Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

Congestive Heart Failure (CHF)

Dosen Pengampu :

Bisepta Prayogi, M.Kep., Ns.

Erna Fauziah, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh :

Kelompok 6

- Aulia Azizah
- Bunga Sri Agus Putri
- Chairun nisa
- Muhammad Hafidh
- Ribka Rezeki Marahatini

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN PROGRAM STUDI
SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan kepada pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Congestive Heart
Failure (CHF) tepat waktu. Makalah “Congestive Heart Failure (CHF)” di susun
guna memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi di Poltekkes Kemenkes
Banjarmasin. Selain itu, kami juga berharap makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang apa itu Congestive Heart Failure (CHF).

Tugas yang telah di berikan ini menambah wawasan dan pengetahuan


kami mengenai mata kuliah Patofisiologi. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Banjarbaru, 29 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................2

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Pengertian Congestive Heart Failure ( CHF )............................................3-4

B. Klasifikasi Congestive Heart Failure ( CHF )...........................................4-5

C. Etiologi Congestive Heart Failure ( CHF )................................................5-6

D. Patofisiologi Congestive Heart Failure ( CHF )......................................6-11

E. Tanda Gejala Congestive Heart Failure ( CHF )...................................11-13

F. Diagnosis Congestive Heart Failure ( CHF ).........................................13-19

G. Pengobatan Congestive Heart Failure ( CHF )......................................19-22

H. Pencegahan Congestive Heart Failure ( CHF )......................................22-23

BAB III PENUTUP..............................................................................................24

A. Kesimpulan.................................................................................................24

B. Saran............................................................................................................24

Daftar Pustaka...................................................................................................25-26
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka


mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.
Prevalensi dari gagal jantung sendiri semakin meningkat karena pasien yang
mengalami kerusakan jantung yang bersifat akut dapat berlanjut menjadi gagal
jantung kronik. World Health Organization (WHO) menggambarkan bahwa
meningkatnya jumlah penyakit gagal jantung di dunia, termasuk Asia diakibatkan
oleh meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes.
Angka kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia.
Menurut studi yang dilakukan Framingham, insiden tahunan pada laki–laki
dengan gagal jantung (per 1000 kejadian) meningkat dari pada usia 50 - 59 tahun
menjadi 27 pada usia 80 – 89 tahun, sementara wanita memiliki insiden gagal
jantung yang relatif lebih rendah dibanding pada laki–laki (wanita sepertiga lebih
rendah).

Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang bersifat kompleks, dapat


berakibat dari gangguan pada fungsi miokard (fungsi sistolik dan diastolik),
penyakit katup ataupun perikard, atau hal-hal yang dapat membuat gangguan pada
aliran darah dengan adanya retensi cairan, biasanya tampak sebagai kongesti paru,
edema perifer, dispnu, dan cepat lelah. Siklus ini dipicu oleh meningkatnya
regulasi neurohumoral yang awalnya berfungsi sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan sistem Frank–Starling, tetapi justru menyebabkan
penumpukan cairan yang berlebih dengan gangguan fungsi jantung. Banyak
pasien dengan gagal jantung tetap asimtomatik. Gejala klinis dapat muncul karena
adanya faktor presipitasi yang menyebabkan peningkatan kerja jantung dan
peningkatan kebutuhan oksigen. Faktor presipitasi yang sering memicu terjadinya

1
gangguan fungsi jantung adalah emosi yang berlebihan, infark miokard,
emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, miokarditis dan
endokarditis infektif.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Congestive Heart Failure (CHF) ?


2. Bagaimana klasifikasi, etiologi, patofisiologi dari Congestive Heart
Failure (CHF) ?
3. Bagaimana tanda gejala, diagnosis, pengobatan dan pencegahan dari
Congestive Heart Failure (CHF) ?

C. Tujuan Penulisan

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi dan untuk


menambah wawasan mengenai Congestive Heart Failure (CHF).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF)

Congestive Heart Failure (CHF) atau yang biasa dikenal dengan gagal
jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi yang cukup
sehingga menyebabkan curah jantung yang seharusnya normal mengalami
penurunan dan menimbulkan nyeri dada. Gagal jantung menyebabkan curah
jantung menurun, menyebabkan hipertrofi ventrikel, pemendekan miokard
pengisian LV menurun, aliran tidak adekuat ke jantung dan otak, menyebabkan
risiko tinggi penurun curah jantung, kemudian penurunan suplai O2 ke miokard,
terjadi peningkatan hipoksia jaringan miokardium, dan menyebabkan perubahan
metabolisme miokardium sehingga menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada
seringkali dikeluhkan pasien Congestive Heart Failure (Purba, 2016).

Dampak yang dialami klien gagal jantung kongestif atau Congestive Heart
Failure adalah mengalami kelelahan dan dyspnea yang berkontribusi
memperburuk kualitas hidupnya (Akhmad, 2018). Selain itu apabila nyeri pada
pasien congestive heart failure tidak segera di tangani akan mengakibatkan pasien
mengalami gelisah, imobilisasi, menghindari penurunan rentang tentang
perhatian, stress dan ketegangan yang akan menimbulkan respon fisik dan psikis
(Pratintya, 2014).

Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural


jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai
dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian
normal atau adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012).

Sedangkan, gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang


disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015). Gagal jantung

3
ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak, fatigue
dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan masalah utama dalam negara
industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart
Failure terkait dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang
berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000).

B. Klasifikasi Congestive Heart Failure (CHF)

Selain menggunakan kriteria Framingham, terdapat beberapa pembagian


kriteria yang dipakai pada gagal jantung, diantaranya klassifikasi menurut New
York Heart Association (NYHA), dan pembagian stage menurut American Heart
Association. Klassifikasi fungsional yang biasanya dipakai menurut NYHA
adalah (Figueroa dan Peters, 2006) :

1. Klas I

Tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktifitas apapun, tidak muncul gejala
dalam aktivitas apapun.

2. Klas II

Mulai ada keterbatasan dalam aktivitas, pasien masih bisa melakukan aktivitas
ringan dan keluhan berkurang saat istirahat

3. Klas III

Terdapat keterbatasan dalam melaksanakan berbagai aktivitas, pasien merasa


keluhan berkurang dengan istirahat.

4. Klas IV

Keluhan muncul dalam berbagai aktivitas, dan tidak berkurang meskipun dengan
istirahat.

4
Sedangkan pada tahun 2001, the American College of
Cardiology/American Heart Association working group membagi kegagalan
jantung ini menjadi empat stage (Figueroa dan Peters, 2006):

1. Stage A

Memiliki resiko tinggi untuk terkena CHF tapi belum ditemukan adanya kelainan
struktural pada jantung

2. Stage B

Sudah terdapat kelainan struktural pada jantung, akan tetapi belum menimbulkan
gejala.

3. Stage C

Adanya kelainan struktural pada jantung, dan sudah muncul manifestasi gejala
awal jantung, masih dapat diterapi dengan pengobatan standard.

4. Stage D

Pasien dengan gejala tahap akhir jantung, dan sulit diterapi dengan pengobatan
standard.

C. Etiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan jantung


untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya diakibatkan
karena kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi yang penting
setelah kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang menetap yang
disebabkan karena tekanan atau volume overload yang menyebabkan hipertrofi
dan dilatasi dari ruang jantung, dan kegagalan jantung dapat juga terjadi karena
beberapa faktor eksternal yang menyebabkan keterbatasan dalam pengisian
ventrikel.

5
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :

a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat


septum ventrikel.
b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik.
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard, ataupun
kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit
lainnya, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan
seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan.

D. Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai oleh gejala dan tanda
fisik yang khas akibat kelainan struktural dan fungsional jantung. Kelainan pada
jantung tersebut berujung pada penurunan curah jantung serta peningkatan
tekanan dalam jantung saat posisi istirahat maupun aktivitas. Patogenesis gagal
jantung cukup rumit dan melibatkan respons neurohormonal serta remodelisasi
ventrikel akibat jejas pada jantung dan di luar jantung. Gagal jantung dapat
disebabkan berbagai penyakit dasar pada jantung maupun di luar jantung.
Hipertensi dan penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama gagal
jantung, sedangkan obesitas dan diabetes mellitus juga diketahui meningkatkan
risiko kejadian gagal jantung.

Gagal jantung dapat bermanifestasi sebagai gagal jantung dengan fraksi


ejeksi menurun atau normal. Berbeda dengan gagal jantung dengan fraksi ejeksi
menurun (heart failure with reduced ejection fraction/HFrEF), gagal jantung
dengan fraksi ejeksi normal (heart failure with preserved ejection fraction/HFpEF)
ditandai oleh kelainan pada fase relaksasi jantung dan pengisian ventrikel yang
juga disertai remodelisasi ventrikel dan perubahan komplians ventrikel dan
pembuluh darah.

6
Jantung adalah organ berupa otot,berbentuk kerucut, berongga dan dengan
basisnya di atas dan puncaknya di bawah.Apexnya (puncak) miring ke sebelah
bawahkiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Agar jantung dapat berfungsi
sebagai pompa yang efisien, otot-otot jantung di bagian atas dan bawah akan
berkrontraksi secara bergantian. Laju denyut jantung atau kerja pompa ini
dikendalikan secara alami oleh suatu pengatur irama (pace maker) yang di sebut
nodussinoarterial. Nodus sinoarterial ini terletak didalam dinding serambi kanan.
Sebuah impuls listrik yang ditransmisikan dari nodussinoarterial ke kedua serambi
membuat keduanya berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di
teruskan ke dindingdinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilik-bilik
berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini disebut sistol. Selanjutnya
periode ini diikuti dengan sebuah periode rilaksasi pendek – kira-kira 0.4 detik –
yang disebut diastole, sebelum impuls berikutnya datang. Nodus sinoarterial
menghasilkan antara 60-72 impuls seperti ini setiap menit ketika jantungsedang
santai. Produksi impuls-impuls ini juga dikendalikan oleh satu bagian sistim
syaraf yang disebut sistim syaraf otonom, yang bekerja di luar keinginan kita.
Sistim listrik built up inilah yang menghasilkan kontraksikontraksi otot jantung
berirama yang disebut denyut jantung.

Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu


gangguan mekanik (beberapa faktor yang mungkin bias terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu beban tekanan, beban volume, tamponade jantung atau kontriksi
perikard, jantung tidak dapat diastole, obstruksi pengisian ventrikel, aneurisme
ventrikel, disenergi ventrikel,restriksi endokardial atau miokardial) dan
abnormalitas otot jantung yang terdiri dari primer (kardiomiopati, miokarditis
metabolic (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika) dan sekunder
(iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal).

1. Gangguan irama jantung atau konduksi

Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tekanan


(afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi atau hipertrofi memungkinkan

7
adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah
jantung meningkat.Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis,
sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan
tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat
mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer
dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam
ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali
curah jantung (Soeparman, 2001).

Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan


mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi
kebutuhan kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi
jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam
badan belum juga terpenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung (Rang, 2003).

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume
akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat.Keadaan ini merupakan beban
atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolic,
dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan
dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan
akan terjadi juga dalam paruparu dengan akibat terjadinya edema paru dengan
segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang
meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan
yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada
ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan meransang ventrikel kanan untuk
melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas
kemempuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal

8
jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi akhirnya terjadi gagal jantung kiri-
kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan
pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini
menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu
diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut
(bendungan pada vena jugularis dan bendungan hepar) dengan segala akibatnya
(tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat
timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites (Osama Gusbi, 2002).

Manifestasi CHF tidak hanya disebabkan karena ketidakmampuan jantung


dalam mensuplai oksigen yang adekuat ke jaringan perifer, tapi juga tergantung
pada respon sistemik dalam mengkompensasi ketidakadekuatan suplai oksigen ke
jaringan. Beberapa faktor yang menentukan cardiac output meliputi heart rate dan
stroke volume.Stroke volume ditentukan oleh preload,kontraktilitas, dan afterload.
Variabel-variabel ini penting diketahui dalam patofisiologis CHF dan potensi
terapi. Selain itu interaksi kardiopulmonary penting juga untuk diketahui dalam
peranannya dalam kegagalan jantung (Figueroa dan Peters, 2006).

9
Gambar 1. Bagan determinan kardiak output (Storrow, 2007)

Preload dapat dilihat dari jumlah volume darah yang harus dipompa oleh
jantung, kontraktilitas merupakan kemampuan memompa jamtung, sedangkan
afterload merupakan kekuatan yang harus dikeluarkan oleh jantung untuk
memompa darah. Preload tidak hanya dipengaruhi oleh volume intravaskuler, tapi
juga dipengaruhi oleh keadaan restriksi saat pengisian ventrikel. Fungsi diastolic
ditentukan oleh dua factor yaitu elastisitas dari ventrikel kiri, yang mana
merupakan fenomena yang pasif, dan relaksasi myocardial yang mana proses ini
merupakan proses yang aktif dan membutuhkan energi.Ketidaknormalan ventrikel
kiri untuk relaksasi atau elastisitasnya baik itu karena structural (contoh:
hypertropi ventrikel kiri) atau perubahan pada fungsional (contoh: iskemia)
mempengaruhi juga pengisian ventrikel (preload).

Variable kedua dari stroke volume adalah kontraktilitas jantung, Pada


jantung normal fungsi sistolik fraksi ejeksi akan selalu dipertahankan diatas 50-
55%. Infark myokard akan menyebabkan myokard tidak dapat bekerja dengan

10
baik, hal ini dikarenakan jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jaringan
yang infark dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dengan terapi obat-obatan.
Beberapa hal yang juga mempengaruhi kontraktilitas jantung adalah agent
farmakologik (calcium-channel blocker), hipoksemia, dan asidosis yang parah.

Variabel terakhir dari komponen stroke volume adalah afterload. Afterload


biasanya dilihat dengan pengukuran mean arterial pressure.Afterload dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu tahanan vaskuler, dan tekanan intratorakal. Bersama-
sama ketiga komponen ini saling mempengaruhi dalam patofisiologi CHF. Pada
kondisi dimana terjadi penurunan cardiac output, maka heart rate atau stroke
volume harus berubah untuk menjaga kelangsungan perfusi. Jika stroke volume
tidak dapat dirubah, maka heart rate harus ditingkatkan untuk menjaga cardiac
output (Figueroa dan Peters, 2006).

