DOSEN PEMBIMBING :
Marguan Fauzi
DISUSUN OLEH :
(2018250022)
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Beton, Besi dan Baja” ini dapat
terselesaikan. Berbagai sumber telah penulis ambil sebagai bahan dalam pembuatan
makalah ini. Penulis berharap makalah beton ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis juga menyadari bahwa buku tugas besar ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki kesalahan dalam
penyusunannya.
PENULIS
DAFTAR ISI
BAB I BETON…….……………………………………………………………………...
BAB II BAJA……...……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
BETON
1
bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Umumnya nilai FAS yang
diberikan minimum 0,4 dan maksimum 0,65 (Tri Mulyono, 2004).
2. Sifat agregat
Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton.
Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperhatikan seperti, serapan
air, kadar air agregat, berat jenis, gradasi agregat, modulus halus
butir, kekekalan agregat, kekasaran dan kekerasan agregat.
3. Proporsi semen dan jenis semen yang digunakan
Berhubungan dengan perbandingan jumlah semen yang digunakan
saat pembuatan mix design dan jenis semen yang digunakan
berdasarkan peruntukkan beton yang akan dibuat. Penentuan jenis
semen yang digunakan mengacu pada tempat dimana struktur
bangunan yang menggunakan material beton tersebut dibuat, serta
pada kebutuhan perencanaan apakah pada saat proses pengecoran
membutuhkan kekuatan awal yang tinggi atau normal.
4. Bahan tambah
Bahan tambah (additive) ditambahkan pada saat pengadukan
dilaksanakan. Bahan tambah (additive) lebih banyak digunakan
untuk penyemenan (cementitious), jadi digunakan untuk perbaikan
kinerja. Menurut standar ASTM C 494/C494M – 05a, jenis bahan
tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe, yaitu :
a) water reducing admixtures
b) retarding admixtures
c) accelerating admixtures
d) water reducing and retarding admixtures
e) water reducing and accelerating admixtures
f) water reducing and high range admixtures
g) water reducing, high range and retarding admixtures
(2.1)
2 2
Asilinder = 1/4**d ; Akubus = r
Dimana, σ = tegangan (N/mm2)
P = beban maksimum (N)
A = luas bidang tekan
2
(mm ) d = diameter
silinder (mm)
r = rusuk kubus (mm)
P
15 cm
30 cm
15 cm 15 cm
(a) (b)
Gambar 2.1 Sampel uji kuat tekan, (a) silinder beton dan
(b) kubus beton
Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda
mengakibatkan adanya ketegangan antar partikel dalam material yang
besarnya berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini
menyebabkan adanya pergeseran struktur material regangan atau
himpitan yang besarnya juga berbanding lurus. Karena adanya
pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk material misalnya
perubahan panjang menjadi L + ∆L (jika ditarik) atau L - ∆L.(jika
ditekan). Dimana L adalah panjang awal benda dan ∆L adalah
perubahan
3
panjang yang terjadi. Rasio perbandingan antara ∆L terhadap L inilah
yang disebut strain (regangan) dan dilambangkan dengan “ε” (epsilon).
Dengan rumus :
(2.2)
4
(Sumber : Concrete, Mindess et al., 2003)
Gambar 2.3 Kurva stress-strain tipikal untuk agregat, pasta
semen, mortar dan beton.
40%
50
(2.5)
b. Regangan yang arahnya tegak lurus terhadap arah gerak gaya disebut
regangan Lateral. Dengan rumus :
(2.6)
Dimana : = Regangan
L = Panjang Benda Mula-mula (m)
∆L = Perubahan Panjang Benda (µm)
d0 = Diameter Penampang Mula-mula (m)
∆d = Perubahan Diameter Penampang (µm)
(2.7)
Nilai rasio poisson untuk beton berkisar antara 0,15 - 0,25 (ASTM
STP 169D Chapter 19, 1994).
