Standar Standar Pada Pengujian Refraktori
Standar Standar Pada Pengujian Refraktori
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
Sifat Refraktori
Porositas
Definisi
Porositas memiliki pengertian sebagai persentase volume dari pori atau celah terhadap
volume keseluruhan dari Refraktori.
Bentuk porositas dapat berupa terbuka (open) dan tertutup (closed). Berdasarkan hal tersebut
didapatkan definisi porositas lebih lanjut.
Apparent Porosity :
True Porosity :
Namun biasanya porositas yang tertutup akan diabaikan dalam perhitungan persentase
porositas dikarenakan jumlah yang sangat rendah, perbedaan disekitar 1-2%. Sedangkan
untuk poros terbuka dapat diklasifikasikan lebih lanjut lagi menjadi permeable dan
impermeable.
Perhitungan untuk persentase porositas yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
Standard uji prosedur untuk menentukan porositas sehingga diketahui densitas asli
dari refraktori tersebut dapat diketahui dan data tersebut diatur dalam ISO 5016 : 1997 dan
ASTM C 134.
Prinsip pengujian masa dari sampel yang kering dengan bentuk geometri spesifik
ditentukan dengan berat dan dimensi yang telah diukur. Dari nilai tersebut dapat menentukan
volume bulk densitas dan porositas asli yang ditentukan oleh perhitungan. Untuk metode
pencelupan ke suatu cairan untuk menentukan massa sampel tidak berlaku pada produk
refraktori hal ini disebabkan karena sangat terbukanya tekstur permukaan yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam penentuan massa.
Peralatan
Kaliper : Kaliper, berukuran pada 0,5 mm, atau logam datar, yang
memiliki ukuran 0,5 mm dan memiliki persegi di salah satu ujung yang dapat
dipasang ke tepi potongan uji.
Oven pengering : yang dapat diature temperaturenya pada (110 +-5)oC
Timbangan : dengan akurasi 0.1 gram
Desikator
Sampel
Prosedur
Menggunakan kaliper untuk menghitung tiga hal yang penting ( panjang l, luas b,
ketebalan d) dari masing-masing bagian tes untuk jarak 0,5 mm. Pengukuran dapat
dibuat dari titik tengah setiap sisi, dan rata-rata dari 4 kali perhitungan dapat
dilakukan untuk 3 dimensi penting tersebut.
Melakukan pengeringan dari sampel uji pada drying oven yang di lakukan pada
temperature (110+- 5)oC, kemudian dilakukan pendinginan pada temperature normal
didalam desikator. Dan berat dari sampel uji mendekati 0.1 gram
Melakukan pengeringan, pendinginan serta penimbangan kembali hingga massa
konstant dicapai sehingga akhitnya didapatkan berat sebelum dan sesudah pada
kurang lebih 2 jam di oven pengering yang tidak melebihi 0.1%.
Menentukan densitas asli dengan menggunakan ISO 5018
Hasil
Volume padat dari sampel uji dihasilkan dalam cm3 dengan persamaan : Vb=lbd
dengan l,b dan d merupakan panjang,lebar dan tebal dalam sentimeter
Densitas padat ρb dari sampel uji didapatkan dengan persamaan ρb=m/Vb dengan m
merupakan masa kering dalam gram, dan Vb adalah volume padat dalam cm3
Densitas harus ditulis dalam g/ cm3 atau dalam kg/m3 (mengalikan hasil degnan 8.2 x
103) kalkulasi dapat ditulis dengan 3 angka pasti.
Porositasπ dapat ditentukan dengan persamaan
o π1=(ρt-ρb)/pt x 100%
Dengan : pt merupakan densitas asli yang ditentukan oleh ISO 5018 , ρb merupakan
densitas padat
Laporan Pengujian
Peranan Porositas
Setiap refraktori memiliki persentase poros yang berbeda-beda. Secara general, rekfraktori
yang memiliki porositas rendah akan memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Insulator
Hal ini dikarenakan dengan banyaknya poros maka akan banyak udara yang terjebak.
Udara merupakan konduktor panas yang buruk.
- High Shrinkage
Banyaknya poros menyebabkan ketahanan shrinkage yang buruk dan akan
berpengaruh pada temperatur tinggi.
Oleh karena sifat-sifat diatas biasanya refraktori dengan porositas rendah lebih banyak
digunakan pada daerah yang terpapar panas langsung sedangkan refraktori dengan porositas
tinggi digunakan sebagai pelapis.
Kadar porositas yang ada pada material harus dalam jumlah yang sangat sedikit agar
material mampu memiliki ketahanan panas yang tinggi (seiring meningkatnya densitas pada
material). Porositas biasanya terjadi pada saat proses pemanasan dalam suhu yang tinggi dan
selama proses pemanasan ini, adanya beberapa unsur yang mengalami peluluhan atau
meleleh serta gas-gas yang terperangkap keluar sehingga menciptakan lubang-lubang berupa
pori.
1. Evacuation Methode
Metode ini dapat diaplikasikan pada semua jenis refraktori dengan bahan perendam berupa
air atau paraffin cair yang telah dipanaskan sampai dengan 200oC. Ukuran spesimen yang
digunakan adalah 65x65x40 mm yang telah dibersihkan dan digerinda terlebih dahulu.
Prosedur :
- Keringkan spesimen hingga suhu 110oC kemudian dinginkan sampai dengan suhu
kamar dalam desiccator dan timbang beratnya (D) dengan akurasi 0.1g.
- Masukan sampel kedalam desiccator vacuum dan turunkan tekanan sampai dibawah
25 mmHg. Masukan cairan perendam dan diamkan selama 5-6 jam dalam kondisi
tekanan yang telah direduksi.Kemudian hitung berat ketika berada dalam larutan
tersebut (S).
- Hitung berat sampel diudara (W)
Perhitungan :
𝑉1 𝑊−𝑆
𝑃= 𝑥 100% 𝑃= 𝑋 100%
𝑉 𝑊−𝐷
Prosedur :
- Keringkan spesimen hingga suhu 110oC kemudian dinginkan sampai dengan suhu
kamar dalam desiccator dan timbang beratnya (D) dengan akurasi 0.1g.
- Panskan dalam air suling hingga mendidih selama dua jam kemudian dinginkan.
Timbang berat ketika dalam perendaman (S) tanpa menyentuh dasar.
