Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

Sejarah Peradaban Islam

Disusun Oleh :
Kelompok 6 :

1.Mega Rinjani

2.Sulastri

PIAUD Semester II
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita
semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah “Sejarah Peradaban Islam”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya para
anggota kelompok 2 yang telah membantu dengan sepenuh hati
dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat waktu.
Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
Bapak Muhammad Soleh selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing kami.
Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun
kepada pembaca umumnya.

Tebing Tinggi 22 Maret 2021

P a g e 2 | 38
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan Islam periode Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam terbagi menjadi dua periode, yakni periode Mekkah dan periode
Madinah. Periode Mekkah dimulai dengan diangkatnya beliau menjadi Nabi
dan Rasul. Sedangkan periode Madinah dimulai sejak Hijrahnya Rasulullah dan
kaum muslimin ke Madinah setelah lebih kurang 13 tahun berdakwah di
Mekkah.
Periode Mekkah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdakwah
menegakkan tauhid dan dasar-dasar Islam. Karena kentalnya masyarakat
Mekkah dengan agama nenek moyang mereka dan keengganan mereka
meninggalkan sesembahan mereka. Sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam
banyak mendapatkan kecaman dan siksaan selama berdakwah di Mekkah.
Setelah perjuangan panjang lebih kurang 13 tahun, kemudian beliau
memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Pada periode Madinah, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berhasil membangun dan membina masyarakat
Islam yang kuat. Hal ini disebabkan karena antusiasnya masyarakat Madinah
dalam memahami Islam yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang
telah lebih dahulu masuk Islam.
Penulis dalam hal ini, Insya Allah akan membahas secara ringkas dan
terbatas mengenai Sejarah peradaban Islam periode Nabi Muhammad SAW,
masa Khulafa al-Rassyidun, masa pemerintahan sinasti-dinasti Islam,
kemunduran dan kebangkitan Islam dan Islam masa modern

P a g e 3 | 38
B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan merumuskan
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yakni:
1. Zaman peradaban Islam pada Masa Makkah dan Madinah
2. Perkembangan peradaban Islam
3. Kemunduran dan kebangkitan umat islam
4. Islam zaman modern

P a g e 4 | 38
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERADABAN ISLAM PERIODE MEKAH DAN MADINAH


1. Periode Mekkah: Sebuah Pijakan Awal

Pada masa Nabi terdapat dua adikuasa. Pertama, Persia yang menyembah api dan ajaran
Mazdak mengenai kebebasan seks yang masih berbekas pada masyarakatnya sehingga
permaisuri pun harus menjadi milik bersama. Kedua, Romawi yang Nasrani yang juga masih
dipengaruhi oleh budaya Kaisar Nero yang memperkosa ibunya sendiri dan membakar habis
kotanya.

Kedua adikuasa ini bersitegang memperebutkan wilayah Hijaz. Karenanya tidak mungkn
Islam hadir di keduanya atau salah satunya. Selain itu, Mekkah (pusat Hijaz) tempat
bertemunya para kafilah Selatan dan Utara, Timur dan Barat. Penduduk Mekkah juga
melakukan “perjalanan musim dingin dan musim panas” ke daerah Romawi dan Persia. Ini
akan memudahkan penyebaran pesan.

Satu faktor lain yang mendukung Mekkah adalah bahwa masyarakat Mekkah belum
banyak disentuh peradaban. Pada saat itu masyarakat Mekkah belum mengenal nifaq dan
mereka pun keras kepala, serta lidah mereka tajam (QS 33: 19). Memang, kemunafikan baru
dikenal di Madinah. Sulit dibayangkan bila di awal perkembangan Islam sudah ada
kemunafikan. Sementara itu, suku yang paling berpengaruh di Mekkah adalah Quraisy.
Suku Quraisy memiliki dua keluarga besar, Hasyim dan Umayyah. Yang pertama memiliki
sifat jauh lebih mulia dibanding yang terakhir. Dari keluarga Hasyim lah Muhammad lahir.
(Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung, Mizan, 1994, 48-51).

Betapapun kutipan di atas dimaksudkan untuk membantah pendapat bahwa Muhammad


diturunkan di Mekkah karena bangsa tersebut paling bejat, namun secara tidak langsung kita
telah mendeskripsikan konstelasi politik tingkat dunia ketika Islam lahir, kondisi Mekkah
sebagai tempat perdagangan, ciri umum penduduk Mekkah dan kebiasaannya berdagang ke
luar Mekkah, suku dan dua keluarga besar (klan) dalam masyarakat Mekkah. Ini semua
menjadi bekal bagi kita untuk memahami konteks sosio-religius pada periode Mekkah.
Mengingat pentingnya klan dalam komunitas Mekkah, maka Nabi diperintahkan untuk
mula-mula menyebarkan Islam di kalangan kerabatnya (QS 26:214-215) –jangan dilupakan
besarnya pengaruh suku Quraisy di kalangan penduduk Mekkah. Karenanya bisa dibayangkan
betapa terpukulnya Muhammad ketika ia mengumpulkan keluarganya dalam suatu jamuan
santai dan berpidato meminta mereka ke jalan Allah, ternyata keluarganya menolak dan hanya
Ali bin Abi Thalib yang berani dan mau menjadi pembantunya. Puluhan orang yang hadir
mentertawakan Muhammad dan Ali. Tidak seorangpun menyadari bahwa beberapa di antara
para undangan ini akan ditebas oleh Ali di medan Badr, empat belas tahun kemudian, sebagai
bukti kesungguhan Ali.

Besarnya pengaruh keluarga di Mekkah jugalah yang, salah satunya, membuat Hamzah
memeluk Islam, yakni ketika Abu Jahl –dari klan Hanzhalah– mencaci dan mengejek
Muhammad, lalu orang-orang melapor pada Hamzah –paman dan sekaligus saudara sesusuan
Muhammad– yang menghajar kepala Abu Jahl dengan busur panahnya. Insiden ini akan
berbuntut panjang kalau saja spirit klan saat itu tidak segera padam.

Ketika Abu Thalib masih hidup, klan Hasyim memberikan perlindungan pada Muhammad
dan tidak ada yang berani membunuh Muhammad karena klannya akan membalas nantinya.
Keadaan berbeda ketika Abu Thalib wafat dan klan Hasyim –lewat Abu Lahab– melepaskan
perlindungan atas Muhammad. Itu berarti, klan manapun yang dirugikan oleh agama ini dapat
membunuh Muhammad dan tidak ada klan yang akan menuntut balas. Sejak itu Muhammad
dikejar-dikejar dan terpaksa lari ke Tha’if seraya memohon perlindungan pada (berturut-turut)
Mas’ud, Abdu Yalail, Habib, Akhnas, Suhayl dan Mut’im bin Adi. Yang terakhir inilah yang
bersedia melindungi Muhammad atas nama klannya.

Bertahun kemudian,ketika ditanya Aisyah, Rasul menjawab: “Hari-hari hidupku yang


paling getir, adalah dulu, ketika ditengah bangsamu, nasibku bergantung pada belas kasih
Abdu Yalail”. (Disarikan dari H. Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah, Bandung,
Mizan, 1990, khususnya bab 12 dan 23)

Ketika Islam hadir di Mekkah dapatlah kita baca dalam beberapa literatur bahwa pada
periode Mekkah bercirikan ajaran Tauhid. Tetapi sesungguhnya bukan hanya persoalan

P a g e 6 | 38
teologis semata, juga seruan Islam akan keadilan sosial, perhatian pada nasib anak yatim, fakir
miskin dan pembebasan budak serta ajaran Islam akan persamaan derajat manusia, yang
menimbulkan penolakan keras penduduk Mekkah pada Muhammad. Bagi mereka, agama ini
tidak hanya “merusak” ideologi dan teologi mereka, tetapi juga “merombak” kehidupan sosial
mereka.

