Anda di halaman 1dari 82

PENELITIAN RETROSPEKTIF PASIEN SKABIES BERDASARKAN

FAKTOR USIA DAN JENIS KELAMIN DI POLIKLINIK


RS PERTAMINA BINTANG AMIN PERIODE
02 JANUARI 2016 - 31 DESEMBER 2018

SKRIPSI

OLEH :

RETNO OKTAVIA

17310234

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2021

i
PENELITIAN RETROSPEKTIF PASIEN SKABIES BERDASARKAN
FAKTOR USIA DAN JENIS KELAMIN DI POLIKLINIK
RS PERTAMINA BINTANG AMIN PERIODE
02 JANUARI 2016 - 31 DESEMBER 2018

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

RETNO OKTAVIA

17310234

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2021

ii
Judul Skripsi : PENELITIAN RETROSPEKTIF PASIEN
SKABIES BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN
JENIS KELAMIN DI POLIKLINIK RS
PERTAMINA BINTANG AMIN PERIODE 02
JANUARI 2016 – 31 DESEMBER 2018

Nama Mahasiswa : RETNO OKTAVIA

Nomor Pokok Mahasiswa : 17310234

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Kedokteran Umum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Arif Effendi, Sp.KK dr. Eka Silvia, M.Kes

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

dr. Toni Prasetia, Sp.PD, FINASIM

iii
MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Pembimbing 1 : dr. Arif Effendi, Sp.KK .....................

Pembimbing 2 : dr. Eka Silvia, M.Kes .....................

Penguji :Dr.dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK,

FINSDV, FAADV .....................

2. Dekan Fakultas Kedokteran

dr. Toni Prasetia, Sp.PD, FINASIM

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 24 Maret 2021

iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Retno Oktavia

NPM : 17310234

Fakultas : Kedokteran Umum

Judul Skripsi : PENELITIAN RETROSPEKTIF PASIEN SKABIES


BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN JENIS KELAMIN DI
POLIKLINIK RS PERTAMINA BINTANG AMIN PERIODE 02
JANUARI 2016 – 31 DESEMBER 2018
Pembimbing : dr. Arif Effendi, Sp.KK

dr. Eka Silvia, M.Kes

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Skripsi Program Studi

Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati berdasarkan hasil

penelitian, pemikiran dan pemaparan hasil dari penulis sendiri. Jika karya orang lain

penulis mencantumkan sumber dengan jelas.

Demikian lembar pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya atas kesadaran

sendiri bukan karna paksaan dari pihak lain.

Bandar Lampung, 25 Maret 2021

Penulis

Retno Oktavia

v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Malahayati, saya yang bertanda tanggan dibawah
ini:
Nama : Retno Oktavia
NPM : 17310234
Fakultas : Kedokteran Umum
Jenis Karya Ilmiah : SKRIPSI
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Malahayati Hak Bebas Royalti Noneksklusif (none-exclusive royalty free
right) : atau karya saya yang berjudul:

”PENELITIAN RETROSPEKTIF PASIEN SKABIES BERDASARKAN


FAKTOR USIA DAN JENIS KELAMIN DI POLIKLINIK RS PERTAMINA
BINTANG AMIN PERIODE 02 JANUARI 2016 – 31 DESEMBER 2018”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan ini hak bebas royalti/noneksklusif
ini Universitas Malahayati berhak menyimpan, mengalihmediakan/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan
karya ilmiah saya selama tetap mencantumakan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Bandar Lampung


Pada Tanggal: 25 Maret 2021
Penulis

Retno Oktavia

vi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI

Skripsi, Maret 2021

Retno Oktavia

PENELITIAN RETROSPEKTIF PASIEN SKABIES BERDASARKAN FAKTOR


USIA DAN JENIS KELAMIN DI RS PERTAMINA BINTANG AMIN PERIODE
02 JANUARI 2016-31 DESEMBER 2018

XVI + 41 Halaman + 4 Tabel + 4 Gambar + Lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang: Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis. Skabies ditandai dengan gatal malam
hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis,
hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat ditandai dengan munculnya polimorfi yang
tersebar diseluruh tubuh.

Adapun penyakit skabies ini dapat dicegah dengan melakukan edukasi pada pasien
tentang penyakit scabies yang meliputi: perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi
tungau skabies, menjaga higiene pribadi, dan tata cara pengolesan obat.

Tujuan: mengetahui prevalensi angka kejadian skabies dan faktor-faktor yang


mempengaruhi kejadian skabies berdasarkan faktor usia dan jenis kelamin di RS
Pertamina Bintang Amin Periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018.

Metodologi: Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian studi retrospektif deskriptif dengan melihat catatan medik pasien skabies di
Poliklinik Penyakit Kulit Dan Kelamin RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
Periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018.

Hasil dan kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan hasil prevalensi penyakit skabies
yaitu sebanyak 261 kasus (9%) dari 2924 pasien penyakit kulit dan kelamin periode 02
Januari 2016-31 Desember 2018 dengan prevalensi tertinggi yaitu pada tahun 2018
sebanyak 108 kasus (11%) dari 963 pasien penyakit kulit dan kelamin. skabies bisa
terjadi pada perempuan atau laki-laki dan anak-anak atau dewasa. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa usia terbanyak yang menderita skabies yaitu pada kelompok usia
20-59 tahun sebanyak 128 kasus (49%), dan jenis kelamin terbanyak yang menderita
skabies yaitu laki-laki sebanyak 163 kasus (62,5%).

Kata Kunci : Skabies, Prevalensi, Karakteristik

Kepustakaan : 23(2012-2021)

vii
FACULTY OF MEDICINE

MALAHAYATI UNIVERSITY

Script, March 2021


Retno Oktavia

RETROSPECTIVE RESEARCH OF SCABIES PATIENTS BASED ON AGE AND


GENDER FACTORS AT PERTAMINA BINTANG AMIN HOSPITAL PERIOD 02
JANUARY 2016-31 DECEMBER 2018
XVI + 41 Halaman + 4 Tabel + 4 Gambar + Lampiran

ABSTRACT

Background: Scabies is a skin disease caused by infestation and sensitization to


Sarcoptes scabiei var hominis. Scabies characterized by night itching, affecting a group
of people, with a predilection spot in the skin folds that are thin, warm, and moist.
Clinical symptoms can be seen polymorphy spread throughout the body.

Scabies disease can be prevented by educating patients about scabies thats are: disease
course, transmission, how to eradicate scabies mites, maintaining personal hygiene,
and procedures for applying drugs.

Objective: To determine the prevalence of the incidence of scabies and the factors that
influence the incidence of scabies based on age and sex at Pertamina Bintang Amin
Hospital for the period of January 2, 2016 - December 31, 2018.

Methodology: The type of research used in this research is a descriptive retrospective


study by looking at the medical records of scabies patients at the Polyclinic of Skin and
Venereal Diseases at Pertamina Bintang Amin Hospital, Bandar Lampung, 02 January
2016-31 December 2018.

Results and conclusions: In this study, the results of the prevalence of scabies were 261
cases (9%) of 2924 patients with skin and venereal diseases for the period of January
02 2016-31 December 2018 with the highest prevalence, namely in 2018 as many as
108 cases (11%) of 963 patients with skin and venereal diseases. Scabies can occur in
women or men and children or adults, the results of this study indicate that most people
who suffer from scabies are in the age group of 20-59 years as many as 128 cases
(49%), and the most sexes suffer from scabies. Scabies, namely male, as many as 163
cases (62.5%).

Keywords: Scabies, Prevalence, Characteristics

Literature: 23 (2012-2021)

viii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat-nya, serta shalawat dan
salam kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarga yang telah menuntun umatnya untuk
selalu berpegang di jalan allah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Penelitian Retrospektif Pasien Skabies Berdasarkan Faktor Usia, Jenis
Kelamin,, Pekerjaan, dan Status Pernikahan Di Poliklinik Rumah Sakit Pertamina
Bintang Amin Periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018”. Yang bertujuan untuk
memenuhi tugas dan persyaratan dalam menempuh program Sarjana Strata – 1
Kedokteran Umum.

Dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, maka
dengan selesainya skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Dr. Achmad Farich, M.M selaku Rektor Universitas Malahayati Bandar


Lampung
2. dr. Toni Prasetia, Sp.PD., FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati Bandar Lampung
3. dr. Sri Maria Puji Lestari, M.PD, Ked selaku Kepala Prodi Pendidikan Dokter
Universitas Malahayati Bandar Lampung dan selaku pembimbing I yang selalu
meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, solusi,
dan saran selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga dapat
terselesaikan
4. Dr. dr. M. syafei Hamzah, Sp.KK, FINSDV, FAADV selaku dosen penguji yang
telah meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan dan nasehat dalam
penyusunan ini.

ix
5. dr. Arif Effendi, Sp.KK selaku pembimbing I yang telah meluangkan banyak
waktu, memberikan masukan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. dr. Eka Silvia, M. Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan banyak
waktu, memberikan masukan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
7. Untuk Ayahanda saya, H Rozali dan Ibunda saya Hj Purwanti yang selalu
mendoakan, memfasilitasi dan mendukung saya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Semoga skripsi
ini dapat berguna dan bermanfaat untuk semua, amin.

Bandar Lampung, 30 November 2020

Retno Oktavia

x
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL LUAR ..................................................................................... i


HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI .............................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN .........................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................................5
1.5. Ruang Lingkup ...............................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Skabies ............................................................................................................7
2.2. Kerangka Teori .............................................................................................18
2.3. Kerangka Konsep .........................................................................................19
2.4. Hipotesa ........................................................................................................19

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian .............................................................................................20
3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian......................................................................20
3.3. Rancangan Penelitian ...................................................................................20
3.4. Subyek Penelitian .........................................................................................20
3.5. Variabel Penelitian .......................................................................................22
3.6. Definisi Operasional Variabel ......................................................................23
3.7. Alat Ukur ......................................................................................................23
3.8. Pengumpulan Data ........................................................................................24
3.9. Pengolahan Data ...........................................................................................24
3.10. Analisa Data ...............................................................................................26
3.11. Alur Penelitian ............................................................................................27

xi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Halaman
4.1 Gambaran Penelitian......................................................................................25
4.2 Hasil Penelitian ..............................................................................................26
4.3 Pembahasan ...................................................................................................29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ....................................................................................................36
5.2 Saran ..............................................................................................................37
5.3 Keterbatasan Penelitian .................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................................23
Tabel 4.1 Prevalensi Pasien Skabies Dari Pasien Penyakit Kulit Dan Kelamin .............29
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasien Skabies Berdasarkan Usia ..................................30
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Skabies Berdasarkan Jenis Kelamin ...................31

xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sarcoptes Scabiei ....................................................................................7
Gambar 2.2 Kerangka Teori ......................................................................................18
Gambar 2.3 Kerangka Konsep...................................................................................19
Gambar 3.1 Alur Penelitian .......................................................................................27

xiv
DAFTAR SINGKATAN
IMS Infeksi Menular Seksual
S. scabiei Sarcoptes scabiei
LTAC Long Term Acute Care
WHO World Health Organization
SPSS Statistical Package For The Social Science

xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Permohonan Izin Tempat Presurvey
2. Surat Izin Penelitian
3. Surat Balasan Izin Penelitian
4. Surat Keterangan Bebas Plagiarisme
5. Surat Keterangan Kelaikan Etik
6. Lembar Bimbingan Skripsi
7. Biodata Penulis
8. Persembahan
9. Motto
10. Foto Dokumentasi
11. Hasil Penelitian
12. Lembar Submit Jurnal
13. Format Jurnal

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya. Ditandai gatal malam

hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang

tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar diseluruh

badan. (Menaldi, 2018).

Skabies adalah kondisi dermatologis yang umum, mempengaruhi lebih dari

130 juta orang setiap saat. Ini adalah penyakit terabaikan yang disebabkan oleh

tungau Sarcoptes scabiei. Skabies sering menyebabkan rasa gatal yang parah, dan

pada beberapa pasien, termasuk mereka yang memiliki kekebalan tubuh yang

lemah, dapat berkembang menjadi “skabies berkerak”. (Linden et al, 2019).

