Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA NY.X DENGAN


POST PARTUM DALAM UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN
DENGAN PEMBERIAN PENERAPAN RELAKSASI OTOT
PROGRESIF DI RST TK ll PROF.DR.J.A LATUMETEN
AMBON

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan


Pendidikan D-III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NURMA ANSHARI


NIM : 124021 2018 066

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT
TK III Dr .J.A. LATUMETEN
AMBON
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa nifas merupakan masa penting untuk diperhatikan guna

menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Saat melahirkan dan

minggu pertama melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya

(Imam, 2007). Kecemasan post partum terjadi pada 10% wanita postpartum

(Hershfield, 2015). Prevalensi kecemasan lebih sering terjadi dibandingkan

dengan depresi. (Paul, 2013). Kecemasan post partum dan depresi dapat

berefek pada keseluruhan perkembangan mental anak-anaknya. (Ali, 2013).

Kecemasan yang terjadi pada periode postnatal disebabkan karena adanya

proses transisi wanita dan pria dalam proses menjadi orang tua, terjadi

penyesuaian diri yang besar diantara hubungan mereka dan orang lain.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kecemasan pada ibu nifas. Masih

terdapat pro dan kontra bahwa usia ibu berhubungan dengan tingkat

kecemasan ibu post partum. Periode post partum merupakan masa ibu setelah

melahirkan hingga kembalinya organ organ reproduksi dalam keadaan normal

seperti pada keadaan sebelum hamil, yang berlangsung selama 40 hari atau 6

minggu (Lowdermilk, Perry, 2013).

Berdasarkan data dari WHO (2018) prevalensi kejadian post partum di

dunia 30-75% dan ini berlangsung selama 3-4 hari dan memuncak pada hari
ke lima post partum (Thurgood et al, 2013). Tidak ada data yang pasti

mengenai jumlah kejadian post partum di Indonesia karena tidak terlaporkan

dengan baik. Berdasarkan Depkes RI (2018) satu dari 10 wanita yang baru

saja melahirkan di Indonesia memiliki kecenderungan mengalami post partum

(Miyansaski et al, 2014). Sedangkan data yang peneliti ambil di RS TK ll

Prof.Dr.J.A Latumeten Ambon. kejadian post partum 3 tahun sebelumnya ,

pada tahun 2018 sekitar 512 orang dan pada tahun 2019 meningkat sebanyak

607 dan pada tahun 2020 sebanyak 373 orang ,wanita yang baru melahirkan

di di RS TK ll Prof.Dr.J.A Latumeten Ambon. memiliki kecenderungan

mengalami post partum.

Periode post partum menuntut ibu untuk beradaptasi terhadap beberapa

perubahan setelah melahirkan. Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu

selama periode post partum meliputi perubahan adaptasi fisik yang dapat

memengaruhi keadaan psikologis ibu (Ospina,2012). Perubahan psikologis

terjadi secara simultan, dapat berupa emosional atau cemas, dengan

membentuk suatu adaptasi yang menyeluruh atau cukup kompleks bagi ibu

(Lowdermilk, Perry, 2013). Perubahan emosi ibu postpartum salah satunya

adalah perasaan cemas, takut, dan merasa bersalah dengan ketidak mampuan

merawat bayinya (Hidayat, 2017). penelitian oleh (teti herawati 2018)

mengatakan bahwa terjadi kecemasan pada ibu post partum. Tingkat

kecemasan ditentukan berdasarkan total skor dengan kategori tidak cemas

(normal); 20-44, derajat ringan-sedang; 45-59, derajat cemas berat; 60-74 dan
derajat sangat berat (ekstrim) adalah 75-80. Reliabiliti dari instrument Zung

dilaporkan dengan koefisien 0,71 dengan á= 0,85 dan á= 0,69 untuk kelompok

yang tidak dipengaruhi oleh subjek penelitian. Kemudian dihubungkan

dengan skala Taylor Manifest Anxiety Scale (TIMAS) dengan skor 0,30.

(McDowell, 2006)

Kondisi kecemasan seorang ibu postpartum yang berkelanjutan

berdampak negatif bagi perkembangan selanjutnya, baik untuk ibu sendiri

maupun bagi bayinya. Ibu postpartum dengan gangguan psikologis dapat

memberi pengaruh buruk terhadap perkembangan kesehatan mental,

gangguan jalinan ikatan dan perlekatan, kurangnya perawatan diri ibu dan

bayi (Fallon, Halford, Bennett, & Harrold, 2016). Gejala psikologis termasuk

kecemasan ini tidak bisa dibiarkan menjadi berlarut, karena dapat

menyebabkan gangguan psikologis lebih berat seperti postpartum blues.