- Keluarkan dari air, lap permukaannya dan kemudian timbang diudara (W)
REFERENSI :
Apparent Porosity & True Porosity. Chemical Engineering, IDC Tech. 2016. http://www.idc-
online.com/technical_references/pdfs/chemical_engineering/Apparent_Porosity_and_True_P
orosity.pdf
http://ispatguru.com/introduction-to-the-characteristics-of-refractories-and-refractory-
materials/
1. Thermal Conductivity
A. Definisi
Konduktivitas Thermal/ Panas dari suatu bahan refraktori merupakan kemampuan
refraktori untuk menghantarkan panas. Refraktori merupakan material tahan temperatur
tinggi yang biasa digunakan untuk aplikasi furnace, dll. konduktivitas panas dari refraktori
merupakan sifat penting karena dengan mengetahui konduktivitas panas tersebut maka kita
dapat mengaplikasikan refraktori di tempat yang tepat. Jika konduktivitas panas rendah,
material refraktori berperan sebagai insulator dan akan ditempatkan di bagian luar dari dapur
pemanas, jika konduktivitas panas tinggi maka refraktori berperan sebagai konduktor yang
akan ditempatkan dibagian dalam tempat logam akan dilelehkan. Konduktivitas panas yang
tinggi pada refraktori memiliki pori yang besar.
B. Metode Pengujian : Hot wire cross-array method
C. Prinsip
Pemanasan dari potongan uji dalam furnace pada suhu tertentu dan ditahan pada suhu
tersebut. Pemanasan lokal lebih lanjut dengan konduktor listrik linear ( kawat panas )
tertanam dalam potongan uji yang membawa arus listrik konsisten dalam waktu dan
sepanjang potongan uji .Perhitungan konduktivitas termal dari tenaga input ke kawat
panas dan suhu di dua interval setelah pemanasan dimulai , variasi suhu kawat panas
menjadi fungsi dari termal konduktivitas bahan dari benda uji .
D. Apparatus
- Furnace, mampu menampung satu atau lebih potongan ujites sampai dengan
maksimal 1 250 'C. Suhu di dua poin di wilayah yang diduduki oleh potongan uji
tidak boleh berbeda lebih dari 10 oC. Suhu di wilayah itu selama tes tidak berbeda
lebih dari 0,5oCdan akan dikenal dengan akurasi ~ 5 oC.
- Hot wire sebaiknya dari platina atau platina / rhodium, sekitar 200 mm dan tidak
melebihi 0,5 mm, panjang yang dengan dalam toleransi 0,5 mm.
- Power supply to the hot wire, baik a.c. atau DC, dan tidak bervariasi dalam power
yang digunakan selama periode pengukuran lebih dari 2 %.
- Measuring crosspiece, dibentuk oleh kawat panas dan platinum / platinum-rhodium
termokopel yang dilas di pusatnya. Badan dari termokopel harus di sebelah kanan
sudut kekawat panas (lihat angka 1 dan 2).Maksimal diameter badan dari termokopel
harus tidak lebih besar dari diameter kawat panas (untuk meminimalkan hilangnya
panas pada titik pengukuran oleh konduksi).
- Measuring circuit, Untuk setiap ujung kawat panas dilas dua kawat dari jenis yang
sama (dari diameter yang lebih besar, jika mungkin, dibandingkan dengan kawat
panas itu sendiri), satu untuk memasok pemanasan saa tini dan yang lainnya untuk
pengukuran penurunan tegangan. Termokopel dilas kepusat kawat panas terhubung
bertentangan dengan termokopel referensi untuk memungkinkan perubahan suhu yang
akan diukur. kabel yang cukup panjang untuk mencapai luar tungku.
- Measuring apparatus
Penurunan tegangan antara ujung-ujung kawat panas akan menjadi perhitungan
dengan akurasi 0,5 %. Sebagai alternative untuk pengukuran penurunan tegangan,
resistansi panas kawat dapat diukur, dengan akurasi yang sama; jika total kenaikan
suhu melebihi 15 °C, perlu dilakukan variasi resistansi dari kawat panas dengan
suhu .
Arus melalui kawat panas harus diukur dengan toleransi 0,5%.
Peralatan untuk mengukur suhu panas kawat harus memiliki sensitivitas 10
mV/cm, dengan toleransi1 %.
- Wadah untuk serbuk granular, jika Tes dilakukan pada materi tersebut, memiliki
dimensi internal yang sama dengan yang ditentukan potongan uji, sehingga bahwa
"test piece" terdiri dari dua atau tiga bagian. Bagian bawahwadah harus memiliki
empat sisi dan sebuah dasar, dan bagian atas atau tengah harus memiliki empat sisi
saja.
E. Test Pieces
- Jumlah item yang akan diuji harus ditentukan sesuai dengan ISO 5022 atau
pengambilan sampel standar lain.
- Setiap potongan uji harus terdiri dari dua atau tiga bagian identik tidak kurang dari
ukuran 200 mm x 100 mm x50 mm.
- Setiap permukaan bagian dari potongan uji harus kontak dengan bagian lain, jika
perlu, digiling sehingga penyimpangan dari kerataan antara dua titik tidak kurang dari
100 mm selain tidak lebih dari 0,2 mm.
- Dalam bahan padat, ketika sebuah uji dua-bagian yang digunakan, dua alur lurusuntuk
melintang diukur danV-groove untuk termokopel referensi harus mesin di atas
(kontak) wajah bagian bawah . Ketika potongan ujitiga bagian yang digunakan, alur
untuk melintang harus dimachining di atas bagian bawah dan V-groove untuk
referensi termokopel dalam menghadapi atas bagian tengah. Dalam kedua kasus tidak
mendalam maupun lebar alur melebihi 1 mm.
F. Prosedur
- Menyusun potongan uji. Dalam kasus dibagi menjadi dua bagian, letakkan measuring
crosspiece dan reference thermocouple antara bagian yaitu di bidang kawat panas.
Dalam kasus potongan uji threesection, menempatkan batang yang melintang, dengan
kawat panas, antara tengah dan bagian bawah dan termokopel referensi antara bagian
atas dan bagian tengah
- Dengan potongan uji dari refractory padat, crosspiece dan reference thermocouple
akan disemen dalam alur yang dipotong, menggunakan semen terbuat dari finely
ground dari bahan uji, dicampur dengan sejumlah kecil binder yang cocok (misalnya
2 % dexstrin dan air).
- Jika tes sedang dilakukan pada bahan bubuk atau butiran, Penuhi bagian bawah
sampai dan bagian teratas adalah material tes, dan tempatkan di atasnya kawat panas
dan crosspiece jika sepotong uji dua-bagian yang digunakan. Tempatkan wadah
terbuka di atas pertama dan mengisinya dengan material tes; jika dua-bagian potongan
uji yang digunakan, ini melengkapi material tes. Jika tiga bagian potongan uji yang
digunakan, letakkan beberapa referensi di posisi atas bagian tengah dan tempat dan
memenuhi bagian atas dengan cara yang sama. Menentukan bulk density jelas dari
bahan uji dalam menuangkan.