Contoh menarik, misalnya, QS 9:13 tentang kata “karim” (lihat Syamsu Rizal Panggabean,
“Beberapa Segi Hubungan Bahasa Agama dan Politik dalam Islam”, dalam Islamika, No. 5,
1994, h. 4-5). “Karim” dalam masyarakat jahiliyyah merupakan bagian penting kode etik
muru`ah –cita-cita moral tertinggi masyarakat Arab jahiliyah yang mencakup antara lain,
kejujuran, keberanian, kesetiaan dan kedermawanan serta keramah-tamahan. Keberanian dan
kedigjayaan terutama ditunjukkan pada saat pertempuran dan penyamunan. Loyalitas terfokus
pada ikatan-ikatan kesukuan dan perjanjian. Kedermawanan dan keramah-tamahan terutama
ditunjukkan dalam menjamu tamu, dan seringkali dengan maksud meninggikan status
seseorang di hadapan tetamunya.

Konsep “karim” di atas mengalami perubahan makna yang drastis ketika Qur’an dengan
tegas mengatakan bahwa manusia yang paling karim (akram) dalam pandangan Allah ialah
yang paling bertakwa kepadaNya. Bagi yang tidak mengetahui konteks di atas, pernyataan al-
Qur’an itu akan terdengar biasa saja. Tapi bagi orang-orang pada masa Muhammad,
pernyataan di atas betul-betul radikal.

Jika konteks Arab jahiliyyah berikut kedudukan kata karim dalam pandangan-dunia
mereka dipahami, maka yang terjadi adalah revolusi cita-moral Arab. Bukan orang yang
berharta banyak, menang dalam pertempuran dan seorang bangsawan yang disebut karim, tapi
mereka yang bertakwa. Implikasinya, budak hitam legam pun dapat dipandang karim.
Radikalisasi makna pandangan-dunia (weltanschaung) Arab jahiliyyah yang dilakukan Islam
seperti inilah yang sedikit banyak menggoncang penduduk Mekkah.

Dapatlah diambil kesimpulan secara tentatif bahwa masyarakat Islam pada kurun Mekkah
belum lagi tercipta sebagai sebuah komunitas yang mandiri dan bebas dari urusan klan.Negara
Islam juga belum terbentuk pada kurun Mekkah. Ajaran Islam pada kurun Mekkah bercirikan

P a g e 7 | 38
tauhid dan dalam titik tertentu terjadi radikalisasi makna dalam weltanschaung Arab jahiliyyah
yang berimplikasi mengguncang tataran sosio-religius penduduk Mekkah. Kita akan melihat
bagaimana ciri umum ajaran Islam dan masyarakat Islam pada periode Mekkah berkembang
pada periode Madinah, untuk itu mari kita “hijrah” ke Madinah di bawah ini.

2. Periode Madinah: Kesempurnaan Agama Islam

Hijrah ke Madinah tidaklah terwujud begitu saja (atau sekonyong-konyong). Ada beberapa
pra-kondisi seperti Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Kedua Ba`iat ini merupakan batu-batu
pertama bagi bangunan negara Islam. Kehadiran Rasul melalui peristiwa hijrah ke dalam
masyarakat Madinah yang majemuk amat menarik untuk dibahas. Peta demografis Madinah
saat itu adalah sebagai berikut: (1) Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar,
(2) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan
ada yang secara rahasia memusuhi Nabi saw., (3) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih
menganut paganisme, (4) Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Banu
Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraizha.

Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan conflict dan tension. Pertentangan
Aus dan Khazraj sudah terlalu terkenal dalam sejarah Islam. Bahkan diduga diterimanya Rasul
di Madinah (Yatsrib) dengan baik di kedua klan tersebut karena kedua klan tersebut
membutuhkan “orang ketiga” dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami dalam
manajemen konflik politik. Adapun diterimanya Rasul oleh kaum Yahudi merupakan catatan
tersendiri. Tentu saja Yahudi menerima Nabi dengan penuh kecurigaan tetapi pendekatan yang
dilakukan Nabi mampu “menjinakkan” mereka, paling tidak, sampai Nabi eksis di Madinah.

Kemajemukan komunitas Madinah membuat Rasul melakukan negosiasi dan konsolidasi


melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “Piagam Madinah”(lihat Ibn Hisyam, Sirah
an-Nabawiyah, h. 301-301). Piagam Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting
dari proses berdirinya negara Madinah, meskipun Nabi, selaku “mandataris” Piagam Madinah
tidak pernah mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tak satupun ayat Qur’an
yang memerintahkan beliau untuk membentuk suatu negara.

P a g e 8 | 38
Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh Nabi saw.memenuhi syarat
untuk disebut sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan
pemerintahan yang berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara tersebut.
Walhasil, setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja
sebagai pemimpin ruhani tetapi juga sebagai kepala negara.

Kita beralih pada persoalan ajaran Islam. Pada periode Madinah ajaran Islam merupakan
kelanjutan dari periode Mekkah. Bila pada periode Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak
diturunkan, maka pada periode Madinah kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi
ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila
komunitas telah terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut
mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa kewajiban zakat dan
pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan
sebuah “perlawanan” dalam bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim)
dan pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara ekonomi maupun
politik bagi praktek riba kaum Yahudi.

Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur “sempurna”, juga ayat tentangetika,
tauhid dan seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan,dan
mencapai puncaknya pada QS 5:3. Setelah Nabi wafat, dimulailah era khulafaur rasyidin.
Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan di sinilah awal sebuah peradaban yang
dibangun oleh umat Islam mulai tercipta

B. Khalifah – Khalifah yang menjadi Khulafa Ar-Rasyidin

1. Abu Bakar As-Shiddiq

Abu bakar lahir pada tahum 573 M di mekkah. Setelah ia masuk islam, seluruh hidupnya
dibaktikan untuk membela islam. Karena dakwahnya, banyak orang Quraisy ternama masuk islam,
seperti Utsman Bi Affan, Zubair bin ‘Awwan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqas dan
Thalhah bin Ubaidillah.

Abu Bakar mempunyai empat istri, pertama Kutala binti ‘Uzza yang melahirkan Abdullah
dan ‘asma. Kedua, Ummu Rumman yang melahirkan Abdurrahman dan ‘Aisyah. Ketiga, Asma
P a g e 9 | 38
bin Umays yang melahirkan Muhammaaad bin Abi Bakar. Keempat, Habibah bin Kharaja yang
melahirkan Ummu Kultsum. Beliau ikut bersama-sama Nabi hijrah ke madinah dan bersama nabi
pula bersembunyi di gua Tsur. Dari lama dan eratnya hubungan persahabatan beliau dengan
Rasulullah serta kejujuran dan kesucian hatinya beliau dapat mendalami jiwa dan semangat islam
lebih dari pada yang didapat orang-orang islam lainnya. Jika nabi berhalangan, abu Bakarlah yang
disuruh menjadi imam Shalat. Pada tahun 623 M bersamaan dengan hari wafatnya Rasulullah,
beliau diangkat menjadi khalifah setelah dibai’at oleh kaum muslimin. Setelah menjalankan tugas
kalifah selama 2 tahun 3 bulan dan 10 hari, beliau wafat pada tanggal 22 jumadil Akhir tahun 13
H atau 23 Agustus 634 M karena Sakit.

2. Umar Ibn Khattab

Nama lengkapnya adalah Umar ibn Nufail ibn’abdul ‘Uzza ibn Riyah ibn ‘Abdullah ibn
Qurth ibn ‘Abdi ibn Ka’ab dari Bani Addiy. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Bani Addiy
terkenal sebagai suku yang terpandang mulia, megah, dan berkedudukan tinggi. Nasab Umar ibn
Khattab dan Nabi Muhammad saw bertemu pada nenek mereka yang bernama Ka’ab bin Luai al-
Quraisyin al-Kadawi.