Penelitian (Ahmadi, Rahimi, Rosta, AlaviMajd, & Valiani, 2019) menemukan

bahwa prevalensi gangguan kecemasan pada postpartum sebesar 11,1%, dan

prevalensi gangguan depresi pada postpartum sebesar 6,1%. Hasil penelitian

juga menemukan bahwa pada responden yang mengalami gangguan

kecemasan memiliki kecenderungan mengalami gangguan depresi. Oleh

karena itu, kecemasan ibu postpartum harus sedini mungkin bisa teratasi.Hal

ini dimaksudkan agar kondisi ibu dan bayi tetap tumbuh kembang dengan

baik.
Penelitian oleh Bataha.@.al (2015) menemukan bahwa responden

penelitian mengunakan kuesioner yaitu ibu postpartum seluruhnya

mengalami kecemasan baik ringan hingga sedang setelah menjalankan peran

barunya sebagai ibu termasuk kecemasan dalam proses laktasi (Bataha, 2015).

Penelitian lain menemukan bahwa 98,9% ibu postpartum mengalami

kecemasan setelah persalinan baik dari kategari cemas ringan hingga berat

(Kirana, 2015). Begitu pula penelitian oleh (Sulastri, 2016) menemukan

bahwa 42,8% ibu postpartum mengalami kecemasan postpartum dari kategori

cemas ringan hingga berat.

Sebagai upaya mengurangi atau menurunkan kecemasan ibu

postpartum, maka diperlukan upaya intervensi dengan menerapkan terapi

relaksasi otot progresif (Astari, 2017) Tujuan relaksasi otot progresif, yaitu

menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung. Selain

itu, juga dapat menurunkan tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju

metabolic (Elgzar, 2018). Relaksasi otot progresif juga dapat meningkatkan

konsentrasi, mengatasi insomnia, dan membangun emosi positif dari emosi

negative (Hammill, 2015). Hasil penelitian yang menemukan keberhasilan

terapi relaksasi otot progresif untuk menyembuhkan berbagai gejala

psikologis memerlukan kajian ulang yaitu dengan menggunakan terapi

tersebut untuk mengatasi permasalahan kecemasan yang dihadapi oleh ibu

postpartum. Penelitian pre eksperimental ini penting dilakukan dan bertujuan


untuk menganalisa pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat

kecemasan ibu Postpartum .

Berdasarkan pengalaman penulis praktek di rumah sakit dan

puskesmas perawat tidak pernah melakukan tindakan non farmokologi

kebanyakan perawat melakukan tindakan farmakologi jadi penulis sangat

tertarik untuk mengambil judul dalam penelitian Proposal dengan judul

Asuhan Keperawatan martenitas pada Ny.x Dengan post partum dalam upaya

menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan relaksasi otot progresif

di RS TK ll Prof.Dr.J.A Latumeten Ambon.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah penerapan asuhan keperawatan maternitas Ny “X” dengan

post partum dalam upaya menurunkan kecemasan dengan pemberian

penerapan relaksasi otot progresif di RS TK ll Prof.Dr.J.A Latumeten

Ambon ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menerapkan asuhan keperawatan maternitas secara

komprehensif pada pasien dengan postpartum dalam upaya menurunkan

kecemasan dengan pemberian penerapan penerapan relaksasi otot

progresif dan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan.


2. Tujuan Khusus

a. Mendapatkan data tentang masalah kesehatan keluarga dengan

postpartum melalui pengkajian keperawatan.

b. Mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan yang

muncul pada keluarga dengan postpartum.

c. Merumuskan rencana tindakan keperawatan yang efektif dan efisien

dalam upaya menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan

relaksasi otot progresif pada keluarga dengan postpartum.

d. Mengimplementasikan atau melaksanakan rencana keperawatan yang

telah disusun dalam upaya menurunkan kecemasan dengan pemberian

penerapan relaksasi otot progresif pada keluarga dengan postpartum.

e. Mengevaluasi keberhasilan dengan tindakan yang dilakukan pada

keluarga dengan postpartum dalam upaya menurunkan kecemasan

dengan pemberian penerapan relaksasi otot progresif.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan

dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta meningkatkan mutu praktek

keperawatan dalam hal ini adalah bagaimana penerapan asuhan

keperawatan yang efektif dengan postpartum dalam upaya menurunkan

kecemasan dengan pemberian penerapan relaksasi otot progresif.


