Anda di halaman 1dari 18

KASUS KEKERASAN YANG TERJADI DI DALAM

KELUARGA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling Keluarga
Yang diampu oleh Dr. Titik Haryati, M.Pd

Disusun oleh:

Alya Nailul Fitriana NIM. 1601015036


Army Dwi Putri Wulandari NIM. 1601015044
Gina Syarifah Awaliyah NIM. 1601015108
Nur Rizqillah Al-Maulidah NIM. 1601015116
Rizka Novita Sari NIM. 1601015080
Siti Qodariah NIM. 1601015012

Kelas 7D

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarokatu

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala


karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan pokok bahasan kasus kekerasasan di dalam keluarga. Sholawat
serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu’alaihi Wa Sallam, keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling
Keluarga. Ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian pembuatan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa
umtuk mengetahui penyelesaian kasus kekerasan di dalam keluarga. Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar berkelompok kepada
mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai
dengan yang diharapkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan dan pengembangan penyusunan tugas makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi pedoman dalam belajar
untuk meraih prestasi yang gemilang.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarokatu

Jakarta , November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI
....................................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
....................................................................................................................................
1
A. Latar Belakang
........................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
........................................................................................................................
2
C. Tujuan
........................................................................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN
....................................................................................................................................
3
A. Deskripsi Kasus
........................................................................................................................
3
B. Langkah-langkah Penyelesaian Kasus..........................................................4
C. Teori Konseling
........................................................................................................................
D. Implementasi BK
........................................................................................................................

BAB III SIMPULAN.................................................................................................


DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

iii
iv
BAB I
PENDAHALUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai
perilaku sosial yang berbeda yang dimiliki oleh setiap individu yang
berada di dalam sebuah keluarga tersebut. Individu yang berada dalam
sebuah keluarga yang harmonis terdiri atas seorang ayah, seorang ibu dan
anak-anak.
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas
dari masalah, konflik dan situasi/kejadian yang tidak menyenangkan
terkait dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar. Ini
merupakan hal yang wajar sebagai suatu tahapan dari pengalaman hidup
dan perkembangan diri seseorang.
Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
masalah keluarga tertutama pada kasus kekerasan. Kekerasan yang terjadi
didalam keluarga bisa berbentuk verbal melalui ucapan-ucapan dan
tindakan non verbal melalui kekerasan fisik. Kekerasan didalam keluarga
bisa dilakukan oleh siapapun seperti, antara suami kepada istri, istri
kepada suami atau bahkan anak kepada orang tuanya. Pada kasus ini anak
lah yang melakukan tindakan kekerasan kepada orang tuanya. Tentunya
hal tersebut tidak boleh terus menerus terjadi.
Maka dari itu perlu diadakannya konseling keluarga yang dimana
bertujuan untuk menyelesaikan persoalan di dalam keluarga,
memperlancar komunikasi diantara anggota keluarga yang mungkin
karena sesuatu hal terputus. Disini para anggota keluarga berusaha secara
bersama-sama untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut:

1. Deskripsikan kasus kekerasan yang terjadi didalam keluarga ?


2. Jelaskan langkah-langkah penyelesaian kasus kekerasan yang terjadi
didalam keluarga ?
3. Jelaskan teori konseling yang berkaitan dengan kasus kekerasan yang
terjadi didalam keluarga ?
4. Bagaimana Implementasi Bimbingan dan Konseling terhadap kasus
kekerasan yang terjadi di dalam keluarga ?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan gambaran kasus kekerasan yang terjadi didalam


keluarga.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah penyelesaian kasus kekerasan yang
terjadi didalam keluarga.
3. Untuk mengetahui teori konseling yang sesuai dengan kasus kekerasan
yang terjadi didalam keluarga .
4. Dapat mengaplikasikan penyelesaian kasus kekerasan yang terjadi
didalam keluarga ke dalam Layanan BK