1.2.2 Agregat
Pada beton biasanya terdapat sekitar 70% sampai 80 % volume
agregat terhadap volume keseluruhan beton, karena itu agregat
mempunyai peranan yang penting dalam propertis suatu beton
(Mindess et al., 2003). Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa
sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai satu kesatuan
yang utuh, homogen, rapat, dan variasi dalam perilaku (Nawy, 1998).
Dua jenis agregat adalah :
1.2.2.1 Agregat halus (pasir alami dan buatan)
Agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh
langsung dari sungai atau tanah galian, atau dari hasil pemecahan
batu. Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih kecil
dari 4,75 mm (ASTM C 125 – 06). Agregat yang butir-butirnya lebih
kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan butir-butir yang
lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt, dan yang lebih kecil dari
0,002 mm disebut clay (SK SNI T-15-1991-03). Persyaratan
mengenai proporsi agregat dengan gradasi ideal yang
direkomendasikan terdapat dalam standar ASTM C 33/ 03 “Standard
Spesification for Concrete Aggregates”.
Tabel 2.1 Gradasi Saringan Ideal Agregat Halus
Diameter Saringan Persen Lolos Gradasi Ideal
(mm) (%) (%)
9,5 mm 100 100
4,75 mm 95 - 100 97,5
2,36 mm 80 - 100 90
1,18 mm 50 - 85 67,5
600 m 25 - 60 42,5
300 m 5 - 30 17,5
150 m 0 - 10 5
(Sumber: ASTM C 33/ 03)
7
1.2.2.2 Àgregat kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan dari blast
furnance) Menurut ASTM C 33 - 03 dan ASTM C 125 - 06, agregat
kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 4,75 mm.
Ketentuan mengenai agregat kasar antara lain :
1.2.2.2.1 Harus terdiri dari butir – butir yang keras dan tidak
berpori.
1.2.2.2.2 Butir – butir agregat kasar harus bersifat kekal,
artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh – pengaruh
cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
1.2.2.2.3 Tidak boleh mengandung zat – zat yang dapat
merusak beton, seperti zat – zat yang relatif alkali.
1.2.2.2.4 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %.
Apabila kadar lumpur melampaui 1 %, maka agregat kasar
harus dicuci.
Persyaratan mengenai proporsi gradasi saringan untuk campuran
beton berdasarkan standar yang direkomendasikan ASTM C 33/ 03
“Standard Spesification for Concrete Aggregates” (lihat Tabel 2.1).
Dan standar pengujian lainnya mengacu pada standar yang
direkomendasikan pada ASTM.
Tabel 2.2 Gradasi Saringan Ideal Agregat Kasar
Diameter Saringan Persen Lolos Gradasi Ideal
(mm) (%) (%)
25,00 100 100
19,00 90 -100 95
12,50 - -
9,50 20 – 55 37,5
4,75 0 – 10 5
2,36 0-5 2,5
(Sumber: ASTM C 33/ 03)
8
Menurut ASTM C150, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe I : Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk
penggunaan umum, tidak memerlukan persyaratan khusus
(panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal).
Tipe II : Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan
terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi
sedang.
Tipe III : High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan
kekuatan awal tinggi (cepat mengeras)
Tipe IV : Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang
memerlukan panas hidrasi rendah, dengan kekuatan awal
rendah.
Tipe V : High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang
tahan terhadap kadar sulfat tinggi.
Selain semen Portland di atas, juga terdapat beberapa jenis semen lain :
1.2.3.1 Blended Cement (Semen Campur)
Semen campur dibuat karena dibutuhkannya sifat-sifat khusus yang
tidak dimiliki oleh semen portland. Untuk mendapatkan sifat khusus
tersebut diperlukan material lain sebagai pencampur. Jenis semen
campur :
a) Portland Pozzolan Cement (PPC)
b) Portland Blast Furnace Slag Cement
c) Semen Mosonry
d) Portland Composite Cement (PCC)
1.2.3.2 Water Proofed Cement
Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen
Portland dengan “Water proofing agent”, dalam jumlah yang kecil.
1.2.3.3 White Cement (Semen Putih)
Semen putih dibuat untuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan
konstruktif.