2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi :

a. Institusi

Dapat dijadikan sebagai salah satu informasi penting dalam hal

pengembangan ilmu dan pengetahuan bagi seprofesi dalam

menerapkan asuhan keperawatan maternitas dengan postpartum dalam

upaya menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan relaksasi

otot progresif.

b. penulis

Dapat dijadikan sebagai pengalaman yang nyata dalam

mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang didapatkan saat di

pendidikan dengan memberikan asuhan keperawatan postpartum

dalam upaya menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan

relaksasi otot progresif

c. Keluarga

Agar keluarga mengerti dan memahami tentang postpartum

serta mampu menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan

relaksasi otot progresif.

D. Keaslian Penelitian

Usulan penelitian ini disusun oleh penulis sendiri yang berjudul

Asuhan Keperawatan martenitas pada Ny.x Dengan post partum dalam


upaya menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan relaksasi

otot progresif di RS TK ll Prof.Dr.J.A Latumeten Ambon. dan bukan

merupakan duplikasi atau penjiplakan dari penulisan karya tulis ilmiah

yang lainnya adapun perbedaan dengan judul lain atara lain.

Tabel 1.2

keaslian penelitian

No Nama Tahun Metode Hasil

.
1. Teti Herawati 2018 Pengaruh relaksasi otot sesuai dengan

progresif terhadap tingkat kriteria inklusi

kecemasan pada ibu post dan eksklusi

partum.
2. bantaha 2015 Mengunakan kuesioner sesuai dengan

kriteria inklusi

dan eksklusi

E. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun dalam bentuk proposal karya tulis ilmiah dengan

sistematika penulisan terdiri dari bagian awal, bagian utama dan bagian

akhir. Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan

pembimbing, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar daftar

lampiran Bagian utama dibagi dalam tiga bab yang terdiri dari : Bab I

yaitu, pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah,


tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian dan keaslian

penelitian. Bab II yaitu, tinjauan pustaka berisikan konsep medis, konsep

asuhan keperawatan maternitas pada post partum dalam upaya

menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan relaksasi otot

progresif , dan kerangka konsep. Bab III yaitu, metode penelitian yang

berisikan jenis penelitian, Subjek penilitian ,variabel penelitian ,definisi

operasional,lokasi dan waktu penelitian,teknik pengumpulan data dan

sumber data, instrumen penulisan dan pemeriksaan.

BAB II
PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar post partum

1. pengertian post partum

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas

(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya

kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6

minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke

keadaan normal sebelum hamil (Bobak,2018).

Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa aterm,

tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan

persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2018).

Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan

cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat obatan

(prawiroharjo, 2015). Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada

perineum sewaktu persalinan (Mohtar, 2017).

2. Anatomi Dan Fisiologi

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam

rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang

terletak di perineum. Struktur reproduksi interna da eksterna berkembang

menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak,

2005).
1. Stuktur eksterna

a. Vulva

Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa.

Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong,

berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai

ke belakang dibatasi perineum.

b. Mons pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan

berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat

jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar

sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa

pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis

selama koitus.

c. Labia mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang

menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.

Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia

minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora

melindungi labia minora, meatus urinarius,dan introitus vagina. Pada

wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia

mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di

bawahnya.Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina


atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina

terbuka. Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora.

Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen

lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar

dan semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia

mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora

terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya

jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama

rangsangan seksual.

d. Labia minora

Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan

kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke arah

bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Sementara

bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,

permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh

darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan

memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional

atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi

vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif,

sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.

e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat

di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang

terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai

glans dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual

terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris

menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki

aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata

dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap

sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan

yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan

sensasi tekanan.

f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau

lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum

terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar

paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah

teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan

dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi

orifisium vagina.
g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan

terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis

tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis

terletak di antara fourchette dan himen

h. Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus

vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.

2. Struktur interna

a. Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang

tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian

mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi

dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan

ligamentum ovarii proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi

ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.Saat

lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di

antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan tempat

utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita normal.

b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini

memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan

berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10

cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum.

Ovum didorong di sepanjang tuba,sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh

gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin

mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan

fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.

c. Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang

tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk

simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga

bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan

insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang

mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi

yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen

uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus

menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

1. Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu

lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan

permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan


lapisan dalam padat yang menghubungkan indometrium dengan

miometrium.

2. Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot

polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk

lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di daerah fundus,

membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada

persalinan.

