Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini
Dosen Pengampu:
Di susun oleh:
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Proses Pembelajaran”. Makalah ini ditulis
untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini. Ada berbagai pihak
yang terkait dengan penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah berkenan memberikan kekuatan baik lahir maupun batin dan
kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini
2. Bapak Hapidin dan Ibu Nurbiana Dhieni selaku Dosen mata kuliah Manajemen
Pendidikan Anak Usia Dini
3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah banyak
memberikan kemudahan sehingga makalah ini terselesaikan.
Demikian makalah ini disusun, tentunya kritik dan saran yang membangun untuk makalah
ini sangat dinantikan demi kesempurnaan penulisan rancangan di waktu yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk semua pembacanya khususnya untuk
mahasiswa PAUD.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ……...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1. Latar Belakang................................................................................................................. 1
BAB II Pembahasan
2. Hakikat Proses Pembelajaran.......................................................................................... 3
3. Tujuan dan Ruang Lingkup ........................................................................................... 5
4. Manajemen Proses Pembelajaran.................................................................................... 5
5. Perencanaan Proses Pembelajaran................................................................................... 6
6. Pengorganisasian Proses Pembelajaran........................................................................... 7
7. Pelaksanaan Proses Pembelajaran................................................................................... 8
8. Evaluasi Proses Pembelajaran......................................................................................... 9
BAB III Penutup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen pendidikan merupakan bidang studi dan praktik yang berkaitan dengan
pengoperasian organisasi pendidikan. Manajemen pendidikan sangat memusatkan perhatian
pada maksud atau tujuan pendidikan. Maksud atau tujuan ini memberikan arah yang penting
untuk menopang pengelolaan lembaga pendidikan. Manajemen sekolah, sebagai badan ajaran
pendidikan, terdiri dari sejumlah asas dan ajaran yang terutama berkaitan dengan teknik
prosedur kelas dan sebagian besar berasal dari praktik guru yang berhasil.
Sedangkan menurut Arikunto dan Yuliana (2009) menjelaskan bahwa manajemen
pendidikan yaitu suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan
usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
George Terry (dalam Arikunto dan Yuliana, 2009) mengatakan bahwa ada empat fungsi
pokok manajemen yaitu, perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating), dan pengontrolan (controlling). Menurut Dasopang dan Pane (2017) proses
pembelajaran merupakan suatu sistem yang melibatkan satu kesatuan komponen yang saling
berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif
dan efisien jika dilakukan pengelolaan yang baik pula. Berdasarkan hal tersebut maka penulis
akan menjelaskan lebih mendalam terkait manajemen proses pembelajaran.
Metode pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang dan menyenangkan,
melibatkan unsur bermain, bergerak bernyanyi dan belajar. Beberapa metode yang sering
digunakan untuk proses belajar mengajar. Metode dasar yang bisa digunakan oleh pendidik
hendaknya punya keinginan menyampaikan pengetahuan kepada anak didik.Sehingga
menurut para ahli secara epistemologi: Metode belajar mengajar dapat diartikan sebagai cara-
cara yang dilakukan untuk menyampaikan atau menanamkan pengetahuan kepada anak didik
melalui sebuah kegiatan belajar mengajar, baik di sekolah, rumah, kampus, dll.
Metode adalah cara yang fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Makin baik
metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Dengan demikian tujuan merupakan faktor
utama dalam menetapkan baik tidaknya penggunaan suatu metode.Metode mengajar, selain
faktor tujuan, murid, situasi, fasilitas dan faktor guru turut menentukan efektif tidaknya
penggunaan suatu metode. Karenanya metode mengajar itu banyak sekali dan sulit
menggolong-golongkannya. Lebih sulit lagi menetapkan metode mana yang memiliki
efektifitas paling tinggi. Sebab metode yang “kurang baik” di tangan seorang guru dapat
menjadi metode yang “baik sekali” di tangan guru yang lain dan metode yang baik akan gagal
di tangan guru yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya. Namun demikian, ada sifatsifat
umum yang terdapat pada metode yang satu tidak terdapat pada metode yang lain. Dengan
mencari ciri-ciri umum itu, menjadi mungkinlah untuk mengenali berbagai macam metode
yang lazim dan praktis untuk dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Belajar mengajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Mengingat kegiatan belajar mengajar merupakan
kegiatan yang kompleks, maka tidak mungkin menunjukan dan menyimpulkan bahwa suatu
metode belajar mengajar tertentu lebih unggul dari pada metode belajar mengajar yang