- Tempatkan potongan uji di furnace, ditumpuk masing-masing bagian (untuk
memastikan pemanasan seragam, dari bahan yang sama, memiliki dimensi 125 mm x
10 mm x 20 mm, bertumpu pada 125 mm x 10 mm , dan ditempatkan sejajar dengan
100 mm (atau 114 mm) menghadap dari potongan uji dan sekitar 20 mm dari hadapan
lainnya.
- Menghubungkan measuring circuits masing-masing bagian tes untuk measuring
apparatus .
- Dengan rangkaian hot-wire terbuka, menaikkan suhu furnace untuk suhu uji (terendah
dari suhu uji jika tes sedang dilakukan lebih dari satu suhu) tidak lebih dari 10 ° C /
menit.
- Dengan power supply terhubung ke setara perlawanan boneka nilai dengan yang ada
pada kawat panas, mengatur input daya ke nilai yang (dari tes awal) dikenal untuk
menghasilkan dalam kawat panas peningkatan suhu tidak lebih dari 100 'C dalam 15
menit.
- Ketika furnace mencapai suhu tes, memverifikasi bahwa suhu di wilayah yang
diduduki oleh test piecesis seragam dan konstan. Variasi antara suhu yang
ditunjukkan oleh termokopel dihubungkan kembali ke belakang (termokopel dilas ke
kawat panas dan termokopel referensi) tidak akan lebih dari 0,05 ° C selama waktu
pengukuran.
- Ketika kondisi stabil, menutup rangkaian kawat pemanas dan s saat itu mengukur
waktu yang berlalu dan membuat catatan terus menerus dari suhu panas-kawat.
- Setelah waktu pengukuran, biasanya 10 sampai 15 menit, matikan arus sirkuit
pemanasan dan membiarkan panas kawat dan potongan uji untuk memiliki suhu
setimbang.
- Verifikasi keseragaman dan konsistensi dari suhu sesuai dengan langkah sebelumnya.
Ulangi prosedur dan untuk memperoleh pengukuran lebih lanjut dari laju kenaikan
suhu dari kawat panas di bawah kondisi yang sama.
- Ulangi prosedur yang diuraikan dalam sebelumnya, sehingga untuk memperoleh
pengukuran Sepertiga dari laju kenaikan suhu dari kawat panas di bawah kondisi yang
sama.
G. Standar Uji Thermal Conductivity untuk Refraktori
ASTM
C182 - 88(2013) Standard Test Method for Thermal Conductivity of Insulating Firebrick
C201 - 93(2013) Standard Test Method for Thermal Conductivity of Refractories
C202 - 93(2013) Standard Test Method for Thermal Conductivity of RefractoryBrick
C417 - 05(2015) Standard Test Method forThermal Conductivityof Unfired Monolithic
Refractories
C767 - 93(2013) Standard Test Method for Thermal Conductivity of CarbonRefractories
C1113 / C1113M Standard Test Method for Thermal Conductivity of Refractories by Hot
- 09(2013) Wire (Platinum ResistanceThermometerTechnique)
C1171 - 15 Standard Test Method for Quantitatively Measuringthe Effect of Thermal
Shock and Therma lCycling on Refractories
H. Fungsi Pengujian
Untuk meneliti kenaikan local heating di tengah spesimen, dan peningkatan suhu
sebagai fungsi waktu dicatat.
I. Perhitungan
Nilai Thermal conductivity(k) dapat dihitung menggunakan input daya listrik yang
diketahui pada kawat panas per satuan panjang (Pi), waktu berlalu(t1,t2) dan perubahan
temperatur pada t1dan t2 (∆θ1, ∆θ2) seperti persamaan dibawah :
2. Electrical Conductivity
A. Definisi
Konduktivitas Listrik didefinisikan sebagai kemampuan material untuk
menghantarkan listrik. Material refraktori yang baik harus memiliki konduktivitas listrik
yang rendah. Hal ini dikarenakan menghindari terjadinya pertemuan arus listrik antara
material yang akan dilelehkan dengan refraktori yang dapat menyebabkan hubungan arus
jangka pendek.
B. Metode Pengujian
Untuk metode pengujian electric conductivity testing masih jarang dilakukan
sehingga kami mencari referensi dari jurnal dengan judul The effect of nano-size additives
on the electrical conductivity of matrix suspension and properties of self-flowing low-
cement high alumina refractory castables.
C. Apparatus
D. Test pieces
Untuk potongan uji digunakan low-cement high alumina refractory dengan
karaketeristik seperti dibawah
E. Prosedur
- Konduktivitas listrik dari suspensi matriks adalah diukur dengan sel conductimetric
yang terdiri dari dobel gelas berdinding terhubung ke sirkuit air untuk
mempertahankan suhu konstan (20-24 °C)
- Setelah memasukkan probe konduktivitas bersama dengan perangkat pengadukan,
- 80 g air suling adalahditambahkan ke gelas kimia dan larutan diaduk terus menerus
sampai suhu konstan tercapai.
- Kemudian, 16 g bubuk matriks ditempatkan ke dalam sel dan pengukuran dimulai.
Elektris konduktivitas diukur dalam mili-siemens / cm di 5-min interval
F. Standar Uji Thermal Conductivity untuk Refraktori
- ASTM D257
- ASTM D4496 - 04
G. Fungsi Pengujian
Fungsi pengujian ini dalam jurnal berfungsi mengetahui pengaruh kandungan additive
pada refraktori terhadap electric conductivity.
Referensi :
- Sasan Otroj a, *, Arezoo Sagaeian b , Arash Daghighi a , Z. Ali Nemati, The effect of
nano-size additives on the electrical conductivity of matrix suspension and properties
of self-flowing low-cement high alumina refractory castables, Ceramics International
36 (2010).
- IS 1528-21 (2007): Methods of sampling and physical tests for refractory materials,
Part 21: Determination of thermal conductivity according to hot-wire method (cross-
array) [MTD 15: Refractories
REFRACTORINESS
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Refractoriness
1. Definisi
Refractoriness menurut Zirkon Brick_Zhengzhou Sunrise Refractory mengacu pada
sifat refraktori yang multiphasa untuk mencapai ke tingkat pelunakan tertentu pada
suhu tinggi tanpa adanya beban pembebanan, yang akan menunjukkan kemampuan
tahan terhadap suhu tinggi. Sifat ini merupakan skala dasar untuk mengukur
kemampuan ketahanan terhadap suhu tinggi dan juga untuk menunjukkan sifat pada
suhu tinggi. Refractoriness merupakan sebuah acuan penting untuk menilai apakah
produk refraktori ini cocok apabila digunakan di furnace tertentu.
