Anda di halaman 1dari 106

MANAJEMEN PROSES PEMBELAJARAN

Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini

Dosen Pengampu:

Dr. Hapidin, M.Pd dan Dr. Nurbiana Dhieni, M.Psi

Di susun oleh:

Octavi Jannatin Aliyah 9909820006

Emisa Reski Rusawalsep 9909820009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


PROGAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Proses Pembelajaran”. Makalah ini ditulis
untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini. Ada berbagai pihak
yang terkait dengan penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah berkenan memberikan kekuatan baik lahir maupun batin dan
kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini
2. Bapak Hapidin dan Ibu Nurbiana Dhieni selaku Dosen mata kuliah Manajemen
Pendidikan Anak Usia Dini
3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah banyak
memberikan kemudahan sehingga makalah ini terselesaikan.
Demikian makalah ini disusun, tentunya kritik dan saran yang membangun untuk makalah
ini sangat dinantikan demi kesempurnaan penulisan rancangan di waktu yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk semua pembacanya khususnya untuk
mahasiswa PAUD.

Jakarta, 20 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ……...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1. Latar Belakang................................................................................................................. 1
BAB II Pembahasan
2. Hakikat Proses Pembelajaran.......................................................................................... 3
3. Tujuan dan Ruang Lingkup ........................................................................................... 5
4. Manajemen Proses Pembelajaran.................................................................................... 5
5. Perencanaan Proses Pembelajaran................................................................................... 6
6. Pengorganisasian Proses Pembelajaran........................................................................... 7
7. Pelaksanaan Proses Pembelajaran................................................................................... 8
8. Evaluasi Proses Pembelajaran......................................................................................... 9
BAB III Penutup
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen pendidikan merupakan bidang studi dan praktik yang berkaitan dengan
pengoperasian organisasi pendidikan. Manajemen pendidikan sangat memusatkan perhatian
pada maksud atau tujuan pendidikan. Maksud atau tujuan ini memberikan arah yang penting
untuk menopang pengelolaan lembaga pendidikan. Manajemen sekolah, sebagai badan ajaran
pendidikan, terdiri dari sejumlah asas dan ajaran yang terutama berkaitan dengan teknik
prosedur kelas dan sebagian besar berasal dari praktik guru yang berhasil.
Sedangkan menurut Arikunto dan Yuliana (2009) menjelaskan bahwa manajemen
pendidikan yaitu suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan
usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
George Terry (dalam Arikunto dan Yuliana, 2009) mengatakan bahwa ada empat fungsi
pokok manajemen yaitu, perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating), dan pengontrolan (controlling). Menurut Dasopang dan Pane (2017) proses
pembelajaran merupakan suatu sistem yang melibatkan satu kesatuan komponen yang saling
berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif
dan efisien jika dilakukan pengelolaan yang baik pula. Berdasarkan hal tersebut maka penulis
akan menjelaskan lebih mendalam terkait manajemen proses pembelajaran.
Metode pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang dan menyenangkan,
melibatkan unsur bermain, bergerak bernyanyi dan belajar. Beberapa metode yang sering
digunakan untuk proses belajar mengajar. Metode dasar yang bisa digunakan oleh pendidik
hendaknya punya keinginan menyampaikan pengetahuan kepada anak didik.Sehingga
menurut para ahli secara epistemologi: Metode belajar mengajar dapat diartikan sebagai cara-
cara yang dilakukan untuk menyampaikan atau menanamkan pengetahuan kepada anak didik
melalui sebuah kegiatan belajar mengajar, baik di sekolah, rumah, kampus, dll.
Metode adalah cara yang fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Makin baik
metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Dengan demikian tujuan merupakan faktor
utama dalam menetapkan baik tidaknya penggunaan suatu metode.Metode mengajar, selain
faktor tujuan, murid, situasi, fasilitas dan faktor guru turut menentukan efektif tidaknya
penggunaan suatu metode. Karenanya metode mengajar itu banyak sekali dan sulit
menggolong-golongkannya. Lebih sulit lagi menetapkan metode mana yang memiliki
efektifitas paling tinggi. Sebab metode yang “kurang baik” di tangan seorang guru dapat
menjadi metode yang “baik sekali” di tangan guru yang lain dan metode yang baik akan gagal
di tangan guru yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya. Namun demikian, ada sifatsifat
umum yang terdapat pada metode yang satu tidak terdapat pada metode yang lain. Dengan
mencari ciri-ciri umum itu, menjadi mungkinlah untuk mengenali berbagai macam metode
yang lazim dan praktis untuk dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Belajar mengajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Mengingat kegiatan belajar mengajar merupakan
kegiatan yang kompleks, maka tidak mungkin menunjukan dan menyimpulkan bahwa suatu
metode belajar mengajar tertentu lebih unggul dari pada metode belajar mengajar yang
lainnya dalam usaha mencapai semua pelajaran, dalam situasi dan kondisi, dan untuk
selamanya. Untuk itu berikut ini akan dibahas beberapa metode yang dimungkinkan dapat
digunakan dalam pembelajaran pendidikan seperti metode ceramah, metode diskusi, metode
kelompok dan metode campuran. Untuk mencapai hal itu, maka guru harus dapat memilih dan
mengembangkan metode mengajar yang tepat, efisien dan efektif sesuai dengan materi yang
diajarkan. Dengan pemilihan metode yang tepat, maka akan mempengaruhi belajar siswa
dengan baik sehingga siswa benar-benar memahami materi yang akan diberikan. Metode
pembelajaran PAUD adalah cara yang digunakan pendidik dalam melakukan kegiatan
pembelajaran kepada anak untuk mencapai kompetensi tertentu. Metode pembelajaran
dirancang dalam kegiatan bermain yang bermakna dan menyenangkan bagi anak didik.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini
2. Tujuan Khusus
Secara khusus makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui Manajemen Proses
Pembelajaran Anak Usia Dini
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT PROSES PEMBELAJARAN DI PAUD


1. Pengertian Proses Pembelajaran
Pembelajaran pada hakikatnya yaitu suatu proses, proses mengatur atau
mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik sehingga dapat mendorong
peserta didik melakukan proses belajar. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa
pembelajaran merupakan proses interaksi pendidik dengan peserta didik dan sumber
belajar yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar. Pembelajaran dipandang
sebagai suatu proses interaksi yang melibatkan berbagai komponen utama yaitu peserta
didik, pendidik, dan sumber belajar yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar.
Menurut ahli, Gagne, Briggs, and Wager (1992:3) instruction is a set of events that effect
learners in such away that learning is facilitated, atau pembelajaran merupakan
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
siswa. Terdapat tiga kriteria pembelajaran yang dijelaskan oleh Schunk (2012:3-4) bahwa
pembelajaran melibatkan perubahan (learning involves change), pembelajaran bertahan
dari waktu ke waktu (learning endures over time), dan pembelajaran terjadi melalui
pengalaman (learning occurs through experience). Proses pembelajaran secara utuh
melahirkan kualitas pribadi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Menurut Dasopang dan Pane (2017) proses pembelajaran merupakan suatu sistem
yang melibatkan satu kesatuan komponen yang saling berkaitan dan saling berinteraksi
untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Proses pembelajaran ditandai dengan adanya interaksi edukatif yang
terjadi, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan. Interaksi ini berakar dari pihak pendidik
dan kegiatan belajar secara paedagogis pada diri peserta didik, berproses secara sistematis
melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Givry (dalam Digna and Pinto, 2007:
159-171) menganggap proses pembelajaran sebagai "evolusi ide siswa" dan
mengidentifikasi tiga jenis evolusi untuk menggambarkan beberapa aspek pembelajaran
yaitu seorang siswa mengungkapkan ide baru, seorang siswa meningkatkan domain
validitas sebuah ide, dan seorang siswa menjalin hubungan antara beberapa ide dan
mengembangkan jaringan. Pembelajaran digambarkan sebagai interaksi antara sistem
kognitif siswa (ide dan konsepsi siswa) dengan isi lingkungan belajar. Dia menggunakan
"ide" dan "konsepsi" untuk mendeskripsikan pembelajaran. Ide adalah deskripsi dimana
satu pernyataan siswa dijelaskan dengan kata-kata peneliti sendiri. Sebuah konsepsi
mampu menjelaskan dua atau lebih pernyataan seorang siswa[ CITATION Dig07 \l 14345 ].
Untuk melaksanakan proses pembelajaran, pendidik dapat menggunakan berbagai
pendekatan, dan metode yang sesuai dengan keperluan peserta didik [ CITATION Adr10 \l
14345 ]. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.22 Tahun 2016 menyatakan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipatif
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam
dunia Pendidikan Anak Usia Dini, proses pembelajaran dilakukan dengan bermain.
Bermain digunakan sebagai pendekatan pembelajaran, karena sesuai dengan karakteristik
anak usia dini dan merupakan cara belajar yang efektif bagi anak.
Bermain dikatakan sebagai suatu proses pembelajaran karena bermain merupakan
cara alamiah anak untuk menemukan lingkungan, orang lain, dan dirinya sendiri. Sejalan
dengan pendapat Britton (2020:27) yang menyatakan bahwa bermain merupakan aktivitas
terpilih yang menyenangkan, sukarela, berguna, spontan, serta bersifat kreatif, melibatkan
diri dalam memecahkan masalah, mempelajari keterampilan sosial, bahasa, dan fisik yang
baru. Pembelajaran berbasis bermain dipandang lebih baik daripada pembelajaran yang
bersifat konvensional, secara individu, muapun pembelajaran yang bersifat kompetitif,
karena pembelajaran berbasis bermain terjadi dalam pengaturan yang dihasilkan dari
keterlibatan aktif anak dan interaksi antara anak dan teman sebayanya atau lingkungannya.
[ CITATION Dau18 \l 14345 ].
Pembelajaran berbasis bermain (play based learning) merupakan komponen penting
dari program pra sekolah dasar yang berkualitas, penting untuk memasukkan komponen
yang berhubungan dengan permainan sebagai bagian dari alat pemantauan dan standar
kualitas. Bahkan jika 'bermain' disebutkan dalam pernyataan visi utama atau kurikulum,
jika tidak secara jelas ada dalam standar implementasi, maka dampaknya akan hilang,
[ CITATION UNI18 \l 14345 ] . Oleh karena itu bermain merupakan proses pembelajaran yang
sangat efektif bagi anak usia dini.

2. Tujuan dan Lingkup Proses pembelajaran


a. Tujuan
Tujuan pembelajaran merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran.
Tujuan pembelajaran yaitu perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan
oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu [ CITATION Mag62 \l 14345 ].
Dengan adanya tujuan pembelajaran, maka guru memiliki pedoman dan sasaran yang
akan dicapai dalam kegiatan mengajar. Menurut Mager Robert F. (1962) Apabila
tujuan yang ditetapkan dengan jelas tidak ada, mustahil untuk mengevaluasi arah atau
program secara efisien, dan tidak ada dasar yang kuat untuk memilih materi, isi, atau
metode instruksional. Apabila tujuan pembelajaran sudah jelas, maka langkah dalam
menentukan kegiatan pembelajaran menjadi lebih terarah. Oleh Karena itu, maka
seorang guru tidak dapat mengabaikan masalah perumusan tujuan pembelajaran
apabila hendak memprogramkan pengajarannya, Djamarah dalam (Dasopang dan
Pane, 2017).
Menurut Nata dalam (Dasopang dan Pane, 2017) Jika dilihat dari sisi ruang
lingkupnya, tujuan pembelajaran dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Tujuan yang dirumuskan secara spesifik oleh guru yang bertolak dari materi
pelajaran yang akan disampaikan
2) Tujuan Pembelajaran Umum, yaitu tujuan pembelajaran yang sudah tercantum
dalam garis-garis besar pedoman pengajaran yang dituangkan dalam rencana
pengajaran yang disiapkan oleh guru.
Menurut Tyler, Gagne, dan De Cecco dalam [ CITATION Kar02 \l 14345 ] Tujuan
pembelajaran membimbing guru dalam perencanaan pengajaran, yang memungkinkan
guru dapat merancang langkah-langkah kegiatan apa yang perlu dilakukan siswa
dalam mencapai tujuan; tujuan pembelajaran khusus menjadi acuan dan memudahkan
guru didalam menilai performans siswa; tujuan pembelajaran khusus membimbing
siswa dalam mengarahkan perhatiannya dan usaha belajarnya, dan untuk itu siswa
harus mengetahui apa yang hendak dicapai sebelum menjalani kegiatan belajar.
Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa seorang
pendidik telah berhasil dalam mengajar.

b. Ruang Lingkup
Standar Proses Pembelajaran dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.137 Tahun 2014 yaitu kriteria tentang pelaksanaan pembelajaran pada
satuan atau program PAUD dalam rangka membantu pemenuhan tingkat pencapaian
perkembangan yang sesuai dengan tingkat usia anak. Standar Proses tersebut meliputi
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan
pengawasan pembelajaran. Berdasarkan tinjauan tersebut, pada pembahasan ini ruang
lingkup proses pembelajaran meliputi beberapa topik yaitu: Perencanaan proses
pembelajaran, pengorganisasian proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Ruang lingkup ini termasuk menjelaskan
model, pendekatan, dan tahapan proses pembelajaran.

3. Manajemen Proses Pembelajaran


Setelah memahami proses pembelajaran dari berbagai ahli yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen proses pembelajaran dalam
sebuah lembaga merupakan hal yang sangat penting. Manajemen proses pembelajaran
merupakan suatu proses di mana seseorang dapat merencanakan, mengatur, dan mengelola
segala sesuatu terkait proses pembelajaran di lembaga PAUD agar dapat berjalan dengan
lancar, efektif, dan efisien. Proses pembelajaran di Pendidikan Anak Usia Dini dilakukan
dengan bermain (play based learning), karena hanya dengan bermain aktivitas belajar
mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, manajemen proses
harus mampu menjadikan permainan sebagai kegiatan utama dalam berbagai aspek
kehidupan anak. Fungsi dari manajemen proses pembelajaran yaitu merencanakan dan
mengatur agar anak usia dini dapat bermain dengan senang hati dan ceria, serta dapat
mengoptimalkan aspek perkembangan anak
B. Perencanaan Proses Pembelajaran
Manajemen penting dilakukan oleh lembaga, termasuk proses pembelajaran pada
lembaga tersebut. Pembelajaran perlu dikelola dengan baik, dalam mengelola pembelajaran,
diperlukan adanya proses perencanaan agar proses manajemen berjalan dengan efektif,
efisien, dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam sebuah lembaga, hal penting agar
tujuan proses pembelajaran tercapai maka langkah awal yang harus direncanakan yaitu
menyusun sebuah program kegiatan. Program kegiatan ini disusun untuk merencanakan
kegiatan selama satu tahun ke depan atau yang biasa disebut sebagai program tahunan.
Penyusunan kalender pendidikan dapat dijadikan sebagai program tahunan [ CITATION Nug15 \l
14345 ].
1. Kalender pendidikan
Merupakan pengaturan waktu kegiatan pembelajaran selama satu tahun ajaran yang
mencakup permulaan tahun pelajaran, waktu belajar efektif, minggu efektif belajar, dan
hari libur yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan. Kalender akademik ini dapat
digabungkan dengan kalender akademik yang telah ditetapkan oleh dinas pendidikan
setempat, misalnya penentuan hari libur sekolah ataupun kegiatan daerah yang akan
dilakukan bersamaan seperti acara keagamaan ataupun budaya. Kalender pendidikan
disusun oleh guru dan tenaga kependidikan di satuan PAUD yang disesuaikan dengan
karakteristik dan kondisi setiap lembaga serta disosialisasikan kepada seluruh orang tua
peserta didik (Nugraha, dkk., 2015).
a) Fungsi penyusunan kalender pendidikan
1) Sebagai acuan bagi pendidik dan pengelola menyusun kegiatan pembelajaran
dalam setahun.
2) Sebagai informasi bagi orang tua tentang berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan dan diikuti peserta didik dalam kurun waktu setahun.
3) Agar terdapat kesesuaian dengan waktu pelaksanaan pendidikan yang ditetapkan
di wilayahnya.
Beberapa kegiatan yang ada di dalam kalender pendidikan yaitu:
1) Kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum
(a) Permulaan tahun ajaran
(b) Kegiatan puncak tema
(c) Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tiap bulan
(d) Hari-hari libur
(e) Waktu belajar efektif
2) Kegiatan Khusus
(a) Kegiatan yang mendatangkan narasumber
(b) Mengunjungi tempat yang terkait dengan tema
(c) Kegiatan bazar anak
(d) Pentas seni anak
(e) Perayaan hari-hari besar, atau kegiatan lainnya,
3) Kegiatan Pendukung
(a) Pertemuan orang tua
(b) Open house
(c) Hari keluarga, dan sebagainya
Menurut Decker (2014:194), merencanakan sebuah jadwal (penjadwalan)
melibatkan perencanaan panjang sesi dan waktu serta pengaturan kegiatan selama sesi
harian. Keputusan tentang penjadwalan sangat memengaruhi perasaan aman anak,
pencapaian tujuan program, dan keefektifan staf. Durasi Sesi berisi terkait program
perawatan dan pendidikan dini secara tradisional mencakup program sehari penuh dan
setengah hari (full day and half day). Lamanya hari sekolah cenderung mencerminkan
kebutuhan keluarga yang dilayani dan dukungan di mana program tersebut beroperasi.
Perubahan sosial, seperti peningkatan tingkat pekerjaan ibu dan meningkatnya penekanan
pada standar pembelajaran awal, telah menghasilkan peningkatan jumlah program sehari
penuh, namun, kuantitas waktu yang dihabiskan di sekolah tidak sepenting kualitas
pengalaman sekolah. Jadwal harus sesuai dengan panjang hari, minggu, dan tahun
program. Namun, penjadwalan biasanya mengacu pada waktu aktivitas sehari-hari.
Program lokal harus mengatur jadwal mereka sendiri. Program yang melayani anak-anak
dari kelompok usia yang berbeda harus mempersiapkan lebih dari satu jadwal untuk
memenuhi kebutuhan setiap kelompok. Meskipun setiap jadwal akan berbeda tergantung
pada kelompok usia, jadwal tersebut harus mengikuti rutinitas harian yang dapat
diprediksi.
C. Pengorganisasian Proses Pembelajaran
Setelah merencanakan program tahunan, pada proses pembelajaran tahap selanjutnya
yaitu pengorganisasian. Dalam mengorganisasikan pembelajaran maka perlu dilakukan
penyusunan perencanaan pembelajaran. Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pendidikan No.137 Tahun 2014, penyusunan perencanaan pembelajaran dilakukan dengan
menentukan pendekatan dan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, karakteristik
anak, dan budaya lokal. Perencanaan pembelajaran disusun oleh pendidik pada satuan atau
program PAUD. Terdapat tiga jenis perencanaan pembelajaran yang harus disusun dan
disiapkan oleh guru sebelum melaksanakan pembelajaran yaitu program semester, rencana
pelaksanaan pembelajaran mingguan (RPPM), dan rencana pelaksanaan harian (RPPH).
1. Program semester (Prosem)
Perencanaan program semester berisi daftar tema satu semester termasuk alokasi
waktu setiap tema dengan menyesuaikan hari efektif kalender pendidikan. Tema
berfungsi sebagai wadah yang berisi bahan kegiatan untuk mengembangkan potensi anak
dan menyatukan seluruh kompetensi dalam satu kesatuan yang lebih berarti, memperkaya
wawasan dan perbendaharaan kata anak sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Dalam menyusun perencanaan program semester, lembaga diberikan keleluasaan dalam
menentukan format dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga masing-masing.
Perencanaan program semester berisi daftar tema satu semester yang dikembangkan
menjadi subtema atau sub-subtema, serta kompetensi yang ditetapkan untuk dicapai pada
setiap tema, dan alokasi waktu setiap tema.
a. Langkah-Langkah Penyusunan Program Semester
1) Membuat daftar tema satu semester. Pemilihan dan penentuan tema dilakukan
guru sebelum awal semester kegiatan pembelajaran dimulai dengan
memperhatikan prinsip pengembangan tema.
2) Mengembangkan tema menjadi subtema dan atau sub-subtema. Subtema dan sub-
subtema yang dikembangkan merupakan topik-topik yang lebih khusus dan lebih
dalam. Kekhususan dan kedalaman subtema dan sub-subtema memperhatikan
usia anak, kesiapan guru, dan ketersediaan sumber belajar pendukung.
Pengembangan tema dapat dipelajari pada Pedoman Pengembangan Tema.
3) Menentukan alokasi waktu untuk setiap tema, subtema dan atau sub-subtema.
Waktu pembahasan setiap tema/subtema/sub-subtema disesuaikan dengan minat
anak, keluasan, kedalaman, dan sumber/media yang tersedia.
4) Menetapkan Kompetensi Dasar (KD) di setiap tema. Penentuan KD memuat
seluruh aspek perkembangan Nilai Agama dan Moral (NAM), fi sik-motorik,
kognitif, sosial-emosional (sosem), bahasa, dan seni.
5) KD dapat ditulis lengkap atau dapat dituliskan kodenya saja. 6. KD dapat
diulang-ulang di tiap tema/subtema/sub-subtema yang berbeda.
6) Tema/subtema/sub-subtema yang sudah ditentukan di awal dapat berubah bila
ada kondisi tertentu dengan melibatkan anak tanpa harus mengubah KD yang
sudah ditetapkan.
Dalam menentukan KD pada setiap tema mencakup enam program
pengembangan (nilai agama dan moral, motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa,
dan seni). Dalam menyusun perencanaan program semester, lembaga diberikan
keleluasaan dalam menentukan format. Untuk menentukan materi pembelajaran yang
akan digunakan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM), Satuan
PAUD harus menyusun cakupan materi pembelajaran setiap KD yang akan
disampaikan kepada anak selama setahun melalui kegiatan bermain.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM)


Direktorat PAUD Kementerian dan Kebudayaan (2020) menjelaskan bahwa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rancangan bagi guru untuk
melaksanakan kegiatan bermain yang mendukung anak dalam proses belajar. Rencana
pelaksanaan pembelajaran yang disusun harus mengacu kepada karakteristik seperti usia,
kemampuan, dan kebutuhan setiap anak. Apabila rencana disesuaikan dengan
karakteristik setiap anak, dapat dipastikan proses pembelajaran akan menarik minat anak
dan membantu meningkatkan seluruh aspek perkembangannya. Setiap pendidik pada
satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Pada RPPM dikembangkan dari kegiatan semester, namun penyajiaannya lebih
lengkap dan lebih operasional. Perencanaan program mingguan merupakan rencana
kegiatan yang disusun untuk pembelajaran selama satu minggu. Perencanaan kegiatan
mingguan dapat berbentuk jaringan tema (web). Jaringan tema berisi proyek-proyek yang
akan dikembangkan menjadi kegiatan-kegiatan pembelajaran. Pada akhir satu atau
beberapa tema dapat dilaksanakan kegiatan puncak tema yang menunjukkan prestasi
peserta didik. Puncak tema dapat berupa kegiatan antara lain membuat kue/makanan,
makan bersama, pameran hasil karya, pertunjukan, panen tanaman, dan kunjungan.
RPPM dijabarkan dari Program Semester. RPPM berisi: (1) identitas program layanan,
(2) KD yang dipilih, (3) materi pembelajaran, dan (4) rencana kegiatan.

3. Rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH)


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) merupakan unit perencanaan
terkecil dibuat untuk digunakan dan memandu kegiatan dalam satu hari. RPPH disusun
berdasarkan RPP Mingguan yang berisi kegiatan-kegiatan yang dipilih dari indikator
yang direncanakan untuk satu hari sesuai dengan tema dan sub tema. Penulisan RPPH
disesuaikan dengan model atau pendekatan yang telah ditentukan atau dipilih serta
disesuaikan dengan jenis kegiatan atau Metode/Strategi, pada saat pembuatan rencana
kegiatan mingguan. Komponen RPPH terdiri atas: (1) identitas program, (2) materi, (3)
alat dan bahan, (4) kegiatan pembukaan, (5) kegiatan inti, (6) kegiatan penutup, dan (7)
rencana penilaian.