9
1.2.3.4 High Alumina Cement
High alumina cement dapat menghasilkan beton dengan kecepatan
pengerasan yang cepat dan tahan terhadap serangan sulfat, asam
akan tetapi tidak tahan terhadap serangan alkali.
1.2.3.5 Semen Anti Bakteri
Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen
Portland dengan “anti bacterial agent” seperti germicide.
(Sumber : http://en.wikipedia.org)
1.2.4 Air
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur
dan pengaduk antara semen dan agregat. Pada umumnya air yang dapat
diminum memenuhi persyaratan sebagai air pencampur beton, air ini
harus bebas dari padatan tersuspensi ataupun padatan terlarut yang
terlalu banyak, dan bebas dari material organik (Mindess et al.,2003).
Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan
penggunaannya harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum
Bahan Bangunan Di Indonesia (PUBI-1982), antara lain:
1.2.4.1 Air harus bersih.
1.2.4.2 Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya
yang dapat dilihat secara visual.
1.2.4.3 Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2
gram
/ liter.
1.2.4.4 Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat
merusak beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari
15 gram / liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m.
dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m. sebagai SO3.
1.2.4.5 Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia
dan dievaluasi.
10
1.3 Perencanaan Campuran (Mix Design)
Tujuan utama mempelajari sifat – sifat beton adalah untuk
perencanaan campuran (mix design), yaitu pemilihan bahan – bahan
beton yang memadai, serta menentukan proporsi masing – masing
bahan untuk menghasilkan beton ekonomis dengan kualitas yang baik
(Antoni – P.Nugraha, 2007). Dalam penelitian ini, mix design
dilaksanakan menggunakan cara DOE (Department of Environment).
Perencanaan dengan cara DOE dipakai sebagai standar perencanaan
oleh Departemen Pekerjaan Umum di Indonesia dan dimuat dalam
buku standar SK SNI T- 15-1990. Pemakaian metode DOE karena
metode ini yang paling sederhana dengan menghasilkan hasil yang
akurat, diantaranya penggunaan rumus dan grafik yang sederhana.
Secara garis besar langkah perhitungan mix design cara DOE dapat
diuraikan sebagai berikut: menentukan kuat tekan rata-rata rencana
(f’c); faktor air semen; nilai slump; besar butir agregat maksimum;
kadar air bebas; proporsi agregat; berat jenis agregat gabungan, dan
menghitung proporsi campuran beton.
(a)
(b) (c)
Gambar 2.7 Jenis capping, (a) belerang (b) topi baja dan (c) teflon
1.5 Karbonasi
Karbonisasi pada beton terjadi akibat unsur kalsium yang ada
pada beton tercampur oleh karbon dioksida yang ada di udara dan
berubah menjadi kalsium karbonat. Pasta semen mengandung 25-50%
kalsium hidroksida (Ca(OH)2), dimana rata-rata nilai pH dari pasta
semen segar
12
setidaknya 12,5. Sedangkan nilai pH pasta semen yang terkarbonasi
seluruhnya berkisar 7.
Beton akan terkarbonasi jika karbon dioksida dari udara atau
dari air meresap ke dalam beton. Tingkat karbonasi tergantung dari
porositas dan unsur kelembaban pada beton. Jika beton terlalu kering
(RH<40%) CO2 tidak dapat larut dan karbonasi tidak terjadi.
Sebaliknya jika beton terlalu basah (RH>90%) CO 2 tidak dapat
meresap ke dalam beton dan karbonasi juga tidak dapat terjadi pada
beton. Kondisi optimal untuk terjadinya karbonasi pada saat RH 50%
(berkisar antara 40-90%).
Karbonasi sangat merugikan pada beton bertulang karena
menyebabkan atau berhubungan langsung dengan proses korosi pada
tulangan dalam beton dan proses penyusutan (shrinkage). Tetapi pada
beton biasa, karbonasi menyebabkan peningkatan nilai kuat tekan
maupun tarik. Sehingga tidak semua efek karbonasi itu merugikan.
