Anda di halaman 1dari 39

“ Elektroterapi

Pada Penderita
Stroke“

Oleh:
Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT,
M.Kes
Pendahuluan

Penderita stroke akan


mengalami gangguan fungsi
motorik, sensorik, kognitif
dan psikiatrik (emosional).
PATOLOGI
1. Zona Oedematosa  6 hari – 10 hari
2. Zona Degenerasi  6 – 8 bulan
3. Zona Nekratik  > 8 bulan

Zona Oedematosa Zona Degenerasi Zona Nekrotik


Placcid 1 – 2 minggu Recovery 6 – 8 bulan Residual lebih 6 bulan /
permanen tahunan
Neurological Improvement
1. Area Degenerasi (Bersifat iriversibel
permanen = Zona nekratik) Disebut
area umbra
2. Area degenerasi riversibel (area
penumbra = Zona degenerasi)
3. Area Oedematosa (Bersifat riversibel
= Zona Oedematosa)
KEADAAN PATOLOGI SARAF PUSAT (STROKE)

Senso- Kognitif/
motoris Memori

Psikiatrik/
Emosi

Gangguan Sensomotoris  Salah satunya nyeri dan


Abnormalitas Tonus (Pleksid dan Spastik)
Akibat dari Nyeri dan Abnormalitas Tonus
1. Menghambat gerak dan fungsi serta transfer ambulasi
2. Menimbulkan pola sinergis secara postural maupun
gerakan
3. Menimbulkan hambatan pada mobilitas pada tingkat
segmental dan mobilitas pada tingkat regional
4. Memberikan kesan kosmetik pada setiap aktifitas yang
tidak baik

Kesimpulan : 1,2,3 dan 4 menimbulkan gangguan pada


mekanisme reflek postural normal (tingkat spinal, tingkat tonic
neck, tingkat basal dan kortikal)
Recovery Susunan Saraf
Akibat Stroke

“ Sistem saraf pusat (SSP) atau sistem saraf


tepi (SST) mempunyai kemampuan yang
sangat progres untuk penyembuhan dari
cedera melalui proses : reabsorbsi
oedema dan neural plasticity (collateral
suprouting dan reklamasi sinaps atau
synaptic reclamation)”.
Neural Plasticity
“Kemampuan otak untuk memodifikasi
dan mereorganisasi fungsi dari fungsi
yang mengalami cedera / kerusakan”

1. Suprouting (collateral suprouting )

2. Unmasking

3. Diachisia (Dissipation of diachisia)


Collateral Sprouting Proses Unmasking
Perbaikan fungsi dapat bersama sama dengan
proses recovery pada periode sebelum 1 tahun
(neurological inprovment)

1. Latihan gerak / Stimulasi elektris  mempengaruhi


fasilitasi & mendidik kembali fungsi otot & fasilitasi
terhadap sisi anggota yang lesi.

2. Latihan/ stimulasi elektris  mempengaruhi gerak


kompensasi sebagai pengganti daerah yang lesi

3. Stimulasi elektris  mengontrol spastisitas.


 Pada fase penyembuhan ini latihan atau
stimulasi elektris sangat berpengaruh dalam
derajat maupun kecepatan perbaikan gerak
dan fungsi serta memacu fungsi sel otak yang
lesi pada area penumbra (lesi reversible)

 Stimulasi sedini mungkin yang dilakukan


secara berulang – ulang akan menjadi gerak
yang terkontrol/ terkendali.
Biomekanik postural pada
counter balance dan counter
activity

1. Rotasi trunk
2. Mobilitas ekstrimitas
3. Pola jalan
4. Spastisitas
5. Mekanisme reflek postural normal
Counter Balance & Counter Activity Pada
Hemiparise Sinistra dan Postural Normal
c a. Counter activity
a b
lebih kecil dari
pada counter
balance
b. Counter activity
lebih besar dari
pada counter
balance
c. Counter activity
seimbang dengan
counter balance
Counter balance Counter activity

