Anda di halaman 1dari 24

KERANGKA LEGISLATIF DALAM KEBIDANAN

ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

Dosen Pengampu : Nur Alam, S.ST.,M.Tr.Keb

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Firda Laelatul Fazriyah (1052201013)

Nurhaliza (1052201009)

Safira Aryandini Putri (1052201003)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN DAN


PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan


rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam tak lupa kita panjatkan kepada
junjungan baginda Nabi Muhammad SAW. Dengan mengucap rasa syukur kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kerangka Legislatif dalam
Kebidanan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi dan
Hukum Kesehatan. Dan sekiranya makalah ini dapat memenuhi tugas kelompok
yang telah diberi.
Makalah ini disusun atas dukungan beberapa pihak. Maka dari itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Nur Alam, S.ST.,M.Tr.Keb, selaku dosen mata kuliah Etika Profesi dan
Hukum Kesehatan.
2. Orang tua yang telah mendoakan dan mendukung kami untuk menjalankan
dan menyelesaikan penulisan makalah ini.
3. Dan anggota kelompok 3 yang telah membantu dan mendukung dalam
menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh
dari kata kesempurnaan. Dengan ini kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
dengan baik.

Bekasi, 03 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................1

C. Manfaat........................................................................................................2

D. Tujuan Penulisan........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Pengertian Kerangka Legislatif dalam Kebidanan.................................3

B. Tujuan Legislatif dalam Kebidanan.........................................................3

C. Peranan Legislatif dalam Kebidanan........................................................3

D. Prosedur Legislatif dalam Kebidanan......................................................4

1. Uji Kompetensi........................................................................................12

2. Sertifikasi (Pengetahuan Kompetensi)....................................................13

3. Registrasi (Pengaturan Kewenangan).....................................................14

4. Lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan)...............................15

BAB III PENUTUP..............................................................................................19

A. Kesimpulan................................................................................................19

B. Saran..........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang
diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan
kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan
masyarakat. Kegiatan nya dapat berupa memberikan pendidikan asuhan
secara komperehensif dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas
pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan
asuhan anak.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik, bidan dapat
melakukan kegiatan sebagai berikut: bidan harus mendapatkan izin praktik
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Sebelum dapat berpraktik, bidan terlebih dahulu harus melalui proses
legislasi, yaitu proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan
dokumen hukum yang ada melalui rangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan
kewenangan), registrasi (badan pengatur) dan perizinan (pengaturan
organisasi). Ikatan Bidan Indonesia (IBI) saat ini sedang melaksanakan
program untuk menguji kemampuan bidan.Setidaknya untuk saat ini bidan
yang ingin berpraktik atau memberikan pelayanan kebidanan harus memiliki
ijazah setara D3. Jika mereka gagal dalam tes bakat, bidan tidak akan bisa
mengejar karirnya. Karena persyaratan suatu profesi adalah mengeluarkan
lisensi setelah lulus tes profesi. Hal ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengertian Kerangka Legislatif dalam Kebidanan?

1
2. Apa saja Tujuan Legislatif dalam Kebidanan?
3. Apa saja Peranan Legislatif dalam Kebidanan?
4. Bagaimana Prosedur Legislatif dalam Kebidanan?
C. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah agar dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran tentang “Kerangka Legislatif dalam Kebidanan” di bidang
pendidikan maupun di bidang penelitian-penelitian.
D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Legislatif dalam Kebidanan.
2. Untuk mengetahui Tujuan Legislatif dalam Kebidanan.
3. Untuk mengetahui Peranan Legislatif dalam Kebidanan.
4. Untuk memahami Prosedur Legislatif dalam Kebidanan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kerangka Legislatif dalam Kebidanan