3. Peritonium perietalis

Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali

seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat

kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus

dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena

peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.

d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan

mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat

terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal

terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di

ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar

hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau

bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan

glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima, insiden


infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina

mempertahankan kebersihan relatif vagina.

3. Etiologi

Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup

bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan

lain, dengan bantuan.

1. Partus dibagi menjadi 4 kala :

a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol

sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan

berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat

berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12

jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.

b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan

interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.

Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan

pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada

pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua

kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga

kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh

putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung kepala

dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu

belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan


sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.

c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit.

Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya

plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus

terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi

perdarahan.

d. Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan

post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama, observasi yang

dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda

vital, kontraksi uterus, terjadinya perdarahan. Perdarah dianggap masih

normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba,

2017).

4. Patofisiologi

1. Adaptasi Fisiologi

a. Infolusi uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat

kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,

uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus

dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.

Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di

atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.


Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di

pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus, pada

waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,

berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan

dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan

uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya

menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron

bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil.

Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan

terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi

yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa

hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar

setelah hamil.

b. Kontraksi

intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera

setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan

volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum

dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,

bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon

oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan

mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh


darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca

partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak

teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin

secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta

lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan

membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan

bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

5. Manifestasi klinik

Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir

sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum

hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester

keempat kehamilan (Bobak, 2018).

1. Sistem reproduksi

a. Proses involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar

akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu

hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi

menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350

gr dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan

uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,

beratnya menjadi 60gr. Pada masa pasca partum penurunan


kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan

secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel

tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah

penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari

kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,

mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis.

Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi

uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk

mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara

intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta

lahir.

c. Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi

vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu

area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan

endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik

dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi

karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum,

selesai
pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada

bekas

tempat plasenta.

d. Lochea

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula

berwarna merah, kemudian menjadi merah tua atau merah

coklat. Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris

desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi

merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama,

serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah

bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba

mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan

bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi

lahir.

e. Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam

pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi

lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi

segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama

beberapa hari setelah ibu melahirkan.


f. Vagina dan perineum

Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara

bertahap ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi

lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu

keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita

nulipara.

6. Klasifikasi Ruptur Perineum

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2017),

derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat,

yaitu :

a.Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami

robekan adalah :

1) Vagina

a) Komisura posterior

b) Kulit perineum

b.Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami

robekan adalah :

1) Mukosa Vagina

a) Komisura posterior

b) Kulit perineum

c) Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang

mengalami robekan adalah :

1) Sebagaimana ruptur derajat dua

2) Otot sfingter ani

d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang

mengalami robekan adalah :

1) Sebagaimana ruptur derajat tiga

2) Dinding depan rectum

7. Komplikasi

1. Perdarahan

Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita

selama periode post partum. Perdarahan post partum adalah :

kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria

perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda

sebagai berikut:

a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc

b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30

mmHg

c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998). Perdarahan

post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya

perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan.

Perdarahan lanjut
lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat

berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga penyebap utama

perdarahan antara lain :

a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan

kontraksidengan baik dan ini merupakan sebap utama dari

perdarahan post partum. Uterus yang sangat teregang

(hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin

besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan

predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.

b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum

dapat menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak

direparasi dengan segera.

c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan

plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio

plasenta adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau

30 menit selelah bayi lahir.

d. Lain-lain

1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi

uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap

terbuka.

2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas

jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.


3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).

2. Infeksi puerperalis

Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa

post partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai

adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari

pertama post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan

staphylococus aureus dan organisasi lainnya.

3. Endometritis

Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh

infeksi puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria,

ruptur membran memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis

(Novak, 1999).

4. Mastitis

Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau

pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di

awali dengan pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada

bulan pertamapost partum (Novak, 1999).

8. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan

dengan cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan

memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka

kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan


darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.

Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik

yang cukup (Moctar, 1998). Prinsip yang harus diperhatikan

dalam menangani ruptur perineum adalah:

1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak

lahir,segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari

retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.

2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik,

dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari

perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan.

Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :

a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah

dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis

demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.

b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak

adamperdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi

perdarahan segera dijahit dengan menggunakan benang

catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.

c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau

II jika ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus

diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan.

Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir.


Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau

jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak

robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut

secara jelujur.

d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama

pada dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia

perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan

catgut kromik sehingga bertemu kembali.

e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter

ani yang terpisah karena robekan diklem dengan klem pean

lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik

sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit

lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat

I.
B. KONSEP DASAR KECEMASAN

1. Pengertian kecemasan

Ansietas atau kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2018)

Kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara

subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal, kebingungan,

kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas

dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya(Suliswati,

2017).Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh

situasi dan merupakan emosi yang ditimbulkan oleh rasa takut(Videbeck,

2018).

2. Tanda dan Gejala Kecemasan

gejala yang dikeluhkan oleh penderita didominasi oleh beberapa keluhan-

keluhan psikis (ketakutan dan kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai dengan

keluhan-keluhan fisik. Keluhankeluhan yang sering dikemukakan oleh orang

yang mengalami gangguan kecemasan antara lain adalah sebagai berikut : a.

Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikiranya sendiri, mudah

tersinggung. b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. c. Takut

sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang (Hawari, 2008 dalam

Sa’adatul Ma’arifah 2013).


3. Tingkat Kecemasan

a. Cemas ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,

ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan

lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan serta kreativitas.

b. Cemas sedang Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting

dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi

individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif

namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk

melakukannya.

c. Cemas berat Mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal

lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk megurangi ketegangan. Individu

tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

d. Cemas panik Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal ini

rinci terpecah dari proporsinya. Karena kehilangan kendali, individu yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.

Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan

aktivitas motorik, menurunya kemampuan untuk berhubungan dengan orang

lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran rasional (Stuart,

2018).
4. Rentang Respon Cemas

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antipasi Ringan Sedang Berat Panik

5. Respon Fisiologis Kecemasan

a. Kardiovaskuler Responya berupa palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah

meningkat, rasa ingin pinsan,pinsan, tekanan darah menurun, dan denyut nadi

menurun.

b. Pernafasan Responnya berupa nafas cepat, sesak napas, tekan pada dada,

nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-

engah.

c. Neuromuskuler Responnya berupa reflek meningkat, reaksi terkejut, mata

berkedip-kedip, insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum,

tungkai lemah, gerakan yang janggal.

d. Gastrointestinal Responnya berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan,

rasa tidak nyaman abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.

e. Traktus Urinarius Responnya berupa tidak dapat menahan kencing, sering

berkemih.
f. Kulit Responnya berupa wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak

tangan),gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat

seluruh tubuh (Stuart, 2006).

6. Respon Perilaku, Kognitif, dan Afektif terhadap Kecemasan

a. Perilaku Responnya berupa gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi

terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera,

menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari

masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.

b. Kognitif Responya berupa perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa,

salah dalam memberika penilaian, perokupasi, hambatan berfikir, lapang

persepsi menurun, kreativitas menurun, prokduktivitas menurun, bingung,

sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan

kendali, takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian,kilas balik,

mimpi buruk.

c. Afektif Responya berupa mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang,

gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati

rasa, rasa bersalah, malu (Stuart, 2018).


C. KONSEP THEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF

1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation) didefinisikan

sebagai suatu teknik relaksasi yang menggunakan serangkaian gerakan

tubuh yang bertujuan untuk melemaskan dan memberi efek nyaman pada

seluruh tubuh (Corey, 2018). Batasan lain menyebutkan bahwa relaksasi

otot progresif merupakan teknik untuk mengurangi kecemasan dengan

cara menegangkan otot dan merilekkannya secara bergantian

(Miltenberger, 2018).

relaksasi otot progresif merupakan suatu keterampilan yang dapat

dipelajari dan digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan

ketegangan sehingga menimbulkan rasa nyaman tanpa tergantung pada

hal/subjek di luar dirinya. Relaksasi progresif dipandang cukup praktis

dan ekonomis karena tidak memerlukan imajinasi yang rumit, tidak ada

efek samping, mudah dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan pikiran

menjadi tenang, rileks dan lebih mudah untuk tidur (Davis & McKay,

2018).

teknik relaksasi dibedakan menjadi lima jenis, yaitu relaksasi otot

progresif, pernafasan diafragma, imagery training, biofeedback, dan

hypnosis. Dalam pelaksanaannya terdapat kesamaan prinsip antara

relaksasi otot progresif, imagery training, dan Hypnosis; yaitu terapis

banyak menggunakan instruksi verbal untuk mengarahkan klien


sementara klien berkonsentrasi mengikuti instruksi. Smith (2017),

menyebutkan bahwa seseorang yang menguasai hypnosis pada umumnya

akan dengan mudah melakukan imagery training dan relaksasi progresif;

dan demikian pula sebaliknya.