Umar terkenal seorang pemberani, tidak mengenal takut dan gentar, mempunyai ketabahan
dan kemauan keras, serta tidak mengenal bingung dan ragu. Masuk islamnya Umar Pertanda do’a
nabi Muhammad dikabulkan Allah, yakni permohonannya agar islam dukuatkan dengan salah satu
dari ‘Amr ibn Hisyam atu Umar Khattab. Semula Umar menyandanng gelar Abu Hafs dan setelah
masuk islam ia menerima al-faruq (pemisah atau pembeda antara yang hak dan yang batil). Umar
benar mengemukakan pikiran-pikiran dan pendapatnya dihadapan nabi, bahkan tidak segan
menyampaikan kritik untuk kebaikan dan kemaslahatan umat islam. Islamnya Umar membawa
pengaruh yang besar bagi perjuangan Nabi Muhammad dan perkembangan agama Islam. Hal ini
karena Umar seorang yang tegas dalam membela syiar islam sehingga tidak seorang pun dari
kalangan Quraisy yang berani menentangnya.

Setelah Abu Bakar meninggal dunia, Umar menjadi khalifah pada tahun 13 H/634 M. masa
khalifahnya cukup lama, yakni selama 10 tahun. Diakhir hayatnya beliau ditusuk oleh seorang
budak Persia yang bernama Abu Lu’luah atau dikenal dengan nama Feros ketika sedang shalat
subuh di masjid Nabawi pada hari Rabu, tanggal 26 Zulhijjah tahun 23 H/3 November 644 M.
P a g e 10 | 38
budak tersebut beragama nasrani dan menjadi hamba sahaya Mughirah ibn Syu’bah setelah
ditawan tentara islam di Nahawand. Beliau membunuh khalifah Umar karena dendam pembesar
Persia dan pendukungnya terhadap Umar yang telah melenyapkan kekuasaan mereka dari kerajaan
Persia. Setelah tiga hari sejak peristiwa penusukan itu, khalifah Umar ibn Khattab meninggal dunia
pada hari Sabtu tanggal 29 Zulhijjah tahun 23 H/6 November 644 M dalam usia 63 tahun.

3. Utsman Ibn Affan

Nama lengkapnya adalah Utsman ibn affan ibn Abil Ash ibn Umayyah ibn Abd as-Syam
ibn Abd al-Manaf Al-Quraisy Al-umawy. Ibunya bernama Arwa binti Kuriz ibn Rabi’ah ibn Habib
ibn Abd Al-Syam ibn Abd Al-Manaf. Silsilah Utsman ibn Affan dari garis ayah bertemu dengan
silsilah Nabi Muhammad saw. Utsman lahir dikota mekkah pada tahun ke enam tahun gajah atau
376 M, kira-kira lima tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad saw.

Utsman bin Affan biasa dipanggil dengan sebutan Abu Abdillah, Abu Amer, dan Abu
Laila. Sebutan lain yang cukup populer dikalangan kaum muslimin adalah Dzu al-Nurain
(memiliki dua cahaya). Setelah Utsman menikah berturut-turut dengan dua putri Nabi Muhammad
saw. Pertama ia menikahi Ruqoyyah dan setelah Ruqoyyah meninggal ia nikahkan lagi oleh nabi
saw dengan putrinya yang lain yaitu Ummi Kulsum.

Dari golongan bani Umayyah Utsman termasuk orang pertama yang masuk agama islam
atas ajakan Abu Bakar al-Shiddiq dan termasuk kelompok sahabat Assabiqunal-Awwalun yang
dijamin masuk surga. Beliau merupakan salah satu sahabat yang dikagumi oleh Rasullah.
Berkaitan dengan pola hidupnya yang sederhana walaupun kaya, saleh, dan dermawan.
Kekayaannya digunakan untuk kemajuan dan kejayaan islam, diantaranya, membeli sumur
Raunah milik seorang yahudi seharga 12.000 dirham ketika kaum muslim madinah kekurangan
air, membantu keperluan lasykar pada perang tabuk dengan 950 ekor unta, 59 ekor kuda dan uang
sebesar 1000 dinar (1/3 pembiayaan perang), memperluas masjid nabawi senilai 15000 dinar dan
masjid al-haram senilai 10000 dinar. Di samping itu, beliau selalu siap kapan saja membantu kaum
muslim yang membutuhkan bantuan. Setelah khalifah Umar wafat, Utsman ibn Affan terpilih
menjadi khalifah ketiga. Pemerintahannya berlangsung 12 tahun, dari tahhun 23 H/646 M hingga
tahun 35 H/656 M. diakhir hayatnya, beliau dibunuh oleh salah seorang warga mesir (al-Gafiki)
yang menuntut penyelesaian akibat kebaikannya yang meresahkan masyarakat.
P a g e 11 | 38
4. Ali Ibn Abi Tahlib

Nama lengkapnya Ali bin Abi Tahlib ibn Abdul Muthalib ibn Abdul Manaf al-Hasyim al-
Quraisy. Ibunya bernama Fatimah binti Asad ibn Hasyim ibn Abul Manaf. Beliau lahir pada tahun
21 sebelum hijrah (603M) atau delapan tahun sebelum Nabi SAWdiutus menjadi rasul. Sewaktu
lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya, kemudian diganti oleh ayahnya dengan Ali. Ketika
Muhammad diangkat menjadi Rasul, Ali termasuk pertama yang menyatakan imannya bersama
Khadijjah dan Zaid dalam umur yang relatif masih kecil, maka Ali termasuk kanak-kanak yang
mula-mula beriman. Ali ketika berumur enam tahun diasuh dan dididik oleh Rasulullah sebagai
balas jasa terhadap pamannya yang telah membesarkannya dan mempunyai banyak anak, terlebih
lagi ketika Mekah ditimpa di timpa kelaparan. Ali menjadi anak yang tangguh, perkasa, berbudi
luhur, serta berkepribadian yang tinggi. Ali memiliki gelar Karammallahu wajhahu, dikarenakan
jiwa dan kepribadiannya yang tidak pernah dinodai pemujaan berhala dimasa itu, tidak berlebihan
bila kelak Ali menunjukan kepahlawanan yang menonjol. Kesetiaan dan kecintaannya kepada
Rasullah telah dibuktikan sejak mudanya. Pada malam Rasul Hijrah ke madinah bersama Abu
Bakar, Ali tidur di tempat tidur Rasullah untuk mengelabuhi orang-orang Quraisy yang
mengepung rumah rasul hendak membunuhnya

Ali termasuk salah seorang tokoh (Abu Bakar dan Umar) yang telah mengambil
pengetahuan, budi pekerti, dan kebersihan jiwa Rasulullah, beliau terkenal dengan kecerdasannya
dan memiliki banyak masalah keagamaan secara mendalam hadits yang diriwayatkannyapun
banyak. Nabi menggambarkannya sebagaimana sabdanya: aku kota ilmu dan Ali adalah
gerbangnya. Keberanian Alipun masyhur dari seluruh peperangan yang dipimpin oleh Rasullah,
beliau senantiasa berada di front depan, dan dipercaya oleh Nabi sebagai pemegang panji-panji
perang. Kecuali pada perang tabuk, Ali ditugaskan Rasul untuk , menjaga kota Madinah, itupun
beliau kecewa dan kalau boleh memilih ia akan ikut berperang. Sifat pemberani (saja’ah) dan
keperkasaannya tercatat dalam sejarah islam. Untuk keberaniannya itu, ia mendapat gelar The Lion
Of God (Asadullah) atau The Lion Hearted. Selain terkenal dengan keberaniannya, ia terkenal pula
sebagai dermawan, berbudi luhur, sederhana, terbuka, terus terang, tulus hati, dan lapang dada.
Namun, kesederhanaan, keterusterangannya, dan kelapangdadaannya dipergunakan musuhnya
untuk menipunya, karena ia mudah mempercayai orang-orang. Sikap dan sifat Ali tersebut
mempengaruhinya dalam menetapkan kebijaksanaan dan menyelesaikan masalah-masalah yang
P a g e 12 | 38
timbul dalam pemerintahannya. Kadang-kadang sikap tersebut tidak biasa diterima oleh sebagian
pengikutnya sehingga pemberontakan yang berakhir dengan mengenaskan, terpental dari
kekuasaan bahkan dengan cara yang lebih buruk dari Utsman.