Komposisi kimia dan mineral serta distribusi dan kombinasi setiap fase memiliki
pengaruh yang menentukan sifat refractoriness. Semua jenis impurity dapat
mengurangi sifat refractoriness, sehingga perlu diperhatikan kandungan impurity
untuk meningkatkan kemurnian material refraktori
2. Pentingnya Refraktori
3. Standar
4. Pengujian
Referensi :
Dr. V. S Gayathri & Dr. K. Yamuna. ‘Refractoriness’. 2008
http://www.industry.guru/pyrometricconeequivalentpcetestinortonorsegartodeterminer
efractorinessofarefractorymaterial.html diakses pada Rabu 14 September 2016
https://www.netzschthermalanalysis.com/en/productssolutions/refractorytesting/pce42
8/ diakses pada Rabu 14 September 2016
https://www.ortonceramic.com/en/Pyrometric%20Cones/ diakses pada Rabu 14
September 2016
Source: anna.allsyllabus.com
REFRACTORINESS UNDER LOAD
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
1. PENGERTIAN REFRACTORINESS UNDER LOAD
Range temperatur di mana terjadi pelunakan pada material refraktori tidak dapat disamakan
dengan range temperatur di mana bahan baku dari material refraktori tersebut meleleh atau
fracture. Maka itu, diperlukan perhitungan untuk aplikasi dari material refraktori tersebut.
Perhitungan tersebut dinamakan Refractoriness Under Load (RUL). Refractoriness Under
Load merupakan kemampuan tahan suatu material refraktori terhadap peningkatan
temperatur dan dengan adanya deformasi. Deformasi yang diaplikasikan merupakan beban
konstan.
Peningkatan temperatur menyebabkan adanya distorsi pada suatu material yang dipanaskan.
Distorsi merupakan mobilitas dari partikel padat dengan adanya partikel cair, di mana massa
secara keseluruhan tidak dapat menahan tekanan karena beban berat sendiri. Tinggi dari
material tersebut akan berkurang dan lebar dari material tersebut bertambah sampai bentuk
akhir tercapai di mana massa secara keseluruhan dalam keadaan setimbang.
Refractoriness Under Load sangat penting untuk memeriksa kesesuaian material refraktori
yang akan diaplikasikan pada temperatur tinggi. Hal ini dapat memberikan indikasi
temperatur di mana material refraktori akan hancur sehingga indikasi ini dapat digunakan
pada pemanasan material refraktori yang sama dengan aplikasi beban yang sama pula.
Perhitungan yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
RUL = T x 0.6
di mana, RUL = Refractoriness Under Load
T = Temperatur fracture
3. Standard Pengujian
Standar pengujian refractoriness under load (RUL) menggunakan standar ISO 1893:2007.
Pada prinsipnya, proses pengujian dilakukan dengan memperlakukan beban kompresif yang
konstan pada benda uji. Pengujian dilakukan seiring dengan meningkatkan temperatur pada
laju tertentu. Peningkatan temperature dilakukan terus menerus hingga terjadi deformasi pada
benda uji.
Komponen utama pada pengujian RUL adalah furnace, loading device (pemberi beban) dan
alat pengukur. Seperti yang terlihat pada gambar 1, test piece diberi beban kompresif dari atas
ke bawah menggunakan loading device. Pada saat pembebanan, temperatur ditingkatkan pada
laju tertentu menggunakan furnace. Deformasi yang terjadi pada benda tersebut diukur
menggunakan computer device atau alat pengukur lainnya.
Berdasarkan ISO 1893:2007, standar ukuran benda uji adalah silinder dengan diameter
minimal 12 mm dan maksimal 13 mm. Sedangkan untuk pemberi beban (loading device),
minimal berukuran 45 mm.
4. Prosedur Pengujian
Refractoriness Under Load (RUL) adalah kemampuan refraktori untuk tidak memuai dan
retak saat dimasukkan muatan dan menentukan maksimal temperatur pemakaian refraktori
dibawah kondisi beban tekan serta penting untuk mengetahui kondisi tekanan /beban tinggi
Pengujian pada RUL ini menggunakan Creep Test. Creep merupakan suatu mekanisme
deformasi material dalam bentuk peregangan/ pemuluran yang disebabkan oleh tegangan
yang statis (konstan) walaupun masih dibawah yield stress dan terjadi pada temperatur tinggi
(minimal 40 % dari temperatur melting/ 0,4 Tm). Karena adanya RUL maka proses Creep
timbul
Refraktori udnerload berdasarkan iso 1893 adalah suatu pengukuran perilaku deformasi dari
produk refraktori keramik yang diberikan beban secara
konstan dan penambahan temperatur. Rentang suhu dimana pelunakan terjadi tidak sama
dengan rentang suhu pelelehan dari bahan baku murni.Untuk itu harus ditentukan dengan
mengandalkan RUL 421 untuk mengecek penggunaan dari produk refraktori pada aplikasi
suhu tinggi
RUL 421 cocok untuk pemakain beban termal jangka panjang dan mekanik. sample tes yang
digunakan berdimensi 50 mm dan tinggi 50mm . Untuk pengukuran sistem diferensial
dengan presisi tinggi sistem pengukuran untuk penentuan deformasi, tes sepotong silinder
memiliki bore co-aksial 12,5 mm.Pemilihan dan penerapan beban pada potongan uji yang
direproduksi dan independen dari deformasi melalui penggunaan kap-jenis tungku dengan
counterweight
Dengan mengurangi beban pada potongan uji sampai nilai yang dapat diabaikan
(dibandingkan dengan permukaan benda uji), pengukuran dilatometer yang tepat pada sampel
besar dan bahkan homogen dapat dilakukan di RUL 421 pada suhu sampai 1700 ° C.
Temperature range: RT to 1700°C
Heating elements: 4 Kanthal-Super 1800
Heating- and cooling rates: 0,01 K/min to 5 K/min
Sample holder: Al2O3
Load: 1 N to 1000 N (in steps from 1 N to 100 N)
Measuring range: 20000 μm
Δl resolution: 5 nm
Sample diameter: 50 mm
Sample length: 50 mm
Atmospheres: air, static (protective gas inlet optionally available)
Vacuumtight version up to 10-2 mbar (special construction RUL/CIC 421 G)
5. Referensi
http://www.restar.eu/home/testing-standards-for-refractories/refractoriness-under-load/
Fayed, Sayel M. Al-Marahleh, Ghazi S. Abu-Ein, Suleiman Q. 2012. Improvement of The
Refractoriness Under Load of Fire-Clay Refractory Bricks. Amman : Adv. Theor. Appl.