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kasus
X adalah seorang anak yang sejak kecil sudah dideteksi Tuna
Wicara, ia memang memiliki keterbatasan dalam berbicara, sehingga
ketika berkomunikasi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa
isyarat. Sejak X mulai bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, sikap
nya mulai berubah menjadi seorang yang emosional, yang ringan
tangan. Ketika X memiliki kemauan akan sesuatu hal dan Orang tua X
tidak langsung menuruti maka X langsung bersikap kasar. Sifat
emosional X tidak hanya dilatarbelakangi oleh hal tersebut melainkan
juga dipicu dari lingkungan sekitar nya, seperti halnya jika X memiliki
masalah dengan pacar nya yaitu pacar nya tidak membalas chat, atau
pacar nya meminta putus, maka X melampiaskan kepada orang tua nya.
Sifat kasar X dilampiaskan dengan cara memukul baik itu melalui
benda seperti hal nya merusak barang-barang yang ada di sekitar X
maupun melampiaskan kepada orang terdekat yaitu orang tua nya,
seperti halnya X berani menantang ayah nya sendiri seperti meremas
baju, bahkan sampai mau menusuk ayah nya pakai pisau. Dan reaksi
dari orang tua maupun keluarga nya hanya bisa mengelus dada dan
mengucap istighfar, karena semakin X diberikan peringatan, sikap nya
akan menjadi semakin kasar, sehingga keluarga hanya bisa merespon
dengan hal tersebut. Mereka melakukan hal tersebut karena sudah
tertanam dalam pemikiran keluarga bahwasanya orang yang tuna wicara
itu belajar memahami setiap orang dari gesture terkhusus raut wajah.
Untuk itu orang tua dan keluarga berusaha untuk tidak menampakan
wajah marah, kesal dan cemberut kepada anak nya, mereka berharap X
mampu berubah dan tidak semakin berontak jika sikap mereka
ditunjukan seperti itu kepada X.

3
Namun seiring berjalan nya waktu emosi X semakin susah untuk
dikendalikan. bahkan ketika ada orang sekitar yang berusaha untuk
melerai sikap kasar X, justru X akan semakin marah dan bersikap kasar
kepada orang yang melerai itu, sehingga dari kejadian tersebut orang
sekitar yaitu tetangga X tidak ada yang ikut campur jika X sedang
marah. Untuk itu orang tua X berusaha untuk menuruti kemauan X,
karena dengan begitu emosi X mulai surut.
Orang tua X tidak bisa bersikap apa-apa lagi, hanya bisa berdo’a
berharap ada mukjizat untuk X agar bisa berubah, dan mampu
dilembutkan hati nya sehingga mampu mengendalikan emosi nya.

B. Langkah-langkah Penyelesaian Kasus


Dalam kasus ini yang akan digunakan yaitu Pendekatan Sistem
Keluarga yang di pelopori oleh Murray Bowen karena sesuai dengan
kasus, Menurutnya anggota ke;uarga itu bermasalah jika keluarga itu
tidak dapat berfungsi dengan baik, Keadaan ini terjadi karena anggota
keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dalam hubungan
mereka. Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang yang
dapat membuat anggota keluarga bersama sama dan kekuatan itu dapat
pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada
individualitas, Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari
sistem keluarga yang emosional yaitu mengarahkan anggota keluarga
mengalami kesulitan (gangguan), jika hendak menghindari keadaan
yang tidak fungsional itu dia harus memisahkan diri dari sistem
keluarga, Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan
rasionalitasnya bukan emosionalnya.
1. Langkah-langkah penyelesaian kasus menggunakan “Bowen” yaitu :
a. Evaluasi Wawancara
Karakteristik pekerjaan terapeutik Bowen adalah objektivitas
dan netralitas. Bahkan dalam kontak telepon awal, Bowen (Kerr &
Bowen, 1988) memperingatkan untuk mengambil sisi dalam