Penyakit ini dulu dikenal sebagai gatal 7 tahun, yaitu penyakit kulit menular

yang menyerang manusia dan binatang. Dalam klasifikasi World Health

Organization (WHO), skabies dikelompokkan sebagai water-related diseases.

Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei, yaitu kutu parasit yang mampu menggali

terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal. (Menaldi, 2018). Ini adalah

masalah kesehatan yang signifikan di banyak negara berkembang dan dinyatakan

sebagai penyakit kulit yang terabaikan oleh organisasi kesehatan dunia. (Gilson,

2020).

1
2

Prevalensi skabies berkisar antara 0,2% hingga 71%. Skabies merupakan

penyakit endemik di banyak negara tropis, dengan perkiraan prevalensi rata-rata

5-10% pada anak-anak. (WHO, 2020). Skabies umumnya terjadi pada usia 12-14

tahun dan lebih sering menginfestasi anak laki-laki daripada perempuan. Hal ini

dikarenakan perempuan lebih memperhatikan kebersihan diri. (Merti et al, 2019).

Penyakit skabies dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Sebanyak 72%

pasien dewasa dengan skabies merasa malu karena penyakitnya tersebut. Tidak

jauh berbeda dengan hasil survey di Tiongkok yang menunjukan 78% pasien

skabies mengalami penurunan kualitas hidup (Shobirin dan Mayasari, 2017).

Pada dasarnya, pengetahuan masyarakat tentang faktor penyebab skabies

masih sangat kurang, sehingga penyakit skabies ini dianggap sebagai penyakit

yang biasa saja karena secara umum tidak membahayakan jiwa. Masyarakat tidak

mengetahui bahwa luka akibat garukan dari penderita skabies menyebabkan

infeksi sekunder dari bakteri Stapilococus sp ataupun jamur kulit yang berakibat

kerusakan jaringan kulit yang akut. (Kunci, 2019).

Di Indonesia, skabies merupakan salah satu penyakit kulit tersering di

puskesmas. Pada tahun 2008, prevalensi skabies di seluruh puskesmas di

Indonesia adalah 5,6-12,9%, (Kurniawan et al, 2020). Berdasarkan data dari Dinas

Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2011, jumlah kasus baru pada penyakit

skabies berjumlah 1135 orang, dan tahun 2012 mengalami peningkatan lebih dari

dua kali lipat menjadi 2941 orang. (Widiastini dan Saftarina, 2020). Prevalensi

skabies di Indonesia menurut Depkes RI data dari puskesmas seluruh Indonesia

pada tahun 2015, angka kejadian skabies adalah 5,6-12,95%. Di Indonesia


3

penyakit skabies menduduki urutan ketiga dari dua belas penyakit kulit tersering,

saat ini angka kejadian skabies meningkat lebih tinggi dari 20 tahun yang lalu, dan

banyak ditemukan pada panti asuhan, asrama, pondok pesantren, penjara dan

rumah sakit. (Alhidayati et al, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Poli Kulit dan Kelamin RSUD

Meuraksa Kota Banda Aceh periode tahun 2016- 2018 dengan jumlah sampel

sebanyak 395 responden, diketahui bahwa mayoritas responden yang banyak

terkena penyakit kulit skabies adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak

276 responden (69.9%) dan sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 119

responden (30.1%). (Bancin et al, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RS UKI (Universitas Kristen

Indonesia) Jakarta dengan konfirmasi hasil pemeriksaan Laboratorium

Parasitologi FK UKI periode Januari 2014-Agustus 2019 dengan jumlah sampel

sebanyak 30 orang pasien skabies di Rumah Sakit UKI, hasil yang didapatkan

yaitu: 53,3% anak-anak dan remaja, 63,3% berjenis kelamin laki-laki, 33,3% tidak

tamat SD, 36,7% tidak bekerja karena dibawah umur. (Sinaga, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada santri pondok pesantren

Madarijul Ulum di Bandar Lampung dengan jumlah sampel sebanyak 35

responden, didapatkan prevalensi skabies sebanyak 60%. Insiden dan prevalensi

yang cukup tinggi ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh

Ratnasari bahwa prevalensi skabies pada pondok pesantren di Jakarta Timur

adalah 51,6%, senada dengan hasil penelitian Ma’rufi di Lamongan dengan

prevalensi skabies di pondok pesantren adalah 64,2%. Tingkat prevalensi skabies


4

lebih tinggi ditemukan pada subyek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki

(48,5%). Hasil penelitian juga menunjukkan usia subjek penelitian 11-15 tahun

dan usia 12 tahun (28,5%) dan jenis kelamin laki-laki (48,5%), merupakan usia

dan jenis kelamin terbanyak yang menderita skabies. (Merti et al, 2019).

1.2. Rumusan masalah

Skabies merupakan penyakit kulit yang umum diderita oleh masyarakat.

Banyak menyerang anak-anak karena mereka belum mengerti tentang menjaga

kebersihan yang baik dan benar. Saat ini, angka kejadian skabies meningkat lebih

tinggi dan banyak ditemukan pada panti asuhan, asrama, pondok pesantren,

penjara dan rumah sakit.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut:

Berapakah angka kejadian skabies dan bagaimana gambaran karakteristik

pasien skabies di poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin periode 02 Januari 2016- 31 Desember 2018.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui angka kejadian dan karakteristik pasien skabies

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies, di Poliklinik

Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin periode 02

Januari 2016-31 Desember 2018.


5

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mencari:

1. Prevalensi angka kejadian pasien skabies dari seluruh pasien di Poliklinik

Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin periode 02

Januari 2016-31 Desember 2018.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies berdasarkan faktor usia

dan jenis kelamin di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1.4.1. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Lampung

Hasil dari penelitian ini untuk menambah data hasil penelitian yang dapat

dipergunakan sebagai referensi pengembangan penelitian selanjutnya mengenai

penelitian retrospektif tentang skabies.

1.4.2. Bagi Pembaca

Menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman tentang penyakit

skabies dan faktor- faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi kejadian

penyakit skabies.
6

1.4.3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti

sendiri tentang skabies serta dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi

peneliti.

1.5. Ruang lingkup

1.5.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif .

1.5.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah

Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.

1.5.3. Objek Penelitian

Faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit skabies di Poliklinik

Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin.

1.5.4. Subjek Penelitian

Pasien yang tercatat sebagai penderita penyakit skabies di Poliklinik Penyakit

Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies

2.1.1. Definisi Skabies

Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Bancin, et

al 2020). Tungau ini adalah arthropoda yang termasuk dalam Phyllum Acarina,

Kelas Arachnida, Ordo Astigmata, dan Famili Sarcoptidae. (Gilson, 2020).

Tungau berbentuk seperti mutiara, tembus cahaya, putih, tanpa mata, dan

berbentuk lonjong dengan empat pasang kaki pendek gemuk. Tungau betina

dewasa berukuran 0,4 x 0,3 mm dengan tungau jantan sedikit lebih kecil-sedikit

terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Kutu skabies mampu hidup

selama 3 hari lamanya dari inangnya dalam tabung reaksi yang steril, dan selama

7 hari jika ditempatkan di tempat minyak mineral. “Tungau tidak dapat terbang

atau lompat. (Goldsmith et al, 2012).

A. B.
A : Fotomikrograf sarcoptes scabiei dewasa
B : papula eritematosa pada (a) jari dan ruang web, dan (b) ketiak pasien dengan skabies klasik.
Gambar 2.1 : Skabies(Vasanwala et al, 2019)

7
8

Siklus hidup tungau selesai seluruhnya pada kulit manusia. Tungau betina

dengan kombinasi gerakan mengunyah dan tubuh mampu menggali liang

berlendir di stratum korneum hingga ke batas stratum granulosum. Di sepanjang

jalur, yang bisa sepanjang 1 cm ini, ia bertelur dua hingga tiga telur sehari selama

rentang hidupnya 30 hari. Telur menetas dalam 10 hari dan larva meninggalkan

liang untuk matang di permukaan kulit. Tungau jantan hidup di permukaan kulit

dan memasuki liang untuk berkembang biak. (Goldsmith et al, 2012). Tungau

skabies akan mati jika terkena suhujika terkena suhu 50 oC (122oF) selama 10

menit. (CDC, 2020).

2.1.2. Epidemiologi Skabies

Skabies disebut juga the itch, pamaan itch, seven year itch karena gatal hebat

yang berlangsung menahun. Di Indonesia skabies disebut penyakit kudis, gudik,

atau buduk. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dengan prevalensi yang

bervariasi, tetapi umumnya terdapat di wilayah beriklim tropis dan subtropis di

negara berkembang. Siapapun yang kontak dengan S.scabiei dapat terinfestasi

skabies; meskipun demikian skabies lebih banyak terdapat pada penduduk yang

memiliki faktor risiko tinggi untuk terinfestasi skabies. Di masyarakat yang

memiliki risiko tinggi skabies prevalensi dapat mencapai 80% (Sungkar, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO) terdapat sekitar 300 juta kasus

skabies di dunia setiap tahunnya. Skabies termasuk penyakit kulit yang endemis di

wilayah beriklim tropis dan subtropis, seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah,

Amerika Selatan, Australia Utara, Australia Tengah, Kepulauan Karabia, India

dan Asia Tenggara. WHO menyatakan skabies merupakan salah satu dari enam
9

penyakit parasit epidermal kulit yang terbesar angka kejadiannya di dunia.

(Widiastini dan Saftarina, 2020).

Skabies lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Wabah skabies

di negara-negara industri dapat terjadi secara sporadis atau sebagai wabah

institusional di sekolah, panti jompo, fasilitas perawatan akut jangka

panjang/Long Term Acute Care (LTAC), rumah sakit, penjara, panti jompo, dan

area padat penduduk. (Gilson, 2020).

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak

faktor yang mendukung berkembangnya penyakit ini, antara lain sosial ekonomi

yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat promiskuitas,

kesalahan diagnosis dan perkembangan demografik serta ekologik. Penyakit ini

juga dimasukkan dalam kelompok infeksi menular seksual (IMS). (Menaldi,

2018).

2.1.3. Etiologi Dan Patofisiologi Skabies

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, super family Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli biologi

Diacinto Cestoni (1637-1718). Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei

var.hominis. selain itu, terdapat S. scabiei yang lain, misalnya pada kambing dan

babi. (Menaldi, 2018).

Siklus hidup Sarcoptes Scabiei terdiri dari telur, larva, nimfa, dan tungau

dewasa. Infestasi dimulai ketika tungau betina gravid berpindah dari penderita

skabies ke orang sehat. Tungau betina dewasa akan berjalan di permukaan kulit

untuk mencari daerah untuk digali; lalu melekatkan dirinya di permukaan kulit
10

menggunakan ambulakral dan membuat lubang di kulit dengan menggigitnya.

Tungau akan menggali terowongan sempit dan masuk kedalam kulit; penggalian

biasanya malam hari sambil bertelur atau mengeluarkan feses. Tungau betina

hidup selama 30-60 hari di dalam terowongan dan selama itu tungau tersebut terus

memperluas terowongannya. (Kurniawan et al, 2020).

Aktivitas S. scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan

respons imunitas selular dan humoral serta mampu meningkatkan IgE baik di

serum maupun di kulit. Masa inkubasi berlangsung lama 4-6 minggu. Skabies

sangat menular, transmisi melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak

langsung melalui berbagai benda yang terkontaminasi (seprei, sarung bantal,

handuk dsb). Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36

jam. Tungau dapat ditransmisi melalui kontak seksual, walaupun menggunakan

kondom, karena kontak melalui kulit di luar kondom. (Menaldi, 2018).

Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga

oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh

sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira

sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis

dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat

timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. (Menaldi, 2018).