Untuk mengetahui secara cepat dimana beton mengalami karbonasi,
dapat dilakukan dengan cara menuangkan/meneteskan cairan
Phenolphthalein, yang biasa disebut Phenolphthalein indicator. Jika
setelah dituang beton berwarna keunguan, maka beton tidak
terkarbonasi. Tetapi jika tidak berwarna, maka beton telah
terkarbonasi.
13
BAB 2
BAJA
Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai
unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara
0,2% hingga 2,1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal
(crystal lattice) atom besi. Baja karbon ini dikenal sebagai baja hitam karena
berwarna hitam, banyak digunakan untuk peralatan pertanian misalnya sabit dan
cangkul. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah
jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja
Menurut komposisi kimianya baja karbon dapat klasifikasikan menjadi tiga, yaitu
Baja karbon rendah dengan kadar karbon 0,05% - 0,30% C, sifatnya mudah
14
komposisi 0,05% - 0,20% C biasanya untuk bodi mobil, bangunan, pipa, rantai,
paku keeling, sekrup, paku dan komposisi karbon 0,20% - 0,30% C digunakan
untuk roda gigi, poros, baut, jembatan, bangunan. Baja karbon menengah dengan
kadar karbon 0,30% - 0,60%, kekuatannya lebih tinggi dari pada baja karbon
kadar karbon 0,30% - 0,40% untuk batang penghubung pada bagian automotif.
Untuk kadar karbon 0,40% - 0,50% digunakan untuk rangka mobil, crankshafts,
rails, ketel dan obeng. Untuk kadar karbon 0,50% - 0,60% digunakan untuk palu
dan eretan pada mesin. Baja karbon tinggi dengan kandungan 0,60% - 1,50% C,
kegunaannya yaitu untuk pembuatan obeng, palu tempa, meja pisau, rahang
ragum, mata bor, alat potong, dan mata gergaji, baja ini untuk pembuatan baja
perkakas. Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong (Arifin dkk, 2008).
Sedangkan menurut kadar zat arangnya, baja dibedakan menjadi tiga kelompok
utama baja bukan paduan yaitu baja dengan kandungan kurang dari 0,8% C (baja
kandungan 0,8% C (baja eutectoid atau perlitis), terdiri atas perlit murni, dan baja
dengan kandungan lebih dari 0,8% C (baja hypereutectoid), himpunan perlit dan
Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2010).
1. Silisium (Si), terkandung dalam jumlah kecil di dalam semua bahan besi dan
15
terhadap panas dan karat, dan ketahanan terhadap keras. Tetapi menurunkan
untuk dapat ditemper menyeluruh, batas rentang panas, ketahanan panas dan
batas kelelahan, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan regangan,
kerapuhan pelunakan.
ketahanan lelah, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan kepekaan
regangan.
16
9. Titanium (Ti), memiliki kekuatan yang sama seperti baja, mempertahankan
Pegas daun ini terbentuk dari sejumlah pelat-pelat (berbentuk seperti daun). Daun-
daun ini biasanya mempunyai ciri dilengkungkan sehingga daun-daun itu akan
melayani untuk melentur menjadi lurus oleh karena kerja beban, seperti
Daun-daun itu disatukan bersama oleh sabuk seperti gelang yang disusutkan
melingkarinya pada posisi tengah atau dengan baut yang menembusnya di tengah.
Daun yang lebih panjang dikenal sebagai daun utama (main leaf atau master leaf )
dengan ujung dibentuk menyerupai lubang mata yang mana dipasang dengan baut
untuk mengikat pegas pada tumpuannya. Biasanya pada mata tersebut, pegas
disematkan pada sengkang (shackle), yang juga diberikan bantalan yang terbuat
dari bahan anti gesekan seperti perunggu (bronze) atau karet (rubber). Daun pegas
17
gesekan atau desakan pada daun yang berbatasan, ujung-ujung dari graduated
1. Daun utama akan melawan beban-beban lentur vertikal dan juga beban-beban
yang disebabkan bagian samping kendaraan dan torsi, oleh karena adanya
dua daun dengan panjang penuh dan blok bantalan pada daun tersusun (graduated
juga ikut andil menghantarkan tegangan pada daun panjang penuh (full length
Pegas ini biasanya dibuat dari plat baja yang memiliki ketebalan 3 – 6 mm.