Decker (2014) menjelaskan bahwa dalam menyusun perencanaan pembelajaran yang


baik untuk program anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut,
1) Sesi yang baik dimulai dengan sapaan yang ramah dan informal dari anak-anak. Pendidik
hendaknya berusaha untuk berbicara dengan setiap anak secara individu selama beberapa
menit pertama dari setiap sesi. Kegiatan kelompok, seperti menyanyikan lagu salam, juga
membantu anak merasa diterima. Ini juga saat yang tepat untuk membantu anak-anak
belajar merencanakan aktivitas mereka.
2) Jadwal atau perencanaan harus sesuai dengan tujuan program dan kebutuhan anak-anak
sebagai individu dan sebagai kelompok. Keseimbangan harus dijaga antara aktivitas fisik
dan istirahat, aktivitas di dalam dan di luar ruangan, waktu kelompok dan individu, dan
aktivitas yang ditentukan oleh guru dan yang diprakarsai oleh anak.
3) Jadwal harus fleksibel dan mampu menjawab keadaan yang tidak terduga, seperti cuaca
buruk, minat anak yang tidak diantisipasi (misalnya, hujan salju yang tidak terduga dan
dramatis), dan keadaan darurat.
4) Perencanaan yang baik harus mudah dipahami oleh anak-anak sehingga mereka memiliki
rasa aman dan tidak membuang waktu untuk memikirkan apa yang harus dilakukan
selanjutnya.
5) Sesi yang baik diakhiri dengan waktu refleksi dan evaluasi kegiatan secara umum,
pembenahan area indoor dan outdoor, penyuluhan tentang sesi selanjutnya, dan
perpisahan. Anak-anak perlu mengakhiri sesi dengan perasaan berprestasi dan dengan
keinginan untuk kembali.
Jadwal sering kali disebut sebagai jadwal tetap atau fleksibel (Decker, 2014:195-197).
Program lebih menekankan pada kesesuaian kelompok ketika mereka menggunakan,
1) Jadwal tetap, yaitu mereka mengharapkan anak-anak untuk bekerja dan bermain dengan
orang lain pada waktu tertentu dan mengurus bahkan kebutuhan fisik yang paling dasar,
pada waktu yang ditentukan kecuali untuk "keadaan darurat". Seringkali, program untuk
anak-anak di taman kanak-kanak dan kelas dasar memiliki jadwal tetap. Departemen
pendidikan / pengajaran negara bagian sering menentukan total panjang hari sekolah dan
jumlah menit pengajaran di setiap mata pelajaran dasar.
2) Sebaliknya, jadwal fleksibel. Biarkan anak-anak secara individu membuat beberapa
pilihan tentang bagaimana menghabiskan waktu mereka dan meminta anak-anak untuk
menyesuaikan diri dengan kelompok hanya untuk beberapa prosedur rutin (misalnya,
salam pagi dan sesi perencanaan) dan untuk periode singkat “instruksi” kelompok
(misalnya , musik, mendengarkan cerita). Program bayi mungkin memiliki jadwal paling
fleksibel dari semua program anak usia dini karena bayi tetap pada jadwal mereka sendiri.
Program penitipan anak sering kali memiliki jadwal yang fleksibel karena jam operasinya
yang lebih lama, kedatangan dan keberangkatan anak-anak yang terhuyung-huyung, dan
berbagai usia anak-anak yang dilayani oleh pusat tersebut. Fleksibilitas juga merupakan
keharusan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
a) Jadwal balita
Jadwal balita biasanya berkisar pada waktu makan dan tidur anak-anak, tetapi
harus menyertakan banyak waktu untuk kegiatan bermain baik di dalam maupun di
luar.

b) Jadwal prasekolah
Anak-anak prasekolah memiliki jadwal paling fleksibel dari semua program
anak usia dini.

c) Jadwal program penitipan anak usia sekolah


Program penitipan anak usia sekolah, biasanya mengikuti jadwal yang sangat
fleksibel.
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan No.137 Tahun 2014 menjelaskan bahwa
penyusunan perencanaan pembelajaran dilakukan dengan menentukan pendekatan dan model
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, karakteristik anak, dan budaya lokal.
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang terhadap
proses pembelajaran yang sifatnya masih sangat umum dan filosofis, di dalamnya
mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu guna dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Ada banyak macam pendekatan pembelajaran yang digunakan di dunia
pendidikan, terutama yang biasa digunakan di tingkat pra sekolah sampai dengan
sekolah lanjutan. Namun secara umum pendekatan tersebut dapat dikelompokkan pada
dua kecenderungan, yaitu: (a) Student centered/oriented approach, yakni pendekatan
pembelajaran yang berpusat atau berorientasi pada siswa; dan (b) Teacher
centered/oriented approach, yakni pendekatan pembelajaran yang berpusat atau
berorientasi pada guru[ CITATION Dja17 \l 14345 ].
Sebelum menentukan pendekatan pembelajaran, pendidik harus memahami
karakteristik anak usia dini, setelah itu pendidik dapat membuat perencanaan
pembelajaran dengan berbagai pendekatan. Kurikulum 2013 PAUD menggunakan
pembelajaran tematik dengan pendekatan pembelajaran yang bermakna dan
menyenangkan dalam pemberian rangsangan pendidikan. Pendekatan pembelajaran
yang menyenangkan merupakan proses pembelajaran yang dirancang agar anak secara
aktif dapat mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan, baik terkait diri sendiri, lingkungan, atau kejadian di sekitar anak.
Penerapan pendekatan pembelajaran yang baik akan menumbuhkan kemampuan
berpikir anak. Salah satu pendekatan pembelajaran tersebut adalah pendekatan saintifik.
[ CITATION Nug18 \l 14345 ].
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang agar peserta didik
secara aktif dapat mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik diterapkan di lembaga
PAUD untuk melanjutkan perilaku belajar yang telah dimiliki anak. Hal ini penting
untuk membantu anak memahami dunia sekitarnya. Penerapan pendekatan saintifik
yang baik akan menumbuhkan kemampuan berpikir anak. Pendekatan ini akan
memperkaya pengalaman belajar anak. Hal ini didasarkan pada pemikiran Piaget yang
mengatakan bahwa “Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya sendiri
melalui pengalaman yang diperolehnya”. Vygotsky berpendapat bahwa “Lingkungan,
termasuk anak lain atau orang dewasa dan media sangat membantu anak dalam belajar
untuk memperkaya pengalaman anak”.

2. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu desain atau rancangan yang menggambarkan
proses rincian dan menciptakan situasi lingkungan yang memungkinkan anak berinteraksi
dalam pembelajaran sehingga terjadi perubahan perilaku atau perkembangan pada diri
anak. Model pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan dari proses belajar mengajar. Adapun komponen model pembelajaran
meliputi: konsep, tujuan pembelajaran, materi/tema, langkah-langkah/prosedur, metode,
alat/sumber belajar, dan teknik evaluasi. Penyusunan model pembelajaran di PAUD
didasarkan pada silabus yang dikembangkan menjadi Program semester (Prosem),
Rencana Peleaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM), dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Harian (RPPH). Dengan demikian model pembelajaran merupakan
gambaran konkrit yang dilakukan pendidik dan peserta didik sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat. Beberapa model pembelajaran yang diterapkan di PAUD menurut
Lestariningrum (2017) yaitu. model pembelajaran kelompok dengan pengaman, model
pembelajaran sudut dengan pengaman, model pembelajaran area, dan model
pembelajaran sentra [ CITATION Sya181 \l 14345 ] . Dalam menentukan model pembelajaran
disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik anak, dan budaya lokal.
D. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.137 Tahun 2014,
pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui bermain secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, kontekstual dan berpusat pada anak untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan keleluasaan bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis anak. Pelaksanaan pembelajaran harus
menerapkan prinsip kecukupan jumlah dan keragaman jenis bahan ajar serta alat permainan
edukatif dengan peserta didik dan kecukupan waktu pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan
pembelajaran dilaksanakan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran harian.
Pelaksanaan pembelajaran mencakup: kegiatan pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup. Oleh karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran akan diajabarkan sesuai yang ada
di Indonesia dan menurut para ahli sebagai berikut,
1. Kurikulum 2013
a. Metode Pembelajaran
Beberapa metode pembelajaran yang dianggap sesuai untuk TK, di antaranya
adalah sebagai berikut.
(a)Bercerita
Bercerita adalah cara bertutur dan menyampaikan cerita secara lisan. Cerita harus
diberikan secara menarik. Anak diberi kesempatan untuk bertanya dan
memberikan tanggapan. Pendidik dapat menggunakan buku sebagai alat bantu
bercerita.
(b)Demonstrasi
Demonstrasi digunakan untuk menunjukkan atau memeragakan cara untuk
membuat atau melakukan sesuatu.
(c)Bercakap-cakap
Bercakap-cakap dapat dilakukan dalam bentuk tanya jawab antara pendidik dan
peserta didik atau antara anak.
(d)Pemberian tugas Pemberian tugas dilakukan oleh pendidik untuk memberi
pengalaman yang nyata kepada anak baik secara individumaupun secara
berkelompok.

(e)Sosio-drama/bermain peran
Sosio-drama atau bermain peran dilakukan untuk mengembangkan daya
khayal/imajinasi, kemampuan berekspresi, dan kreativitas anak yang diinspirasi
dari tokoh-tokoh atau benda-benda yang ada dalam cerita.
(f) Karyawisata
Karyawisata adalah kunjungan secara langsung ke objek-objek di lingkungan
kehidupan anak yang sesuai dengan tema yang sedang dibahas.
(g)Proyek
Proyek merupakan suatu tugas yang terdiri atas rangkaian kegiatan yang diberikan
oleh pendidik kepada anak, baik secara individu maupun secara berkelompok
dengan menggunakan objek alam sekitar maupun kegiatan sehari-hari.
(h)Eksperimen
Eksperimen merupakan pemberian pengalaman nyata kepada anak dengan
melakukan percobaan secara langsung dan mengamati hasilnya

b. Model Pembelajaran
Beberapa model pembelajaran PAUD yang diterapkan di Indonesia menurut
Lestariningrum (2017) yaitu,
1) Model pembelajaran kelompok berdasarkan sudut-sudut kegiatan
Model pembelajaran ini perlu disediakan sudut-sudut kegiatan untuk
dipilih oleh anak berdasarkan minatnya sebagai pusat kegiatan pembelajaran.
Alat-alat yang disediakan harus bervariasi karena minat anak yang beragam.
Alat tersebut juga harus sering diganti disesuaikan dengan tema dan sub tema
yang akan di bahas. Alat-alat yang diperlukan pada pembelajaran kelompok
dengan sudut-sudut kegiatan diatur sedemikian rupa di dalam ruangan atau kelas
dan disusun menurut sifat dan tujuan kegiatannya. Sudut-sudut kegiatan yang
dimaksud sebagai berikut:

(a) Sudut Keluarga, alat-alat yang disediakan antara lain adalah meja kursi
tamu, meja kursi makan, peralatan makan, tempat tidur, dan kelengkapannya,
lemari pakaian, lemari dapur, rak pirinh, peralatan masak (kompor, dll),
setrika, cermin, bak cucian/ember, papan cucian, celemek, dan boneka.
(b) Sudut Alam Sekitar, merupakan alat-alat yang disediakan antara lain,
aquarium beserta kelengkapannya, timbangan, biji-bijian dengan tempatnya,
batu-batuan, gambar proses pertumbuhan binatang, gambar proses
pertumbuhan tanaman, magnet, kaca pembesar, benda-benda laut seperti
kulit kerang, meja untuk tempat benda-benda yang menjadi objek
pengetahuan, dan alat-alat untuk menyelidiki alam sekitar.
(c) Sudut pembangunan, alat-alat yang disediakan antara lain yaitu alat-alat
permainan konstruksi seperti balok-balok bangunan, alat pertukangan, rak-
rak tempay balok, macam-macam kendaraan kecil, permainan lego, menara
gelang, permainan pola, dan kotak menara
(d) Sudut Kebudayaan, alat-alat yang disediakan antara lain yaitu peralatan
music/perkusi, rak-rak buku perpustakaan, buku-buku bergambar, (seri
binatang, seri buah-buahan, seri bunga-bungaan), buku-buku pengetahuan,
peralatan untuk kreativitas, alat-alat untuk pengenalan bentuk warnam
konsep bilangan, dan simbol-simbol
(e) Sudut Ke-Tuhanan, alat-alat yang disediakan antara lain maket-maket
rumah obadah (masjid, gereja, pra, wihara), peralatan ibadah agama, dan
gambar-gambar keagamaan
2) Model pembelajaran kelompok berdasarkan kegiatan pengaman
Dalam model ini anak-anak dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok (tiga atau empat kelompok sesuai minat dan jumlah anak) dengan
kegiatan yang berbeda-beda. Salah satu kelompok melakukan kegiatan bersama
pendidik dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan anak secara individu.
Jenis kegiatannya adalah Pemahaman konsep dan materi yang memiliki tingkat
kesulitan. Hal ini dilakukan secara bergiliran sehingga Setiap anak. mendapat
kesempatan melakukan kegiatan bersama pendidik. Pada saat anak melakukan
kegiatan bersama pendidik kelompok tersebut, kelompok lain melakukan
kegiatan yang dapat dikerjakan secara mandiri tanpa lepas dari pengawasan
pendidik. Seluruh hasil kegiatan yang telah dilakukan anak baik di kelompok
yang melakukan kegiatan bersama pendidik maupun yang mandiri menjadi
bahan evaluasi pendidik dalam menentukan ketercapaian kemampuan anak.
Anak yang sudah selesai melakukan kegiatan lebih cepat daripada
temannya dapat memilih kegiatan yang diminatinya di kelompok lain. Apabila
tidak tersedia tempat, anak boleh bermain di kegiatan pengamanan yang sudah
disiapkan pendidik. Alat-alat bermain atau sumber belajar pada kegiatan
pengamanan antara lain adalah balok balok bangunan mainan konstruksi
macam-macam kendaraan, kota menara, alat pertukangan, pagar, dan permainan
bola. Anak yang sudah selesai melakukan kegiatan lebih cepat daripada
temannya dapat memilih kegiatan yang diminatinya di kelompok lain. Apabila
tidak tersedia tempat, anak boleh bermain di kegiatan pengaman yang sudah
disiapkan pendidik. Alat-alat bermain atau sumber belajar pada kegiatan
pengamanan antara lain adalah balok balok bangunan mainan konstruksi
macam-macam kendaraan, kotamenara, alat pertukangan, pagar, dan permainan
pola. Berikut ilustrasi model pembelajaran kelompok berdasarkan kegiatan
pengaman,
3) Model pembelajaran berdasarkan area
Pada model ini anak diberi kesempatan untuk memilih atau melakukan
kegiatan sendiri sesuai minatnya model ini menekankan pada prinsip:
(1) Memberi pengalaman pembelajaran bagi setiap anak
(2) Membantu anak membuat pilihan dan keputusan melalui aktivitas di dalam
area area yang disiapkan
(3) Adanya keterlibatan keluarga dalam proses pembelajaran
Pembelajaran pada model ini menggunakan 10 area. Dalam 1 hari dapat
dibuka minimal 3-4 area pada arah yang dibuka di siapkan alat peraga dan
sarana pembelajaran yang sesuai dengan RPPH yang telah disusun. Adapun ke-
10 area tersebut adalah area agama, area balok, area berhitung/matematika, area
IPA, area bahasa, area membaca dan menulis, area drama, area pasir atau air,
serta area seni dan motorik.
4) Model pembelajaran berdasarkan sentra
Pada model ini kegiatan pembelajaran dilakukan di sentra-sentra di mana
pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator yang memberi pijakan-
pijakan (Scaffolding). Kegiatan pembelajaran tertata dalam urutan yang jelas
mulai dari penataan lingkungan main sampai pijakan-pijakan; (1) sebelum, (2),
selama, dan (3) sesudah main.
Ada tujuh sentra pembelajaran yaitu sentra bahan alam dan sains, sentra
balok, sentra seni, sentra bermain peran, sentra persiapan, sentra agama, dan
sentra musik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih model pembelajaran


diantaranya
(1) Untuk memilih model pembelajaran yang akan dipakai pendidik perlu
mempertimbangkan sarana dan prasarana yang tersedia dan menyesuaikan
dengan tujuan pembelajaran
(2) Pendidik dapat mengembangkan empat model pembelajaran yang ada
(misalnya dengan menambah sudut, area, dan sentra kegiatan, serta kegiatan
pengaman)
(3) Pendidik dapat juga mengembangkan model pembelajaran yang baru
dengan mengombinasikan empat model yang ada atau menciptakan model
yang baru
(4) Scaffolding adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan
dukungan yang terus-menerus yang diberikan kepada anak oleh pendidik
bisa juga oleh orang tua atau anak lain yang lebih dewasa atau lebih mampu
Dalam pengembangan PAUD di Indonesia, istilah scaffolding sering diterjemahkan
sebagai pijakan namun istilah penjagaan ini selanjutnya lebih digunakan untuk
menggambarkan tahapan-tahapan dalam model pembelajaran sentra

c. Pendekatan Pembelajaran
(1) Proses Pendekatan Saintifik
Ada beberapa proses saintifik. Proses saintifik merupakan rangkaian mencari
tahu dengan cara menjelajah melalui tahapan seperti gambar di bawah,

Mengkomunikasikan

Menalar Mengamati
Proses
Saintifik

Mengumpulkan
Informasi
Menanya

(a) Mengamati
Mengamati berarti kegiatan menggunakan semua indera (penglihatan,
pendengaran, penghiduan, peraba, dan pengecap) untuk mengenali suatu benda
yang diamatinya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam proses
mengamati maka semakin banyak informasi yang diterima dan diproses dalam
otak anak. Guru berperan sebagai pengamat dan pendukung/fasilitator bukan
sebagai instruktur.
Kegiatan mengamati dapat menggunakan berbagai macam media untuk
obyek tertentu baik di dalam atau di luar kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan
sendiri atau bersama-sama sesuai tema yang sedang dibahas. Proses mengamati
penting untuk membangun pengetahuan awal anak tentang suatu benda atau
kejadian. Guru dapat menuliskan disertai gambar sederhana tentang pengetahuan
yang sudah disebutkan anak tadi. Proses mengamati juga untuk membangun
minat anak mengetahui lebih banyak tentang sesuatu yang diamatinya.

(b) Menanya
Menanya merupakan proses berfikir yang didorong oleh minat
keingintahuan anak tentang suatu benda atau kejadian. Pada dasarnya anak
senang bertanya. Anak akan terus bertanya sampai rasa penasarannya terjawab.
Seringkali orang tua dan guru mematahkan rasa keingintahuan anak dengan
menganggap anak yang cerewet. Menanya sebagai proses menggali pengetahuan
baru. Guru dapat membantu anak untuk menyusun pertanyaan yang ingin
mereka ketahui. Di tahap menanya, guru perlu bersabar. Terkadang anak
menyampaikan keingintahuannya tidak dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya:
Aldi, “kelincinya putih semua” lalu bu Aristi menyempurnakan kalimat Aldi,
“Aldi mau bertanya, apakah semua kelinci berwarna putih?” Cara guru
mengulang perkataan anak, menunjukkan contoh atau pemodelan cara bertanya.
Hal ini mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Saat guru menuliskan
semua pertanyaan anak, guru tidak perlu menjawabnya, tetapi ajaklah anak
untuk mencari jawabannya ke berbagai sumber.

(c) Mengumpulkan Informasi


(a) Mengumpulkan informasi/ data merupakan proses mencari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan anak ditahap menanya.
(b) Mengumpulkan data dapat dilakukan berulang-ulang di pijakan awal
sebelum bermain (pembukaan) setiap hari dengan cara yang berbeda.
(c) Mengumpulkan data dapat berasal dari berbagai sumber, baik manusia,
buku, film, mengunjungi tempat atau internet.

(d) Menalar
Proses menalar untuk anak usia dini menghubungkan atau mencocokkan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengalaman baru yang
didapatkannya.
Proses asosiasi dapat terlihat saat anak mampu:
(a) Menyebutkan persamaan: “Telinga kelinci panjang seperti telinga kambing”
(b) Menyebutkan perbedaan: “Tapi telinga kelinci ujungnya ke atas, kalau telinga
kamping ujungnya ke bawah.”
(c) Mengelompokkan: “Kelinci itu kakinya empat, seperti kodok, kambing,
kucing, dan anjing”
(d) Membandingkan: “yang lompatnya paling cepat pastilah kanguru”
Sebagian besar anak mengalami kesulitan untuk membuat hubungan satu
benda dengan benda lain atau satu kejadian dengan kejadian lain. Guru bisa
membantu membangun pemahaman anak dengan mengajukan pertanyaan.

(e) Mengkomunikasikan
Mengomunikasikan adalah proses penguatan pengetahuan/keterampilan
baru yang didapatkan anak. Mengomunikasikan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya bahasa lisan, gerakan, hasil karya. Dukungan guru yang
tepat akan menguatkan pemahaman anak terhadap konsep atau pengetahuannya,
proses berpikir kritis dan kreatifnya terus tumbuh. Sebaliknya bila guru
mengabaikan pendapat anak atau menyalahkannya maka keinginan untuk
mencari tahu dan mencoba hal baru menjadi hilang.
.
Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Berbagai Model Pembelajaran

MODEL KELOMPOK KELOMPOK AREA SENTRA


TAHAPAN BERDASARKAN BERDASARKAN
KEGIATA SUDUT KEGIATAN
N KEGIATAN PENGAMAN
Penyiapan  Guru menata  Guru menata 4  Guru menata  Guru menata
Lingkungan ragam main tempat kegiatan ragam main ragam main
Main sesuai dengan main yang terdiri sesuai dengan sesuai dengan
sudut yang dari 3 tempat untuk area yang akan sentra yang
akan digunakan kegiatan utama dan digunakan digunakan
MODEL KELOMPOK KELOMPOK AREA SENTRA
TAHAPAN BERDASARKAN BERDASARKAN
KEGIATA SUDUT KEGIATAN
N KEGIATAN PENGAMAN
(minimal 4 1 tempat untuk (minimal 4 area) (minimal 4
sudut). kegiatan  Satu area dapat kegiatan main).
 Satu sudut pengaman. diisi dengan  Untuk anak yang
dapat diisi beragam sudah mampu
dengan kegiatan main dapat dilibatkan
beragam dalam penataan
kegiatan main. lingkungan main
 Di setiap tempat kegiatan main tersedia alat, bahan, sumber atau media yang dapat
dieksplorasi untuk menerapkan pendekatan saintifi k.
 Lingkungan yang disiapkan memungkinkan terbangunnya pemahaman anak yang
mendalam terhadap topik atau tema yang dibahas
Pembukaan  Guru memfasilitasi (menunjukkan, membacakan, mengajak, menampilkan, dll) anak
dengan beragam alat, bahan, sumber atau media untuk diamati, baik di dalam ruangan
atau di luar ruangan sesuai dengan tema/sub tema
 Anak mengamati (dengan berbagai indera) alat, bahan, sumber atau media
 Anak diberi kesempatan untuk menanya dan mengungkapkan perasaannya
 Guru dan anak menyepakati fokus dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan anak saat
kegiatan inti
Inti Anak beraktifitas  Anak beraktifi tas  Anak beraktifi  Anak beraktifi tas
di sudut untuk di kelompok untuk tas di area untuk di sentra untuk
mengumpulkan mengumpulkan mengum pulkan mengumpulkan
informasi informasi informasi informasi
 Guru mendampingi  Guru  Guru memberikan
salah satu melakukan indi pijakan agar anak
kelompok agar vidualisasi mendapatkan
anak mendapatkan kepada anak informasi yang
infor ma si yang agar anak lebih optimal
lebih optimal mendapatkan
MODEL KELOMPOK KELOMPOK AREA SENTRA
TAHAPAN BERDASARKAN BERDASARKAN
KEGIATA SUDUT KEGIATAN
N KEGIATAN PENGAMAN
informasi yang
lebih optimal
 Dalam kegiatan mengumpulkan informasi anak diberi kesempatan untuk mengamati dan
menanya secara lebih luas dan mendalam
 Anak melakukan uji coba/eksperimen/praktek dengan alat, bahan, sumber atau media
yang tersedia secara individu maupun berkelompok
 Anak membandingkan, mengelompokkan, melakukan pengukuran, dll dengan
menggunakan alat, bahan, sumber atau media
 Anak diberi kesempatan untuk membuat berbagai karya dengan menggunakan alat,
bahan, sumber atau media sesuai dengan minat, ide dan kreativitas masing-masing
 Guru menghargai setiap ide yang dilontarkan oleh anak, mendorong anak untuk
memunculkan kreativitasnya, membangun minat anak dan juga terjadinya proses belajar
 Guru memperjelas/mematangkan pengetahuan yang diperoleh anak serta mendorong
anak untuk dapat memperluas gagasan dan hasil karyanya
 Guru memberikan penguatan atas pengetahuan baru yang didapatkan anak agar menjadi
bagian pengetahuan yang masuk ke dalam ingatan anak.
Penutup  Anak diberi waktu untuk menyampaikan pengalaman yang diperolehnya di hadapan
teman-temannya
 Dalam proses ini anak didorong untuk menumbuhkan keinginan dalam menggali
pengetahuan lebih jauh lagi
 Guru mendorong anak agar tumbuh keinginan untuk terus menggali pengetahuan yang
lebih jauh lagi
 Guru menyampaikan rencana ke depan untuk menindaklanjuti kegiatan selaras dengan
ide yang disampaikan anak

d. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dalam tahapan kegiatan
pembukaan, inti dan penutup.
1) Kegiatan Pembukaan
Kegiatan pembukaan dilakukan untuk menyiapkan anak secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran. Kegiatan ini berhubungan dengan
pembahasan sub tema atau sub-sub tema yang akan dilaksanakan. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: Bermain (motorik kasar), berbaris,
mengucap salam, berdoa, dan bercerita atau berbagi pengalaman.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan upaya kegiatan bermain yang memberikan pengalaman
belajar secara langsung kepada anak sebagai dasar pembentukan sikap, perolehan
pengetahuan dan keterampilan. Kegiatan inti memberikan ruang yang cukup bagi
anak untuk berinisiatif, kreatif, dan mandiri sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhan anak. Kegiatan inti dilaksanakan dengan pendekatan saintifik meliputi
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan.
(a) Mengamati
Mengamati dilakukan untuk mengetahui objek di antaranya dengan
menggunakan indera seperti melihat, mendengar, menghidu, merasa, dan
meraba
(b) Menanya
Anak didorong untuk bertanya, baik tentang objek yang telah diamati maupun
hal lain yang ingin diketahui.
(c) Mengumpulkan Informasi
Mengumpulkan informasi dilakukan melalui beragam cara, misalnya: dengan
melakukan, mencoba, mendiskusikan dan menyimpulkan hasil dari berbagai
sumber.
(d) Menalar
Menalar merupakan kemampuan menghubungkan informasi yang sudah
dimiliki dengan informasi yang baru diperoleh sehingga mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang suatu hal.
(e) Mengomunikasikan
Mengomunikasikan merupakan kegiatan untuk menyampaikan hal-hal yang
telah dipelajari dalam berbagai bentuk, misalnya melalui cerita, gerakan, dan
dengan menunjukkan hasil karya berupa gambar, berbagai bentuk dari adonan,
boneka dari bubur kertas, kriya dari bahan daur ulang, dan hasil anyaman.
3) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan yang bersifat penenangan. Beberapa hal
yang dapat dilakukan dalam kegiatan penutup di antaranya adalah: (1) Membuat
kesimpulan sederhana dari kegiatan yang telah dilakukan, termasuk di dalamnya
adalah pesan moral yang ingin disampaikan; (2) Nasihat-nasihat yang mendukung
pembiasaan yang baik; (3) Refleksi dan umpan balik terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan; (4) Membuat kegiatan penenangan seperti bernyanyi,
bersyair, dan bercerita yang sifatnya menggembirakan; dan, (5)
Menginformasikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.

2. Reggio Emilia
a. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Reggio Emilia merupakan pendekatan pembelajaran yang
menjadikan metode proyek sebagai metode utama dalam pembelajaran [ CITATION
Abr95 \l 14345 ]. Metode proyek merupakan suatu proses pendidikan yang menarik
yaitu murid memecahkan masalah penting berupa pekerjaan besar secara bersama-
sama dalam satu tim dan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu,
pendekatan Reggio Emilia terhadap pendidikan anak usia dini berkomitmen terhadap
pembuatan lingkungan untuk pembelajaran yang akan meningkatkan dan
memudahkan pembentukan kekuatan berpikir anak-anak melalui pembentukan semua
ekspresi, komunikasi dan bahasa kognitif atau “through the synthesis of all the
expressive, communicative and cognitive languages”.
Pendekatan Reggio Emilia memandang bahwa belajar sebagai sebuah
perjalanan dan pendidikan sebagai usaha membangun hubungan dengan orang-orang
serta menciptakan hubungan antara ide-ide dan lingkungan. Inti dari seluruh
pendekatan adalah gambaran bahwa seorang anak sebagai seseorang yang
mempunyai hak dan sebagai seseorang yang kompeten, pelajar aktif, terus menerus
membangun dan menguji teori tentang dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya. Oleh
sebab itu, Reggio Emilia menempatkan komunikasi dan mendengarkan terhadap
anak-anak kecil sebagai hal yang penting [ CITATION Say16 \l 14345 ].
Dalam penerapan Reggio Emilia tentu saja mengarah kepada prinsip-prinsip
yang mengacu kepada proses pendidikan yang ada. Prinsip-prinsip dari reggio emilia
tersebut adalah sebagai berikut: (1) Citra diri anak; (2) Hubungan dan Kerja sama;
(3) Lingkungan sebagai guru ketiga; (4) Seni ekspresif (Seratus Bahasa); (5)
Progettazione; (6) Peran Guru, Guru sebagai pembelajar; dan (7) Dokumentasi,
[ CITATION Hal \l 14345 ].
1) Citra diri anak
Filsafat Reggio Emilia mengakui anak sebagai pembelajar yang ingin tahu
dan kuat sejak lahir. Prinsip ini mengakui bahwa anak memiliki potensi tinggi
untuk belajar dan berubah saat mereka terhubung dan berinteraksi dalam konteks
budaya dan sosial mereka. Hal ini menuntut proses mendengarkan yang aktif di
antara orang dewasa, anak-anak, dan lingkungan serta mendukung konteks semua
hubungan pembelajaran. Proses mendengarkan yang berkelanjutan ini juga
diperlukan untuk refleksi, dialog, keterbukaan dan meninjau kembali ide-ide yang
memancing teori dan ide untuk dikenali oleh anak-anak dan guru.
Dalam Pendekatan Reggio, mendengarkan anak melibatkan perhatian yang
cermat terhadap apa yang mereka katakan dan pikirkan, dan menanggapi gagasan
mereka dengan serius. Orang dewasa memperhatikan dan mendengarkan dengan
cermat apa yang anak-anak lakukan dan katakan serta menggunakan pengamatan
mereka untuk membimbing dan memperluas pembelajaran setiap anak. Anak-
anak didorong untuk belajar dari satu sama lain. Mereka bekerja dan bermain
bersama dalam kelompok-kelompok kecil sejak usia dini. Mereka belajar untuk
mendengarkan sudut pandang satu sama lain dan untuk menghormati pandangan
dan perasaan orang lain.