C. Perkembangan peradaban islam

1. Kekhalifahan Umayyah

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan
jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi
Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan
menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan
lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan
berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik.
Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam
merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu
tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu
pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Thariq bin Ziyad, pemimpin
pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib)
dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan

P a g e 13 | 38
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan
cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain
seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya
Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari
rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.

Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Pirenia.
Serangan ini dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan
menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali
ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah
(mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu
meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan,
dan Kirgistan di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-
tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah
seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata
uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia
mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah
Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan
Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M)
meningkatkan pembangunan, di antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan
pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang

P a g e 14 | 38
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, tetapi tidak berarti bahwa politik dalam
negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan
bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana
ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid
bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada
di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, tetapi Muawiyah bin Abu Sufyan
memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut di mana khalifah Allah dalam
pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan
hadits nabi yang mendukung pendapatnya.

Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian
kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid
bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau
menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada
gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib
dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin
Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun
terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran
Karbala[7], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang
tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.

Kelompok Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali,
terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang dipimpin oleh Al-
Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum

P a g e 15 | 38
Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa
Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri
ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah
setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah
secara keseluruhan.

Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia
terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali
mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua
pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena
tak lama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik
bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin
oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73
H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga
dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat
diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di
sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk
menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi
membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu
diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang
berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, di mana
pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat,
kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat,
tetapi berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama
lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.

2. Kekalifahan Abbasiyah
Kekalifahan Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Kekalifahan sebelumnya yakni Bani
Umayyah, dimana pendiri dari kekalifahan ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali
P a g e 16 | 38
ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah
Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:

1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani
Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani
Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa
pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-
Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh
invasi dari bangsa Mongol.

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis,
para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama
sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang
politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754
M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi
lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Untuk memperkuat
kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu
disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang
ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak

P a g e 17 | 38
bersedia membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan
kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan
akan menjadi pesaing baginya.

Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu
kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon,
tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah
bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban
pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di
bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator
dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal
dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan
kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn
Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak
masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya
sekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk
menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan
lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada
khalifah.

Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya


membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di
antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia,
wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya
melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan
kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.
Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut
Kaspia, Turki di bagian lain Oxus, dan India.

Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya
merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana
pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, berbeda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-

P a g e 18 | 38
khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar takhta ini
lebih populer daripada nama yang sebenarnya.

Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-
Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh
khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-
809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-
Mutawakkil (847-861 M).

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian
melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi.
Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa
kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun Ar-
Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara
banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit,
lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800
orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak
tertandingi.

Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada
ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk
menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari
golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah).
Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah
pembangunan Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi
dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-
orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai

P a g e 19 | 38
sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah,
dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-
orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-
prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu
stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti
gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika
Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan aliran pemikiran
keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.

Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani
Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang
tak terdapat pada zaman Bani Umayyah.

1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari
pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi
kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh
kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat
dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang
membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani
Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya,
belum ada tentara khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam


terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari
kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal
kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah
mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:

P a g e 20 | 38
1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak
mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-
dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-
masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya
berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak
penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan
memanggil ulama ahli ke sana.

Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan
berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah
universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis,
dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik
sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai
bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal,
yaitu:

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani
Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara
efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat
kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran,
ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-
terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah
al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa
khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah
P a g e 21 | 38
dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H,
terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan
semakin meluas.

Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan
terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu
pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran
pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi
dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak
bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini
memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir
dengan metode bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran
filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam
ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan
dua bidang ilmu tersebut.

Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah
pertama. Imam Abu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya
dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah
kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih
tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits.
Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat pada zaman Harun Ar-
Rasyid. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak
menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu
ditengahi oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn

Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat akal
semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits
Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga dan memurnikan
ajaran Islam dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri
madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang
mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena
pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

P a g e 22 | 38
Aliran-aliran sesat yang sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan
Mu'tazilah pun ada. Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional
Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang
lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode
pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan
rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-
Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran
tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir
pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena
Al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang
sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama
disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan
penulis hadits bekerja.

Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum,


terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi
terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-
Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam
lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang
membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku
mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibnu
Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di
antara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling
besar dalam sejarah.

Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan
nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke
benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang
mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat
bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan
mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-

P a g e 23 | 38
Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar.
Kata aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah
terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Di antara karyanya adalah Muuruj
al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.

Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd.
Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi
terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal
di antaranya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes,
banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut
dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam mengalami peningkatan besar-
besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah
diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia,
dan Hindustan.

Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di antara mereka bukan Islam dan
bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan
mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam kepada
masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani yaitu
Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu
geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini
kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya.

Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh


pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada
masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga
Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai
puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini
berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran. Wallahul Musta’an.

3. Fatimiyah
Fatimiyah, atau al-Fāthimiyyūn (bahasa Arab: ‫الفاطميون‬, translit. al-Fāthimiyyūn) ialah
penguasa Syiah yang berkuasa di berbagai wilayah di Maghreb, Mesir, dan Syam dari 5
P a g e 24 | 38
Januari 910 hingga 1171. Negeri ini dikuasai oleh Ismailiyah, salah satu cabang Syi'ah.
Pemimpinnya juga para imam Syiah, jadi mereka memiliki kepentingan keagamaan terhadap
Isma'iliyyun. Kadang dinasti ini disebut pula dengan Bani Ubaidillah, sesuai dengan nama pendiri
dinasti.

Fatimiyah berasal dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia ("Ifriqiya") namun
setelah penaklukan Mesir sekitar 971, ibu kotanya dipindahkan ke Kairo.

Pada masa Fatimiyah, Mesir menjadi pusat kekuasaan yang mencakup Afrika Utara, Sisilia,
pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan Hijaz. Pada masa Fatimiyah, Mesir
berkembang menjadi pusat perdagangan luas di Laut Tengah dan Samudera Hindia, yang
menentukan jalannya ekonomi Mesir selama Abad Pertengahan Akhir yang saat itu dialami Eropa.

Fatimiyah didirikan pada 909 oleh ˤAbdullāh al-Mahdī Billa, yang melegitimasi klaimnya
melalui keturunan dari Nabi Muhammad dari jalur Fāthimah az-Zahra dan suaminya ˤAlī ibn-Abī-
Tālib, {Imām Shīˤa pertama. Oleh karena itu negeri ini bernama al-Fātimiyyūn "Fatimiyah".

Dengan cepat kendali Abdullāh al-Mahdi meluas ke seluruh Maghreb, wilayah yang kini
adalah Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya, yang diperintahnya dari Mahdia, ibu kota yang
dibangun di Tunisia.

Fatimiyah memasuki Mesir pada 972, menaklukkan dinasti Ikhshidiyah dan mendirikan
ibu kota baru di al-Qāhirat "Sang Penunduk" (Kairo modern)- rujukan pada munculnya planet
Mars. Mereka terus menaklukkan wilayah sekitarnya hingga mereka berkuasa dari Tunisia
ke Suriah dan malahan menyeberang ke Sisilia dan Italia selatan.

Tak seperti pemerintahan di sama, kemajuan Fatimiyah dalam administrasi negara lebih
berdasarkan pada kecakapan daripada keturunan. Anggota cabang lain dalam Islām, seperti Sunni,
sepertinya diangkat ke kedudukan pemerintahan sebagaimana Syi'ah. Toleransi dikembangkan
kepada non-Muslim seperti orang-orang Kristen dan Yahudi, yang mendapatkan kedudukan tinggi
dalam pemerintahan dengan berdasarkan pada kemampuan (pengecualian pada sikap umum
toleransi ini termasuk "Mad Caliph" Al-Hakim bi-Amrillah).