Hemiparise Sinistra Hemiparise Sinistra Posisi


Posisi Statis (base lebar) Dinamis Pada bidang
tumpu sisi lesi
Intervensi Stimulasi Elektris
Pasca Stroke
Intervensi Stimulasi Elektris
1. Muscle re-education and fascilitation
2. Orthotic Substitution pada aktivitas kontraksi
otot agonis akan membentuk relaksasi pada
otot antagonis.
3. Reposisi pada sendi yang potensial terjadi
luksasio (pada sendi bahu)
4. Modulasi Nyeri
5. Mengurangi spastisitas aplikasi antagonis dan
agonis
1. Muscle re-education & fascilitation
 Rangsangan elektris yang diulang – ulang  memberikan
informasi ke “ supra spinal mechanism”  terjadi pola
gerak terintegrasi  menjadi gerakan – gerakan pola
fungsional .
 Stimulasi elektris melalui saraf motorik perifir  melatih
fungsi tangan “ graps” dan “ release” serta dapat
memberikan fasilitasi pada otot yang lemah dalam
melakukan gerakan.
 Pada kondisi CVA spastik stimulus elektris menurunkan
spastisitas melalui mekanisme “ resiprocal inhibition “.
 Aplikasi Antagonis, Agonis, Stimulasi, Arus yang
digunakan IDC (Interrupted Direct Current), Interferensi
dan TENS dengan Dosis  15 – 20 per-menit .frekuensi
setiap hari minimal 3 minggu
2.Orthotic Substitution pada aktivitas
kontraksi otot agonis akan membentuk
relaksasi pada otot antagonis.
• Stimulasi elektris yang diaplikasikan pada gerakan dorsi
fleksi ankle  fasilitasi kontraksi dengan memperbaiki pola
jalan (gait training) selama swing phase (fase ayunan).
• Fasilitasi regio gluteal dan otot kuadriseps  membentu
memberikan stabilisasi selama fase “stance” dari gait dan
juga
• Pada group plantar flexor ankle dan hamstring 
memfasilitasi push off sehingga akan lebih baik pola
jalannya terutama pada penderita post CVA.
• Aplikasi sensory habituation / proprioseptic habituation
Spastisitas terlepasnya kontak tonus pada tingkat spinal
& supra spinal informasi sensoris yang tidak benar
3. Reposisi pada sendi yang potensial terjadi
luksasio (pada sendi bahu)

Pleksid menimbulkan kelemahan


otot stabilisator sendi bahu.
Potensial luksasi kaput humerus
terhadap kapitas glenoidalis
Stimulasi elektris dengan IDC atau
interverensi dapat memberikan
reposisi kaput humeri kembali ke
posisi anatomi
Dosis 90 kali kontraksi setiap hari
selama 1 bulan – 3 bulan
4. Modulasi Nyeri

Nyeri Pada Post Stroke Sering Mengakibatkan Gejala


Klinis Berupa Nyeri Muskuloskeletal (misal : Neck,
Shoulder, Arm Syndrome). Merupakan nyeri gabungan
antara nyeri nociceptif dan nyeri neuropatik.
Aplikasi elektroterapi dapat dilakukan dengan metode :

a. Tingkat Receptor
b. Tingkat Spinal
c. Tingkat Supraspinal
d. Tingkat Central
Modulasi Nyeri Tingkat Reseptor

1. Menaikkan ambang
rasa
2. Menurunkan
konduktivitas
penghantar nyeri
(serabut aff.
Nosiseptif)
3. Memperbaiki
metabolisme lokal
4. Menghambat aktivasi
Nocxius
Intervensi :
Terapi termal,
Topical treatment
(iontoporosis flexasur).
Aplikasi modulasi reseptor dapat dikombinasi dengan topical treatment
Misalkan : iontoporisis (flexasur dan obat/gel NSAID)
Modulasi Nyeri Tingkat Spinal

Intervensi : untuk menghambat aktivasi nociceptor pada tingkat spinal.