Mech.
http://ispatguru.com/introduction-to-the-characteristics-of-refractories-and-
refractory-materials/
STANDAR PENGUJIAN COLD STRENGTH
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Cold Strength
B. Pentingnya Sifat
Sifat dari cold strength ini sangatlah penting dalam refractory, hal ini dikarenakan
suatu refractory harus memiliki kekuatan yang tinggi baik itu dalam hal kekuatan, ketahanan
terhadap abrasi dan lain sebagainya. Jadi tidak hanya tahan terhadap temperatur yang tinggi
saja. Keuntungan yang didapatkan dengan sifat ini adalah jika misalnya saat pemrosesan
terdapat gaya impak dari suatu rod yang mengenai refraktori atau juga terdapat tumbukan
yang terjadi karena pelepasan dari slag, agar tidak menambah biaya perbaikan, akan lebih
baik dari awal pembuatan refraktori dipilih bahan yang memiliki nilai cold strength yang
tinggi. Kekuatan dari cold strength ini merupakan kombinasi pengukuran antara kekuatan
dari butir dan juga ikatan yang terjadi. Selain itu, dalam cold strength, variasi dari nilai yang
dapat dicapai merupakan hasil dari komposisi kimia benda tersebut.misalnya pada refraktori
Alumina, dengan meningkatnya komposisi alumina, maka nilai cold strength akan
meningkat. Dan dengan tidak adanya impurity oksida dan adanya penambahan Cr2O3, nilai
cold strength akan meningkat dua kali lipat.
D.3 Pengujian
Melakukan pengukuran pada slinder
- Pengukuran dilakukan terhadap 2 buah diameter tegak lurus untuk setiap permukaan
dengan ukuran 0,1 mm. Lalu hitung nilai luas penampang melintang awal Ao.
Pengukuran Kubus
- Melakukan 2 pengukuran terhadap setiap sisi dengan besar 0,1 mm. Lalu selanjutnya
menghitung luas permukaan awal Ao.
- Lalu meletakan spesimen pada bagian tengah yaitu antara bagian platens (roll) mesin
dengan atau tanpa papan fiber selulosa dengan ketebalan antara 3 mm dan 7 mm
- Pilih rentang pembebanan sehingga pembebanan yang diharapkan untuk terjadinya
failure lebih besar dari 10% dari rentang pembebanan
- Lakukan pembebanan tersebut secara perhalan dan berkelanjutan, meningkatkan
kecepatan tekanan sebesar 1,0±0,1 N/mm. Sampai sampel mengalami kegagalan. Lalu
catat pembebanan maksimum yang diperoleh.
D.4. Perhitungan
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus :
Kelompok 6
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Assessment of Thermal Shock Resistance of Refractory Materials
DEFINISI
Ketahanan terhadap thermal shock pada suatu material merupakan salah satu parameter
penting dalam karakterisasi refraktori karena akan menentukan performance pada banyak
aplikasi. Baik refractory grains dan bonding sistem akan membesar ketika dipanaskan dan
menyusut apabila didinginkan. Ketahanan terhadap thermal shock tergantung pada ikatan
matrix grain. Ada dua metode standar untuk menentukan ketahanan thermal shock pada
refraktori. Untuk jenis brick, ketahanan thermal shock diuji dengan “Ribbon Thermal Shock
Testing” (ASTM C-1100) dan untuk refraktori jenis monolitik metode standarnya yaitu
ASTM C-1171.
STANDAR PENGUJIAN
Standar Pengujian Termal Shock:
1. ASTM C149
Standard Test Method for Thermal Shock Resistance of Glass Containers
2. ASTM C600
Standard Test Method of Thermal Shock Test on Glass Pipe
3. ASTM C385
Standard Test Method for Thermal Shock Resistance of Porcelain-Enameled Utensils
4. ASTM C1171
Standard Test Method for Quantitatively Measuring the Effect of Thermal Shock and
Thermal Cycling on Refractories
5. ASTM C1525
Standard Test Method for Determination of Thermal Shock Resistance for Advanced
Ceramics by Water Quenching
6. ASTM C484
Standard Test Method for Thermal Shock Resistance of Glazed Ceramic Tile
7. ASTM D7051
Standard Test Method for Cyclic Thermal Shock of SBS-Modified Bituminous
Roofing Sheets with Factory-Applied Metal Surface
SAMPEL
Untuk menguji ketahanan thermal shock, ada beberapa standard yang biasa digunakan.
Dalam tulisan ini, preparasi sampel yang digunakan akan mengacu kepada standar ASTM
C1171. Hal yang diperhatikan untuk jumlah sampel adalah minimal terdiri dari 2 bentuk yang
berbeda dengan jumlah total minimal 10 buah (5 buah bentuk ‘a’ dan 5 buah bentuk ‘b’).
Kemudian, sampel yang telah dibuat, harus dilakukan pemanasan awal sampai temperatur
minimal sama dengan temperatur pengujian.
Untuk ukuran dari sampel ini 25 mm x 25 mm x 152 mm. Apabila sampel harus dipotong,
maka sampel tersebut harus memiliki satu permukaan yang sama seperti kondisi standar dan
merupakan permukaan terluas (dimensi terbesar). Namun jika sampel berbentuk tidak
simetris atau irregular, maka 4 arah yang terpanjang bisa dipotong hingga membentuk suatu
permukaan. Apabila ada perbedaan dari ukuran 25 mm x 25 mm x 152 mm, maka harus
dibuat catatan dalam laporannya.
Permukaan sampel yang berseberangan harus disusun secara paralel, sementara permukaan
yang bersebelahan harus disusun secara tegak lurus. Untuk kualitas permukaan sampel, harus
diperhatikan bahwa sampel tidak memiliki crack ataupun cacat lain yang dapat dilihat oleh
mata telanjanng.
Kemudian sampel perlu dihilangkan kandungan airnya dengan cara pemanasan hingga 105 oC
atau 110oC. Pemanasan ini berhenti hingga berat sampel tidak mengalami perubahan, yang
artinya sudah tidak ada lagi air yang terjebak. Untuk sampel yang memiliki kandungan
carbon harus dibungkus dalam foil selama proses cycling penurunan/penaikan suhu.