2) Hubungan dan kerja sama


Pandangan sosio-konstruktivis pendidikan yang disukai oleh Reggio Emilia
mendukung filosofi bahwa pendidikan harus fokus pada setiap anak dalam
hubungannya dengan keluarga, anak lain, lingkungan, sekolah, masyarakat, dan
masyarakat luas. Setiap sekolah dipandang sebagai sistem di mana semua
hubungan ini saling berhubungan, timbal balik, dan didukung. Partisipasi juga
mendukung Ratusan Bahasa anak-anak dan orang dewasa serta memelihara
perasaan dan budaya, hubungan, tanggung jawab, dan inklusi. Anak-anak, orang
tua, dan guru dianggap sebagai tiga mata pelajaran. Hubungan antara pengajaran
dan pembelajaran sebagai konstruksi bersama menggambarkan pandangan yang
kuat tentang pengajaran yang berfokus pada pembelajaran (Malaguzzi dalam Hall,
2013).
Hal yang unik dari pendekatan ini adalah peran kolaboratif para pedagogista.
Tim koordinator pedagogis ini mendukung hubungan antara semua guru, orang
tua, anggota masyarakat dan pemerintah kota. Mereka memiliki tanggung jawab
untuk penelitian dan inovasi serta secara konstan memeriksa kembali dan
memperbarui nilai-nilai proyek pendidikan. Selain itu, mereka mengembangkan
pilihan dan arahan pendidikan untuk aktivitas sehari-hari di pusat balita dan
prasekolah (PICMRE dalam Hall, 2013). Setiap pedagogista mengoordinasikan
sekelompok pusat prasekolah dan balita, memastikan ada pendekatan yang
konsisten di dua tingkat dari setiap proyek pendidikan. Orang tua dan anggota
masyarakat juga berkontribusi pada pekerjaan proyek anak-anak, memberikan
kontribusi besar untuk membangun sumber daya dan menghadiri pertemuan kelas
di luar waktu sekolah.

3) Lingkungan sebagai guru ketiga


Lingkungan fisik pusat-pusat Reggio Emilia dan prasekolah penting dalam
mempromosikan citra anak yang kuat. Indikasi juga merujuk pada prinsip ini
sebagai lingkungan, ruang, dan hubungan untuk mempromosikan pandangan
bahwa ruang eksterior dan interior bayi-balita dan prasekolah dirancang dan
saling berhubungan untuk mempromosikan pembelajaran dan penelitian. Menurut
prinsip ini, partisipasi kolaboratif sangat penting dalam menciptakan lingkungan
di mana ruang dirancang untuk mendorong dan menumbuhkan pilihan,
kemandirian, rasa ingin tahu, pemecahan masalah, dan eksplorasi dalam proses
pembelajaran.
Lingkungan ini biasanya dirancang oleh dan dengan keterlibatan arsitek
untuk memastikan lingkungan dirancang khusus untuk mempromosikan hubungan
dan pertukaran yang akan terjadi di dalamnya. Sekolah Reggio Emilia dikenal
karena keindahannya (Fraser dalam Hall, 2013) dengan perhatian terhadap detail
dan lingkungan yang diatur dengan cara yang sangat pribadi. Dimensi estetika
penting karena menyediakan lingkungan belajar yang optimal dan multi-sensorik.
Dengan demikian, citra anak yang kuat didorong agar anak memperoleh
pemahaman tentang diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan lingkungannya.
Desain terbuka pengaturan Reggio Emilia mendorong partisipasi, keterlibatan dan
komunikasi antara semua pelajar. Kamar-kamar merupakan ruang yang terhubung
dan terbuka ke piazza pusat (ruang terbuka) di mana anak-anak dapat bergerak
bebas melalui ruang tersebut dan berinteraksi dengan orang lain (Bullard dalam
Hall, 2013).

4) Seni ekspresif (Seratus Bahasa)


Elemen penting dari pendekatan ini adalah mendorong anak-anak untuk
merepresentasikan ide-ide mereka dalam berbagai jenis media. Di bawah
bimbingan pedagogis Malaguzzi, dua teori yang menghubungkan bahasa dan
pemikiran berkembang, ratusan bahasa ekspresi dan munculnya atelier (studio
seni) dan atelierista (guru studio) dan mini-atelier yang melekat pada setiap
pengaturan (Thornton & Brunton dalam Hall, 2013). Di studio menyediakan
berbagai sumber daya dan alat untuk mendukung berbagai cara ekspresi
pemahaman yang dikembangkan dalam pekerjaan proyek dan penelitian (Bullard
Dallam Hall, 2013).
Penggunaan seni ekspresif dalam pembelajaran dipromosikan oleh seorang
atelierista, seorang guru yang terlatih dalam seni visual, yang bekerja sama
dengan guru dan anak-anak di setiap prasekolah. Vea Vecchi, atelierista pertama
yang bekerja selama tiga puluh tahun di sekolah Diana, menyarankan bahwa
atelier menyediakan tempat bagi anak-anak untuk menjadi master dari semua jenis
teknik, semua bahasa simbolik. Atelier juga merupakan pusat konstruksi budaya
sekolah dan terus berdialog dengan konteks yang lebih luas terkait dengan
perkembangan bahasa estetika dan ekspresif.
Millikan dalam [ CITATION Hal \l 14345 ] menyatakan bahwa perkembangan
seratus bahasa bergantung pada tiga hal, “sumber daya dan pengalaman;
kesempatan untuk mengekspresikan pemikiran mereka dengan cara yang berbeda;
dan orang dewasa yang menganggap serius anak-anak dan mendengarkan mereka
dengan hormat. Pandangan belajar Seratus Bahasa menuntut agar pendidik
memahami bahwa anak belajar dengan berbagai cara. Anak-anak didorong untuk
mewakili pemikiran dan gagasan mereka melalui dialog verbal dan representasi
grafis, tetapi juga dapat menggambarkan pemahaman mereka melalui perbedaan
bahasa simbolis seperti cat, kawat, kain, tanah liat atau tekstil yang membutuhkan
interpretasi baru atas ide-ide mereka. Proses representasi ini didasarkan pada citra
anak yang kuat dan menekankan pada kekuatan dan kemampuan yang dapat
digunakan dalam pembelajaran serta dapat memberikan representasi visual dari
pemikiran anak.
5) Progettazione
Progettazione adalah istilah Italia yang mendefinisikan pendekatan pedagogi
yang diterapkan oleh orang dewasa dan anak-anak. Pendekatan Reggio Emilia
menggunakan istilah tersebut progettazione yang berarti "cara mereka
melanjutkan”. Ini dapat diidentifikasi sebagai proses kreatif melalui ide-ide yang
dibangun, dikembangkan, dan disamakan dengan pendekatan penelitian. Pendidik
Reggio Emilia, bekerja sama dengan anak-anak, mengidentifikasi tujuan umum
dan arah yang mungkin diambil oleh pengalaman dan proyek. Para guru ini
mendengarkan dan kemudian bernegosiasi dengan anak-anak untuk mendapatkan
pemahaman tentang minat mereka untuk membangun ide dan topik (Gandini
dalam Hall, 2013).
Guru Reggio Emilia kemudian menggunakan pengetahuan ini untuk
membangun provokasi untuk membantu anak-anak dalam berpikir lebih dalam,
untuk mempertanyakan dan merancang pendekatan yang fleksibel, tetapi ketat.
Progettazione dibangun dalam proses setiap pengalaman atau proyek dan
perubahan sebagai tanggapan atas dialog berkelanjutan antara guru dan anak-
anak. Pekerjaan proyek ini tidak mengikuti jadwal yang kaku, tetapi mengikuti
kecepatan dan minat anak-anak yang terlibat dalam proses saat mereka bersama-
sama membangun makna secara kolaboratif dan memperdalam pemahaman
mereka tentang dunia mereka.
6) Peran guru - Guru sebagai pembelajar
Inti dari peran guru adalah berkolaborasi dengan pendidik lain, staf, dan
keluarga lain serta untuk membahas pengamatan mereka terhadap anak-anak.
Kolaborasi tingkat tinggi ini melibatkan penafsiran pengamatan, dan membuat
rencana fleksibel untuk pekerjaan proyek di masa depan melalui diskusi yang
dinegosiasikan dengan anak-anak. Selain menjadi rekan pembelajar dan
kolaborator dengan anak, peran guru adalah sebagai pemandu dan fasilitator. Guru
tidak dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi dan mereka harus
berperan aktif dalam memberikan provokasi kepada anak-anak.
Selain itu, peran guru yaitu untuk menciptakan kemitraan dengan pelajar,
membimbing mereka, mengajukan pertanyaan, mendengarkan, menawarkan
saran, dan memberikan informasi saat mereka bergerak maju atau berubah arah
selama pengalaman belajar. Malaguzzi (dalam Millikan, 2003), mengemukakan
bahwa sebagai guru memfasilitasi pembelajaran anak sesuai dengan pertanyaan,
minat dan pemahaman mereka, mereka mengambil peran sebagai peneliti. Guru
terlibat aktif dalam pekerjaan anak dan mendokumentasikan proses pembelajaran.
Ini melibatkan guru mengumpulkan informasi, menganalisis dan
merefleksikannya bekerja sama dengan guru lain dan anak-anak itu sendiri.
Menurut Hewett (2001), penelitian memiliki tiga fungsi utama yang pertama
adalah memberikan rekaman visual dari karya anak-anak tersebut. Yang kedua
adalah membantu pendidik untuk mengembangkan atau memperluas ide proyek.
Tujuan akhirnya adalah untuk memberi orang tua laporan tentang pembelajaran
anak-anak mereka dan untuk mendorong mereka berpartisipasi lebih penuh dalam
pekerjaan pendidikan dari proyek-proyek tersebut.

7) Dokumentasi
Dokumentasi proses belajar anak sangat penting untuk peran guru dalam
pendekatan Reggio Emilia. Dalam pendekatan ini, dokumentasi pendidikan
merupakan proses kompleks yang berlangsung selama pembelajaran anak. Ini
termasuk pekerjaan proyek anak-anak dan ditempatkan pada ketinggian anak-anak
dan orang dewasa sebagai fitur menonjol dari sekolah dan pusat Reggio Emilia.
Reggio Emilia mempengaruhi pendidik, diminta untuk mengamati,
mendokumentasikan, dan menganalisis perjalanan belajar anak-anak dan
menggunakan proses ini untuk membuat keputusan tentang bagaimana
membimbing pembelajaran mereka di masa depan. Guru berbagi dan
mendiskusikan dokumentasi ini untuk secara kolaboratif menafsirkan dan
mengevaluasi setiap proses pembelajaran. Ini, pada gilirannya, menghargai
potensi setiap anak dan menggarisbawahi hubungan timbal balik antara belajar
dan mengajar (Hendrick; Rinaldi, dalam Hall 2013).
Dokumentasi diguanakan untuk mencatat kemajuan dan perkembangan
dengan membantu guru untuk melihat dan memahami pembelajaran masing-
masing anak, serta mengakui kontribusi yang mereka berikan pada pembelajaran
seluruh kelompok; hargai gagasan anak-anak dengan memperhatikan cara karya
anak-anak disajikan dan dibagikan; mendorong anak-anak untuk berefleksi
dengan memberi mereka kesempatan untuk meninjau kembali pengalaman
mereka sebelumnya dan mengembangkan pemahaman mereka tentang proses
belajar mereka sendiri; membantu perencanaan dengan menyarankan kepada guru
sumber daya, pengalaman atau keterampilan mana yang akan ditawarkan kepada
anak-anak berikutnya; libatkan orang tua dengan memberikan informasi tentang
kehidupan pusat-pusat tersebut, membantu mereka untuk lebih memahami tentang
pembelajaran anak mereka; menambah pengembangan profesional guru dengan
menghasilkan bukti

b. Prosedur Pembelajaran
1) Tahapan Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada Reggio Emilia menekankan pada pengembangan
hubungan timbal balik cinta dan kepercayaan antara orang dewasa dan anak dan
antara anak-anak itu sendiri. Pembelajaran selalu berlangsung dalam pengaturan
kelompok karena pendidik Reggio melihat interaksi dan pertimbangan sudut
pandang yang berbeda menjadi dasar proses pembelajaran. Menurut Valentine
(2006) dalam proses pembelajaran langkah yang dilakukan guru yaitu
a) Guru berusaha untuk mengenal setiap anak sebagai individu dan untuk
menciptakan hubungan saling percaya di mana pembelajaran dapat
berlangsung.
b) Guru berusaha untuk mendukung dan mendorong anak dalam perjalanan
belajar, mendorong mereka untuk berefleksi dan bertanya. Dalam pengertian
ini, peran guru bukanlah untuk menyebarkan informasi atau sekedar
mengoreksi. Sebaliknya, guru seperti alat yang digunakan anak-anak pada
saat paling dibutuhkan. Kadang-kadang mereka mungkin mengamati; di saat
lain mereka bertindak sebagai rekan penyelidik atau juru tulis. Mereka
mungkin menantang atau memprovokasi ide melalui penggunaan pertanyaan
terbuka dan berbagai macam provokasi. Memang, tahap fundamental dalam
progettazione adalah mengetahui bagaimana meluncurkan kembali ide atau
konsep dengan anak-anak dengan cara yang memprovokasi mereka untuk
membawa pemahaman dan pengalaman mereka ke tingkat berikutnya.
c) Ada rasa hormat yang sangat besar terhadap teori dan hipotesis anak-anak itu
sendiri. Mengizinkan anak-anak membuat kesalahan dalam upaya mereka
untuk memecahkan masalah dianggap mendasar proses pembelajaran. Guru
tidak cepat mengintervensi (campur tangan) setiap masalah yang di hadapi
anak. Memang, membiarkan anak-anak melakukan perjalanan sepanjang apa
yang orang dewasa anggap 'salah jalan' dan mendorong anak-anak untuk
menyadari hal ini secara mandiri dianggap sebagai strategi pembelajaran yang
penting, meskipun kontroversial. Melalui pengamatan dan evaluasi bukti
yang cermat, guru belajar untuk menilai kapan intervensi paling tepat. Hanya
jika waktu diambil untuk membangun hubungan yang erat dan saling percaya
dengan anak-anak sehingga guru menjadi percaya diri dalam peran ini. Ini
tetap menjadi salah satu alasan utama guru dan anak-anak tetap tinggal
bersama selama tiga tahun.
d) Guru juga merupakan peneliti tentang cara anak-anak belajar. Memang,
tempatnya penelitian yang sedang berlangsung di dalam kelas telah tumbuh
dan berkembang secara signifikan selama bertahun-tahun.
Oleh karena itu pendidik harus mengamati proses belajar anak sedekat
mungkin. Dengan mengamati, guru menjalin hubungan dengan anak. Pendidik
Reggio menghabiskan banyak waktu mengamati anak-anak yang bekerja dalam
kelompok kecil dalam upaya untuk lebih dekat dengan pemahaman anak-anak.
Proses observasi dianggap parsial dan subyektif, oleh karena itu perlu dilakukan
observasi dan observasi ulang serta mempertimbangkan sudut pandang yang
berbeda-beda.
Proses pembelajaran dijelaskan oleh Thornton and Brunton (2010):
a) Provokasi, pertanyaan dan menunggu waktu.
Sebuah provokasi diperkenalkan kepada anak-anak - ini adalah rangsangan
atau provokator pemikiran yang mengundang keheranan, keingintahuan dan
penyelidikan. Ini bisa berupa, misalnya, foto matahari terbenam, daun
raksasa, atau cangkang siput bergaris. Anak-anak dan orang dewasa akan
mengajukan pertanyaan dan kemudian menunggu waktu, memungkinkan
anak-anak mengemukakan gagasan dan teori mereka.
Untuk mendorong anak-anak mengajukan pertanyaan, Guru perlu:
(1) Memberi mereka banyak kesempatan;
(2) Tunjukkan, dengan kata-kata dan bahasa tubuh Anda, bahwa Anda
menghargai jawaban mereka;
(3) Beri anak-anak waktu untuk berpikir dan menanggapi pertanyaan
yang Anda ajukan - jangan tergoda untuk mengisi keheningan;
(4) Dengarkan jawaban anak-anak sebelum mengajukan pertanyaan
berikutnya;
(5) Menjadi panutan dengan berpikir keras, mengajukan pertanyaan pada
diri sendiri seperti, 'Aku bertanya-tanya mengapa…?', 'Apa yang akan
terjadi jika…?'
b) Mengembangkan ide proyek dan memberi nama proyek.
Banyak di antara nama proyek dipilih oleh anak-anak sendiri. Misalnya,
'semuanya memiliki bayangan kecuali semut', 'Hidungku penuh seperti
dunia', 'Monumen untuk mewarnai' atau 'Kuda yang sedang jatuh cinta'.
Untuk mengembangkan ide dan teori anak, perlu menyediakan iklim di
mana anak percaya diri untuk bertanya, mencari penjelasan, dan
mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan memecahkan masalah.
c) Melaksanakan proyek, dan
Sekelompok kecil anak-anak yang sangat antusias dengan ide tersebut
mengambil tanggung jawab untuk proyek tersebut. Pengerjaan proyek
dilakukan di ruang kelas, di studio atau di studio mini setiap hari selama
diperlukan.
d) Mendokumentasikan proyek, tentunya pendokumentasian proyek akan
dilakukan dari awal.

2) Alokasi Waktu
a) Infant-Toddler

b) Preschool
3. Maria Montessori
a. Pendekatan Montessori
Metode Montessori telah dan sangat populer di seluruh dunia dengan
profesional dan orang tua anak usia dini. Pendekatan Montessori dirancang untuk
mendukung perkembangan alam anak-anak di lingkungan yang dipersiapkan dengan
baik. Prinsip dasar ini adalah dasar dari metode Montessori. Secara keseluruhan,
mereka merupakan model yang kuat untuk membantu semua anak belajar
sepenuhnya dan yang terpenting sopan dan kemudian kita mengharapkan mereka
berperilaku baik, mengetahui sepanjang waktu seberapa kuat naluri meniru mereka
dan betapa peka dan kagum anak terhadap pendidik. 
Guru menunjukkan rasa penghargaan kepada anak-anak ketika mereka
membantu mereka melakukan sesuatu dan belajar sendiri. Ketika anak-anak memiliki
pilihan, mereka dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk otonomi pembelajaran yang efektif, dan harga diri yang
positif. Lima prinsip dasar secara adil dan akurat mewakili bagaimana pendidik
Montessori menerapkan metode Montessori dalam berbagai jenis program di seluruh
Amerika Serikat. Lima prinsip dasar pendidikan anak tersebut meliputi pikiran yang
mudah menyerap, menghargai anak, periode sensitif, lingkungan yang di disiapkan
dan belajar otodidak [ CITATION Geo15 \l 1057 ].

1) Menghargai anak
Rasa menghargai terhadap anak adalah landasan di mana semua prinsip
Montessori lainnya Namun, pada dasarnya, tidak ada aturan khususnya pendidik
harus menghargai anak-anak. Akan tetapi dengan cara oti dapat membuat anak
mengikuti guru tanpa memperhatikan kebutuhan khusus mereka. (Sesungguhnya
pendidik telah mengawasi anak) dan kemudian pendidik mengharapkan mereka
untuk berperilaku baik, mengetahui bahwa selama ini kemampuan memanipulasi
anak kuat dan betapa peka dan kagum anak terhadap pendidik. Anak akan meniru
pendidik dalam hal apapun. Maka selayaknya pendidik memberikan perlakukan
dengan segala kebaikan yang secara tidak langsung membantu perkembangan
anak [ CITATION DrM65 \l 1057 ].
Guru menunjukkan rasa penghargaan kepada anak-anak ketika mereka
membantu mereka melakukan sesuatu dan belajar sendiri. Ketika anak-anak
memiliki pilihan, mereka dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuan
yang diperlukan untuk otonomi pembelajaran yang efektif, dan harga diri yang
positif. 
2) Pikiran yang mudah menyerap
Montessori percaya bahwa anak-anak belajar dari diri mereka sendiri.
Dapat dikatakan bahwa orang dewasa memperoleh pengetahuan dengan
menggunakan pikirannya, tetapi anak menyerap pengetahuan langsung ke dalam
kehidupan psikisnya. Hanya dengan pengalaman kehidupannya, anak juga belajar
berbicara bahasa ibunya[ CITATION Mon66 \l 1057 ]. Ini adalah konsep
pikiran penyerap. Gagasan bahwa pikiran anak-anak muda menerima dan mampu
belajar. Anak belajar secara tidak sadar dengan mengambil informasi dari
lingkungan.
Montessori ingin kita memahami bahwa anak-anak tidak dapat membantu
belajar. Hanya dengan hidup, anak-anak belajar dari lingkungan mereka. Anak-
anak dilahirkan untuk belajar, dan mereka adalah sistem pembelajaran yang luar
biasa. Anak-anak belajar karena mereka berpikir sebagai manusia. Tetapi apa
yang mereka pelajari sangat tergantung pada guru, pengalaman, dan lingkungan
mereka. Guru anak usia dini menekankan gagasan bahwa anak-anak dilahirkan
belajar dan dengan kesiapan dan kemampuan belajar yang konstan. 
3) Periode Sensitif
Montessori percaya ada periode sensitif ketika anak-anak lebih rentan
terhadap perilaku tertentu dan dapat belajar keterampilan khusus dengan lebih
mudah. Waktu yang relatif singkat di mana pembelajaran kemungkinan besar
terjadi. Juga disebut periode kritik segmen DVD, amati lingkungan yang
disiapkan, cara mengaturnya, dan cara itu membantu anak-anak mengendalikan
pembelajaran mereka sendiri.
Periode sensitif mengacu pada sensibilitas khusus yang diperoleh
makhluk dalam keadaan infantilnya, sementara itu masih dalam proses
evolusi. Ini adalah disposisi sementara dan terbatas pada akuisisi sifat
tertentu. Setelah sifat atau karakteristik ini diperoleh, sensibilitas khusus
menghilang.
Meskipun semua anak mengalami periode sensitif yang sama (misalnya,
periode sensitif untuk menulis), urutan dan waktu bervariasi untuk setiap
anak. Salah satu peran guru adalah menggunakan pengamatan untuk mendeteksi
waktu sensitivitas dan memberikan pengaturan untuk pemenuhan yang optimal. 
4) Lingkungan yang Disiapkan
Montessori berpendapat bahwa anak-anak belajar yang terbaik
di lingkungan yang disiapkan, tempat di mana anak-anak dapat melakukan hal-
hal untuk diri mereka sendiri. Lingkungan yang disiapkan membuat materi
pembelajaran dan pengalaman tersedia untuk anak-anak dalam format yang
teratur. Ruang kelas atau ruang lain yang diatur dan diselenggarakan untuk
mendukung pembelajaran secara umum dan/atau pengetahuan dan keterampilan
khusus.
Ruang kelas yang dijelaskan Montessori benar-benar apa yang dianjurkan
oleh pendidik ketika mereka berbicara tentang pendidikan yang berpusat pada
anak dan pembelajaran aktif. Kebebasan adalah karakteristik penting dari
lingkungan yang dipersiapkan untuk anak. Karena anak-anak di lingkungan bebas
untuk mengeksplorasi bahan pilihan mereka sendiri, mereka menyerap apa yang
mereka temukan di sana.
5) Pendidikan Otodidak
Montessori menamai konsep bahwa anak-anak mampu mendidik diri,
belajar otodidak (juga dikenal sebagai pendidikan diri). Anak-anak yang secara
aktif terlibat dalam lingkungan yang siap dan yang menggunakan kebebasan
memilih secara harfiah mendidik diri mereka sendiri. Guru Montessori
menyiapkan ruang kelas agar anak-anak belajar secara otodidak.
b. Perencanaan Proses Pembelajaran
Dalam mengembangkan program pendidikan, tingkat konsultasi dengan anak-
anak, orang tua dan guru harus dicari untuk memastikan layanan Pra-Sekolah tentang
kebutuhan dan minat individu atau anak-anak. Program harus mencakup kegiatan
yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak individu yang merangsang potensi
sosial, fisik, emosional, kognitif, bahasa, dan kreatif setiap anak. Ini harus mencakup
keseimbangan pengalaman indoor dan outdoor [CITATION Kel12 \l 1057 ].
Perencanaan dan Penilaian untuk Pembelajaran didasarkan pada pengamatan
yang diambil oleh pendidik dan ditafsirkan menjadi pengalaman yang
direncanakan. Setelah pengalaman yang direncanakan disajikan kepada anak,
pendidik akan mengevaluasi hasil belajar pengalaman dan menyarankan cara-cara di
mana pengalaman dapat diperluas untuk perancah pembelajaran dan perkembangan
anak individu.
Pemrograman dan Perencanaan di Pra-Sekolah didasarkan pada pengamatan
ketat anak-anak di tempat belajar dan bermain dan interaksi / hubungan mereka
dengan anak-anak lain. Ini harus mengintegrasikan setiap dimensi pengalaman anak-
anak yang mencakup rutinitas sehari-hari, lingkungan fisik, hubungan dan interaksi,
bahan untuk bermain dan pengalaman dan peluang khusus. Perencanaan beragam
dan terus berkembang. Ini dapat memperkirakan kemungkinan dengan pengalaman
anak-anak mencatat dan kemudian digunakan untuk refleksi dan evaluasi.
Dalam mengembangkan metode untuk perencanaan dalam konsultasi dengan
Pemimpin Pendidikan dan Direktur Pra-Sekolah. Berikut ini Pendidik
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
• Proses pengamatan dan dokumentasi yang cermat.
• Interaksi dan hubungan dengan anak-anak, keluarga, dan staf lainnya.
• Munculnya dan kemajuan proyek.
• Kontribusi anak-anak.
• Kontribusi keluarga.
• Kontribusi.
• Catatan Anekdot.
• Daftar Periksa Perkembangan Montessori.
• Entri ke dalam Jurnal Refleksi Ruangan (ditinjau pada pertemuan staf selama
dua minggu, perencanaan dan tindakan yang sesuai ditindaklanjuti).
Waktu bebas anak untuk merencanakan dan mendokumentasikan penilaian
untuk pembelajaran harus dimasukkan ke dalam jadwal kerja staf kontak
utama. Penghargaan untuk Guru memungkinkan selama dua jam per minggu waktu
non-kontak untuk pemrograman. Meskipun tidak diberikan oleh penghargaan untuk
Pekerja Penitipan Anak dan klasifikasi selain Guru Anak Usia Dini, diharapkan
semua staf penitipan anak terlibat dalam pemrograman untuk kebutuhan anak
individu; oleh karena itu jika memungkinkan beberapa waktu luang anak harus
diizinkan bagi semua staf untuk merencanakan pemrograman ini.
c. Metode dalam Kegiatan Montessori
Dalam lingkungan, bahan, dan kegiatan yang disiapkan menyediakan tiga
bidang dasar keterlibatan anak [ CITATION Geo15 \l 1057 ] :
1. Kehidupan praktis atau pendidikan motorik
2. Bahan sensorik untuk melatih indera
3. Materi akademik untuk menulis, membaca, dan matematika
Semua kegiatan ini diajarkan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
1. Kehidupan Praktis
Lingkungan yang disiapkan dalam mendukung kegiatan dasar,
kehidupan praktis, seperti berjalan dari satu tempat ke tempat lain dengan tertib,
membawa benda-benda seperti nampan dan kursi, menyapa pengunjung, dan
belajar keterampilan perawatan diri. Misalnya, bingkai berpakaian dirancang
untuk menyempurnakan keterampilan motorik yang terlibat dalam kancing,
zipping, lacing, buckling, dan mengikat. Filosofi untuk kegiatan seperti ini
adalah membuat anak mandiri dan mengembangkan konsentrasi.
Lingkungan yang disiapkan Montessori membuat bahan dan
pengalaman tersedia bagi anak-anak untuk dijelajahi sendiri. 
Kegiatan kehidupan praktis diajarkan melalui empat jenis latihan yang
berbeda:
a) Merawat diri sendiri, seperti kegiatan mengganti pakaian, menyemir
sepatu, dan mencuci tangan
b) Merawat lingkungan, misalnya,membersihkan, mengelap meja, dan
menyiram tanaman.
c) Hubungan sosial, pelajaran dalam kasih karunia dan kesopanan.
d) Analisis dan kontrol gerakan, kegiatan lokomotor seperti berjalan dan
menyeimbangkan
2. Materi Sensorik
Materi pembelajaran Montessori dirancang untuk mempromosikan pembelajaran melalui
indera dan untuk melatih indera untuk belajar. Bahan sensorik adalah di antara mereka yang
ditemukan di kelas khas Montessori. Materi untuk pelatihan dan mengembangkan indera
memiliki karakteristik ini:

a) Kontrol kesalahan. Bahan dirancang agar anak-anak dapat melihat apakah


mereka membuat kesalahan; misalnya, seorang anak yang tidak membangun
blok menara merah muda di proses pasif mencari.
b) Daya tarik. Bahan menarik, dengan warna dan proporsi yang menarik bagi
anak-anak. Bahan sensorik memiliki beberapa tujuan urutan yang tepat
mereka tidak mencapai efek menara.
c) Isolasi kualitas tunggal. Bahan dirancang sehingga variabel lain dipegang
konstan kecuali untuk kualitas atau kualitas yang terisolasi. Oleh karena itu,
semua blok menara merah muda berwarna merah muda karena ukuran,
bukan warna, adalah kualitas yang terisolasi.
d) Keterlibatan aktif. Materi mendorong keterlibatan aktif daripada keterlibatan
pasif.
Bahan sensorik memiliki beberapa tujuan:
a) Untuk melatih indera anak-anak untuk fokus pada kualitas tertentu yang
jelas. Misalnya, dengan batang merah, kualitasnya panjang; dengan kubus
menara merah muda, ukuran; dan dengan lonceng, lapangan musik.
b) Untuk membantu mempertajam kekuatan pengamatan anak-anak dan
diskriminasi visual sebagai kesiapan untuk belajar membaca.
c) Untuk meningkatkan kemampuan anak berpikir, proses yang tergantung
pada kemampuan untuk membedakan, mengklasifikasikan, dan mengatur.
d) Mempersiapkan anak-anak untuk terjadinya periode sensitif untuk menulis
dan membaca. Dalam pengertian ini, semua kegiatan adalah langkah awal
dalam proses penulisan-membaca.
Dalam Segmen Montessori dari DVD, identifikasi lima
indera yang diyakini Montessori penting dalam pembelajaran, dan amati
bagaimana materi pembelajaran sensorik mempromosikan pembelajaran
3. Materi Akademik
Area ketiga materi Montessori adalah materi akademis. Latihan disajikan
secara berurutan yang keberanian menulis sebelum membaca. Oleh karena itu
membaca adalah hasil dari tulisan. Kedua proses, bagaimanapun, diperkenalkan
secara bertahap sehingga anak-anak tidak pernah menyadari bahwa mereka
belajar menulis dan membaca sampai suatu hari mereka menyadari bahwa
mereka menulis dan membaca. Menggambarkan fenomena ini, Montessori
mengatakan bahwa anak-anak "meledak secara spontan" ke dalam menulis dan
membaca. Dia mengantisipasi praktik kontemporer dengan mengintegrasikan
menulis dan membaca dan memelihara tulisan itu meletakkan fondasi untuk
belajar membaca.
Montessori percaya bahwa banyak anak yang siap menulis pada usia
empat tahun. Sehingga, saat anak yang memasuki usia tiga tahun telah
melakukan sebagian besar latihan sensorik pada saat mereka berusia empat
tahun. Tidak jarang melihat anak berusia empat dan lima tahun di kelas
Montessori menulis dan membaca.. berikut menunjukkan contoh tulisan anak.
Bahan sensorik seperti ini membantu anak-anak belajar tentang ukuran,
panjang, dan pengukuran. Anak-anak menikmati menggunakan bahan langsung
untuk belajar tentang masalah di kehidupan nyata.
a) Sepuluh bentuk geometris dan pensil berwarna. Ini memperkenalkan anak-
anak pada koordinasi yang diperlukan untuk menulis. Setelah memilih inset
geometris, anak-anak melacaknya di atas kertas dan mengisi kerangka
dengan pensil berwarna pilihan mereka.
b) Huruf yang dapat digerakan. Setiap huruf alfabet diuraikan dalam amplas
pada kartu, dengan vokal berwarna biru dan konsonan berwarna
merah. Anak-anak melihat bentuknya, merasakan bentuknya, dan
mendengar bunyi surat itu, yang diulangi guru saat memperkenalkannya.
c) Alfabet bergerak dengan huruf individual. Anak-anak belajar untuk
mengumpulkan kata-kata yang akrab. 
d) Kartu komando, Ini adalah satu set kartu merah dengan satu kata tindakan
yang dicetak pada setiap kartu. Anak-anak membaca kata di kartu dan
melakukan apa yang dikatakan kata itu kepada mereka (misalnya, berlari,
melompat).
d. Aktivitas di Montessori
Montessori memiliki tujuan yang jelas dan berkontribusi pada perkembangan
anak serta konten pembelajaran anak; mereka mewakili kurikulum. Kurikulum ini
dipimpin oleh kebutuhan individu [ CITATION Mac04 \l 1057 ]. Seperti tentang
lingkungan yang mendukung tempat anak belajar, bidang pembelajaran Montessori
secara luas sesuai dengan organisasi fisik kelas. Di sebagian besar ruang kelas
Montessori untuk anak usia tiga hingga enam tahun, akan menemukan aktivitas
berikut ini [ CITATION Bar07 \l 1057 ]:
1) Kegiatan praktis (atau kehidupan sehari-hari);
2) Menstimulasi alat indera;
3) Komunikasi, bahasa dan literasi;
4) Matematika;
5) Aspek budaya dalam kehidupan
6) kreativitas.
1) Kegiatan praktis
Tujuan utama dari latihan kehidupan praktis adalah untuk membuat
hubungan antara rumah dan lingkungan baru kelas Montessori. Hal ini dilakukan
dengan merepresentasikan tugas dan aktivitas yang sudah familiar bagi anak dari
lingkungan asalnya seperti menuangkan, membersihkan debu, berpakaian, menyapu
ruang kelas atau dedaunan di taman dan sebagainya.
Saat mereka melakukan kegiatan ini, anak-anak akan menyempurnakan
keterampilan dasar yang akan membantu kemandirian mereka baik di dalam kelas
maupun di rumah. Mereka belajar menuangkan minuman mereka sendiri,
menyajikan makanan, merapikan pekerjaan mereka sendiri, mencuci tangan,
mencuci setelah makanan ringan, air dan merawat tanaman di kelas, memberi
makan hewan peliharaan dan banyak lagi keterampilan lainnya. Tujuan utama dari
setiap kegiatan kehidupan praktis adalah untuk mengembangkan dan
menyempurnakan keterampilan tertentu yang akan berkontribusi pada kemandirian
anak.
Aspek fundamental lain yang umum untuk semua kegiatan kehidupan praktis
adalah sifat aktifnya. Anak-anak memanipulasi dan menyempurnakan keterampilan
motorik kasar dan halus mereka serta koordinasi gerakan, koordinasi mata-tangan,
ketangkasan dan cengkeraman menjepit. Bayangkan saja berbagai keterampilan
fisik yang diperlukan untuk menggunakan pasak, gunting, penjepit atau penjepit,
untuk menanam benih, menyapu halaman atau menawarkan makanan ringan
kepada teman.
Terkait dengan keterampilan khusus ini juga manfaat tidak langsung umum
yang berlaku untuk sebagian besar kegiatan kehidupan praktis. Konsentrasi,
kebutuhan untuk mengatur, mengurutkan dan mengatur kegiatan, dan perhatian
terhadap detail adalah semua manfaat yang ditawarkan kurikulum kehidupan
praktis bagi anak-anak.
Selain itu, semua aktivitas melibatkan gerakan, manipulasi, dan
penyempurnaan keterampilan fisik; pertimbangkan saja keterampilan yang
dibutuhkan dalam menjahit dengan jarum atau melukis dengan kuda-kuda. Dimulai
dengan kegiatan yang relatif mudah seperti menuangkan air dari kendi ke dalam
gelas atau mencuci piring, kegiatan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
kehidupan sehari-hari di kelas. Dan tentu saja seperti yang disebutkan sebelumnya,
semua atribut ini berkontribusi pada kemandirian anak.
Montessori yang dibangun di atas keterampilan individu yang dipraktikkan di
bidang kehidupan praktis kelas. Umumnya kegiatan kehidupan praktis dibagi
menjadi tiga kelompok berbeda [ CITATION Get87 \l 1057 ]:
a) Latihan untuk memperhalus gerakan - seperti menuang, memindahkan,
memotong, merekatkan, melipat, membuka dan menutup kotak / botol, dan
memasukkan benang.
b) Latihan untuk menjaga lingkungan - seperti menyapu, memoles,
membersihkan debu.
c) Mencuci dan merawat tanaman, hewan peliharaan, dan taman.
d) Latihan untuk perawatan diri yang mencakup aktivitas dan keterampilan yang
mendukung kemandirian pribadi - seperti mencuci tangan dan membuang
ingus, serta aktivitas yang mempromosikan keanggunan dan kesopanan -
seperti menyapa pengunjung, menawarkan makanan ringan kepada teman,
dan meminta bantuan.
Kegiatan kehidupan praktis sering menjadi bidang minat pertama bagi
pendatang baru di kelas Montessori karena keakraban, kesederhanaan relatif, dan
sifat mandiri mereka. Namun, saat anak-anak menjadi lebih kompeten,
keterampilan yang diperoleh di bidang ini akan digunakan setiap hari untuk
mendukung pengorganisasian dan pemeliharaan kelas. Mereka menjadi kehidupan
sehari-hari di kelas karena anak-anak akan menawarkan untuk menyeka meja
setelah suatu kegiatan, akan menyapu setelah makan siang, mencuci piring atau
kain gosok yang kotor. Kegiatan mengambil kepentingan sosial dan memberi anak-
anak kesempatan untuk berkontribusi pada kesejahteraan kelompok, dan dalam
proses meningkatkan harga diri mereka dan mencerminkan tanggung jawab mereka
dalam kelompok - ilustrasi positif dari 'kohesi unit sosial' kita telah dibahas di bab
sebelumnya.
Kegiatan kehidupan praktis juga sering bertindak sebagai 'dasar yang aman'
[ CITATION Bow88 \l 1057 ] untuk anak-anak yang mungkin khawatir atau cemas;
kesederhanaannya akan menawarkan keamanan dan prediktabilitas serta peluang
untuk berhasil mencapai tugas yang dipilih. Sementara anak-anak melanjutkan
kegiatan kehidupan praktis mereka, Anda akan sering mendengar monolog mereka
yang mencerminkan permainan simbolik [ CITATION Pia62 \l 1057 ]. Saat mereka
menuangkan air dari kendi ke gelas, mereka menyiapkan secangkir teh untuk
teman, atau obat untuk boneka mereka yang sakit. Dengan cara ini kegiatan
bertindak sebagai katalisator untuk permainan imajinatif spontan, yang sering
terjadi di 'pojok rumah' dari pembibitan lain.
Penting untuk ditambahkan bahwa karena aktivitas ini mencerminkan
kehidupan sehari-hari, Montessori percaya bahwa sangat penting juga bahwa
aktivitas tersebut juga mencerminkan budaya anak-anak. Ruang kelas Montessori
saat ini seringkali sama internasionalnya dengan pendekatannya sehingga Anda
dapat mengamati penggunaan sumpit, persiapan hidangan Arab, atau peragaan
ulang upacara minum teh Jepang, serta penggunaan manik-manik Afrika dalam
kegiatan benang atau pembuatan roti. untuk festival panen.
Sebagai bagian dari bidang pembelajaran ini, Anda mungkin menjumpai
permainan yang disebut Walking on the Line. Pada dasarnya, ini adalah permainan
keseimbangan, dengan fokus mengikuti garis yang digambar di lantai. Ini juga
memberi anak tugas seperti membawa benda yang berbeda, bendera atau gelas
dengan air saat mereka berjalan di jalur. Kegiatan ini juga menawarkan tantangan
dalam bernegosiasi jika beberapa anak ikut serta dalam permainan tersebut.
Permainan lain yang sering dimainkan di ruang kelas Montessori adalah
Silence Game. Permainan ini terinspirasi oleh seorang bayi yang mengunjungi
ruang kelas Montessori. Keheningan bayi mendorong Montessori untuk mendorong
anak-anak untuk mendengarkan keheningan dan ketenangan yang diciptakan tidak
hanya oleh pemujaan semua orang terhadap bayi tetapi juga oleh bayi itu sendiri.
Montessori mengembangkan latihan ini lebih lanjut untuk menguji pendengaran
anak-anak dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada momen tenang yang
dibagikan oleh seluruh kelompok. Permainan Hening memberi anak-anak
kesempatan untuk menunjukkan disiplin diri mereka selama momen hening
bersama.
2) Menstimulasi perkembangan indra
Kegiatan di area kelas ini mewakili materi awal yang dikembangkan oleh
Montessori. Beberapa di antaranya terinspirasi oleh Hadiah Froebel, seperti benda
padat geometris, sementara yang lain dapat dihubungkan dengan Seguin dan yang
lainnya adalah penemuan Montessori sendiri. Tujuan utama dari kegiatan ini
adalah untuk membantu anak mengatur dan mengklasifikasikan kesan lingkungan
yang dikumpulkan selama tahap awal kehidupan mereka. Bahan sensorik
menawarkan perbaikan sistematis dari panca indera serta pengertian stereognostik
dan kinestetik anak, yang mewakili eksplorasi bentuk tiga dan dua dimensi (dalam
konteks Montessori, benda padat geometris seperti kubus, prisma, kerucut,
piramida, dan garis besar kotak, lingkaran, segitiga).
Materi menanggapi periode sensitif anak untuk penyempurnaan indera,
menawarkan kesempatan untuk manipulasi dan perluasan kosa kata. Dengan
fokus mereka yang sering pada pencocokan, pemasangan, pengurutan, dan
penilaian, mereka juga merupakan bagian integral dari membangun dasar untuk
pemahaman matematika [ CITATION Lie84 \l 1057 ]. Kegiatan untuk menstimulasi
indera memfokuskan perhatian dan pembelajaran anak pada setiap indera mereka
yang berbeda:
a) Visual: anak mengeksplorasi properti dan hubungan kubus, prisma, silinder
dan batang, serta hubungan warna dan coraknya.
b) Stereognostik: anak membangun pengalaman visual dari bentuk-bentuk
geometris saat mereka mengeksplorasi sifat-sifat bentuk padat dengan
mengelompokkan mereka menurut sifat-sifat yang sama / mirip (seperti
apakah suatu bentuk menggelinding atau tidak), membandingkannya dengan
dua- bentuk dimensi alasnya dan pasangan bentuk padat yang serasi. Kegiatan
di area ini yang menitikberatkan pada aspek taktil, tanpa menggunakan
diskriminasi visual, adalah Mystery Bag. Tas ini berisi kumpulan benda-
benda yang serasi; anak diharapkan untuk memasangkannya dengan feel.
Anak juga memiliki kesempatan untuk belajar tentang bentuk datar dengan
menggunakan indra visual dan kinestetik. Mereka menjelajahinya lebih jauh
saat mereka mulai bekerja dengan kubus binomial dan trinomial. Pengetahuan
tentang bentuk datar diperluas dengan memberikan kesempatan kepada anak-
anak untuk membuat pola.
c) Indra taktil: anak mengeksplorasi berbagai tekstur amplas, kain, dan kertas.
Anak tersebut juga memiliki kesempatan untuk bekerja dengan tablet dengan
berat dan suhu yang bervariasi.
d) Indra pendengaran: anak terlibat dalam berbagai aktivitas yang meningkatkan
keterampilan mendengarkan dengan menggunakan kotak suara. Selain itu
anak dikenalkan dengan dasar-dasar notasi musik dengan menggunakan
lonceng.
e) Perasa dan penciuman: anak melakukan aktivitas yang melibatkan makanan,
termasuk memasak, dan belajar tentang bunga, buah, dan sayuran dalam
pelajaran budaya.
Aktivitas yang tersedia di area sensorik menawarkan kunci alam semesta
kepada anak-anak - poin referensi untuk konsep kunci seperti bentuk, ukuran, dan
sebagainya. Mereka diatur sedemikian rupa untuk mendukung asimilasi dan
akomodasi skema dan berkontribusi terhadap pembentukan konsep melalui sifat
manipulatif kegiatan. Untuk pengembangan kosakata Montessori memiliki tujuan
khusus dalam konteks materi ini dan untuk mengajarkan kosakata baru, guru
Montessori menggunakan teknik yang dikembangkan oleh Seguin yang disebut
pelajaran tiga periode.
Kegiatan sensorik mempersiapkan anak-anak untuk bidang pembelajaran
lainnya. Telah ditunjukkan bahwa dengan bekerja dengan bentuk geometris dan
bahan lain, anak belajar untuk mengklasifikasikan dan mengatur informasi dengan
mencocokkan, memasangkan dan menilai objek; ini akan bermanfaat saat
menjelajahi korespondensi satu-ke-satu antara jumlah dan simbol dalam
matematika, dan saat mengurutkan angka. Banyak dari aktivitas sensorik juga
akan berfungsi sebagai persiapan yang bermanfaat untuk area pembelajaran
lainnya, seperti mendengarkan perbedaan kecil dalam suara, yang akan menyetel
telinga untuk mendengarkan suara huruf. Anak akan menggunakan pengalaman
visual, pendengaran dan sentuhan saat mereka diperkenalkan dengan huruf atau
angka, saat bentuk huruf / angka akan diserap secara kinestetik, menggunakan
ketiga indera serta memori otot.
3) Komunikasi, bahasa dan literasi
Sejak awal, Montessorian telah mendekati bidang pembelajaran ini melalui
fonik, dengan fokus pada bunyi dan bentuk huruf menggunakan pendekatan
penyerapan bunyi huruf serta bentuk dengan cara visual dan taktil. Anak-anak
dipersiapkan untuk penggunaan alat tulis sejak dini baik melalui penyempurnaan
gerakan motorik halus mereka di dalam area kehidupan praktis di kelas dan di
dalam area kreatif. Kemampuan mereka untuk mengontrol pensil semakin
diperhalus dengan penggunaan sisipan untuk desain.
Anak pertama kali belajar membangun kata menggunakan huruf yang
dipotong (seperti yang dilakukan banyak anak di rumah menggunakan huruf
magnet untuk membentuk nama dan kata mereka di lemari es) dan dengan hati-
hati mendengarkan suara huruf. Mereka mulai dengan membangun kata-kata
dengan pola vokal tunggal yang dapat diprediksi yang ditempatkan di antara dua
konsonan, seperti cat dan mat. Penggunaan 'onset and rime' [ CITATION Law98 \l
1057 ] pada tahap pembelajaran ini berfungsi sebagai alat penting untuk
pengenalan membaca dan decoding kata-kata.
Tantangan lebih lanjut disajikan oleh campuran konsonan seperti pr- (kereta
dorong bayi), fr- (katak) dan st- (batang, cap). Mereka diperkenalkan sebelum
kata-kata dengan ejaan yang lebih kompleks ditangani dengan berfokus pada
suara tertentu dan (salah satu) ejaannya yang sesuai, seperti suara a-e di plate.
Anak memiliki kesempatan untuk bekerja secara sistematis melalui kotak
yang mengidentifikasi campuran, diagraf, trigraf, dan fonogram. Kegiatan kotak
berfokus pada membaca, sementara kegiatan membangun kata menyoroti pola
ejaan untuk anak-anak. Kesempatan membaca lebih lanjut ditawarkan oleh daftar
kata, potongan frasa dan kalimat, dan buku bacaan yang menyertai berbagai
tingkat kerumitan yang diperlukan dalam membaca.
Di kelas Montessori, anak-anak juga diperkenalkan dengan tata bahasa
menggunakan kode warna untuk bagian-bagian kata dan membangun kalimat
dengan bantuan objek. Kegiatan ini menawarkan pengenalan tata bahasa dan juga
berfungsi sebagai alat membaca. Jika memungkinkan, kami menawarkan objek
turunan yang dapat dimanipulasi untuk mendorong dan merancangkan
pembelajaran anak. Di Inggris saat ini, kebanyakan anak meninggalkan ruang
kelas Montessori segera setelah mereka berusia empat tahun. Ini adalah kesadaran
fonologis dan kegiatan pra-membaca umum seperti mendongeng, menggunakan
buku dengan alat peraga atau urutan cerita yang mempersiapkan anak-anak untuk
pekerjaan literasi yang lebih sistematis di sekolah dasar.
4) Matematika
Anak diperkenalkan dengan konsep pra-matematika seperti mencocokkan
dan menyortir serta geometri dalam area sensorik kelas. Anak-anak sering datang
ke kamar anak dengan pengetahuan pasif tentang angka melalui penggunaan
sehari-hari, seperti menghitung langkah, melafalkan sajak, dan melihat buku
angka. Mereka mungkin juga memiliki kemampuan, misalnya, menghitung tiga
lilin pada kue ulang tahun dan mengenali angka pada kartu ulang tahun.
Materi matematika Montessori menawarkan pendekatan sistematis untuk
belajar tentang integritas angka dalam hubungannya dengan angka, selalu
menggunakan manipulatif dan objek untuk mendukung pembelajaran. Bahan
manik emas, yang dirancang untuk memperkenalkan anak-anak pada hierarki
sistem desimal sambil menjelajahi nilai tempat menggunakan manik-manik dan
simbol tertulis dari kartu angka besar, mungkin merupakan kontribusi paling unik
dan orisinal yang dibuat oleh Montessori untuk pembelajaran matematika. Mereka
memberi anak kesempatan untuk mengeksplorasi hubungan antara hierarki sistem
desimal sebelum anak disajikan dengan penjumlahan dan pengurangan unit.
Semua aktivitas dalam silabus matematika nursery disajikan kepada anak
melalui penggunaan objek sambil secara bertahap membangun pemahaman
tentang bilangan dan menghafal proses penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian. Ruang kelas Montessori juga memberi anak-anak kesempatan untuk
menggunakan pengetahuan angka dalam konteks sehari-hari dan dalam konteks
yang bermakna bagi anak, seperti menghitung berapa banyak biskuit yang akan
dibutuhkan untuk kudapan atau mengenali angka pada bagan ulang tahun. Buku
angka tersedia dan anak-anak sering bermain permainan angka di taman atau
taman bermain, sambil memasak dan berkebun, dan ini berfungsi sebagai alat
yang berarti untuk penerapan keterampilan berhitung dalam kehidupan sehari-hari
di kelas.
5) Aspek kehidupan budaya
Area kelas ini memiliki bahan yang paling sedikit diresepkan. Ini
menawarkan kesempatan bagi anak-anak dan guru untuk menjelajahi berbagai
topik yang menarik dalam biologi, geografi, dan sejarah. Kegiatan di kawasan ini
harus berpusat pada pengalaman nyata yang memberikan kesempatan kepada
anak-anak untuk mengamati, mengeksplorasi, dan menyelidiki hal-hal seperti
pohon, musim, hewan ternak, tata surya, cara kerja gunung berapi, dan
sebagainya.
Di bidang ilmu alam seperti botani dan zoologi, kami mulai dengan
mengamati dan menjadi akrab dengan lingkungan terdekat dalam komunitas anak.
Kami bekerja dari perspektif yang berlawanan dalam geografi, merangkul seluruh
tata surya dan menjelajahi aspek alami geografi fisik global sebelum melihat
benua dan negara tempat kami tinggal.
Tabel alam sering digunakan sebagai fokus untuk bidang pembelajaran ini.
Berbagai materi buatan guru melengkapi pengalaman nyata awal anak tersebut.
Materi ini mendukung dan mengembangkan keterampilan bahasa dan literasi anak
dan mendorong pembelajaran individu anak dengan menggunakan strategi
pengajaran yang mencocokkan dan berpasangan.
Seperti kebanyakan materi di kelas Montessori, materi ini dirancang untuk
digunakan oleh anak-anak atau kelompok kecil, jika perlu didukung oleh orang
dewasa. Sangat sedikit dari materi ini yang cocok untuk pengajaran kelompok
besar. Sebagian besar kegiatan di bidang pembelajaran ini harus direncanakan
bersama anak-anak dan dibangun berdasarkan minat mereka, daripada ditentukan
oleh persepsi orang dewasa tentang apa yang harus dipelajari anak.
Sejarah dieksplorasi melalui garis waktu dan siklus alam yang membantu
anak-anak memahami perjalanan waktu, sebuah konsep yang asing bagi
kebanyakan anak. Ini dipandang sebagai persiapan untuk studi sejarah alam yang
lebih sistematis dari perspektif evolusioner.
Penjelajahan benua dan negaranya juga memberi kita kesempatan untuk
mengeksplorasi persamaan dan perbedaan kehidupan anak-anak dan keluarganya
di seluruh dunia. Montessori melihat kegiatan ini sebagai alat pembelajaran yang
penting dalam mengembangkan pemahaman anak-anak dan menghormati semua
umat manusia sebagai landasan menuju hidup berdampingan secara damai.
Pendidikan perdamaian terus menjadi aspek kunci dari perkembangan spiritual
anak di kelas Montessori dan diperluas secara ekstensif dalam kurikulum utama
Montessori melalui konsep pendidikan kosmik.
Karena pendidikan kosmik Montessori tidak hanya mewakili gagasan
bahwa kita masing-masing adalah bagian dari kosmos yang lebih besar, tetapi
juga bahwa kita berada dalam keadaan perubahan atau evolusi yang konstan.
Tidak ada yang statis di alam semesta, dan semua aspek yang hidup maupun yang
tidak hidup dari keberadaan kita saling berhubungan dan bergantung satu sama
lain. Hubungan antar ini menempatkan tanggung jawab besar pada kita masing-
masing. Kita semua adalah bagian dari tautan universal ini dan tindakan serta
perilaku individu kita pada akhirnya berdampak pada keberadaan seluruh umat
manusia.
6) Kreativitas
Area kelas Montessori ini mengakui pentingnya ekspresi diri dan menyoroti
perlunya anak-anak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni
dan kerajinan yang dipilih sendiri dan diprakarsai sendiri, serta musik dan gerakan
dan permainan sosio-drama. Montessori yang lengkap memiliki area kelas di
mana anak-anak memiliki semua sumber daya yang diperlukan tersedia secara
bebas untuk melukis, menggunakan kuda-kuda dan cat air. Anak-anak juga diberi
kesempatan menggambar dengan berbagai alat berkualitas baik seperti krayon,