Kerangka legislatif dalam kebidanan adalah proses pembuatan undang-
undang. Undang-undang ini akan menjadi dasar tindakan dan berkomitmen
untuk menciptakan praktik atau memberikan layanan bidan. Mereka harus
memiliki ijazah setara D3 yang dikeluarkan setelah lulus tes profesi. Sebelum
memasuki dunia kerja, mereka wajib mengikuti ujian yang berupa ujian
kompetensi.
Uji kompetensi juga menjadi sarana untuk mengukur kesesuaian tenaga
kesehatan untuk bekerja berdasarkan pengetahuan profesionalnya. Mengingat
fakta bahwa sekolah ilmu kesehatan semakin merajalela, dan terus
berkembang setiap tahun. Jika gagal dalam tes bakat, jelas bidan tidak akan
bisa melanjutkan profesinya. Karena persyaratan suatu profesi adalah
mengeluarkan lisensi setelah lulus tes profisiensi.
B. Tujuan Legislasi dalam Kebidanan
Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat
terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut
adalah meliputi :
1. Mempertahankan kualitas pelayanan
2. Memberi kewenangan
3. Menjamin perlindungan hukum
4. Meningkatkan profesionalisme
SIB (Surat Izin Bidan) adalah bukti Legislasi yang dikeluarkan oleh
DEPKES yang menyatakan bahwa bidan berhak menjalankan pekerjaan
kebidanan.[ CITATION Mid13 \l 1057 ]
C. Peranan Legislatif dalam Kebidanan

3
Peran legislatif dalam kebidanan adalah untuk menjamin perlindungan
masyarakat dan profesi yang menggunakan jasa professional, Legislasi
memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan jasa profesional.
Dalam memberikan pelayanan, hal-hal yang dapat menimbulkan
ketidakpuasan terhadap pasien atau masyarakat antara lain:
1. Layanan tidak aman
2. Petugas memiliki sikap yang buruk
3. Kurangnya komunikasi
4. Program yang salah
5. Infrastruktur tidak memadai
6. Kurangnya informasi
Selain hal-hal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan terhadap pasien,
masih ada Bidan dapat dikatakan standar profesi yaitu:
1. Kemandirian
2. Peningkatan kemampuan
3. Praktik berbasis bukti
4. Gunakan berbagai sumber informasi
D. Prosedur Legislatif dalam Kebidanan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR
900/MENKES/SK/VII/2002 di buat untuk menyempurnakan permenkes
nomor 572 tentang registrasi dan praktik bidan dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah. Sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 di buat untuk melaksanakan
ketentuan bahwa kesehatan perlu mengatur izin dan penyelenggaraan Praktik
bidan yaitu pada pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
serta menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yaitu merevisi permenkes Nomor
HK. 02.02/Menkes/149/I/2010.
Menimbang:

4
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 36Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
b. bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
merata, perlu merevisiPeraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

5
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan.
11. Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perlu
diadakan penyempurnaan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);

6
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4090);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4095);
196
8. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelengaraan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124);
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1994 tentang Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun
2000 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994
tentang Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;
12. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor
1446.A/Menkes-Kessos/SK/IX/2000 tentang Petunjuk Teknis

7
Pelaksanaan Perpanjangan Masa Bakti Bidan PTT dan Pengembangan
Karier Bidan Pasca PTT;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN. 

Permenkes Permenkes

BAB NOMOR BAB NOMOR


900/MENKES/SK/VII/2 1464/MENKES/PER/X/2
002 010

I a)      Dinyatakan bahwa I a)      Definisi seorang bidan


definisi bidan adalah bukan hanya yang telah
Ketentuan seorang wanita yang telah Ketentuan mengikuti program
Umum mengikuti program Umum pendidikan kebidanan
pendidikan bidan dan namun telah ter Registrasi
lulus ujian sesuai dengan sesuai ketentuan peraturan
persyaratan berlaku perundang-undangan.

b)      Kepemilikan SIB (surat b)      Perubahan SIB (surat


izin bidan) dan SIPB izin bidan) menjadi STR
(surat izin praktik bidan). (surat tanda registrasi).
STR adalah bukti tertulis
yang di berikan oleh
pemerintah kepada tenaga
kesehatan yang di
registrasi setelah memiliki
sertifikat kompetensi
sedangkan SIB hanya
bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk
menjalankan pelayanan
asuhan kebidanan di
Indonesia.