Sistem neurohormonal teraktivasi pada disfungsi ventrikel dengan


penurunan cardiac output, terjadi aktivasi baroreseptor pada arkus aorta, sinus
karotikus, dan ventrikel kiri. Baroreseptor ini menstimulasi pusat regulator
vasomotor pada medula, yang mana kemudian mengaktivasi system saraf
simpatis, arginine vasopressin, dan rennin-angiotensin aldosterone system.
Aktivasi system saraf simpatis dapat terlihat dari adanya peningkatan kadar
norepinephrin plasma, hasilnya dapat terlihat dari peningkatan heart rate,
kontraktilitas myocardium, vasokonstriksi perifer. Renin angiotensin system
teraktivasi pada kegagalan jantung, melalui mekanisme intrarenal, yang
distimulasi oleh perubahan tekanan atau perubahan pada kadar sodium pada
macula densa, yang kemudian menyebabkan terjadinya retensi sodium dan cairan
(Tsutsui et al., 2007).

E. Tanda Gejala Congestive Heart Failure (CHF)

Gagal jantung terbagi menjadi dua berdasarkan waktu perkembangan


gejalanya, yaitu kronis dan akut. Pada gagal jantung kronis, gejala berkembang

11
secara bertahap dalam waktu yang lama. Sedangkan pada gagal jantung akut,
gejala berkembang secara cepat. Gejala utama dari gagal jantung, yaitu:

1. Tubuh terasa lelah sepanjang waktu.


2. Sesak napas, ketika beraktivitas maupun beristirahat.
3. Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki.
4. Kenaikan berat badan yang signifikan.
5. Sering ingin buang air kecil terutama saat malam hari.
6. Batuk-batuk dan denyut jantung tidak teratur.

Ada beberapa gejala yang menunjukkan bahwa seseorang menderita gagal


jantung kongestif. Meski pada tahap awal, gejalanya mungkin tidak akan
berdampak kepada kondisi kesehatan secara umum, namun seiring memburuknya
kondisi yang diderita, maka gejalanya akan kian nyata.

Setidaknya ada tiga tahapan gejala yang bisa dilihat pada seorang
penderita gagal jantung kongestif. Yang pertama adalah gejala tahap awal. Pada
tahap ini, pasien mengalami:

 Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki.


 Mudah lelah, terutama setelah melakukan aktivitas fisik.
 Kenaikan berat badan yang signifikan.
 Makin sering ingin buang air kecil, terutama saat malam hari.

Jika kondisi penderita terus memburuk, akan muncul beberapa gejala


berikut ini:

 Denyut jantung tidak teratur.


 Batuk-batuk karena pembengkakan paru.
 Napas berbunyi mengi.
 Sesak napas karena paru-paru dipenuhi cairan. Sesak juga akan muncul
ketika melakukan aktivitas fisik ringan atau ketika sedang berbaring.

12
 Sulit beraktivitas karena setiap kali melakukan aktivitas fisik ringan, tubuh
akan merasa lelah.

12
Selanjutnya, gagal jantung kongestif bisa dikatakan parah, apabila
penderita sudah mengalami gejala berupa:

 Menjalarnya rasa nyeri di dada melalui tubuh bagian atas, kondisi ini bisa
juga menandakan adanya serangan jantung.
 Kulit menjadi kebiru-biruan, karena paru-paru mengalami kekurangan
oksigen.
 Tarikan napas yang pendek dan cepat.
 Pingsan.

Pada kondisi gagal jantung kongestif berat, gejala akan dirasakan bahkan
ketika tubuh sedang beristirahat. Pada tahap ini, penderita gagal jantung kongestif
akan mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Ketika jantung kiri gagal, aliran darah ke paru-paru akan menjadi stagnan.
Ini bisa menyebabkan kelelahan, sesak napas (terutama malam hari saat
berbaring), dan batuk. Sementara ketika jantung kanan gagal, darah stagnan dalam
jaringan.

Akibatnya, hati menjadi bengkak dan bisa menyebabkan sakit perut. Kaki
dan telapak kaki Anda juga bisa bengkak akibat jantung kanan tidak berfungsi
dengan baik.

Mungkin ada gejala dan tanda-tanda lain yang tidak disebutkan.


Konsultasikanlah dengan dokter Anda apabila mencurigai gejala-gejala lain yang
mungkin saja berhubungan dengan penyakit ini.

F. Diagnosis Congestive Heart Failure (CHF)

Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung meliputi


riwayat dan pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus
dijalani. Riwayat penyakit sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan
diagnosa kegagalan jantung, tapi sering kali dapat memberi petunjuk

13
penyebab dari kegagalan jantung, faktor yang memperberat, dan keparahan dari
penyakit. Gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan penurunan cardiac
output (mudah lelah, dan kelemahan) atau retensi cairan (dyspnea, orthopnea,
dan ”cardiac wheezing”). Pada kasus dengan kegagalan pada jantung kanan dapat
menyebabkan terjadinya kongetif hepar. Retensi cairan juga menyebabkan
edema perifer dan asites. Kegagalan pada jantung kiri dapt menyebabkan gejala
berupa munculnya dyspnea on effort. Pulmonary congestion (dengan crackles
dan wheezing) dominan muncul terutama pada keadaan akut maupun subakut
(Osama, 2002).