Susunan pegas daun terdiri atas 3 – 10 lembar plat yang diikat menjadi satu
menggunakan baut atau klem pada bagian tengahnya. Pada ujung plat terpanjang
dibentuk mata pegas untuk pemasangannya. Sementara itu, bagian belakang dari
plat baja paling atas dihubungkan dengan kerangka menggunakan ayunan yang
perubahan beban. Camber ialah untuk menentukan tinggi lengkungan daun pegas
yang sudah disusun pada saat tidak menerima beban. Pegas daun dipasang di atas
dan di bawah poros roda belakang. Dominan pegas daun dipasang tepat pada
pertengahan panjang pegas tersebut sehingga bagian depan dan belakang sama
Menurut penelitian yang dilakukan Pramuko Ilmu Purboputro (2009), pegas daun
18
sebagai baja karbon sedang. Unsur penyusun utamanya selain besi (Fe) = 97,07%
tahan aus, ketahanan terhadap panas dan karat, tetapi juga mampu menurunkan
diperkeras pada baja. Unsur tambahan dalam jumlah yang relatif kecil yaitu
wolfram (W) = 0,04%, molibden (Mo) = 0,031%, sulphur (S) = 0,013%, niobium
(Nb) = 0,01%, phosphor (P) = 0,004%, vanadium (V) = 0,000%, alumunium (Al)
dalam waktu tertentu. Jadi, dari diagram ini dapat dilihat pada temperatur dan
waktu berapa suatu fase mulai dan berakhir terbentuk (Sumiyanto dkk, 2012).
Diagram ini spesifik untuk setiap baja dengan konsentrasi karbon tertentu. Seperti
19
Gambar 2. Diagram TTT (Anonimous B, 2012).
Kurva sebelah kiri menunjukkan saat mulainya transformasi isothermal dan kurva
A1, austenit dalam keadaan stabil (tidak terjadi transformasi walaupun waktu
kiri kurva awal transformasi austenit tidak stabil (austenit akan bertransformasi)
isothermal dari austenit, sedang pada daerah diantara dua kurva tersebut terdapat
Titik paling kiri dari kurva awal transformasi disebut hidung (nose) diagram ini.
bawah nose akan menghasilkan bainit. Tetapi bila transformasi berlangsung pada
temperatur yang lebih rendah lagi (dibawah garis Ms = Martensite start) akan
20
diperoleh martensit (Anonimous C, 2012).
bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk
atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan difusi karbon dan unsur
paduannya. Untuk baja jenis Low Alloy Tool Steel, memerlukan holding time yang
0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. Holding Time
lambat dan pemanasan lambat dengan kandungan karbon (C). Diagram fasa besi
dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan untuk perlakuan panas terhadap
kebanyakan jenis baja yang kita kenal, seperti Gambar 3 di berikut ini.
21
Gambar 3. Diagram Kesetimbangan Fe-Fe3C (Anonimous D, 2012).
terdapat didalam diagram diatas akan dijelaskan dibawah ini. Berikut adalah
2. A2 adalah titik Currie (pada temperatur 769 oC), dimana sifat magnetik besi
temperatur.
22
4. Acm adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe3C (sementit) yang
turunnya temperatur.
hypereutectoid.
Beberapa fasa yang sering ditemukan dalama baja karbon adalah (Yogantoro,
2010):
a. Austenit
Austenit adalah campuran besi dan karbon yang terbentuk pada pembekuan, pada
proses pendinginan selanjutnya austenit berubah menjadi ferit dan perlit atau
perlit dan sementit. Sifat austenit adalah lunak, lentur dengan keliatan tinggi.
Kelarutan maksimal kandungan karbon sebesar ± 2,06% pada suhu 1148 oC,
struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic). Sifat ketangguhan tinggi dan tidak
b. Ferit
Fasa ini disebut alpha (α). Ruang antar atomnya kecil dan rapat sehingga akan
pada temperatur 723 oC, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic). Pada suhu
ruang, kadar kelarutan karbonnya ± 0,008% sehingga dapat dianggap besi murni.
