Anda di halaman 1dari 4

RPS 3 : PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP

AKTIVA TAK BERWUJUD

Disusun Oleh :

Handy Purnama (1907531003)

UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PRODI AKUNTANSI

2020
3.1 Prosedur Untuk Menilai dan Mengamortisasi Aktiva Tak Berwujud

Penilaian aset tak berwujud dibagi menjadi dua , yakni aset tak berwujud yang
dibeli dan aset tak berwujud yang dibuat sendiri. Aset takberwujud yang dibeli
perusahaan akan dicatat nilainya sesuai dengan biaya perolehan yang termasuk semua
biaya akuisisi ditambah pengeluaran untuk membuat aset siap untuk digunakan
sedangkan untuk aset takberwujud yang dibuat sendiri , perusahaan akan melakukan
penilaian disaat biaya timbul di tahap penelitian dan tahap pengembangan. Semua
biaya yang timbul dalam tahap penelitian dibebankan pada saat terjadinya dan pada
tahap pengembangan beberapa biaya pengembangan akan dikapitalisasi. Kapitalisasi
beban tersebut dilakukan disaat aktivitas penelitian dan pengembangan memenuhi
beberapa kriteria yang sesuai dengan IFRS. Kriteria yang dimaksud tersebut terdapat
di IAS 38. Biaya pengembangan diakui sebagai aset tak berwujud apabila perusahaan
dapat menunjukkan hal - hal berikut: kelayakan teknis dari penyelesaian aset tidak
berwujud sehingga akan tersedia untuk digunakan atau dijual , niatnya untuk
menyelesaikan aset takberwujud dan menggunakan atau menjualnya, kemampuannya
untuk menggunakan atau menjual aset takberwujud , bagaimana aset takberwujud
menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan , ketersediaan yang
memadai teknis , resources keuangan, dan lainnya untuk menyelesaikan
pengembangan dan untuk menggunakan atau menjual aktiva tidak berwujud , dan
kemampuannya untuk mengukur beban secara andal berhubungan dengan aktiva tak
berwujud selama perkembangannya. Kriteria biaya pengembangan tersebut juga
dijelaskan pada Psak 19.

Amortisasi aset takberwujud dilakukan pada aset takberwujud yang umur


manfaatnya terbatas dan bagi aset tak berwujud yang umur manfaat tidak terbatas
tidak dilakukan amortisasi ( Kieso dkk , 2017) . Jumlah beban amortisasi untuk aset
takberwujud yang umur manfaatnya terbatas harus mencerminkan pola dimana
perusahaan mengonsumsi atau menggunakan aset , jika perusahaan dapat menentukan
pola tersebut dengan andal. Jika tidak dapat menentukan pola tersebut maka
perusahaan harus menggunakan metode garis lurus untuk amortisasi. Jumlah aset
takberwujud yang diamortisasi harus sama dengan biaya perolehan dikurangi nilai
residu. Nilai residu diasumsikan nol kecuali pada akhir masa pakainya aset
takberwujud memiliki nilai bagi perusahaan lain. IFRS mengharuskan perusahaan
untuk menilai estimasi nilai residu dan umur manfaat aset takberwujud setidaknya
sekali setiap tahun. Aset tak berwujud dianggap memiliki masa manfaat tidak terbatas
apabila tidak ada faktor ( hukum , peraturan , kontrak , persaingan , atau lainnya)
yang membatasi umur manfaat aset takberwujud. Aset takberwujud akan
dicantumkan dalam neraca sebesar harga perolehannya dikurangi akumulasi
amortisasi dan akumulasi penurunan nilai. Pencatatan amortisasi dilakukan dengan
cara menempatkan beban amortisasi pada debit dan akumulasi amortisasi pada
kredit. Untuk pencatatan rugi penurunan nilai , rugi penurunan nilai ditempatkan
pada debit dan akumulasi penurunan nilai pada kredit. Aset takberwujud dengan
umur manfaat terbatas akan di uji penurunan nilainya apabila terdapat indikasi
penurunan nilai dan untuk aset takberwujud yang manfaatnya tidak terbatas akan diuji
setiap tahun.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Baridwan , Zaki . 2008. Intermediate Accounting Edisi 8. Yogyakarta : BPFE

Kieso, D.E., Weigandt, J.J. dan Warfield, T.D. 2017.Intermediate Accounting Edisi
IFRS. Jakarta Selatan : Penerbit Salemba Empat

INTERNET

Saptono , Budi . 2014. Psak 19 : Aset Tak Berwujud.


http://www.transformasi.net/articles/read/153/psak-19-aset-tak-berwujud.html
(diakses tanggal 22 September 2020)

Anda mungkin juga menyukai