4
keluarga atau dengan cara lain menyatu dengan sistem emosional
keluarga inti. Evaluasi wawancara keluarga dapat berlangsung
dengan kombinasi anggota keluarga. Kadang-kadang anggota
keluarga tunggal saja cukup jika orang tersebut bersedia untuk
mencoba untuk membedakan perasaannya sendiri dan proses
intelektual bukan menyalahkan anggota keluarga lainnya.
b. Genograms
Genogram adalah metode keluarga diagram dan mencakup
informasi penting tentang keluarga, seperti usia, seks, tanggal
pernikahan, kematian, dan lokasi geografis. Sebuah genogram
memberikan kesempatan untuk mencari pola emosional dalam
keluarga masing-masing pasangan sendiri. Sebagai Magnuson dan
Shaw (2003) menunjukkan, genograms dapat digunakan untuk
pasangan dan keluarga dengan hal-hal seperti keintiman,
kesedihan, dan alkoholisme, dan untuk mengidentifikasi sumber
daya dalam keluarga. Diagram, serta genograms, dapat melayani
tujuan tertentu dalam terapi keluarga (Butler, 2008).
c. Interpretasi
Informasi dari genograms sering diartikan untuk anggota
keluarga sehingga mereka dapat memahami dinamika dalam
keluarga. Dengan mempertahankan objektivitas, terapis mampu
melihat pola dalam keluarga saat ini yang mencerminkan pola
dalam keluarga asal. Salah satu cara yang Bowen (1978) terus
cukup objektif untuk membuat interpretasi yang cerdas adalah
dengan memiliki percakapan yang diarahkan kepadanya daripada
dari satu anggota keluarga yang lain.
d. Detriangulasi
Bila mungkin, Bowen untuk memisahkan bagian-bagian dari
segitiga langsung. Ketika berhadapan dengan masalah keluarga, ia
sering melihat orang tua atau salah satu orang tua. Bowen
kemudian mencoba dengan menggunakan cara-cara untuk

5
mengembangkan strategi untuk menghadapi dampak dari stres
emosional, lalu di diidentifikasi dengan anggota keluarga lainnya.
Secara umum, Bowen lebih suka bekerja dengan anggota sehat dari
keluarga, orang yang paling dibedakan, sehingga orang yang bisa
membuat perubahan di berbagai hubungan keluarga stres.
2. Langkah-langkah penyelesaian kasus menggunakan “Analisis
Transaksional” yaitu:
a. Pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan
kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun
tanggung jawab kedua pihak.
b. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego
statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone,
1980 : 209).
c. Kemudian membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri,
yang berisikan tentang apa yang akan dilakukan oleh klien,
bagaimana klien akan melangkah kearah tujuan yang telah
ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis.
Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk
pernyataan klien – konselor untuk bekerja sama mencapai
tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung
jawab.
d. Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama
klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi
dan tercapainya tujuan konseling.
C. Teori Konseling
1. Bowen
Psikoterapi Islam harus memiliki model-model, dan dengan
model itulah fungsi dan Teori yang digunakan pada kasusu ini yaitu
Murrey Bowen dikarenakan teori ini sesuai dengan kasus yang
terjadi.
a. Dasar pemikiran

6
Teori dan terapi adalah sama. Pola-pola keluarga tampaknya
diulang adalah penting untuk membedakan diri seseorang dari
keluarganya. Kecemasan yang tak terkontrol menghasilkan
ketidakmampuan berfungsi keluarga.
b. Peran Konselor
Aktivitas konselor sebagai pembimbing dan guru yang
berkonsentrasi pada isu-isu keteriktan dan diferensiasi.
c. Tujuan Konseling
Untuk mencegah triangulasi dan membantu pasangan dan
individu berhubungan pada level cognitive, untuk menghentikan
pengulangan pola-pola intergenerasi dalam hubungan keluarga.
d. Aspek unik 
Mengukur hubungan-hubungan intergenerasi dan pola-pola yang
di ulang, systematic, dalam teori yang mendalam.
e. Model terapi Bowenian
Bowenian mempunyai pandangan bahwa keluarga adalah suatu
sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, seperti pernikahan,
orang tua-anak & saudara kandung (sibling) dimana setiap
subsistem tersebut dibagi kedalam subsistem individu dan jika
terjadi gangguan pada salah satu subsistemya maka akan
menyebabkan perubahan pada bagian lainnya bahkan bisa sampai
ke suprasistem keluarga tersebut yaitu masyarakat. 