PROSEDUR PENGUJIAN
Prosedur pengujian untuk mengetahui ketahanan material refraktori terhadap thermal shock
adalah sebagai berikut:
Sampel dipanaskan kurang lebih 950 C selama 15 menit → keluarkan kemudian dinginkan
dalam air mengalir selama 3 menit → panaskan hingga 110 C (30 menit) kemudian lanjutkan
hingga 950 C (15 menit).
*prosedur diatas merupakan satu siklus, siklus tetap berlanjut, berhenti ketika pecah menjadi
dua bagian. Pengujian dihentikan jika sampel bertahan hingga 30 siklus.
Sampel dipanaskan hingga temperature 950 C → quench pada media udara yang bertekanan.
1. Pengujian ini dapat digunakan untuk mengindikasi kemampuan dari sebuah material
refraktori untuk tahan terhadap tekanan yang disebabkan oleh perubahan temperature
secara tiba-tiba.
2. Pengujian ini juga dapat digunakan untuk riset dan penelitian untuk membandingkan
antar produk refraktori dari segi ketahanan Thermal Shock Resistance.
3. Pengujian ini dapat mengetahui modulus rupture (MOR) dan Sonic Velocity dari
material refraktori.
4. Pengujian ini dapat dilakukan untuk menentukan hilangnya kekuatan dari refraktori
material akibat thermal cycling.
Berdasarkan pengujian dilakukan, hasil atau sifat yang dapat dinterpretasikan adalah sebagai
berikut
Kelompok 7
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Introduksi
Material refraktori terpapar pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda pada
aplikasinya. Banyak dari lingkungan tersebut yang dapat menyerang dan menyebabkan
kerusakan pada material refraktori. Material refraktori dapat berada pada lingkungan dengan
fasa lelehan, seperti lelehan logam atau terak (slag), kedua jenis lelehan tersebut dapat
bersifat sangat korosif. Oleh karena itu, sangat diperlukan proses karakterisasi ketahanan
korosi dari material refraktori pada setiap lingkungan kerjan yang akan digunakan.
Aplikasi Sifat Slag Resistance dari Refraktori pada Industri Besi dan Baja
Hampir 70% aplikasi dari refraktori digunakan pada industri besi dan baja. Refraktori
ini dibutuhkan karena dalam industri besi dan baja sangat diperlukan material yang mampu
menahan hingga temperatur leleh dari besi dan baja itu sendiri tanpa mengalami penurunan
kekuatan ataupun perubahan bentuk.
Selain itu juga material refraktori yang digunakan juga akan mengalami kontak dengan
lelehan besi dan memungkinkan terjadinya reaksi kimia antara slag dari baja dengan material
refraktori. Sehinggadalam aplikasinya, dibutuhkan sifat slag resistance pada material
refraktori yang digunakan agar tidak mengalami reaksi kimia yang membuat material
refraktori mengalami kerusakan.
Gambar. Terjadi korosi lokal pada permukaan refraktori yang kontak dengan slag
Korosi pada material refraktori ini dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu:
- Dissolusi atau difusi, dimana akibat proses kimia, material refraktori mengalami
pelarutan secara kontinu.
- Penetrasi, dimana slag berpenetrasi masuk kedalam material refraktori dan
mengakibatkan penurunan sifat mekanik.
- Erosi, akibat proses abrasi dari penambahan gas dan pergerakan slag.
Terdapat perbedaan jenis refraktori antara proses pembuatan besi dengan proses pembuatan
baja. Pada proses pembuatan besi, lelehan logam dan slag biasanya bersifat netral atau sedikit
asam, sedangkan pada proses pembuatan baja lelehan slag bersifat basa. Jenis refraktori yang
digunakan pada pembuatan besi biasanya terbuat dari alumina dan silika, sedangkan pada
proses pembuatan baja yang biasa digunakan terbuat dari megnesia.
Pada proses BOF (basic oxygen furnace), lelehan besi dari blast furnace yang dicampur
dengan scrap dilakukan pemurnian dari impurities seperti unsur C, S, P, dan Mn dengan cara
mengalirkan oksigen ke lelehan besi. Disini sifat refraktori haruslah tahan terhadap lelehan
slag yang bersifat basa pada temperatur tinggi sehingga lelehan slag tidak mengalami
penetrasi dan bereaksi. Sehingga diperlukan material refraktori yang bersifat basa seperti
MgO-C yang memiliki ketahanan terhadap slag dengan sifat basa.
Selain itu, refraktori dengan material MgO-C dengan kadar karbon sekitar 5 – 20 wt%
banyak digunakan pada industri pembuatan besi dan baja. Karbon disini berfungsi sebagai
pengisi porous-porous yang ada pada struktur MgO sehingga akan mencegah terjadinya
penetrasi slag kedalam material refraktori.
Untuk aplikasinya lainnya yang ada di dalam suatu plant industri besi dan baja seperti pada:
Daftar Pustaka
1. [1] Uhlig’s Corrosion Book 2nd Ed. Corrosion Testing of Refractories and Ceramics.
The Electrochemical Society, Inc. Pennington, New Jersey: 2000
2. [2] R. Crescent and M. Rigaud, Advances in Refractories for the Metallurgical
Industries, Proceedings of the 26th Annual Conference of Metallurgists, CIM,
Montreal, Canada, 1988, pp. 235-250.
3. Charles Schacht. 2014. “Refractories Handbook”.
4. Jansson, Sune. 2015. “A Study on Molten Steel/Slag/Refractory Reactions during
Ladle Steel Refining”. Royal Institute of Technology:Stockholm.
5. Walker, Harbison. 2005 “Handbook of Refractory Practice”.
PENGUJIAN KETAHANAN ABRASI UNTUK REFRAKTORI
DEFINISI
Refraktori merupakan material tahan panas yang banyak digunakan dalam bidang
industri yang berhubungan dengan pengolahan material, mineral, ataupun logam yang
berpotensi untuk mengabrasi material refraktori yang digunakan sebagai dindingnya, dimana
industri-industri seperti bidang petrokimia, bidang furnace, bidang pembangkit listrik dengan
tenaga batu bara, dan beberapa bidang lainnya akan menghasilkan partikel-partikel kecil yang
terlempar akibat tekanan tinggi akan menghantam dinding refraktori yang digunakan,
sehingga berpotensi mengikis dinding yang digunakan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan
adanya pengujian ketahanan abrasi untuk tiap-tiap jenis refraktori, sehingga dapat diketahui
ketahanan abrasi dari material refraktori tersebut dan juga dapat diketahui penggunaan jenis
yang tepat untuk tiap-tiap aplikasinya.