2.1.4. Manifestasi Klinik Skabies

Seseorang yang terinfestasi tungau skabies akan mengalami gatal-gatal yang

serius, menggaruk-garuk bagian yang terserang. Biasanya akan timbul bintik-

bintik (rash). (Sembel, 2009). Pada pasien dengan gatal hebat perlu dilakukan
11

pemeriksaan teliti untuk mencari lesi terowongan, terutama jika ruamnya ringan.

Kontak juga perlu diperiksa untuk mencari terowongan, tanpa memandang apakah

mereka gatal-gatal atau tidak. (Oakley, 2019).

Jika merupakan episode pertama, gatal muncul 4-6 minggu setelah penularan

kutu. Pada infestasi selanjutnya, gatal dapat muncul dalam beberapa jam. Gatal

biasanya lebih hebat pada malam hari, mengganggu tidur. Penyakit mengenai

badan dan ekstremitas, tidak mengenai kulit kepala ( kecuali pada bayi dan pada

skabies berkrusta). Gatal ringan atau tidak ada pada sebagian pasien dengan

skabies berkrusta. Gatal dapat menetap beberapa minggu setelah pengobatan yang

berhasil mematikan kutu. (Oakley, 2019).

Lesi terowongan pada skabies terlihat sebagai alur-alur ireguler 0,5-1,5 cm di

sela jari tangan, telapak tangan, dan pergelangan tangan. Lesi juga dapat

ditemukan di siku, puting payudara, ketiak, bokong, penis, instep, dan tumit.

Pemeriksaan dermatoskopik atau mikroskopik isi lesi terowongan mungkin

memperlihatkan tungau, telur, atau tinja kutu (skibala). Sampai minggu setelah

infestasi awal. (Oakley, 2019).

Ruam memiliki gambaran beragam. Papul-papul eritematosa di badan dan

ekstremitas, sering folikular. Pada bayi, lesi mungkin vesikular. Dermatitis difus

atau numular. Eritema dengan urtika. Papul dan vesikel di telapak tangan dan

kaki. Akropustulosis (pustul-pustul steril di telapak kaki dan tangan) pada bayi.

Papul atau nodul di ketiak, lipat paha, bokong, skrotum dan di batang penis.

Terkenanya (walaupun jarang) wajah dan kulit kepala. (Oakley, 2019).


12

2.1.5. Faktor Risiko Skabies

Skabies mengenai keluarga dan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini

paling sering pada anak, dewasa muda, dan usia lanjut. Faktor yang menyebabkan

penyebaran skabies mencakup: kemiskinan dan lingkungan yang padat, rumah

peristirahatan, rumah sakit, penjara, kemah pengungsi, orang dengan defisiensi

imun atau supresi imun, rendahnya angka identifikasi dan terapi skabies yang

benar. (Oakley, 2019). Umumnya scabies menyerang individu yang hidup

berkelompok seperti di asrama, lembaga pemasyarakatan, perkampungan padat,

rumah jompo dan pesantren. (Juliansyah dan Minartami, 2017).

Anak-anak lebih mudah terserang Skabies karena daya tahan tubuh yang lebih

rendah dari orang dewasa, kurangnya kebersihan, dan lebih seringnya mereka

bermain bersama anak-anak lain dengan kontak yang erat. Skabies juga mudah

menginfestasi orang usia lanjut karena imunitas yang menurun dan perubahan

fisiologi kulit menua. (Sungkar, 2016).

Skabies dapat menginfestasi laki-laki maupun perempuan, tetapi laki-laki

lebih sering menderita skabies. Hal tersebut disebabkan laki-laki kurang

memerhatikan kebersihan diri dibandingkan perempuan. (Sungkar, 2016).

2.1.6. Cara Penularan Skabies

Cara penularan (transmisi) skabies yaitu kontak langsung (kontak kulit dengan

kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Kontak tak

langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau

kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var.animalis


13

yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak

memelihara binatang peliharaan, misalnya anjing. (Menaldi, 2018).

Penularan skabies yang paling umum adalah kontak kulit ke kulit yang

berkepanjangan dengan individu yang terinfeksi. Tungau tidak bisa terbang atau

melompat, melainkan merangkak dengan kecepatan 2,5 cm per menit pada kulit

yang hangat. (Widasmara, 2020).

2.1.7. Diagnosis Pasien Skabies

Gambaran tentang ruam yang sangat gatal, seringkali memburuk di malam

hari, bersifat suportif dan riwayat kontak dengan kasus yang diketahui sering

muncul. Pemeriksaan dapat mengungkapkan lesi kulit dalam distribusi yang khas

dan liang serpiginous yang juga khas, terlihat dengan mata telanjang. Pemeriksaan

lebih dekat dengan dermatoskop genggam memungkinkan visualisasi yang lebih

baik dari liang dan tungau itu sendiri dapat terlihat di ujung liang sebagai struktur

segitiga gelap, sesuai dengan kepala berpigmen dan anterior tungau. Larva yang

muncul ke luar melalui atap liang, bergerak lebih dekat ke permukaan kulit,

dimana mereka menggali kantung-kantung kecil dan berganti ke tahap

perkembangan berikutnya. Teknik pencitraan non-invasif lainnya telah digunakan,

termasuk videodermatoskopi, yang memberikan inspeksi tungau yang lebih rinci.

Konfirmasi patologis dapat diperoleh dengan pengikisan kulit yang lembut untuk

menghilangkan tungau yang kemudian dapat ditempatkan pada kaca objek dan

dilihat di bawah mikroskop. Kepekaan dan keandalan metode ini dalam

praktiknya terbatas karena membutuhkan keahlian. Selain itu, kerokan kulit


14

mungkin tidak dapat ditoleransi dengan baik, terutama oleh pasien muda.

(Chandler, 2019).

Diagnosis pasti dengan ditemukannya tungau, larva, telur atau feses Sarcoptes

scabiei secara mikroskopis dengan KOH 10%, namun tungau sulit ditemukan

karena tungau yang menginfestasi penderita hanya sedikit, uji tinta, tetrasiklin

fluoresesi test, atau mineral minyak juga dapat dilakukan. Selain itu, scabies juga

dapat menyerupai berbagai macam penyakit sehingga disebut juga the great

imitator. (Rahmawati dan Ernawati, 2020).

2.1.8. Diagnosis Banding Skabies

Gambaran klinis dari skabies dapat menyerupai infeksi yang disebabkan oleh

sumber lain seperti bakteri, jamur, parasit dan virus. (Gilson, 2020). Ada pendapat

yang menangatakan skabies ini merupakan the greatest imitator, karena dapat

menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. (Menaldi, 2018).

Kadang- kadang sering salah didiagnosis sebagai eksim, dermatitis prurigo

nodularis atau lupus erythematous (Gilson, 2020), pedikulosis korporis, dan

dermatitis. (Menaldi, 2018).

2.1.9. Tatalaksana Skabies

Semua yang kontak serumah, bahkan mereka yang tidak memiliki gejala harus

dirawat secara bersamaan untuk menghindari infestasi ulang dan penularan.

Alasan utama perawatan kontak rumah tangga adalah gejala skabies bisa

memakan waktu beberapa minggu untuk muncul, terutama pada kasus baru.

Dalam wabah di seluruh komunitas atau institusional, perawatan massal harus

dipertimbangkan. (Banerji, 2015).


15

Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu:

1. menjaga higiene individu dan lingkungan.

2. dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu 60 oC atau

disimpan dalam kantung plastic tertutup selama beberapa hari. Karpet, kasus,

bantal, tempat duduk terbuat dari bahan busa atau berbulu perlu dijemur di bawah

terik matahari setelah dilakukan penyedotan debu.

Dengan medikamentoksa yaitu:

Prinsip: tata laksana menyeluruh meliputi penggunaan skabisida yang efektif

untuk semua stadium Sarcoptes scabiei untuk pasien dana nara kontak secara

serempak, menjaga higiene, serta penangan fomites yang tepat. Terdapat beberapa

obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

1. Topikal

a) Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam.

Dapat dulang setelah satu pekan.

b) Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Cukup

sekali pemakaian, dapat diulang bila belum sembuh setelah satu pekan.

Tidak boleh digunakan pada bayi, anak kecil dan ibu hamil.

c) Salep sulfur 5-10, dioleskan selama 8 jam pada hari ke 1,2,3, dan 8.

d) Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh. (Widaty,

2017).
16

e) Salep Crotamiton 10% dibilas setelah 24 jam. Ditoleransi dengan abik,

aman untuk bayi. Efiksinya masih dipertanyakan. Sering digunakan pada

skabies nodular pada anak-anak. (Dewi et al, 2017).

2. Sistemik

a) Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal.

b) Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik sistemik.

c) Pada skabies krustosa diberikan ivermektin (oral) 0,2 mg/kg dosis tunggal,

2-3 dosis setiap 8-10 hari. Tidak boleh pada anak-anak dengan berat

kurang dari 15 kg, wanita hamil dan menyusui. (Widaty, 2017).

Dalam penatalaksanaan pasien, seorang dokter perlu memperhatikan pasien

secara komprehensif, tidak hanya tanda dan gejala penyakit serta obat apa yang

akan diberikan dengan tepat namun juga psikologinya. Pembinaan keluarga yang

dilakukan pada kasus tidak hanya mengenai penyakit pasien, tetapi juga mengenai

masalah-masalah lainnya seperti fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan

keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan lingkungan. (Gutri, 2014).

2.1.10. Pencegahan Skabies

Kebersihan adalah upaya untuk memelihara hidup sehat yang meliputi

kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Pada higiene

perseorangan yang cukup penularan skabies lebih mudah terjadi. Melakukan

kebiasaan seperti kebiasaan mencuci tangan, mandi menggunakan sabun,

mengganti pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, kebiasaan

keramas menggunakan shampoo, tidak saling bertukar handukdan kebiasaan

memotong kuku, dapat mengurangi risiko terkena skabies. (Egeten, 2019).


17

Dalam upaya preventif, perlu dilakukan edukasi pada pasien tentang penyakit

skabies, perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi tungau skabies, menjaga

higiene pribadi, dan tata cara pengolesan obat. Rasa gatal terkadang tetap

berlangsung walaupun kulit sudah bersih. Pengobatan dilakukan pada orang

serumah dan orang di sekitar pasien yang berhubungan erat. (Menaldi, 2016).

Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies adalah kemiskinan,

kepadatan penghuni rumah, tingkat pendidikan rendah, keterbatasan air bersih,

dan perilaku kebersihan yang buruk. Kepadatan penghuni rumah merupakan

faktor risiko yang paling dominan dibandingkan faktor risiko skabies lainnya.

Tingginya kepadatan penghuni disertai interaksi dan kontak fisik yang erat

memudahkan penularan skabies. (Rahmatia dan Ernawati, 2020).


18

2.2. Kerangka Teori

-Hubungan
seksual Kontak langsung dengan
penderita skabies
-Bersentuhan
antar kulit

Faktor karakteristik Kontak tidak


penderita skabies langsung

Manifestasi klinis
Penyakit skabies
-Usia
-Berbagi pakaian
-Jenis kelamin
-Berbagi tempat
tidur

Prevalensi
Skabies

Gambar 2.2 Kerangka teori (Menaldi, 2018)

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti
19

2.3. Kerangka Konsep

Faktor yang
mempengaruhi:

-Usia

-Jenis Kelamin Penyakit skabies

2.4. Hipotesa

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada pengaruh antara usia dan jenis kelamin dengan prevalensi kejadian

skabies di Poliklinik RS Pertamina Bintang Amin periode 02 Januari 2016 – 31

Desember 2018.

Ho : Tidak ada pengaruh antara usia dan jenis kelamin dengan prevalensi

kejadian skabies di Poliklinik RS Pertamina Bintang Amin periode 02 Januari

2016 – 31 Desember 2018.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian studi retrospektif

deskriptif.