P a g e 25 | 38
4. Mughal
Peradaban Islam mulai tumbuh dan menyebar di anak benua India pada masa Khalifah al-
Walid dari Dinasti Bani Umayyah melalui ekspedisi yang dipimpin panglima Muhammad bin
Qasim. Saat itu, imperium Islam berhasil menaklukkan seluruh kekuasaan Hindu dan
mengislamkan sebagian masyarakat India pada 1020 M.

Setelah Dinasti Gaznawi hancur, muncullah beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri
India. Sebut saja Dinasti Mamluk, Khalji, Tuglug, dan Dinasti Lodi yang didirikan Bahlul Khan
Lodi. Hadirnya Kerajaan Mughal membentuk sebuah peradaban baru di daerah yang saat itu
mengalami kemunduran dan keterbelakangan.

Kerajaan Mughal yang bercorak Islam mampu membangkitkan semangat umat Islam di India.
Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum menemukan kejayaannya, kerajaan ini justru
bersinar dan berjaya. Keberadaan kerajaan ini dalam periodisasi sejarah Islam dikenal sebagai
masa kejayaan kedua setelah kejayaan Dinasti Abbasiyah.

Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M) adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan
Mughal. Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun fondasi pemerintahan. Awal
kepemimpinannya, Babur masih menghadapi ancaman pihak musuh, utamanya dari kalangan
Hindu. Orang-orang Hindu yang tak menyukai Kerajaan Mughal segera menyusun kekuatan
gabungan, tapi Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran. Pada 1530 Babur
meninggal dunia, usai menumpas perlawanan Muhammad Lodi di dekat Gogra, setahun
sebelumnya.

Pengganti Babur adalah adalah putranya sendiri, Nashirudin Humayun (1530-1556 M). Pada
masa ini kondisi Kerajaan Mughal tidak stabil karena mengalami sejumlah perlawanan. Puncak
kejayaan Kerajaan Mughal terjadi pada masa pemerintahan Putra Humayun, Akbar Khan (1556-
1605 M). Karena wilayah kekuasaannya yang sangat luas, Akbar menjalankan pemerintahannya
secara militeristis. Selain itu, Akbar juga menerapkan kebijakan politik sulakhul (toleransi
universal). Artinya, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan oleh perbedaan
etnis dan agama.

P a g e 26 | 38
Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan tiga penguasa setelahnya; Jahangir
(1605-1628 M), Shah Jahan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Shah Jahan, putra
Jahangir, memerintahkan pembangunan Taj Mahal antara 1631-1643 M di Kota Agra. Taj Mahal,
istana nan indah ini, dibangun selama 12 tahun, berdiri di tepi Sungai Jamuna. Taj Mahal adalah
warisan abadi Dinasti Mughal yang dapat dinikmati hingga kini.

5. Utsmaniayah
Kurang lebih ada 1263 tahun umat Islam menjalani kekhalifahan setelah Khulafaurrasyidin.
Dimulai dari kekhalifahan Umayyah (661-750 M), kekhalifahan Abbasiyah (750-1258 M), dan
kekhalifahan Fatimiyah (909-1171), hingga kekhalifahan Ottoman. Kekhalifahan Utsmani atau
dikenal Ottoman dalam ejaan Barat, merupakan kekhalifahan Islam terbesar yang bukan dari
bangsa Arab.

Dalam sejarahnya, orang-orang Utsmani berasal dari keturunan kabilah Turkmenistan. Namun
serangan orang-orang Mongol di bawah Jenghis Khan ke Irak dan wilayah timur Asia Kecil,
membuat Sulaiman (kakek Otsman I) hijrah dari Kurdistan ke Anatolia pada 617 H (1220 M).
Mereka kemudian berdomisili di Kota Athlath di sebelah timur Turki.

Putra Sulaiman, Erthughrul, kemudian menggantikan posisinya sebagai pemimpin kabilah dan
bergerak terus ke barat laut Anatolia. Saat melihat pertempuran sengit antara kaum Muslimin
Saljuk dan orang-orang Kristen Romawi, kabilah di bawah Ertughrul ini bergabung dengan kaum
Muslimin.

Karena kemenangan dan bantuannya itu, komandan pasukan Islam Saljuk memberi Ertughrul
dan rombongannya sebidang tanah di wilayah barat Anatolia, dekat perbatasan Romawi. Ertughrul
juga diberi wewenang untuk memperluas wilayahnya hingga ke wilayah kekuasaan Romawi.

Saat Ertughrul wafat pada 699 H (1299 M), putranya Otsman menggantikannya sebagai
pemimpin. Utsman bin Urtughral atau dikenal Osman I inilah kemudian menjadi asal usul nama
Utsmaniyah dan juga sebagai pendiri Daulah Utsmani. Memimpin pada 699-726 H (1294-1326),
di masanya Otsman I memperluas batas permukiman Turki hingga pinggiran Kekaisaran
Bizantium.

P a g e 27 | 38
Selanjutnya Daulay Utsmaniyah dipimpin berturut-turut oleh Sultan Orkhan bin Utsman,
Sultan Murad I Bin Orkhan (pemimpin Utsmaniyah pertama yang secara resmi menyandang gelar
sultan sejak 1383), Sultan Bayazid Bin Murad, Sultan Muhammad I Bin Bayazid, Sultan Murad II
Bin Muhammad, dan Sultan Muhammad Al-Fatih atau dikenal Mehmed II. Setelah Sultan
Mehmed II, kekhalifazxhan Islam dipimpin 25 sultan Turki Utsmani hingga Republik Islam Turki
berdiri.

Namun demikian, dalam perjalanan kepemimpinan Utsmani ini, pemimpin Utsmaniyah yang
menyandang gelar khalifah Islam baru dipegang setelah terjadinya penaklukan Kesultanan
Mamluk oleh Utsmaniyah pada 1517 di masa Sultan Selim I.

Sebelumnya, khalifah Dinasti Abbasiyah memimpin Islam di bawah perlindungan Kesultanan


Mamluk Mesir. Sultan Selim I resmi menyandang gelar khalifah selepas penyerahan jubah dan
pedang Nabi MUhammad oleh Mutawakkil III, Khalifah Abbasiyah terakhir. Sejak itu, umat Islam
dipimpin khalifah Turki Utsmani.

Turki Utsmani merupakan sebuah kekhalifahan yang sangat kuat dalam sejarah Islam.
Kerajaan Turki Utsmani kala itu menguasai semenanjung Arab hingga dengan Asia Selatan.
Dinasti Turki Utsmani berkuasa cukup lama, yakni sekitar 625 tahun.

Turki Utsmani pernah berjaya di bawah pimpinan Sultan Mehmet II yang dikenal dengan
sebutan al-Fatih (sang penakluk). Sebab di masanya, pemerintahan Islam berhasil menguasai
Konstantinopel, kota yang paling tak tertembus di dunia kala itu.

Mulanya, kota Konstantin dikenal sebagai Byzantium. Pada usia 1.000 tahun saat Konstantin
Agung menjadikannya ibu kota Kekaisaran Romawi pada 330 M, kota itu dinamai Konstantinopel.
Namun pada 1453, bangsa Turki di bawah kepemimpin Sultan Mehmet II menguasai
Konstantinopel dan menjadikannya ibukota Kekaisaran Utsmani dengan namanya Istanbul.