pensil warna dan ujung kain flanel serta berbagai jenis kertas. Mereka juga
memiliki sumber daya untuk merekatkan dan membuat kolase, dan mencetak
menggunakan prangko serta sumber daya alam seperti perangko sayuran, kayu
atau spons. Guru membantu anak-anak untuk mengembangkan keterampilan yang
diperlukan untuk kegiatan, seperti cara mengaplikasikan lem atau menggunakan
gunting, tetapi kegiatan itu sendiri bersifat terbuka dan menawarkan kemungkinan
ekspresi diri yang tak terbatas.
Alat musik, terutama perkusi, juga tersedia untuk digunakan secara spontan,
dan guru bernyanyi secara teratur bersama anak-anak. Guru musik spesialis
mungkin datang untuk menyanyi atau melakukan aktivitas musik dan gerakan.
Mendongeng, serta waktu cerita menggunakan buku dan alat peraga, adalah hal
biasa di ruang kelas Montessori. Hal ini sering terjadi secara spontan ketika
seorang anak meminta sebuah cerita, dan biasanya sekelompok kecil orang
dewasa berkumpul di sekitar area buku di kelas. Beberapa pembibitan juga
memiliki waktu cerita untuk seluruh kelompok di penghujung hari. Semua
aktivitas ini dapat dimasukkan ke dalam siklus kerja spontan, yang dipimpin oleh
pilihan dan tidak mengharuskan semua anak menghentikan apa yang mereka
lakukan untuk berpartisipasi.
Banyak dari kegiatan ini terjadi di dalam kelas tetapi ada juga peluang
untuk kegiatan ini dilakukan di luar kelas. Anda mungkin juga melihat seorang
guru Montessori mendramatisir cerita untuk diperankan oleh anak-anak. Apa yang
mungkin tidak Anda lihat adalah area bermain peran dengan menggunakan
berbagai alat peraga yang telah disiapkan oleh orang dewasa dengan tema
tertentu, seperti toko atau kantor pos. Sebagian besar permainan peran di ruang
kelas Montessori bersifat spontan, terinspirasi oleh pakaian dari seluruh dunia atau
muncul dari berbagai topik yang dipelajari di kelas, seperti kunjungan ke pantai
atau kebun binatang, atau seperti yang disebutkan sebelumnya muncul dari
pekerjaan dalam praktik. area kehidupan kelas.
e. Komponen-komponen Montessori
Jika guru memainkan peran kunci dalam lingkungan untuk anak, guru harus
terbuka untuk hidup dan proses menjadi dirinya sendiri. Jika dia adalah orang yang
kaku bagi siapa hidup telah menjadi ada daripada tumbuh, dia tidak akan dapat
mempersiapkan lingkungan hidup untuk anak-anak. Ruang kelasnya akan menjadi
tempat statis daripada yang aktif responsif terhadap kebutuhan yang terus berubah
dari anak yang sedang tumbuh. 
Ada enam komponen dasar untuk lingkungan kelas Montessori [ CITATION
Pau72 \l 1057 ]. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1) konsep kebebasan,
Kebebasan adalah elemen penting dalam lingkungan Montessori karena
dua alasan. Pertama, hanya dalam suasana kebebasan bahwa anak dapat
mengungkapkan dirinya kepada kita. Karena tugas pendidik adalah
mengidentifikasi dan membantu perkembangan psikis anak, ia harus memiliki
kesempatan untuk mengamati anak sebebas mungkin dan membuka
lingkungan. Jika pendidikan baru "muncul dari studi individu, studi semacam itu
harus menempati dirinya dengan pengamatan anak-anak bebas. Kedua, jika anak
memiliki dalam dirinya sendiri pola untuk perkembangannya sendiri, panduan
batin ini harus diizinkan untuk mengarahkan pertumbuhan anak. Meskipun
pendidik sebelumnya memiliki kebebasan yang luar biasa untuk anak itu,
Montessori memiliki konsep baru dalam pikiran.
Beberapa pedagogi, yang dipimpin oleh Rousseau, telah memberikan suara
untuk prinsip-prinsip yang tidak praktis dan aspirasi yang samar-samar untuk
kebebasan anak, tetapi konsep kebebasan yang sebenarnya praktis tidak diketahui
oleh pendidik. Kebebasan yang dimaksud oleh pendidik sebelumnya sering
merupakan reaksi negatif terhadap dominasi sebelumnya pelepasan dari ikatan
yang menindas atau penyerahan sebelumnya ke otoritas yang mengakibatkan
gangguan dan dorongan primitif. Montessori menganggap seorang anak diberikan
kebebasan dalam situasi ini seperti pada belas kasihan penyimpangannya, dan
bukan dalam perintah atas perintahnya sendiri. 
Montessori percaya bahwa kebebasan untuk anak tergantung pada
perkembangan sebelumnya dan konstruksi kepribadiannya yang melibatkan
kemerdekaan, kedemban, dan disiplin batinnya.  Kebebasan adalah konsekuensi
dari pengembangan pemandu laten, dibantu oleh pendidikan. Pemandu laten
dalam anak ini mengarahkannya menuju kemerdekaan, akan, dan disiplin penting
untuk kebebasannya. Beberapa hal yang membantu perkembangan anak:
a) Membantu menuju kemerdekaan melalui lingkungannya. Kesalahan yang
tidak logis dalam membayangkan kebebasan anak dalam pendidikan telah
lain dalam membayangkan kemandirian hipotetisnya orang dewasa tanpa
persiapan lingkungan yang sesuai." Anak harus diberikan kegiatan yang
mendorong kemandirian, dan tidak boleh dilayani oleh orang lain dalam
tindakan yang dapat dia pelajari untuk melakukan untuk dirinya sendiri.
Tidak ada yang bisa bebas kecuali dia mandiri: oleh karena itu, manifestasi
aktif pertama dari kebebasan individu anak harus sangat dibimbing bahwa
melalui kegiatan ini dia mungkin tiba di kemerdekaan.
b) anak harus dibantu dalam mengembangkan minat dengan didorong untuk
mengkoordinasikan tindakannya menuju akhir yang diberikan dan untuk
mencapai sesuatu yang telah dipilihnya sendiri untuk dilakukan. Orang
dewasa harus memperhatikan tiraniasi dan dalam menujukan minat.
c) anak harus dibantu dalam mengembangkan disiplin dengan diberikan
kesempatan untuk pekerjaan yang konstruktif. Untuk mendapatkan
disiplin tidak perlu bagi orang dewasa untuk menjadi pemandu atau mentor,
tetapi untuk memberi anak peluang kerja. Proses di mana hasil disiplin batin
dari pekerjaan anak akan dibahas secara lebih rinci nanti, tetapi peran
kuncinya harus diingat.
d) anak harus dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang jelas tentang
kebaikan dan kejahatan. "Gagasan pertama yang harus diperoleh anak, agar
dapat disiplin secara aktif, adalah perbedaan antara baik dan jahat." Untuk
mencapai perbedaan ini, orang dewasa harus menetapkan batas tegas terhadap
tindakan destruktif dan asosial.
Kebebasan anak harus memiliki sebagai batas kepentingan
kolektif; sebagai bentuknya, apa yang secara universal kita anggap sebagai
pemuliaan yang baik. Oleh karena itu, kita harus memeriksa anak apa pun yang
menyinggung atau mengganggu orang lain, atau apa pun yang cenderung terhadap
tindakan kasar atau tidak dibesarkan.
Montessori menggambarkan ruang kelas yang telah mencapai konsep
operasi gratisnya sebagai "ruangan di mana semua anak bergerak dengan berguna,
cerdas, dan "secara sukarela, tanpa melakukan tindakan kasar atau kasar." Dalam
berusaha untuk mengembangkan kebebasan ini, harus jelas ditetapkan bahwa
hanya tindakan merusak anak yang harus dibatasi. Setiap manifestasi memiliki
ruang lingkup yang berguna, apa pun itu dan dalam bentuk apa pun yang
diungkapkannya sendiri, tidak hanya harus diizinkan tetapi harus diperhatikan
oleh guru.
Oleh karena itu, anak-anak bebas untuk bergerak pada ruang kelas,
idealnya ke lingkungan luar, cuaca memungkinkan, serta di dalam
kelas. Montessori menggambarkan lingkungan luar ini sebagai "ruang terbuka,
yang harus berkomunikasi langsung dengan ruang sekolah, sehingga anak-anak
mungkin bebas untuk pergi dan datang sesuka mereka, sepanjang hari. Karena
kebebasan bergerak ini, setiap harinya Montessori tidak dibagi antara periode
kerja dan masa istirahat atau bermain, seperti yang diterima praktik di sekolah
tradisional.
Anak-anak bebas untuk memilih kegiatan mereka sendiri di kelas, sekali
lagi mengingat bahwa di sini kita tidak berbicara tentang tindakan yang tidak
berguna atau berbahaya, karena ini harus ditekan. Perlindungan pilihan anak ini
adalah elemen kunci dalam metode Montessori, dan itu tidak boleh
dilanggar. Perlu dilakukan secara ketat untuk menghindari penangkapan gerakan
spontan dan pengenaan tugas sewenang-wenang." Agar memiliki pilihan kegiatan,
anak harus disajikan dengan berbagai latihan yang dirancang untuk pendidikan
otomatisnya.
Anak itu, yang dibiarkan bebas untuk menjalankan kegiatannya, harus
menemukan di lingkungannya sesuatu yang terorganisir dalam kaitannya langsung
dengan organisasi internalnya yang mengembangkan dirinya dengan hukum alam.
Pilihan sejati akan tergantung pada pengetahuan tentang latihan. Sebelum
menggunakan materi, maka, anak harus memiliki pengantar kepada mereka baik
melalui pelajaran individu yang diberikan oleh guru atau dengan mengamati
penggunaannya oleh anak lain. Setiap pelajaran melanggar kebebasan anak, dan
untuk alasan ini kami membiarkannya bertahan hanya selama beberapa
detik. Dalam pilihan bebas berikutnya, dan pengulangan latihan, seperti dalam
kegiatan berikutnya, spontan, asosiatif, dan reproduksi, bahwa anak akan
dibiarkan atau bebas.
Agar tidak mengganggu pilihan aktivitas anak, tidak ada kompetisi yang
diinduksi secara artifis atau hadiah dan hukuman di kelas Montessori. Hadiah dan
hukuman adalah insentif terhadap upaya yang tidak wajar atau dipaksakan, dan
oleh karena itu kita tentu tidak dapat berbicara tentang "perkembangan alami anak
sehubungan dengan mereka. Anak-anak diberi kebebasan sebanyak mungkin
untuk menyelesaikan hubungan sosial mereka sendiri satu sama lain. Montessori
merasa bahwa, sebagian besar, anak-anak suka memecahkan masalah sosial
mereka, dan bahwa orang dewasa menyebabkan bahaya oleh gangguan yang
terlalu dini dan sering. Ketika orang dewasa ikut campur dalam tahap pertama
persiapan untuk kehidupan sosial, mereka hampir selalu membuat kesalahan.
Masalah berlimpah di setiap langkah dan itu memberi anak-anak kesenangan
besar untuk menghadapi mereka. Mereka merasa jengkel jika kita campur tangan,
dan menemukan cara jika dibiarkan sendiri.
Tidak seperti ruang kelas tradisional, anak-anak berbicara satu sama lain
dan memulai kegiatan bersama kapan pun mereka suka. Mereka tidak dipaksa,
secara halus atau sebaliknya, untuk bergabung dalam kegiatan kelompok apa pun
atau untuk berbagi diri dengan orang lain ketika mereka tidak "siap atau
tertarik. Karena mereka tidak dipaksa untuk bersaing satu sama lain, keinginan
alami mereka untuk membantu orang lain berkembang secara spontan. Fenomena
ini sangat menarik untuk ditonton pada anak-anak yang lebih tua dan lebih muda
di kelas, yang perbedaan usianya mungkin sebanyak empat tahun. Karena
pendekatan Montessori terhadap kehidupan sosial anak-anak berbeda dari ruang
kelas tradisional, penekanan pada hal itu sering terlewatkan.
Guru yang menggunakan metode langsung tidak dapat memahami
bagaimana perilaku sosial dibina di sekolah Montessori. Mereka pikir itu
menawarkan materi skoolastik tetapi bukan materi sosial. (Dan mereka berkata)
yaitu orang-orang yang mengatakan demikian kepada teman-temannya, ("Jika
anak itu melakukan segala sesuatu) yang ia perlukan (jalan untuk
mendapatkannya) sesuai dengan kemampuannya. Tetapi apa itu kehidupan sosial
jika bukan pemecahan masalah sosial, berperilaku baik, dan mengejar tujuan
dapat diterima oleh semua orang? Bagi mereka, kehidupan sosial terdiri dari
duduk berdampingan dan "mendengar orang lain berbicara; tapi itu justru
sebaliknya. Satu-satunya kehidupan sosial yang anak-anak dapatkan di sekolah
biasa adalah selama waktu bermain atau ber kunjungan. Kita hidup selalu dalam
komunitas aktif.
Melalui kebebasan yang diberikan dalam lingkungan Montessori, anak
memiliki kesempatan unik untuk merenungkan tindakannya sendiri, untuk
menentukan konsekuensinya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain,
untuk menguji dirinya sendiri terhadap batas-batas realitas, untuk mempelajari apa
yang memberinya sebuah perasaan puas dan apa yang membuatnya merasa hampa
dan tidak puas, dan menemukan kemampuan dan kekurangannya. Kesempatan
untuk mengembangkan pengetahuan diri adalah salah satu hasil terpenting dari
kebebasan di ruang kelas Montessori.
2) Struktur dan Ketertiban,
Komponen kedua dari lingkungan Montessori adalah struktur dan
keteraturannya, Struktur dan tatanan yang mendasari alam semesta harus
tercermin di dalam kelas jika anak ingin menginternalisasinya, “dan dengan
demikian membangun tatanan mental dan kecerdasannya sendiri. Melalui tatanan
yang diinternalisasi ini, anak belajar untuk mempercayai lingkungannya dan
kekuatannya untuk berinteraksi dengannya secara positif. Ini menjamin bagi anak
kemungkinan aktivitas yang bertujuan. Dia tahu ke mana harus mencari bahan
pilihannya. Untuk membantunya dalam memilih, materi dikelompokkan sesuai
minat yang mereka minati, dan disusun secara berurutan sesuai dengan kesulitan
atau tingkat kerumitannya.
Keteraturan berarti bahwa anak yakin kemungkinan siklus aktivitas yang
lengkap dalam menggunakan materi. Dia akan menemukan semua bagian yang
dibutuhkan untuk latihan yang dia pilih; tidak ada yang akan rusak atau hilang.
Tidak seorang pun akan diizinkan untuk mengganggunya atau mengganggu
pekerjaannya. Dia akan mengembalikan materi ke tempat dan dalam kondisi di
mana dia menemukannya. Dengan mengembalikan materi, anak tidak hanya
berpartisipasi dalam seluruh siklus aktivitas, tetapi menjadi mitra yang tidak
terpisahkan dalam menjaga ketertiban kelas. Cara nyata di mana anak menerima
tanggung jawab ini "di kelas Montessori sering kali mengejutkan orang tua dan
pendidik. Kami terbiasa mengamati anak-anak di lingkungan yang tidak
terstruktur untuk kebutuhan mereka, dan oleh karena itu kami tidak sering
memiliki kesempatan untuk menyaksikan aspek perkembangan kodrat mereka ini.
Meskipun lingkungan harus dipesan, tidak perlu atau diinginkan agar setiap
barang tetap berada di tempat yang persis sama. Dalam praktiknya, seorang guru
yang waspada akan merasa perlu untuk mengatur ulang secara terus menerus
banyak item individu di lingkungan agar tetap menjadi tempat tinggal, responsif
terhadap anak-anak saat mereka tumbuh. Misalnya, seorang guru yang merasa
sepotong materi mungkin telah menjadi bagian dari latar belakang dan dengan
demikian terlewatkan, atau yang ingin menarik perhatian anak pada latihan tanpa
arah yang jelas, dapat meletakkan materi di atas meja di bagian yang menonjol
dari pelajaran. ruangan untuk satu atau dua hari. Guru akan menemukan
fleksibilitas yang dia butuhkan untuk menjaga ketertiban yang diperlukan di kelas,
tanpa menciptakan lingkungan statis, jika dia mengingat tujuan yang mendasari
“struktur untuk anak: bukan untuk melayani kebutuhan orang dewasa yang tidak
aman atau kaku , tetapi untuk membantu anak-anak dalam membangun
kecerdasan dan kepercayaan mereka terhadap lingkungan.
3) Realitas dan Alam,
Komponen ketiga dari lingkungan Montessori adalah penekanannya pada
realitas dan alam. Anak harus memiliki kesempatan untuk menginternalisasi
batas-batas alam dan kenyataan jika ingin dibebaskan dari fantasi dan ilusi, baik
fisik maupun psikologis. Hanya dengan cara ini dia dapat mengembangkan
disiplin diri dan keamanan yang dia butuhkan untuk menjelajahi dunia eksternal
dan internalnya dan untuk menjadi pengamat kehidupan yang tajam dan apresiatif.
Oleh karena itu, peralatan di dalam kelas diarahkan untuk mendekatkan anak
dengan kenyataan. Kulkas, kompor, wastafel, dan telepon semuanya asli. Perak
yang akan dipoles ternoda. Makanan bergizi disiapkan dan disajikan. Peralatannya
tidak hanya realistis, tetapi juga tidak dirancang untuk menyembunyikan dan oleh
karena itu mendorong terjadinya kesalahan. Perabotannya ringan, dan perawatan
yang wajar harus dilakukan agar tidak menjatuhkannya. Seringkali kacamata asli
digunakan “untuk membuat jus, setrika yang dipanaskan untuk menyetrika, pisau
tajam untuk memotong sayuran.
Juga sesuai dengan dunia nyata, di mana setiap orang tidak dapat memiliki
barang yang sama sekaligus, hanya ada satu bagian dari setiap jenis peralatan di
ruang kelas Montessori. Karena dia tidak punya alternatif, anak belajar menunggu
sampai latihan lain selesai jika latihan yang dia inginkan sudah digunakan. “Anak
itu datang untuk melihat bahwa dia harus menghormati pekerjaan orang lain,
bukan karena seseorang mengatakan dia harus, tetapi karena ini adalah kenyataan
yang dia temui dalam pengalaman sehari-harinya.”
Montessori menekankan pentingnya kontak dengan alam untuk
perkembangan anak. Manusia “masih milik alam, dan, terutama ketika ia masih
anak-anak, ia harus menarik dari situ kekuatan yang diperlukan untuk
perkembangan tubuh dan jiwa.” Metode yang dia sukai untuk kontak awal dengan
alam adalah melalui perawatan tumbuhan dan hewan. Montessori sadar bahwa,
dengan penyebaran kehidupan perkotaan, akan semakin sulit untuk memenuhi
kebutuhan anak yang begitu dalam ini. Namun, dia bersikeras:
“Bagaimanapun, harus ada ketentuan bagi anak untuk berhubungan dengan
Alam; untuk memahami dan menghargai ketertiban, harmoni, dan keindahan di
Alam; dan juga untuk menguasai hukum alam yang merupakan dasar dari semua
ilmu pengetahuan dan seni, sehingga anak dapat lebih memahami dan
berpartisipasi dalam hal-hal menakjubkan yang diciptakan peradaban.
Mempercepat pergerakan peradaban dan pada saat yang sama berhubungan
dengan Alam menciptakan masalah sosial yang sulit. Oleh karena itu, menjadi
tugas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan anak pada berbagai tahap
perkembangan, jika anak dan akibatnya masyarakat dan umat manusia tidak
berada di bawah tetapi ingin maju di jalan kemajuan.
Penekanan pada alam ini harus menembus atmosfer lingkungan Montessori,
dan menjadi salah satu komponennya yang paling mudah dikenali. Ruangan dan
area luar harus hidup dengan berbagai macam barang yang dirawat oleh anak-
anak. Selain itu, harus ada kaca pembesar, mikroskop, dan eksperimen sederhana
dari banyak variasi untuk dilakukan sendiri oleh anak-anak. Mungkin yang paling
penting dari semuanya, anak-anak pasti memiliki waktu yang tidak tergesa-gesa di
hutan dan pedesaan untuk menemukan kesatuan dengan ciptaan dan menyerap
keajaiban alam.
4) Keindahan dan Suasana
Berhubungan erat dengan penekanan pada alam adalah konsep keempat
yang mendasar bagi lingkungan Montessori, keindahan dan suasana yang
mendorong respons positif dan spontan terhadap kehidupan. Mungkin karena Dr.
Montessori memulai hidupnya sebagai seorang pendidik dengan anak-anak dari
rumah sakit jiwa dan perkampungan kumuh, dia sangat peka terhadap kebutuhan
anak tersebut. Dia menganggap kecantikan bukan sebagai bantuan ekstra untuk
anak yang sedang berkembang, tetapi sebagai kebutuhan positif dalam memanggil
kekuatannya untuk menanggapi kehidupan. Karena keindahan sejati didasarkan
pada kesederhanaan, ruang kelas tidak perlu menjadi tempat yang menarik; tetapi
semua yang ada di dalamnya harus memiliki desain dan kualitas yang baik, serta
ditampilkan dengan cermat dan menarik seperti pameran yang direncanakan
dengan baik. Warnanya harus cerah dan ceria, dan diatur secara harmonis.
Suasana ruangan harus santai dan hangat, dan mengundang partisipasi.
5) Materi
Komponen kelima dari ruang kelas atau lingkungan Montessori,
dipublikasikan secara luas dan perannya sering disalahpahami. Karena
visibilitasnya, material Montessori cenderung terlalu ditekankan dalam kaitannya
dengan elemen lain dalam metode Montessori. Selain itu, tujuan seringkali
membingungkan. Materi bukanlah peralatan pembelajaran dalam pengertian
konvensional, karena tujuan mereka bukanlah tujuan eksternal untuk mengajarkan
keterampilan kepada anak-anak atau menyebarkan pengetahuan melalui
"penggunaan yang benar". Sebaliknya, tujuannya adalah salah satu tujuan internal
membantu pembangunan diri dan perkembangan psikis anak. Mereka membantu
pertumbuhan ini dengan memberi anak rangsangan yang menarik perhatiannya
dan memulai proses konsentrasi.
Hal penting pertama untuk perkembangan anak adalah konsentrasi, yaitu
harus menemukan bagaimana berkonsentrasi, dan untuk itu memerlukan hal-hal
yang dapat dipusatkan. Letak pentingnya sekolah adalah tempat di mana anak
dapat menemukan jenis kegiatan yang sesuai kebutuhan dan minat anak. Jika guru
memiliki bahan untuk ditawarkan yang mempolarisasi perhatian anak, guru akan
menemukan peluang untuk memberikan anak kebebasan yang dibutuhkan untuk
perkembangannya.
Untuk memenuhi tujuan pembinaan internal, bahan-bahannya harus sesuai
dengan kebutuhan batin anak. Artinya, setiap materi individu harus disajikan
kepada anak pada saat yang tepat dalam perkembangannya. Montessori
menyarankan tingkat usia untuk memperkenalkan setiap materi kepada anak;
Namun, momen sensitif untuk pengenalan setiap anak harus ditentukan oleh
observasi dan eksperimen. Guru memperhatikan kualitas konsentrasi pada anak
dan pengulangan tindakannya secara spontan dengan suatu materi. Tanggapan ini
akan menunjukkan kebermaknaan materi baginya pada saat tertentu dalam
pertumbuhannya dan apakah intensitas rangsangan yang direpresentasikan oleh
materi itu juga sesuai dengan kebutuhan internalnya. Baik materi itu sendiri
maupun intensitas stimulus yang diberikannya dapat bervariasi untuk memenuhi
kebutuhan batin anak. Jumlah rangsangan juga harus disesuaikan dengan
kebutuhan anak.
Jumlah materi edukatif yang berlebihan dapat menghilangkan perhatian,
membuat latihan dengan objek menjadi mekanis, dan menyebabkan anak
melewati momen psikologis pendakiannya tanpa menyadarinya dan merebutnya.
Kelimpahan yang berlebihan melemahkan dan memperlambat kemajuan; ini telah
dibuktikan berulang kali. Karena mencocokkan materi dengan kebutuhan batin
anak itu penting, tidak ada hafalan yang mengikuti perkembangan yang dirancang
dalam memperkenalkan materi. Guru harus fleksibel dalam mengubah urutan atau
menghilangkan materi yang tidak diperlukan oleh seorang anak.
f. Montessori dan Praktik Kontemporer
Pendekatan Montessori mendukung banyak metode yang digunakan dalam
program anak usia dini kontemporer:
1. Kurikulum terpadu. Montessori melibatkan anak-anak dalam secara aktif
memanipulasi bahan konkret di seluruh kurikulum yaitu kegiatan penulisan,
membaca, sains, matematika, geografi, dan seni.
2. Pembelajaran aktif. Di ruang kelas Montessori, anak-anak secara aktif terlibat
dalam pembelajaran mereka sendiri. Bahan manipulatif menyediakan
pembelajaran aktif dan konkret.
3. Instruksi individual. Montessori individualisasi belajar melalui interaksi anak-
anak dengan materi saat mereka melanjutkan dengan tingkat penguasaan mereka
sendiri. Bahan Montessori adalah usia yang sesuai untuk berbagai usia anak-
anak.
4. Kemerdekaan. Lingkungan Montessori menekankan rasa hormat kepada anak-
anak dan mempromosikan kesuksesan, yang keduanya mendorong anak-anak
untuk mandiri.
5. Penilaian yang sesuai. Di ruang kelas Montessori, pengamatan adalah sarana
utama untuk menilai kemajuan, prestasi, dan perilaku anak-anak. Guru
Montessori yang terlatih adalah pengamat anak-anak yang terampil dan mahir
menerjemahkan pengamatan mereka ke cara yang tepat untuk membimbing,
mengarahkan, memfasilitasi, dan mendukung pembelajaran aktif anak-anak.
6. Praktik yang sesuai secara perkembangan. Konsep dan proses kurikulum dan
praktik yang sesuai secara perkembangan adalah dasar dalam metode
Montessori.

