yang dipilih sesuai dengan target audiencenya. Dampak pesan yang
disampaikan melalui saluran ini hanya menyentuh aspek kognitif. Berikut adalah
perbedaan antara saluran komunikasi personal dengan saluran media massa.
Selain kedua saluran komunikasi di atas, dikenal juga saluran komunikasi lainnya,
yaitu saluran komunikasi tradisional. Media tradisional mencangkup berbagai
bentuk kesenian seperti wayang golek, ludruk, ketoprak, lenong betawi, dan
sebagainya. Selain itu dikenal juga forum komunikasi seperti rembug desa, banjar,
siapana, dan lainnya. Saluran komunikasi tradisional inipun efektif dalam
12
penyampaian pesan dan dapat bersifat persuasif serta promosi suatu ide atau
produk. Hal ini disebabkan karena saluran komunikasi ini dekat dengan
masyarakat dan sesuai dengan kerangka budaya masyarakat setempat
d. Peran Penyuluh
Kegiatan penyuluhan membutuhkan tenaga penyuluh yang handal dan
profesional agar dapat melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian yang
direncanakan. Menurut Rogers dalam Mardikanto (1993) penyuluh adalah
seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban
untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran
untuk mengadopsi inovasi. Proses adopsi dipengaruhi oleh aktivitas yang
dilakukan oleh penyuluh, khususnya upaya yang dilakukan penyuluh untuk
“mempromosikan” inovasi teknologi. Semakin rajin penyuluh menawarkan
inovasi, maka semakin cepat inovasi dapat diadopsi oleh pekebun. Penyuluh
pertanian memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar, penyuluh harus
mampu menyampaikan program pemerintah untuk kemajuan pertanian yang
didukung dengan hasil penelitian. Penyuluh juga harus mampu menjadi fasilitator,
motivator, komunikator dan inovator kepada petani, sehingga petani dapat
menerapkan hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi persawahannya
[ CITATION Kha17 \l 1033 ].
1) Fasilitator, merupakan seseorang yang membantu sekelompok orang untuk
memahami tujuan bersama. Sebagai fasilitator, penyuluh memiliki beberapa
peran yang dapat dilakukan, yaitu membantu pekebun dalam menerapkan
penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks, menyediakan
konsultasi, membantu menghubungkan dengan dinas terkait, mendampingi
kegiatan dan membantu penyediaan fasilitas yang digunakan untuk
menerapkan inovasi.
2) Motivator, yaitu penyuluh pertanian diharapkan dapat mendorong dan
menggerakkan pekebun agar mau menerapkan teknologi-teknologi terbaru
yang dapat meningkatkan kesejahteraan pekebun. Pada penggunaan asam
semut sebagai bahan koagulan lateks, peran penyuluh sebagai motivator yaitu
mendorong agar petani mengikuti kegiatan penyuluhan, mendorong untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kualitas bokar, serta mendorong
13
petani untuk menerapkan penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan
lateks mereka.
3) Komunikator, yaitu penyuluh pertanian harus dapat menyampaikan pesan
kepada pekebun. Peran penyuluh dalam penerapan inovasi yaitu penggunaan
asam semut sebagai bahan koagulan lateks yaitu menyampaikan informasi
dengan jelas, informasi yang disampaikan harus lengkap, menyampaikan
informasi terkait dengan penyediaan sarana produksi maupun akses untuk
mendapat bantuan dari pemerintah.
4) Inovator, yaitu penyuluh pertanian lebih mengetahui hasil penelitian yang
sesuai untuk diterapkan di wilayah tersebut. Sebagai inovator, penyuluh
harus mengenalkan teknologi penggunaan asam semut kepada pekebun,
menjelaskan prospek dan keuntungan dengan penggunaan inovasi.
e. Peran Kelompok Tani
Kelompok tani adalah kumpulan petani yang dibentuk atas dasar
kesamaan, kepentingan, kondisi lingkungan, dan keakraban untuk meningkatkan
dan mengembangkan usaha anggota. Peran kelompok tani merupakan media
belajar organisasi dan kerjasama antar petani. Pertemuan kelompok tani
merupakan hal yang sangat penting dalam adopsi inovasi, karena dengan adanya
pertemuan kelompok tani maka ketua dapat memimpin dan memberikan
informasi-informasi baru yang telah didapatkan dari penyuluh maupun orang lain.
Pertemuan kelompok tani juga sangat mendukung bertemunya semua anggota
untuk bertukar fikiran, pendapat, maupun dapat memecahkan permasalahan dalam
usaha taninya (Novianti et al, 2020).
Kelompok tani memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan
pertanian. Adapaun Fungsi Kelompok Tani menurut Parissing (2019) yaitu :
1) Kelas Belajar : merupakan tempat atau wadah belajar mengajar sesama
anggota dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
anggota untuk tumbuh dan berkembang dalam berusaha meningkatkan
produktivitas, pendapatan dan kehidupan yang sejahtra.
2) Wahana kerjasama : merupakan tempat memperkuat kerjasama, baik
antara sesama anggota kelompok tani pun juga sesama kelompok tani atau
14
pihak lain, sehingga usahatani lebih efisien dan mampu menghadapi
ancaman, tantangan.
3) Unit Produksi : Usahtani dari setiap anggota kelompok merupakan satu
kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi
usaha dengan tetap menjaga kualitas, kuantitas dan keberlanjutan atau
kontinuitas produksi.
15
Nasional/Asing.