3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2020 sampai dengan

selesai di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin Bandar Lampung.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi retrospektif deskriptif

dengan melihat catatan medik pasien skabies di Poliklinik Penyakit Kulit dan

Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung selama periode

02 Januari 2016-31 Desember 2018 dengan mengevaluasi karakteristik pasien

skabies berdasarkan usia dan jenis kelamin.

3.4. Subyek Penelitian

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian kesehatan adalah keseluruhan subjek atau

responden yang hendak dipelajari karakteristiknya. (Harlan dan Johan, 2018).

20
21

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien di Poliklinik Penyakit

Kulit dan kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin periode 02 Januari

2016-31 Desember 2018 sebanyak 2.924 populasi.

3.4.2. Sampel

Sampel adalah himpunan bagian populasi yang diamati dan dikumpulkan

datanya. (Harlan dan Johan, 2018).

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang terdiagnosa

penyakit skabies dan memenuhi kriteria inklusi.

3.4.3. Cara Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu

pengambilan sampel secara sengaja, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang

mempunyai hubungan dengan kriteria inklusi dan mewakili populasi.

3.4.4. Kriteria Sampel

1.Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring anggota populasi menjadi

sampel yang memenuhi kriteria secara teori yang sesuai dan terkait dengan topik

dan kondisi penelitian. (Masturoh dan Anggita, 2018). Yang termasuk kriteria

inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Semua pasien yang terdiagnosa penyakit skabies di Poliklinik Penyakit Kulit

dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung periode

02 Januari 2016-31 Desember 2018.


22

b. Rekam medik yang lengkap dan jelas terbaca pada periode 02 Januari 2016-

31 Desember 2018.

2. Kriteria Eksklusi

kriteria eksklusi adalah kriteria yang dapat digunakan untuk mengeluarkan

anggota sampel dari dari kriteria inklusi atau dengan kata lain ciri-ciri anggota

populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel. (Masturoh dan Anggita, 2018).

Yang termasuk kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah:

a) Data rekam medik pasien skabies yang tidak lengkap dan tidak bisa di

evaluasi.

b) Pasien penyakit kulit lain yang memiliki ciri dan gejala mirip dengan penyakit

skabies. seperti: prurigo, pedikulosis korporis, dan dermatitis.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel adalah sifat-sifat orang, benda-benda, kelompok-kelompok, program-

program dan lain sebagainya, yang dapat mempunyai nilai. Nilai yang dimaksud

dapat berupa nilai kategorik, nilai kuantitatif, dan nilai kualitatif, variabel

berdasarkan fungsinya diklasifikasikan, yaitu variabel bebas (independen) dan

variabel terikat (dependen).

3.5.1. Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pasien penyakit skabies di

Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang amin

Bandar Lampung.
23

3.5.2. Variabel Terikat (Dependen)

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah karakteristik berupa usia dan

jenis kelamin pasien penyakit skabies.

3.6. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu

variabel dengan cara memberikan suatu operasional yang diberikan untuk

mengukur variabel tersebut. Definisi operasional sangat dibutuhkan untuk

membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diteliti.

Tabel 3.1. Definisi operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Umur/usia Lamanya hidup dalam tahun yang Rekam 1. 0-4 tahun Ordinal
dihitung sejak dilahirkan. (KBBI, medik
2021). 2. 5-9 tahun

3. 10-19 tahun

4. 20-59 tahun

5. ≥60 tahun

2 Jenis Perempuan atau laki-laki. (WHO, Rekam 1. Laki-laki Nominal


kelamin 2017) medik
2. Perempuan

3.7. Alat Ukur

Metode pengukuran menggunakan di Instrumen (alat) pengukuran yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik pasien penyakit skabies di

Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
24

yang mana rekam medik itu berisikan informasi tentang identitas pasien yang

terdiri dari usia dan jenis kelamin.

3.8. Pengumpulan Data

3.8.1. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data

sekunder berupa rekam medik pasien penyakit skabies di Poliklinik Penyakit Kulit

dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung periode 02

Januari 2016-31 Desember 2018.

3.8.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil

data hasil anamnesis berupa usia dan jenis kelamin kepada pasien penyakit

skabies di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin Bandar Lampung periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018.

3.9. Pengolahan Data

Data yang diolah dari data rekam medik pasien selanjutnya diolah dengan

menggunakan Microsoft excel 2007 setelah itu diolah lagi menggunakan program

Statistical Package For The Social Science (SPSS) edisi 26.

Proses pengolahan data meliputi 4 tahap sebagai berikut :

a. Editing
25

Proses editing dimulai dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan data,

kesinambungan data, dan keseragaman data yang akan diolah. Koreksi kesalahan

data

dan eksklusi data-data yang tidak dibutuhkan sehingga pengolahan data lebih

mudah.

a. Coding

Coding merupakan proses kedua pengolahan data dimana peneliti memberikan

kode berupa angka untuk data-data yang terdiri dari beberapa kategori dalam satu

variabel.

b. Input Data

Input data merupakan proses dimana peneliti memasukan data yang akan

diolah kedalam program SPSS.

c. Cleaning Data

Cleaning data yaitu proses dimana peneliti melakukan pemeriksaan kembali

untuk memastikan data yang diinput benar dan dapat diolah.


26

3.10. Analisa Data

3.10.1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap

variabel terikat ataupun variabel bebas yang diteliti secara deskriptif retrospektif

untuk mendapatkan gambaran karakteristik pasien penyakit skabies, data disajikan

dalam tabel frekuensi.


27

3.11 Alur Penelitian

Rumusan Masalah

Pre Survey

Pengumpulan Data

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Pengolahan Data

Analisis Data

Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.1 Alur Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar

Lampung dan pencatatan data dilakukan pada tanggal 22 Desember 2020. Proses

pengambilan data dilakukan dengan melihat data sekunder rekam medik penderita

penyakit skabies periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018, guna meningkatkan

pelayanan di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin dan menjadi informasi bagi

mahasiswa kedokteran maupun masyarakat luas.

Selama penelitian ini didapatkan seluruh total pasien penyakit kulit dan kelamin

Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin sebanyak 2.924 pasien dan total sampel

pasien skabies sebanyak 261 pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi.

Selanjutnya data di hitung untuk mendapatkan prevalensi skabies dan di catat

berdasarkan variable penelitian, seperti usia dan jenis kelamin.

Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diolah menggunakan program

Statistical Package For The Social Science (SPSS), kemudian disajikan dalam

bentuk tabel dengan narasi. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini sebagai

berikut.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Univariat


Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk menilai dan mengetahui

karakteristik responden penelitian pada masing-masing variabel. Hasil analisis ini

nantinya akan memberikan gambaran dari masing-masing variabel yang diteliti.

28
29

1. Prevalensi

Pada tabel berikut (tabel 4.1) adalah hasil prevalensi pasien skabies dari seluruh

pasien penyakit kulit dan kelamin yang tercatat di rekam medik Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018.

Tabel 4.1 Prevalensi Pasien Skabies Dari Seluruh Pasien Penyakit Kulit Dan
Kelamin

Pasien
Diagnosis Poliklinik
Presentase
Skabies Kulit dan
Tahun
Kelamin
Penderita Pasien PKK %
Skabies
2016 69 1047 6,6 %
2017 84 914 9%
2018 108 963 11 %
Rata-rata
261 2924 9%
Prevalensi
Sumber : Rekam medik Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan dari 261 pasien skabies yang

tercatat di Poliklinik Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin periode 02 Januari

2016-31 Desember 2018, didapatkan hasil prevalensi pasien skabies adalah 9% dari

2924 pasien di Poliklinik penyakit kulit dan kelamin Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin.

Pada tahun 2016 didapatkan sebanyak 69 (6,6%) pasien skabies dari 1047

pasien penyakit kulit dan kelamin. Pada tahun 2017 didapatkan sebanyak 84 (9%)

pasien skabies dari 914 pasien penyakit kulit dan kelamin. Pada tahun 2018

didapatkan sebanyak 108 (11%) pasien skabies dari 963 pasien penyakit kulit dan

kelamin. Dari tahun 2016-2018 didapatkan sebanyak 261 (9%) pasien skabies dari

2924 pasien penyakit kulit dan kelamin.


30

2. Usia

Pada tabel berikut (tabel 4.2) adalah hasil distribusi frekuensi pasien skabies

berdasarkan usia yang tercatat di rekam medik Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pasien Skabies Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah presentase


1. 0-4 tahun 11 4,2%
2. 5-9 tahun 24 9,2%
3. 10-19 tahun 64 24,5%
4. 20-59 tahun 128 49%
5. ≥60 tahun 34 13%
Total 261 100
Sumber : Rekam medik Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi penderita penyakit

skabies menurut usia, didapatkan 11 pasien (4,2%) pada kelompok usia 0-4 tahun

kemudian sebanyak 24 pasien (9,2%) pada kelompok usia 5-9 tahun, 64 pasien

(24,5%) pada kelompok usia 10-19 tahun, 128 pasien (49%) pada kelompok usia

20-59 tahun, dan 34 pasien (13%) pada kelompok usia lebih dari sama dengan 60

tahun.
31

3. Jenis Kelamin

Pada tabel berikut (tabel 4.3) adalah hasil distribusi frekuensi pasien skabies

yang tercatat di rekam medik Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin periode 02

Januari 2016-31 Desember 2018.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Skabies Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah presentase

1. Laki-laki 163 62,5%

2. Perempuan 98 37,5%

Total 261 100


Sumber : Rekam medik Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung

Tabel di atas memperlihatkan distribusi insidensi penderita penyakit skabies

menurut jenis kelamin, dimana 163 pasien (62,5%) berjenis kelamin laki-laki dan

98 pasien (37,5%) berjenis kelamin perempuan.


32

4.3 Pembahasan

Berikut dibawah ini merupakan pembahasan dari hasil yang diperoleh dari
penelitian ini.

1. prevalensi penderita skabies periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018.

Skabies termasuk penyakit kulit yang endemik di wilayah beriklim tropis dan

subtropis (WHO, 2020). Tingkat infestasi tertinggi terjadi di negara-negara dengan

iklim tropis yang panas, terutama di komunitas dimana kepadatan penduduk dan

kemiskinan hidup berdampingan (Widasmara, 2020). Rumah peristirahatan, rumah

sakit, penjara, kemah pengungsi, orang dengan defisiensi imun atau supresi imun,

rendahnya angka identifikasi dan terapi skabies yang benar juga menjadi penyebab

penyebaran skabies (Oakley, 2019). Tingkat pendidikan yang rendah juga sebagai

salah satu faktor risiko yang berkontribusi terhadap pengembangan skabies.

Infestasi berulang sering terjadi (Widasmara, 2020).

Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies adalah kemiskinan,

kepadatan penghuni rumah, tingkat pendidikan rendah, keterbatasan air bersih, dan

perilaku kebersihan yang buruk. Kepadatan penghuni rumah merupakan faktor

risiko yang paling dominan dibandingkan faktor risiko skabies lainnya. Tingginya

kepadatan penghuni disertai interaksi dan kontak fisik yang erat memudahkan

penularan skabies. (Rahmatia dan Ernawati, 2020)

Dari hasil penelitian sebelumya, prevalensi kasus skabies mengalami presentase

yang naik-turun setiap tahunnya. Seperti yang terjadi di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Saiful Anwar Malang tahun 2014-2018 dengan presentase tertinggi pada

tahun 2014 (8,7%) dan terendah pada tahun 2015 (6,3%) (Widasmara, D. (2020).
33

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukan hasil bahwa

terjadi kenaikan kasus skabies yang signifikan setiap tahunnya. Kasus skabies

tertinggi terjadi pada tahun 2018 sebanyak 108 pasien (11%) dari 963 pasien

penyakit kulit dan kelamin. kemudian kasus skabies terendah yaitu pada tahun 2016

sebanyak 69 pasien (6,6%) dari 1047 pasien penyakit kulit dan kelamin.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian di atas yang menyatakan

bahwa kasus skabies memiliki presentase naik-turun setiap tahunnya. Tungau

penyebab skabies terdistribusi di seluruh dunia, menginfestasi semua ras dan

sosioekonomi pada semua iklim (Widasmara, 2020).