Ferit bersifat magnetik sampai suhu 768 oC. Sifat-sifat ferit adalah ketangguhan
rendah, keuletan tinggi, ketahanan korosi medium dan struktur paling lunak
23
c. Perlit
Perlit ialah campuran eutectoid antara ferrite dengan cementite yang terbentuk
pada suhu 723 oC dengan kandungan karbon 0,83% (Aisyah, 2012). Fasa perlit
merupakan campuran mekanis yang terdiri dari dua fasa, yaitu ferit dengan kadar
karbon 0,025% dan sementit dalam bentuk lamellar (lapisan) dengan kadar
d. Bainit
Bainit merupakan fasa yang terjadi akibat transformasi pendinginan yang sangat
cepat pada fasa austenit ke suhu antara 250 - 550 oC dan ditahan pada suhu
(γ⇾α+Fe3C) non lamellar. Bainit merupakan struktur mikro campuran fasa ferit
dan sementit (Fe3C). Kekerasan bainit kurang lebih berkisar antara 300 - 400
HVN.
e. Martensit
Martensit merupakan fasa diantara ferit dan sementit bercampur, tetapi bukan
lamellar, melainkan jarum-jarum sementit. Fasa ini terbentuk austenit meta stabil
Fe3C unsur paduan lainnya tetapi larut transformasi isothermal pada 260 oC untuk
Sementit merupakan paduan besi melebihi batas daya larut membentuk fasa
ferit, sementit sangat keras. Karbida besi dalam ferit akan meningkatkan
24
kekerasan baja. Akan tetapi karbida besi murni tidak liat, karbida ini tidak dapat
menyesuaikan diri dengan adanya konsentrasi tegangan, oleh karena itu kurang
kuat.
pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu
Proses perlakuan panas yang (heat treatment) yang dapat membentuk (merubah)
sifat dari baja yang mudah patah menjadi lebih kuat dan ulet atau juga dapat
merubah sifat baja dari yang lunak menjadi sangat keras dan sebagainya.
(Purboputro, 2009).
Perlakuan panas (heat treatment) dapat digunakan untuk mengatur ukuran butir
dan meningkatkan sifat mekanik material. Yang tidak berubah pada proses
perlakuan panas ini ialah komposisi bahan. Conteh proses perlakuan panas adalah
Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar
dapat dihasilkan suatu permuakaan yang keras disekelilingi inti yang ulet (Dalil,
1999).
25
Perlakuan panas hampir dilakukan pada material yang akan dilakukan pengerjaan
lanjut, dengan kata lain perlakuan panas menyiapkan material setengah jadi untuk
dilakukan pengerjaan selanjutnya. Pada perlakuan panas akan terjadi distorsi atau
perubahan dimensi yang seharusnya tidak boleh terjadi terutama untuk komponen-
komponen permesinan yang mempunyai presisi atau toleransi yang tinggi seperti
dies dan roda gigi. Namun, karena tidak dapat dihindari harus diupayakan agar
distorsi yang terjadi sekecil mungkin. Distorsi dalam proses perlakuan panas baja
dapat timbul antara lain karena adanya perubahan volume yang tidak seragam
pada saat proses pencelupan benda kerja, dapat juga disebabkan karena adanya
gradien temperatur pada benda kerja yang menyimpan tegangan sisa (Hadi, 2010).