4. Lateks Tanaman Karet
Tanaman karet (Hevea basilensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman ini
merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Jauh sebelum tanaman
karet ini dibudidayakan, penduduk asli diberbagai tempat seperti : Amerika
Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga
menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman
Castillaelastica (family moraceae). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaat
lagi getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak
dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-
satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran [CITATION Bud12 \l 1033 ].
Lateks adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.
Pada
umumnya berwarna putih seperti susu dan belum mengalami penggumpalan
dengan
atau tanpa penambahan bahan pemantap (zat anti penggumpal) (Purbaya. et
al,2011). Cara untuk mendapatkan lateks dari tanaman karet yaitu melalui
penyadapan. Penyadapan adalah pelukaan buatan yang diberikan pada kulit batang
atau cabang tanaman karet [CITATION Syu15 \l 1033 ]. Lateks diproduksi oleh sel-sel
yang membentuk suatu pembuluh tersendiri, yaitu pembuluh lateks. Sel-sel ini
berada di sekitar pembuluh tapis (floem) dan memiliki inti banyak dan
memproduksi butiran-butiran kecil lateks di bagian sitosolnya. Apabila pada
jaringan pembuluh sel ini terbuka, akan terjadi pelepasan butiran-butiran ini ke
pembuluh dan keluar sebagai getah kental. Bahan olahan yang dihasilkan dari
lateks ini berupa sit, lateks pekat, dan karet remah [ CITATION Mil11 \l 1033 ].
Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25-40% karet dan
60-75% merupakan bahan bukan karet. Kandungan bukan karet ini selain air
adalah protein
(globulin dan havein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa),
lipida
(gliserida, sterol, dan fosfolipida). Komposisi ini bervariasi tergantung pada jenis
tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan penggunaan stimulan.
16
(Harahap,
2008 dalam [ CITATION Mil11 \l 1033 ].
Adapun faktor – faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks yaitu:
a. Iklim Musim hujan akan mendorong terjadinya prakoagulasi, sedangkan
musim kemarau akan mengakibatkan keadaan lateks menjadi tidak stabil.
b. Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (baik
yang
terbuat dari aluminium maupun yang terbuat dari baja tahan karat).
c. Peralatan yang digunakan harus dijaga kebersihannya agar kualitas lateks
tetap terjaga.
d. Pengaruh pH. Perubahan pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa
atau karena penambahan elektrolit. Dengan penurunan pH maka akan
mengganggu kestabilan atau kemantapan lateks akibatnya lateks akan
menggumpal.
e. Pengaruh Jasad Renik Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan
segera tercemar oleh jasad renik yang berasal dari udara luar atau dari
peralatan yang digunakan. Jasad renik tersebut mula – mula akan
menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum dan
menghasilkan asam lemak yang mudah menguap (asam eteris).
Terbentuknya asam lemak eteris ini secara perlahan – lahan akan
menurunkan pH lateks akibatnya lateks akan menggumpal. Sehingga
makin tinggi jumlah asam –
asam lemak eteris, semakin buruk kualitas lateks.
f. Pengaruh Mekanis, Jika lateks sering tergoncang akan dapat menyebabkan
penggumpalan atau prakoagulasi. (Handayani, 2008) dalam [ CITATION
Mil11 \l 1033 ].
5. Asam Semut (Asam Format) Sebagai Bahan Koagulan Lateks
Penggumpalan (Koagulasi ) adalah peristiwa perubahan fase sol menjadi
fase gel dengan bantuan bahan penggumpal yang biasa disebut dengan koagulan.
Lateks akan menggumpal jika muatan listrik diturunkan (dehidratasi), pH lateks
diturunkan
(penambahan asam H+) dan penambahan elektrolit. (Abednego, 1981) dalam
17
[ CITATION Mil11 \l 1033 ] . Penurunan pH lateks dapat terjadi baik secara alami
maupun disengaja atau adanya perlakuan khusus pada lateks seperti penambahan
bahan penggumpal/koagulan.
Asam semut merupakan salah satu bahan koagulan lateks. Asam semut
atau disebut juga asam format/formiat adalah asam karboksilat yang paling
sederhana. Asam format secara alami terdapat pada antara lain sengat lebah dan
semut. Asam format juga merupakan senyawa intermediet (senyawa antara) yang
penting dalam banyak sintesis kimia. Rumus kimia asam format dapat dituliskan
sebagai HCOOH atau CH2O2. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk
menurunkan pH latek sehingga latek akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada
pH antara 4.5-4.7. Asam format banyak digunakan sebagai asam penggumpal
karena asam formiat mudah larut dalam air sehingga karet yang dihasilkan
bermutu tinggi.
Penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks sangat dianjurkan
dalam pengolahan lateks. Peraturan Menteri Pertanian
No:38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman Pengolahan dan
Pemasaran. Bahan Olah Karet , yang diantaranya mengharuskan pemakaian
asam semut/asam formiat (CHOOH) atau bahan lain yang direkomendasikan
seperti asap cair sebagai koagulan untuk penggumpal lateks. Sehingga dengan
pemakaian koagulan anjuran tersebut, akan didapatkan kualitas bokar yang baik
sesuai SNI 06-2047-2002 yaitu dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (K3) dan
tingkat kebersihan yang tinggi. Perbedaan beberapa jenis koagulan yang sering
digunakan oleh pekebun karet disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan hasil koagulasi pada beberapa jenis koagulan yang sering
digunakan oleh pekebun karet
No. Jenis Ph Kecepatan Kondisi Warna Selama K3 P0 PRI
Koagulan Koagulan menggumpal Gumpala Gumpalan Penyimpanan (%)
(menit) n
1. Asap Cair 4,7 16 Sempurna Putih krem Bau asap 81 58 89
2. Asam 4,7 22 Sempurna Putih abu- Bau busuk 75 46 85
Semut abu
3. Tawas 4,7 22 Tidak Abu-abu Bau busuk 59 37 35
sempurna
4. Pupuk 5 60 Tidak Krem Bau busuk 54 43 56
TSP Sempurna
18
Sumber : [CITATION Mil11 \l 1033 ]
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa penggunaan asam semut
sebagai bahan koagulan lateks memberikan hasil yang baik terhadap koagulum
yang dihasilkan yaitu berupa Kadar Karet Kering (K3) yang tinggi, penggumpalan
yang sempurna, angka P0 dan PRI yang tinggi. Lain halnya dengan penggunaan
tawas atau pupuk TSP yang sering digunakan oleh pekebun karet pada umumnya
dengan alasan harga yang murah, memberikan hasil yang kurang baik yaitu
penggumpalan yang tidak sempurna, Kadar Karet Kering (K3) yang rendah,
angka plastisitas awal (P0) dan Plastisitas Retensi Indeks (PRI) yang rendah.
Tawas di dalam air akan terhidrolisa dan membentuk asam sulfat. Asam ini
berperan sebagai oksidator yang dapat merusak lapisan protein (selubung partikel
karet) yang berfungsi sebagai anti oksidan. Sebagai akibatnya, molekul karet
mudah teroksidasi sehingga Po dan PRInya rendah .
Slab yang digumpalkan dengan pupuk TSP memiliki nilai Po dan PRI
yang memenuhi standar karena pupuk TSP yang digunakan telah didekantasi atau
diendapkan selama 1 malam sehingga nilai Po dan PRInya tidah jatuh. Jika pupuk
TSP langsung digunakan tanpa didekantasi terlebih dahulu maka akan
menurunkan nilai Po dan PRI. Untuk P0 dan PRI yang sesuai standar SIR
(Standard Indonesia Rubber) yaitu P0 minimal 50 dan PRI minimal 30 [ CITATION
Mil11 \l 1033 ].
6. Aplikasi Asam semut sebagai bahan koagulan lateks
Aplikasi Asam semut sebagai bahan koagulan lateks harus sesuai dengan prosedur
agar koagulum atau bokar yang dihasilkan dapat sesuai standar. Menurut SNI 06-
2047-2002, panduan penggunaan asam semut adalah sebagai berikut :
a. Lateks Lateks kebun yang belum mengalami pra koagulasi (membubur)
diencerkan dengan air bersih sehingga KKK menjadi 15% atau 1 ember lateks
kebun ditambahkan dengan ¾ (tiga perempat) ember air.
b. Lateks kebun yang telah diencerkan kemudian disaring dengan saringan lateks 20
mesh
c. Lateks yang telah disaring dibubuhi larutan asam semut 10% sebanyak 10
ml.
Larutan asam semut 10% dibuat dengan mengencerkan asam semut 90%
dengan air bersih dalam perbandingan 1: 10.
19
d. Dosis yang digunakan untuk menggumpalkan lateks adalah 10 ml (1
sendok makan) larutan asam semut encer per liter lateks yang telah
diencerkan.
e. Pencampuran larutan asam semut ke dalam lateks disertai pengadukan
secara merata, kemudian lateks dibiarkan menggumpal selama 2-6 jam
sampai terbentuk gumpalan. Dosis bahan penggumpal lain menurut
rekomendasi yang diberikan oleh institusi yang berwenang
7. Bokar
Menurut SNI 06-2047-2002 , Bahan Olah Karet (bokar) adalah lateks
kebun serta koagulum yang diperoleh dari pohon karet (Hevea Brasiliensis).
Bokar yang dihasilkan dari pekebun karet kemudian diolah lebih lanjut secara
sederhana sampai menjadi bentuk lain yang bersifat lebih tahan untuk disimpan
serta tidak tercampur dengan kontaminan. Menurut cara pengolahannya, bahan
olah karet (BOKAR) dibedakan atas 4 (empat) jenis yaitu : Lateks kebun, Sit, Slab
dan Lump.
a. Lateks kebun adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet
(Hevea brasiliensis M), berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks
kebun hasil penyadapan mempunyai Kadar Karet Kering (KKK) antara
20-35%, serta bersifat kurang mantap sehingga harus diolah sesegera
mungkin
b. Sit angin adalah lembaran tipis yang berasal dari gumpalan lateks kebun
yang digumpalkan dengan menggunakan asam semut atau bahan
penggumpal lain dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
c. Slab (lempengan) adalah gumpalan yang dihasilkan dari lateks kebun yang
digumpalkan dengan asam semut atau bahan pengumpal lain, atau dari
lump mangkok segar yang direkatkan dengan lateks.
d. Lump adalah bahan olah karet yang mengalami penggumpalan alamiah
atau dengan penambahan bahan koagulan dalam mangkuk penampung.
Jenis bokar yang di produksi pekebun karet di kecamatan Pemali
kabupaten Bangka pada umumnya adalah slab. Penyebab penurunan mutu bokar
dikarenakan pekebun karet menggunakan koagulan yang tidak dianjurkan (tawas)
dan merendam bokar di dalam kolam atau sungai selama 7–14 hari dengan tujuan
20
agar berat bokar tidak mengalami penyusutan. Perendaman tersebut memiliki efek
samping yang akan memicu perkembangbiakan bakteri perusak antioksidan alami
di dalam bokar, sehingga nilai plastisitas awal (Po) dan plastisitas setelah
dipanaskan atau PRI menjadi rendah.