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikatakan oleh (Widiastini dan

Saftarina, 2020) yaitu berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung

tahun 2011, jumlah kasus baru pada penyakit skabies berjumlah 1135 orang, dan

tahun 2012 mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat menjadi 2941 orang.

Negara Indonesia merupakan wilayah beriklim tropis dengan jumlah penduduk

terbesar ke-4 di dunia, sehingga peningkatan jumlah penduduk bisa lebih cepat

membuat lingkungan keluarga atau tempat tinggal menjadi padat dan lembab.

Kemudian ditempat yang banyak di datangi orang seperti rumah sakit, penjara, dan

lain-lain membuat kontak antar kulit ke kulit dan pemakaian barang bersama-sama

menjadi lebih sering. Ditambah dengan kemungkinan tingkat pendidikan rendah

membuat individu kurang sadar akan kebersihan pribadi dan peran kebersihan yang

buruk dalam penyebaran penyakit menular.

Berdasarkan hasil observasi penelitian, ditemukan sekitar 261 kasus skabies

(9%) dari 2924 populasi pasien penyakit kulit dan kelamin rumah sakit pertamina

bintang amin Bandar Lampung periode 2016-2018 dengan prevalensi tertinggi pada
34

tahun 2018 ditemukan yaitu sebanyak 108 kasus skabies (11%) dari 963 populasi

pasien penyakit kulit dan kelamin. selama proses penelitian ini yang dimulai pada

bulan Desember 2020 sampai dengan Februari 2021 didapatkan sampel kasus

skabies sebanyak 261 orang yang diantaranya mengalami infestasi berulang dan

kembali berkunjung ke Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin. Hasil akhir

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan dengan arah yang

positif. Hal ini berarti orang yang pernah terinfestasi tungau skabies dapat

terinfestasi kembali. Kemungkinan disebabkan karena kegagalan dalam pengobatan.

Pada dasarnya skabies mengenai keluarga dan masyarakat di seluruh dunia.

Namun yang perlu diwaspadai adalah pengaruh lingkungan yang padat, tempat

umum yang sering dikunjungi banyak orang, penggunaan barang secara bergantian,

kemudian faktor higienisitas yang buruk dapat meningkatkan risiko tertularnya

penyakit skabies. (Widasmara, 2020).

2. Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Prevalensi skabies tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, usia, atau status

sosioekonomi. Pada daerah endemis, kejadiannya lebih sering pada anak-anak dan

orang tua dibanding orang dewasa, yang menunjukan selain paparan yang tinggi

juga status imunitas lebih rendah (Widasmara, 2020). Penularannya dengan cara

kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur

bersama, dan hubungan seksual. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya

pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Menaldi, 2018). Skabies mudah

menginfestasi orang usia lanjut karena imunitas yang menurun dan perubahan

fisiologi kulit menua. (Sungkar, 2016).


35

Dari hasil beberapa penelitian sebelumnya, usia menjadi salah satu faktor yang

erat hubungannya dengan kejadian skabies. Dari beberapa penelitian yang telah

dilakukan terkait dengan karakteristik kasus skabies, dapat dilihat bahwa kasus

tertinggi terdapat pada usia anak-anak dan remaja (Sinaga, 2020) pada usia 11-15

tahun (Merti et al, 2019).

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi karakteristik

sampel skabies terbanyak berdasarkan usia yaitu pada kelompok usia 20-59 tahun

yaitu sebanyak 128 pasien (49%). Hal ini sesuai dengan teori penulis Oakley, A

dalam buku Dermatologi Lengkap: Atlas dan Rangkuman Klinis menyatakan

bahwa skabies paling sering menyerang anak-anak, dewasa muda, dan usia lanjut.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sinaga,

2020) di RS UKI (Universitas Kristen Indonesia) Jakarta dengan konfirmasi hasil

pemeriksaan Laboratorium Parasitologi FK UKI periode Januari 2014-Agustus

2019 dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang pasien skabies di Rumah Sakit

UKI, hasil yang didapatkan yaitu 53,3% anak-anak dan remaja.

Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Merti et al, 2019) pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung yang

menunjukan bahwa usia 11-15 tahun dan usia 12 tahun (28,5%) merupakan usia

terbanyak yang menderita skabies.

Pada dasarnya, pada kelompok usia 20-59 tahun harusnya sudah mengerti

tentang menjaga higienisitas diri dan lingkungannya. Karena dengan bertambahnya

umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental).

Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada 4 kategori yaitu perubahan ukuran,

perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Pada
36

aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

(Imarta et al, 2017). Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada kelompok usia

20-59 tahun tertular dari anak atau saudara yang baru pulang dari suatu tempat yang

terdapat banyak kasus skabies, contohnya seperti pondok pesantren, penjara,

asrama, dan lain-lain. Sehingga infestasi sulit dihindari karena tinggal dekat dengan

penderita yang memiliki gejala atau tidak memiliki gejala dari penyakit skabies.

Atau bisa juga mereka yang menderita skabies tinggal di daerah pemukiman padat

penduduk sehingga penyebaran skabies menjadi lebih mudah.

berdasarkan hasil observasi penelitian, ditemukan sebanyak 261 kasus skabies

(9%) dari 2924 populasi pasien penyakit kulit dan kelamin di Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin periode 2016-2018 dengan frekuensi tertinggi pada usia

20-59 tahun sebanyak 128 orang (49%). Populasi dan sampel yang didapatkan

sesuai dengan jumlah data saat dilakukan presurvey. Pada saat dilakukan penelitian

pada bulan Desember 2020 sampai dengan Februari 2021, semua sampel sebanyak

261 kasus skabies memenuhi kriteria inklusi sehingga sampel dapat digunakan

seluruhnya sebagai sampel penelitian.

Pada dasarnya penyakit skabies dapat menyerang seluruh kelompok usia, yang

perlu diwaspadai adalah pengaruh lingkungan yang padat, tempat umum yang

sering dikunjungi banyak orang, penggunaan barang secara bergantian, kemudian

faktor higienisitas yang buruk dapat meningkatkan risiko tertularnya penyakit

skabies. (Widasmara, 2020).


37

3. Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Kelamin

Tungau penyebab skabies terdistribusi di seluruh dunia, menginfestasi semua

ras dan kelas sosioekonomi pada semua iklim. Prevalensi skabies tidak dipengaruhi

oleh jenis kelamin, ras, usia, atau status sosioekonomi (Widasmara, 2020).

Penularannya dengan cara kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya

berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Kontak tak langsung

(melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Menaldi,

2018). Penyakit skabies banyak menyerang laki-laki karena kurang memerhatikan

kebersihan diri dibandingkan perempuan (Sungkar, 2016).

Pada penelitian ini didapatkan hasil distribusi penderita skabies berdasarkan

jenis kelamin ditemukan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita

skabies yaitu 163 pasien (62,5%) dibandingkan dengan perempuan yang jumlahnya

98 pasien (37,5%).

Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh (Bancin et al, 2020) di

Poli Kulit dan Kelamin RSUD Meuraksa Kota Banda Aceh periode tahun 2016-

2018 dengan jumlah sampel sebanyak 395 responden, diketahui bahwa mayoritas

responden yang banyak terkena penyakit kulit skabies adalah berjenis kelamin laki-

laki yaitu sebanyak 276 responden (69.9%).

Kemudian hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Sinaga, 2020) di RS UKI (Universitas Kristen Indonesia) Jakarta dengan

konfirmasi hasil pemeriksaan Laboratorium Parasitologi FK UKI periode Januari

2014-Agustus 2019 dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang pasien skabies di

Rumah Sakit UKI, hasil yang didapatkan yaitu 63,3% berjenis kelamin laki-laki.
38

Tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian oleh (Naftassa dan Putri,

2018) di Pondok Pesantren Qotrun Nada kota Depok pada bulan September 2017

dengan sampel sebanyak 50 orang. Kejadian skabies lebih banyak terjadi pada

responden perempuan lebih banyak 52% dari responden laki-laki 48%.

Penyakit ini banyak ditemukan pada tempat dengan penghuni padat seperti

asrama tentara, penjara dan pondok pesantren. Tempat yang berpenghuni padat

ditambah lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya akan memudahkan transmisi

dan penularan tungau skabies. (Naftassa dan Putri, 2018).

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi skabies berhubungan dengan jenis

kelamin, yaitu penyakit skabies lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yang

berarti laki-laki lebih berisiko terinfestasi skabies dibandingkan perempuan. Pada

penelitian ini didapatkan lebih banyak laki-laki yang terkena skabies, kemungkinan

dapat disebabkan karena aktivitas laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.

Hal tersebut juga disebabkan karena laki-laki kurang memerhatikan kebersihan diri

dibandingkan perempuan yang tentunya kebersihan berpengaruh terhadap kejadian

skabies.

Berdasarkan hasil observasi, ditemukan sebanyak 261 kasus skabies (9%) dari

2924 populasi pasien penyakit kulit dan kelamin di Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin periode 2016-2018 dengan frekuensi tertinggi pada jenis kelamin laki-laki

sebanyak 163 orang (62,5%). Populasi dan sampel yang didapatkan sesuai dengan

jumlah data saat dilakukan presurvey. Pada saat dilakukan penelitian pada bulan

Desember 2020 sampai dengan Februari 2021, semua sampel sebanyak 261 kasus
39

skabies memenuhi kriteria inklusi sehingga sampel dapat digunakan seluruhnya

sebagai sampel penelitian.

Pada dasarnya penyakit skabies dapat menyerang seluruh jenis kelamin,

prevalensinya tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Yang perlu diwaspadai adalah

pengaruh lingkungan yang padat, tempat umum yang sering dikunjungi banyak

orang, penggunaan barang secara bergantian, kemudian faktor higienisitas yang

buruk dapat meningkatkan risiko tertularnya penyakit skabies. (Widasmara, 2020).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai karakteristik pasien

skabies berdasarkan faktor usia dan jenis kelamin di Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018, dapat diambil

kesimpulan bahwa:

1. Berdasarkan prevalensi, prevalensi pasien skabies tertinggi yaitu pada tahun

2018 sebanyak 108 pasien skabies (11%) dari 963 pasien penyakit kulit dan

kelamin. prevalensi terendah pada tahun 2016 yaitu sebanyak 69 pasien skabies

(6,6%) dari 1047 pasien penyakit kulit dan kelamin.

2. Berdasarkan usia pasien, penderita skabies paling banyak ditemukan pada usia

20-59 tahun yaitu sebanyak 128 orang (49%). Dan paling sedikit pada

kelompok usia 0-4 tahun yaitu sebanyak 11 orang (4,2%).

3. Berdasarkan jenis kelamin pasien, penderita skabies paling banyak ditemukan

pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 163 orang (62,5%). Dan paling

sedikit ditemukan pada wanita yaitu sebanyak 98 orang (37,5%).

40
41

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada beberapa saran dari peneliti yang bisa

disampaikan, diantaranya:

1. Tempat pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengadakan kegiatan promosi

kesehatan tentang edukasi dan pencegahan terhadap penyakit kulit menular

khususnya skabies. Terutama dalam hal menjaga kebersihan diri, kebersihan

rumah dan lingkungan tempat tinggal. Sehingga terciptanya kesadaran diri untuk

hidup sehat dengan lingkungan yang sehat.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dan dapat

dilakukan penelitian yang lebih lanjut lagi dengan menggunakan sampel serta

lokasi yang lebih besar dan berbeda sehingga dapat lebih mewakili populasi di

daerah tersebut.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu informasi kepada masyarakat

mengenai skabies. Maka dari itu bagi tenaga kesehatan sebaiknya mengisi data

rekam medis dengan lengkap lagi sehingga dapat menjadi evaluasi kedepannya

demi menghadapi permasalahan kesehatan yang akan datang.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Selama penelitian berlangsung, peneliti menemukan beberapa keterbatasan yang

masih perlu diperbaiki untuk penelitian selanjutya, salah satu faktor yang menjadi

keterbatasan dalam penelitian ini yaitu keterbatasan tenaga kerja di ruang rekam medik

sehingga penelitian membutuhkan banyak waktu dan ada beberapa data rekam medic

yang kurang jelas sehingga pengambilan data menjadi terhambat.