TUJUAN PENGUJIAN
Pengujian abrasi untuk refraktori ini dilakukan dengan tujuan antara lain sebagai
berikut.
1. Mengetahui ketahanan abrasi untuk berbagai jenis refraktori dalam kondisi standar
pada temperatur ruang.
2. Mengetahui bidang aplikasi yang tepat untuk penggunaan tiap-tiap material refraktori
yang telah diuji tersebut.
STANDAR
Pengujian abrasi refraktori dilakukan dengan mengacu pada standar ASTM C704 dan
standar EN ISO 16282, dimana untuk standar ASTM C704 sendiri pertama kali diterapkan
pada tahun 1972, sedangkan standar EN ISO 16282 merupakan turunan dan penyempurnaan
dari standar ASTM C704-01 dan dibuat pada tahun 2008.
Untuk pengujian dengan menggunakan standar ASTM C704, secara ringkas, cara
yang dilakukan adalah dengan menyemprotkan partiket SiC (silikon karbida) dalam jumlah
1000 gram melalui nozzle dengan menggunakan udara bertekanan tertentu, dimana partikel
SiC ini nantinya akan menumbuk permukaan material refraktori yang diuji tersebut yang
akan mengabrasi permukaannya. Serpihan-serpihan abrasi dari material refraktori yang diuji
tersebut selanjutnya akan ditimbang dan dihitung dengan menggunakan cara-cara yang akan
dijelaskan pada bagian prosedur pengujian.
Secara standar, ASTM C-704 ini berkaitan dengan standar-standar ASTM lainnya
yang digunakan sebagai parameter-parameter dalam pengujian, baik itu parameter
percobaannya ataupun parameter peralatan dan bahan uji yang digunakan. Standar-standar
ASTM yang berkaitan dengan ASTM C-704 ini diantaranya adalah ASTM A681, C134,
C179, C861, C862,C865, C1036, C1054, dan D4285.
CATATAN PENGUJIAN
Hasil yang didapatkan dari pengujian ASTM C-704 ini tidak dapat serta merta
menggambarkan situasi yang sama persis dengan situasi dengan kondisi penggunaan
aktualnya di lapangan. Hal ini disebabkan karena dalam proses pengujian ini, terdapat
beberapa variabel yang dapat memengaruhi hasil pengujian yang didapatkan, diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. Diameter internal tabung nozzle
Adanya deviasi dari ketebalan dinding tabung nozzle berpotensi untuk
mengakibatkan adanya perbedaan diameter internal pada peralatan yang digunakan,
dimana perbedaan diameter internal akan berpengaruh terhadap laju partikel/material
pengabrasi yang digunakan.
2. Tekanan udara
Tekanan udara selama proses bergantung juga pada variasi glass plate yang
digunakan, dan tekanan harus dijaga semaksimal mungkin agar berada pada angka
konstan di kisaran 448 kPa.
3. Temperatur pengujian serta bentuk dan ukuran partikel yang bertumbukan
Pengujian yang dilakukan pada ASTM C-704 dilakukan pada kondisi
temperatur ruang, sedangkan dalam aplikasinya, material refraktori digunakan pada
temperatur yang sangat tinggi. Selain itu, bentuk dan ukuran partikel yang menumbuk
dinding / permukaan refraktori juga bervariasi, tidak homogen seperti material
penumbuk yang digunakan saat pengujian, sehingga akan berpengaruh terhadap abrasi
yang terjadi pada material refraktori.
Untuk material refraktori yang bersifat highly abrasion, biasanya yang dipesan
dengan spesifikasi tertentu, memiliki perbedaan ketentuan dalam pengujiannya. Alat-alat
yang dipakai dalam pengujian ini adalah:
1. Blast gun
Menggunakan material berbahan AISI Grade A-2 untuk mesinnya.
2. Indikator tekanan suplai udara
Menggunakan dua buah indikator tekanan yang salah satunya digunakan
sebagai alat verifikasi nilai yang tertera pada indikator tekanan adalah tepat. Jika nilai
antara kedua indikator berbeda 6.9 kPa (1 psi), kalibrasi ulang kedua indikator
tersebut. Jika perlu, lakukan perbaikan dan menggantinya dengan yang baru.
3. Peralatan untuk mekanisme feeding
Persyaratannya sama dengan corong pada pengujian standar, hanya saja pada
pengujian ini menggunakan dua corong yang disusun seri untuk menyuplai media
pengabrasi ke dalam gun.
4. Test chamber
Menggunakan mounting hole berukuran 20 mm. Perlu diperhatikan bahwa
posisi gun dan spesimen harus tegak lurus.
5. Indikator vakum
Menggunakan dua buah indikator vakum yang salah satunya digunakan
sebagai alat verifikasi nilai yang tertera pada indikator tekanan adalah tepat. Jika nilai
antara kedua indikator berbeda 6.9 kPa (1 psi), kalibrasi ulang kedua indikator
tersebut. Jika perlu, lakukan perbaikan dan menggantinya dengan yang baru.
Gambar 4. Abrasion tester yang dimodifikasi
KALIBRASI
Sebaiknya kalibrasi abrasion tester dilakukan jika:
1. Seminggu setelah dipakai
2. Setelah dilakukan penggantian gun, venturi, atau indikator
3. Menggunakan SiC baru atau tabung gelas yang baru
4. Saat dirasa hasil yang ada tidak sesuai
Dimana:
2.49 : bulk density dari pelat gelas
MG1 : berat pelat gelas sebelum diuji (gram)
MG2 : berat pelat gelas setelah diuji (gram)
MG : berat hilang dari pelat gelas (gram)
8. Berat hilang yang diharapkan adalah sebesar 9.3 ± 0.3 cm3. Kemudian, mengamati
permukaan yang terabrasi. Permukaan tersebut haruslah seragam dan simetris. Jika
tidak, membuktikan bahwa abrasion tester tidak disiapkan dengan benar.
9. Memperbaiki bagian-bagian yang masih belum benar pada abrasion tester kemudian
memulai kembali prosedur kalibrasi dengan spesimen baru.
10. Jika masih belum memenuhi standar, mengulangi prosedur tersebut hingga didapatkan
berat hilang sebesar 9.3 ± 0.3 cm3.
11. Mencatat semua hasil kalibrasi, tanggal kalibrasi dilakukan, serta hal-hal yang terjadi
selama kalibrasi dilakukan ke dalam logbook.