2. Manfaat teknik relaksasi otot progresif

manfaat teknik relaksasi otot progresif adalah metode untuk membantu

menurunkan ketegangan otot sehingga otot tubuh menjadi rileks.

3. teknik relaksasi otot progresif

a. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang

tenang dan sunyi.

1. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

2. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutu

menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi

dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

3.Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan

sepatu.

4.Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya

mengikat

b. Prosedur
1. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10

detik.

d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan

relaks yang dialami.

e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

2. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian

belakang.

a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan

sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang.

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

3. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar

padabagian atas pangkal lengan).

a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.


4. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya

mengendur.

a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang

terjadi di bahu punggung atas, dan leher.

5. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot

wajah (seperti dahi, mata, rahang dan mulut).

a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis

sampai otot terasa kulitnya keriput.

b)Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan

ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang

mengendalikan gerakan mata.

6. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan

menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot

rahang.

7. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di

sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga

akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

8. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian

depan maupun belakang.


a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang

leher dan punggung atas.

9. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

a) Gerakan membawa kepala ke muka.

b)Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan

ketegangan di daerah leher bagian muka.

10. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung

a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b) Punggung dilengkungkan

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian relaks.

d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan otot menjadi lurus.

11. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyakbanyaknya.

b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan

di bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.


c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks.

12. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.

b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik,

lalu dilepaskan bebas.

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

13. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti

paha dan betis).

a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa

tegang

b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.


D. Konsep Asuhan Keperawatan Maternitas

a. Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai

tatanan keperawatan kesehatan, dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan

dasar manusia, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan.

Berpedoman pada standar asuhan keperawatan dalam lingkup wewenang

serta tanggung jawab keperawatan (PPNI, 1999).

b. Tujuan Asuhan Keperawatan

Tujuan keperawatan menurut Ali (2014) adalah:

1. Membantu individu untuk mandiri.

2. Mengajak inidvidu atau masyarakat berpartisipasi dalam kesehatan.

3. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan

secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara

kesehatannya.

4. Membantu individu untuk memperoleh derajat kesehatan yang seoptimal

mungkin.

c. Proses Asuhan Keperawatan

1. Pengertian

Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah,

sistematis, dinamis, dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam

rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/klien, dimulai dari pengkajian


(pengumpulan data, analisis data, dan penentuan masalah) diagnosis

keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan, dan

penilaian tindakan keperawatan (Ali, 2015).

2. Tahap-tahap proses keperawatan

Tahap-tahap dalam proses keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Ali, 2016) :

a). Pengkajian

pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun

spiritual dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu

pengumpulan data, analisis data, dan penentuan masalah kesehatan serta

keperawatan (Ali, 2016).

Menurut Muhaj (2009), pengkajian data pada masa nifas meliputi

data subjektif dan objekit. Yang termasuk data subjektif adalah :

1) Informasi biodata ibu dan suami

2) Riwayat persalinan, yang terdiri dari riwayat persalinan sekarag dan

riwayat persalinan yang lalu. Riwayat persalinan sekarang meliputi

tempat melahirkan, jenis persalinan, penyulit persalinan, penolong.

Keadaan bayi meliputi : tanggal lahir, jam lahir, berat badan, nilai

APGAR, cacat bawaan, masa gestasi.


Riwayat persalinan yang lalu meliputi :

(1)jumlah anak, anak yang lahir hidup, persalinan aterm, persalinan

prematur, keguguran, persalinan dengan tindakan (dengan

forsep, vakum atau operasi seksio secaria).

(2)Riwayat perdarahan pada kehamilan, persalinan atau nifas

sebelumnya.

2) Riwayat kesehatan termasuk penyakit-penyakit yang diidap dahulu

dan sekarang yang dapat mempengaruhi kehamilan atau bayi baru

lahir seperti : masalah-masalah kardiovaskuler, hipertensi, diabetes,

malaria, penyakit menular seks, HIV/AIDS, imunisasi tetanus.

3) Keluhan ibu mengenai adanya masalah pada payudara berupa : ibu

mengeluh payudara terasa nyeri, bengkak dan keras. Badan terasa

panas dan susah tidur karena adanya nyeri pada payudara, tidak bisa

menetek dengan benar dan ibu tidak tau untuk mengatasi masalah

nyeri pada payudaranya.

4) Riwayat sosial ekonomi meliputi : status perkawinan, riwayat KB,

dukungan keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga,

kebiasaan makan dan gizi yang dikonsumsi dengan fokus pada

vitamin A dan zat besi, kebiasaan hidup sehat meliputi kebiasaan

merokok, minum obat atau alkohol, beban kerja dan kegiatan

sehari-hari, dan tempat melahirkan dan penolong yang diinginkan.