DAFTAR PUSTAKA

Alhidayati, Syukaisih, Amalia, R., Sukma, I. 2020. Faktor yang berhubungan dengan
penyakit skabies pada siswa asrama di SMKN Pertanian Terpadu Provinsi Riau.
Jurnal Ilmiah. 2(15): 105-113.
Bancin, M.M., Martafari, C.A., Kurniawan, R. 2020. Prevalensi penderita skabies di
Poli Kulit dan Kelamin RSUD Meuraxa kota Banda Aceh periode tahun 2016-
2018. Kandidat: Jurnal Riset dan Inovasi Pendidikan, 1(2): 20-28.
Banerji, A. 2015. Scabies. Canadian Paediatric Society. 7(20): 395-398.
CDC. 2020. Parasites-Scabies. https://www.cdc.gov/parasites/scabies/gen_info/faqs.
html. 25 Maret 2021 (09:14).
Chandler, D.J., Fuller, L.C. 2019. A review of scabies: an infestation more than skin
deep. Dermatology. 235: 79-90.
Dewi, M. K., Wathoni, N. 2017. Artikel Review: Diagnosis Dan Regimen Pengobatan
Skabies. Farmaka: Jurnal Unpad. 15: 123-133.
Egeten, E. A. K., Engkeng, S., Mandagi, C. K. F. 2019. Hubungan Antara Pengetahuan
dan Sikap Dengan Cara Pencegahan Penyakit Skabies di Desa Pakuweru
Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal KESMAS. 6(8): 203-210.
Gilson, R.L., Crane, J.S. 2020. Scabies (Sarcoptes Scabiei).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544306/. 9 Oktober 2020 (10:57).

Goldsmith, L.A. (Eds). 2012. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine (8 vols).


New York: Mc Grow Hill Companies.
Gutri, C. 2014. Scabies Management of Patient Childern 5 Years Old. J Medula Unila.
1(3): 8-14.
Harlan, J., Johan, R.S. 2018. Metodologi penelitian kesehatan (2 vols). Jakarta:
Gunadarma.
Imarta, A. G., Wulan, A. J., Saftarina, F. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Jabal An-nur Al-Islami Kecamatan
Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Medula. 5(7): 1-8.
Juliansyah, E., Minartami, L. A. 2017. Jenis Kelamin, Personal Hygiene, dan Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Scabies Pada Santri Di Pondok Pesantren
Darul Ma’arif Kabupaten Sintang. Jumantik. 1(4): 1-11.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [online]. Available at https://kbbi.
kemdikbud.go.id/ (diakses pada 12 Maret 2021).
Kunci, K. 2019. Pengaruh Modul. https://doi.org/10.26699/jnk.v6il.ART.p077. 77-83
Kurniawan, M., Ling, M.S.S., Franklind. 2020. Diagnosis dan terapi skabies.
Cdkjournal. 2(47):104-107.
Linden, N.V.D., Gool, K.V., Gardner, K., dkk. 2019. A Systematic Review Of Scabies
Transmission Models And Data To Evaluate The Cost-Effectiveness Of Scabies
Interventions. http://doi.org/10.1371/journal.pntd.0007182. 23 November 2020
(22:29).
Masturoh, I., Anggita, N.T. 2018. Metodologi penelitian kesehatan. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Menaldi, S. L. SW. (Eds.). 2018. Ilmu penyakit kulit dan kelamin (5 vols.). Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Merti, L.G.I.A., Mutiara, H., Suwandi, J.F., Ayu, P.R. 2019. Hubungan skabies dengan
prestasi belajar pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung. Medula. 2(8):
76-81.
Naftassa, Z., Putri, T. R. 2018. Hubungan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan
Pengetahuan Terhadap Kejadian Skabies Pada Santri Pondok Pesantren Qotrun
Nada Kota Depok. Biomedika. 2(10): 115-119.
Oakley, M. 2019. Dermatologi Lengkap: Atlas Dan Rangkuman Klinis. Jakarta: EGC.
InfoDATIN. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources.download/pusdatin/infodatin/infodatin-
lansia-2016.pdf. 25 Maret 2021 (16:04).
Rahmatia, N., Ernawati, T. 2020. Penatalaksanaan Skabies Melalui Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Satelit. Majority, 1(9): 1-8.
Sembel, D.T. 2009. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Shobirin, M.Y., Mayasari, D. 2017. Penatalaksanaan skabies pada anak perempuan usia
satu tahun dengan pendekatan kedokteran keluarga. J Medula Unila, 3(7): 50-56.
Sinaga, B.J. 2020. Karakteristik Pasien Skabies di RS UKI Dengan Konfirmasi Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Parasitologi FK UKI Periode Januari 2014-Agustus
2019. Skripsi. Program gelar sarjana kedokteran. Jakarta.
Sungkar, S. 2016. Skabies: Etiologi, Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan
Pencegahan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Vasanwala, F.F., Ong, C.Y., Aw, C.W.D., How, C.H. 2019. Management of scabies.
Singapore Med J. 60(06):281-285.

WHO. 2020. Scabies. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/scabies. 06


Oktober 2020 (13:38).
_____. 2017. What do we mean by “sex” and “gender”?.
https://web.archive.org/web/20170130022356/http://apps.who.int/gender/wh
atisgender/en/. 27 November 2020 (06:55).

Widasmara, D. 2020. Konsep Baru Skabies. Malang: UB Pess


Widaty, S. (Eds.). 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin Di Indonesia. Jakarta: PP PERDOSKI
Widiastini, A.A., Saftarina, F. 2020. Penatalaksanaan skabies infeksi sekunder pada
anak usia sekolah dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Natar.
Majority. 1(9): 1-8.
BIODATA PENULIS

DATA PRIBADI

Nama : Retno Oktavia


NPM : 17310234
Institusi : Universitas Malahayati
Email : retnooktavia98@gmail.com
Tempat, Tanggal Lahir : Martapura, 26 Oktober 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Nomor Telepon HP : 082280122921
Alamat : Jl. Pramuka No. 27, Kemiling, Bandar Lampung. Green
Dormitory Putri, Universitas Malahayati

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL


1. SD : SD MMT (Makarti Mukti Tama) (2004-2010)
2. SMP : SMP La Tansa (2010-2013)
3. SMA : SMA La Tansa (2013-2016)
4. Perguruan Tinggi : Universitas Malahayati (2017 – sekarang)

JUDUL PENELITIAN

Bahasa Indonesia : Penelitian Retrospektif Pasien Skabies Berdasarkan


Faktor Usia Dan Jenis Kelamin Di RS Pertamina Bintang
Amin Periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018
PERSEMBAHAN

Puji syukur pada Allah SWT atas besarnya karunia yang telah Engkau limpahkan
kepadaku dan juga kedua orang tuaku yang telah berusaha membesarkan dan
mendidikku hingga akhir studiku.
Untuk Ayah dan Ibu, inilah kado kecil yang dapat anakmu persembahkan untuk sedikit
menghibur hatimu dan membayar sedikit jerih payahmu yang telah kalian korbankan
demi memenuhi kebutuhanku.

Aku hanya bisa mengucapkan banyak terimakasih kepada Ayah dan Ibu, hanya Allah
SWT yang akan membalas kemuliaan hati kalian. Kakakku dan Adikku tercinta yang
selalu memberikan banyak dukungan dan motivasi,terimakasih atas perhatian dan kasih
sayang yang kalian berikan kepada ku, dan ini adalah hari kebahagiaanku dan
kebahagiaan kita semua dan semoga kita senantiasa bersama dalam ridho Allah SWT,
Aamiin...

Kupersembahkan skripsi ini Untuk:

Kedua Orangtuaku yang Terkasih dan Tersayang

Bapak H. Rozali & Ibu Hj. Purwanti

Adikku Alvin Nanda, Trisna Gandha, dan Arsa Kamila Rahmatunnisa

Atas Doa dan dukungan yang terus diberikan untuk memotivasi saya.

Terimakasih untuk teman-teman ku: Sri Utami, Ririn Afriana K, Renita Dwi Rahayu,
Sari Novpriani, Sintia Ulandari, Siti Awalina Khozannah yang selalu memberi
dukungan, canda tawa dan selalu menjadi teman belajar setiap ujian blok yang telah
bersama ku selama masa perkuliahan.

Semoga kita selalu dalam perlindunganNya dan semoga sukses selalu untuk kita
semua,Aamiin…
MOTTO

Sesungguhnya Allah berkata : “Aku sesuai prasangka hamba-ku pada-ku dan


Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-ku”

(HR.Muslim)

Dan ingatlah tatkala Tuhanmu berjanji kepadamu: “Sesungguhnya jika kamu


bersyukur pasti kami akan menambah nikmat-KU kepadamu”

“Barang siapa yang berjalan pada jalannya ia akan sampai”


DOKUMENTASI
HASIL PENELITIAN

Statistics
USIA JK
N Valid 261 261
Missing 0 0

usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-4 tahun 11 4.2 4.2 4.2
5-9 tahun 24 9.2 9.2 13.4
10-19 tahun 64 24.5 24.5 37.9
20-59 tahun 128 49.0 49.0 87.0
60-100 tahun 34 13.0 13.0 100.0
Total 261 100.0 100.0

JK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 163 62.5 62.5 62.5
Perempuan 98 37.5 37.5 100.0
Total 261 100.0 100.0
PENELITIAN RETROSPEKTIF PASIEN SKABIES BERDASARKAN
FAKTOR USIA DAN JENIS KELAMIN DI POLIKLINIK
RS PERTAMINA BINTANG AMIN PERIODE
2 JANUARI 2016-31 DESEMBER 2018

Retno Oktavia1, Arif Effendi2, Eka Silvia3


1
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung
2
Departemen Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung
3
Departemen Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
Email: retnookta2610@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei var hominis. Skabies ditandai dengan gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat
predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat ditandai dengan munculnya polimorfi
yang tersebar diseluruh tubuh. Adapun penyakit skabies ini dapat dicegah dengan melakukan edukasi pada pasien
tentang penyakit scabies yang meliputi: perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi tungau skabies, menjaga
higiene pribadi, dan tata cara pengobatan yang tepat. Tujuan: mengetahui prevalensi angka kejadian skabies dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies berdasarkan faktor usia dan jenis kelamin di RS Pertamina
Bintang Amin Periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018. Metodologi: Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis penelitian studi retrospektif deskriptif dengan melihat catatan medik pasien skabies di
Poliklinik Penyakit Kulit Dan Kelamin RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung Periode 02 Januari 2016-31
Desember 2018. Hasil dan kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan hasil prevalensi penyakit skabies yaitu
sebanyak 261 kasus (9%) dari 2924 pasien penyakit kulit dan kelamin periode 02 Januari 2016-31 Desember 2018
dengan prevalensi tertinggi yaitu pada tahun 2018 sebanyak 108 kasus (11%) dari 963 pasien penyakit kulit dan
kelamin. skabies bisa terjadi pada perempuan atau laki-laki dan anak-anak atau dewasa. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa usia terbanyak yang menderita skabies yaitu pada kelompok usia 20-59 tahun sebanyak 128
kasus (49%), dan jenis kelamin terbanyak yang menderita skabies yaitu laki-laki sebanyak 163 kasus (62,5%).