Ottoman kemudian mencapai puncak kejayaannya pada masa Khalifah Sulaiman al-Qanuni
sepanjang abad ke-16 dan 17. Al-Qanuni sendiri bermakna sang pemberi hukum. Ia memerintah
antara 1520-1566 M. Pada saat itu, Turki Utsmani dinobatkan sebagai pemilik kekuatan tempur
terbesar di dunia.
P a g e 28 | 38
D. Kemunduran peradaban Islam

Sejarah dunia mencatat bahwa pengaruh Islam pernah menduduki posisi penting dalam peradaban
global. Istilahnya adalah masa kejayaan Islam atau the Islamic Goden Age, yang mendominasi sejak abad
ke-8 hingga 13 Masehi

Kota-kota Islam seperti Baghdad, Cordoba, Damaskus, Alexandria, dan lain sebagainya merupakan
pusat peradaban dan kebudayaan yang menjadi tujuan utama pelajar dan mahasiswa dari berbagai penjuru
bumi untuk menuntut ilmu. Selain itu, banyak ilmuwan teologi maupun sains yang lahir di masa kejayaan
Islam, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Ibnu Khaldun, Al-Idrisi, dan lainnya. Namun, sebagaimana
dicatat dalam "Rahmat Islam bagi Alam Semesta" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, benih-benih kemunduran sudah terlihat sejak fase kedua dari periode Islam klasik (1000-1250
M). Kemunduran drastis kemudian dimulai sejak periode Pertengahan Bagian Pertama (1250-1500 M),
yang dikenal dengan Masa Kemunduran I.

Ibnu Khaldun, pakar sejarah dan sosiologi klasik menjelaskan bahwa kemunduran peradaban Islam
disebabkan karena faktor internal dan eksternal di tubuh pemerintahan Islam. Pertama, faktor internal
muncul dari menguatnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa untuk menerapkan gaya hidup
bermewah-mewahan. Sementara itu, korupsi, kolusi, nepotisme, dan dekadensi moral tumbuh subur di
badan pemerintahan. Kedua, faktor eksternal muncul dari ketidak puasan tokoh dan intelektual di
negaranya. Akibatnya, mereka yang punya kapabilitas dan integritas pindah ke negara lain (braindrain)
yang mengurangi Sumber Daya Manusia (SDM) terampil di negara Islam.

Dalam uraian "Penyebab Kemunduran Peradaban Islam pada Abad Klasik" yang diterbitkan Jurnal
Pemikiran Islam, Syamruddin Nasution menjelaskan sejarah kemunduran peradaban Islam sebagai berikut:

1. Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Kemunduran Dinasti Abbasiyah dimulai dari pemerintahan Khalifah Al-Muktasim (833-842). Khalifah
ini dipandang tidak cakap dalam menjalankan pemerintahan. Namun, karena kepercayaan bahwa jabatan
khalifah harus dipimpin oleh orang-orang keturunan Quraisy, alih-alih keturunan non-Arab, maka khalifah
pendahulunya, Al-Makmun menyerahkan jabatan kepada saudaranya, Al-Muktasim. Padahal, saat itu
pengaruh orang-orang Persia dan Turki amat kuat di tubuh pemerintahan Islam. Akibatnya, jabatan khalifah
seakan hanya simbol. Keputusan-keputusan penting disetir oleh bawahan-bawahannya.

P a g e 29 | 38
Setelah masa pemerintahan Al-Muktasim, khalifah-khalifah di bawahnya berada dalam dominasi
orang-orang Persia dan Turki. Konflik internal mencari pengaruh yang lebih kuat ini membuat sistem
pemerintahan menjadi keropos. Akhirnya, pada abad ke-11 M, kekuatan orang-orang Turki semakin kuat
dengan hadirnya pengaruh Turki Seljuk. Kemunduran Dinasti Abbasiyah juga disebabkan luasnya wilayah
kekuasaan yang tidak diimbangi dengan kapabilitas pemimpinnya. Pada saat bersamaan, sistem keuangan
negara tidak stabil dan kontestasi politik yang demikian kuat menyebabkan Dinasti Abbasiyah kian
terpuruk.

2. Kemunduran Dinasti Umayyah Andalusia

Setelah Dinasti Umayyah runtuh di Timur Tengah, kekuasaan berpindah ke Andalusia (Spanyol) berkat
pelarian Abdurrahman, keturunan Bani Umayyah yang berhasil menegakkan pengaruh di wilayah
semenanjung Iberia ini. Di Andalusia, ia mendirikan Dinasti Umayyah II yang sempat menjadi pusat
peradaban dan kebudayaan Islam. Kemudian, pada masa khalifah Hajib Al-Mansur, mulai tampak benih-
benih kemunduran di pemerintahan Islam. Khalifah Hajib Al-Mansur mengambil-alih tampuk kekhalifahan
dari khalifah sebenarnya, Hisyam II, yang saat itu masih berusia 11 tahun. Lantaran dipandang masih terlalu
muda dan belum pantas menjalankan negara, Hajib Al-Mansur mencoba mengambil-alih pengaruh Hisyam
II.

Hajib Al-Mansur mempengaruhi para tentara Andalusia. Akibatnya, amat sedikit tentara yang setia
pada khalifah. Selanjutnya, Hisyam II tak memiliki pilihan lagi kecuali mempercayakan jabatan khalifah
kepada Hajib Al-Mansur. Setelah Khalifah Hajib Al-Mansur wafat, terjadi perebutan kekuasaan di tubuh
pemerintahan Dinasti Umayyah yang menjadikan kacaunya sistem politik masa itu. Pada 1013, Dewan
Menteri menghapuskan jabatan khalifah dan Andalusia terpecah ke banyak negara kecil. Dinasti Umayyah
di Andalusia kemudian memasuki masa kemunduran yang dikenal dengan periode mulul al-thawaif. Sejak
itu, jabatan pemerintahan hanya menjadi simbol belaka. Penguasanya adalah orang-orang Berber yang
menyetir keputusan-keputusan politik dan kebijakan Dinasti Umayyah di Andalusia.

3. Kemunduran Dinasti Fatimiyyah

Dinasti Fatimiyyah mengalami kemuduran di masa khalifah Al-Hakim Biamrillah. Usai ia meninggal,
8 khalifah sesudahnya jatuh pada problem korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sejak khalifah Al-Zafir (1021-
1036) sampai khalifah terakhir Al-Adid (1160-1171 M), para pejabat pemerintahan tenggelam dalam
kemewahan duniawi. Urusan pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri yang mengambil dominasi
di tubuh pemerintahan. Akibatnya, jabatan khalifah hanya menjadi lembang negara, sedangkan pengaruh

P a g e 30 | 38
politik berada di tangan para Perdana Menteri yang menjabat. Selain itu, di masa khalifah Al-Hakim
Biamrillah, terdapat konflik antara aliran Sunni dan Syiah. Khalifah ini menganut aliran Syiah dan ia
mengangkatnya sebagai mazhab resmi negara. Padahal, mayoritas penduduk Mesir berpaham Sunni.
Akibatnya, terjadi konflik antara rakyat dan penguasa. Apalagi para qadhi dan hakim dipaksa mengeluarkan
putusan sesuai dengan ajaran Syiah yang melahirkan jurang perbedaan besar antara penduduk dan sistem
hukumnya.

4. Berakhirnya Sistem Khilafah Islamiyah 3 Maret 1924 M

Setelah lama merancang secara teliti dan mengadakan kesepakatan – kesepakatan rahasia,
membawa masuk unsur-unsur negatif kepada kerajaan Utsmaniyyah, serta pengaruh individu –
individu yang bermuka dua terutama Mustafa Kemal Atartuk sebagai dalang utama serta
membawa harapan Barat.Mereka melaksanakan impiannya untuk menghapuskan Khilafah
Islamiyyah yang menjadi nadi kekuatan umat Islam. Dan akhirnya pada 3 Maret 1924, secara
rasminya Khilafah Islamiyyah dibubarkan

Pada tanggal ini juga Mustafa Kemal Atartuk dengan resmi telah melakukan beberapa
perubahan drastik, di antaranya:

- Mengumumkan pemisahan agama dari pemerintahan negara

- Menutup mahkamah – mahkamah Syariah

- Menghapus jabatan Menteri Syariah dan Menteri Auqaf

- Mengusir Khalifah Abdul Majid II serta semua keluarganya dari Turki.