8
c)      Kepemilikan SIKB yaitu
bukti tertulis yang
diberikan kepada Bidan
yang sudah memenuhi
persyaratan untuk bekerja
di fasilitas pelayanan
kesehatan.

a)      Ketentuan untuk a)      Bidan dapat praktik


pelaporan peserta didik mandiri atau di fasilitas
yang baru lulus ke Dinas pelayanan kesehatan
Kesehatan provinsi
b)      Minimal pendidikan
b)      Kewajiban untuk Bidan adalah dIII
registrasi bagi bidan yang kebidanan
baru lulus
c)      Kewajiban memiliki
c)      Penerbitan SIB oleh SIKB untuk Bidan yang
kepala Dinas Kesehatan bekerja di fasilitas
Propinsi pelayanan kesehatan
II
d)      Kewajiban untuk d)      Kewajiban memiliki
Pelaporan kepemilikan SIB II SIPB untuk Bidan yang
dan termasuk untuk Bidan praktik mandiri
Registrasi luar negeri Perizinan
e)      Kewajiban memiliki
e)      Pembaharuan SIB STR, SIKB, dan SIPB
yang di keluarkan oleh
pemerintah daerah
kabupaten/Kota

f)       Kewenangan Bidan
untuk hanya menjalankan
praktik/ kerja paling
banyak 1tempat kerja dan
1tempat praktik

g)      Masa berlaku SIKB dan


SIPB

III Masa bakti Bidan sesuai III a)      Kewenangan Bidan


dengan ketentuan untuk memberikan
Masa peraturan UUD Penyelenggara pelayanan kesehatan yang
Bakti an Praktik meliputi pelayanan

9
kesehatan ibu, anak,
kespro dan kb

b)      Kewenangan Bidan
untuk menjakankan
program pemerintah

c)      Kewenangan Bidan
yang menjalankan praktik
kebidanan di daerah yang
tidak ada dokter

d)      Syarat minimal
pendidikan untuk Bidan
yang bekerja di daerah
yang belum ada dokter

e)      Kewajiban Bidan dalam


melaksanakan praktik atau
kerja dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu
pelayanan profesi

f)       Hak Bidan dalam


melaksanakan praktik atau
kerjanya.

a)      Kewajiban Bidan untuk Kewajiban Bidan untuk


memiliki SIPB melakukan pencatatan dan
pendokumentasian sesuai
b)      Masa berlaku untuk IV dengan pelayanan yang di
IV SIPB berikan
Pencatatan
Perizinanc)      Kewajiban Bidan untuk
dan pelaporan
meningkatkan ilmu dan
keterampilan melalui
pendidikan dan pelatihan

V Kewenangan Bidan untuk V Pembinaan dan


memberikan pelayanan pengawasan untuk
Praktik yang meliputi pelayanan Pembinaan meningkatkan mutu
Bidan kebidanan, KB, dan dan pelayanan, keselamatan
Pengawasan

10
kesmas. pasien, dan melindungi
masyarakat yang dapat
menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.

Kewajiban Bidan untuk a)      Ketentuan untuk


melakukan pencatatan memiliki SIPB dan jangka
dan pelaporan sesuai waktunya bagi Bidan yang
VI
dengan pelayanan yang di VI menjalankan praktik
Pencatata berikan mandiri
Ketentuan
n dan
peralihan b)      Ketentuan untuk
pelaporan
memiliki SIKB bagi Bidan
yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan

a)      Kewajiban Bidan untuk


mengumpulkan sejumlah
angka kredit yang
besarnya di tetapkan oleh
organisasi profesi

VIII b)      Kewajiban Bidan untuk


mentaati peraturan yang VII
Pembinaa berlaku
n dan Ketentuan

pengawasc)      Peraturan yang dilarang Penutup
an bagi bidan dalam
menjalankan praktiknya

d)      Hal-hal yang terjadi


apabila Bidan melanggar
ketentuan yang ada di
peraturan

Sanksi bagi Bidan yang


IX melakukan pelanggaran
Sanksi terhadap ketentuan yang – –
di atur dalam keputusan

X Ketentuan tentang
peraturan kepemilikian
Ketentuan SIB dan SIPB serta masa – –
berlakunya.