2.9 Hardening
Memanaskan suatu bahan hingga diatas suhu transformasi (723 oC) kemudian
didinginkan secara cepat, melalui media pendingin seperti air, oli atau media
kekerasan alami baja. Faktor penting yang dapat mempengaruhi proses hardening
terhadap besi, oksigen udara berpengaruh terhadap karbon yang terikat sebagai
sementit atau yang larut dalam austenit. Oleh karena itu, pada benda kerja dapat
udara selama pemanasan atau hardening dapat dilakukan dengan jalan menambah
temperatur yang tinggi karena bahan yang terdapat dalam baja akan bertambah
26
kuat terhadap oksigen. Jadi semakin tinggi temperatur, semakin mudah untuk
Pada perlakuan panas ini, panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan
tertentu. Bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari
bagian dalam sehingga dapat diperoleh struktur yang merata. Melalui perlakuan
panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau
2.10 Quenching
kekuatan dan kekerasan yang tinggi. Banyak material dan cara yang dapat
digunakan dalam proses quenching pada baja. Media quenching meliputi: air, air
asin, oli, air-polymer dan beberapa kasus dengan inert gas (Mulyadi, 2010).
dan dipertahankan dalam jangka waktu tertentu pada suhu austenit tersebut, lalu
didinginkan cepat dalam media pendingin. Pada umumnya, baja yang telah
mengalami proses quenching memiliki kekerasan yang tinggi tetapi agak rapuh.
Sifat rapuh tersebut dapat dikurangi dengan melakukan proses tempering pada
27
2.11 Tempering
temperatur dibawah temperatur kritis (A1 / 723 oC), kemudian menahan beberapa
udara. Akibat proses hardening pada baja, maka timbulnya tegangan dalam
(internal stresses), dan rapuh (britles), sehingga baja tersebut belum cocok untuk
segera digunakan. Oleh karena itu, baja tersebut perlu dilakukan proses lanjut
yaitu temper. Dengan proses temper, kegetasan dan kekerasan dapat diturunkan
untuk mendapatkan baja yang lebih tangguh (tough) dan juga liat (ductile) tanpa
Mulyanti (1996) meneliti pengaruh perlakuan panas pada paduan baja mangan
austenit dimana kekerasan akan turun dan harga impak akan naik jika dilakukan
Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lunak, proses ini berbeda dengan
proses anil karena disini sifat-sifat dapat dikendalikan dengan cermat. Temper
dimungkinkan oleh karena sifat struktur martensit yang tidak stabil (Djaprie,
1990).
Struktur logam yang tidak stabil, tidak berguna untuk tujuan penggunaan, karena
28
Temper pada suhu rendah antara 150 oC – 230 oC tidak akan menghasilkan
terlebih dahulu. Penemperan pada suhu hingga 200 oC ini disebut penuaan buatan.
Baja yang memperoleh perlakuan seperti ini memiliki ukuran yang tetap untuk
waktu lama pada suhu ruangan. Penemperan antara suhu 200 oC - 380 oC untuk
perubahan ukuran yang terjadi pada pengejutan diperkecil. Penemperan pada suhu
karbid. Penemperannya hanya pada baja perkakas paduan tinggi. Penemperan baja
bukan paduan berlangsung pada suhu penemperan yang berpedoman pada karbon
Menurut Susri Mizhar dan Suherman (2011), setelah proses temper pada
menyerap energi sebelum dan sesudah putus (Asiri dkk, 2010). Menurut Anang
Setiawan dan Yusa Asra Yuli Wardana (2006), semakin rendah suhu pengujian
maka nilai ketangguhan dari sambungan las semakin rendah, dan semakin tinggi
29
Ketangguhan ini adalah suatu ukuran energi yang diperlukan untuk mematahkan
bahan. Energi yang merupakan hasil kali gaya dan jarak dinyatakan dalam joule.
Suatu bahan ulet dengan kekuatan yang sama dengan bahan rapuh (tidak ulet) akan
memerlukan energi perpatahan yang lebih besar dan mempunyai sifat tangguh yang
lebih baik. Cara standar Charpy atau Izod merupakan dua cara untuk menentukan
ketangguhan. Perbedaan terletak pada bentuk benda uji dan cara pemberian energi.
Karena ketangguhan tergantung pada geometri konsentrasi energi (Van Vlack, 1992).