g. Keberagaman dan Disabilitas


Pendidikan Montessori sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan anak-anak
dari beragam latar belakang, mereka penyandang disabilitas, dan mereka yang
berkebutuhan khusus lainnya seperti berbakat. Montessori percaya bahwa semua
anak secara intrinsik termotivasi untuk belajar dan bahwa mereka menyerap
pengetahuan ketika mereka disediakan lingkungan yang sesuai pada saat
perkembangan yang tepat. Dengan demikian, Montessorians percaya dalam
menyediakan perbedaan individu dalam memperkaya lingkungan.
Proyek Circle of Inclusion di University of Kansas mengidentifikasi sepuluh
aspek spesifik pendidikan Montessori yang memiliki penerapan langsung pada
pendidikan anak-anak penyandang disabilitas[ CITATION DGu85 \l 1057 ] :
1. Penggunaan kelompok usia campuran. Pengelompokan usia campuran yang
ditemukan di dalam ruang kelas Montessori kondusif untuk pengalaman inklusi
yang sukses. Kelompok usia campuran membutuhkan berbagai bahan di dalam
setiap kelas untuk memenuhi kebutuhan individu anak-anak, daripada kebutuhan
rata-rata kelompok.
2. Individualisasi dalam konteks komunitas kelas yang mendukung. Kurikulum
individual di ruang kelas Montessori kompatibel dengan individualisasi yang
diperlukan untuk anak-anak penyandang disabilitas. Pekerjaan di ruang kelas
Montessori diperkenalkan kepada anak-anak sesuai dengan kesiapan individu
daripada usia kronologis.
3. Penekanan pada fungsionalitas dalam lingkungan Montessori. Benda nyata
digunakan daripada replikasi toy bila memungkinkan (misalnya, anak-anak
memotong roti dengan pisau asli, menyapu remah-remah di lantai dengan sapu,
dan meja basah kering dengan kain). Di kelas Montessori, tujuan utamanya
adalah mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan; pendidikan khusus juga
berfokus pada pengembangan keterampilan fungsional.
4. Perkembangan kemandirian dan kemampuan untuk membuat pilihan. Ruang
kelas Montessori membantu semua anak membuat pilihan dan menjadi
pembelajar mandiri dalam banyak hal; misalnya, anak-anak dapat memilih
materi apa pun yang telah mereka berikan pelajaran yang diberikan oleh
guru. Perkembangan kemerdekaan ini sangat tepat bagi anak-anak penyandang
disabilitas.
5. Perkembangan pola kerja yang terorganisir pada anak-anak. Salah satu tujuan
dari bidang kehidupan praktis dan titik awal bagi setiap anak kecil adalah
pengembangan kebiasaan kerja yang terorganisir. Anak-anak penyandang
disabilitas yang perlu belajar diatur dalam kebiasaan kerja mereka dan
penggunaan waktu mereka mendapat manfaat dari penekanan ini.
6. Demonstrasi Montessori klasik. Demonstrasi sendiri memiliki nilai bagi peserta
didik yang disabilitas. Demonstrasi menggunakan minimal bahasa yang dipilih
secara spesifik untuk relevansinya dengan aktivitas dan menekankan
perkembangan yang teratur dari awal hingga akhir tugas. Amati beberapa
demonstrasi oleh para guru dalam DVD.
7. Penekanan pada pengulangan. Anak-anak dengan kebutuhan khusus biasanya
membutuhkan banyak latihan dan dapat membuat kemajuan sedikit demi sedikit.
8. Bahan dengan kontrol kesalahan bawaan. Materi yang memiliki kontrol
kesalahan bawaan bermanfaat bagi semua anak. Karena kesalahan terlihat jelas,
anak-anak memperhatikan dan memperbaikinya tanpa bantuan guru.
9. Materi akademik yang memberikan representasi konkrit dari abstrak. Ruang
kelas Montessori menawarkan berbagai macam bahan beton yang dapat
dipelajari anak-anak sebagai bagian reguler dari kurikulum. Untuk anak-anak
penyandang disabilitas, penggunaan bahan konkret sangat penting untuk
mendorong pembelajaran yang nyata.
10. Bahan sensorik yang mengembangkan dan mengatur persepsi sensorik yang
masuk. Bahan sensorik dapat mengembangkan dan memurnikan setiap indera
dalam isolasi. Seorang anak yang tidak dapat melihat akan mendapat manfaat
yang sangat besar dari bahan yang melatih dan menstimulasi indera peraba,
pendengaran, dan penciuman.
h. Prosedur Pembelajaran
  KEGIATAN KELAS MANFAAT UNTUK ANAK-  
ANAK
08:00–10:45 Anak-anak menghabiskan KegiatanT hese memungkinkan  
Masa Kerja waktu tanpa gangguan ini anak-anak untuk meningkatkan
  bekerja pada kegiatan individu rentang perhatian dan
atau kelompok kecil di meja keterampilan konsentrasi
atau di karpet di mereka, kontrol smallmotor,
lantai. Banyak kegiatan yang koordinasi tangan mata,
membutuhkan pelajaran dari perhatian terhadap detail,
guru. Lainnya, seperti teka- ketekunan, dan sukacita
teki, dapat digunakan tanpa belajar. Tanggung jawab atas
pelajaran. Anak-anak yang pembelajaran sendiri
memilih aktivitas yang terlalu dikembangkan saat anak-anak
sulit bagi mereka ditawarkan membuat pilihan mereka
sesuatu yang lebih sesuai sendiri.
dengan kemampuan mereka.  
 
10:45–11:15 Kegiatan kelompok ini Pelajaran kelompoklubang  
Waktu termasuk memanggil roll, Wadalah waktu penting bagi
Lingkaran upacara perdamaian, rahmat anak-anak untuk belajar cara
  dan pelajaran kesopanan, bergantian, berpartisipasi
cerita, lagu, permainan, atau dengan tepat dalam masyarakat
pelajaran tentang sesuatu yang yang lebih besar, berbagi
baru di kelas. Anak-anak perasaan dan ide, menikmati
membantu mengatur meja perusahaan satu sama lain
untuk makan siang, memberi dalam lagu dan permainan, dan
makan hewan, menyiram belajar menghormati orang lain.
tanaman, dan melakukan  
pekerjaan lain.
 
11:15–11:45 Di Anggota badan C pada alat Lkontrol arge-motor, partisipasi  
Luar Bermain bermain, bermain pasir, dan dalam permainan kelompok,
  berkebun adalah beberapa dan belajar tentang keajaiban
kegiatan yang tersedia di taman alam terjadi saat anak-anak
bermain. bermain di luar.
   
11:45–12:25 Anak-anak mencuci tangan, Perilaku hormat saat makan  
Waktu makan menunggu sampai semua dipelajari melalui pemodelan
siang duduk sebelum mulai, dan arahan dari guru. Diskusi
berkonsentrasi pada sopan dapat mencakup sopan santun,
santun dan percakapan yang nutrisi sehat, dan adat istiadat
menyenangkan di meja, keluarga. Kerjasama dan kerja
mencicipi semuanya, sama tim dibina saat anak-anak
mengemas sisa makanan, saling membantu membersihkan
membuang sampah, dan dan bertransisi ke kegiatan
tetap duduk sampai semua berikutnya.
orang selesai dan
dimaafkan. Setelah makan
siang, anak-anak membantu
membersihkan meja dan
menyapu lantai.
12:25–12:50 Lihat sebelumnya bermain di  
Bermain Di luar Memanjat alat bermain, luar.
bermain pasir, dan berkebun
kembali tersedia di taman
bermain.

12:50–03:00 Istirahat meremajakan anak-  


Aktivitas Nappers—Anak-anak di anak muda ini untuk partisipasi
AgeAppropriat bawah usia 41 ⁄2 tidur atau di sisa hari itu.
e beristirahat dalam pengaturan
Bekerja bersama anak-anak TK
kelompok kecil.
mendorong anak-anak pra-
PTK ulang—Anak-anak taman kanak-kanak untuk
berusia antara 41 ⁄2 dan 5 meniru teman sekelas mereka di
beristirahat dengan tenang bidang akademik serta
selama 30 menit dan keterampilan sosial.
kemudian bergabung dengan Anak-anak TK mendapat
kelompok taman kanak- manfaat dari menjadi bagian
kanak. dari kelompok kecil dan bekerja
Taman Kanak-kanak—Anak- dengan potensi penuh mereka di
anak yang berusia 5 tahun bidang apa pun yang mereka
pada 30 September dan siap pilih. Sukacita belajar menjadi
untuk pengalaman taman hidup ketika mereka
kanak-kanak terus bekerja berkonsentrasi pada karya-karya
pada pelajaran yang dimulai minat intrinsik kepada mereka.
pada pagi hari; mereka juga
memiliki pelajaran yang lebih
luas dalam geografi, sains,
apresiasi seni, penulisan, dan
musik.
 
3:00–3:45 Lihat sebelumnya bermain di  
Di luar Play Memanjat alat bermain, luar.
bermain pasir, dan berkebun
kembali tersedia di taman
bermain.
3:45–4:00 Camilan memberikan  
Anak-anak berbagi camilan
Camilan Grup kesempatan lain untuk
sebelum memulai kegiatan sore
mendorong sopan santun dan
hari.
makan sehat.
4:00–5:30 Kegiatan saat ini dapat
Setelah Sekolah mencakup permainan, seni, Kerjasama, kerja sama tim, dan
Menyenangkan drama, musik, gerakan, ekspresi kreatif dibina saat
memasak, atau video anak-anak membangun
pendidikan. selfesteem.

5:30 Semua anak harus dijemput saat Waktu penjemputan


Waktu Pulang ini. menawarkan anak-anak
kesempatan untuk
mengucapkan selamat tinggal
kepada guru dan satu sama
lain. Ini juga memberi guru
kesempatan untuk berbicara
singkat dengan orang tua.

4. High Scoope
a. Pendekatan High/Scope
Pendekatan pendidikan High/Scope menekankan "pembelajaran partisipatif
aktif." Pembelajaran aktif berarti siswa memiliki pengalaman langsung dan langsung
dengan orang, objek, acara, dan ide. Minat dan pilihan anak-anak adalah inti dari
program HighScope. Mereka membangun pengetahuan mereka sendiri melalui
interaksi dengan dunia dan orang-orang di sekitar mereka. Anak-anak mengambil
langkah pertama dalam proses pembelajaran dengan membuat pilihan dan mengikuti
rencana dan keputusan mereka. Guru, pengasuh, dan orang tua menawarkan dukungan
fisik, emosional, dan intelektual. Dalam pengaturan pembelajaran aktif, orang dewasa
memperluas pemikiran anak-anak dengan beragam materi dan memelihara interaksi.
Kurikulum HighScope adalah pendekatan pedagogis prasekolah yang menawarkan
guru TK serangkaian ide dan praktik yang didukung oleh perkembangan anak-anak,
karena mereka menghargai tindakan proses pembelajaran mereka [CITATION Hoh07 \l
1057 ].
Pendekatan ini muncul dari pekerjaan yang dikembangkan oleh David Weikart
dan coleagues-nya di Perry Preschool Project, dari gagasan bahwa pendidikan
prasekolah adalah basis pendidikan untuk mencegah kegagalan pendidikan anak-anak
dari daerah miskin [CITATION Sch10 \l 1057 ]. Menurut [ CITATION Sch10 \l 1057 ],
kurikulum HighScope telah, sepanjang waktu, menetapkan beberapa garis konseptual
yang menjadikan ini pendekatan di bawah pembaruan konstan. Program ini didukung,
sejak awal, pada pendidikan progresif John Dewey dan teori perkembangan anak Jean
Piaget.  Ia juga menggabungkan kontribusi pekerjaan sosiokultural oleh Lev Vygotsky
(1991), psikologi kognitif dan perkembangan, khususnya pada studi yang
dikembangkan oleh Clements (2004) Gelman dan Brenneman (2004), Dewan
Penelitian Nasional (2005) dan pada ide-ide Shore (1997) dan Thompson dan Nelson
(2001) [ CITATION Sch10 \l 1057 ].
Dalam pendekatan HighScope, anak diakui sebagai pembelajar aktif, yang
belajar lebih baik dari aktivitas yang direncanakan, dikembangkan, dan direnasi oleh
dirinya sendiri. Seperti yang dinyatakan [ CITATION Hoh07 \l 1057 ] "pembelajaran
melalui tindakan didefinisikan sebagai pembelajaran di mana anak membangun
pemahaman baru berdasarkan tindakannya pada objek dan pada interaksi dengan
orang, ide dan peristiwa" (hal. Pembelajaran semacam ini dipertimbangkan, oleh
penulis, sebagaimana diperlukan untuk restrukturisasi dan pengembangan kognitif.
Dalam pendekatan HighScope, kesengajaan pendidikan sangat dihargai. Agar anak
belajar, dia harus mengalami dunia, merenungkannya dan menciptakan makna dari
pengalaman ini. Kesengajaan mengacu pada cara orang dewasa berinteraksi dengan
anak-anak dan bagaimana mereka menjalin hubungan otentik, berdasarkan konstruksi
pemikiran bersama [ CITATION Eps07 \l 1057 ]. Semua struktur kurikuler pendekatan
sengaja disusun untuk mendukung pembelajaran aktif. Pendekatan HighScope
mendukung kurikulum yang berpusat pada pembelajaran aktif dan anak-anak yang
aktif dan pembelajaran partisipatif, seperti yang dijelaskan selanjutnya.
Pendekatan dan kurikulum pendidikan High/Scope untuk anak berusia tiga
hingga lima tahun merupakan model perkembangan berdasarkan prinsip pembelajaran
aktif.[ CITATION Geo15 \l 1057 ] Keyakinan berikut mendasari pendekatan ini:
1) Anak-anak membangun pengetahuan melalui keterlibatan aktif mereka dengan
orang, materi, acara, dan ide, proses yang secara intrinsik termotivasi.
2) Sementara anak-anak mengembangkan kapasitas dalam urutan yang dapat
diprediksi, dukungan orang dewasa berkontribusi pada perkembangan intelektual,
sosial, emosional, dan fisik mereka.
3) Dukungan dan rasa hormat orang dewasa yang konsisten terhadap pilihan, pikiran,
dan tindakan anak-anak memperkuat harga diri anak-anak, perasaan tanggung
jawab, pengendalian diri, dan pengetahuan.
4) Pengamatan yang cermat terhadap minat dan niat anak adalah langkah yang
diperlukan dalam memahami tingkat perkembangan dan perencanaan mereka dan
melakukan interaksi yang tepat dengan mereka.
Dalam program High/Scope prinsip-prinsip ini dilaksanakan sepanjang hari,
baik melalui struktur rutinitas sehari-hari maupun dalam strategi yang digunakan
orang dewasa saat mereka bekerja dengan anak-anak. Staf dari setiap program
merencanakan pengalaman hari itu, berusaha untuk menciptakan keseimbangan antara
kegiatan dewasa dan anak-anak yang dimulai.
Ketika mereka merencanakan kegiatan, anggota staf mempertimbangkan lima
faktor motivasi intrinsik yang ditunjukkan penelitian sangat penting untuk belajar:
kenikmatan, minat, kontrol, kemungkinan keberhasilan, dan perasaan
kompetensi. Selama lingkaran salam dan waktu kelompok kecil, anggota staf secara
aktif melibatkan anak-anak dalam keputusan tentang kegiatan dan materi sebagai cara
mendukung motivasi intrinsik mereka untuk belajar. Penekanan pada pilihan anak
terus berlanjut sepanjang hari, bahkan selama kegiatan yang diprakarsai oleh orang
dewasa.
b. Prinsip-prinsip Pembelajaran High/Scope
Diagram berikutnya, "The HighScope Preschool Wheel of Learning,"
menggambarkan prinsip-prinsip kurikulum yang memandu guru prasekolah
HighScope dalam pekerjaan sehari-hari mereka dengan anak-anak. Bagian ini secara
singkat memperkenalkan setiap komponen roda membahas masing-masing prinsip ini
secara lebih rinci.
a) Pembelajaran Partisipatif Aktif
Melalui pembelajaran partisipatif aktif, anak memiliki pengalaman-
pengalaman langsung dan mendapatkan makna dari mereka melalui refleksi anak-
anak membangun pengetahuan yang membantu mereka memahami dunia
mereka. Kekuatan pembelajaran aktif berasal dari inisiatif. Anak usia dini
bertindak berdasarkan keinginan bawaan mereka untuk dijelajahi; mereka
bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan tentang orang, materi, peristiwa,
dan ide-ide yang membangkitkan rasa ingin tahu mereka; mereka memecahkan
masalah yang menghalangi tujuan mereka; dan mereka menghasilkan strategi baru
untuk dicoba.
Ketika anak-anak mengikuti niat mereka, mereka terlibat dengan konten
kurikulum sebagaimana diidentifikasi dalam indikator perkembangan utama
(KDIs). KDI adalah perilaku anak yang mencerminkan mengembangkan
kemampuan mental, emosional, sosial, dan fisik. KDI terjadi selama interaksi
anak-anak yang kreatif dan berkelanjutan dengan orang-orang, materi, acara, dan
gagasan, misalnya, ketika merencanakan (KDI 2), mengekspresikan emosi (KDI
9), menggunakan keterampilan motorik kotor (KDI 16), berbicara dengan orang
dewasa dan rekan-rekan (KDI 22), mengukur (KDI 36), terlibat dalam
permainan pura-pura (KDI 43), menjelajahi dunia alam dan fisik (KDI 51), dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kelas (KDI 55)
Sejauh mana orang dewasa mendukung inisiatif anak-anak dan memahami
tindakan anak-anak dalam hal KDIs menentukan keberhasilan pendidik dalam
menerapkan Kurikulum HighScope. Jelas, pengalaman belajar aktif
mempengaruhi setiap aspek pekerjaan kita dengan anak-anak dan membentuk inti
kurikulum prasekolah.
b) Dewasa-Anak Interaksi
Pembelajaran aktif tergantung pada interaksi anak dewasa yang
positif. Memperhatikan pentingnya menyediakan iklim yang aman secara
psikologis bagi pelajar muda, orang dewasa yang menggunakan pendekatan
prasekolah HighScope berusaha untuk mendukung saat mereka berbicara dan
bermain dengan anak-anak. Sepanjang hari, dipandu oleh pemahaman tentang
bagaimana anak-anak prasekolah berpikir dan beralasan, mereka
mempraktikkan strategi interaksi positif - berbagi kontrol dengan anak-anak,
berfokus pada kekuatan anak-anak, membentuk hubungan otentik dengan anak-
anak, mendukung permainan anak-anak, dan mengadopsi pendekatan pemecahan
masalah untuk konflik sosial. Gaya interaksi ini memungkinkan anak untuk
dengan bebas dan percaya diri mengekspresikan pikiran dan perasaan, dan
mengalami kemitraan sejati dengan orang dewasa dalam bermain dan
percakapan. Orang dewasa mengandalkan dorongan dan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah untuk menangani situasi kelas sehari-hari
daripada sistem manajemen anak berdasarkan pujian, hukuman, dan hadiah.
c) Lingkungan Belajar
Karena lingkungan fisik memiliki dampak yang kuat pada perilaku anak-
anak dan orang dewasa, Kurikulum HighScope menempatkan penekanan kuat
pada perencanaan tata letak pengaturan program dan memilih materi yang
sesuai. Lingkungan belajar aktif ini memberi anak-anak kesempatan berkelanjutan
untuk membuat pilihan dan keputusan. Dengan demikian, orang dewasa mengatur
ruang bermain ke area minat tertentu untuk mendukung minat anak-anak
prasekolah yang taat pada kegiatan seperti bermain pasir dan air, membangun,
memecahkan teka-teki, berpura-pura bermain, menggambar dan melukis,
membaca dan menulis, menghitung, memilah, memanjat, menyanyi, dan
bergerak. Area minat berisi bermacam-macam bahan yang mudah diakses
yang dapat digunakan anak-anak untuk melaksanakan ide bermain mereka. Bahan
alami, ditemukan, komersial, dan buatan sendiri memberikan banyak kesempatan
setiap hari bagi anak-anak untuk terlibat dengan konten kurikulum dengan cara
yang kreatif dan penuh tujuan. Orang dewasa mengatur penyimpanan untuk bahan
menggunakan rak rendah, kotak bening, dan label yang dapat dipahami anak-anak
(menggunakan gambar dan kata-kata sederhana), sehingga mereka dapat secara
mandiri menemukan, menggunakan, dan mengembalikan barang yang mereka
butuhkan.
d) Rutinitas Harian
Selain mengatur pengaturan, orang dewasa juga merencanakan rutinitas
harian yang konsisten yang mendukung pembelajaran aktif. Rutinitas ini
memungkinkan anak-anak kecil untuk mengantisipasi apa yang terjadi selanjutnya
dan memberi mereka banyak kontrol atas apa yang mereka lakukan selama setiap
bagian dari hari prasekolah mereka. Rutinitas harian prasekolah HighScope
mencakup proses plan-do-review, yang memungkinkan anak-anak untuk
mengekspresikan niat mereka, melaksanakannya, dan merefleksikan apa yang
telah mereka lakukan. Orang dewasa mengatur proses ini bergerak dengan
mengajukan pertanyaan yang sesuai, seperti "Apa yang ingin Anda
lakukan?" Anak-anak menunjukkan rencana mereka, kemudian melaksanakannya
— hanya selama beberapa menit atau selama satu jam. Berpura-pura, membangun
struktur blok, dan menggambar adalah kegiatan umum yang diprakarsai anak-
anak selama periode "lakukan", setelah itu orang dewasa mendorong anak-anak
untuk meninjau pengalaman mereka. Anak-anak dapat berbicara tentang apa yang
telah mereka lakukan atau mengekspresikan diri mereka dengan menunjukkan,
menggambar, atau menulis. Peluang untuk pengalaman kelompok yang dipandu
orang dewasa adalah fitur lain yang konsisten dari rutinitas. Pada waktu kelompok
kecil anak-anak menjelajahi dan bereksperimen dengan materi baru atau akrab
yang dipilih orang dewasa berdasarkan pengamatan harian mereka tentang minat
anak-anak, KDA, dan acara lokal. Selama waktu kelompok besar baik anak-
anak dan orang dewasa memulai gerakan dan kegiatan musik, reka ulang cerita,
dan permainan dan proyek kooperatif. Melalui rutinitas harian umum yang
berfokus pada peluang untuk belajar aktif, anak-anak dan orang dewasa
membangun rasa komunitas.
e) Assesmen
Dalam pengaturan HighScope, penilaian mencakup berbagai tugas untuk
mengamati, mendokumentasikan, mengevaluasi, dan terus berupaya
meningkatkan interaksi dengan anak-anak, keluarga, dan rekan kerja. Kerja
tim yang dibangun berdasarkan hubungan dewasa yang mendukung membentuk
dasar yang kuat bagi orang dewasa yang melakukan pekerjaan ini bersama-
sama. Setiap hari anggota tim pengajar mengumpulkan informasi yang akurat
dengan mengamati dan berinteraksi dengan anak-anak dan mencatat anekdot
setiap hari berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar. Sebelum anak-anak
tiba, setelah anak-anak pergi, atau ketika anak-anak tidur siang, anggota tim
pengajar terlibat dalam sesi perencanaan harian di mana mereka berbagi
pengamatan anak-anak mereka, menganalisis pengamatan dalam hal KDIs, dan
membuat rencana untuk hari berikutnya. Secara berkala, tim menggunakan
pengamatan yang dicatat dalam catatan anekdot harian mereka untuk
menyelesaikan penilaian anak individu dengan COR Advantage (Epstein et al.,
2014). Pengawas dan guru juga secara berkala menyelesaikan penilaian program
menggunakan Penilaian Mutu Program Prasekolah (PQA; HighScope, 2003a)
untuk melihat efektivitas implementasi kurikulum mereka, hubungan dengan
keluarga, pengembangan profesional, dan manajemen program secara
keseluruhan.
Kelima prinsip dasar ini, pembelajaran aktif, interaksi anak dewasa yang
positif, lingkungan belajar yang ramah anak, rutinitas harian yang konsisten, dan
penilaian berbasis tim, membentuk kerangka Kurikulum HighScope. Buku ini
menguraikan masing-masing prinsip ini. Delapan buku lainnya dalam set ini, buku
pendamping KDI, memberikan informasi terperinci tentang bagaimana orang dewasa
dapat menggunakan prinsip-prinsip ini karena mereka mendukung pengembangan
pengetahuan dan keterampilan yang diidentifikasi oleh KDIs di masing-masing dari
delapan bidang konten kurikulum.
c. Program Harian
Ruang kelas HighScope mengikuti urutan peristiwa yang dapat diprediksi yang
dikenal sebagai rutinitas harian. Ini menyediakan struktur di mana anak-anak dapat
membuat pilihan, mengikuti minat mereka, dan mengembangkan kemampuan mereka
di setiap area konten. Meskipun setiap program HighScope memutuskan rutinitas yang
paling sesuai untuk pengaturan, jadwal, dan populasinya, segmen berikut selalu
disertakan dalam program harian. Program pendekatan High/Scope memiliki cara
sebagai berikut [CITATION Eps02 \l 1057 ]
1. Plan-Do-Review (waktu perencanaan, waktu kerja, waktu penarikan)  
Dalam pendekatan Highscope, plan-do-review adalah elemen kunci untuk
pembelajaran aktif. Ini termasuk semua aspek mendasar dari kegiatan itu: materi,
penanganan, pilihan, bahasa, komunikasi dan pemikiran. Anak-anak
merencanakan, membuat pilihan, memikirkan kemungkinan bahan saat mereka
merefleksikan tindakan mereka dengan dukungan orang dewasa [ CITATION
Hoh07 \l 1057 ].
Siklus ini dimulai dengan waktu untuk merencanakan. Anak-anak
prasekolah dapat membuat pilihan, untuk memutuskan tindakan dan bertindak
dengan sengaja pada materi. Dalam hal ini, rencana diperlukan bagi anak-anak
untuk memikirkannya secara sistematis.
Inti dari rutinitas HighScope adalah proses Plan Do Review. Bagian
kegiatan harian melibatkan perencanaan, permainan yang disengaja (jam belajar),
dan refleksi. Bagian hari ini menyimpan potensi luar biasa untuk anak-anak
dengan. Proses High/Scope Plan Do Review mendukung pengembangan
keterampilan fungsi eksekutif pada anak usia dini. Keterampilan fungsi eksekutif
yang dibahas dalam proses Plan Do Review adalah sebagai berikut:
a) Memori kerja - memegang dan memanipulasi informasi di kepala kita dalam
waktu singkat.
b) Kontrol Diri - menguasai dan menyaring pikiran dan impuls kita sehingga kita
dapat menahan godaan, gangguan dan kebiasaan dan untuk berhenti sejenak
dan berpikir sebelum kita bertindak.
c) Fleksibilitas kognitif atau mental - mengganti gigi dan menyesuaikan dengan
permintaan perubahan, prioritas atau perspektif.
Waktu dalam siklus plan-do-review mengacu pada saat ketika anak-
anak menempatkan dalam tindakan niat mereka. Ini adalah waktu yang paling
lama hari ini, di mana anak-anak mewujudkan niat mereka, bermain dan
memecahkan masalah.
 Ini termasuk waktu kelompok kecil 10-15 menit di mana anak-anak
merencanakan apa yang ingin mereka lakukan selama waktu kerja (area untuk
dikunjungi, bahan untuk digunakan, dan teman untuk bermain dengan); waktu
kerja 45- 60 menit untuk melaksanakan rencana mereka; dan waktu kelompok
kecil 10-15 menit lainnya untuk meninjau dan mengingat dengan orang dewasa
dan anak-anak lain apa yang telah mereka lakukan dan pelajari. Di antara
"lakukan" dan "tinjau," anak-anak membersihkan dengan membuang bahan
mereka atau menyimpan proyek yang belum selesai. Umumnya, semakin tua
anak-anak, semakin lama dan lebih rinci waktu perencanaan dan peninjauan
mereka menjadi. Anak-anak sangat aktif dan tujuan selama waktu "lakukan"
karena mereka mengejar kegiatan yang menarik bagi mereka. Mereka mungkin
mengikuti rencana awal mereka, tetapi seringkali, ketika mereka bertunangan,
rencana mereka bergeser atau bahkan dapat berubah sepenuhnya.
Setelah itu adalah waktu untuk mengingat rencana awal yang
dikembangkan selama waktu kegiatan. Waktu untuk merefleksikan, dalam
pendekatan HighScope, melampaui deskripsi pekerjaan mereka. Melibatkan
anak-anak untuk berpikir membutuhkan stimulasi orang dewasa yang membuat
mereka menyadari pembelajaran yang telah mereka lakukan, minat yang
disebabkan oleh pengalaman ini di dalamnya, bagaimana mereka dapat
memperluas aktivitas itu, mengantisipasi ide-ide untuk hari berikutnya
[ CITATION Sch10 \l 1057 ] . Refleksi ini mempromosikan perluasan pengetahuan
yang dapat digunakan dalam situasi lain [CITATION Ann03 \l 1057 ].
2. Plan - "Pilihan sesuai Minat"
Selama waktu perencanaan, anak-anak memiliki kesempatan untuk
mengembangkan dan mengekspresikan apa yang akan mereka lakukan selama
waktu kerja (bermain). pendidik bekerja untuk memahami rencana tersebut,
sambil mendorong anak-anak untuk memperluas atau memperluas rencana
mereka.
Keterampilan yang diatasi selama waktu perencanaan:
a) Kontrol diri dengan mendorong anak-anak untuk berhenti sejenak dan berpikir
sebelum mengambil tindakan.
b) Bahasa ekspresif dengan mendukung anak-anak dalam mengartikulasikan ide,
pilihan, dan keputusan serta menjawab pertanyaan.
Ketika anak-anak berada pada tahap awal perkembangan, mereka dapat
menunjukkan perilaku berikut selama perencanaan: menunjuk, menyatakan
bidang yang menarik, atau membuat rencana tetapi kemudian melakukan sesuatu
yang berbeda. Untuk mendukung anak-anak, guru dapat memperluas bahasa atau
gerakan anak (yaitu anak menunjuk ke area rumah, guru mengatakan "Anda ingin
bermain di area rumah") atau melabeli rencana baru ("Saya melihat Anda bermain
di area seni alih-alih area rumah"). Untuk menawarkan ekstensi, guru mungkin
ingin meminta anak untuk menampilkan materi yang ingin mereka kerjakan
(HighScope, 2013).
Guru mungkin juga menyertakan strategi visual untuk mendukung
perencanaan anak-anak. Misalnya, guru dapat menawarkan papan pilihan dengan
gambar atau objek yang mewakili berbagai area ruang kelas (seperti contoh di
sebelah kanan). Pastikan untuk meminta peningkatan detail untuk mendukung
kompleksitas rencana, bahkan untuk anak-anak yang memanfaatkan sistem
komunikasi augmentatif atau alternatif. Ini dapat dilakukan dengan meminta anak-
anak untuk mengekspresikan detail tentang rencana mereka (seperti materi yang
akan mereka berinteraksi atau apa yang mereka harapkan untuk dibuat selama
bermain). Misalnya, jika seorang anak memilih untuk pergi ke area menggambar,
guru bertanya kepada anak materi apa yang dia rencanakan untuk digunakan.
Kenali bahwa anak-anak dapat mengubah rencana mereka. Jika demikian, mereka
harus menunjukkan itu kepada anak-anak (seperti menunjukkan kepada anak
gambar area yang mereka datangi), tetapi tidak memaksa mereka untuk
melakukan apa pun yang awalnya mereka pilih.
Bagi siswa yang tuli atau sulit mendengar dan menggunakan Bahasa
Mendengarkan dan Lisan (LSL) atau komunikasi manual perlu terlebih dahulu
memiliki perhatian penuh guru dan menyajikan pesan dalam jarak tiga kaki dari
guru. Tidak harus bahwa siswa tidak dapat mendengar dari jarak yang lebih besar,
tetapi untuk memastikan bahwa suara latar belakang dan / atau gangguan visual
tidak akan mengganggu pesan guru. Setelah seorang guru mengajukan pertanyaan,
berikan "waktu tunggu" dengan "tampilan harapan" memungkinkan anak untuk
memproses pesan dan melihat bahwa guru mengharapkan respons. Sebagai
profesional naluri kita adalah mengulangi dan mengulangi ketika anak tidak
segera menanggapi namun seorang anak dengan gangguan pendengaran
membutuhkan proses ekstra pilihan. Langkah lain dalam perancah ini yang
mendorong perhatian, pemahaman, dan pemahaman mendengarkan opsi adalah
"sandwich" informasi. Menyajikan pesan verbal lagi tanpa visual; tambahkan
visual untuk klarifikasi, lalu hapus visual saat guru menindaklanjuti dengan pesan
verbal berulang yang tepat. Jika lebih banyak klarifikasi diperlukan untuk siswa
yang tampak tidak yakin atau tidak terbiasa dengan pilihan, berikan berjalan
aktual melalui opsi kemudian ulangi strategi "sandwich".
3. Do - Terlibat Secara Aktif dalam Pembelajaran
Selama waktu kegiatan, guru dan lembaga pendidikan harus
mempertimbangkan dua kategori dukungan yang luas (1) menyediakan adaptasi
kurikulum yang dirancang untuk mendukung akses dan partisipasi dan (2)
memberikan instruksi langsung.
Bahan Pembelajaran Partisipatif Aktif [ CITATION Hig11 \l 1057 ]
a) Bahan - Bahan berlimpah yang dapat digunakan anak-anak dalam banyak
hal. Anak-anak menggunakan berbagai objek nyata, praktis, sehari-
hari. Bahan bervariasi dalam hal ukuran, tekstur, dan konsistensi. Anak-anak
memiliki ruang dan waktu yang diperlukan untuk menggunakan bahan.
b) Penggunaan objek nyata, praktis, sehari-hari akan mendukung pemahaman
anak-anak tentang penggunaan objek secara fungsional.  Untuk anak-anak
dengan keterampilan motorik yang tertunda, modifikasi peralatan dan bahan
sesedipan mungkin (hanya sejauh yang diperlukan bagi anak untuk
berpartisipasi). Pastikan posisi optimal untuk memungkinkan anak rileks,
memfokuskan perhatian pada aktivitas, dan terlibat se-mandiri mungkin.
c) Manipulasi - Anak-anak didorong untuk mengeksplorasi dan bekerja dengan
bahan. Anak-anak menggunakan semua indera mereka dan didorong untuk
membuat koneksi melalui pengalaman kehidupan nyata. Anak-anak dengan
sensitivitas sensorik mungkin tidak ingin berinteraksi dengan tekstur yang
tidak dikenal. Memperkenalkan tekstur yang tidak dikenal ke dalam kegiatan
yang sangat memotivasi dapat mendorong anak-anak untuk
berpartisipasi. Pengingat: anak-anak mungkin selalu memilih untuk tidak
menyentuh atau memanipulasi objek yang mengganggu mereka.
d) Pilihan - Anak-anak memilih apa yang harus dilakukan dan dengan siapa
harus bermain. Beberapa anak mungkin merasa sulit untuk memilih dari
berbagai macam objek. Pertimbangkan untuk menggunakan gambar dari
berbagai area atau benda di daerah untuk mendorong anak-anak untuk
membuat pilihan. Anda mungkin perlu menawarkan sejumlah opsi terbatas
juga.
e) Bahasa dan pemikiran anak - anak-anak menggambarkan apa yang mereka
lakukan dan pelajari.  Bahasa model dan kosakata individual yang disengaja
untuk anak dengan menggambarkan tindakan di mana seorang anak terlibat,
menamai atau menggambarkan mainan atau bahan yang dimainkan anak,
berbicara tentang kegiatan atau objek di mana anak telah menunjukkan minat.
Gunakan ekspansi verbal: Memperluas mengulangi apa yang baru saja
dikatakan anak dan menambahkan informasi baru. Yaitu, meniru apa yang
dikatakan seorang anak, serta menggunakan kata-kata tambahan. Bicara
sendiri: Orang dewasa berbicara tentang apa yang mereka lihat, lakukan, atau
dengar selama waktu dekat itu. Dengan berbicara sendiri atau menceritakan
apa yang mereka lakukan, anak sedang terkena bahasa secara reseptif dan
kebetulan untuk meningkatkan fondasi bahasa dari bahasa ekspresif dan
keterampilan percakapan.
f) Targetkan suara, kata, bagian frasa, atau struktur tata bahasa penting yang
terukir dalam aktivitas dengan menyoroti target tertentu secara
vokal. (misalnya Itu adalah blok BIG. Letakkan blok dalam kotak) Cara untuk
mengatasi strategi ini dapat mencakup: peningkatan intensitas suara, menjeda
sedikit sebelum Anda mengatakan target, membisikkan target (mengurangi
intensitas), atau meningkatkan durasi target. Strategi ini membantu anak
mengarahkan perhatian mereka ke nugget pendengaran tertentu, mendorong
respons dari anak, dan menggabungkan keterampilan pengambilan giliran.
g) Ajukan pertanyaan yang memerlukan lebih dari respons ya/tidak atau satu
kata. Pertanyaan Terbuka memungkinkan orang dewasa untuk memberikan
kesempatan bagi anak untuk terlibat dalam percakapan. Jika seorang anak
berjuang dengan bentuk pertanyaan itu, mereka dapat diajarkan dengan
perancah dengan pilihan seperti seperangkat target (kata-kata, frasa) untuk
digunakan untuk menjawab pertanyaan, menyelesaikan pernyataan atau
menyelesaikan tugas. Ini juga mendorong percakapan menjadi kurang
sepihak.
h) Ketika rutinitas atau aktivitas menjadi terlalu akrab dan guru memperhatikan
bahwa anak mungkin kehilangan minat, guru dapat menciptakan situasi yang
tidak biasa atau tidak terduga dengan barang-barang yang akrab yang akan
bertentangan dengan apa yang diharapkan anak berdasarkan pemahaman
mereka. Untuk menawarkan alasan bagi anak untuk berkomunikasi orang
dewasa dapat memunculkan bahasa ini dengan menempatkan bahan hanya di
luar jangkauan, menyediakan lebih sedikit bahan atau "lupa" sehingga anak
perlu meminta, atau mencampur skenario dengan menempatkan blok pada
sandwich alih-alih selada. 
4. Peluang Belajar yang Besar
Waktu belajar memberikan kesempatan yang sangat baik untuk
memberikan instruksi khusus pada anak. Model HighScope adalah salah satu
kontrol bersama yang mendukung, daripada permisif atau otoriter. Instruksi ini
sangat cocok dengan model kontrol bersama. Minat, preferensi, dan pilihan anak
mendorong aktivitas, sementara orang dewasa dengan sengaja, dengan
perencanaan, menciptakan peluang untuk mendorong dan umpan balik tentang
target instruksi (keterampilan, konsep, kosakata). Pusat Bantuan Teknis Anak
Usia Dini telah mengidentifikasi langkah-langkah berikut ketika merencanakan
instruksi yang disematkan.
a) Identifikasi keterampilan target dan perilaku fungsional yang akan menjadi
fokus pembelajaran anak (tujuan, atau keterampilan dasar yang mengarah
pada pencapaian tujuan).
b) Identifikasi aktivitas sehari-hari yang paling cocok untuk mengajarkan
perilaku yang ditargetkan (area pemberitahuan dan materi yang diminati
anak).
c) Libatkan anak dalam kesempatan untuk berpartisipasi dalam bidang atau
kegiatan ini
d) Memaksimalkan kemungkinan bahwa seorang anak akan tetap terlibat dalam
kegiatan dengan mempertimbangkan minat dan preferensi anak
e) Gunakan strategi prompt (verbal, gestural, fisik, pemodelan, dll.) dan pudar
cepat (misalnya, mengurangi bantuan) untuk mempromosikan akuisisi anak
dari perilaku fungsional target.
f) Memberikan konsekuensi alami spesifik konteks (penguatan) untuk
penggunaan perilaku target anak atau upaya untuk menghasilkan perilaku di
dalam dan di antara kegiatan
g) Gunakan umpan balik eksplisit sesuai kebutuhan untuk mendorong,
mendukung, dan memperkuat pembelajaran dan perkembangan anak.
h) Menyusun strategi: Saat memberikan instruksi khusus, penting untuk
memahami strategi dan hierarki yang diminta. Berikut ini adalah tipe dan
definisi dari strategi yang diminta. Gerakan - Petunjuk di mana orang dewasa
menjalin kontak mata dengan anak dan menggunakan gerakan tangan yang
dipahami oleh anak untuk memiliki arti tertentu. Gerakan menunjukkan apa
yang harus dilakukan anak. Verbal, pendidik memberi tahu anak bagaimana
melakukan sesuatu dengan menggambarkan apa yang harus dilakukan dan
menunjukkan tindakan yang diinginkan. Fisik, pendidik memberikan
dukungan fisik untuk tugas motorik kotor atau secara fisik membimbing anak
untuk menyelesaikan tugas motorik yang baik
5. Waktu Kebersihan
Dalam setiap program anak usia dini, waktu bersih-bersih adalah
kesempatan belajar yang penting. Ini adalah akhir dari proses "lakukan" dalam
siklus Plan-Do-Review. Selama waktu bersih-bersih, anak-anak mengembalikan
bahan ke tempat-tempat yang tepat di kelas dan mempersiapkan kegiatan
berikutnya. Waktu pembersihan adalah kesempatan yang sangat baik bagi anak-
anak untuk mempraktikkan keterampilan kognitif awal seperti menyortir,
mengklasifikasikan, dan mencocokkan objek ke objek, atau objek ke gambar.
a) Sederhanakan aktivitas dengan menyerahkan anak keranjang dengan
beberapa barang di dalamnya untuk disingkirkan (daripada meminta anak
untuk melihat seluruh ruangan dan memutuskan di mana harus mulai
membersihkan).
b) Sederhanakan aktivitas lebih lanjut dengan meminta anak untuk memasukkan
mainan ke dalam ember "bersih-bersih" daripada menemukan tempat yang
tepat di kelas.
c) Gunakan kata, gambar, dan objek nyata untuk menandakan di mana item
berada.