11
peralihan

XI  

Ketentuan –
– –
Penutup

Berdasarkan analisa yang di lakukan pada  tiap BAB permenkes NOMOR


900/MENKES/SK/VII/2002 dengan  NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 ,
dapat di simpulkan bahwa permenkes NOMOR
900/MENKES/SK/VII/2002 menekankan kepada kepemilikan SIB dan SIPB dan
permenkes NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 menjelaskan bahwa seorang
bidan adalah yang sudah ter Registrasi serta kewajiban Bidan untuk memiliki
STR, SIKB dan SIPB sesuai dengan ketentuan yang berlaku. [ CITATION mid13 \l
1057 ]

Untuk melaksanakan Praktik Bidan, ada beberapa modal dasar yang harus
dilakukan guna memenuhi Legalitas dalam Kebidanan, yaitu :

1. Uji Kompetensi
Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur
pengetahuan,keterampilan dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar
profesi.
a. Tujuan Uji Kompetensi :
 Menegakkan akuntabilitas profesi
  Menegakkan standar dan etika profesi
  Penilaian mutu lulusan pendidikan bidan
 Menjaga kepercayaan publik terhadap profesi
b. Sistem Uji Kompetensi Tenkes ( SK 179/2011)
 Bersifat Nasional, dikelola di pemerintah pusat leh Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia bersama MTPK dan Organisasi Profesi
 Soal uji disusun berdasarkan standar kompetensi, blue print dan kisi-
kisi soal yang dikembangkan leh team nasional

12
 Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan leh institusi pendidikan yang
telah terakreditasi bersamaan dengan pelaksanaan ujian akhira (exit
exam).
c. Pendekatan Uji Kompetensi
 Untuk menilai kompetensi tingkatan pengetahuan (Know/ Know How)
dapat diuji dengan metode MTQ yang fokusnya menanyakan tentang
konsep/penerapan konsep pada asuhan kebidanan
 Untuk menilai kompetensi tingkat show how, dapat diuji
denganObjective Structure Clinical Examination (OSCE) – untuk
menilai kemampuan klinik dan komunikasi
 Untuk menilai kompetensi tingkat does,  dilakukan dengan
metodework-based assessment yaitu dengan menilai kompetensi bidan
menggunakan metode portfolio, Direct Observational Procedural
Skill (DOPS) – Mini cek
d. Pelaksanaan Uji Kompetensi
 Dijadwalkan 3kali setahun (April, Agustus dan November)
 Jumlah 180 soal dan disediakan waktu 3 jam
 Jenis soal yang digunakan adalah MCQ dengan alternatif jawaban
(a,b,c,d,e)
 Sejumlah soal disajikan dalam bentuk kasus (vignet)
 Dilaksanakan pada institusi pendidikan terpilih
 Diikuti oleh mahasiswa tingkat akhir setelah lulus UAP (exit
examination)
 Bagi peserta yang lulus diberi sertifikat kompetensi digunakan untuk
mengurus STR 
 STR berlaku nasional, bernomer nasional yang ditetapkan leh MTKI
2. Sertifikasi (Pengetahuan Kompetensi)
Sertifikasi Adalah proses pemberian sertifikat kompetensi kepada tenaga
kesehatan yg dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi
berdasarkan standar profesi/standar kompetensi tenaga kesehatan.Semua

13
tenaga kesehatan (kecuali dokter, dokter gigi, dan tenaga kefarmasian) wajib
mengikuti sertifikasi untuk memperoleh sertifikasi kompetensi sebagai dasar
memperoleh STR. [ CITATION Dhi21 \l 1057 ]
Ada 2 bentuk kelulusan :
 Ijazah : Dokumentasi penguasaan tertentu, mempunyai kekuatan
hukum atau sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan diperoleh
dari pendidikan formal.
 Sertifikat : Dokumen penguasaan kompetensi tertentu , bisa diperoleh
dari kegiatan formal atau pendidikan berkelanjutan atau pendidikan
non formal yang akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
a. Tujuan umum sertifikasi adalah sebagai berikut :
 Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi
 Meningkatkan mutu pelayanan
 Pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan
b. Tujuan khusus sertifikasi adalah sebagai berikut:
 Menyatakan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan perilaku
(kompetensi) tenaga profesi.
 Menetapkan kualifikasi dan lingkup kompetensi.
 Menyatakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku (kompetensi)
pendidikan tambahan tenaga profesi.
 Memenuhi syarat untuk mendapat nomor registrasi
3. Registrasi (Pengaturan Kewenangan)
Registrasi adalah sebuah proses dimana seorang tenaga profesi harus
mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodic guna
mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan profesionalnya
setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan tesebut.
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan
terhaap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kopetensi inti atau
standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan
mental mampu melaksanakan praktik profesinya. (Registrasi menurut