Teori dan konsep Bowen terkait kasus tersebut ialah


Diferensiasi diri, Pemikiran utama teori Bowen ialah penekanan
yang diberikan pada pentingnya pembedaan (differentianting)
anggota keluarga. Dia memaparkan diferensiasi konsep intrapsikis
maupun interpersonal. Konsep intrapsikis diferensiasi diri
menunjukan pada pemisahan psikologis intelektual individu
dengan emosinya, agar individu dapat menanggapi secara penuh
nalar tanpa harus reaktif emosional.

7
Proses-proses penularan Multigenerasi, Bowen percaya
bahwa dinamika keluarga tidak yang tidak menguntungkan dari
generasi sebelumnya ditularkan dari generasi ke generasi
berikutnya. Dia menyatakan bahwa seorang individu, dalam
pilihan perkawinan dan relasi lain, cenderung mengulangi pola-
pola relasi yang didapat dari keluarga asal mereka dan mewariskan
kembali pola-pola yang sama pada generasi berikutnya. Oleh
karena itu, dia percaya bahwa suatu cara yang efektif untuk
memecahkan masalah-masalah keluarga masa kini adalah dengan
mengubah interaksi-interaksi individu dengan keluarga asalnya.

Triangulasi, Bowen mengakui bahwa kecemasan mudah


berkembang dalam relasi intim. Dia menyatakan bahwa dua orang
yang berada dalam situasi itu dapat melibatkan orang ketiga ke
dalam relasi untuk mengurangi kecemasan mereka dan mencapai
stabilitas di dalam relasi hal ini yang disebut dengan tringulasi. Dia
percaya semakin lemah diferensiasi orang-orang yang ada dalam
keluarga, semakin kuat dalam usaha tringulasi. Orang yang lemah
diferensiasinya akan sangat rentan untuk ditarik ke dalam tringulasi
dalam upaya mengurangi ketegangan.

Menggunakan genogram dalam keluarga, Bowen


mengembangkan cara grafis untuk menyelidiki awal mula
timbulnya masalah yang dihadapi seseorang yang disebutnya
dengan genogram. Dia menggunakan diagram untuk membuat peta
keluarga selama paling sedikit tiga generasi. Penggunaan
genogram dalam terapi keluarga oleh Bowen dimaksudkan sebagai
usaha memodifikasi pengarus historis dan faktor-faktor yang
mewarnai timbulnya masalah yang berasal dari keluarga asal.
Genogram merupakan suatu cara mengumpulkan informasi bebas
emosi yang dibutuhkan bagi keluarga dan dihubungkan dengan
proses eksplorasi terapeutik.