Kejatuhan Khilafah Islamiyyah, secara keseluruhan memberi dampak yang amat


mendalam bagi umat Islam dari berbagai aspek, sejak detik kejatuhannya 88 tahun yang lalu,
hingga hari ini. Diantaranya terhadap identitas umat Islam, agama, sosial, undang-undang,
pendidikan, ekonomi, bahasa, kesatuan umat Islam, bahasa dan pemikiran.

P a g e 31 | 38
E. Kembangkitan kembali umat islam

Memasuki periode modern dalam sejarah Islam yang dimulai sekitar tahun 1800 M. secara
politis umat Islam masih dibawah penetrasi kolonialisme. Baru pada pertengahan abad 20 M. dunia
Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Barat.
Manifestasi dari kebangkitan dunia Islam tersebut menurut Lothrop, berupa tumbuhnya potensi
luar biasa bagi pembentukan dunia baru Islam.

Sedangkan menurut Badri Yatim, kebangkitan dunia Islam adalah bangkitnya nasionalisme di
dunia Islam dan tumbuhnya gerakan multi partai yang memperjuangkan kemerdekaan negaranya.
Latar belakang sehingga munculnya penetrasi dan semangat umat Islam untuk merdeka adalah,
karena negara-negara Islam ketika takluk di bawah kekuasaan dan cengkraman negara-negara
Eropa, mengalami kemerosotan dan kemunduran dalam berbagai bidang. Terutama dalam bidang
politik, sosial, ekonomi serta bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Keadaan ini
mengakibatkan umat Islam menjadi kelompok marginal dan lepas dari gelanggang perpolitikan
dunia, yang tentunya juga sangat sulit untuk bisa tampil kembali mengambil alih kepimpinan
dunia. Walaupun demikian, karena dorongan yang kuat dari agamanya, umat Islam seakan
memiliki kewajiban memperhitungkan dengan cermat akhlak bangsa-bangsa merasa berkewajiban
menuntun seluruh umat manusia ke jalan bahagia menuju pembentukan Negara ‘Baldatun
Toyyibatun wa Rabbun Gafur’.

Dengan semangat reformasi pada diri umat Islam inilah, mereka menjadikan ‘kejahiliaan’
Eropa sebagai musuh yang harus ditaklukkan. Semangat seperti ini telah melahirkan kesadaran
umat Islam. Kesadaran itu berkembang menjadi gerakan untuk membebaskan diri dari penguasa
asing. Gerakan penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan mencapai puncaknya sesudah perang
dunia II. Gerakan dan kesadaran nasionalisme3 bukan sekedar memerangi penjajah. Nasionalisme
lebih merupakan bagian terpenting bagi kebangkitan dunia Islam modern menjelma dalam bentuk
negara- negara nasional. Penjajahan dalam arti sempit hanya dalam masa kurang dari setengan
abad, lenyap di dunia Islam. Beberapa bagian wilayah dunia yang amat strategis dan merupakan
garis hidup (life-line) bagi Negara-negara industry Barat kini ditempati oleh umat Islam yang
merdeka dan berdaulat.

P a g e 32 | 38
Terlepas dari uraian tersebut, dunia Islam hingga masa kini masih tergolong terbelakang
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun dibalik keterbelakangannya,
dunia Islam mempunyai potensi. Dengan jumlah penduduk cukup signifikan, merupakan potensi
besar untuk dapat bangkit kembali dan memimpin peradaban dunia dalam berbagai bidang. Maka
pembahasan dalam tulisan ini, terbatas pada negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim
mengenai kebangkitan umat Islam pada abad 19 dan 20, dengan melihat faktor yang melatar
belakanginya.

Sebab Kebangkitan Dunia Islam abad 19-20

Sebagaimana telah dipahami bahwa ketika tiga kerajaan besar Islam sedang mengalami
kemunduran di abad ke-18 M, Eropa Barat mengalami kemajuan dengan pesat. Kerajaan Safawi
hancur di awal abad ke-18 M, dan kerajaan Mughal hancur pada awal paro kedua abad ke-19 M
di tangan Inggris, yang kemudian mengambil alih kekuasaan di anak benua India. Kekuatan Islam
terakhir yang masih disegani oleh lawan adalah kerajaan Usmani di Turki.5 Akan tetapi, yang
terakhir ini pun terus mengalami kemunduran demi kemunduran, sehingga ia dijuluki sebagai The
Sick Man of Europe, orang sakit dari Eropa. Kelemahan kerajaan-kerajaan Islam itu menyebabkan
Eropa dapat mencaplok, menduduki, dan menjajah negeri-negeri Islam dengan mudah.

Memasuki pertengahan abad 20 M, dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari


penjajah Barat. Pada periode ini, mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam.
Gerakan pembaharuan itu, paling tidak muncul karena dua hal.6 Pertama, timbulnya kesadaran di
kalangan Ulama bahwa banyak ajaran-ajaran ‘asing’ yang masuk dan diterima sebagai ajaran
Islam. Ajaran-ajaran itu bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah,
khurafat, dan takhyul.

Ajaran-ajaran inilah menurut mereka, yang membawa Islam menjadi mundur. Oleh karena
itu, mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau faham seperti itu. Gerakan ini
dinamakan gerakan reformasi. Kedua, pada periode ini, Barat mendominasi dunia di bidang politik
dan peradaban. Persentuhan dengan Barat tersebut, menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan
ketertinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam
masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power.

P a g e 33 | 38
Sementara menurut Munawir Sjadzali, menurun dan melemahnya tiga Negara Islam
tersebut disebabkan oleh disintegrasi politik dengan melemahnya otoritas masing- masing
pemerintah pusat, dan munculnya penguasa-penguasa semi otonom diberbagai daerah dan propinsi
negara-negara tersebut. Disamping itu, terjadinya dislokasi sosial, memburuknya situasi ekonomi
akibat persaingan dagang dengan negara-negara Eropa, atau karena kalah perang serta
kemerosotan spritualitas dan moralitas masyarakat, terutama para penguasa.

Kesadaran akan akan melemah dan menurunnya dunia Islam ini, maka banyak wilayah-
wilayah dunia Islam seperti di benua Afrika, Timur Tengah dan India bermunculan gerakan-
gerakan pembaharuan atau mungkin lebih tepatnya dikatakan usaha pemurnian kembali ajaran
Islam. Dengan pengertian dasar dan sasaran yang tidak selalu sama antara satu gerakan dengan
gerakan yang lain.

F. PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA MODERN

Menjelang dan pada masa awal-awal pembaharuan yaitu sebelum dan sesudah tahun 1800M.
umat islam diberbagai Negara telah menyimpang dari ajaran islam yang bersumber kepada Al-
Qur’an dan Hadis. Penyimpangan itu tedapat dalam hal:
Ajaran Islam tentang ketauhidan telah tercampur dengan kemaksatan.hal n ditandai dengan
banyaknya umat Ialam yang selain menyembah Allah SWT juga menyembah makam yang
dianggap keramat dan meminta tolong dalam urusan gaib kepada dukun-dukun dan orang yang
dianggap sakti. Selain itu juga kelompok umat Islam yang mengkulcuskan dan
beranggapan bahwa sultan adalah orang suci yang segala perintahnya di taat.
Adanya kelompok umat Islam yang selama hidup didunia ini hanya mementngkan urusan
akhirat dan meninggalkan dunia. Mereka beranggapan bahwa memiliki harta benda yang banyak,
kedudukan yang tinggi, dan Ilmu tentang pengetahuan dunia adalah tdak perlu. Karena hdup
ddunia ini cumin sebentar dan sementara, sedangkan hidup di akhirat bersifat kekel dan abadi.
Selan itu, banyak umat Islam yang menganut paham fatalisme, yaitu paham yang mengharuskan
berserah dir kepada nasib dan tdak perlu berikhtiar, karena hidup manusia dikuasai dan
dikendalikan oleh nasib.