Kata Kunci : Skabies, Prevalensi, Karakteristik

ABSTRACT

Background: Scabies is a skin disease caused by infestation and sensitization to Sarcoptes scabiei var hominis.
Scabies characterized by night itching, affecting a group of people, with a predilection spot in the skin folds that are
thin, warm, and moist. Clinical symptoms can be seen polymorphy spread throughout the body. Scabies disease can
be prevented by educating patients about scabies which are: disease course, transmission, how to eradicate scabies
mites, maintaining personal hygiene, and procedures for applying drugs. Objective: To determine the prevalence of
the incidence of scabies and the factors that influence the incidence of scabies based on age and sex at Pertamina
Bintang Amin Hospital for January 2, 2016 - December 31, 2018. Methodology: The type of research used in this
research is a descriptive retrospective study by looking at the medical records of scabies patients at the Polyclinic of
Skin and Venereal Diseases at Pertamina Bintang Amin Hospital, Bandar Lampung, 2 January 2016-31 December
2018. Results and conclusions: In this study, the results of the prevalence of scabies were 261 cases (9%) of 2924
patients with skin and venereal diseases for the period of January 2, 2016-31 December 2018 with the highest
prevalence, namely in 2018 as many as 108 cases (11%) of 963 patients with skin and venereal diseases. Scabies
can occur in women or men and children or adults. The results of this study indicate that most people who suffer
from scabies are in the age group of 20-59 years as many as 128 cases (49%), and the most sexes suffer from
scabies. Scabies, namely male, as many as 163 cases (62.5%).