6. Kelompok Kecil
Waktu kelompok kecil memberikan kesempatan bagi orang dewasa untuk
bekerja dengan sejumlah kecil anak pada suatu kegiatan yang direncanakan dan
diperkenalkan oleh guru. Anak-anak didorong untuk menggunakan materi dengan
berbagai cara, sambil berbicara tentang apa yang mereka lakukan dan berinteraksi
satu sama lain dan dengan pendidik.
Selama waktu ini sekelompok kecil idealnya 6-8 anak-anak bertemu
dengan orang dewasa untuk bereksperimen dengan bahan dan memecahkan
masalah. Meskipun orang dewasa memilih aktivitas kelompok kecil untuk
menekankan satu atau lebih area konten tertentu, anak-anak bebas menggunakan
materi dengan cara apa pun yang mereka inginkan selama waktu ini. Panjang
kelompok kecil bervariasi menurut usia, minat, dan rentang perhatian anak-
anak. Pada akhir periode, anak-anak membantu pembersihan.
7. Kelompok Besar
Waktu kelompok yang besar adalah kesempatan bagi anak-anak dan orang
dewasa untuk menciptakan rasa komunitas kelas dengan berbagi ide dan belajar
satu sama lain. Selama waktu kelompok yang besar, anak-anak secara aktif
berpartisipasi, menyumbangkan ide-ide mereka untuk kegiatan tersebut, membuat
pilihan dan memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin kelompok. Orang
dewasa memulai aktivitas grup, meminta saran anak-anak, dan merencanakan
beberapa kegiatan alternatif (HighScope, 2011).
Waktu kelompok besar membangun rasa komunitas. Hingga 20 anak-anak
dan 2 orang dewasa berkumpul untuk kegiatan gerakan dan musik, mendongeng,
dan pengalaman bersama lainnya. Anak-anak memiliki banyak kesempatan untuk
membuat pilihan dan memainkan peran sebagai pemimpin.
8. Review - Mengingat dengan Analisisnya
Selama waktu mengingat, anak-anak memiliki kesempatan untuk
mengingat dan merefleksikan pengalaman mereka. Pendidik mendukung anak-
anak dalam ingatan dengan mengundang mereka untuk berbicara tentang apa yang
mereka lakukan dan mengajukan pertanyaan terbuka yang berakhir (hemat dan
dengan niat) untuk mendukung anak-anak dalam menambahkan lebih banyak
detail ke refleksi mereka. Orang dewasa juga menambahkan komentar dan
pengamatan pada narasi penarikan kembali anak.
Keterampilan yang dikembangkan selama waktu perencanaan:
a) Memori kerja dengan mendorong anak-anak untuk merefleksikan pengalaman
dan pembelajaran mereka.
b)  Bahasa ekspresif dengan mendukung anak-anak dalam mengartikulasikan
pengalaman dan menjawab pertanyaan.
c) Keterampilan kognitif dengan meminta anak-anak untuk mengamati,
mengklasifikasikan, memprediksi, dan menarik kesimpulan.
9. Resolusi Konflik [CITATION Hig17 \l 1057 ]
HighScope mengajarkan enam langkah untuk menyelesaikan konflik yang
muncul di Lingkungan Anak Usia Dini. Mengingat bahwa ada juga anak dengan
kebutuhan khusus yang memiliki keterlambatan dalam pemecahan masalah,
bahasa, dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik, ini
menjadi area penting bagi guru. Maka terdapat enam langkah untuk penyelesaian
konflik adalah:
a) Mendekatlah dengan tenang, hentikan tindakan menyakitkan. Tempatkan diri
Anda di antara anak-anak, pada tingkat mereka.
b) Akui perasaan anak-anak. Katakan sesuatu yang sederhana seperti "Kau
terlihat sangat marah." Beri tahu anak-anak bahwa Anda perlu menyimpan
objek apa pun yang dimaksud.
c) Kumpulkan informasi. Tanyakan "Apa masalahnya?" Jangan mengajukan
pertanyaan "Mengapa".
d) Istirahatkan masalahnya. "Jadi masalahnya adalah..."
e) Mintalah ide untuk solusi dan pilih satu bersama- sama. "Apa yang bisa kita
lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?"
f) Bersiaplah untuk memberikan dukungan lanjutan. Mengakui pencapaian
mereka (misalnya, "Anda memecahkan masalah!") Tetap di dekatnya jika ada
yang tidak senang dengan solusi dan prosesnya perlu diulang.

10. Keragaman dan Disabilitas [ CITATION Geo15 \l 1057 ]


Kurikulum Tinggi/Ruang Lingkup adalah pendekatan yang tepat secara
perkembangan yaitu berpusat pada anak dan mempromosikan pembelajaran
aktif. Penggunaan pusat pembelajaran, pembelajaran aktif, dan siklus plan-do-
review, serta memungkinkan anak-anak untuk maju dengan kecepatan mereka
sendiri, menyediakan kebutuhan individu dan khusus anak-anak. Guru
tinggi/Lingkup menekankan kemampuan kognitif, sosial, dan fisik yang luas yang
penting bagi semua anak, alih-alih berfokus pada defisit anak. Guru tinggi
/Lingkup mengidentifikasi di mana seorang anak secara perkembangan dan
kemudian memberikan berbagai pengalaman yang sesuai untuk tingkat
itu. Misalnya, mereka akan mendorong anak berusia empat tahun yang berfungsi
pada tingkat dua tahun untuk mengekspresikan rencananya dengan menunjuk,
memberi isyarat, dan mengucapkan kata-kata tunggal, dan mereka akan
membenamkan anak dalam lingkungan percakapan yang memberikan banyak
peluang alami untuk menggunakan dan mendengar bahasa.
Banyak program anak usia dini untuk anak berkebutuhan khusus
menggabungkan pendekatan High/Scope. Misalnya, Regional Early Childhood
Center di Rockburn Elementary School di Elkridge, Maryland, mengoperasikan
kelas kebutuhan ber-intens sehari penuh untuk anak-anak penyandang disabilitas
dan biasanya mengembangkan rekan-rekan dan menggunakan pendekatan
High/Scope. Rutinitas harian termasuk waktu salam, kelompok kecil (misalnya,
seni, sensorik, preacademics), waktu perencanaan (yaitu, memilih pusat), waktu
kerja di pusat, waktu pembersihan, penarikan kembali (yaitu, membahas di mana
mereka "bekerja"), makanan ringan, waktu lingkaran dengan cerita, gerakan dan
musik, dan di luar waktu.
c. Kurikulum
Kurikulum High/Scope berasal dari dua sumber: minat anak-anak dan
pengalaman utama, yang merupakan daftar perilaku belajar.  Mendasarkan
kurikulum sebagian untuk kepentingan anak-anak sangat konstruktivis dan
mengimplementasikan filosofi Dewey, Piaget, dan Vygotsky [ CITATION Geo15 \l
1057 ].
Fitur unik kedua adalah konten kurikulum, blok bangunan sosial,
intelektual, dan fisik yang penting bagi pertumbuhan optimal anak-anak. Area
konten kami diatur dalam lima kategori utama yang sesuai dengan standar
pembelajaran negara bagian dan nasional; lima kategori tersebut adalah (1)
pendekatan pembelajaran; (2) bahasa, literasi, dan komunikasi; (3)
perkembangan sosial dan emosional; (4) pembangunan fisik, kesehatan, dan
kesejahteraan; dan (5) seni dan ilmu pengetahuan. HighScope selanjutnya telah
membagi kategori seni dan sains ke dalam mata pelajaran matematika, sains dan
teknologi, studi sosial, dan seni.
d. Prosedur Contoh Kegiatan
Ruang dan materi dalam pengaturan HighScope dipilih dan diatur dengan
cermat untuk mempromosikan pembelajaran aktif. Meskipun tidak memberikan
aturan terhadap jenis atau merek mainan dan peralatan tertentu, HighScope
memang memberikan pedoman umum untuk memilih bahan yang bermakna dan
menarik bagi anak-anak. Lingkungan pembelajaran dalam program HighScope
memiliki kegiatan berikut[ CITATION Hig \l 1057 ] :
1) Waktu Salam
Guru 2 : Menyapa anak-anak saat mereka masuk. Ingatkan mereka di mana
menempatkan barang-barang mereka dan untuk masuk di clipboard grup
mereka. Bergabunglah dengan Guru 1 dan anak-anak membaca buku ketika
semua orang telah tiba.
Guru 1 : Memiliki sekitar 10 buku yang tersebar di lantai, termasuk buku
rutin harian. Baca buku dengan anak-anak. (Catatan: Ini harus berlangsung
tidak lebih dari 15 menit.) Untuk lagu "Mary Had a Little Lamb," bernyanyi
kata-kata yang dibuat-buat, seperti berikut: Saatnya untuk meletakkan
buku-buku, buku-buku pergi, buku-buku pergi. Sudah waktunya untuk
meletakkan buku-buku pergi dan membaca papan pesan.
Papan Pesan Rekam klip papan pesan ke papan pesan dan tulis kata-kata
Rutinitas Harian di papan tulis. Bantu anak-anak mencari tahu dari mana
klip itu berasal dan untuk apa kami menggunakannya. (Gunakan pesan ini
untuk mengingatkan anak-anak tentang memindahkan klip untuk rutinitas
harian.) Di papan pesan, gambar dua tabel dengan tanda tanya (?) di
masing-masing. Tanyakan kepada anak-anak apakah mereka ingat
kelompok mana mereka berada. Minta mereka untuk memilih cara untuk
pindah ke grup perencanaan mereka.
2) Waktu Perencanaan
Grup 1: Link Nama dan Huruf
Simbol pada Catatan Lengket Satu per satu, tampilkan catatan lengket
dengan nama anak-anak dan simbol tautan huruf yang tertulis di
dalamnya. Untuk masing-masing, tanyakan kepada anak-anak yang
namanya ada di catatan. Ketika anak-anak menanggapi, berikan catatan
tempel kepada anak itu dan minta anak untuk meletakkannya pada sesuatu
yang ingin mereka mainkan pada waktu kerja. Ketika anak kembali ke
tabel, tanyakan kepada mereka apa yang akan mereka lakukan dengan item
itu. Setelah anak menanggapi, mereka bebas untuk memulai rencana
mereka. Ulangi untuk semua anak di grup Anda.
Grup 2: Kamera
Menggunakan kamera lama (atau bahkan kotak kecil yang dibuat agar
terlihat seperti kamera), anak-anak dapat mengambil "gambar" pura-pura
dari sesuatu yang ingin mereka gunakan dalam rencana mereka untuk waktu
kerja. Setelah mereka berbagi ide mereka tentang apa yang ingin mereka
lakukan, mereka dapat memulai rencana mereka.
a) Waktu Belajar
Gunakan waktu ini untuk terhubung kembali dengan anak-anak
setelah akhir pekan. Cobalah untuk memastikan setidaknya salah satu
orang dewasa menghabiskan waktu bersama setiap anak. Mulailah
dengan mencari anak-anak yang mungkin membutuhkan dukungan
ekstra untuk memulai. Pastikan untuk turun secara fisik pada tingkat
anak-anak dan mendengarkan apa yang mereka katakan. Ulangi dan
istirahatkan ments com anak-anak dan akui perasaan mereka.
b) Waktu Pembersihan
Beri anak-anak peringatan verbal 10 menit dan kemudian 5
menit sebelum akhir waktu kerja. Sinyal bahwa pembersihan dimulai
dengan mengguncang beberapa lonceng jingle atau memainkan
beberapa musik instrumental. Bantu anak-anak membersihkan,
menjaga sikap yang ringan dan menyenangkan selama transisi ini.
c) Waktu Pemanggilan Kembali
Grup 1: Kartu Simbol Nama dan Huruf Link Menarik simbol tautan
nama dan huruf anak dari tas. Beri tahu anak-anak bahwa ketika Anda
memegang nama dan simbol mereka, mereka dapat memberi tahu Anda
apa yang mereka lakukan pada waktu kerja. Setelah setiap anak
berbagi, setiap orang dapat menggunakan nama dan simbol tautan
huruf anak untuk melantunkan; misalnya, "Hannah Heart, Hannah
Heart bermain dengan " Atau "Connie Coat, Connie Coat, Connie Coat
bermain dengan .
Grup 2: Tas Besar dan Kecil Memiliki tas besar dan kecil di meja grup
Anda. Mengatasi anak-anak satu per satu, beri tahu mereka bahwa
mereka bisa pergi untuk mendapatkan sesuatu yang mereka gunakan
pada waktu kerja dan membawanya kembali ke salah satu
tas. Tanyakan anak-anak apakah mereka berpikir mereka akan
membutuhkan tas besar atau tas kecil untuk memasukkan barang
mereka. Sementara Anda sedang menunggu anak yang mengingat
untuk kembali, melibatkan anak-anak lain dalam percakapan tentang
apa yang mereka lihat anak itu lakukan. Anda mungkin mengatakan
sesuatu seperti, "Apakah ada yang melihat apa yang Davie lakukan hari
ini? Menurutmu apa yang akan dia bawa kembali?" Atau anda mungkin
berkata, "Apakah ada yang bekerja dengan Davie hari ini? Anda
lakukan, Anna? Apa yang Anda lakukan bersama-sama?" Anda dapat
menggunakan strategi ini untuk waktu penarikan kembali lainnya jika
ada menunggu yang terlibat. Ketika seorang anak kembali, mereka
dapat menampilkan objek yang dipilih dan membagikan apa yang
mereka lakukan (dan Anda dapat mengirim anak berikutnya untuk
mendapatkan item penarikan).
3) Kelompok Kecil
Grup 1: Dimana tutup botol saya?
Bahan:
• Wadah plastik bersih dan kosong dan botol berbagai bentuk dan ukuran
dengan tutup / atasan yang cocok
• Dua keranjang besar atau tempat sampah - satu untuk memegang wadah
dan satu untuk menahan tutupnya
Awal: Beri tahu anak-anak Bahwa Anda memiliki sekelompok wadah yang
terpisah dari tutupnya - bahwa mereka semua campur aduk. Tunjukkan
kepada anak-anak dua keranjang (satu dengan wadah dan satu dengan
tutup) dan minta mereka untuk membantu Anda mencari tahu bagian atas /
tutup mana yang masuk ke wadah mana. Pilih tainer con dan mulai mencari
melalui tutupnya, bertanya kepada anak-anak apakah mereka berpikir yang
Anda pilih akan cocok. Beberapa akan menebak berdasarkan
penampilan; orang lain akan menginginkan atau perlu mencoba tutupnya
untuk melihat apakah itu akan cocok. Dorong anak-anak untuk memilih
satu atau lebih kontainer itu sendiri dan mulai mencari kecocokan. Tengah:
Ketika anak-anak mencoba mencocokkan wadah dan tutup, dengarkan
komentar anak-anak dan perluas pengamatan dan kosakata
mereka. Misalnya, Anda mungkin mengatakan, "Saya melihat botol Anda
memiliki lubang kecil di bagian atas. Tutup mana yang menurut Anda akan
cocok pada pembukaan putaran kecil itu?" Atau Anda mungkin
berkomentar, "Wadah Anda berwarna biru sehingga Anda terlihat ing untuk
atasan dengan warna yang sama." Gunakan kata-kata seperti atas, tutup,
bulat, kotak, besar, sedikit, terbuka, tertutup, sekrup, memutar, memeras,
sempit, dan lebar. Jika para penipu memiliki kata-kata pada mereka,
tuliskan huruf-huruf dan baca kata-kata bersama dengan anak-anak. Akhir:
Mintalah anak-anak untuk membantu Anda memisahkan wadah dan tutup
kembali ke dua keranjang / tempat sampah.
Grup 2: Mainkan Pemotong Adonan dan Cookie
Materi: Untuk setiap anak, menyediakan
• Sebongkah adonan bermain
• Tiga pemotong kue
Awal: Beri setiap anak sebongkah adonan bermain dan beri tahu anak-anak
bahwa hari ini semua orang dalam kelompok akan bermain dengan adonan
bermain. Pastikan untuk memiliki sebongkah untuk diri sendiri. Tengah:
Bergerak di sekitar meja dari anak ke anak, mengamati apa yang mereka
lakukan dengan adonan bermain. Cobalah menggunakan adonan bermain
Anda dengan cara yang sama seperti anak-anak. Di tengah-tengah waktu
kelompok kecil, tempatkan pemotong kue di tengah meja. Amati bagaimana
anak-anak dapat menambahkan ini ke dalam pekerjaan mereka. Gunakan
strategi interaksi yang sama dengan yang telah Anda gunakan pada waktu
kerja. Untuk daftar ini, lihat halaman 61 di akhir paket minggu ini. Akhir:
Setelah 10 menit, beri anak-anak peringatan 3 menit dan minta mereka
untuk mengembalikan semua pemotong kue mereka ke dalam wadah
pemotong kue
4) Kelompok Besar
Syal atau Streamer
Bahan: Keranjang (atau bak atau kotak) yang berisi syal atau streamer untuk
setiap anak dan orang dewasa, ditambah beberapa tambahan
Langkah 1: Menyanyikan lagu "We're going to shake, shake, shake" dari
minggu lalu (lihat "Large-Group Time" di Hari 1). Ketika semua anak telah
bergabung dengan kelompok, bernyanyi satu ayat lagi dan berakhir dengan
meminta semua orang duduk di lantai. Bagikan syal kepada anak-anak dan
izinkan untuk beberapa waktu eksplorasi. Jelaskan kepada anak-anak bahwa
mereka akan menyimpan syal mereka di tangan mereka dan menemukan
cara untuk bergerak bersama mereka. Ketika anak-anak terus menjelajah,
mereka mungkin akan lebih nyaman berdiri.
Langkah 2: Saat anak-anak menemukan cara untuk bergerak dengan syal,
komentari apa yang Anda lihat mereka lakukan, seperti dalam contoh
berikut. Guru: "Oh, saya melihat bahwa Liam menggerakkan syalnya
dengan memegang satu sudut dengan satu tangan, satu sudut dengan tangan
lain, dan mengangkatnya ke atas dan ke bawah. Mari kita coba cara
Liam." Anak (Ella): "Saya melakukannya dengan cara ini!" (Ella
menunjukkan bahwa dia memegang syal dengan satu tangan dan
mengetuknya berulang kali di lantai.) Guru: "Sekarang, mari kita coba
dengan cara Ella." (Guru model apa yang baru saja ditunjukkan Ella.) "Mari
kita coba mengingat jalan Liam." (Kelompok ini bergerak dengan cara
Liam.) "Sekarang, mari kita lakukan cara Ella." (Kelompok mencobanya
dengan cara Ella lagi.) Lanjutkan menjelajahi syal, mencoba ide-ide anak-
anak yang berbeda.
Langkah 3: Beri tahu anak-anak bahwa setiap orang akan mencoba salah
satu cara terakhir untuk memindahkan syal mereka - dengan
mengambangkannya ke keranjang (tunjukkan terlebih dahulu). Kemudian
tanyakan kepada anak-anak apakah mereka dapat "mengapung" sendiri ke
bagian berikutnya dari rutinitas harian kelas.