Yang termasuk data objektif meliputi :

a. Pemeriksaan fisik, yang meliputi :

(1)Keadaan umum, kesadaran dan keadaan emosional

(2)Tanda-tanda vital : tekanan darah, denyut nadi agak cepat,

pernapasan normal atau meningkat dan suhu tubuh meningkat (sub

febris).

(3)Tinggi badan dan berat badan.

b. Inspeksi, inspeksi dilakukan pada :

a. Wajah, hal-hal yang perlu diinspeksi pada daerah muka adalah

kelopak mata (cekung/tidak), kunjungtiva (anemis/tidak), sklera

(ikterus/tidak), ekspresi wajah meringis karena nyeri.

b. Mulut dan gigi : lidah dan geraham : lidah anemis/tidak, gigi geraham

lengkap/tidak, berlubang/tidak.

c. Payudara: apakah ada pembengkakan, nyeri, puting susu menonjol

dan lecet atau tidak, kebersihan areola dan ada hiperpigmentasi,

payudara simetris atau tidak, pengeluaran (kolostrum, pus atau cairan

lain).

d. Punggung dan pinggang : simetris atau tidak, apakah terjadi skoliosis,

lordosis atau kifosis.

e. Posisi tulang belakang : simetris/tidak, ada kelainan/tidak.

f. Extermitas atas dan bawah : odema ada tidak, varises ada/tidak.

g. Abdomen : apakah ada bekas luka operasi tertentu.


e. Kandung kemih kosong atau penuh

f. Vulva : kebersihan, lochea : warna, jumlah, bau.

g. Anus bersih/tidak, apakah terdapat haemorhoid.

h. Palpasi:

i. Leher: teraba pembesaran kelenjar tyroid/tidak, teraba pembesaran

vena jugulari/tidak.Dada: teraba retraksi/tidak. Payudara terasa

nyeri, keras, bengkak dan hangat.

j. Abdomen : teraba pembesaran kelenjar lien/tidak, teraba pembesaran

hepar/tidak, berapa tinggi fundus uterinya.

k. Ekstermitas atas dan bawah : oedema/tidak, varices/tidak.

l.Suhu badan teraba hangat.

c. Auskultasi

a. Dada : terdengar wheezing/tidak, terdengar ronchi/tidak.

b. Abdomen : apakah terdengar bising usus.

d. Perkusi

a. Perut : kembung/tidak, Reflek patella : ada/tidak

c. Pemeriksaan penunjang yang terdiri dari laboratorium, rontgent dan

lain-lain.
b. Diagnosa Keperawatan

Menurut Ali (2015), diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan

tentang masalah ketidaktahuan dan atau ketidakmauan dan atau

ketidakmampuan pasien/klien baik dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari maupun dalam penanggulangan masalah kesehatan tersebut

berhubungan dengan penyebab (etiologi) dan atau gejala. Diagnosa

keperawatan yang akan muncul sebagai berikut :

1. Ketidaknyamanan berhubungan dengan perubahan pada mekanika

tubuh efek dari perubahan hormone

2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan Penekanan kandung

kemih karena pembesaran uterus.

3. Kurangnya informasi tentang pemberian penerapan relaksasi otot

progresif

c. Intervensi Keperawatan

a. Ketidaknyamanan berhubungan dengan perubahan pada mekanika tubuh

efek dari perubahan hormone

Tujuan : Ketidaknyamanan berkurang/ hilang

Kriteria Hasil :

1) Klien dapat mengidentifikasi dan mendemonstrasikan tindakan

perawatan diri yang tepat

2) Ketidaknyamanan dapat dicegah dan diminimalkan


Tabel .2.2

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji faktor pencetus perasaan tidak 1. Menentukan intervensi selanjutnya

nyaman yang dirasakan klien

2. Kaji TTV klien 2. Ketidaknyamanan dapat

diakibatkan pola nafas, curah

jantung,temperature/suhu           

yang tidak stabil

3. Atur posisi klien senyaman mungkin 3. posisi menentukan perasaan /

saat dilakukan pengkajian/ ketidajknyamanaan dari klien

pemeriksaan atau ibu hamil

4. Ajarkan klien /ibu untuk 4. posisi tubuh, porsi makan, dan

meminimalkan ketidaknyamanan aktivitas berlebih adalah faktor

saat berada dirumah dengan        penyebab munculnya       

mengatur posisi tubuh, porsi makan ketidaknyamanan saat hamil

(6 x dengan porsi sedikit), dan

aktivitas

5. Berikan lingkungan yang nyaman 5. peningkatan kenyamanan bagi

bagi klien saat  pengkajian / klien

pemeriksaan
Kolaborasi

6. Kolaborasikan dengan dokter ahli

kandungan dalam tindakan


6. pengobatan efektif dan aman
pengobatan bila perlu
pada ibu hamil

b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan kandung kemih

karena pembesaran uterus.