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya overload


volume adalah adanya peningkatan pada Jugular Venous Pressure. Pelebaran dari
ventrikel dapat dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex yang
terletak lateral dari midclavicular line. Pada pasien dengan dispnea, maka
gambaran foto thoraks akan sangat membatu untuk menetukan perkiraan
penyebab dari dispnea tersebut, apakah diakibatkan karena kegagalan jantung
atau karena penyakit pada paru-paru. Gambaran radiografi pada kelainan akibat
kegagalan jantung adalah cardiomegali, cephalization dari pembuluh darah,
peningkatan marker interstitial, dan adanya pleural efusi. Apabila didapatkan
beberapa tanda, gejala, dan gambaran radiologi seperti yang disebutkan diatas
maka diagnosa untuk CHF dapat ditegakkan. Pasien dengan riwayat penyakit
jantung, diabetes melitus, hipertensi, atau riwayat penyakit arteri koroner
meningkatkan resiko terkena CHF (Storrow, 2007). Untuk penegakan diagnosa
CHF juga dapat menggunakan kriteria Framingham, seperti yang tertera pada
tabel dibawah ini.

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik akan mengonfirmasi data yang didapatkan dari


anamnesis pasien sekaligus membantu dalam menentukan derajat keparahan gagal
jantung. Seperti halnya data anamnesis, temuan pemeriksaan fisik memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang beragam untuk mendiagnosis gagal jantung serta

14
tidak khas dalam membedakan gagal jantung dengan fraksi ejeksi menurun atau
normal. Evaluasi tanda fisik yang penting dalam mengungkap keparahan gagal
jantung mencakup keadaan umum, pemeriksaan tanda vital pada posisi duduk dan
berdiri, pemeriksaan fisis jantung dan pembuluh darah, pemeriksaan organ lain
yang terkait dengan kongesti dan hipoperfusi serta komorbiditas lainnya.

1. Keadaan Umum

Keadaan umum pasien yang perlu dinilai antara lain tingkat kesadaran,
perawakan tubuh, serta ekspresi pasien yang mungkin menunjukkan kesulitan saat
bernapas, menahan nyeri, dan batuk.

2. Pemeriksaan Kulit

Pemeriksaan kulit dapat mengungkap adanya pucat atau sianosis akibat


hipoperfusi, riwayat penyalahgunaan alkohol kronik (misalnya eritema palmar
atau spider angiomata), eritema nodosum akibat sarkoidosis, dan kulit yang
menjadi gelap seperti perunggu pada hemokromatosis yang dapat mengarahkan
pada kemungkinan etiologi.

3. Tekanan Darah

Pasien dengan perfusi sistemik yang buruk biasanya memiliki tekanan


darah sistolik yang rendah, tekanan nadi yang menyempit, dan pulsasi yang
lemah. Namun, banyak pula ditemukan pasien gagal jantung dengan tekanan
sistolik di bawah 90 mmHg dan perfusi adekuat. Sementara itu, sebagian pasien
lainnya memiliki curah jantung rendah tapi dapat menunjukkan tekanan darah
dalam rentang normal dengan mengorbankan perfusi perifer.

4. Pola Pernapasan

Pada gagal jantung tahap lanjut, pola pernapasan Cheyne-Stokes dapat


diamati pada pasien dan sangat berkaitan dengan curah jantung yang rendah serta
gangguan bernapas saat tidur. Pernapasan Cheyne-Stokes merupakan salah satu
prediktor prognosis yang buruk pada pasien dengan gagal jantung. Selain itu,

15
pemeriksaan fisis paru juga dapat menunjukkan adanya pekak saat perkusi paru
serta penurunan bunyi napas pada salah satu atau kedua bagian basal paru yang
mengindikasikan suatu efusi pleura. Kebocoran cairan dari kapiler pulmoner ke
dalam alveoli dapat menimbulkan ronki basah halus sedangkan bronkokonstriksi
reaktif bermanifestasi sebagai mengi. Namun, ronki basah halus mungkin tidak
ditemukan pada gagal jantung berat akibat adanya peningkatan drainase limfatik
lokal.

5. Bunyi Jantung

Adanya bunyi jantung ketiga (S3 gallop) merupakan temuan yang penting
sebab hal tersebut berkaitan dengan peningkatan volume pengisian ventrikel.
Selain itu, bunyi jantung ketiga sangat spesifik dalam memprediksi diagnosis
gagal jantung dan mempunyai nilai prognostik khusus. Pasien gagal jantung
dengan distensi vena jugularis dan S3 gallop berisiko lebih tinggi untuk
memerlukan perawatan di RS serta kematian akibat gagal jantung.