Atomic (atau Optical) Emission Spectrometry (AES, OES) adalah teknik penting
untuk analisis multi elemen dari berbagai macam bahan. OES melibatkan pengukuran
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari atom. Baik data kualitatif dan
kuantitatif dapat diperoleh dari jenis analisis ini. Mesin OES, seperti Gambar 4
dikalibrasi terlebih dahulu dan masuk ke mode analisa Fe-base. Setelah dikalibrasi,
sampel yang telah dipersiapkan diletakkan di tempat yang telah disediakan untuk
selanjutnya ditembak sebanyak 3x. Selanjutnya data tercatat secara otomatis di dalam
BESI
3.1.2 Kegunaan
Besi adalah logam yang paling banyak dan paling beragam penggunaannya.
Hal itu karena beberapa hal, diantaranya :
3.1.2.1 Kelimpahan besi di kulit bumi cukup besar
3.1.2.2 Pengolahannya relatif lebih mudah dan murah
3.1.2.3 Besi mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan dan mudah
dimodifikasi
31
3.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Besi (Fe)
Lambang : Fe
No. Atom 26
Golongan, periode : 8,4
Penampilan : Metalik Mengkilap keabu-abuan
Massa Atom : 55,854 (2) g/mol
Konfigurasi Elektron : [ Ar ] 3d64s2
Fase : Padat
Massa Jenis (Suhu Kamar) : 7,86 g/cm3
Titik Lebur : 1811 ºK (1538 ºC, 2800 ºF)
Titik Didih : 3134 ºK (2861 ºC, 5182 ºF)
Kapasitas Kalor : (25 ºC) 25,10 J/ (mol.K)
32
2. Gangguan Fisik
Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah
timbulnya warna, bau dan rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi
terlarutnya >1,0 mg/l.
3. Gangguan kesehatan
Senyawa besi dalam jumlah kecil didalam tubuh manusia berfungsi sebagai
pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang
sebagian diperoleh dari air, tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh
tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia
tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat transfusi
darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang
mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain
itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali
disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan
menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam
air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk.
Pada hemokromatesis primer besi yang diserap dan disimpan dalam jumlah
yang berlebihan di dalam tubuh. Feritin berada dalam keadaan jenuh akan besi
sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan dalam bentuk kompleks dengan
mineral lain yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosi hati dan kerusakan
pankreas sehingga menimbulkan diabetes. Hemokromatis sekunder terjadi karena
transfusi yang berulang-ulang. Dalam keadaan ini besi masuk kedalam tubuh
sebagai hemoglobin dari darah yang ditransfusikan dan kelebihan besi ini tidak
disekresikan.
33
a. Besi kasar putih : Berwarna putih (mengandung 2,3 ~ 3,5% C), bersifat getas dan keras,
kandungan Mangan (Mn) masih cukup tinggi serta sulit ditempa.
b. Besi kasar kelabu : Berwarna kelabu (mengandung lebih dari 3,5% C), kandungan Si
masih cukup tinggi, kekuatan tarik lebih rendah dari besi kasar putih, mudah dituang
meskipun masih cukup getas. Besi kasar kelabu digolongkan menjadi : besi kasar kelabu
muda yang mengandung 0,5 ~ 1% Si dengan butir-butir halus serta banyak dipakai sebagai
bahan pembuat silinder mesin dan jenis yang kedua yakni besi kasar kelabu tua yang
mengandung hingga 3% Si dengan butir-butir kasar serta tahan getaran.
35
Daftar Pustaka
Asroni, A., 2014. Teori Dan Desain Balok Plat Beton Bertulang Berdasarkan Sni
2847-2013, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.
C.A Roger, G. H., 1997. Bolted Connection Test Of Thin G550 And G300 Sheet
Steels, Departement Of Civil Engineering Sydney, Australia.
Institution, B. S., 2000. Structural Use Of Concrete Part 1, BSI Standard. Institution,
Istimawan, D., 1996. Strktur Beton Bertulang, Penerbit Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Mccormac, J., 2004. Desain Beton Bertulang, Penerbit Erlangga, Jakarta. Mindess,
Setiyono, H., 2006. Investigasi Analitis Dan Experimental Kekuatan Profil Baja
Ringan Terhadap Interaksi Local dan Global Buckling, Indonesian Journal
Of Materials Science Edisi Oktober, Jakarta.