lainnya dalam usaha mencapai semua pelajaran, dalam situasi dan kondisi, dan untuk
selamanya. Untuk itu berikut ini akan dibahas beberapa metode yang dimungkinkan dapat
digunakan dalam pembelajaran pendidikan seperti metode ceramah, metode diskusi, metode
kelompok dan metode campuran. Untuk mencapai hal itu, maka guru harus dapat memilih dan
mengembangkan metode mengajar yang tepat, efisien dan efektif sesuai dengan materi yang
diajarkan. Dengan pemilihan metode yang tepat, maka akan mempengaruhi belajar siswa
dengan baik sehingga siswa benar-benar memahami materi yang akan diberikan. Metode
pembelajaran PAUD adalah cara yang digunakan pendidik dalam melakukan kegiatan
pembelajaran kepada anak untuk mencapai kompetensi tertentu. Metode pembelajaran
dirancang dalam kegiatan bermain yang bermakna dan menyenangkan bagi anak didik.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini
2. Tujuan Khusus
Secara khusus makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui Manajemen Proses
Pembelajaran Anak Usia Dini
BAB II
PEMBAHASAN
b. Ruang Lingkup
Standar Proses Pembelajaran dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.137 Tahun 2014 yaitu kriteria tentang pelaksanaan pembelajaran pada
satuan atau program PAUD dalam rangka membantu pemenuhan tingkat pencapaian
perkembangan yang sesuai dengan tingkat usia anak. Standar Proses tersebut meliputi
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan
pengawasan pembelajaran. Berdasarkan tinjauan tersebut, pada pembahasan ini ruang
lingkup proses pembelajaran meliputi beberapa topik yaitu: Perencanaan proses
pembelajaran, pengorganisasian proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Ruang lingkup ini termasuk menjelaskan
model, pendekatan, dan tahapan proses pembelajaran.
b) Jadwal prasekolah
Anak-anak prasekolah memiliki jadwal paling fleksibel dari semua program
anak usia dini.
2. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu desain atau rancangan yang menggambarkan
proses rincian dan menciptakan situasi lingkungan yang memungkinkan anak berinteraksi
dalam pembelajaran sehingga terjadi perubahan perilaku atau perkembangan pada diri
anak. Model pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan dari proses belajar mengajar. Adapun komponen model pembelajaran
meliputi: konsep, tujuan pembelajaran, materi/tema, langkah-langkah/prosedur, metode,
alat/sumber belajar, dan teknik evaluasi. Penyusunan model pembelajaran di PAUD
didasarkan pada silabus yang dikembangkan menjadi Program semester (Prosem),
Rencana Peleaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM), dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Harian (RPPH). Dengan demikian model pembelajaran merupakan
gambaran konkrit yang dilakukan pendidik dan peserta didik sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat. Beberapa model pembelajaran yang diterapkan di PAUD menurut
Lestariningrum (2017) yaitu. model pembelajaran kelompok dengan pengaman, model
pembelajaran sudut dengan pengaman, model pembelajaran area, dan model
pembelajaran sentra [ CITATION Sya181 \l 14345 ] . Dalam menentukan model pembelajaran
disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik anak, dan budaya lokal.
D. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.137 Tahun 2014,
pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui bermain secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, kontekstual dan berpusat pada anak untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan keleluasaan bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis anak. Pelaksanaan pembelajaran harus
menerapkan prinsip kecukupan jumlah dan keragaman jenis bahan ajar serta alat permainan
edukatif dengan peserta didik dan kecukupan waktu pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan
pembelajaran dilaksanakan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran harian.
Pelaksanaan pembelajaran mencakup: kegiatan pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup. Oleh karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran akan diajabarkan sesuai yang ada
di Indonesia dan menurut para ahli sebagai berikut,
1. Kurikulum 2013
a. Metode Pembelajaran
Beberapa metode pembelajaran yang dianggap sesuai untuk TK, di antaranya
adalah sebagai berikut.
(a)Bercerita
Bercerita adalah cara bertutur dan menyampaikan cerita secara lisan. Cerita harus
diberikan secara menarik. Anak diberi kesempatan untuk bertanya dan
memberikan tanggapan. Pendidik dapat menggunakan buku sebagai alat bantu
bercerita.
(b)Demonstrasi
Demonstrasi digunakan untuk menunjukkan atau memeragakan cara untuk
membuat atau melakukan sesuatu.
(c)Bercakap-cakap
Bercakap-cakap dapat dilakukan dalam bentuk tanya jawab antara pendidik dan
peserta didik atau antara anak.
(d)Pemberian tugas Pemberian tugas dilakukan oleh pendidik untuk memberi
pengalaman yang nyata kepada anak baik secara individumaupun secara
berkelompok.
(e)Sosio-drama/bermain peran
Sosio-drama atau bermain peran dilakukan untuk mengembangkan daya
khayal/imajinasi, kemampuan berekspresi, dan kreativitas anak yang diinspirasi
dari tokoh-tokoh atau benda-benda yang ada dalam cerita.
(f) Karyawisata
Karyawisata adalah kunjungan secara langsung ke objek-objek di lingkungan
kehidupan anak yang sesuai dengan tema yang sedang dibahas.