6. Status Volume Cairan dan Perfusi

Aspek pemeriksaan fisik lainnya yang juga penting dilakukan setiap


melakukan evaluasi pasien dengan gagal jantung adalah pemeriksaan status
volume cairan dan perfusi. Metode yang tepat untuk menilai status volume adalah
dengan melakukan pemeriksaan tekanan vena jugularis (jugular venous
pressure/JVP). Peningkatan JVP memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 79%
dalam mendeteksi peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Perubahan JVP
pada pasien yang mendapat terapi gagal jantung biasanya juga berkaitan dengan
perubahan pada tekanan pengisian ventrikel kiri. Oleh sebab itu, JVP tak hanya
baik untuk mendeteksi status volume tapi juga untuk memantau respons
pengobatan

7. Edema

Edema dapat ditemukan pada pemeriksaan ekstremitas bawah pasien


dengan gagal jantung yang disertai kelebihan volume cairan tubuh. Namun,

16
edema ekstremitas bawah lebih menggambarkan volume ekstravaskuler
dibandingkan intravaskuler serta dapat ditemukan pada kondisi lain seperti
insufisiensi vena, obesitas, limfedema, sindrom nefrotik, dan sirosis. Adanya
kombinasi distensi vena jugularis dan edema pedis meningkatkan kemungkinan
diagnosis gagal jantung dibandingkan diagnosis banding lainnya.

Pemeriksaan Penunjang

1. EKG

Electrocardiography tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi


LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular
aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil
pemeriksaan ECG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung (Loscalzo et
al., 2008).

2. Radiologi

Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung.


Kardiomegalibiasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic
ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan
ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran
bias terlihat normal (National Clinical Guideline Centre, 2010).

3. Echocardiografi

Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes


ini membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Kelemahan
echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak
tersedia untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek
umum (National Clinical Guideline Centre, 2010).

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada gagal jantung mencakup pemeriksaan


darah perifer lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin serum, uji fungsi hati, profil

17
lipid, thyroid-stimulating hormone (TSH), asam urat, dan urinalisis. Apabila
pasien tertentu memiliki faktor risiko terhadap infeksi human immunodeficiency
virus (HIV), skrining infeksi HIV dapat dipertimbangkan.

Pemeriksaan darah perifer lengkap dapat mengungkap adanya anemia


yang bukan hanya merupakan komorbiditas utama gagal jantung, tapi juga
mungkin disebabkan oleh kondisi lain seperti hemodilusi, penggunaan zat besi
dalam tubuh yang buruk, anemia akibat penyakit kronik, dan keganasan. Kadar
elektrolit serum dapat membantu mengidentifikasi hipokalemia dan
hipomagnesemia yang dapat meningkatkan risiko aritmia ventrikuler pada pasien
gagal jantung. Hiperkalemia biasanya mengisyaratkan adanya gagal ginjal sebagai
komplikasi gagal jantung kronik dan dapat pula disebabkan oleh suplementasi
kalium maupun efek samping obat penghambat sistem renin-angiotensin-
aldosteron (RAA). Selain itu, elektrolit serum juga dapat menguatkan bukti
adanya hiponatremia yang lazim terjadi pada pasien dengan gagal jantung kronik
serta akibat penggunaan diuretik dan pengaruh obat lain.

Peningkatan kadar kreatinin serum atau penurunan estimasi laju filtrasi


glomerulus (eGFR < 60 ml/menit/1,73 m2) dapat ditemukan pada pasien gagal
jantung yang telah mengalami komplikasi penyakit ginjal kronik, pasien dengan
kongesti ginjal, dehidrasi, penggunaan ACE-I, ARB, serta obat-obatan nefrotoksik
lainnya. Namun, interpretasi eGFR juga perlu dilakukan dengan saksama,
khususnya pada pasien dengan penyakit hati kronik yang dapat mengalami
pelepasan kreatinin yang rendah (sehingga kreatinin tampak normal) dan nilai
murni eGFR tersamarkan oleh peningkatan bilirubin serum serta penurunan
albumin.

Hasil pemeriksaan fungsi hati yang abnormal pada pasien dengan gagal
jantung akut dapat berkaitan peningkatan risiko kematian total. Secara spesifik,
peningkatan kadar transaminase serta penurunan albumin pada hari ketiga sejak
perawatan merupakan prediktor independen luaran mortalitas buruk 6 bulan pada
pasien gagal jantung akut. Parameter enzim kolestatik alih-alih kadar

18
transaminase lebih berkaitan dengan keparahan gagal jantung kronik. Sementara
itu, peningkatan transaminase lebih jelas terlihat pada pasien gagal jantung akut
dan syok kardiogenik meskipun enzim kolestatik juga dapat sedikit meningkat

Pemeriksaan profil lipid puasa amat penting pada pasien gagal jantung
dengan berbagai stadium keparahan. Pada pasien gagal jantung stadium A, terapi
hiperlipidemia pada pasien yang berisiko tinggi dapat membantu menekan risiko
gagal jantung di masa yang akan datang. Pemeriksaan fungsi tiroid terutama
penting pada pasien yang memiliki riwayat penyakit tiroid atau pernah mengalami
aritmia ventrikuler akibat tirotoksikosis. Di sisi lain, peningkatan TSH disertai
kadar hormon tiroid yang rendah dapat mengindikasikan suatu hipotiroidisme.
Hipotiroidisme dapat berpengaruh terhadap luaran pada pasien gagal jantung yang
mendapat terapi resinkronisasi jantung maupun pasien gagal jantung secara
umum.

Asam urat dapat meningkatkan stres oksidatif, vasokonstriksi, dan


disfungsi endotel serta peningkatan risiko gagal jantung. Pemeriksaan asam urat
pada gagal jantung perlu dilakukan sebagai prediktor risiko kejadian
kardiovaskuler pada gagal jantung seperti fibrilasi atrium, perawatan berulang di
RS, dan mortalitas jangka panjang. Sementara itu, urinalisis akan sangat
membantu dalam mengidentifikasi sedimen urin abnormal pada kasus gagal
jantung imbas penyakit glomerulus maupun sebagai prediktor adanya kerusakan
organ seperti albuminuria

G. Pengobatan Congestive Heart Failure (CHF)

Langkah utama dalam pengobatan gagal jantung adalah mengurangi aktivitas.


Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi beban kerja jantung, sehingga dapat
meringankan gejala. Penanganan gagal jantung akan disesuaikan dengan
penyebab dan tingkat keparahan gagal jantung, usia pasien, serta penyakit lain
yang menyertai. Tujuan dari pengobatan gagal jantung adalah:

19
1. Meringankan gejala gagal jantung.
2. Meningkatkan kekuatan jantung.
3. Mencegah terjadinya henti jantung mendadak.

Gagal jantung kongestif (CHF) dapat diperbaiki dengan obat, operasi


dan pemasangan implan atau alat. Prospek keberhasilan terapi tergantung
pada seberapa parah CHF yang dimiliki dan apakah ada penyakit lain
yang menyertai, seperti diabetes atau hipertensi. Semakin dini penyakit ini
didiagnosis dan diterapi, maka akan semakin baik pula prospek
keberhasilan terapi.

Efek samping atau komplikasi dari gagal jantung kongestif:

1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (trombosis vena


dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi
pemantauan denyut jantung.
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena
penggunaan diuretic dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50 persen kematian CHF).

Penanganan gagal jantung dapat berupa pemberian obat, operasi, atau pemasangan
(implan) alat.

1. Obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot


jantung, mengurangi beban kerja jantung, dan meredakan gejala, seperti
sesak napas. Beberapa jenis obat yang digunakan oleh penderita gagal
jantung, di antaranya:

a. Diuretik, seperti spironolactone dan furosemide.

20
b. Penghambat beta, seperti carvedilol dan bisoprolol.

20
c. ACE inhibitor, seperti lisinopril, ramipril, dan perindopril.
d. ARB, seperti candesartan, valsartan, dan telmisartan.
e. Digoxin.
f. Ivabradine.

2. Operasi

Beberapa prosedur operasi yang dapat dilakukan untuk menangani gagal jantung,
yaitu:

a. Operasi katup jantung, untuk memperbaiki atau mengganti katup jantung


yang rusak dan menjadi penyebab gagal jantung.
b. Operasi bypass atau angioplasty, dilakukan dengan membuat aliran darah
baru, sehingga darah dapat mengalir tanpa melalui pembuluh darah yang
tersumbat. Selain operasi bypass jantung, penyempitan pembuluh darah
jantung juga dapat diatasi dengan pemasangan ring jantung.
c. Operasi transplantasi jantung, yaitu prosedur penggantian jantung yang
rusak dengan jantung baru yang diperoleh dari donor.
3. Pemasangan (implan) alat

Selain melalui obat dan operasi, dokter jantung juga dapat menanam alat


yang dapat membantu kerja jantung agar mampu memompa darah secara
efisien. Berikut ini adalah beberapa jenis alat tersebut:

a. Alat pacu jantung. Perangkat ini akan memberikan rangsangan listrik pada


jantung agar dapat memompa darah secara efisien.
b. Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD). Perangkat ini dihubungkan
ke jantung untuk memonitor detak jantung. Jika detak jantung melemah
atau berhenti, maka ICD akan mengirim sinyal kejut agar jantung dapat
berdetak kembali.
c. Left Ventricular Assist Device (LVAD). Alat ini dipasang di bagian luar
jantung untuk membantu jantung memompa darah. LVAD umumnya

21
d. digunakan pada pasien yang sedang menunggu donor untuk transplantasi
jantung.

Komplikasi Gagal Jantung

Jika tidak segera ditangani, gagal jantung dapat memicu munculnya


gangguan lain pada jantung, seperti gangguan katup jantung dan aritmia.
Selain itu, pemompaan darah yang tidak maksimal ke seluruh tubuh juga
dapat mengakibatkan komplikasi pada beberapa organ, antara lain:

a. Gagal ginjal.
b. Gangguan fungsi hati.
c. Pembengkakan limpa.
d. Paru-paru terendam air (edema paru).
e. Stroke.
f. Gagalnya banyak organ untuk berfungsi (kegagalan multiorgan).
g. Kematian mendadak.