14
keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
900/MENKES/SK/VII/2002).
Dengan teregistrasinya seorang tenaga profesi, maka akan mendapatkan
haknya untuk ijin praktik ( lisensi ) setelah memenuhi beberapa persyaratan
administrasi untuk lisensi.
a. Tujuan Registrasi
 Meningkatkan keemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi
kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat.
 Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam
penyelesaian kasus mal praktik.
 Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik

Aplikasi proses registrasi dalam praktek kebidanan adalah sebagai berikut,


bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan
kelengkapan registrasi kepada kepala Dinas Kesehatan Propinsidimana
institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB ( surat ijin bidan )
selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima Ijasah bidan. Kelengkapan
registrasi menurut Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 adalah
meliputi: fotokopi ijasah bidan, fotokopi transkrip nilai akademik, surat
keterangan sehat dari dokter, pas foto sebanyak 2 lembar.

SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui, serta merupakan dasar
untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan atau SIPB ( surat ijin praktik bidan
). SIB tidak berlaku lagi karena: dicabut atas dasas ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, habis masa berlakunya dan tidak mendaftar ulang,
dan atas permintaan sendiri.

b. Syarat Registrasi
Pada saat akan mengajukan registrasi, maka akan diminta untuk
melengkapi dan membawa beberapa syarat, antara lain :
 Fotokopi ijasah bidan
 Fotokopi Transkrip nilai akademik

15
 Surat keterangan sehat dari dokter
 Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

4. Lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan)

Lisensi adalah proses administrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau


yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga
profesi yang teregistrasi untuk pelayanan mandiri. Lisensi adalah pemberian
ijin praktek sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah
ditetapkan.[ CITATION Asm20 \l 1057 ]

a. Tujuan lisensi adalah:

 Memberikan kejelasan batas wewenang


 Menetapkan sarana dan prasarana
 Meyakinkan klien

b. Syarat Lisensi

 Fotokopi SIB yang masih berlaku


 Fotokopi ijasah bidan
 Surat keterangan sehat
 Rekomendasi dari organisasi profesi
 Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar

Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SIPB


(Surat Ijan Praktik Biadan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki
SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten atua Kota setempat dengan memenuhi
persyaratan sebagai beriku: fotokopi SIB yang masih berlaku, fotokopi ijasah
bidan, surat persetujuan atasan, surat keterangan sehat dari dokter,

16
rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto. Rekomendasi yang telah
diberikan organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian
kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta
kesanggupan melakukan praktik bidan.

Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah yang


diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji Kompetensi bagi bidan
yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji Kompetensi sekarang ini
baru pada tahap uji coba dibeberapa wilayah, termaksud Propinsi Jawa
Tengah dan Yogyakarta, sehingga ,memang belum dibakukan.

SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui kembali.

Contoh kasus pelanggaran legislatif

Kasus : “Tanggungjawab Hukum Rumah Sakit Yang Memperkejakan Bidan

Tanpa Surat Tanda Registrasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Penajam Paser Utara Kalimantan Timur Dan Rumah Sakit Umum Dinda

Tangerang”

Peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Penajam Paser

Utara Kalimantan Timur dan Rumah Sakit Umum Dinda Tangerang untuk

mengetahui alasan Rumah Sakit mempekerjakan bidan tanpa Surat Tanda

Registrasi dan tanggungjawab hukum Rumah Sakit dalam mempekerjakan bidan

tanpa Surat Tanda Registrasi. Data yang digunakan adalah data primer dan

sekunder melalui wawancara kepada Direktur Rumah Sakit, Kepala Dinas

Kesehatan, Ketua IBI, Bagian Hukum Rumah Sakit serta Bidan dan studi

17
kepustakaan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif.