P a g e 34 | 38
Penympangan- penympangan umat slam terhadap ajaran agamanya seperti tersebut,
mendorong lahrnya para tokoh pembaharu, yang berusaha menyadarkan umat islam agar kembali
kepada ajaran Islam yang benar, yang bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadis).
Tokoh-tokoh pembaharu yang dimaksud antara lain:

1. Muhammad bin Abdul Wahhab lahir di Nejd (Arab Saudi) pada tahun 1115 H (1703 M) dan
wafat di Daryah tahun 1201H (1787M). Muhammad bin Abdul Wahhap adalah seorang ulama
besar yang froduktif, karena buku-buku karangannya tentang Islam, memcapai puluhan judul.
Diantara buku-bukunya berjudul “ Kitap At-Tauhid “ yang isinya antara lain tentang
pemberantasan syrk, khurafat, dan bd’ah yang terdapat dkalangan umat Islam dan mengajak umat
Islam agar kembali kepada ajaran tauhid yang murni. Para pengkut Muhammad bin Abdul Wahhap
menamakan kelompoknya denggan “Al-Muwahhidun” atau “Al- Muslimun” yang artinya
kelompok yang berusaha mengesahkan Allah SWT semurni-murninya. Gerakan pemurnian ajaran
Islam yang dilakukan oleh para pengkut Muahammad bin Abdul Wahhap ini dinamakan juga
gerakan “Wahabi”.
2. Rafa’ah Badawi Rafi’ At-Tahtawi, atau At- Tahtaw. Lahir da tahta pada tahun 1801 M dan
mennggal di mesir. Pemikrannya yang berkaitan dengan ajran Islam, antara lain, beliau menyuruh
agar umat islam dalam hdup didunia ini tdak hanya mementingkan urusan akhirat. Tetapi juga
harus mementingkan urusan dunia, agar umat Islam tdak djajah oleh bangsa lain.
3. Jamaluddin Al-Afghani, lahir di Asadabad tahun 1838M dan wafat di Istanbul tahun 1897M. di
antara pembaharuan yang muncul kan beliau adalah:
agar kejayaan umat Islam dapat diraih kembali dan mamapu menghadapi dunia modern, umat slam
harus kmbali kepada ajaran agamanya yang murni dan harus memaham Islam dengan rasio dan
kebebasan.
Jamaluddin mengngnkan agar kaum wanta juga meraih kemajuan dan bekerja sama dengan
pra untuk mewujudkan masyarakat Islam yang dinamis dan maju.
· Kepemimpinan otokrasi hendaknya diubah menjadi demokrasi. Menurut pendapatnya, Islam
menghendaki pemerintahan repoblik yang didalamnya terdapat kebebasan memukakan pendapat
dan kewajban Negara untuk tunduk kepada undang-undang.

P a g e 35 | 38
· Ajarannya tentang Pan-Islamisme yakni persatuan dan kerjasama seluruh umat islam harus
diwujudkan. Karena persatuan dan kerja sama seluruh umat Islam sangat pentng dan diatas
segalanya.

Pada masa pembaharuan jumlah penduduk beragama Islam berkembang terus kepelosok
dunia. Penduduk muslim terbanyak berada dibenua Asiadan Afrika. Mengacu kepada penduduk
tahun 1991M Negara-negara yang penduduk muslimnya lebh dari 90% adalah Mauritania, sahara
barat, maroko, aljazair, Tunisia, libia, mesir, Somalia, turki, irak, yordania, arab Saudi, yaman,
oman, Qatar, Bahrain, iran, afganisthan,dan Pakistan.

Sedangkan Negara-negara yang jujmlah umat Islamnya mencapai 50-90% adalah Tanzania
(Afrika), turkemenistan, Uzbekistan, krighistan, Tazikistan, bagladesh, Malaysia Singapura,
Indonesia, Brunei, difilipina. Negara-negara yang umat Islamnya 10-50% antara lain
seperti Guinea(Afrka), Albania, Suriah, India, Cina, dan Myanmar.

Untuk mengikat Negara-negara Islam di dunia, pada nbulan Zulhijjah tahun 1381 H (mei
1962), telah didrikan Rabithah Al-Alam Al- Islami ( muslim warld league atau lga duna Islam)
sebuah organsasi Islam internasiaonal non pemerintah yang tidak berpihak kepada suatu partai
atau golongan dan mewakli umat Islam sedunia. Ligas duna Islam ini berkantor pusat di Mekah
(Saudi Arabia), sedangkan kantor perwaklannya tersebat di seluruh duna, seperti Indonesa,
Amerika, Kanada, Denmark, Malaysia, dan Prancis.

Dibenua Eropa, dalam Conference of Islamc Cultural Centre and Organization.


Of Europe(konferensi pusat kebudayaan dan organsasi Islam eropa). Di Lanon pada bulan Mei
1973, dengan dprakasai oleh secretariat Islam di Jeddah telah ddrkan dewan Islam Eropa, yang
bertujuan untuk mengorgansr dan memajukan usaha-usah dakwah Islamah.

P a g e 36 | 38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar 1250 M-1500 M.Kemunduran
itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang pendidikan Islam. Di dalam pendidikan Islam
kemunduran itu sebagian besar diyakini berasal dari perkembangannya secara meluas dengan pola
pemikiran yang tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir,
tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan fatwaulama masa lalu sebagai
dogma yang harus diterima secara mutlak (taken for garanted). Di saat umat Islam mengalami
kemunduran, di dunia Eropa malah sebaliknya mengalami kebangkitanmengejar ketertinggalan
mereka, bahkan mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam.Ilmu pengetahuan dan filsafat
tumbuh dengan subur ditempat-tempat orang Eropa. Akibatnya bila pola fikir tradisional yang
berkembang di dunia Islam terus tertanam dan tumbuh subur,maka ditempat mereka di Eropa pola
pemikiran Rasionallah yang didasakan pada filsafat Rasionalnya Ibu Rusyd yang memacu
kebangkitan mereka melalui gerakan-gerakankebangkitan. Hal ini penyebab beralihnya secara
drastis pusat pendidikan dari dunia Islam ke Eropa. Hal itu merupakan salah satu factor
kemunduran umat Islam. Dimana Negara-negarapesaing di Eropa memanfaatkan Negara-negara
Islam sebagai Negara kekuasaan mereka.Seperti halnya Inggris dan Perancis, Negara pesaing
Eropa yang bersaing untuk menguasaiNegara-negara lain sebagai kepentingannya sendiri.
Perancis sebagai Negara pesaing Inggrispada saat itu berusaha memutus komunikasi antara Inggris
yang berada di Barat dan India yangberada di Tumur. Akibat dari pemutusan komuniksai antara
Inggris dan India, maka perjalananInggis untuk sampai ke India haruslah melalui Mesir. Oleh
karena itu pintu gerbang ke Indiamelalui Mesir dikuasai oleh Perancis, dan hal ini merupakan
bentuk kemunduran Islam. Penyebab kemunduran umat Islam adalah : a) Adanya perubahan
sistem pemerintahan Islam, yaitu dari system kekhalifahan menjadi sistem kerajaan.

P a g e 37 | 38
DAFTAR PUSTAKA

Ilmy, Bachrul. 2004. Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas II (Kelas XI). Bandung:Grafindo Media
Pratama.

Ilmy, Bachrul. 2008. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM untuk Sekolah Menengah Kejuruan KelasXI.
Bandung: Grafindo Media Pratama.

http://hbis.wordpress.com/2008/12/16/perkembangan-islam-pada-masa-modern

http://nanpunya.wordpress.com/2009/06/01/perkembangan-islam-abad-modern/

http://spupe07.wordpress.com/2010/01/09/islam-pada-masa-pembaharuan-modern/

http://iklanz.com/news-perkembangan-modernisasi-islam/

http://id.wikipedia.org/wiki/Tajdid 15

Amin, M. Mansyur, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004.

Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid; II, Jakarta: UI Press, 2002.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993

Stoddard, Lothrop, Dunia Baru Islam, Diterjemahkan oleh Djojo Martono, et., Jakarta:1996

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007

Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009

P a g e 38 | 38

Anda mungkin juga menyukai