Anda di halaman 1dari 11

HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Sistem Manajemen Penanganan Konflik Sosial

Seti Tyas Kusumawardani1

1
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota Semarang telah mengalami overcrowding
Diterima 1o Juni 2020 sebesar 81% pada awal 2020. Kondisi tersebut dapat menimbulkan terjadinya potensi konflik sosial
Disetujui 1 Desember seperti tindakan perkelahian antar narapidana, maupun dengan petugas serta terjadi kerusuhan.
2020 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran manajemen konflik sosial di Lembaga
Dipublikasikan 30 Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota Semarang. Jenis penelitian adalah kualitatif. Penelitian
Desember 2020 dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota Semarang dalam kurun waktu
________________ dari bulan Maret-Juni tahun 2020. Hasil Penelitian menunjukan bahwa lokasi penelitian telah
Keywords: melakukan manajemen konflik sosial melalui fase pencegahan meliputi kegiatan pembinaan,
Management, Social kebijakan penggeledahan, program ngobrol pagi. Fase persiapan meliputi penyediaan sarana
Conflict, Correctional prasarana keamanan, sumber daya manusia, pelatihan dan simulasi tanggap darurat. Fase
Institution. penindakan meliputi penyediaan alat komunikasi darurat, SOP. Fase pemulihan meliputi
rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi. Ketidaksesuaian kondisi dengan peraturan terkait
____________________
DOI: ditemukan pada jumlah petugas pengamanan, unit tanggap darurat serta kegiatan pelatihan dan
simulasi. Simpulan dari penelitian ini adalah upaya manajemen konflik yang dilakukan lapas
https://doi.org/10.15294
/higeia.v4iSpecial%201/ belum sepenuhnya memenuhi standar peraturan yang berlaku.
39937
____________________
Abstract
___________________________________________________________________
The Class II A Female Correctional Institution of Semarang City has experienced overcrowding up to 81% in
early 2020. This condition can lead conflicts such as fights, violence and riots. The purpose of this study was to
see an overview of the social conflict management in Class II A Female Correctional Institution of Semarang
City. The type of research was qualitative. The research was conducted at Female Correctional Institution of
Semarang City from March to June 2020. The results showed that the correctional institution had carried out
social conflict management through prevention phase includes coaching activities, search policies, morning chat
programs. The preparation phase includes security infrastructure, human resources, training and emergency
simulations. The repression phase includes emergency communication tools, SOPs. The recovery phase
includes reconciliation, rehabilitation and reconstruction. The incompatibility with regulations was found in
the lack proportional number of security officers, improper emergency response units, emergency simulations
and training.The conclusion was the conflict management efforts carried out by prisons was not fully
compatible according to regulations.

© 2020 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: setikusumawardani98@gmail.com

978
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

PENDAHULUAN Kepadatan fasilitas pemasyarakatan


merupakan salah satu faktor yang berkontribusi
Terjadinya kenaikan populasi tahanan dalam memperburuk bahaya yang terjadi akibat
maupun terpidana di berbagai negara keadaan darurat yang ditimbulkan sedangkan
mengakibatkan timbulnya overcrowding atau faktor lainnya yakni kurangnya kesiapan,
kepadatan hunian di fasilitas penjara maupun pelatihan, serta kurangnya dana dari pemerintah
lembaga pemasyarakatan yang ada. Wilayah (Shaw, 2019). Overcapacity di lapas maupun
Benua Afrika pada tahun 2014-2017 dari total rutan juga berdampak pada terhambatnya
30 negara sebanyak 25 negara telah mengalami proses pembinaan warga binaan
overcrowding, Benua Amerika khususnya di pemasyarakatan serta memperlemah tingkat
Amerika Utara dan Karibia dari 19 negara keamanan yang dapat berakibat pada terjadinya
sebanyak 13 negara mengalami overcrowding, kerawanan akan terjadinya gangguan keamanan
wilayah Amerika Selatan dari 11 negara (Puspitasari, 2018). Permasalahan yang dapat
sebanyak 10 negara mengalami overcrowding, terjadi akibat adanya kepadatan hunian di
Benua Eropa dari 48 negara sebanyak 15 negara lingkungan lapas diantaranya adalah timbulnya
mengalami overcrowding, serta pada Benua konflik sosial yang dapat berupa perkelahian,
Asia dari 23 negara sebanyak 16 negara kekerasan, terjadinya kerusuhan, serta dapat
mengalami overcrowding termasuk diantara mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak
negara Iran, Kamboja, Filipina, Myanmar, narapidana dan tahanan selama berada di
Thailand serta Indonesia (Novian, 2018). lembaga pemasyarakatan sesuai dengan sistem
Indonesia merupakan salah satu negara pembinaan pemasyarakatan yang telah diatur
yang telah mengalami overcrowding di wilayah dalam perundang-undangan.
Benua Asia (Novian, 2018). Wilayah Indonesia Konflik diartikan sebagai peristiwa
dalam Kurun tahun 2013 hingga februari 2018 alamiah yang terjadi akibat adanya interaksi
telah terjadi peningkatan jumlah penghuni sosial yang dapat menimbulkan reaksi yang
sebesar 48 % namun peningkatan kapasitas negatif maupun positif tergantung pada
hunian lapas hanya sebesar 10,5 % sehingga bagaimana konflik tersebut diatasi (Anwar,
terjadi overcrowding hunian lapas sebesar 2018). Potensi konflik sosial yang dapat terjadi
91,7% dimana kapasitas hunian lapas / rutan di fasilitas lembaga pemasyarakatan merupakan
hanya sebesar 123.564 jiwa namun jumlah total hal yang perlu untuk disoroti terlebih selain
penghuni mencapai 236.877 jiwa (Novian, berbahaya bagi keselamatan narapidana konflik
2018). juga dapat membahayakan keselamatan
Kenaikan penghuni lapas yang terjadi petugas. Terjadinya konflik dalam bentuk
secara terus menerus pada tiap tahunnya kekerasan maupun kerusuhan juga dapat
berdampak serius terhadap keamanan dan berdampak pada keselamatan publik meliputi
ketertiban di dalam wilayah pemasyarakatan pengunjung maupun masyarakat sekitar lokasi
apabila tidak di imbangi dengan adanya upaya pemasyarakatan.
peningkatan kapasitas hunian yang memadai. Contoh kasus konflik yang terjadi di lapas
Overkapasitas yang terjadi yang terjadi di lapas maupun rutan Indonesia yakni pada tahun 2020
maupun rutan di Indonesia diantaranya terjadi kerusuhan di Rutan Kabanjahe yang
diakibatkan oleh adanya tingginya tindakan disebabkan oleh adanya provokasi dari
penahanan pra-persidangan, overstaying, narapidana yang tertagkap memiliki narkoba
rumitnya persyaratan remisi, pungutan liar dalam kegiatan penggeledahan yang dilakukan
dalam pemberian hak-hak bagi narapidana oleh petugas hingga mengakibatkan terjadinya
maupun tahanan, serta tingginya penjatuhan kericuhan oleh narapidana serta pembakaran
hukuman pidana penjara bagi pengguna beberapa fasilitas kantor rutan (Syahdiyar,
narkoba yang seharusnya dapat diberikan upaya 2020). Tahun 2019 terjadi kerusuhan pada
rehabilitasi (Novian, 2018). Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Langkat

979
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

yang dipicu oleh tindakan oknum sipir yang Penelitian dilakukan di Lembaga
melakukan penyiksaan pada narapidana serta Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota
pada tahun yang sama terjadi kerusuhan pada Semarang pada bulan Maret hingga Juni tahun
Lembaga Pemasyarakatan Sigli yang 2020.
diakibatkan oleh adanya kesalahpahaman Penelitian ini memiliki tujuan utama
antara petugas dan narapidana dimana kedua untuk mendapatkan gambaran manajemen
kasus kerusuhan tersebut berdampak pada konflik sosial di Lapas Wanita Semarang sesuai
terjadinya pembakaran fasilitas pemasyarakatan dengan standar acuan yang berlaku. Sumber
(Syahdiyar, 2020). Tingginya potensi terjadinya informasi diperoleh dari sumber data primer dan
konflik di dalam lembaga pemasyarakatan perlu sumber data sekunder. Teknik untuk menetukan
untuk dikendalikan dengan adanya upaya responden yakni menggunakan teknik purposive
manajemen konflik yang bertujuan dalam sampling. Adapun kriteria yang ditentukan
mencegah, mengatasi, serta memulihkan dalam pemelihan informan pada penelitian ini
kondisi terkait dengan gangguan keamanan dan meliputi: (1) mengetahui kondisi aktual
ketertiban yang muncul. dilapangan terkait upaya pengendalian konflik,
Tujuan penelitian adalah untuk (2) merupakan seseorang yang bertugas dan
mengetahui gambaran manajemen konflik sosial bertanggungjawab pada kegiatan pengamanan
di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A lapas. Berdasarkan hasil analisis kriteria
Kota Semarang. Pemilihan lokasi penelitian tersebut, informan yang terpilih dalam
didasarkan pada kelebihan kapasitas yang penelitian ini berjumlah 4 orang dengan rincian
terjadi dilokasi penelitian telah mencapai 81% yaitu 1 kepala kesatuan pengamanan lapas, 1
pada awal tahun 2020, terjadinya perkelahian staff kesatuan pengamanan lapas, 1 petugas
antar narapidana yang kerap berlangsung, serta pengamanan lapas, dan 1 petugas pengamanan
penelitian yang berkaitan dengan manajemen pintu utama portir. Indikator yang digunakan
konflik belum pernah dilakukan di lokasi berkaitan dengan manajemen konflik untuk
penelitian. Keaslian penelitian ini diperoleh dari mengetahui gambaran penerapannya di lapas
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh terdiri dari upaya pencegahan, upaya persiapan
Mochamad ishbir dan Dewi Quraisyn tahun meliputi: (1) sarana prasarana keamanan, (2)
2015, Fahmi Sidiq dan Muhammad Mustofa sumber daya manusia, (3) simulasi tanggap
tahun 2015, Heviselvina tahun 2017, dan Ulang darurat, upaya tanggap darurat meliputi: (1)
Mangun Sosiawan tahun 2017. prosedur tanggap darurat, (2) komunikasi
Perbedaan antara penelitian ini dengan tanggap darurat, dan upaya pemulihan.
penelitian-penelitian sebelumnya adalah Sumber informasi dalam penelitian ini
penelitian ini membahas terkait manajemen adalah dari data primer yang meliputi observasi,
konflik yang dilakukan oleh pihak manajemen wawancara, serta data sekunder yang berupa
lembaga pemasyarakatan dalam kesiapannya dokumen-dokumen yang ada di lapas meliputi:
menangani potensi konflik yang dapat muncul profil lapas, struktur organisasi lapas, data
meliputi tindakan perkelahian, kekerasan, dan kepegawaian, serta dokumen atau informasi
kerusuhan. Lokasi penelitian dan waktu pendukung lainnya. Teknik pengambilan data
penelitian berbeda dengan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sebelumnya yakni di Lembaga Pemasyarakatan observasi, wawancara semi-terstruktur, dan
Wanita Kelas II A Kota Semarang pada tahun studi dokumentasi.
2020. Instrumen penelitian yang digunakan
yakni panduan wawancara, lembar observasi,
METODE lembar studi dokumentasi. Pemeriksaan
keabsahan data menggunakan teknik triangulasi
Penelitian ini merupakan jenis penelitian sumber yakni dengan cara: (1) membandingkan
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. data hasil pengamatan dengan data hasil

980
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

wawancara, (2) membandingkan hasil berdampak buruk bagi kesehatan fisik serta
wawancara antara informan satu dengan berdampak pada psikologis penghuni lapas yang
informan lainnya, (3) membandingkan hasil memicu tingginya kejadian konflik baik dalam
wawancara dengan dokumen yang ada. bentuk perkelahian maupun kerusuhan.
Teknik analisis data menggunakan Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak
reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan satuan pengamanan lembaga pemasyarakatan
data. Penyajian data dalam penelitian ini adalah diketahui bahwa konflik sosial di Lembaga
menggambarkan perbandingan kesesuaian Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Semarang
antara pelaksanaan manajemen konflik yang adalah terjadinya perkelahian antar para
dilakukan lapas dengan standar peraturan yang penghuni lapas yang diawali dengan terjadinya
berlaku. adu mulut dan berlanjut pada tindakan
perkelahian dan kekerasan. Penyebab terjadinya
HASIL DAN PEMBAHASAN konflik diakibatkan oleh penggunaan sarana
prasarana fasilitas di dalam wilayah lapas salah
Data Bulan Januari 2020 kelebihan satunya terjadi ketika dalam antrian
penghuni di Lapas Wanita Semarang telah pengambilan makanan dimana muncul gesekan
mencapai 81% dan pada Bulan Mei 2020 antar para warga binaan pemasyarakatan.
mengalami penurunan menjadi 57 % Penyebab terjadinya konflik sosial di Lapas
dikarenakan adanya kebijakan asimilasi yang Wanita Semarang juga sejalan dengan teori
diberikan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Novian (2018) yang menyatakan bahwa
Manusia Yasonna H. Laoly akibat adanya penyebab terjadinya kerusuhan di dalam lapas
pandemi COVID 19. Adapun gambaran kondisi adalah akibat dari adanya gesekan antar
overcrowding yang terjadi di Lapas Wanita penghuni yang disebabkan oleh perebutan
Semarang dapat dilihat pada tabel 1. makanan, tempat tidur, dan penggunaan kamar
Kelebihan kapasitas yang terjadi di mandi. Konflik sosial yang berpotensi di lapas
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang telah dikendalikan dengan menggunakan sistem
merupakan salah satu faktor yang memicu manajemen konflik yang meliputi kegiatan
konflik sosial yang berakibat pada terjadinya pencegahan, kegiatan persiapan, kegiatan
perkelahian yang terjadi antar narapidana. Hal penindakan, serta kegiatan pemulihan.
tersebut sejalan dengan hasil riset yang Sistem manajemen konflik sosial yang
dilakukan oleh Novian et al (2018) yang telah dilakukan oleh lapas yakni adalah kegiatan
menyatakan bahwa kondisi overcworded lapas pencegahan yang dilakukan dengan beberapa
dapat berakibat pada kondisi menurunnya kegiatan yakni kegiatan pembinaan. Tindakan
pengawasan dan pengamanan, berdampak pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan
buruk pada sistem pelayanan pemasyarakatan, kepribadian, layanan integrasi, TPP, serta

Tabel 1. Over Kapasitas Lapas Wanita Kelas II A Semarang Tahun 2020


No. Periode Tahanan Narapidana Total Kapasitas % Over Kapasitas
1. Januari 37 278 315 174 81
2. Februari 44 270 315 174 81

3. Maret 41 264 306 174 76

4. April 31 246 277 174 59

5. Mei 28 245 273 174 57


Sumber: Sistem Database Pemasyarakatan

981
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

pembinaan kemandirian. Tindakan pembinaan dilakukan dengan target sebanyak 12 kali dalam
dilakukan guna mengurangi potensi terjadinya 1 bulan. Kegiatan penggeledahan dilakukan
konflik sosial yang dapat terjadi dilingkungan secara acak dan tidak terjadwal sehingga para
lapas. Pada layanan integrasi dan TPP para WBP tidak bisa mengetahui kapan akan
warga binaan pemasyarakatan yang telah dilakukan penggeledahan. Kondisi tersebut
memenuhi persyaratan diberikan program telah sesuai dengan Surat Edaran Nomor PAS-
pelepasan bersyarat (PB) atau cuti bersyarat 30.PK.02.04.01 Tahun 2018 Tentang Penguatan
(CB). Kegiatan pembinaan di Lapas Wanita Tugas dan Fungsi Petugas Pengamanan pada
Semarang dilakukan demi meningkatan Rumah Tahanan Negara dan Lembaga
keterampilan warga binaan pemasyarakatan Pemasyarakatan yang mengatur bahwa kegiatan
(WBP) serta memberikan kesadaran akan penggeledahan kamar hunian dikoordinasikan
kepatuhan hukum sehingga dapat mengurangi oleh kepala lapas yang dilakukan secara rutin
potensi terjadinya pelanggaran tata tertib dalam dan acak oleh petugas blok / kamar dan kepala
lapas. Program pembinaan yang dilaksanakan regu pengamanan. Kegiatan penggeledahan
oleh Lapas Wanita Semarang sebagai upaya kamar hunian melibatkan personil kesatuan
pencegahan terjadinya konflik telah sejalan pengamanan lapas dan kamtib. Kegiatan
dengan pernyataan Sosiawan (2017) yang pengeledahan yang dilakukan oleh pihak Lapas
menyatakan bahwa potensi terjadinya Wanita Semarang juga telah sesuai dengan
kerusuhan dapat ditanggulangi dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
diadakannya program pembinaan yang terarah Manusia Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
dan bertahap bagi para warga binaan 2015 Tentang Pengamanan pada Lembaga
pemasyarakatan. Upaya kegiatan pembinaan Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan dimana
yang dilakukan Lapas Wanita Semarang telah pada pasal 8 diatur bahwa tindakan pencegahan
sejalan dengan hasil penelitian Sosiawan (2017) gangguan keamanan dan ketertiban pada lapas
yang menyatakan bahwa upaya preventif meliputi kegiatan penggeledahan serta telah
penanggulangan kerusuhan di lapas adalah sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal
melalui program pelepasan bebas bersyarat (pre Pemasyarakatan Nomor: PAS-416.PK.01.04.01
release treatment) serta remisi pengurangan Tahun 2015 yang mengatur bahwa standar
hukuman. Kebijakan penggeledahan baik di pelaksanaan penggeledahan meliputi kegiatan
pengamanan pintu utama maupun penggeledahan pada setiap orang, barang,
penggeledahan rutin didalam blok sel WBP kendaraan dan area lapas yang dilakukan oleh
adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh petugas.
Lapas Wanita Semarang dalam mendeteksi Kegiatan penggeledahan yang
adanya potensi gangguan keamanan. dilakukan oleh pihak Lapas Wanita Semarang
Penggeledahan dilakukan pada kendaraan serta didapati hasil masih ditemukannya barang-
siapa saja yang akan memasuki lapas dan barang terlarang di dalam blok hunian WBP
penggeledahaan pada barang bawaan salah satunya temuan barang terlarang pada
pengunjung yang akan diberikan pada WBP. penggeledahan di tanggal 11 Juni dimana
Penggeledahan dilakukan dengan ditemukan beberapa barang terlarang di dalam
menggunakan bantuan alat pendeteksi logam lapas yakni pencukur jenggot, uang koin, tetes
serta peletakan X-Ray di pintu utama lapas mata dan gunting kuku serta pada kegiatan
sehingga mampu mendeteksi barang logam, pemusnahan barang sitaan diakhir tahun 2019
senjata tajam, barang elektronik, narkoba, diketahui beberapa barang terlarang yang
maupun barang terlarang lainnya kedalam ditemukan di blok hunian lapas adalah garpu
wilayah lapas yang dapat menimbulkan potensi serta peralatan berbahan kawat. Masih
terjadinya gangguan keamanan. Kegiatan terdapatnya barang terlarang yang memasuki
penggeledahan di blok hunian lapas yang wilayah lapas menandakan masih adanya celah

982
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

pada deteksi dini khususnya pada bagian Fase persiapan yang dilakukan Lapas
pengamanan pintu utama dimana seluruh Wanita Semarang dalam melakukan
barang yang masuk sudah melewati manajemen konflik adalah dengan penyediaan
pemeriksaan dan pendeteksian oleh petugas sarana prasarana keamanan diantaranya
serta peralatan keamanan yang ada. meliputi senjata , peralatan komunikasi, alat
Kegiatan pencegahan selanjutnya adalah pencahayaan darurat, serta pelindung diri.
program ngobrol pagi bersama warga binaan Adapun gambaran sarana prasarana keamanan
pemasyarakatan yang diadakan oleh Lapas di Lapas Wanita Semarang dapat dilihat pada
Wanita Semarang secara rutin setiap satu tabel 2.
minggu sekali yang bertujuan dalam Kondisi ketersediaan peralatan keamanan
mengeratkan kedekatan antara petugas dan tersebut telah sesuai dengan Pasal 7 Peraturan
WBP serta WBP dengan sesama WBP lainnya. Menteri Hukum dan HAM No. 33 Tahun 2015
Hasil wawancara dengan kepala kesatuan yang mengatur bahwa dalam melaksanakan
pengamanan lapas mengatakan bahwa program tugas pengamanan lapas harus dilengkapi
ngobrol pagi bersama warga binaan dengan sarana dan prasarana pengamanan.
pemasyarakatan dilakukan dengan tujuan untuk Peralatan keamanan lapas telah dilakukan
melakukan pendekatan pada para WBP dengan perawatan dan pemeliharaan setiap satu bulan
petugas pemasyarakatan sehingga akan muncul sekali bagi peralatan senjata. Hal tersebut telah
rasa kekeluargaan tanpa mengurangi rasa sesuai dengan Standar Pemeliharaan Sarana
hormat dan patuh pada petugas sehingga Keamanan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
potensi munculnya konflik sosial di dalam Tahun 2016. Kondisi overcrowding di Lembaga
wilayah lapas dapat diminimalisir. Program Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Semarang
tersebut telah sejalan dengan hasil penelitian tidak ditunjang dengan adanya sumber daya
Sosiawan (2017) yang menyatakan bahwa manusia yang memadai. Petugas pengamanan
upaya yang dapat dilakukan dalam Lapas Wanita Semarang berdasarkan data
menanggulangi terjadinya kerusuhan di lapas sistem database pemasyarakatan pada tahun
adalah dengan hadirnya petugas 2020 berjumlah 40 orang yang kemudian dibagi
pemasyarakatan yang berfungsi sebagai kedalam 4 regu sehingga dalam 1 shift
pembina para WBP serta sebagai penindak penjagaan hanya terdapat sebanyak 10 petugas
apabila terjadi kejadian situasi kerusuhan. pengamanan yang berjaga. Perbandingan
petugas pengamanan dengan penghuni lapas
Tabel 2. Daftar Sarana Prasarana Keamanan adalah 1:31 yang dapat diartikan bahwa 1
Lapas Wanita Kelas II A Semarang orang petugas memiliki beban dalam
No. Peralatan Keamanan mengawasi dan menjaga 31 orang narapidana
dan tahanan. Berdasarkan Surat Edaran
1. Handy Talky (HT)
2. Borgol Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor:
3. Senjata Api serta amunisi PAS-416.PK.01.04.01 Tahun 2015 Tentang
4. Senter Standar Pencegahan Gangguan Keamanan dan
5. Helm pelindung Ketertiban Di Lapas atau Rutan bahwa
6. Rompi perbandingan ideal petugas pengamanan dan
7. Tameng penghuni lapas adalah 1:25.
8. Pentungan Kondisi kurangnya jumlah petugas
9. Alat pemadam kebakaran, (APAR) pengamanan di lapas tersebut mengakibatkan
10. Lampu darurat lapas lebih berpotensi mengalami terjadinya
11. CCTV konflik sosial. Pernyataan tersebut diperkuat
12. X-Ray oleh teori Novian (2018) yang menyatakan
13. Metal Detector bahwa kurangnya jumlah petugas pengamanan
14. Control Clock di lapas dapat menimbulkan terjadinya

983
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

peningkatan kejadian kekerasan dan Perolehan hasil wawancara dan studi


pelanggaran tata tertib seperti masuknya barang- dokumentasi yang dilakukan diketahui bahwa
barang terlarang di wilayah lapas. Lembaga petugas pemasyarakatan khususnya petugas
Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota pengamanan di Lapas Wanita Kelas II A Kota
Semarang tidak memiliki unit tanggap darurat Semarang telah mendapatkan pelatihan
khusus yang disusun dalam mengatasi keadaan diantaranya pelatihan kesamaptaan, baris
darurat di lapas, kegiatan pengamanan serta berbaris, beladiri, dan kebakaran. Bagi seorang
penanganan terjadinya gangguan keamanan petugas pemasyarakatan pelatihan kesamaptaan
yang berkaitan dengan terjadinya konflik penting dilakukan dalam upaya mengatasi dan
dilakukan oleh petugas keamanan, kepala regu mengendalikan potensi konflik yang dapat
pengamanan, serta kepala kesatuan terjadi di lapas dengan dilakukannya
pengamanan lapas. Tidak tersedianya unit peningkatan kompetensi petugas terkait
tanggap darurat khusus yang dibentuk di Lapas kesiapsiagaan hadapi bahaya yang dapat
Wanita Semarang menunjukan ketidaksesuaian mengancam. Pelatihan baris berbaris yang
dengan PERMENKUMHAM No 33 Tahun dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan
2015 Pasal 24 yang menyatakan bahwa apabila Wanita Kelas II A Kota Semarang penting
terjadi keadaan tertentu yang didalamnya untuk dilakukan guna melatih keseragaman
mencakup kejadian konflik sosial yakni serta kedisiplinan petugas. Pengadaan
pemberontakan maka penindakan dilakukan pelaksanaan pelatihan baris berbaris juga telah
oleh tim tanggap darurat yang berada dibawah diatur oleh Keputusan Direktur Jenderal
koordinasi kepala lapas, telah mendapat Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Hak
pelatihan, serta peralatan. Kondisi tersebut Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
menggambarkan ketidaksesuaian dengan PAS-459.OK.01.04.01 Tahun 2015 Tentang
Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Standar Penindakan Gangguan Keamanan dan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ketertiban Lapas dan Rutan dalam peraturan
Republik Indonesia Nomor: PAS- tersebut dinyatakan bahwa tim tanggap darurat
459.PK.01.04.01.Tahun 2015 Tentang Standar yang dipilih lapas harus telah mengikuti
Penindakan Gangguan Keamanan dan pelatihan dasar pemasyarakatan yang salah
Ketertiban Lapas dan Rutan yang menyatakan satunya meliputi pelatihan baris berbaris.
bahwa lapas jumlah tim tanggap darurat Hubungan antara pelatihan baris-berbaris
minimal yang harus dimiliki lapas adalah 15 dengan konflik yang terjadi di lapas adalah
orang yang telah dibentuk oleh kepala lapas dengan adanya pelatihan tersebut petugas dapat
serta dipilih melalui seleksi. melakukan penggendalian massa apabila terjadi
Sarana pelayanan kesehatan telah situasi darurat terkait dengan perkelahian
tersedia di lapas dalam bentuk klinik kesehatan maupun kerusuhan dimana penanganan
yang telah dilengkapi dengan 6 orang tenaga keadaan darurat tersebut dilakukan dengan
kesehatan terdiri dari dokter, dokter gigi, serta melakukan beberapa formasi barisan meliputi:
perawat. Kondisi tersebut telah sejalan dengan formasi kolom, formasi baji (panah) atau
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 11 formasi diagonal seperti merujuk pada
Tahun 2000 yang mengatur bahwa organisasi Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
harus dilengkapi dengan tim medik yang terlatih Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
dan dilengkapi pertolongan darurat serta telah Republik Indonesia Nomor: PAS-
sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen PAS No. 459.OK.01.04.01 Tahun 2015 sehingga
14.OT.02.02 Tahun 2014 yang mengatur bahwa kompetensi petugas terkait kemampuan baris
lembaga pemasyarakatan maupun rutan harus berbaris perlu untuk dilatih dan terus
dilengkapi oleh poliklinik beserta fasilitas yang ditingkatkan.
didalamnya terdapat sekurang kurangnya dokter Pelatihan beladiri yang dilakukan oleh
dan tenaga kesehatan lainnya. Lapas Wanita Semarang telah sesuai dengan

984
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

Pasal 33 Ayat 2 Peraturan Menteri Hukum dan bagi petugas pengamanan untuk memiliki
Hak Asasi Manusia Nomor 33 Tahun 2015 kemampuan dalam menggunakan senjata
yang mengatur bahwa petugas pengamanan khususnya senjata api.
wajib mendapatkan pendidikan dan pelatihan Pelatihan perawatan senjata di Lembaga
terkait dengan beladiri. Petugas pengamanan Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota
lapas wajib mempunyai kemampuan beladiri Semarang dilakukan berkerjasama dengan pihak
yang baik yang digunakan dalam pelaksanaan Polrestabes Semarang serta Kodim 0733 yang
tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban dilaksanakan 1 kali dalam 1 bulan. Apabila
lapas. Tidak dimilikinya kemampuan beladiri. ditinjau dari peraturan yang terkait standar
Pentingnya kemampuan beladiri yang wajib minimal pemeliharaan sarana keamanan lapas
dimiliki oleh petugas pengamaan lapas yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
diperkuat dengan pernyataan Sosiawan (2017) Pemasyarakatan tahun 2016 menyatakan bahwa
yang menyatakan bahwa upaya kegiatan pemeliharaan senjata api dilakukan
penanggulangan secara represif terkait kejadian minimal 1 kali dalam kurun waktu 1 bulan.
kerusuhan adalah dimilikinya keahlian beladiri Praktik perawatan senjata penting untuk
oleh petugas lapas yang selalu siap siaga dalam dilakukan agar petugas dapat terampil dalam
menghadapi potensi kerusuhan tersebut melakukakan pemeliharaan senjata guna
sehingga narapidana maupun tahanan yang menghindari kondisi rusak atau masa berlaku
berniat untuk melakukan kerusuhan dapat segan senjata yang telah habis. Apabila petugas
ketika mengetahui kesiapsiagaan tinggi yang pemasyarakatan tidak terampil dalam
dimiliki petugas pengamanan. melakukan perawatan senjata maka dapat
Pelatihan menembak telah dilakukan oleh berakibat pada rusak atau macetnya senjata api
Lembaga Pemasyaraktan Wanita Kelas II A ketika akan digunakan serta senjata api menjadi
Semarang telah sesuai dengan standar Peraturan illegal apabila masa berlaku penggunaan senjata
Menteri Hukum dan HAM No. 33 Tahun 2015 telah kadaluwarsa. Pentingnya perawatan
yang menyatakan bahwa petugas keamanan senjata api dilakukan apabila terjadi kondisi
wajib mendapatkan pelatihan menembak. darurat maka senjata dalam keadaan baik dan
Petugas pemasyarakatan atau POLSUSPAS ( siap untuk digunakan sebagai alat bantu
kepolisian khusus pemasyarakatan) dididik pengamanan lapas. Hal tersebut diperkuat oleh
dengan kemampuan menembak atau Pasal 16 Ayat 2 Peraturan Menteri Hukum dan
menggunakan senjata dalam upaya peningkatan HAM No 33 Tahun 2015 yang mengatur bahwa
kemampuan dan keterampilan dalam sarana prasarana keamanan yang perlu dikelola
memperkuat pengamanan lapas walaupun dalam kegiatan pengendalian peralatan yang
dalam pelaksanaan tugas tidak seluruh petugas dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
pengamanan dibekali dengan persenjataan ketertiban adalah senjata api.
dimana berdasarkan Keputusan Direktur Kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh
Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS- lapas telah sesuai dengan Peraturan Menteri
416.PK.01.04.01 Tahun 2015 petugas yang Hukum dan HAM No 33 Tahun 2015 yang
dipersenjatai oleh senjata api adalah petugas mengatur bahwa dalam rangka melakukan
pada pintu utama portir yang telah melewati peningkatan kompetensi petugas pengaman di
seleksi. Lembaga pemasyarakatan juga telah lapas wajib mendapatkan pendidikan dan
dilengkapi dengan senjata api baik laras panjang pelatihan yang meliputi: pelatihan beladiri,
maupun laras pendek yang ditempatkan pada kesamaptaan, dan menembak. Lembaga
gudang penyimpanan senjata sehingga ketika Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota
terjadi suatu gangguan keamanan darurat maka Semarang belum pernah melaksanakan simulasi
senjata tersebut dapat digunakan oleh petugas penanganan kondisi darurat yang berkaitan
dalam tanggungjawabnya menjaga keamanan dengan konflik seperti terjadinya perkelahian,
dan ketertiban di lapas. Oleh karena itu, penting kekerasan, serta kerusuhan secara langsung di

985
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

lapas namun telah 2 kali melakukan simulasi sudah tidak terkontrol maka petugas perlu untuk
penanganan kebakaran dalam kurun waktu memiliki kompetensi dan kecekatan dalam
2013-2020. Simulasi kebakaran telah dilakukan menangani situasi dalam hal melakukan
selama 2 kali selama kurun waktu 2013-2020 pembukaan serta penguncian sel. Penguncian
sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam kurun blok pada waktu-waktu yang telah ditentukan
8 tahun Lapas Wanita Semarang hanya dalam masing tata tertib lapas juga bertujuan
melakukan simulasi terkait penanganan dalam melakukan pembatasan pergerakan
kebakaran selama 2 kali. Konflik sosial yang narapidana dan tahanan sehingga petugas wajib
berpotensi terjadi di lembaga pemasyarakatan mengetahui bagaimana cara yang benar dan
sangat berkaitan erat dengan terjadinya potensi tepat dalam melakukan kegiatan pembukaan
kebakaran. Kondisi tersebut tergambarkan dari serta penguncian sel. Kurangnya kompetensi
beberapa contoh kasus konflik sosial yang pada petugas berkaitan dengan pembukaan dan
terjadi di beberapa fasilitas lapas di Indonesia penguncian sel dapat menimbulkan bahaya
yang berakhir dengan terjadinya peristiwa tidak hanya bagi keselamatan petugas namun
kebakaran. Kondisi tersebut yang juga keselamatan masyarakat sekitar. Simulasi
mengakibatkan lapas juga harus siap dalam penggeledahan juga telah dilakukan guna
melakukan penanganan terkait kejadian meningkatkan kemampuan petugas dalam
kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian yang mendeteksi adanya barang-barang terlarang
didapatkan di Lapas Wanita Semarang telah yang dapat memasuki lapas yang tercantum
mengadakan 2 kali simulasi kebakaran dalam dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak
kurun 4 tahun belum memenuhi standar dari Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No: Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan
11/KPTS/2000 yang menyatakan bahwa Rumah Tahanan Negara.
simulasi latihan penyelamatan kebakaran Simulasi darurat yang telah dilakukan
minimal dilakukan sekali dalam 6 bulan lapas menunjukan ketidaksesuaian dengan
sehingga dalam kurun 2013-2020 jumlah Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
simulasi kebakaran yang seharusnya telah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
dilakukan Lapas Wanita Semarang adalah Republik Indonesia Nomor PAS-
sebanyak 16 kali. Simulasi kebakaran sendiri 459.PK.01.04.01 Tahun 2015 Tentang Standar
penting untuk dilakukan karena terjadinya Penindakan Gangguan Keamanan dan
bencana kebakaran tidak hanya dapat Ketertiban Lapas dan Rutan mengatur bahwa
menimbulkan korban jiwa namun juga dapat dalam kurun satu bulan anggota tim tanggap
menimbulkan kerugian materil yang besar darurat harus melaksanakan simulasi
(Pangestu, 2020). penanganan gangguan keamanan dan ketertiban
Simulasi selanjutnya yang telah dilakukan sebanyak 2 kali. Tidak dilakukannya simulasi
lapas adalah simulasi pembukaan serta tanggap darurat terkait penanganan konflik
penguncian blok yang adakan secara mandiri yang ada di Lapas Wanita Semarang dapat
oleh internal lapas. Potensi konflik yang terjadi mengakibatkan kondisi ketidaksiapan lapas
di lapas tidak hanya dapat terjadi di luar blok dalam mengatasi terjadinya kondisi keadaan
tahanan namun juga di dalam blok tahanan. darurat. Hal tersebut didukung oleh teori Shaw
Kegiatan simulasi terkait pembukaan dan (2019) yang menyatakan bahwa faktor yang
penguncian blok sangat penting untuk dilakukan berkontribusi dalam memperburuk bahaya yang
karena apabila suatu konflik terjadi dalam sel terjadi akibat keadaan darurat adalah kurangnya
petugas perlu untuk melakukan upaya kesiapan dan pelatihan yang dilakukan.
pemisahan pihak yang bertikai untuk keluar dari Fase penindakan yang dilakukan Lapas
dalam sel dan kembali mengunci sel untuk Wanita Semarang dalam melakukan
menghindari terjadinya konflik yang lebih besar. manajemen konflik adalah dengan
Apabila kondisi konflik yang terjadi didalam sel dilengkapinya prosedur tetap penanganan

986
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

konflik dan penyediaan alat komunikasi darurat PENUTUP


dalam bentuk panic button, handy talky,
telepon, dan emergency call. Tersedianya Berdasarkan hasil penelitian dan
standar operasional prosedur penanganan pembahasan mengenai manajemen konflik
keadaan darurat di lapas telah sejalan dengan sosial di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Kelas II A Kota Semarang, maka dapat
Tahun 2009 yang mengatur bahwa organisasi disimpulkan bahwa: Upaya pencegahan
harus menyediakan SOP dalam rangka berkaitan dengan manajemen konflik sosial
mengatasi situasi darurat salah satunya yang yang telah dilakukan oleh pihak Lembaga
berasal dari tindakan manusia. Kondisi tersebut Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Semarang
telah sesuai dengan Peraturan Menteri adalah melakukan kegiatan pembinaan,
Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2009 yang kegiatan deteksi dini melalui penggeledahan
menyatakan bahwa saat terjadi sebuah situasi barang-barang terlarang, serta mengadakan
darurat baik yang berasal tindakan manusia program ngobrol pagi antara warga binaan
maupun peristiwa alam perlu adanya tindakan pemasyarakatan dan petugas. Kondisi tersebut
perigatan bagi orang-orang yang berada di telah sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum
lingkungan serta diperlukan adanya dokumen dan Hak Asasi Manusia Nomor 33 Tahun 2015
pendukung dalam mengatasi keadaan darurat Tentang Pengamanan Pada Lembaga
yakni daftar panggilan darurat dari semua Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara
personil yang harus dilibatkan dalam merespon yang menyatakan bahwa dalam melakukan
keadaan darurat di area lingkungan setiap kegiatan pengamanan harus dilakukan upaya
waktu. tindakan pencegahan. Namun kondisi upaya
Fase pemulihan yang dilakukan Lapas pencegahan yang dilakukan oleh Lembaga
Wanita Semarang dalam melakukan Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kota
manajemen konflik adalah dengan menjalankan Semarang masih terdapat kekurangan yakni
penanganan konflik sesuai dengan prosedur pada kegiatan penggeledahan masih ditemukan
tetap yang berlaku dengan tetap barang terlarang di dalam lapas. Hal tersebut
mengedepankan pendekatan secara persuasif menunjukan bahwa masih adanya celah dan
dalam mendapatkan keterangan mengenai kelemahan pada sistem pendeteksian keamanan
kronologis kejadian dan dalam melakukan lapas khususnya pada pengamanan pintu utama
pemberian sanksi sesuai. Pendekatan secara sebagai garda terdepan yang bertanggungjawab
persuasif erat kaitannnya dengan adanya suatu pada proses masuknya barang-barang kedalam
komunikasi yang baik dan terarah. Komunikasi wilayah lapas.
yang baik dalam suatu organisasi diperkuat oleh Upaya persiapan berkaitan dengan
pernyataan Anwar (2015) yang menyatakan manajemen konflik sosial yang telah dilakukan
bahwa efektifitas suatu organisasi dalam oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Wanita
pelaksanaan serta pencapaian tujuan Kelas II A Semarang dilakukan dengan
dipengaruhi oleh aliran komunikasi di dalam menyediakan sarana prasarana keamanan,
sebuah organisasi. Pendekatan persuasif yang pemenuhan sumber daya manusia, pelatihan
dilakukan lapas juga telah sesuai dengan Pasal tanggap darurat, dan simulasi tanggap darurat.
26 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 33 Namun kondisi di Lembaga Pemasyarakatan
Tahun 2015 yang menyatakan bahwa tindakan Wanita Kelas II A Kota Semarang masih
pemulihan dilakukan dalam upaya untuk terdapat beberapa hal yang belum sesuai antara
mengembalikan keadaan dan memperbaiki lain: (1) Unit tanggap darurat belum sesuai
hubungan antara petugas pemasyarakatan dengan Keputusan Direktur Jenderal
dengan narapidana atau tahanan serta Pemasyarakatan Kemenkumham RI Nomor:
masyarakat dengan mengedepankan pendekatan PAS-459.PK.01.04.01 Tahun 2015, (2) jumlah
persuasif serta profesionalisme petugas lapas. petugas pengamanan belum sesuai dengan Surat