21
Tengah
Provinsi
Maluku
(2017)
3. 1. Laila Faktor- Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh
Kadar Faktor Yang data secara nyata adalah pendapatan,
2. Herma Berpengaruh deskriptif pengetahuan/informasi
nto Terhadap dan teknologi, dukungan penyuluh,
Siregar Adopsi kuantitatif hama penyakit, dan ketersediaan
3. Eka Varietas dengan benih.
Intan Unggul menggunak
Kumal Jagung Putih an
a Putri Di persentase,
Kabupaten diagram dan
Grobogan- tabel.
Jawa Tengah Faktor-
(2016) faktor yang
mempengar
uhi adopsi
dianalisis
dengan
model
regresi.
4. Yos Faktor- Jenis Faktor-faktor yang
Wahyu Faktor Yang penelitian mempengaruhi kecepatan adopsi
Harianta Mempengar yang inovasi pertanian di kalangan
uhi digunakan petani terdiri dari:
Kecepatan penelitian - karakteristik inovasi
Adopsi survey - karakteristik petani
Inovasi dengan - saluran komunikasi yang
Pertanian Di menggunak digunakan
kalangan an - kualifikasi/ keadaan PPL
Petani di kuesioner
Kecamatan sebagai
Gatak pengumpul
Kabupaten data.
Sukoharjo
(2010)
22
2. Ary uhi Adopsi Dan Sampel berkomunikasi, penguasaan
Bakhtiar Inovasi Penelitian materi, kemampuan memotivasi)
3. Dicky Pertanian Ini Berbengaruh Positif Dan
Adithya Sayur Ditentukan Signifikan Terhadap Adopsi
Pratama Organik Di Dengan Inovasi.
4. Lia Nita Kota Batu Metode
Pramudi (2020) Sensus.
astuti Metode
5. Fithri Analisis
Mufrian Data
tie Menggunak
an Analisis
Deskriptif
Dan Partial
Least
Square.
6. 1.Novianti Adopsi Pengumpul Faktor-faktor yang
, Inovasi an data mempengaruhi adopsi inovasi
2.Kusmiy Penggunaan melalui penggunaan varietas unggul
ati Varietas pembagian baru padi sawah di Kecamatan
3.Sulistyo Unggul kuesioner, Cilaku Kabupaten Cianjur yaitu
wati Baru Padi dengan sarana dan prasarana, tingkat
Sawah di instrumen pendidikan, peran penyuluh, dan
Kecamatan pengkajian pertemuan kelompoktani
Cilaku yang telah
Kabupaten lulus uji
Cianjur validitas
(2020) dan
reliabilitas.
Pengaruh
faktor
internal dan
faktor
eksternal di
analisis
menggunak
an uji
regresi
linear
berganda.
23
Mulyani, i Peran wawancara pendidikan, luas lahan, peran
Komunikasi menggunak media informasi, peran
Kelompok an kuisioner pendamping(penyuluh) , dan
Tani dalam Data peran komunikasi kelompok.
Adopsi dianalisis
Inovasi dengan
Teknologi statistic
Upaya deskriptif
Khusus dan regresi
PAJALE di model
Jawa Timur logistic
C.
24
D. Kerangka Pikir
Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka penyusunan
kerangka pemikiran penelitian ini bertujuan untuk mempermudah di dalam
pengarahan akhir tentang adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut
sebagai bahan koagulan lateks dapat dilihat pada gambar berikut :
Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat adopsi pekebun terhadap penggunaan asam semut sebagai
bahan koagulan lateks pada tanaman karet di Kecamatan Pemali Kabupaten
Bangka?
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan dengan adopsi pekebun
terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks pada tanaman
karet di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka?
Tujuan
1. Mengetahui tingkat adopsi pekebun terhadap penggunaan asam semut sebagai
bahan koagulan lateks pada tanaman karet di Kecamatan Pemali Kabupaten
Bangka?
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan dengan adopsi
pekebun terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks
Faktor-Faktor yang
Adopsi pekebun karet
mempengaruhi adopsi Pekebun
terhadap penggunaan
(X)
asam semut sebagai
X1. Karakteristik Pekebun bahan koagulan
lateks (Y)
X2. Karakteristik Inovasi
X3.Peran Penyuluh
Gambar 1.Kerangka pikir adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut
sebagai bahan koagulan lateks pada tanaman karet di Kecamatan Pemali
Kabupaten Bangka
25
E. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan pengkajian maka hipotesis
dalam pengkajian ini adalah :
1. Tingkat adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka dalam kategori
rendah.
2. Adanya pengaruh signifikan antara karakteristik pekebun, karakteristik
inovasi, peran penyuluh, media komunikasi, sarana dan prasarana, dan peran
kelompoktani terhadap adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam
semut sebagai bahan koagulan lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka
26
III. METODE PELAKSANAAN
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini adalah penelitian
deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian mendeskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat ini. Penelitian deskriptif
memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat
penelitian berlangsung. Menurut Noor (2011) penelitian kuantitatif merupakan
metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar
variabel. Variabel-variabel ini diukur melalui instrumen penelitian sehingga data
yang terdiri dari angka-angka dan dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik.
C. Batasan Operasional
Batasan operasional diartikan sebagai pembatasan ruang lingkup
pembahasan dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Adapun batasan
operasional dalam kegiatan penelitian ini diantaranya, sebagai berikut :
1. Kegiatan Penelitian dilakukan di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2. Desa yang dipilih sebagai lokasi penelitian merupakan desa yang berada di
Kecamatan Pemali dan memiliki potensi perkebunan karet rakyat. Dari 6
(enam) desa yang berada di Kecamatan Pemali, hanya 4 (empat) desa yang
memiliki potensi perkebunan karet yaitu :
a. Desa Penyamun
27
b. Desa Pemali
c. Desa Air Duren
d. Desa Sempan
3. Pekebun yang dijadikan responden merupakan pekebun komoditi karet
4. Populasi dari penelitian merupakan pekebun dari anggota kelompok tani yang
memiliki fokus usahatani pada komoditi karet.
5. Kelompok tani yang dijadikan populasi dan sampel penelitian adalah kelompok
tani yang sudah pernah disuluhkan materi tentang penggunaan asam semut
sebagai bahan koagulan lateks
6. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu
a. Variabel Y = Adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut
sebagai bahan koagulan lateks
b. Variabel X1= Karakteristik pekebun yang meliputi umur, luas lahan,
pengalaman, pendapatan, dan pendidikan
c. Variabel X2 = Karakteristik Inovasi yang meliputi keuntungan relative,
kesesuaian, kerumitan, dapat dicoba, dapat diamati
d. Variabel X3 = Peran penyuluh yang meliputi penyuluh sebagai
komunikator, motivator, fasilitator, dan inovator
e. Variabel X4 = Media komunikasi yang meliputi saluran komunikasi
personal dan saluran komunikasi media massa.
f. Variabel X5 = Sarana dan Prasarana yang meliputi kios saprodi,lembaga
keuangan, dan pemasaran bokar.
g. Variabel X6 = Peran kelompok tani yang meliputi kelas belajar, wahana
kerjasama dan unit produksi.
Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan bagian yang mendefinisikan sebuah
konsep/ variabel agar dapat di ukur, dengan cara melihat pada dimensi (indikator)
dari suatu konsep/ variabel, yang dimana definisi operasional tidak boleh
mempunyai makna yang berbeda dengan definisi konseptual [ CITATION War12 \l
1033 ]. Artinya, definisi operasional pengkajian merupakan penjelasan atau
pengertian variabel-variabel yang ada dalam pengkajian dengan maksud
28
membatasi lingkup makna variabel ke arah objek pengamatan sehingga dapat
dilakukan pengukuran. Variabel-variabel pengkajian ini terdiri dari variabel X
dan Y.
Variabel X pada penelitian ini terdiri dari karakteristik pekebun,
karakteristik inovasi, peran penyuluh, media komunikasi, sarana dan prasarana,
peran kelompok tani. Sedangkan variabel Y dalam pengkajian ini adalah adopsi
pekebun karet terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks.
1. Karakteristik Pekebun (X1)
Karakteristik pekebun adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki
seorang pekebun yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap, dan tindakan
terhadap lingkungannya. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe
perilaku petani pada situasi tertentu, dalam pengkajian ini karakteristik yang
diamati adalah umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, tingkat pendapatan
dan luas lahan. Indikator ini diukur menggunakan skala Likert dengan kriteria
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
2. Karakteristik inovasi (X2)
Merupakan ciri atau sifat yang dimiliki oleh hasil suatu pengembangan
pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan dan pengalaman berupa
produk, proses dan sistem yang baru. Adapun indikator yang digunakan pada
variabel karakteristik inovasi ini yaitu tingkat keuntungan, keserasian,
kompleksitas, dapat diuji coba dan dapat diamati. Indikator ini diukur
menggunakan skala Likert dengan kriteria sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak
setuju dan sangat tidak setuju.
3. Media komunikasi yang digunakan (X3)
Merupakan alat perantara atau pengantar yang berfungsi untuk
menyalurkan pesan atau informasi dari suatu sumber kepada penerima pesan.
Adapun indikator yang digunakan adalah saluran komunikasi personal dan saluran
komunikasi media massa yang diukur menggunakan skala Likert dengan kriteria
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju
4. Peran penyuluh (X4)
Merupakan suatu sikap atau perilaku penyuluh sebagai perantara dan
penghubung informasi untuk petani yang bertugas dalam memberikan dorongan
29
kepada petani agar mampu mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup
yang lebih sesuai dengan perkembangan. Adapun indikator yang digunakan
adalah peran penyuluh sebagai komunikator, motivator, fasilitator, dan inovator
yang diukur dengan skala Likert kriteria sangat baik, baik, cukup, tidak baik dan
sangat tidak baik .
5. Sarana dan Prasarana (X5)
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dan bahan
untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu proses produksi. Sementara
prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya produksi. Sarana dan prasarana yang baik dan memadai tentu
dapat memperlancar kemajuan dalam sector pertanian (Novianti,et al. 2020).
Adapun indikator yang digunakan adalah kios saprodi, lembaga keuangan, dan
tempat pemasaran hasil bokar. Indikator ini diukur menggunakan skala Likert
dengan kriteria sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak
setuju.
6. Peran Kelompok Tani (X6)
Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk
atas dasar kesamaan kondisi lingkungan dan keakraban untuk peningkatan
pengembangan usaha. Adapun indicator peran kelompok tani diambil dari fungsi
kelompok tani yaitu kelas belajar, wahana kerjasama, dan unit produksi. Indikator
ini diukur menggunakan skala Likert dengan kriteria sangat setuju, setuju, ragu-
ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
7. Adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks (Y)
Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru
sebagai cara bertindak yang paling baik. Adopsi yang dikaji dalam penelitian ini
yaitu adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks. Indikator ini diukur menggunakan skala Likert dengan kriteria
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.
Pengukuran Variabel
30
Berdasarkan definisi operasional dari masing-masing variabel yang telah
diuraikan pada batasan operasional, untuk membuat instrumen pengkajian perlu
terlebih dahulu melakukan pengukuran pada masing-masing faktor atau variabel.
Variabel tersebut akan diuraikan sesuai dengan indikator dan kriteria-kriteria yang
telah ditentukan, kemudian dilakukan pemberian skor dari kriteria-kriteria yang
ada tersebut. Untuk keperluan analisis kuantitatif sesuai pengkajian ini, pemberian
skor merujuk pada skala Linkert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial dengan
terdiri lima alternatif jawaban menggunakan yaitu skor 5 berarti sangat setuju,
skor 4 berarti setuju, skor 3 berarti ragu-ragu, skor 2 berarti tidak setuju, dan skor
1 berarti sangat tidak setuju (Sugiyono, 2017).
Tabel 4. Pengukuran Variabel Faktor-faktor Adopsi Pekebun
No. Variabel Indikator Kriteria Skor
1. Karakteristik 1. Umur a) Sangat Setuju 5
Petani (X1) 2. Pendidikan b) Setuju 4
3. Pengalaman c) Ragu-ragu 3
4. Luas lahan d) Tidak Setuju 2
5. Pendapatan e) Sangat tidak setuju 1
2. Karakteristik 1. a) Sangat Setuju 5
Inovasi (X2) 2. b) Setuju 4
3. c) Ragu-ragu 3
4. d) Tidak Setuju 2
5. e) Sangat tidak setuju 1
3. Peran Penyuluh 1. a) Sangat baik 5
(X3) 2. b) Baik 4
3. c) Cukup 3
4. d) Tidak baik 2
e) Sangat tidak baik 1
4. Media Komunikasi 1. Komunikasi a) Sangat setuju 5
(X4) personal b) Setuju 4
2. Komunikasi non- c) Ragu-ragu 3
personal (media d) Tidak setuju 2
masa) e) Sangat tidak setuju 1
5. Sarana dan 1. a) Sangat setuju 5
Prasarana (X5) 2. b) Setuju 4
3. c) Ragu-ragu 3
d) Tidak setuju 2
e) Sangat tidak setuju 1
6. Peran 1. Wahana Belajar a) Sangat setuju 5
Kelompoktani (X6) 2. Wahana Kerjasama b) Setuju 4
3. Unit Produksi c) Ragu-ragu 3
d) Tidak setuju 2
e) Sangat tidak setuju 1
7. Adopsi pekebun Penerapan pekebun a) Sangat tinggi
31
karet terhadap karet terhadap b) tinggi
penggunaan asam penggunaan asam c) sedang
semut sebagai semut sebagai bahan d) rendah
bahan koagulan koagulan lateks e) Sangat rendah
lateks (Y)
32
mendalam kepada responden guna memperoleh data yang belum terungkap
dari kuesioner yang diberikan.
3). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada responden untuk
kemudian dijawabnya.
4). Pencatatan, yaitu pengumpulan data dengan jalan mencatat hal-hal yang
perlu dilakukan dalam penelitian yang diperoleh dari responden, maupun
instansi terkait pengkajian.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau
sumber sekunder untuk mendukung data primer. Penulis menggunakan cara untuk
memperoleh data sekunder sebagai berikut:
1). Perpustakaan
Data sekunder diperoleh melalui sejarah, literatur-literatur, serta
buku-buku yang akan kita gunakan sesuai dengan kebutuhan penelitian dan
sebagai bahan referensi untuk menyusun kajian pustaka atau teori-teori
dalam penelitian ini.
2). Jurnal
Data sekunder diperoleh dari jurnal dan hasil penelitian terdahulu
yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian.
33
f. Desa Air Duren
Adapun kriteria dalam pemilihan populasi pengkajian ini dilakukan
dengan pertimbangan yaitu:
a. Daerah yang memiliki potensi perkunan karet
b. Pekebun pernah mendapatkan materi penyuluhan tentang penggunaan
asam semut sebagai bahan koagulan lateks
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka daerah yang memenuhi kedua
kriteria tersebut yaitu:
a. Desa Pemali
b. Desa Penyamun
c. Desa Sempan
d. Desa Air Duren
Adapun kriteria dalam pemilihan kelompok tani untuk penentuan populasi
pengkajian ini dilakukan dengan pertimbangan yaitu:
a. Kelompok tani memiliki focus usahatani pada komoditi karet
b. Kelompok tani sudah pernah mendapatkan materi penyuluhan tentang
penggunaan asam semut sebagai bahan koagulan lateks
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka kelompoktani yang memenuhi
kedua kriteria tersebut yaitu:
a. Desa Pemali, yaitu kelompok tani Air Simpur, kelompok tani Anggrek
Permai, kelompok tani Pandawa
b. Desa Penyamun, yaitu kelompok tani Bintang Timur & kelompok tani
Teratai
c. Desa Sempan, yaitu kelompok tani Merapin, Merdeka, Pusaka Jaya, Bina
Jaya, Angin Segar, Harapan Jaya, At- Tasbih, Bertebar, Harapan Makmur,
Belalin Jaya, Air Lebuk II, Maju Sejahtera, Jani, Kamelan
d. Desa Air Duren, yaitu kelompok tani Abadi Jaya, Kap-hin, Wirausaha
Parit 6, Wirausaha Jawa I
Adapun jumlah populasi pada pengkajian yang berjudul Adopsi Pekebun
Karet Terhadap Penggunaan Asam Semut sebagai Bahan Koagulan Lateks di
Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka dapat dilihat pada tabel berikut ini:
34
Tabel 5. Populasi Pengkajian
35
Berdasarkan rumus diatas maka:
n= 521
521(10%)2 + 1
n = 83,8 dibulatkan menjadi 84 orang
Berdasarkan perhitungan diatas dengan menggunakan tingkat error
sebesar 10 %, jumlah responden pada pengkajian yang berjudul Adopsi Pekebun
Karet Terhadap Penggunaan Asam Semut Sebagai Bahan Koagulan Lateks di
Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka sebanyak 84 orang. Untuk menentukan
jumlah responden masing-masing kelompok tani dihitung menggunakan rumus
berikut ini:
N
¿= ×n
∑N
Keterangan :
¿ = Jumlah Sampel
N = Jumlah Petani
N
∑ = Jumlah Populasi
n = Jumlah Sampel
36
19. Kamelan 29 29/521×84 = 4,67 5
20. Abadi Jaya 24 24/521×84 = 3,86 4
21. Kap-hin 24 24/521×84 = 3,86 4
22. Wirausaha Parit 6 21 21/521×84 = 3,38 3
23. Wirausaha Jawa I 28 28/521×84 = 4,51 5
Total 84 orang
Sumber: Analisis Data Primer Tahun (2021)
Berdasarkan tabel 6, jumlah responden pengkajian tersebar merata
dengan jumlah 2 sampai 5 orang setiap kelompoktani.
37
apa yang seharusnya diukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki
validitas rendah.
Salah satu cara untuk mengukurnya dengan menggunakan rumus korelasi
product moment [ CITATION Pro06 \l 1033 ] sebagai berikut :
n(∑ xy )−(∑ xy )
rxy = √ {n ∑ x −( ∑ x ) } {n ∑ y ²−(∑ y)² }
2 2
Keterangan:
r = Koefisien korelasi (x)² = Kuadrat jumlah skor item
n = Jumlah subjek y² = Jumlah kuadrat skor total
x = Skor setiap item (y)² = Kuadrat jumlah skor total
y = Skor total
x² =Jumlah kuadrat skor item
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama
diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek
memang belum berubah. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk menilai kestabilan
ukuran dan konsistensi responden dalam menjawab kuesioner (Noor, 2011).
Kuesioner tersebut mencerminkan konstruk sebagai dimensi suatu variabel
yang disusun dalam bentuk pertanyaan. Pengujian reliabilitas menggunakan
rumus Alpha Cronbach yang diinterpretasikan sebagai korelasi dari skala yang
diamati dengan semua kemungkinan pengukuran skala lain yang mengukur hal
yang sama dan menggunakan butir pertanyaan yang sama. Adapun rumus yang
digunakan dalam uji reliabilitas adalah sebagai berikut:
2
∑S
r =
n
( )
n−1
1
S( )
2
t
t
Keterangan:
r = Koefisien reliabilitas
n = Banyaknya butir item
38
2
∑s = Jumlah varian skor dari tiap item
t
2
S = Varian total
t
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah kesadaran dimana pada model regresi
ditemukan adanya korelasi yang sempurna atau mendekati sempurna antar
39
variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi yang sempurna atau mendekati sempurna antara variabel bebas (nilai
korelasi satu atau mendekati satu). Metode yang digunakan untuk uji
multikolinearitas pada pengkajian ini yaitu dengan melihat nilai Variance
Inflation Factor (VIF). Untuk mengetahui suatu model regresi bebas
multikolinearitas yaitu mempunyai nilai VIF kurang dari nilai 10 dan mempunyai
angka toleransi lebih dari 0,1[ CITATION Pri12 \l 1033 ].
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah variansi dari error model regresi tidak konstan
atau variansi antar error yang satu dengan error yang lain berbeda [ CITATION
Wid09 \l 1033 ]. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas dan jika berbeda akan disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi
heteroskedastisitas [ CITATION Ima06 \l 1033 ]. Konsekuensi adanya
heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir (estimator) yang
diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil, maupun dalam sampel besar.
Untuk menentukan heteroskedastisitas dapat menggunakan grafik
scatterplot dengan ketentuan bahwa titik-titik yang terbentuk harus menyebar
secara acak dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi heteroskedastisitas dan model regresi
layak digunakan.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara satu variabel error dengan
variabel error yang lain. Autokorelasi seringkali terjadi pada data time series dan
dapat juga terjadi pada data cross section tetapi jarang [CITATION Wid09 \l 1033 ].
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan t-1 (sebelumnya).
Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Konsekuensi dari
adanya autokorelasi dalam model regresi adalah model regresi yang dihasilkan
tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen pada nilai variabel
40
independen tertentu. Untuk mendeteksi adanya korelasi dalam suatu model regresi
dilakukan melalui pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW).