8
3. Analisi Transaksional
Teori yang digunakan adalah Analisis Transaksional.
Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang
dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi ini lebih cocok
digunakan untuk terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian
besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan
desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh konseli,
yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses
terapi. AT juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat
oleh konseli dan menekankan kemampuan konseli untuk membuat
putusan-putusan baru. AT menekankan aspek-aspek kognitif,
rasional-behavior dan berorientasi pada peningkatan kesadaran
sehingga konseli akan mampu membuat putusan-putusan baru dan
mengubah cara hidupnya. Analisis transaksional pada dasarnya
adalah suatu penjabaran atas analisi yang dilakukan dan dikatakan
oleh orang-orang terhadap satu sama lain. Apapun yang terjadi,
orang-orang melibatkan suatu transaksi diatara perwakilan-
perwakilan ego mereka. ketika pesan-pesan disampaikan,
diharapkan ada respon. 
Dari kasus di atas dapat dikaitkan dengan terapi Analisis
Transaksional karena dapat dilihat bahwa di dalam diri anak
tersebut terdapat perwakilan “Ego Anak” yang memungkin ego
anak tersebut berisi keinginan dan hasrat yang hasus terpenuhi. Hal
tersebut adalah bagian dari kepribadian yang merupakan tuntutan
untuk orangtua. Menurut Haris (1967) melihat tujuan Analisis
Transaksional itu sendiri yaitu membantu individu agar “memiliki
kebebasan memilih, kebebasan mengubah keinginan, kebebasan
mengubah respon-respon terhadap stimulus-stimulus yang lazim
maupun baru”. Dalam terapi anak tersebut diwajibkan untuk
memikul dan menyelesaikan tanggungjawab yang lebih besar yang
ada di dalam dirinya, serta mendorongnya untuk mengenali dan

9
memahami perwakilan-perwakilan ego-nya. Alasanya, adalah
dengan mengakui ketiga perwakilan ego yaitu ego orangtua, ego
dewasa dan ego anak, dari situlah anak tersebut bisa mengontril
diri untuk tidak semena-mena terhadap orang tua, khususnya
ibunya.
Analisis transaksional memberikan hubungan yang
supportif dan suasana yang kondusif bagi konseli untuk dapat
memikul tanggungjawab pribadi yang lebih besar atas hidupnya.
Pada awal konseling, konselor dan konseli menetapkan aturan-
aturan dasar. Konselor melatih konseli tentang keterampilan dan
menganalisis ego state. Konselor memberikan kesempatan kepada
konseli untuk aktif dalam sesi konseling. Konselor mendukung
konseli pada saat mereka mengungkapkan dan menganalisis
dirinya secara lebih lengkap dan mengujicobakan pola-pola
perasaan tentang sikapnya tersebut, perasaan jika efek negatif
sikapya membuat orang yang disayanginya menjadi takut namun
juga khawatir, dan perilaku yang lebih adult dengan mencoba
secara bertahap dengan mulai mengurangi emosi maupun ego
dalam diri. Konselor dalam konseling analisis transaksional perlu
memisahkan sebuah pola perasaan-pikiran-dan-tindakan (ego
states) dengan pola lainnya. Tujuannya untuk membebaskan
konseli agar memiliki akses yang tepat ke semua ego states nya
tanpa kontaminasi yang melemahkan.
Analisis transaksional sebagai suatu sistem terapi yang
didasarkan pada suatu teori kepribadian yang memusatkan
perhatiannya pada tiga pola perilaku yang berbeda sesuai status
egonya:
a. Status ego orang tua
Adalah bagian dari kepribadian yang menunujukkan sifat-sifat
orang tua. Orang tua dalam pandangan kita selalu akan

10
memperlihatkan sebagai nurturing parent (orang tua yang
mengasuh) dan critical parent (orang tua yang kritis).
b. Status ego dewasa
Adalah bagian dari kepribadian yang menunjuk pada berbagai
gambaran sebagai bagian objektif dari kepribadian. Status
egonya memperlihatkan kestabilan, tidak emosional, rasional,
bekerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha
untuk menggunakan informasi yang tersedia untuk
menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam pemecahan
berbagai masalah.
c. Status ego anak
Adalah bagian dari kepribadian yang menunujukkan
ketidakstabilan, masih dalam perkembangan, berubah-ubah,
ingin tahu. Status egonya berisi perasaan-perasaan, dorongan-
dorongan, dan tindakan-tindakan yang spontan.