ISO/TC 33 N 891 annex
TUJUAN PNGUJIAN
Untuk mengetahui standar metode pengujian spesifikasi dari ketahanan abrasi
material refraktori pada temperatur tinggi untuk refraktori yang sudah dibentuk dan yang
belum dibentuk pada temperatur pengujian 1400 0c
STANDAR
Sampel dengan dimensi yang telah dispesifikasi, diletakan ke dalam chamber pada
temperatur tinggi. Permukaan sampel harus tegak lurus dengan sand blast tube. Temperatur
dinaikkan ke temperatur pengujian dengan keceparan (5~10) 0c dengan waktu tahan 30 min.
Setelah dipanaskan, sampel ditembak dengan blast gun dengan massa tertentu dalam udara
yang compressed dengan waktu terteuntu, setelah itu berat sampel akibat abrasi akan
ditimbang.
PROSEDUR PENGUJIAN
PERHITUNGAN
Setelah semua proses selesai dilakukan, penghitungan besarnya abrasi yang terjadi
pada spesimen uji dilakukan dengan menggunakan rumus berikut ini.
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Ekspansi Termal dan Perubahan Volume
(Thermal Expansion and Volume Changes)
Definisi
Sifat ini berupa kecenderungan material untuk berubah dimensi (baik panjang, luas, sehingga
mempengaruhi volume) sebagai respon material terhadap perubahan temperatur.
Refraktori adalah material yang bekerja pada temperatur yang tinggi, sehingga sifat yang
dibutuhkan adalah koefisien termal yang kecil. Saat material memiliki koefisien termal yang
kecil maka peruahan volumenya cenderung kecil (tidak terlalu signifikan) sehingga tidak
mengganggu struktur yang ada dan menyebabkan crack.
Referensi Pengujian
1. ASTM C 134 C 134 Test Methods for Size, Dimensional Measurements, and Bulk
Density of Refractory Brick and Insulating Firebrick2
2. ASTM C 179 Test Method for Drying and Firing Linear Change of Refractory Plastic
and Ramming Mix Specimens
3. ASTM C 210 Test Method for Reheat Change of Insulating Firebrick
4. ASTM C 436 Method of Test for Reheat Change of Carbon Refractory Brick and
Shapes
5. ASTM C 605 Test Method for Reheat Change of Fireclay Nozzles and Sleeves
6. ASTM E 230 Temperature-Electromotive Force (EMF) Tables for Standardized
Thermocouples
Peralatan
Kiln
Didesain khusus sehingga heating schedule dan keadaan atmosfer tertentu dapat
dipertahankan pada zona pemanasan
Alat ukur linier
Alat ukur linier dengan tingkat ketelitian hingga 0.5 mm pada span 254 mm. Jangka
sorong atau dial gage device dapat digunakan.
Gas sampling dan peralatan analisis
Berfungsi menentukan presentasi oksigen bebas dan oksigen yang terbakar pada
atmosfer dalam bilik pemanas
Spesimen Pengujian
Jika bulk material cukup dibuat 3 spesimen dengan bentuk balok berdimensi 228 x
114 x 64/75 mm.
Jika Untuk spesimen yang lebih kecil dan susah dibentuk, digunakan spesimen
dengan bentuk yang paling mendekati balok
Specimen dapat berupa material refraktori atau potongan dari material refraktori yang
lebih besar
Penandaan dilakukan dengan cat khusus keramik atau krayon, kemudian dilakukan
pengukuran dan penandaan setiap ujung specimen. Tanda tersebut akan menjadi titik
referensi dalam pengukuran thermal expansion
Prosedur Pengujian
Menaruh spesimen didalam kiln dalam posisi saling bersandar. Lalu, gunakan balok
penopang dari material yang sama dengan spesimen atau yang memiliki
refractoriness yang hampir sama. Lalu diantara spesimen dengan balok penopang
diletakkan sebuah lapisan material yang juga refraktori dan sesuai dengan keadaan
saat pengujian yang tidak reaktif dan dapat terlewati oleh ASTM No. 16 (1.18-mm
ekuivalen dengan 14-mesh Tyler Standard Series) dan mempertahankan ASTM No.
40 (425-μm ekuivalen dengan 35-mesh Tyler Standard Series). Selanjutnya jarak
antar spesimen diatur agar tidak kurang dari 38 mm.
Ukur temperatur didalam kiln dengan thermocouple yang telah terkalibrasi. Gunakan
tabel 1 dan 2 untuk referensi toleransi dan batas atas temperatur dari thermocouple.
Pada temperatur yang lebih tinggi, lebih disarankan untuk memakai calibrated optical
atau radiation pyrometer. Interval pembacaan temperatur diusahakan tidak lebih dari
15 menit. Pembacaan temperatur dilakukan dengan rutin untuk memastikan perbedaan
temperatur tidak lebih dari 140 C.
Pada temperatur diatas 14700 F (8000 C) maka atmosfer dari furnace harus
mengandung minimal 0.5% oksigen dan 0% combustibles. Sampel gas yang akan
dianalisa dapat diambil dari furnace chamber proper.
Operasikan kiln dan mengatur heating schedule yang sesuai dengan kelas refraktori
yang akan diuji sesuai dengan tabel 1. Pembakaran pun harus diatur sehingga
temperatur hanya akan berbeda sekitar 30 C dari yang telah ditentukan. Setelah
selesai, dinginkan sampel hingga dibawah 4250 C sebelum dipindahkan.
Mengukur kembali ukuran spesimen pada temperatur ruang dan apabila dibutuhkan
dapat menggunakan kertas amplas untuk menghilangkan blister kecil.
Menghitung persentase perubahan linear berdasar pada panjang dari spesimen. Lalu
laporkan hasil yang ada pada temperatur reheat yang berbeda.
Aplikasi
Prosedur Pengujian
1. Spesimen yang ingin dilakukan pengujian harus memiliki volume yang sesuai standar
prosedur pada metode tes bagian C20 atau C830
2. Setelah ukuran volume sudah sesuai standar,spesimen dikeringkan sampai berat
konstan
3. Timbang spesimen sampai sangat mendekati 0.1 gram dan tandai sebagai W.
4. Jika spesimen memiliki bagian muka yang paralel (seperti permukaan tanah untuk
menetapkan data beban mulur) maka ukur panjang terdekat sebesar 0.02 in (0.5 mm)
dan tandai sebagai L.
Perhitungan
Referensi
http://www.calctool.org/CALC/eng/default/cte.png
ASTM Standard Test Method for Reheat Change of Refractory Brick
ASTM Standard Practice for Calculating Areas, Volume, and Linear Change of Refractory
Shapes