3. Pengujian Hipotesis
a. Tingkat Adopsi Pekebun Karet terhadap Penggunaan Asam Semut sebagai
Bahan Koagulan Lateks
Untuk mengetahui tingkat adopsi pekebun karet terhadap penggunaan
asam semut sebagai bahan koagulan lateks dilakukan dengan mengukur tingkat
penggunaan asam semut dengan kriteria sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat
rendah dengan menghitung rata-rata skor. Sebelum itu terlebih dahulu di cari
persentase nilai rata-rata item dalam variabel dengan menjumlahkan rata-rata item
variabel dibagi dengan skor tertinggi. Setelah total nilai yang diperoleh dan nilai
maksimum yang didapatkan, maka dilakukan analisis guna untuk mengetahui
tingkat kemandirian pekebun melalui kuesioner dengan menggunakan skala
Likert [ CITATION Rid14 \l 1033 ]. Rumus yang digunakan untuk mengetahui
interpretasi data digunakan rumus sebagai berikut:
41
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi pekebun karet terhadap penggunaan
asam semut sebagai bahan koagulan lateks
Adapun hipotesis pada pengkajian yang berjudul “Adopsi Pekebun Karet
terhadap Penggunaan Asam Semut sebagai Bahan Koagulan Lateks di Kecamatan
Pemali Kabupaten Bangka” adalah diduga ada faktor-faktor ( karakteristik
pekebun, karakteristik inovasi, media komunikasi yang digunakan, peran
penyuluh, sarana dan prasarana dan peran kelompok tani) yang berpengaruh pada
tingkat adopsi pekebun karet terhadap penggunaan asam semut sebagai bahan
koagulan lateks di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka.
Menurut Sugiyono (2018) menyatakan bahwa pengujian hipotesis
dilakukan dengan analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk
melakukan prediksi, bagaimana perubahan nilai variabel dependen jika nilai
variabel independen dinaikkan atau diturunkan nilainya (dimanipulasi) regresi
bertujuan untuk menganalisis besarnya pengaruh variabel bebas (independen)
terhadap variabel terikat (dependent). Regresi linear berganda digunakan untuk
menguji pengaruh lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat
[ CITATION Ari12 \l 1033 ]. Adapun rumus regresi linear berganda yaitu:
42
𝑅2 = Koefisien determinasi
K = Jumlah variabel X
n = Jumlah anggota sampel
bi
𝑡 hitung
¿ Se (bi)
Keterangan:
bi = Koefisien regresi ke – i, dengan derajat bebas n-k-1,
Se (bi) = Akar varians (bi)
Formulasi hipotesis yang diuji:
1) H0 : 𝛽𝑖 = 0 (hipotesis nihil) berarti variabel X tidak berpengaruh signifikan
atas kemandirian anggota kelompok tani
2) H1 : 𝛽𝑖 ≠ 0 (hipotesis alternatif) berarti variabel X berpengaruh signifikan atas
kemandirian anggota kelompok tani.
Kriteria pengujian adalah :
1) Jika t hitung≥ t tabelmaka H0 ditolak dan H1 diterima. Maka faktor variabel X
tidak berpengaruh signifikan atas kemandirian anggota kelompok tani.
43
2) Jika t hitung ˂ t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Maka faktor variabel X
berpengaruh signifikan atas kemandirian anggota kelompok tani.
DAFTAR PUSTAKA
44
Maddux, J., & Rogers, R. (1983). Protection Motivation and Self Efficacy : A
Revised Theory Od Fear Appeals and Attitude Change. Journal of
Experimental Social Psychology.
Mardikanto. (2002). Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan. Surakarta: Pertanian
Pasca Sarjana UNS.
Mardikanto, T. (1993). Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta:
Unitversity Press.
Mardikanto, T. (2009). Sistem Penyuluhan Pertanian. Semarang: Universitas
Sebelas Maret.
Mardikanto, T., & Sri, S. (1982). Pengantar Penyuluhan Pertanian. Surakarta:
Hapsara.
Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana.
Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya.
Jakarta: Kencana.
Novianti, S., Kusmiyati, & Sulistyowati, D. (2020). Adopsi Inovasi Penggunaan
Varietas Unggul Baru Padi Sawah di Kecamatan Cilaku Kabupaten
Cianjur Provinsi Jawa Barat. Jurnal Inovasi Pertanian, Vol.1 No 4
September 2020.
Parissing, C. S. (2019, Desember 3). KELOMPOK TANI ( FUNGSI DAN PERAN
KELOMPOK TANI). Dipetik Maret Kamis, 2020, dari Cybex Pertanian:
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/85489/KELOMPOK-TANI--
FUNGSI-DAN-PERAN-KELOMPOK-TANI/
Priyanto. (2012). Belajar Cepat Olah Data Statistik Dengan SPSS. Yogyakarta:
Cv Andi Offest.
Purbaya, M., Sari, T. I., Saputri, C. A., & Fajriati, M. T. (2011). PENGARUH
BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN
HUBUNGANNYA DENGAN SUSU BOBOT, KADAR KARET
KERING, DAN PLASTISITAS. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
(hal. 351-357). Palembang: Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Riduwan. (2014). Metode & Teknik Penyusunan Proposal Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
45
Riduwan, & Sunarto. (2009). Pengantar Statistika untuk Penelitian: Pendidikan
Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Rogers, E., & Shoemekers, F. (1987). Comunication of Inovation, Terjemahan
oleh Hanafi A.,. Surabaya: Usana Offset Printing.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R& D. Bandung:
CV Alfabeta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Syukur, & Iswaramuda, W. (2015). Penyadapan Tanaman Karet. Jambi: Balai
Pelatihan Pertanian Jambi.
Wardono, M. N. (2012). Pengaruh Pendidikan, Pelatihan dan Motivasi Terhadap
Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan Semen Kabupaten Kediri.
Revitalisasi, 115-124.
Widarjono, A. (2007). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi edisi ketiga.
Yogyakarta: Ekonisia.
Wijaya, & Ariyadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
46