D. Implementasi BK
1. Bowen
Dalam mengimplementasikan teori Bowen dalam layanan
Bimbingan dan Konseling bisa dengan cara konseling keluarga
(family conseling). Cara ini adalah yang telah dilakukan oleh para
ahli konseling diseluruh dunia. Ada dua pendekatan dilakukan dalam
hal ini: 1). Pendekatan individual atau juga disebut konseling
individual yaitu upaya menggali emosi, pengalaman dan pemikiran
klien. 2). Pendekatan kelompok (family conseling). Yaitu diskusi
dalam keluarga yang dibimbing oleh konselor keluarga. Diharapkan
pada akhirnya klien maupun pihak yang menjadi korban kekerasan

11
dalam kasus ini dapat memulai kehidupan didalam keluarga lebih
baik lagi.
2. Analisis Transaksional
Teori Analisis transaksional berkembang dari anggapan bahwa
komunikasi antarmanusia adalah suatu transaksi. TAT menekankan
pada aspek dasar psikologis dan komunikasi. Konsep ini
menekankan bahwa setiap individu dapat berbicara dari eksistensi
sikologis yang berbeda. Seperti terurai sebelumnya bahwa status ego
terdiri dari, Status ego orang tua (O), status ego dewasa (D) dan
status ego anak-anak (A). Status ego yang dominan akan
mempengaruhi seseorang bila berinteraksi dengan orang lain. Pada
dasarnya transaksi dalam kegiatan sehari-hari di rumah akan terlihat
bahwa antara kedua komponen yang berbeda yaitu orang tua sebagai
komunikator dan anak sebagai komunikan dan juga bisa sebaliknya.
Dalam TAT dikenal tiga macam bentuk transaksi yakni transaksi
sejajar, silang dan berganda.
Transaksi sejajar dapat terjadi bila pesan yang disampaikan dari
status ego tertentu dan ditujukan pada status ego tertentu pula pada
orang lain mendapat tanggapan dari status ego yang sama diarahkan
pada status ego yang sama dari pengirim. Sebagai contoh bila terjadi
transaksi antara ibu yang status egonya orangtua ditujukan pada anak
yang berstatus ego anak-anak. Sedangkan tanggapannya ditujukan
dari ego anak-anak ke orang tua. Transaksi silang terjadi bila
jawaban yang diberikan oleh seseorang yang diajak bicara timbul
dari status ego yang tidak sama dan atau diarahkan pada status ego
yang berbeda dengan pengirim pesan. Biasanya bila terjadi transaksi
ini pihak-pihak yang terlibat saling menahan diri, saling mengelak
atau mengalihkan pembicaraan ke arah lain. Dalam transaksi ini
dapat menimbulkan konflik antara komunikator dengan komunikan.
Transaksi berganda terjadi bila terdapat arti atau pesan tersembunyi
yang mungkin beda sekali dengan pesan yang diucapkan. Pesan yang

12
disampaikan mempunyai arti ganda, namun arti yang sebenarnya
justru terselubung dalam transaksi yang secara sosial lebih diterima.
Berdasarkan ketiga bentuk transaksi tersebut, maka orang tua
harus berusaha agar transaksi dalam pembelajaran berlangsung
secara efektif dan efisien. Untuk itu orang tua harus benar-benar
mampu menangkap status ego yang dominan pada anaknya. Dalam
mendidik anak atau dalam berkomunikasi sehari-hari, status ego
yang harus diperhatikan adalah yang mayoritas paling dominan.

BAB III
SIMPULAN

Konseling Keluarga ini secara khusus memfokuskan pada masalah-


masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggarannya
melibatkan anggota keluarga. Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak
akan pernah lepas dari masalah, konflik dan situasi/kejadian yang tidak
menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar.
Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan persoalan keluarga
tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Gantina, Dkk., (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks.
Gerdard, Kathryn dan David Geldard. 2011. Konseling Keluarga Membangun
Relasi untuk Saling Memandirikan Antaranggota Keluarga. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Corey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:


Redaksi Rafika Aditama
Komalasari, Gantina. Wahyuni, Eka. Karsih. 2011. Teori dan Teknik Konseling.
Jakarta: PT indeks

14

Anda mungkin juga menyukai