(g)Proyek
Proyek merupakan suatu tugas yang terdiri atas rangkaian kegiatan yang diberikan
oleh pendidik kepada anak, baik secara individu maupun secara berkelompok
dengan menggunakan objek alam sekitar maupun kegiatan sehari-hari.
(h)Eksperimen
Eksperimen merupakan pemberian pengalaman nyata kepada anak dengan
melakukan percobaan secara langsung dan mengamati hasilnya
b. Model Pembelajaran
Beberapa model pembelajaran PAUD yang diterapkan di Indonesia menurut
Lestariningrum (2017) yaitu,
1) Model pembelajaran kelompok berdasarkan sudut-sudut kegiatan
Model pembelajaran ini perlu disediakan sudut-sudut kegiatan untuk
dipilih oleh anak berdasarkan minatnya sebagai pusat kegiatan pembelajaran.
Alat-alat yang disediakan harus bervariasi karena minat anak yang beragam.
Alat tersebut juga harus sering diganti disesuaikan dengan tema dan sub tema
yang akan di bahas. Alat-alat yang diperlukan pada pembelajaran kelompok
dengan sudut-sudut kegiatan diatur sedemikian rupa di dalam ruangan atau kelas
dan disusun menurut sifat dan tujuan kegiatannya. Sudut-sudut kegiatan yang
dimaksud sebagai berikut:
(a) Sudut Keluarga, alat-alat yang disediakan antara lain adalah meja kursi
tamu, meja kursi makan, peralatan makan, tempat tidur, dan kelengkapannya,
lemari pakaian, lemari dapur, rak pirinh, peralatan masak (kompor, dll),
setrika, cermin, bak cucian/ember, papan cucian, celemek, dan boneka.
(b) Sudut Alam Sekitar, merupakan alat-alat yang disediakan antara lain,
aquarium beserta kelengkapannya, timbangan, biji-bijian dengan tempatnya,
batu-batuan, gambar proses pertumbuhan binatang, gambar proses
pertumbuhan tanaman, magnet, kaca pembesar, benda-benda laut seperti
kulit kerang, meja untuk tempat benda-benda yang menjadi objek
pengetahuan, dan alat-alat untuk menyelidiki alam sekitar.
(c) Sudut pembangunan, alat-alat yang disediakan antara lain yaitu alat-alat
permainan konstruksi seperti balok-balok bangunan, alat pertukangan, rak-
rak tempay balok, macam-macam kendaraan kecil, permainan lego, menara
gelang, permainan pola, dan kotak menara
(d) Sudut Kebudayaan, alat-alat yang disediakan antara lain yaitu peralatan
music/perkusi, rak-rak buku perpustakaan, buku-buku bergambar, (seri
binatang, seri buah-buahan, seri bunga-bungaan), buku-buku pengetahuan,
peralatan untuk kreativitas, alat-alat untuk pengenalan bentuk warnam
konsep bilangan, dan simbol-simbol
(e) Sudut Ke-Tuhanan, alat-alat yang disediakan antara lain maket-maket
rumah obadah (masjid, gereja, pra, wihara), peralatan ibadah agama, dan
gambar-gambar keagamaan
2) Model pembelajaran kelompok berdasarkan kegiatan pengaman
Dalam model ini anak-anak dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok (tiga atau empat kelompok sesuai minat dan jumlah anak) dengan
kegiatan yang berbeda-beda. Salah satu kelompok melakukan kegiatan bersama
pendidik dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan anak secara individu.
Jenis kegiatannya adalah Pemahaman konsep dan materi yang memiliki tingkat
kesulitan. Hal ini dilakukan secara bergiliran sehingga Setiap anak. mendapat
kesempatan melakukan kegiatan bersama pendidik. Pada saat anak melakukan
kegiatan bersama pendidik kelompok tersebut, kelompok lain melakukan
kegiatan yang dapat dikerjakan secara mandiri tanpa lepas dari pengawasan
pendidik. Seluruh hasil kegiatan yang telah dilakukan anak baik di kelompok
yang melakukan kegiatan bersama pendidik maupun yang mandiri menjadi
bahan evaluasi pendidik dalam menentukan ketercapaian kemampuan anak.
Anak yang sudah selesai melakukan kegiatan lebih cepat daripada
temannya dapat memilih kegiatan yang diminatinya di kelompok lain. Apabila
tidak tersedia tempat, anak boleh bermain di kegiatan pengamanan yang sudah
disiapkan pendidik. Alat-alat bermain atau sumber belajar pada kegiatan
pengamanan antara lain adalah balok balok bangunan mainan konstruksi
macam-macam kendaraan, kota menara, alat pertukangan, pagar, dan permainan
bola. Anak yang sudah selesai melakukan kegiatan lebih cepat daripada
temannya dapat memilih kegiatan yang diminatinya di kelompok lain. Apabila
tidak tersedia tempat, anak boleh bermain di kegiatan pengaman yang sudah
disiapkan pendidik. Alat-alat bermain atau sumber belajar pada kegiatan
pengamanan antara lain adalah balok balok bangunan mainan konstruksi
macam-macam kendaraan, kotamenara, alat pertukangan, pagar, dan permainan
pola. Berikut ilustrasi model pembelajaran kelompok berdasarkan kegiatan
pengaman,
3) Model pembelajaran berdasarkan area
Pada model ini anak diberi kesempatan untuk memilih atau melakukan
kegiatan sendiri sesuai minatnya model ini menekankan pada prinsip:
(1) Memberi pengalaman pembelajaran bagi setiap anak
(2) Membantu anak membuat pilihan dan keputusan melalui aktivitas di dalam
area area yang disiapkan
(3) Adanya keterlibatan keluarga dalam proses pembelajaran
Pembelajaran pada model ini menggunakan 10 area. Dalam 1 hari dapat
dibuka minimal 3-4 area pada arah yang dibuka di siapkan alat peraga dan
sarana pembelajaran yang sesuai dengan RPPH yang telah disusun. Adapun ke-
10 area tersebut adalah area agama, area balok, area berhitung/matematika, area
IPA, area bahasa, area membaca dan menulis, area drama, area pasir atau air,
serta area seni dan motorik.
4) Model pembelajaran berdasarkan sentra
Pada model ini kegiatan pembelajaran dilakukan di sentra-sentra di mana
pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator yang memberi pijakan-
pijakan (Scaffolding). Kegiatan pembelajaran tertata dalam urutan yang jelas
mulai dari penataan lingkungan main sampai pijakan-pijakan; (1) sebelum, (2),
selama, dan (3) sesudah main.
Ada tujuh sentra pembelajaran yaitu sentra bahan alam dan sains, sentra
balok, sentra seni, sentra bermain peran, sentra persiapan, sentra agama, dan
sentra musik.
c. Pendekatan Pembelajaran
(1) Proses Pendekatan Saintifik
Ada beberapa proses saintifik. Proses saintifik merupakan rangkaian mencari
tahu dengan cara menjelajah melalui tahapan seperti gambar di bawah,
Mengkomunikasikan
Menalar Mengamati
Proses
Saintifik
Mengumpulkan
Informasi
Menanya
(a) Mengamati
Mengamati berarti kegiatan menggunakan semua indera (penglihatan,
pendengaran, penghiduan, peraba, dan pengecap) untuk mengenali suatu benda
yang diamatinya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam proses
mengamati maka semakin banyak informasi yang diterima dan diproses dalam
otak anak. Guru berperan sebagai pengamat dan pendukung/fasilitator bukan
sebagai instruktur.
Kegiatan mengamati dapat menggunakan berbagai macam media untuk
obyek tertentu baik di dalam atau di luar kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan
sendiri atau bersama-sama sesuai tema yang sedang dibahas. Proses mengamati
penting untuk membangun pengetahuan awal anak tentang suatu benda atau
kejadian. Guru dapat menuliskan disertai gambar sederhana tentang pengetahuan
yang sudah disebutkan anak tadi. Proses mengamati juga untuk membangun
minat anak mengetahui lebih banyak tentang sesuatu yang diamatinya.
(b) Menanya
Menanya merupakan proses berfikir yang didorong oleh minat
keingintahuan anak tentang suatu benda atau kejadian. Pada dasarnya anak
senang bertanya. Anak akan terus bertanya sampai rasa penasarannya terjawab.
Seringkali orang tua dan guru mematahkan rasa keingintahuan anak dengan
menganggap anak yang cerewet. Menanya sebagai proses menggali pengetahuan
baru. Guru dapat membantu anak untuk menyusun pertanyaan yang ingin
mereka ketahui. Di tahap menanya, guru perlu bersabar. Terkadang anak
menyampaikan keingintahuannya tidak dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya:
Aldi, “kelincinya putih semua” lalu bu Aristi menyempurnakan kalimat Aldi,
“Aldi mau bertanya, apakah semua kelinci berwarna putih?” Cara guru
mengulang perkataan anak, menunjukkan contoh atau pemodelan cara bertanya.
Hal ini mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Saat guru menuliskan
semua pertanyaan anak, guru tidak perlu menjawabnya, tetapi ajaklah anak
untuk mencari jawabannya ke berbagai sumber.
(d) Menalar
Proses menalar untuk anak usia dini menghubungkan atau mencocokkan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengalaman baru yang
didapatkannya.
Proses asosiasi dapat terlihat saat anak mampu:
(a) Menyebutkan persamaan: “Telinga kelinci panjang seperti telinga kambing”
(b) Menyebutkan perbedaan: “Tapi telinga kelinci ujungnya ke atas, kalau telinga
kamping ujungnya ke bawah.”
(c) Mengelompokkan: “Kelinci itu kakinya empat, seperti kodok, kambing,
kucing, dan anjing”
(d) Membandingkan: “yang lompatnya paling cepat pastilah kanguru”
Sebagian besar anak mengalami kesulitan untuk membuat hubungan satu
benda dengan benda lain atau satu kejadian dengan kejadian lain. Guru bisa
membantu membangun pemahaman anak dengan mengajukan pertanyaan.
(e) Mengkomunikasikan
Mengomunikasikan adalah proses penguatan pengetahuan/keterampilan
baru yang didapatkan anak. Mengomunikasikan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya bahasa lisan, gerakan, hasil karya. Dukungan guru yang
tepat akan menguatkan pemahaman anak terhadap konsep atau pengetahuannya,
proses berpikir kritis dan kreatifnya terus tumbuh. Sebaliknya bila guru
mengabaikan pendapat anak atau menyalahkannya maka keinginan untuk
mencari tahu dan mencoba hal baru menjadi hilang.
.
Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Berbagai Model Pembelajaran
d. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dalam tahapan kegiatan
pembukaan, inti dan penutup.
1) Kegiatan Pembukaan
Kegiatan pembukaan dilakukan untuk menyiapkan anak secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran. Kegiatan ini berhubungan dengan
pembahasan sub tema atau sub-sub tema yang akan dilaksanakan. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: Bermain (motorik kasar), berbaris,
mengucap salam, berdoa, dan bercerita atau berbagi pengalaman.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan upaya kegiatan bermain yang memberikan pengalaman
belajar secara langsung kepada anak sebagai dasar pembentukan sikap, perolehan
pengetahuan dan keterampilan. Kegiatan inti memberikan ruang yang cukup bagi
anak untuk berinisiatif, kreatif, dan mandiri sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhan anak. Kegiatan inti dilaksanakan dengan pendekatan saintifik meliputi
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan.
(a) Mengamati
Mengamati dilakukan untuk mengetahui objek di antaranya dengan
menggunakan indera seperti melihat, mendengar, menghidu, merasa, dan
meraba
(b) Menanya
Anak didorong untuk bertanya, baik tentang objek yang telah diamati maupun
hal lain yang ingin diketahui.
(c) Mengumpulkan Informasi
Mengumpulkan informasi dilakukan melalui beragam cara, misalnya: dengan
melakukan, mencoba, mendiskusikan dan menyimpulkan hasil dari berbagai
sumber.
(d) Menalar
Menalar merupakan kemampuan menghubungkan informasi yang sudah
dimiliki dengan informasi yang baru diperoleh sehingga mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang suatu hal.
(e) Mengomunikasikan
Mengomunikasikan merupakan kegiatan untuk menyampaikan hal-hal yang
telah dipelajari dalam berbagai bentuk, misalnya melalui cerita, gerakan, dan
dengan menunjukkan hasil karya berupa gambar, berbagai bentuk dari adonan,
boneka dari bubur kertas, kriya dari bahan daur ulang, dan hasil anyaman.
3) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan yang bersifat penenangan. Beberapa hal
yang dapat dilakukan dalam kegiatan penutup di antaranya adalah: (1) Membuat
kesimpulan sederhana dari kegiatan yang telah dilakukan, termasuk di dalamnya
adalah pesan moral yang ingin disampaikan; (2) Nasihat-nasihat yang mendukung
pembiasaan yang baik; (3) Refleksi dan umpan balik terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan; (4) Membuat kegiatan penenangan seperti bernyanyi,
bersyair, dan bercerita yang sifatnya menggembirakan; dan, (5)
Menginformasikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.
2. Reggio Emilia
a. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Reggio Emilia merupakan pendekatan pembelajaran yang
menjadikan metode proyek sebagai metode utama dalam pembelajaran [ CITATION
Abr95 \l 14345 ]. Metode proyek merupakan suatu proses pendidikan yang menarik
yaitu murid memecahkan masalah penting berupa pekerjaan besar secara bersama-
sama dalam satu tim dan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu,
pendekatan Reggio Emilia terhadap pendidikan anak usia dini berkomitmen terhadap
pembuatan lingkungan untuk pembelajaran yang akan meningkatkan dan
memudahkan pembentukan kekuatan berpikir anak-anak melalui pembentukan semua
ekspresi, komunikasi dan bahasa kognitif atau “through the synthesis of all the
expressive, communicative and cognitive languages”.
Pendekatan Reggio Emilia memandang bahwa belajar sebagai sebuah
perjalanan dan pendidikan sebagai usaha membangun hubungan dengan orang-orang
serta menciptakan hubungan antara ide-ide dan lingkungan. Inti dari seluruh
pendekatan adalah gambaran bahwa seorang anak sebagai seseorang yang
mempunyai hak dan sebagai seseorang yang kompeten, pelajar aktif, terus menerus
membangun dan menguji teori tentang dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya. Oleh
sebab itu, Reggio Emilia menempatkan komunikasi dan mendengarkan terhadap
anak-anak kecil sebagai hal yang penting [ CITATION Say16 \l 14345 ].
Dalam penerapan Reggio Emilia tentu saja mengarah kepada prinsip-prinsip
yang mengacu kepada proses pendidikan yang ada. Prinsip-prinsip dari reggio emilia
tersebut adalah sebagai berikut: (1) Citra diri anak; (2) Hubungan dan Kerja sama;
(3) Lingkungan sebagai guru ketiga; (4) Seni ekspresif (Seratus Bahasa); (5)
Progettazione; (6) Peran Guru, Guru sebagai pembelajar; dan (7) Dokumentasi,
[ CITATION Hal \l 14345 ].
1) Citra diri anak
Filsafat Reggio Emilia mengakui anak sebagai pembelajar yang ingin tahu
dan kuat sejak lahir. Prinsip ini mengakui bahwa anak memiliki potensi tinggi
untuk belajar dan berubah saat mereka terhubung dan berinteraksi dalam konteks
budaya dan sosial mereka. Hal ini menuntut proses mendengarkan yang aktif di
antara orang dewasa, anak-anak, dan lingkungan serta mendukung konteks semua
hubungan pembelajaran. Proses mendengarkan yang berkelanjutan ini juga
diperlukan untuk refleksi, dialog, keterbukaan dan meninjau kembali ide-ide yang
memancing teori dan ide untuk dikenali oleh anak-anak dan guru.
Dalam Pendekatan Reggio, mendengarkan anak melibatkan perhatian yang
cermat terhadap apa yang mereka katakan dan pikirkan, dan menanggapi gagasan
mereka dengan serius. Orang dewasa memperhatikan dan mendengarkan dengan
cermat apa yang anak-anak lakukan dan katakan serta menggunakan pengamatan
mereka untuk membimbing dan memperluas pembelajaran setiap anak. Anak-
anak didorong untuk belajar dari satu sama lain. Mereka bekerja dan bermain
bersama dalam kelompok-kelompok kecil sejak usia dini. Mereka belajar untuk
mendengarkan sudut pandang satu sama lain dan untuk menghormati pandangan
dan perasaan orang lain.
7) Dokumentasi
Dokumentasi proses belajar anak sangat penting untuk peran guru dalam
pendekatan Reggio Emilia. Dalam pendekatan ini, dokumentasi pendidikan
merupakan proses kompleks yang berlangsung selama pembelajaran anak. Ini
termasuk pekerjaan proyek anak-anak dan ditempatkan pada ketinggian anak-anak
dan orang dewasa sebagai fitur menonjol dari sekolah dan pusat Reggio Emilia.
Reggio Emilia mempengaruhi pendidik, diminta untuk mengamati,
mendokumentasikan, dan menganalisis perjalanan belajar anak-anak dan
menggunakan proses ini untuk membuat keputusan tentang bagaimana
membimbing pembelajaran mereka di masa depan. Guru berbagi dan
mendiskusikan dokumentasi ini untuk secara kolaboratif menafsirkan dan
mengevaluasi setiap proses pembelajaran. Ini, pada gilirannya, menghargai
potensi setiap anak dan menggarisbawahi hubungan timbal balik antara belajar
dan mengajar (Hendrick; Rinaldi, dalam Hall 2013).
Dokumentasi diguanakan untuk mencatat kemajuan dan perkembangan
dengan membantu guru untuk melihat dan memahami pembelajaran masing-
masing anak, serta mengakui kontribusi yang mereka berikan pada pembelajaran
seluruh kelompok; hargai gagasan anak-anak dengan memperhatikan cara karya
anak-anak disajikan dan dibagikan; mendorong anak-anak untuk berefleksi
dengan memberi mereka kesempatan untuk meninjau kembali pengalaman
mereka sebelumnya dan mengembangkan pemahaman mereka tentang proses
belajar mereka sendiri; membantu perencanaan dengan menyarankan kepada guru
sumber daya, pengalaman atau keterampilan mana yang akan ditawarkan kepada
anak-anak berikutnya; libatkan orang tua dengan memberikan informasi tentang
kehidupan pusat-pusat tersebut, membantu mereka untuk lebih memahami tentang
pembelajaran anak mereka; menambah pengembangan profesional guru dengan
menghasilkan bukti
b. Prosedur Pembelajaran
1) Tahapan Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada Reggio Emilia menekankan pada pengembangan
hubungan timbal balik cinta dan kepercayaan antara orang dewasa dan anak dan
antara anak-anak itu sendiri. Pembelajaran selalu berlangsung dalam pengaturan
kelompok karena pendidik Reggio melihat interaksi dan pertimbangan sudut
pandang yang berbeda menjadi dasar proses pembelajaran. Menurut Valentine
(2006) dalam proses pembelajaran langkah yang dilakukan guru yaitu
a) Guru berusaha untuk mengenal setiap anak sebagai individu dan untuk
menciptakan hubungan saling percaya di mana pembelajaran dapat
berlangsung.
b) Guru berusaha untuk mendukung dan mendorong anak dalam perjalanan
belajar, mendorong mereka untuk berefleksi dan bertanya. Dalam pengertian
ini, peran guru bukanlah untuk menyebarkan informasi atau sekedar
mengoreksi. Sebaliknya, guru seperti alat yang digunakan anak-anak pada
saat paling dibutuhkan. Kadang-kadang mereka mungkin mengamati; di saat
lain mereka bertindak sebagai rekan penyelidik atau juru tulis. Mereka
mungkin menantang atau memprovokasi ide melalui penggunaan pertanyaan
terbuka dan berbagai macam provokasi. Memang, tahap fundamental dalam
progettazione adalah mengetahui bagaimana meluncurkan kembali ide atau
konsep dengan anak-anak dengan cara yang memprovokasi mereka untuk
membawa pemahaman dan pengalaman mereka ke tingkat berikutnya.
c) Ada rasa hormat yang sangat besar terhadap teori dan hipotesis anak-anak itu
sendiri. Mengizinkan anak-anak membuat kesalahan dalam upaya mereka
untuk memecahkan masalah dianggap mendasar proses pembelajaran. Guru
tidak cepat mengintervensi (campur tangan) setiap masalah yang di hadapi
anak. Memang, membiarkan anak-anak melakukan perjalanan sepanjang apa
yang orang dewasa anggap 'salah jalan' dan mendorong anak-anak untuk
menyadari hal ini secara mandiri dianggap sebagai strategi pembelajaran yang
penting, meskipun kontroversial. Melalui pengamatan dan evaluasi bukti
yang cermat, guru belajar untuk menilai kapan intervensi paling tepat. Hanya
jika waktu diambil untuk membangun hubungan yang erat dan saling percaya
dengan anak-anak sehingga guru menjadi percaya diri dalam peran ini. Ini
tetap menjadi salah satu alasan utama guru dan anak-anak tetap tinggal
bersama selama tiga tahun.
d) Guru juga merupakan peneliti tentang cara anak-anak belajar. Memang,
tempatnya penelitian yang sedang berlangsung di dalam kelas telah tumbuh
dan berkembang secara signifikan selama bertahun-tahun.
Oleh karena itu pendidik harus mengamati proses belajar anak sedekat
mungkin. Dengan mengamati, guru menjalin hubungan dengan anak. Pendidik
Reggio menghabiskan banyak waktu mengamati anak-anak yang bekerja dalam
kelompok kecil dalam upaya untuk lebih dekat dengan pemahaman anak-anak.
Proses observasi dianggap parsial dan subyektif, oleh karena itu perlu dilakukan
observasi dan observasi ulang serta mempertimbangkan sudut pandang yang
berbeda-beda.
Proses pembelajaran dijelaskan oleh Thornton and Brunton (2010):
a) Provokasi, pertanyaan dan menunggu waktu.
Sebuah provokasi diperkenalkan kepada anak-anak - ini adalah rangsangan
atau provokator pemikiran yang mengundang keheranan, keingintahuan dan
penyelidikan. Ini bisa berupa, misalnya, foto matahari terbenam, daun
raksasa, atau cangkang siput bergaris. Anak-anak dan orang dewasa akan
mengajukan pertanyaan dan kemudian menunggu waktu, memungkinkan
anak-anak mengemukakan gagasan dan teori mereka.
Untuk mendorong anak-anak mengajukan pertanyaan, Guru perlu:
(1) Memberi mereka banyak kesempatan;
(2) Tunjukkan, dengan kata-kata dan bahasa tubuh Anda, bahwa Anda
menghargai jawaban mereka;
(3) Beri anak-anak waktu untuk berpikir dan menanggapi pertanyaan
yang Anda ajukan - jangan tergoda untuk mengisi keheningan;
(4) Dengarkan jawaban anak-anak sebelum mengajukan pertanyaan
berikutnya;
(5) Menjadi panutan dengan berpikir keras, mengajukan pertanyaan pada
diri sendiri seperti, 'Aku bertanya-tanya mengapa…?', 'Apa yang akan
terjadi jika…?'
b) Mengembangkan ide proyek dan memberi nama proyek.
Banyak di antara nama proyek dipilih oleh anak-anak sendiri. Misalnya,
'semuanya memiliki bayangan kecuali semut', 'Hidungku penuh seperti
dunia', 'Monumen untuk mewarnai' atau 'Kuda yang sedang jatuh cinta'.