H. Pencegahan Congestive Heart Failure (CHF)

Langkah pencegahan utamanya adalah menjalani gaya hidup sehat, yaitu dengan:

1. Menjaga berat badan ideal, atau mengurangi berat badan jika memiliki


berat badan berlebih.
2. Mengonsumsi makanan yang tinggi serat atau tinggi protein, seperti sayur,
buah, ikan, dan biji-bijian.
3. Hindari makanan yang mengandung lemak jenuh, seperti gorengan.
4. Kurangi asupan gula dan garam.
5. Batasi konsumsi minuman beralkohol.
6. Berolahraga secara rutin, setidaknya 30 menit setiap hari.
7. Istirahat yang cukup.
8. Kelola stres dengan baik.
9. Berhenti merokok.

22
Jika menderita diabetes atau tekanan darah tinggi, segera berobat dan
lakukan pemeriksaan jantung secara berkala, sesuai saran dokter. Karena
kedua penyakit tersebut berisiko menyebabkan gagal jantung.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan


oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015). Terdapat 4 klas untuk
Klasifikasi fungsional yang biasanya dipakai menurut NYHA. Gagal jantung
adalah sindrom klinis yang ditandai oleh gejala dan tanda fisik yang khas akibat
kelainan struktural dan fungsional jantung. Kelainan pada jantung tersebut
berujung pada penurunan curah jantung serta peningkatan tekanan dalam jantung
saat posisi istirahat maupun aktivitas. Patogenesis gagal jantung cukup rumit dan
melibatkan respons. pada tahap awal, gejalanya tidak akan berdampak kepada
kondisi kesehatan secara umum. Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan
kegagalan jantung meliputi riwayat dan pemeriksaan fisik, foto toraks, dan
serangkaian tes yang harus dijalani. Langkah utama dalam pengobatan gagal
jantung adalah mengurangi aktivitas. Penanganan gagal jantung akan disesuaikan
dengan penyebab dan tingkat keparahan gagal jantung, usia pasien, serta penyakit
lain yang menyertai.

B. Saran

Melalui makalah ini dapat diketahui bahwa menjaga kesehatan itu sangat penting
agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit. Caranya dengan menerapkan
pola hidup sehat (tidak merokok, minum-minuman keras, narkoba, dll.) ; menjaga
kesehatan jantung dengan rajin berolahraga dan mengonsumsi makanan yang
bergizi seimbang.

24
DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2020.


Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta Barat: Indonesian Heart
Association.

CHF (Congestive Heart Failure) Adalah? - Tanda, Penyebab, Gejala, Cara


Mengobati | HonestDocs. HonestDocs. Published 2019. Accessed April 27,
2021. https://www.honestdocs.id/chf-gagal-jantung-kongestif

Biologi J, Sains F, Uin T, Malang M. PATOMEKANISME PENYAKIT GAGAL


JANTUNG KONGESTIF Lailia Nur Rachma. El-Hayah. 2014;4(2).
http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/bio/article/viewFile/2630/4565

https://www.alomedika.com/author/general_alomedika. Diagnosis. Alomedika.


Published December 12, 2018. Accessed April 27, 2021.

Fitria Fatkhiyatul. 2019. Bab I Asuhan Keperawatan Nyeri. IR -


PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA.

dr. Rizal Fadli. Diperbarui pada 22 Januari 2021. Gagal Jantung Kongestif.
Dikutip dari https://www.halodoc.com/kesehatan/gagal-jantung-kongestif.
Diakses pada 23 April 2021.

dr. Sunita. 2018. Etiologi Gagal Jantung. Dikutip dari


https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/gagal-jantung/etiologi.
Diakses pada 23 April 2021.

dr. Tjin Willy. 2019. Pengobatan Gagal Jantung. Dikutip dari


https://www.alodokter.com/gagal-jantung/pengobatan. Diakses pada 25
April 2021.

25
dr. Rizal Fadli. 2021. Gagal Jantung Kongestif. Dikutip dari
https://www.halodoc.com/kesehatan/gagal-jantung-kongestif. Diakses pada
25 April 2021.

dr. Sunita. 2020. Pendahuluan Gagal Jantung. Dikutip dari


alomedika.com/penyakit/kardiologi/gagal-jantung. Diakses pada 27 April
2021.

Lailia Nur Rachma. 2014. PATOMEKANISME PENYAKIT GAGAL


JANTUNG. Dikutip dari http://ejournal.uin-
malang.ac.id/index.php/bio/article/viewFile/2630/4565. Diakses pada 27
April 2021.

Redaksi Halodoc. 2019. 5 Tanda dan Gejala Gagal Jantung Kongestif. Dikutip
dari https://www.halodoc.com/artikel/5-tanda-dan-gejala-gagal-jantung-
kongestif. Diakses pada 27 April 2021.

dr. Kevin Adrian. 2019. Gagal Jantung Kongestif: Pembunuh Diam-diam. Dikutip
dari https://www.alodokter.com/gagal-jantung-kongestif-pembunuh-diam-
diam. Diakses pada 27 April 2021.

Risky Candra Swari. 2021. Dikutip dari https://hellosehat.com/jantung/gagal-


jantung/gagal-jantung-kongestif-chf-adalah/. Diakses pada 27 April 2021.

26

Anda mungkin juga menyukai