Mengaktivasi kontrol gerbang (Gate Control)
Aplikasi : TENS, Interverensi, Diadynamis, Metode segmental somatis dan
Aplikasi Diadynamis Tingkat Segmental Somatis Pada Kondisi
Nyeri Rhomboidius
Segmentasi persarafan rhomboideus
Modulasi Nyeri Tingkat Supraspinal dan Central

Interfensi : Aktivasi untuk memacu nociceptor sehingga terjadi efek prodromik


dan antidromik (serabut aff. Adelta dan aff. Tipe C)
Prodromik akan memacu endorphin, seretonin, dan engkepalin
Antidromik akan memacu algogenic, pain substance (histamin,bradykinine,
prostaglandin
Aplikasi : TENS, arus progresif, dengan metode segmental simpatis
Aplikasi TENS pada segmental somatis atau lokal otot rhomboideus
MODULASI BERDASAR DISTRIBUSI SYMPATIC
PERIFER (Th 1 – 12)

Ektremitas Atas ( C8 – Th 9)
Ektremitas Bawah (Th 8 – 12)

Aplikasi Modulasi Nyeri Pada


Ektremitas Atas dan Bawah
serta trunkus : Rami Cutanius
Dorsalis Segment Th 1 - 12
CONTOH INTERPRETASI GANGGUAN NEUROVEGETATIF
@ EPYCONDYLUS LATERALIS (Local Causa)
- Animal Segment : C5-6 (rami dorsalis, n. radialis)
- Vegetatif segmen : Th2-9 (lengan)
@ CABANG ANIMAL C5-6 (Somatis)
- Extensor lengan bawah
- Sendi lengan bawah
- VC
- Seluruh shoulder girdle (musculakrirur, kapsul, dsb)
@ CABANG VEGETATIF Th2 – 9 (Sympatis Perifer)
- Organ dalam (heart, Lung, Gaster)
- Fascet joint pada VTh 2 – 9
- Corpus vertebrae
- Segmen cabang (somatis) dari level Th2 – 9
Aplikasi TENS segmental sympatis otot anterior dan ekstensor lengan
5.Mengurangi Spastisitas Aplikasi

Antagonis
• Tujuan  melawan otot agonis yang potensial
menjadi spastik.
• Pada stadium awal  fasilitasi kontraksi dan
menghambat pola sinergis yang dapat mengganggu
pola gerak..
• Pada kondisi stadium recovery dengan gejala
spastisitas kuat maka stimulus elektris harus
dibarengi dengan posisioning pasien secara benar .
• Jenis alat listrik  IDC (Interrupted Direct Current),
Interferensi dan TENS.
• Dosis  15 – 20 per-menit .frekuensi setiap hari
minimal 3 minggu.
Mengurangi spastisitas dengan
metode Sensory habituation

 Spastisitas  terlepasnya kontak tonus pada


tingkat spinal & supra spinal  informasi
sensoris yang tidak benar.

 Daerah yang paling padat dilalui oleh setiap


informasi sensoris  (Thorakal 1 – 12 ).

 Pada regio thorakal  informasi sensoris yang


berasal dari regio innervasi somatis & regio
inervasi simpatis perifer saling melintasi pada
tempat yang sama.
• Stimulasi elektris pada level Th 1 – 12 
membantu memberikan informasi yang benar
melalui mekanisme “sensory habituation” 
impuls langsung sensory yag menuju daerah
thorakal diharapkan akan lebih terkendali.

• (1) thermal hangat atau dingin pada regio


thorakal dan (2) penggunaan arus yang
mendepolarisasi sel sensorik pada level
somatis maupun sympatis perifer  adaptasi
sensoris  menurunkan ketegangan tonus
termasuk spastisitas.
KESIMPULAN
• Stimulasi elektris pada stroke membantu untuk
memperbaiki pola gerak berdasarkan mekanisme reflek
postural normal
• Pendekatan elektroterapi ditujukan untuk muscle re-
education and fascilitation, orthotic substitution pada
aktivitas kontraksi otot agonis akan membentuk relaksasi
pada otot antagonis, reposisi pada sendi yang potensial
terjadi luksasio, modulasi nyeri dan menghambat
spastisitas dan mengurangi nyeri secara bersamaan
• Elektroterapi bukan satu satunya modalitas yang
diberikan pada penderita stroke untuk memperbaiki
gerak dan fungsi
Mari Berdjoeang ,
Hidoep Fisioterapi !!

SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai