Anda di halaman 1dari 36

Analisis Kesesuaian Prosedur Penanggulangan Tuberkulosis di

RS Islam Jakarta Cempaka Putih Tahun 2021

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh:
Anisah Rofiah Hilmi Bahri
03422118043

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
JAKARTA
2021
Analisis Kesesuaian Prosedur Penanggulangan Tuberkulosis di
RS Islam Jakarta Cempaka Putih Tahun 2021

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Ahli Madya Kesehatan Bidang Farmasi

Disusun Oleh:
Anisah Rofiah Hilmi Bahri
03422118043

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
JAKARTA
2021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA
PROGRAM STUDI D III FARMASI

PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH


DIPLOMA TIGA FARMASI

Nama : Anisah Rofiah Hilmi Bahri


NIM : 03422118043
Judul : Analisis Kesesuaian Prosedur Penanggulangan
Tuberkulosis di RS Islam Jakarta Cempaka Putih
Tahun 2021

DISETUJUI OLEH

Pembimbing Pembimbing

Leonov Rianto, S. Si,.M.Farm.,Apt. Dr. Cikra Ikhda Nur HS.,S.Farm., M.Si.,Apt.,

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.
Penulisan KTI ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapati gelar Ahli Madya Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan IKIFA.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan KTI ini, sangatlah sulit bagi penulis
untuk meyelesaikan KTI ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
(1) Ibu apt. Indri Astuti Handayani, S.Si., M.Farm. selaku Ketua STIKes IKIFA
yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba banyak ilmu
di STIKes IKIFA.
(2) Bapak apt. Rahmat Widiyanto, S.Si., M.Farm., selaku Ka. Prodi Program Studi
Diploma III Farmasi STIKes IKIFA yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk menimba banyak ilmu di STIKes IKIFA.
(3) Bapak apt. Leonov Rianto, S. Si,.M.Farm., selaku pembimbing I dan Ibu Dr.
Apt. Cikra Ikhda Nur HS., S. Farm., M. Si., Apt., selaku pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan banyak waktu dan pikiran dalam memberikan
bimbingan serta pengarahan yang sangat berharga dalam proses penyusunan
Karya Tulis Ilmiah sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
(4) Ibu Alifa Sabrina., S.Pd., M.Pd.. selaku pembimbing akademik selama masa
perkuliahan.
(5) Seluruh dosen Akademi Farmasi IKIFA atas ilmu dan bimbingannya selama
proses perkuliahan dan penyusunan KTI.
(6) Kedua orang tua dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan kasih
sayang, dukungan moral dan materil dalam menyelesaikan KTI ini.
(7) Teman-teman seperjuangan kelas Reguler 1 18A untuk 3 tahun penuh canda
tawa, suka duka, dan hari-hari yang berkesan, serta bantuan dan dukungan
dalam penyusunan KTI ini.

iii
(8) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang secara langsung
maupun tidak langsung membantu sehingga proposal KTI ini terselesaikan
dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya tulis Ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, 8 Maret 2021

Anisah Rofiah Hilmi Bahri

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. .1
A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1
B. PERUMUSAN MASALAH ......................................................... .3
C. TUJUAN PENELITIAN ............................................................... 3
D. MANFAAT PENELITIAN ........................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
A. TUBERKULOSIS.......................................................................... 5
B. PENELITIAN KUALITATIF .................................................... 21
D. ANALISIS SWOT ....................................................................... 23
E. LANDASAN TEORI ................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 25
A. METODE ..................................................................................... 25
B. KERANGKA KONSEP .............................................................. 25
C. JENIS PENELITIAN .................................................................. 25
D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ................................... 25
E. ALAT DAN BAHAN ................................................................... 26
F. LANGKAH KERJA .................................................................... 26
G. PROSEDUR PENELITIAN ....................................................... 26
H. POPULASI DAN SAMPEL........................................................ 26
I. INSTRUMEN PENELITIAN ..................................................... 27
J. RANCANGAN ANALISIS DATA............................................. 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

v
DAFTAR TABEL

Tabel II.1. OAT Lini Pertama....................................................................... 13


Tabel II.2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa............... 14
Tabel II.3. Hasil pengobatan pada pasien tuberkulosis BTA positif ......... 16
Tabel III.1. Kerangka Konsep ........................................................................ 25

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
adalah suatu penyakit menular. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,
antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae yang dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
nafas dikenal sebagai Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT) yang
terkadang bisa mengganggu diagnosis dan pengobatan Tuberkfulosis. Penyebab
utama meningkatnya Tuberkulosis antara lain kemiskinan pada berbagai
kelompok masyarakat seperti pada negara yang sedang berkembang,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu lebar
sehingga masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi, papan,
sandang dan pangan yang buruk, serta faktor sosial yang masih berat seperti
angka pengangguran, tingkat pendidikan, pendapatan per kapita masih rendah
yang berakibat pada kerentanan masyarakat terhadap Tuberkulosis.(1)
Secara global, 7,1 juta orang dengan Tuberkulosis dilaporkan baru
didiagnosis dan diberi tahu pada tahun 2019, meningkat dari 7,0 juta pada tahun
2018 dan peningkatan besar dari 6,4 juta pada tahun 2017 dan 5,7-5,8 juta per
tahun pada tahun 2009-2012. Kontributor terbesar untuk peningkatan global
adalah India dan Indonesia, dua negara yang menempati peringkat pertama dan
kedua di seluruh dunia dalam hal perkiraan kasus insiden per tahun.(2)
Di Indonesia, jumlah kasus baru Tuberkulosis sebanyak 420.994 kasus
pada tahun 2017. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru Tuberkulosis
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Bahkan berdasarkan survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014,
prevalensi Tuberkulosis dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar
759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 1


Tuberkulosis BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun
ke atas.(3)
Kasus penyakit Tuberkulosis di DKI Jakarta berdasarkan data Sistem
Informasi Tuberkulosis Terpadu pada tahun 2018 sebanyak 32.570 atau sekitar
0,3% dari total penduduk dari total penduduk DKI Jakarta. Sedangkan, pada
tahun 2015 warga DKI Jakarta yang menderita penyakit Tuberkulosis hanya
23.133 jiwa. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya hingga tahun 2018
dengan rata-rata peningkatan 3.145 jiwa per tahunnya. Selama tahun 2015-
2018, Jakarta Timur menjadi wilayah dengan jumlah penderita Tuberkulosis
tertinggi setiap tahunnya.(4) Badan kesehatan dunia menetapkan standar
keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Angka keberhasilan pada tahun 2017
sebesar 87,8%. Angka kesembuhan cenderung mempunyai gap dengan angka
keberhasilan pengobatan, sehingga kontribusi pasien yang sembuh terhadap
angka keberhasilan pengobatan menurun dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Dalam upaya pengendalian penyakit, fenomena menurunnya
angka kesembuhan ini perlu mendapat perhatian besar karena akan
mempengaruhi penularan penyakit Tuberkulosis.(3)
Upaya pengendalian Tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung sejak
sebelum kemerdekaan. Pada era tersebut sebenarnya World Health
Organization (WHO) telah merekomendasikan upaya diagnosis melalui
pemeriksaan dahak langsung dan pengobatan menggunakan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) yang baru saja ditemukan yaitu: Isoniazid, Para-
aminosalicylic acid dan Streptomisin, serta metode pengobatan pasien dengan
pola rawat jalan. Pada tahun 1977 mulai diperkenalkan pengobatan jangka
pendek (6 bulan) dengan menggunakan paduan OAT yang terdiri dari Isoniazid,
Rifampisin dan Ethambutol.
Atas dasar keberhasilan uji coba yang ada, mulai tahun 1995 secara
nasional strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) diterapkan
bertahap melalui Puskesmas. Strategi nasional program pengendalian
Tuberkulosis nasional terdiri dari 7 strategi yaitu, memperluas dan
meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu, menghadapi tantangan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 2


Tuberkulosis/Human Immunodefiency Virus (HIV), Multidrug Resistant
(MDR)-Tuberkulosis, Tuberkulosis anak dan kebutuhan masyarakat miskin
serta rentan lainnya, melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah,
masyarakat, perusahaan dan swasta melalui pendekatan Pelayanan
Tuberkulosis Terpadu Pemerintah dan swasta dan menjamin kepatuhan
terhadap Standar Internasional Penatalaksanaan Tuberkulosis, memberdayakan
masyarakat dan pasien tuberkulosis, memberikan kontribusi dalam penguatan
sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian Tuberkulosis,
mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program
Tuberkulosis, serta mendorong penelitian, pengembangan dan pemandaatan
informasi strategis.(1)
Oleh karena itu dilakukan penelitian ini agar kasus Tuberkulosis yang
masih tinggi di Indonesia menurun, dengan menganalisa sejauh mana
kesesuaian prosedur penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dengan Standar
Operasional Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis tahun 2014. Karena
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih merupakan salah satu rumah sakit
yang menangani pasien Tuberkulosis, maka peneliti melakukan penelitian di
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.

B. PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah analisa keseuaian
prosedur penanggulangan Tuberkulosis di RS Islam Jakarta Cempaka Putih
berdasarkan Studi Pustaka Studi Pustaka Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis (PNPT) tahun 2014.

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui analisa kesesuaian prosedur
penanggulangan Tuberkulosis di RS Islam Jakarta Cempaka Putih yang
mengacu pada Studi Pustaka Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
(PNPT) tahun 2014.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 3


D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat bagi Peneliti
a. Sebagai wawasan tambahan penulis tentang penyakit Tuberkulosis serta
kesesuaian prosedur penanggulangan Tuberkulosis di RS Islam Jakarta
Cempaka Putih yang mengacu pada PNPT tahun 2014.
b. Sebagai media belajar untuk menambah pengetahuan dan pengalaman,
serta menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti
pendidikan di STIKes Ikifa.
2. Manfaat bagi Instansi
a. Sebagai bahan bacaan mahasiswa di perpustakaan STIKes Ikifa.
b. Sebagai bbahan refrensi untuk menulis Karya Tulis Ilmiah tentang
kesesuaian prosedur penanggulangan Tuberkulosis.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat sebagai sumber informasi tambahan serta
analisis atau evaluasi untuk rumah sakit agar dapat melaksanakan prosedur
penanggulangan Tuberkulosis dengan lebih baik sehingga dapat
meningkatkan kesuksesan pengobatan Tuberkulosis.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 4


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TUBERKULOSIS
1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan organ
lainnya. (5)
2. Penularan Tuberkulosis
Sumber penularan pasien Tuberkulosis BTA positif melalui percik
renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien
Tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengangung
kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah
kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan meikroskopis langsung.
Pasien Tuberkulosis dengan BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit Tuberkulosis. Tingkat penularan pasien
Tuberkulosis BTA positif adalah 65%, pasien Tuberkulosis BTA negatif
dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien Tuberkulosis
dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang indeksius tersebut. Pada waktu batuk
atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percik dahak.(1)
3. Penemuan Pasien Tuberkulosis
Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien Tuberkulosis
melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadapt terduga
pasien Tuberkulosis, pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan
diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien Tuberkulosis,
sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 5


menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan pasien
terdiri dari penjaringan terduga pasien, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien.
a. Strategi penemuan
1) Penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara intensif pada
kelompok populasi terdampak Tuberkulosis dan populasi rentan.
2) Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan kegiatan
promosi yang aktif, sehingga semua terduga Tuberkulosis dapat
ditemukan secara dini.
3) Penjaringan terduga pasien Tuberkulosis dilakukan di fasilitas
kesehata; didukung dengan promosi secara aktif oleh petugas
kesehatan bersama masyarakat.
4) Pelibatan semua fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk
mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan
pengobatan.
5) Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap:
a) Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit
Tuberkulosis seperti pada pasien dengan HIV, diabetes melitus
dan malnutrisi.
b) Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang
berisiko tinggi terjadinya penularan Tuberkulosis, seperti:
lapas/rutan, tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh,
tempat kerja, asrama dan panti jompo.
c) Anak dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien
Tuberkulosis.
d) Kontak erat dengan pasien Tuberkulosis dan pasien
Tuberkulosis resisten obat.
6) Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi pasien dengan
gejala dan tanda yang sama dengan gejala Tuberkulosis, seperti
pendekatan praktis kesehatan paru (Practical Approach to Lung
health = PAL), manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 6


terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan
penemuan pasien Tuberkulosis di faskes, mengurangi terjadinya
misopportunity dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.
7) Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang
memiliki gejala:
a) Gejala utama pasien Tuberkulosis paru adalah batuk berdahak
selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih satu bulan.
b) Gejala-gejala diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain Tuberkulosis, seperti bronkietasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi Tuberkulosis
di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang
ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dengan gejala
tersebut, dianggap sebagai orang yang terduga pasien
Tuberkulosis, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
b. Pemeriksaan dahak
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS):
a) S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien
Tuberkulosis datang pertama kali ke fasyankes. Pada saat
pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 7


b) P (pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di fasyankes.
c) S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
2) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium
tuberculosis (M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti
Tuberkulosis pada pasien tertentu, misal:
a) Pasien Tuberkulosis ekstra paru.
b) Pasien Tuberkulosis anak
c) Pasien Tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan dahak
mikroskopis langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disaran laboratorium yang
terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan WHO maka untuk
memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat
tersebut.
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya
resistensi M.tb terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh
laboratorium yang telah terferifikasi atau lulus uji pemantapan mutu /
Quality Assurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil
kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan pengambilan
keputusan paduan pengobatan pasien dengan resisten obat.
Untuk memperluas akses terhadap penemuan pasien
Tuberkulosis dengan resisten OAT, Kemenkes RI telah menyediakan
tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS)
diseluruh provinsi. (1)
4. Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa
a. Diagnosis Tuberkulosis paru

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 8


Dalam upaya pengendalian Tuberkulosis secara nasional, maka
diagnosis Tuberkulosis paru pada orang dewasa harus ditegakkan
terlebih dahulu dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan
tes cepat. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif,
maka penegakan diagnosis Tuberkulosis dapat dilakukan secara klinis
menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang yang sesuai dan
ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih Tuberkulosis.
Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis
dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT
dan Non kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis.
Tidak dibenarkan mendiagnosis Tuberkulosis dengan
pemeriksaan serologi. Tidak dibenarkan juga mendiagnosis
Tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks karena tidak
selalu memberikan gambaran yang spesifik pada Tuberkulosis paru,
sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun
underdiagnosis. Tidak dibenarkan mendiagnosis Tuberkulosis hanya
dengan pemeriksaan uji tuberkulin.
b. Diagnosis Tuberkulosis ekstra paru
Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena,
misalnya kaku kuduk pada meningits Gejala dan keluhan tergantung
pada organ yang terkena, nyeri pada Tuberkulosis pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis Tuberkulosis
serta deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis Tuberkulosis
dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti pada pasien Tuberkulosis ekstra paru ditegakkan
dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari
contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena. Dilakukan
pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dari gejala
yang sesuai untuk menemukan kemungkinan adanya Tuberkulosis
paru.(1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 9


5. Klasifikasi dan Tipe Pasien Tuberkulosis
Diagnosis Tuberkulosis adalah upaya untuk menegakkan atau
menetapkan seseorang sebagai pasien Tuberkulosis sesuai dengan keluhan
dan gejala penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
a. Definisi Pasien Tuberkulosis
Pasien Tuberkulosis berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan
Bakteriologis adalah seorang pasien Tuberkulosis yang dikelompokkan
berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan
mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang
direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
1) Pasien Tuberkulosis paru BTA positif
2) Pasien Tuberkulosis paru hasil biakan M.tuberculosis positif
3) Pasien Tuberkulosis paru hasil tes cepat M.tuberculosis positif
4) Psien Tuberkulosis ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis,
baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan
yang terkena.
5) Tuberkulosis anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan
bakteriologis.
Sedangkan pasien Tuberkulosis terdiagnosis secara Klinis
adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien Tuberkulosis aktif oleh
dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan Tuberkulosis.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
1) Pasien Tuberkulosis paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan
foto toraks mendukung Tuberkulosis.
2) Pasien Tuberkulosis ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis
maupun laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi
bakteriologis.
3) Tuberkulosis anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 10


b. Klasifikasi pasien Tuberkulosis
Selain dari pengelompokkan pasien sesuai definisi tersebut,
pasien juga diklasifikasikan menurut:
1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
a) Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada
parenkim (jaringan) paru. Milier Tuberkulosis dianggap sebagai
Tuberkulosis paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis Tuberkulosis dirongga dada (hilus dan atau
mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran
radiologis yang mendukung Tuberkulosis pada paru, dinyatakan
sebagai Tuberkulosis ekstra paru. Pasien yang menderita
Tuberkulosis paru dan sekaligus juga menderita Tuberkulosis
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis paru.
b) Tuberkulosis ekstra paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada
organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen,
saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis
Tuberkulosis ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis Tuberkulosis
ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis. Pasien Tuberkulosis ekstra paru
yang menderita Tuberkulosis pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis yang terberat.
2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a) Pasien baru Tuberkulosis adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan pengobatan Tuberkulosis sebelumnya atau sudah
pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan.
b) Pasien yang pernah diobati Tuberkulosis adalah pasien yang
sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih.
c) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 11


a) Mono resistan (Tuberkulosis MR): resisten terhadap salah satu
jenis OAT lini pertama saja
b) Poli resistan (Tuberkulosis PR): resistan terhadap lebih dari satu
jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan
c) Multi drug resistan (Tuberkulosis MDR): resistan terhadap
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
d) Extensive drug resistan (Tuberkulosis XDR): adalah
Tuberkulosis MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
e) Resistan Rifampisin (Tuberkulosis RR): resistan terhadap
Rifampisin dengan atau tanpa resistan terhadap OAT lain yang
terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode
fenotip (konvensional)
4) Klasifikasi pasien Tuberkulosis berdasarkan status HIV
a) Pasien Tuberkulosis dengan HIV positif (pasien ko-infeksi
Tuberkulosis/HIV)
b) Pasien Tuberkulosis dengan HIV negatif
c) Pasien Tuberkulosis dengan status HIV tidak diketahui (1)
6. Pengobatan Pasien Tuberkulosis
a. Tujuan Pengobatan Tuberkulosis
Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta
kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian oleh Tuberkulosis atau
dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan
Tuberkulosis, menurunkan penularan Tuberkulosis, serta mencegah
terjadinya dan penularan Tuberkulosis resisten obat.(1)
b. Tahapan Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan Tuberkulosis harus selalu meliputi pengobatan
tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud:

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 12


1) Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan
sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
2) Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh
khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan.(1)
c. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel II. 1. OAT Lini Pertama
Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal,
urine berwarna merah, gangguan fungsi
hati, trombositopeni, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
hati, gout artritis
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis
perifer

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 13


Tabel II. 2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa (1)
Dosis
OAT Harian 3 x / minggu
Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum /
(mg/kg BB) (mg) (mg/kg BB) hari (mg)
Isoniazid 5 (4 -6) 300 10 (8 – 12) 900
Rifampisin 10 (8 – 12) 600 10 (8 - 12) 600
Pirazinamid 25 (20 – 30) - 35 (30 - 40) -
Etambutol 15 (15 - 20) - 30 (25 -35) -
Streptomisin 15 (12 – 18) - 15 (12 – 18) 1000

d. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia


Pengobatan Tuberkulosis dengan panduan OAT lini pertama
yang digunakan di Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian
maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu
pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket obat kombinasi dosis tepat (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini
terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1
(satu) paket untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan.
Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang
dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk pasien yang tidak bisa menggunakan paduan OAT KDT.
Paduan OAT kategori 1 di berikan untuk pasien baru dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Pasien Tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis.
2) Pasien Tuberkulosis paru terdiagnosis klinis.
3) Pasien Tuberkulosis ekstra paru.
4) Dosis harian (2(HRZE)/4(HR)).

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 14


Sedangkan paduan OAT kategori 2 di berikan untuk pasien BTA
positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:
1) Pasien kambuh.
2) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya.
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up).
4) Dosis harian {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}(5)
e. Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secaara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju
Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
pengobatan karena tidak spesifik untuk Tuberkulosis. Untuk memantau
kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan sinyatakan negatif bila ke 2
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau
keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan
positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum
memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien
Tuberkulosis BTA positif merupakan suatu cara terpenting untuk
menilai hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif
atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan
tahap lanjutan tanpa (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak
mengalami konversi). Pada semua pasien Tuberkulosis BTA positif,
pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5.
Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis
pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali
pada akhir pengobatan.(1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 15


Tabel II. 3. Hasil pengobatan pada pasien Tuberkulosis BTA
positif
Hasil Definisi
pengobatan
Sembuh Pasien Tuberkulosis paru dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis positif pada awal pengobatan yang hasil
pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi
negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan Pasien Tuberkulosis yang telah menyelesaikan pengobatan
lengkap secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum
akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil
pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan
diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya
resistensi OAT.
Meninggal Pasien Tuberkulosis yang meninggal oleh sebab apapun
sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien Tuberkulosis yang tidak memulai pengobatannya atau
(loss to follow- yang pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus
up) atau lebih.
Tidak Pasien Tuberkulosis yang tidak diketahui hasil akhir
dievaluasi pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah “pasien
pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil
akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota
yang ditinggalkan.

f. Pengawasan Menelan Obat


Paduan pengobatan yang dianjurkan dalam buku pedoman
nasional pengendalian Tuberkulosis akan menyembuhkan sebagian

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 16


besar pasien Tuberkulosis paru tanpa memicu munculnya kuman
resistan obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat penting bahwa
pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara
pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
agar mencegah terjadinya resistan obat. Pilihan tempat pemberian
pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat
memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih datang ke fasyankes
terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung
kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat
diberikan secara rawat jalan.
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh
petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan
dihormati oleh pasien.
b) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan beersama-sama
dengan pasien.
Sebaiknya yang menjadi seorang PMO adalah petugas
kesehatan, misalnya bidan di Desa, perawat Pekarya, sanitarian, juru
imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota
keluarga.
2) Tugas seorang PMO
a) Mengawasi pasien Tuberkulosis agar menelan obat secara
teratur sampai selesai pengobatan.
b) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 17


d) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien
Tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan
Tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan.
3) Informasi penting yang perlu dipahami PMO
a) Tuberkulosis disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau
kutukan.
b) Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
c) Cara penularan Tuberkulosis, gejala-gejala yang mencurigakan
dan cara pencegahannya.
d) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
e) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
f) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke fasyankes.(1)
g. Pengobatan Tuberkulosis pada keadaan khusus
1) Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan Tuberkulosis pada kehamilan
tidak berbeda dengan pengobatan Tuberkulosis pada umumnya.
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisisn
karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent
ototoxic) dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Pemberian Piridoksin 50mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang
mendapatkan pengobatan Tuberkulosis. Sedangkan pemberian
vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan
pada trimester 3 kehamilan menjelang partus.
2) Ibu menyusi dan bayinya
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu
menyusui yang menderita Tuberkulosis harus mendapat paduan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 18


OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan kuman Tuberkulosis kepada
bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat
terus diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan isoniazid
diberikan kepada bayi tersebut dengan berat badannya.
3) Pasien Tuberkulosis pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil
KB, suntikan KB, susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien Tuberkulosis sebaiknya
menggunakan kontrasepsi non-hormonal.
4) Pasien Tuberkulosis dengan kelainan hati
5) Pasien Tuberkulosis dengan gangguan fungsi ginjal
Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien
Tuberkulosis dengan gagal ginjal atau gangguan fungsi ginjal yang
berat: 2 HRZE/4 HR. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
atau gagal ginjal, perlu diberikan tambahan Piridoksin (vitamin B6)
untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Hindari penggunaan
Streptomisin dan apabila harus diberikan, dosis yang digunakan
15mg/kgBB, 2 atau 3 x /minggu dengan maksimum dosis 1 gr untuk
setiap kali pemberian dan kadar dalam darah harus selalu dipantau.
Pasien dengan penyakit ginjal sangat beresiko untuk terkena
Tuberkulosis khususnya pada pasien dengan ginjal kronis.
6) Pasien Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus (DM)
Anjuran pengobatan Tuberkulosis pada pasien dengan
diabetes melitus:
a) Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan
paduan OAT bagi pasien Tuberkulosis tanpa DM dengan syarat
kadar gula darah terkontrol.
b) Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama
pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 19


c) Hati-hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena
pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata.
d) Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan
mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosisnya perlu ditingkatkan.
e) Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi
dini bila terjadi kekambuhan.
7) Pasien Tuberkulosis yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa pasien seperti:
a) Meningitis Tuberkulosis dengan gangguan kesadaran dan
dampak neurologis.
b) Tuberkulosis milier dengan atau tanpa meningitis.
c) Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi
pericardial.
d) Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas,
Tuberkulosis saluran kencing (untuk mencegah penyempitan
ureter), pembesaran kelenjar getah bening dengan penekanan
pada bronkus atau pembuluh darah.
e) Hipersensitivitas berat terhadap OAT.
f) Immune Response Inflammatory Syndrome (IRIS).
8) Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi
(misalnya reseksi paru), adalah:
a) Pasien Tuberkulosis paru dengan batuk darah berat yang tidak
dapat diatasi dengan cara konservatif. Pasien Tuberkulosis paru
dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara koservatif. Serta pasien Tuberkulosis MDR
dengan kelainan paru yang terlokalisisr.
b) Pasien Tuberkulosis ekstra paru dengan komplikasi, misalnya
pasien Tuberkulosis tulang yang disertai kelainan neurologik.(1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 20


B. PENELITIAN KUALITATIF
1. Definisi Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan suatu strategi inquiry yang
menekankan pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala,
simbol, maupun deskripsi tentang suatu fenomena; fokus dan multimetode,
bersifat alami dan holistik; mengutamakan kualitas, menggunakan beberapa
cara, serta disajikan secara narratif.
Denzin dan Lincoln (2000) menekankan bahwa dalam penelitian
kualitaitf menggunakan dua pendekatan, yaitu interpretatif dan naturalistik.
Ini berarti mempelajari sesuatu dalam setting alami mereka, dan mencoba
membuat pengertian atau interpretasi fenomena dalam konteks makna
mereka.(6)

2. Tipe Studi Penelitian Kualitatif


a. Studi Kasus
Penelitian kasus adalah suatu proses pengumpulan data dan
informasi secara mendalam, mendetail, intensif, holistik, dan sistematis
tentang orang, kejadian, latar sosial, atau kelompok dengan
menggunakan berbagai metode dan teknik serta banyak sumber
informasi untuk memahami secara efektif bagaimana orang, kejadian,
latar alami itu beroperasi atau berfungsi sesuai dengan konteksnya.
b. Etnografi
Etnografi merupakan suatu bentuk penelitian yang terfokus pada
makna sosiologis diri individu dan konteks sosial-budayanya yang
dihimpun melalui observasi lapangan sesuai dengan fokus penelitian.
c. Penelitian Historis
Penelitian historis merupakan salah satu tipe dan pendekatan
dalam penelitian kualitatif yang bertujuan untuk merekonstruksi
kembali secara sistematis, akurat, dan objektif kejadian atau peristiwa

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 21


yang pernah terjadi di masa lampau dengan menggunakan pendekatan
normatif dan interpretatif.
d. Fenomenologi
Fenomenologi dapat diartikan ilmu tentang fenomena yang
menampakkan diri dari kesadaran peneliti. Dalam arti luas,
fenomenologi adalah ilmu tentang gejala atau hal-hal apa saja yang
tampak.
e. Grounded Theory Methodology
Grounded theory adalah untuk mengembangkan teori yang
dilakukan secara sistematis dan mendasar. Teori dibangun berdasarkan
data yang dikumpulkan tentang suatu fenomena yang menjadi fokus
penelitian. Teori perlu disusun berdasarkan logika yang konsisten, jelas
masalah dan rumusannya, serta mengikuti pola proses yang benar.
f. Etnometodologi
Etnometodologi dapat diartikan sebagai studi mengenai cara-
cara anggota masyarakat memahami kegiatan sosial mereka sehari-hari.
Dalam strategi penemuan didasarkan pada keadaan sehari-hari, atau
aktivitas dan interaksi sosial yang bersifat rutin dengan menggunakan
akal sehat. (6)
3. Metode Pengambilan Data
Salah satu metode yang sering digunakan untuk memperoleh data
penelitian kualitatif adalah Focus Group Discussion (FGD). FGD
merupakan salah satu teknik pengumpulan data kualitatif berupa diskusi
kelompok yang didesain untuk memporeloh informasi tentang keinginan,
kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman peserta tentang
suatu topik. Dalam pelaksanaannya, diskusi kelompok ini biasanya dipandu
oleh moderator yang terlatih dan dibantu oleh notulen yang mencatat detail
pelaksanaan diskusi. Recorder diperlukan sebagai alat kelengkapan diskusi
yang digunakan untuk merekam proses diskusi yang akan ditranskip untuk
dianalisis. Setiap kelompok diskusi umumnya terdiri dari 7-10 peserta.
Tujuan diskusi kelompok adalah untuk mengumpulkan data mengenai topik

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 22


penelitian. Oleh karena itu dalam FGD digunakan pertanyaan terbuka yang
memungkinkan peserta untuk memberikan jawaban beserta penjelasan-
penjelasan.
Kelebihan FGD adalah efektif untuk menggali data mengenai
perasaan, kepercayaan, dan opini di kelompok masyarakat; dan efisien dari
segi penggunaan waktu. Pada beberapa penelitian, hasil FGD digunakan
untuk menyusun panduan wawancara indepth interview dan daftar
pertanyaan tersusun. Selain itu, FGD juga dapat berfungsi untuk triangulasi
data yang bersumber dari metode lain, seperti kuesioner dan observasi.(7)
C. ANALISIS SWOT
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan
untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi
bisnis. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:
1. Kekuatan (strengths) adalah sumber daya, keterampilan dan keunggulan
relative terhadap pesaing dan kebutuhan pasar, serta merupakan kompetensi
khusus yang memberikan keunggulan komparatif.
2. Kelemahan (weaknesses) adalah faktor yang sepenuhnya ada dalam kendali
manajemen tetapi tidak berhasil dikendalikan sehingga memberikan impact
yang negatif bagi organisasi.
3. Peluang (opportunities) adalah faktor yang ada diluar kendali manajemen,
tetapi kemunculannya akan menyajikan suatu peluang sukses bagi
organisasi.
4. Ancaman (threats) adalah faktor yang ada diluar kendali manajemen, tetapi
bila muncul, maka memiliki potensi untuk mengancam kelangsungan hidup
organisasi. Ancaman merupakan situasi penting yang tidak menguntungkan
dalam lingkungan perusahaan, dan merupakan pengganggu utama bagi
organisasi. (8)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 23


D. KERANGKA/LANDASAN TEORI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
nafas dikenal sebagai Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT) yang
terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. (1)
Di Indonesia, jumlah kasus baru Tuberkulosis sebanyak 420.994 kasus
pada tahun 2017. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun
2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Berdasarkan survei prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC
dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000
penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TBC BTA positif sebesar
257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas.(3)
Upaya pengendalian Tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung sejak
sebelum kemerdekaan. Pada era tersebut sebenarnya World Health
Organization (WHO) telah merekomendasikan upaya diagnosis melalui
pemeriksaan dahak langsung dan pengobatan menggunakan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) yang baru saja ditemukan yaitu: INH, PAS dan
Streptomisin, serta metode pengobatan pasien dengan pola rawat jalan. Pada
tahun 1977 mulai diperkenalkan pengobatan jangka pendek (6 bulan) dengan
menggunakan paduan OAT yang terdiri dari INH, Rifampisin dan Ethambutol.
(1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 24


BAB III
METODE PENELITIAN

A. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi
kasus yang menggunakan metode kualitatif dengan rancangan deskriptif, karena
penelitian ini mendeskripsikan analisis peneliti terhadap prosedur
penanggulangan Tuberkulosis di RS Islam Jakarta Cempaka Putih. Teknik
pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan membuat verbatim lalu
melakukan studi pustaka pada dokumen PNPT tahun 2014. Informan dalam
penelitian ini adalah dokter dan perawat di RS Islam Jakarta Cempaka Putih.

B. KERANGKA KONSEP
Tabel III.1 Kerangka konsep
Variabel penelitian
Analisis kesesuaian prosedur penanggulangan Tuberkulosis di Rumah
Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih berdasarkan Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis (PNPT) tahun 2014

C. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif, yaitu dengan cara mentranskripsi jawaban narasumber dari hasil
Focus Group Discussion (FGD) dan menganalisis temuannya dengan dokumen
PNPT tahun 2014. Kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan
analisis SWOT.

D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dengan wawancara antara peneliti dengan
dokter dan perawat, yang dilakukan melalui aplikasi Zoom Meeting. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan Januari – Agustus 2021.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 25


E. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak audio
visual, perangkat lunak pengolah kata, dan alat tulis.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hasil rekaman FGD dan
literatur Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (PNPT) tahun 2014.
F. LANGKAH KERJA
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap pasca pelaksanaan
G. PROSEDUR PENELITIAN
1. Tahap persiapan
a) Merumuskan permasalahan yang ingin diteliti, kemudian membuat
rancangan penelitiannya.
b) Menyusun proposal penelitian.
2. Tahap pelaksanaan
a) Melakukan proses transkripsi hasil FGD dengan dokter dan perawat
dalam bentuk tabel verbatim.
b) Melakukan analisis temuan sesuai dengan yang ada pada PNPT tahun
2014.
c) Melakukan analisis SWOT dari hasil analisis temuan PNPT tahun 2014.
3. Tahap pasca pelaksanaan
Tahap pasca penelitian ini, data yang telah diperoleh dari hasil
penelitian dilakukan tahap analisis data atau telaah data. Langkah
selanjutnya melakukan penyajian data secara kualitatif dan penarikan hasil
kesimpulan penelitian.

H. POPULASI DAN SAMPEL


Populasi dalam penelitian ini adalah dokter dan perawat. Sampel
ditentukan dengan teknik consecutive sampling yaitu pemilihan sampel dengan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 26


menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian sampai kurun waktu
tertentu sampai jumlah sampel atau responden terpenuhi.
Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini dokter swasta dan perawat
pemerintah yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang mendalam
tentang prosedur penanggulangan Tuberkulosis di RS Islam Jakarta Cempaka
Putih. Sedangkan kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini adalah dokter
dan perawat yang tidak bersedia untuk diwawancarai.

I. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian ini adalah peneliti (human instrument). Peneliti
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data hasil
FGD, kemudian menafsirkan data tersebut dan membuat kesimpulan.
Prosedur teknik pengumpulan data:
1. Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu hasil wawancara mendalam
dengan informan dan FGD.
2. Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu literatur-literatus yang
relevan, dokumen, buku-buku, penelusuran data online melalui fasilitas
internet yang berhubungan erat dengan kajian penelitian dalam hal ini
merujuk pada PNPT tahun 2014.
J. RANCANGAN ANALISA DATA
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
SWOT untuk menjelaskan permasalahan yang akan menjadi dasar dari analisis
kesesuaian prosedur penanggulangan Tuberkulosis pada RS Islam Jakarta
Cempaka Putih. Analisis SWOT adalah peralatan analisis yang bisa digunakan
untuk mengukur antara lain:
1. S = Strengths sebagai kekuatan - kekuatan yang dimiliki, misalnya kekuatan
yang dimiliki untuk mendukung penanggulangan Tuberkulosis di RS Islam
Jakarta Cempaka Putih.
2. W = Weakness sebagai kelemahan – kelemahan yang ada, kelemahan adalah
komponen yang harus dianalisis dan memerlukan pembenahan yang bersifat
internal organisasi atau perusahaan.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 27


3. O = Opportunities sebagai peluang – peluang yang mungkin bisa diperoleh,
kesempatan yang bisa diperoleh untuk mendukung penanggulangan
Tuberkulosis.
4. T = Threats sebagai ancaman – ancaman yang bisa ditemui, ancaman adalah
faktor terakhir dan merupakan unsur luar yang harus dianalisis dengan baik.
Dari empat komponen yang digunakan dalam analisis SWOT maka
komponen kekuatan dan kelemahan berada dalam internal organisasi yang erat
hubungannya dengan sumber daya dan manajemen organisasi. Sedangkan
komponen peluang dan ancaman berada dalam ranah eksternal organisasi yang
terjadi dari hasil dinamika dalam masyarakat.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IKIFA 28


DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pedoman Nasional


Pengendalian Tuberkuolsis. 2014.
2. Luz Yolanda Toro Suarez. Global Tuberculosis Report WHO (World Health
Organization) 2020. 2015. 1–27 p.
3. Kemenkes RI. Infodatin Tuberkulosis. Kementeri Kesehat RI. 2018;1–8.
4. Penyakit Tuberkulosis di DKI Jakarta Hingga Tahun 2018 - Unit Pengelola
Statistik [Internet]. [cited 2021 Mar 2]. Available from:
http://statistik.jakarta.go.id/penyakit-tuberkulosis-di-dki-jakarta-hingga-
tahun-2018/
5. Kesehatan M, Indonesia R. Tuberculosis Control Program. N Engl J Med.
1951;244(26):993–4.
6. Prof. Dr. A. Muri Yusuf M p. METODE PENELITIAN: KUANTITATIF,
KUALITATIF, DAN PENELITIAN GABUNGAN. PRENADA MEDIA
GROUP; 2014. 328 p.
7. Surayya R. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Kesehatan.
AVERROUS J Kedokt dan Kesehat Malikussaleh. 2018;1(2):75.
8. Hermanto H. Analisis Strategi Pemasaran Obat Batuk Prospan Dengan
Menggunakan Metode Swot Pada Pt. Soho Global Health. J Tek. 2017;5(1).

29

Anda mungkin juga menyukai