987
Seti, T, S. / Sistem Manajemen Penanganan / HIGEIA 4 (Special 4) (2020)

Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan DAFTAR PUSTAKA


Nomor: PAS-416.PK.01.04.01 Tahun 2015, (3)
simulasi tanggap darurat belum sesuai dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Anwar, C. 2015. Manajemen Konflik untuk
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Menciptakan Komunikasi yang Efektif (Studi
Kasus di Departemen Purchasing PT. Sumi
Republik Indonesia Nomor PAS- Rubber Indonesia). Jurnal Interaksi, 4(2):
459.PK.01.04.01 Tahun 2015. Upaya 148-157.
penindakan berkaitan dengan manajemen
konflik sosial yang telah dilakukan oleh pihak Anwar, K. 2018. Urgensi Penerapan Manajemen
Konflik dalam Organisasi Pendidikan. Jurnal
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Studi dan Penelitian Pendidikan Islam, 1(2):
Semarang adalah dengan tersedianya petugas 31-38.
pengamanan, prosedur tetap penanganan
konflik sosial, dan alat komunikasi darurat. Novian, R., Eddyono, S. W., Kamilah, A. G., Dirga,
S., Nathania, C., Napitupulu, E. A. T.,
Kondisi tersebut telah sesuai dengan Pasal 22 Wiryawan, S. M., Budhiman, A. A. 2018.
PERMENKUMHAM No 33 Tahun 2015 serta Strategi Menangani Overcrowding di
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Indonesia Penyebab, Dampak dan
Penyelesaiaannya. Jakarta: Institute for
Tahun 2009. Upaya pemulihan berkaitan Criminal Justice Reform (ICJR).
dengan manajemen konflik sosial yang telah
dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Pangestu, W. A., Koesyanto, H. 2020. Manajemen
Wanita Kelas II A Semarang adalah dengan Kebakaran Universitas Negeri Semarang
dalam Menyongsong Asesmen AUN-QA
mengedepankan pendekatan secara persuasif 2019. HIGEA ( Journal of Public Health
dan mengikuti prosedur tetap yang ada. Kondisi Research and Development, 4(3): 483-495.
tersebut telah sesuai dengan Pasal 26 Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No 33 Puspitasari, C. A. 2018. Tanggungjawab Pemerintah
dalam Pelanggaran Hak Narapidana dan
Tahun 2015. Tahanan pada Lembaga Pemasyarakatan /
Hambatan dan kelemahan pada Rumah Tahanan Negara. Jurnal Panorama
penelitian ini adalah: (1) waktu pelaksanaan Hukum, 3(1): 33- 46.
wawancara dilakukan dengan sistem online
Shaw, R. 2019. Up The Creek Without Paddle
serta pada saat waktu jam istirahat responden Consequence For Failing to Protect Prisoners
diluar pekerjaan yang dapat berpengaruh pada During a Natural Disaster. Environmental
kualitas dan kedalaman wawancara, (2) and Earth Law Journal, 9(1): 55-80.
dokumen mengenai inventaris sarana dan
Sosiawan, U. M. 2017. Upaya Penanggulangan
prasarana keamanan yang tidak bisa didapatkan Kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan.
peneliti mengakibatkan tidak dapat Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, XVII(3):
dilakukannya penilaian terkait kesesuaian 65-379.
jumlah sarana keamanan yang dimiliki oleh
Syahdiyar, M. 2020. Darurat Gangguan Keamanan
lapas dengan standar peraturan minimal sarana dan Ketertiban di Dalam Lembaga
prasarana keamanan yang berlaku. Saran untuk Pemasyarakatan. Jurnal Hukum Samudra
peneliti selanjutnya yaitu peneliti selanjutnya Keadilan, 15(1): 99-111.
dapat mengulas mengenai penyebab terjadinya
konflik di dalam lapas lebih dalam sehingga
perolehan hasil penelitian tersebut dapat
digunakan sebagai dasar lapas untuk
meningkatkan kemampuan serta kesiapan
terkait dengan pelaksanaan manajemen konflik.

988

Anda mungkin juga menyukai