Tujuan : Masalah eliminasi urin dapat teratasi

kriteria hasil :

1. Klien dapat menyebutkan cara-cara untuk meminimalkan masalah

2.Klien dapat mengidentifikasi tanda / gejala yang memerlukan

evaluasi/intervensi medis

3. Klien terhindar dari masalah kelebihan volume cairan dan edema pada

daerah wajah dan ekstremita

Tabel. 2.3

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kenaikan berat badan 1. Mendeteksi penambahan BB

berlebih dan retensi cairan


yang tidak terlihat
2. Memberi penjelasan tentang 2. Penekan terjadi pada kandung

perubahan sistem perkemihan kemih akibat pembesaran

selama kehamilan. uterus


3. Menganjurkan ibu untuk 3. Meningkatkan perkusi ginjal

melakukan posisi miring saat memobilisasi bagian edema

tidur
4. Anjurkan klien menghindari 4. Posisi memungkinkan

posisi tegak atau supine dalam terjadinya sindrom vena kava

waktu yang lama dan menurunnya aliran vena.

5. Berikan info mengenai perlunya 5. Memungkinkan diafragma

masukan cairan 6-8 gelas perhari menurun, membantu

mengembangkan ekspansi

paru.

c. Kurangnya informasi tentang pemberian penerapan relaksasi otot progresif

Tujuan : menambah wawasan tentang pemberian penerapan relaksasi otot

progresif

Kriteria Hasil :
Klien dapat memahami tentang pemberian penerapan relaksasi otot

progresif

1) Klien dapat melakukan pemberian penerapan relaksasi otot progresif

2) Klien dapat terhindar dari resiko komplikasi kehamilan

Tabel 2.4

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat pendidikan ibu 1. Mengetahui tingkat pendidikan

ibu dapat memudahkan

memberikan penjelsan tentang

pemberian penerapan relaksasi

otot progresif

2. berikan penjelasan tentang 2. metode untuk membantu untuk

relaksasi otot progresif menurunkan keteganggan

sehingga otot tubuh menjadi

rileks.

3. evaluasi tingakat pengetahuan 3. untuk memgetahui sejauh mana

ibu post partum setelah pemahaman ibu tentang

diberikan tindakan relaksasi otot progresif

d. Pelaksanaan (implementasi)
Menurut Effendy (1995), pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan

yang dilakukan antara lain :

1. Secara mandiri (independent)

Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu

pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya

stresor (penyakit).

2. Saling ketergantungan / kolaborasi (interdependent)

Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesam tim perawatan

atau dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis

kesehatan dan sebagainya.

3. Rujukan/ketergantungan (dependent)

Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain,

diantaranya dokter, psikologi, psikiater, ahli gizi, fisioterapi dan

sebagainya.

4. Implementasi yang dilakukan pada ibu post partum dalam upaya

menurunkan kecemasan dengan pemberian penerapan relaksasi otot

progresif sesuai dengan intervensi yang ada pada diagnosa keperawatan

Kurangnya informasi tentang pemberian penerapan relaksasi otot progresif

yaitu :

a) mengkaji tingkat pendidikan ibu


b) memberikan penjelasan tentang pemberian penerapan relaksasi otot

progresif

c) mengevaluasi tingakat pengetahuan ibu post partum setelah diberikan

tindakan

5. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistimatik dan terencana tentang

kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan

cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan

lainnya (Effendy, 2007). Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan

tindakan keperawatan untuk membantu ibu post partum menurunkan

kecemasan.

D. Kerangka Konsep

Untuk memudahkan penulisan ini, maka kerangka konsep yang digunakan

peneliti adalah seperti pada gambar 2. Berikut ini :

Askep (Asuhan
keperawatan)
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Perencanaan
Dapat
4. Pelaksanaan
menurunkan
5. Evaluasi Ny.X mengalami kecemasan
kecemasan

upaya menurunkan
kecemasan dengan
Ket : : Variabel bebas/pengaruh/independent

: Variabel terikat/terpengaruh

: Kriteria Hasil

Anda mungkin juga menyukai