e. Penilaian
Guru menyimpan catatan tentang perilaku, perubahan, pernyataan, dan
hal-hal penting yang membantu mereka lebih memahami cara berpikir dan belajar
anak. Guru menggunakan dua mekanisme untuk membantu mereka
mengumpulkan data: formulir catatan pengalaman utama dan portofolio. Catatan
Observasi Anak High/Scope juga digunakan untuk menilai perkembangan
anak[ CITATION Geo15 \l 1057 ].
Program High/Scope secara konsisten mengukur seberapa baik guru
mengajar dan berapa banyak anak belajar. Mereka menggunakan hasil untuk
melanjutkan apa yang bekerja dan meningkatkan apa yang tidak; misalnya, untuk
memutuskan apakah akan memberikan lebih banyak pelatihan guru atau
mengidentifikasi kesenjangan dalam pengalaman anak-anak. HighScope telah
mengembangkan alat penilaian anak dan program untuk mendukung proses
evaluasi ini.
1) COR
COR Advantage adalah alat penilaian anak kelahiran-ke-taman
kanak-kanak HighScope, yang mengevaluasi pembelajaran anak-anak di
sembilan bidang konten. Setiap hari, guru dan pengasuh mendokumentasikan
deskripsi tertulis singkat, atau anekdot, yang secara objektif menggambarkan
perilaku anak-anak. Mereka menggunakan catatan ini untuk mengevaluasi
perkembangan setiap anak dan kemudian merencanakan kegiatan untuk
membantu anak-anak individu dan kelas secara keseluruhan.
 
Catatan pengamatan Anak (COR) adalah instrumen yang
memberikan informasi komprehensif tentang perkembangan anak yang
berkelanjutan. Ini dapat digunakan pada program lini pengembangan apa pun
(HighScope Educational Research Foundation, 2003; 2005).
COR untuk anak-anak prasekolah diselenggarakan dalam enam
kategori yang mewakili bidang utama perkembangan anak: inisiatif,
hubungan sosial, representasi kreatif, gerakan dan musik, bahasa dan literasi,
matematika dan sains. Anak-anak diamati dalam berbagai item (3-8) di setiap
kategori, menggambarkan perilaku penting dari tingkat perkembangan.
2) Penilaian Kualitas Program (PQA)
Untuk menilai kinerja dan kemajuan anak-anak, kita perlu
mengevaluasi pengalaman pendidikan yang diberikan oleh program yang
mereka hadiri. PQA adalah alat pemeringkat yang komprehensif dan
tervalidasi yang mengukur seberapa baik sebuah program mempromosikan
pembelajaran di semua bidang pengembangan untuk menentukan kualitas
program di tingkat kelas, guru, dan organisasi.
Guru di kelas dinilai berdasarkan pengetahuan dan keterampilan
mereka dalam melengkapi materi yang sesuai, memberikan kesempatan
belajar sepanjang hari, berinteraksi dengan anak-anak untuk mempromosikan
akuisisi keterampilan intelektual dan sosial-emosional, dan secara sistematis
menilai perkembangan anak-anak. Agensi dinilai berdasarkan keterlibatan
orang tua dan layanan keluarga, kualifikasi staf dan pengembangan staf, dan
manajemen program.
d. High/Scope dalam Mendukung Membaca dan Menulis pada Anak
Di semua tingkatan, guru dan pengasuh tinggi/Lingkup menerima pelatihan
sistematis untuk mempelajari strategi khusus untuk mempromosikan literasi
dalam kemitraan dengan orang tua. Guru dan pengasuh berbagi kendali atas
proses belajar dengan anak-anak dengan merangkul metode pengajaran yang
disengaja berikut saat mereka mempromosikan pengalaman literasi di kelas,
pusat, dan rumah.
1. Membuat lingkungan kaya cetak. Setiap pusat/Ruang Lingkup Tinggi atau
ruang kelas memiliki area buku atau bacaan dengan berbagai macam buku
ageappropriate dan bahan bacaan lainnya. Orang tua dianjurkan untuk
menyediakan banyak bahan bacaan di rumah juga. Semua area pembelajaran
dan materi di ruangan diberi label simbol dan kata-kata. Bahan cetak
tambahan ditemukan di seluruh ruangan dan area bermain luar ruangan
(misalnya, poster, peta, cangkir ukur, pesan, katalog alat, cerita kelompok,
instruksi, paket benih, kaset cerita, dan sebagainya).
2. Buatlah membaca upaya tim dan bagian dari rutinitas harian. Guru dan
pengasuh membaca dengan anak-anak setiap hari dan mendorong orang tua
dan anggota keluarga lainnya untuk melakukan hal yang sama. Orang dewasa
membacakan kepada anak-anak termuda secara individual dan dalam
kelompok intim kecil. Untuk anak-anak yang lebih tua, orang dewasa
menetapkan waktu cerita sehari-hari di mana mereka membaca kepada anak-
anak dan mendengarkan saat anak-anak membacakannya atau satu sama lain.
3. Jelajahi suara bahasa lisan. Anak-anak belajar membuat suara kata dan huruf
dengan mendengarkan, berbicara, dan bersenang-senang dengan bahasa lisan,
menyanyi, membaca sajak, mendengar, menciptakan, dan berakting
cerita. Mereka membangun kesadaran fonologis dengan mengidentifikasi
sajak, alliterations, dan suku kata dan dengan membuat sajak, alliterations,
dan permainan kata mereka sendiri. Ketika anak-anak menulis dan
mendengar suara surat individu, mereka mengembangkan kesadaran kopmik
dan menggunakan fonik untuk menghubungkan suara huruf untuk dicetak.
4. Menyediakan berbagai bahan tulisan dan alasan untuk menulis. Bahan
penulisan, dipilih untuk tingkat perkembangan yang berbeda, termasuk
krayon, spidol, sikat, kapur, pensil, pena, semua jenis kertas, dan komputer
(di tingkat prasekolah dan SD awal). Ketika anak-anak membuat pilihan dan
mengejar minat mereka, mereka memiliki banyak alasan untuk menulis,
untuk menjelajahi alat penulisan, membuat kartu ulang tahun, atau
menyimpan jurnal. Di kelas dasar, menulis seringkali merupakan bagian yang
diperlukan dari proyek anak-anak dalam sains, studi sosial, dan bidang mata
pelajaran lainnya. Anak-anak yang lebih muda memperoleh keterampilan
tulisan tangan dengan memulai dengan coretan dan bentuk seperti huruf dan
maju ke bentuk konvensional. Guru, pengasuh, dan orang tua mengenali dan
menerima semua bentuk tulisan anak-anak.
5. Perkenalkan gagasan huruf dan kata-kata sebagai simbol tertulis sejak
dini. Balita dan anak-anak prasekolah masing-masing memiliki simbol
tertulis pribadi yang mereka pelajari untuk mengaitkan dengan nama
mereka. Anak-anak prasekolah mulai mengeksplorasi simbol-simbol tertulis
dengan menulis surat-surat nama mereka dan kemudian beralih ke kata-kata
akrab yang mereka lihat di sekitar ruangan. Siswa SD awal menulis dengan
menggunakan kosakata kata-kata yang berkembang yang mereka temui dalam
kegiatan membaca dan memproyeksikan.
6. Merencanakan dan mendukung pembelajaran anak-anak dengan menilai
perkembangan literasi mereka. Guru mengamati anak-anak setiap hari untuk
merencanakan pengalaman yang akan memperkuat dan memperluas
keterampilan membaca dan menulis mereka. Mereka mengambil catatan
anekdot, menyusun portofolio, dan menggunakan Catatan Observasi Anak
Tinggi /Lingkup (COR) dan langkah-langkah lain yang tepat untuk
mendokumentasikan apa yang dapat dilakukan anak-anak dan memberikan
pengalaman yang mendorong mereka untuk maju ke tingkat
berikutnya. Mereka juga menyampaikan informasi ini kepada orang tua agar
mereka dapat lebih memahami kemajuan anak mereka.

E. Evaluasi Proses Pembelajaran


Syamsudin pada buku petunjuk teknis penyelenggaraan Taman Kanak-kanak (2015)
menjelaskan bahwa:
1. Evaluasi
a) Pengertian Evaluasi penyelenggaraan program adalah suatu kegiatan untuk
melakukan penilaian terhadap proses pelaksanaan penyelenggaraan program lembaga
Taman Kanak-kanak
b) Tujuan Untuk mengetahui sejauh mana kekuatan, kelemahan, peluang,
tantangan/ancaman, dan permasalahan yang ditemukan/dihadapi dalam
penyelenggaraan Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya dijadikan acuan
penyempurnaan dalam pembinaan dan pengelolaan program selanjutnya. Evaluasi
juga dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang penyelenggaraan Taman
Kanak-kanak yang berhubungan dengan peserta didik, pendidik dan tenaga
kependidikan, kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan.
c) Aspek yang dievaluasi
1) Kesesuaian program dengan visi, misi, dan tujuan lembaga.
2) Kurikulum, Rencana Kegiatan Semester, Rencana Kegiatan Mingguan, dan
Rencana Kegiatan Harian, serta jadwal harian.
3) Kinerja pendidik, dan tenaga Kependidikan.
4) Keamanan, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan, sarana, alat bermain, dan
bahan bermain yang dimiliki serta digunakan anak.
5) Kelengkapan administrasi.
d) Waktu Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara berkala dan berkesinambungan sesuai
dengan kebutuhan, sekurang-kurangnya setiap enam bulan sekali.
Sedangkan menurut Dopyera dan Lay-Dopyera dalam [ CITATION Dec14 \l 14345 ]
Pembahasan evaluasi mengarah pada klasifikasi jenis evaluasi. Dua jenis evaluasi
tersebut yaitu evaluasi intuitif dan evaluasi formal.
1) Evaluasi imtuitif
Evaluasi intuitif bisa disebut konstruksi pribadi atau pengetahuan praktis. Ini
adalah gagasan tentang apa yang merupakan cara yang benar untuk mencapai suatu
tujuan. Evaluasi intuitif berkaitan dengan bagaimana kinerja orang setiap menitnya.
Guru dan administrator anak usia dini memiliki gagasan tentang praktik profesional
mereka. Meskipun gagasan ini memandu praktik sehari-hari mereka, mereka sulit
untuk diartikulasikan. Gagasan ini terungkap ketika bentrokan terjadi antara ide atau
tindakan seseorang dan orang lain atau ketika hasil dari apa yang diharapkan dan apa
yang terjadi berbeda. Studi evaluasi intuitif (Clark & Peterson; Katz; Spodek, dalam
Decker 2014) telah menetapkan dua poin:
a) Pendidik anak usia dini mengambil pengetahuan yang dipelajari dari buku dan
pengamat terpandu dan mengintegrasikannya dengan nilai-nilai dan pengetahuan
praktis mereka. Pengetahuan ini diintegrasikan oleh setiap individu guru dari
pengetahuannya yang berbasis teori, pengalaman yang terkumpul, dan
pemahaman tentang lingkungan dan diri.
b) Evaluasi intuitif penting karena pendidik harus sering membuat penilaian
panggilan begitu cepat sehingga mereka tidak punya waktu untuk merenungkan
teori dan temuan empiris.
2) Evaluasi Formal
Evaluasi formal (atau terencana) berakar pada tuntutan lembaga pendanaan
untuk akuntabilitas. Banyak upaya pendidikan memerlukan evaluasi formal,
seperti penilaian kebutuhan, analisis program, efektivitas biaya (efektivitas
program yang berkaitan dengan biaya per anak), dan dampak program (perubahan
positif pada anak atau keluarga yang memengaruhi masyarakat). Administrator
harus menentukan jenis evaluasi formal yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan
mereka (evaluasi berbasis tujuan, evaluasi berbasis standar, dan penelitian
evaluasi). Evaluasi berbasis tujuan dan standar membahas akuntabilitas. Penelitian
evaluasi berkaitan dengan interaksi berbagai aspek program tertentu yang terkait
dengan hasil.
a) Evaluasi Berbasis Tujuan, berfokus pada apa yang dicapai anak-anak sebagai
hasil partisipasi dalam program tertentu dan merupakan bentuk evaluasi
formal yang paling umum. Dengan demikian, kriteria yang digunakan untuk
evaluasi adalah spesifik program (dikembangkan dengan mengkaji tujuan dan
sasaran program). Analisis data evaluasi memberikan informasi tentang sejauh
mana tujuan dan sasaran program terpenuhi. Evaluasi dapat dilakukan pada
dua titik dalam program yaitu (1) Evaluasi formatif, digunakan untuk
menentukan efektivitas berbagai aspek program (misalnya, praktik
pengelompokan) selama perubahan program masih dilakukan; dan (2)
Evaluasi sumatif, menentukan efektivitas program secara keseluruhan di
beberapa titik akhir.
b) Evaluasi berbasis standar adalah penilaian suatu program berdasarkan
seperangkat standar (kriteria) yang dikembangkan di luar program tertentu.
Standar ini dapat dianggap bermanfaat oleh asosiasi profesional (misalnya,
Akreditasi Program Anak Usia Dini NAEYC / Akademi Nasional atau Komisi
Akreditasi Nasional untuk Program Pendidikan dan Perawatan Dini), lembaga
pendanaan atau pemantau (misalnya, Tujuan Kinerja Awal Kepala Sekolah),
atau seorang peneliti (misalnya, Skala Penilaian Lingkungan Anak Usia Dini).
Berikut adalah beberapa evaluasi berbasis standar yang berfokus pada
lingkungan kelas atau program secara keseluruhan dan dirancang untuk
mengukur kualitas lingkungan belajar
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang melibatkan satu kesatuan komponen
yang saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan
secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran ditandai
dengan adanya interaksi edukatif yang terjadi, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan.
Interaksi ini berakar dari pihak pendidik dan kegiatan belajar secara paedagogis pada diri
peserta didik, berproses secara sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Agar pembelajaran berjalan secara efisien dan efektif maka diperlukan pengelolaan
(manajemen) yang bagus melalui berbagai pendekatan, metode, dan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abramson, S., Robinson, R., & Ankenman, K. (1995). Project Work with Diverse Students
Adapting Curriculum Based on the Reggio Emilia Approach. Childhood Education, 197-
202.
Adrianto, L. A. (2010). Kinerja tutor dalam proses pembelajaran paket C. Jurnal Ilmiah VISI
PTK-PNF, 5(2), 120-134.
Arikunto, S., & Yuliana, L. (2009). Manajemen Pendidikan. Depok: Graha Cendekia
Arseven, A. (2014). The Reggio Emilia Approach and Curriculum. International Journal of
Academic Research, 6(1), 166-171. doi:10.7813/2075-4124.2014/6-1/B.23
Bowlby, J. (1988). Secure Base. London: Penguin.
Britton, L. (2020). Montessori Play and Learn. Yogyakarta: B First.
Dasopang, M. D., & Pane, A. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Jurnal Kajian Ilmu-ilmu
Keislaman, 3(2), 333-352.
D. Guess, H. A.-C. (1985). Concepts and Issues Related to Choice Making and Autonomy
among Persons with Severe Disabilities. Journal of the Association for Persons with
Severe Handicaps 10, no. 2, 79-86.
Daubert, E. N., Ramani, G. B., & Rubin, K. H. (2018). Play-based learning. Canada:
Encyclopedia on Early Childhood Development.
Decker, F. D. (2014). Planning and Administering Early Childhood Programs Tenth Edition.
United States of America: Pearson.
Digna, C., & Pinto, R. (2007). Contributions from science education research. Springer.
Djalal, F. (2017). Optimalisasi Pembelajaran Melalui Pendekatan, Strategi, dan Model
Pembelajaran. Sabilarrasyad, 2(1), 31-52.
Educational Programs: Early Childhood,” . (n.d.). Retrieved from http://www.
highscope.org/EducationalPrograms/EarlyChildhood/ homepage.htm. .
Epstein, A. (2003). How planning and reflection develop young children’s thinking skills.
Beyond the Journal.
Epstein, A. (2007). The Intentional Teacher: Choosing the Best . Washington, DC: National
Association for the Education of Young Children.
Epstien, A. (2002). How Young Children Learn to Read in High/Scope Programs. Michigan:
High/Scope Educational Research Foundation.
Gagne, R.M., Briggs., L.J., &Wager, W.W. (1992) Principle of instructional design (4th ed).
Orlado: Holt, Rinchart, and Winston
Gettman, D. (1987). Basic Montessori, Learning Activities for Under-Fives. Oxford: ABC Clio
Ltd.
Hall, C. (2013). Implementing a Reggio Emilia inspired approach in a mainstream. Retrieved
from https://ro.ecu.edu.au/theses/1082
HighScope. (2011). Daily routine part 1 – Overview and plan-do-review. . Ypsilanti, MI:
HighScope Research Foundation.
HighScope. (2017). Curriculum components. https://highscope.org/curriculum/preschool/details.
HighScope. (n.d.). HIGHSCOPE preschool curriculum .
Hohmann, M. & Weikart, D. . (2007). Educar a Criança. Lisboa: Fundaça.
Isaacs, B. (2007). Bringing The Montessori Approach To Your Early Years Practice . London &
New York : Routledge .
Iskandar, H. (2015). Pengelolaan Pembelajaran Anak Usia Dini. Jakarta, DKI Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Kardisaputra, H. O. (2002). Penelitian Tentang Manfaat Tujuan Khusus dalam Proses Belajar
Mengajar. Educare Jurnal Pendidikan dan Budaya, 1(2), 10-18.
Lawrence, L. (1998). Montessori: Read and Write. London: Ebury Press.
Liebeck, P. (1984). How Children Learn Mathematics. London: Penguin.
Lillard, P. P. (1972). Montessori A Modern Approach . New York: Schocken Book Inc.
Macleod-Brudenell, I. e. (2004). Advanced Early Years Care and Education. Oxford:
Heinemann.
Mager, R. F. (1962). Preparing Instructional Objectives. Lear Siegler: Fearon Publishers.
Massari, G.-A. (2016). A Handbook On Experiential Education. Pedagogical Guidelines For
Teachers And Parents. Iași: Editura Universității Alexandru Ioan Cuza din Iași.
Montessori, D. M. (1965). Montessori's Own Handbook. New York: Schocken.
Montessori, M. (1966). The Secret of Childhood. In t. M. Costello, The Secret of Childhood (p.
20). Notre Dame, IN: Fides.
Morrison, G. S. (2015). Early Childhood Education Today . Harlow, England: Pearson.
Mulyasa. (2014). Manajemen PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nugraha, A., Nurmiati, Wahyuningsih, S., & Wujiati. (2015). Pedoman Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan
Anak Usia Dini.
Nugraha, A., Ritayanti, U., Siantayani, Y., & Maryati, S. (2018). Pengelolaan Pembelajaran
PAUD. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.
Pal, K. (n.d.). Educational Management. New Delhi: Usi Publication.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137. (2014). Jakarta:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Piaget, J. (1962). Play Dreams and Imitation in Childhood. London: Routledge & Kegan Paul.
Sayekti, T. (2016). Analisis Kurikulum Reggio Emilia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 81-160.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories An Educational Perspective. Boston: Pearson.
Schweinhart, L. J. & Weikart, D. (2010). The HighScope Model of Early. Upper Saddle River,
NJ: Merril.
Stegelin, D. A. (2003). Application of the Reggio Emilia Approach to Early Childhood Science
Curriculum. Early Childhood Education Journal, 30(3), 163-169.
doi:10.1023/A:1022013905793
Syamsuardi, & Hajerah. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran Pada Taman Kanak-kanak.
Journal CARE Children Advisory Research and Education, 5(2).
Syamsudin, E. (2015). NSPK Norma, Standar, Prosedur, Kriteria Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Jakarta, DKI Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini.
Thornton, L., & Brunton, P. (2010). Bringing The Reggio Approach to Your Early Years
Practice. New York: Routledge.
UNICEF. (2018). Learning Through Play Strengthening Learning Through Play in Early
Childhood Education Programmes. New York: United Nations Children’s Fund.
Valentine, M. (2006). The Reggio Approach to Early Years Education. Scotland: Learning and
Teaching Scotland.

Anda mungkin juga menyukai