Hasil penelitian :

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan Rumah Sakit mempekerjakan bidan

tanpa Surat Tanda Registrasi (STR) dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan STR. STR sebagai

persyaratan bagi bidan dalam berpraktik di Rumah Sakit, penerimaan pegawai

baru yang tidak sesuai SOP karena kebutuhan yang mendesak dan dropping

pegawai dari Bupati, sulitnya pengurusan STR dan penerimaan pegawai yang

dilakukan Bupati maka bidan diterima untuk bekerja, dengan batasan kewenangan

untuk bidan yang bekerja tanpa STR dan masih kurangnya pengawasan dari Dinas

Kesehatan dan organisasi profesi bidan. Apapun alasan Rumah Sakit telah

melanggar peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 13 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 2009, Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2014, Permenkes Nomor 46 Tahun 2013, dan Pasal 3 ayat (1) Permenkes

Nomor 1464 Tahun 2010. Rumah Sakit yang mempekerjakan bidan tanpa STR

wajib bertanggungjawab secara perdata dan administratif, sesuai yang tercantum

dalam Pasal 46 dan Pasal 27 huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerangka legislatif dalam kebidanan adalah proses pembuatan undang-
undang yang akan menjadi dasar tindakan dan berkomitmen untuk
menciptakan praktik atau memberikan layanan bidan. Mereka harus memiliki
ijazah setara D3 yang dikeluarkan setelah lulus tes profesi. Sebelum
memasuki dunia kerja, mereka wajib mengikuti ujian yang berupa ujian
kompetensi.
Dan contoh legislatif dalam kebidanan itu jika seorang bidan ingin
membuka praktek harus menyertakan ijazah berupa ijazah yang diperoleh
bidan setelah menyelesaikan studinya, dan dari tes kemampuan yang
digunakan untuk menguji bidan setelah lulus dari tes kemampuan. Kemudian
STR menyatakan bidan tersebut telah lulus tes kemampuan dan memenuhi

19
persyaratan. Dalam hal SIKB-SIPB misalnya bidan yang ingin bekerja di
institusi kesehatan harus memiliki SIKB, dan jika ingin membuka BPM harus
memiliki SIPB.
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, kami mengharapkan agar seluruh Bidan di
Indonesia harus terus menerapkan legislatif kebidanan ini yang telah diatur
oleh badan yang berwenang dengan sedemikian rupa agar pelayanan terbaik
yang Bidan berikan dapat terus bermanfaat menjamin kesehatan masyarakat
dan terhindar dari tindakan yang membahayakan.

DAFTAR PUSTAKA

Asmawati, & Rahmawati, R. S. (2020). ETIKA PROFESI DAN HUKUM


KESEHATAN. Palopo: Pustaka Refleksi.

Noviazahra, D. (t.thn.). ASPEK LEGAL DAN LEGISLASI DALAM PELAYANAN


KEBIDANAN. Dipetik Maret 5, 2021, dari academia.edu:
https://www.academia.edu/11347533/ASPEK_LEGAL_DAN_LEGISLASI_DAL
AM_PELAYANAN_KEBIDANAN

science, m. (2013, Juli 09). LEGISLASI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN. Dipetik


Maret 05, 2021, dari https://midwifescience.wordpress.com/:
https://midwifescience.wordpress.com/2013/07/09/legislasi-dalam-praktik-
kebidanan/#more-119

Science, M. (2013, Juli 3). LEGISLASI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN. Dipetik


Maret 5, 2021, dari wordpress.com:
https://midwifescience.wordpress.com/2013/07/09/legislasi-dalam-praktik-
kebidanan/

20
Carmelite, Viona (2017) TANGGUNGJAWAB HUKUM RUMAH SAKIT YANG
MEMPEKERJAKAN BIDAN TANPA SURAT TANDA REGISTRASI DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
KALIMANTAN TIMUR DAN RUMAH SAKIT UMUM DINDA
TANGERANG. Masters thesis. Fakultas Pasca Sarjana, Magister Hukum
Konsentrasi Hukum Kesehatan, Unika Soegijapranata, Semarang.

21

Anda mungkin juga menyukai