Keywords: Scabies, Prevalence, Characteristics

Korespondensi: Retno Oktavia, Universitas Malahayati

Email: Retnookta2610@gmail.com, 082280122921


I. PENDAHULUAN kemiskinan dan lingkungan yang padat, rumah
Skabies adalah penyakit kulit yang peristirahatan, rumah sakit, penjara, kemah
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi pengungsi, orang dengan defisiensi imun atau
terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan supresi imun, rendahnya angka identifikasi dan
produknya. Di tandai gatal malam hari, terapi skabies yang benar.5 Umumnya skabies
mengenai sekelompok orang, dengan tempat menyerang individu yang hidup berkelompok
predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan seperti di asrama, lembaga pemasyarakatan,
lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorfi perkampungan padat, rumah jompo dan
tersebar diseluruh badan.1 pesantren.6
Tungau ini adalah arthropoda yang termasuk Anak-anak lebih mudah terserang Skabies
dalam Phyllum Acarina, Kelas Arachnida, Ordo karena daya tahan tubuh yang lebih rendah dari
Astigmata, dan Famili Sarcoptidae.2 Tungau orang dewasa, kurangnya kebersihan, dan lebih
berbentuk seperti mutiara, tembus cahaya, putih, seringnya mereka bermain bersama anak-anak
tanpa mata, dan berbentuk lonjong dengan lain dengan kontak yang erat. Skabies juga
empat pasang kaki pendek gemuk. Tungau mudah menginfestasi orang usia lanjut karena
betina dewasa berukuran 0,4 x 0,3 mm dengan imunitas yang menurun dan perubahan fisiologi
tungau jantan sedikit lebih kecil-sedikit terlalu kulit menua.7
kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Kutu Skabies dapat menginfestasi laki-laki
skabies mampu hidup selama 3 hari lamanya maupun perempuan, tetapi laki-laki lebih sering
dari inangnya dalam tabung reaksi yang steril, menderita skabies. Hal tersebut disebabkan laki-
dan selama 7 hari jika ditempatkan di tempat laki kurang memerhatikan kebersihan diri
minyak mineral.3 dibandingkan perempuan.7
Skabies adalah kondisi dermatologis yang Jika merupakan episode pertama, gatal
umum, memengaruhi lebih dari 130 juta orang muncul 4-6 minggu setelah penularan kutu. Pada
setiap saat. Ini adalah penyakit terabaikan yang infestasi selanjutnya, gatal dapat muncul dalam
disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. beberapa jam. Gatal biasanya lebih hebat pada
Skabies sering menyebabkan rasa gatal yang malam hari, mengganggu tidur. Penyakit
parah, dan pada beberapa pasien, termasuk mengenai badan dan ekstremitas, tidak
mereka yang memiliki kekebalan tubuh yang mengenai kulit kepala (kecuali pada bayi dan
lemah, dapat berkembang menjadi “skabies pada skabies berkrusta). Gatal ringan atau tidak
berkerak”.4 ada pada sebagian pasien dengan skabies
Penyakit ini dulu dikenal sebagai gatal 7 berkrusta. Gatal dapat menetap beberapa minggu
tahun, yaitu penyakit kulit menular yang setelah pengobatan yang berhasil mematikan
menyerang manusia dan binatang. Dalam kutu.5
klasifikasi World Health Organization (WHO), Lesi terowongan pada skabies terlihat
skabies dikelompokkan sebagai water-related sebagai alur-alur ireguler 0,5-1,5 cm di sela jari
diseases. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei, tangan, telapak tangan, dan pergelangan tangan.
yaitu kutu parasit yang mampu menggali Lesi juga dapat ditemukan di siku, puting
terowongan di kulit dan menyebabkan rasa payudara, ketiak, bokong, penis, instep, dan
gatal.1 Ini adalah masalah kesehatan yang tumit. Pemeriksaan dermatoskopik atau
signifikan di banyak negara berkembang dan mikroskopik isi lesi terowongan mungkin
dinyatakan sebagai penyakit kulit yang memperlihatkan tungau, telur, atau tinja kutu
terabaikan oleh organisasi kesehatan dunia.2 (skibala). Sampai minggu setelah infestasi awal.5
Skabies mengenai keluarga dan masyarakat Cara penularan (transmisi) skabies yaitu
di seluruh dunia. Penyakit ini paling sering pada kontak langsung (kontak kulit dengan kulit),
anak, dewasa muda, dan usia lanjut. Faktor yang misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
menyebabkan penyebaran skabies mencakup: hubungan seksual. Kontak tak langsung (melalui
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, Kejadian skabies masih sering terjadi
dan lain-lain. Penularannya biasanya oleh dikalangan masyarakat terutama pada anak-
Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi anak, dewasa muda dan orang tua.dengan
atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal berbagai karakteristik yang dapat dijumpai. Hal
juga Sarcoptes scabiei var.animalis yang itulah yang menarik minat peneliti untuk
kadang-kadang dapat menulari manusia, melakukan penelitian mengenai skabies di
terutama pada mereka yang banyak memelihara Poliklinik RS Pertamina Bintang Amin periode
binatang peliharaan, misalnya anjing.1 2 januari 2016-31 Desember 2018.
Dalam upaya preventif, perlu dilakukan
edukasi pada pasien tentang penyakit skabies, II. METODOLOGI
perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
tungau skabies, menjaga higiene pribadi, dan jenis penelitian studi retrospektif deskriptif.
tata cara pengolesan obat. Rasa gatal terkadang Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember
tetap berlangsung walaupun kulit sudah bersih. tahun 2020 sampai dengan selesai di Poliklinik
Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
orang di sekitar pasien yang berhubungan erat.1 Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
Prevalensi skabies berkisar antara 0,2% Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
hingga 71%. Skabies merupakan penyakit teknik Purposive Sampling yaitu pengambilan
endemik di banyak negara tropis, dengan sampel secara sengaja, didasarkan atas ciri-ciri
perkiraan prevalensi rata-rata 5-10% pada anak- tertentu yang mempunyai hubungan dengan
anak.8 Skabies umumnya terjadi pada usia 12-14 kriteria inklusi dan mewakili populasi.
tahun dan lebih sering menginfestasi anak laki-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
laki daripada perempuan. Hal ini dikarenakan
Pada penelitian ini didapatkan seluruh total
perempuan lebih memperhatikan kebersihan
sampel sebanyak 261 pasien yang memenuhi
diri.9
kriteria inklusi dan ekslusi. Data yang diperoleh
Penyakit skabies dapat menurunkan kualitas
yaitu sebagai berikut:
hidup pasien. Sebanyak 72% pasien dewasa
dengan skabies merasa malu karena penyakitnya
Tabel 1. Prevalensi pasien skabies dari seluruh
tersebut. Tidak jauh berbeda dengan hasil survey
pasien penyakit kulit dan kelamin
di Tiongkok yang menunjukan 78% pasien
skabies mengalami penurunan kualitas hidup.10
Di Indonesia, skabies merupakan salah satu Pasien
Penderita
penyakit kulit tersering di puskesmas. Pada Tahun Kulit dan Presentase
Skabies
tahun 2008, prevalensi skabies di seluruh Kelamin
puskesmas di Indonesia adalah 5,6-12,9%.11
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi 2016 69 1047 6,6%
Lampung tahun 2011, jumlah kasus baru pada
penyakit skabies berjumlah 1135 orang, dan
2017 84 914 9%
tahun 2012 mengalami peningkatan lebih dari
dua kali lipat menjadi 2941 orang.12 Prevalensi
2018 108 963 11%
skabies di Indonesia menurut Depkes RI data
dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun preval
2015, angka kejadian skabies adalah 5,6- 261 2924 9%
ensi
12,95%. Di Indonesia penyakit skabies
menduduki urutan ketiga dari dua belas penyakit
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa
kulit tersering, saat ini angka kejadian skabies
berdasarkan dari 261 pasien skabies yang
meningkat lebih tinggi dari 20 tahun yang lalu,
tercatat di Poliklinik Rumah Sakit Pertamina
dan banyak ditemukan pada panti asuhan,
Bintang Amin periode 02 Januari 2016-31
asrama, pondok pesantren, penjara dan rumah
Desember 2018, didapatkan hasil prevalensi
sakit.13
Jenis Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien Skabies
No Jumlah %
Kelamin
Berdasarkan Jenis Kelamin
1. Laki-laki 163 62,5
Tabel di atas memperlihatkan distribusi
2. Perempuan 98 37,5
insidensi penderita penyakit skabies menurut
jenis kelamin, dimana 163 pasien (62,5%)
Total 261 100 berjenis kelamin laki-laki dan 98 pasien (37,5%)
pasien skabies adalah 9% dari 2924 pasien di berjenis kelamin perempuan.
Poliklinik penyakit kulit dan kelamin Rumah PEMBAHASAN
Sakit Pertamina Bintang Amin. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Pada tahun 2016 didapatkan sebanyak 69 dilakukan, menunjukan hasil bahwa terjadi
(6,6%) pasien skabies dari 1047 pasien penyakit kenaikan kasus skabies yang signifikan setiap
kulit dan kelamin. Pada tahun 2017 didapatkan tahunnya. Kasus skabies tertinggi terjadi pada
sebanyak 84 (9%) pasien skabies dari 914 pasien tahun 2018 sebanyak 108 pasien (11%) dari 963
penyakit kulit dan kelamin. Pada tahun 2018 pasien penyakit kulit dan kelamin. kemudian
kasus skabies terendah yaitu pada tahun 2016
No Usia Jumlah % sebanyak 69 pasien (6,6%) dari 1047 pasien
penyakit kulit dan kelamin.
1. 0-4 tahun 11 4,2 Dari hasil penelitian sebelumya oleh
Widasmara pada tahun 2020 di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang tahun
2. 5-9 tahun 24 9,2
2014-2018 prevalensi kasus skabies mengalami
10-19 presentase yang naik-turun setiap tahunnya
3. 64 24,5 dengan presentase tertinggi pada tahun 2014
tahun
(8,7%) dan terendah pada tahun 2015 (6,3%). 14
20-59
4. 128 49 Hasil penelitian ini sesuai dengan yang
tahun
dikatakan oleh Widiastini dan Saftarina pada
5. ≥60 tahun 34 13 tahun 2020 yaitu berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2011,
jumlah kasus baru pada penyakit skabies
Total 261 100
berjumlah 1135 orang, dan tahun 2012
didapatkan sebanyak 108 (11%) pasien skabies mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat
dari 963 pasien penyakit kulit dan kelamin. Dari menjadi 2941 orang.15
tahun 2016-2018 didapatkan sebanyak 261 (9%) Faktor yang berperan pada tingginya
pasien skabies dari 2924 pasien penyakit kulit prevalensi skabies adalah kemiskinan, kepadatan
dan kelamin. penghuni rumah, tingkat pendidikan rendah,
keterbatasan air bersih, dan perilaku kebersihan
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pasien Skabies yang buruk. Kepadatan penghuni rumah
Berdasarkan Usia merupakan faktor risiko yang paling dominan
dibandingkan faktor risiko skabies lainnya.
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa Tingginya kepadatan penghuni disertai interaksi
distribusi frekuensi penderita penyakit skabies dan kontak fisik yang erat memudahkan
menurut usia, didapatkan 11 pasien (4,2%) pada penularan skabies.15
kelompok usia 0-4 tahun kemudian sebanyak 24 Negara Indonesia merupakan wilayah
pasien (9,2%) pada kelompok usia 5-9 tahun, 64 beriklim tropis dengan jumlah penduduk
pasien (24,5%) pada kelompok usia 10-19 tahun, terbesar ke-4 di dunia, sehingga peningkatan
128 pasien (49%) pada kelompok usia 20-59 jumlah penduduk bisa lebih cepat membuat
tahun, dan 34 pasien (13%) pada kelompok usia lingkungan keluarga atau tempat tinggal menjadi
lebih dari sama dengan 60 tahun. padat dan lembab. Kemudian ditempat yang
banyak di datangi orang seperti rumah sakit, pasien (62,5%) dibandingkan dengan perempuan
penjara, dan lain-lain membuat kontak antar yang jumlahnya 98 pasien (37,5%).
kulit ke kulit dan pemakaian barang bersama- Hasil ini serupa dengan penelitian yang
sama menjadi lebih sering. Ditambah dengan dilakukan oleh Bancin et al pada tahun 2020 di
kemungkinan tingkat pendidikan rendah Poli Kulit dan Kelamin RSUD Meuraksa Kota
membuat individu kurang sadar akan kebersihan Banda Aceh periode tahun 2016- 2018 dengan
pribadi dan peran kebersihan yang buruk dalam jumlah sampel sebanyak 395 responden,
penyebaran penyakit menular.14 diketahui bahwa mayoritas responden yang
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa banyak terkena penyakit kulit skabies adalah
distribusi frekuensi karakteristik sampel skabies berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 276
terbanyak berdasarkan usia yaitu pada kelompok responden (69.9%).18
usia 20-59 tahun yaitu sebanyak 128 pasien Kemudian hasil penelitian ini juga sejalan
(49%). dengan penelitian yang dilakukan oleh Sinaga
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pada tahun 2020 di RS UKI (Universitas Kristen
penelitian yang dilakukan oleh Sinaga pada Indonesia) Jakarta dengan konfirmasi hasil
tahun 2020 di RS UKI (Universitas Kristen pemeriksaan Laboratorium Parasitologi FK UKI
Indonesia) Jakarta dengan konfirmasi hasil periode Januari 2014-Agustus 2019 dengan
pemeriksaan Laboratorium Parasitologi FK UKI jumlah sampel sebanyak 30 orang pasien skabies
periode Januari 2014-Agustus 2019 dengan di Rumah Sakit UKI, hasil yang didapatkan
jumlah sampel sebanyak 30 orang pasien skabies yaitu 63,3% berjenis kelamin laki-laki.16
di Rumah Sakit UKI, hasil yang didapatkan Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi
yaitu 53,3% anak-anak dan remaja.16 skabies berhubungan dengan jenis kelamin,
Pada dasarnya, pada kelompok usia 20-59 yaitu penyakit skabies lebih banyak pada jenis
tahun harusnya sudah mengerti tentang menjaga kelamin laki-laki yang berarti laki-laki lebih
higienisitas diri dan lingkungannya. Karena berisiko terinfestasi skabies dibandingkan
dengan bertambahnya umur seseorang akan perempuan. Pada penelitian ini didapatkan lebih
terjadi perubahan pada aspek fisik dan banyak laki-laki yang terkena skabies,
psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik kemungkinan dapat disebabkan karena aktivitas
secara garis besar ada 4 kategori yaitu perubahan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri Hal tersebut juga disebabkan karena laki-laki
lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Pada aspek kurang memerhatikan kebersihan diri
psikologis atau mental taraf berfikir seseorang dibandingkan perempuan yang tentunya
semakin matang dan dewasa. Hal ini kebersihan berpengaruh terhadap kejadian
kemungkinan disebabkan karena pada kelompok skabies.1
usia 20-59 tahun tertular dari anak atau saudara Pada dasarnya skabies mengenai keluarga
yang baru pulang dari suatu tempat yang dan masyarakat di seluruh dunia. Namun yang
terdapat banyak kasus skabies, contohnya seperti perlu diwaspadai adalah pengaruh lingkungan
pondok pesantren, penjara, asrama, dan lain-lain. yang padat, tempat umum yang sering
Sehingga infestasi sulit dihindari karena tinggal dikunjungi banyak orang, penggunaan barang
dekat dengan penderita yang memiliki gejala secara bergantian, kemudian faktor higienisitas
atau tidak memiliki gejala dari penyakit skabies. yang buruk dapat meningkatkan risiko
Atau bisa juga mereka yang menderita skabies tertularnya penyakit skabies.14
tinggal di daerah pemukiman padat penduduk
sehingga penyebaran skabies menjadi lebih IV. KESIMPULAN DAN SARAN
mudah.17 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Pada penelitian ini didapatkan hasil mengenai karakteristik pasien skabies
distribusi penderita skabies berdasarkan jenis berdasarkan faktor usia dan jenis kelamin di
kelamin ditemukan bahwa jenis kelamin laki- Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin periode
laki lebih banyak menderita skabies yaitu 163 02 Januari 2016-31 Desember 2018, dapat
diambil kesimpulan bahwa:
1. Berdasarkan prevalensi, prevalensi V. UCAPAN TERIMAKASIH
pasien skabies tertinggi yaitu pada Ucapan terimakasih kepada dr. Sri Maria
tahun 2018 sebanyak 108 pasien Puji Lestari, M.PD, Ked selaku Kepala Prodi
skabies (11%) dari 963 pasien penyakit Pendidikan Dokter Universitas Malahayati
kulit dan kelamin. prevalensi terendah Bandar Lampung, Dosen Pembimbing, serta
pada tahun 2016 yaitu sebanyak 69 semua pihak yang telah banyak memberikan
pasien skabies (6,6%) dari 1047 pasien bantuan dalam penyelesaian penelitian ini.
penyakit kulit dan kelamin.
2. Berdasarkan usia pasien, penderita REFERENSI
skabies paling banyak ditemukan pada 1. Menaldi, S. L. SW. (Eds.). Ilmu penyakit
usia 20-59 tahun yaitu sebanyak 128 kulit dan kelamin (5 vols.). Jakarta:
orang (49%). Dan paling sedikit pada Fakultas Kedokteran Universitas
kelompok usia 0-4 tahun yaitu Indonesia; 2018.
sebanyak 11 orang (4,2%). 2. Gilson, R.L., Crane, J.S. Scabies
3. Berdasarkan jenis kelamin pasien, (Sarcoptes Scabiei). 2020 [09 Oktober
penderita skabies paling banyak 2020].
ditemukan pada jenis kelamin laki-laki https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK
yaitu sebanyak 163 orang (62,5%). 544306/.
Dan paling sedikit ditemukan pada 3. Goldsmith, L.A. (Eds). Fitzpatrick’s
wanita yaitu sebanyak 98 orang dermatology in general medicine (8 vols).
(37,5%). New York: Mc Grow Hill Companies;
SARAN 2012.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada 4. Linden, N.V.D., Gool, K.V., Gardner, K.,
beberapa saran dari peneliti yang bisa dkk. A Systematic Review Of Scabies
disampaikan, diantaranya: Transmission Models And Data To
1. Tempat pelayanan kesehatan diharapkan Evaluate The Cost-Effectiveness Of
dapat mengadakan kegiatan promosi Scabies Interventions. 2019 [23
kesehatan tentang edukasi dan pencegahan November 2020].
terhadap penyakit kulit menular khususnya http://doi.org/10.1371/journal.pntd.0
skabies. Terutama dalam hal menjaga 007182.
kebersihan diri, kebersihan rumah dan 5. Oakley, M. Dermatologi Lengkap: Atlas
lingkungan tempat tinggal. Sehingga Dan Rangkuman Klinis. Jakarta: EGC;
terciptanya kesadaran diri untuk hidup sehat 2019.
dengan lingkungan yang sehat. 6. Juliansyah, E., Minartami, L. A. Jenis
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai Kelamin, Personal Hygiene, dan Sanitasi
referensi tambahan dan dapat dilakukan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit
penelitian yang lebih lanjut lagi dengan Scabies Pada Santri Di Pondok Pesantren
menggunakan sampel serta lokasi yang Darul Ma’arif Kabupaten Sintang.
lebih besar dan berbeda sehingga dapat Jumantik. 2017; 1(4): 1-11.
lebih mewakili populasi di daerah tersebut. 7. Sungkar, S. Skabies: Etiologi,
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan,
informasi kepada masyarakat mengenai dan Pencegahan. Jakarta: Fakultas
skabies. Maka dari itu bagi tenaga Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.
kesehatan sebaiknya mengisi data rekam 8. WHO. Scabies. 2020 [06 Oktober 2020]
medis dengan lengkap lagi sehingga dapat https://www.who.int/news-room/fact-
menjadi evaluasi kedepannya demi sheets/detail/scabies.
menghadapi permasalahan kesehatan yang 9. Merti, L.G.I.A., Mutiara, H., Suwandi,
akan datang. J.F., Ayu, P.R. Hubungan skabies dengan
prestasi belajar pada santri pondok
pesantren di Bandar Lampung. Medula. Wilayah Kerja Puskesmas Satelit.
2019; 2(8): 76-81. Majority. 2020; 1(9): 1-8.
10. Shobirin, M.Y., Mayasari, D. 16. Sinaga, B.J. Karakteristik Pasien Skabies
Penatalaksanaan skabies pada anak di RS UKI Dengan Konfirmasi Hasil
perempuan usia satu tahun dengan Pemeriksaan Laboratorium Parasitologi
pendekatan kedokteran keluarga. J FK UKI Periode Januari 2014-Agustus
Medula Unila. 2017; 3(7): 50-56. 2019. Skripsi. Program gelar sarjana
11. Kurniawan, M., Ling, M.S.S., Franklind. kedokteran. Jakarta; 2020.
Diagnosis dan terapi skabies. Cdkjournal. 17. Imarta, A. G., Wulan, A. J., Saftarina, F.
2020; 2(47):104-107. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
12. Widiastini, A.A., Saftarina, F. 2020. Kejadian Skabies di Pondok Pesantren
Penatalaksanaan skabies infeksi sekunder Jabal An-nur Al-Islami Kecamatan Teluk
pada anak usia sekolah dengan Betung Barat Kota Bandar Lampung.
pendekatan kedokteran keluarga di Medula. 2017; 5(7): 1-8.
Puskesmas Natar. Majority. 2020; 1(9): 1- 18. Bancin, M.M., Martafari, C.A.,
8. Kurniawan, R. 2020. Prevalensi penderita
13. Alhidayati, Syukaisih, Amalia, R., Sukma, skabies di Poli Kulit dan Kelamin RSUD
I. Faktor yang berhubungan dengan Meuraxa kota Banda Aceh periode tahun
penyakit skabies pada siswa asrama di 2016-2018. Kandidat: Jurnal Riset dan
SMKN Pertanian Terpadu Provinsi Riau. Inovasi Pendidikan. 2020; 1(2): 20-28.
Jurnal Ilmiah. 2020; 2(15): 105-113.
14. Widasmara, D. Konsep Baru Skabies.
Malang: UB Pess; 2020.
15. Rahmatia, N., Ernawati, T.
Penatalaksanaan Skabies Melalui
Pendekatan Kedokteran Keluarga di

Anda mungkin juga menyukai