Untuk mengembangkan ide dan teori anak, perlu menyediakan iklim di
mana anak percaya diri untuk bertanya, mencari penjelasan, dan
mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan memecahkan masalah.
c) Melaksanakan proyek, dan
Sekelompok kecil anak-anak yang sangat antusias dengan ide tersebut
mengambil tanggung jawab untuk proyek tersebut. Pengerjaan proyek
dilakukan di ruang kelas, di studio atau di studio mini setiap hari selama
diperlukan.
d) Mendokumentasikan proyek, tentunya pendokumentasian proyek akan
dilakukan dari awal.
2) Alokasi Waktu
a) Infant-Toddler
b) Preschool
3. Maria Montessori
a. Pendekatan Montessori
Metode Montessori telah dan sangat populer di seluruh dunia dengan
profesional dan orang tua anak usia dini. Pendekatan Montessori dirancang untuk
mendukung perkembangan alam anak-anak di lingkungan yang dipersiapkan dengan
baik. Prinsip dasar ini adalah dasar dari metode Montessori. Secara keseluruhan,
mereka merupakan model yang kuat untuk membantu semua anak belajar
sepenuhnya dan yang terpenting sopan dan kemudian kita mengharapkan mereka
berperilaku baik, mengetahui sepanjang waktu seberapa kuat naluri meniru mereka
dan betapa peka dan kagum anak terhadap pendidik.
Guru menunjukkan rasa penghargaan kepada anak-anak ketika mereka
membantu mereka melakukan sesuatu dan belajar sendiri. Ketika anak-anak memiliki
pilihan, mereka dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk otonomi pembelajaran yang efektif, dan harga diri yang
positif. Lima prinsip dasar secara adil dan akurat mewakili bagaimana pendidik
Montessori menerapkan metode Montessori dalam berbagai jenis program di seluruh
Amerika Serikat. Lima prinsip dasar pendidikan anak tersebut meliputi pikiran yang
mudah menyerap, menghargai anak, periode sensitif, lingkungan yang di disiapkan
dan belajar otodidak [ CITATION Geo15 \l 1057 ].
1) Menghargai anak
Rasa menghargai terhadap anak adalah landasan di mana semua prinsip
Montessori lainnya Namun, pada dasarnya, tidak ada aturan khususnya pendidik
harus menghargai anak-anak. Akan tetapi dengan cara oti dapat membuat anak
mengikuti guru tanpa memperhatikan kebutuhan khusus mereka. (Sesungguhnya
pendidik telah mengawasi anak) dan kemudian pendidik mengharapkan mereka
untuk berperilaku baik, mengetahui bahwa selama ini kemampuan memanipulasi
anak kuat dan betapa peka dan kagum anak terhadap pendidik. Anak akan meniru
pendidik dalam hal apapun. Maka selayaknya pendidik memberikan perlakukan
dengan segala kebaikan yang secara tidak langsung membantu perkembangan
anak [ CITATION DrM65 \l 1057 ].
Guru menunjukkan rasa penghargaan kepada anak-anak ketika mereka
membantu mereka melakukan sesuatu dan belajar sendiri. Ketika anak-anak
memiliki pilihan, mereka dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuan
yang diperlukan untuk otonomi pembelajaran yang efektif, dan harga diri yang
positif.
2) Pikiran yang mudah menyerap
Montessori percaya bahwa anak-anak belajar dari diri mereka sendiri.
Dapat dikatakan bahwa orang dewasa memperoleh pengetahuan dengan
menggunakan pikirannya, tetapi anak menyerap pengetahuan langsung ke dalam
kehidupan psikisnya. Hanya dengan pengalaman kehidupannya, anak juga belajar
berbicara bahasa ibunya[ CITATION Mon66 \l 1057 ]. Ini adalah konsep
pikiran penyerap. Gagasan bahwa pikiran anak-anak muda menerima dan mampu
belajar. Anak belajar secara tidak sadar dengan mengambil informasi dari
lingkungan.
Montessori ingin kita memahami bahwa anak-anak tidak dapat membantu
belajar. Hanya dengan hidup, anak-anak belajar dari lingkungan mereka. Anak-
anak dilahirkan untuk belajar, dan mereka adalah sistem pembelajaran yang luar
biasa. Anak-anak belajar karena mereka berpikir sebagai manusia. Tetapi apa
yang mereka pelajari sangat tergantung pada guru, pengalaman, dan lingkungan
mereka. Guru anak usia dini menekankan gagasan bahwa anak-anak dilahirkan
belajar dan dengan kesiapan dan kemampuan belajar yang konstan.
3) Periode Sensitif
Montessori percaya ada periode sensitif ketika anak-anak lebih rentan
terhadap perilaku tertentu dan dapat belajar keterampilan khusus dengan lebih
mudah. Waktu yang relatif singkat di mana pembelajaran kemungkinan besar
terjadi. Juga disebut periode kritik segmen DVD, amati lingkungan yang
disiapkan, cara mengaturnya, dan cara itu membantu anak-anak mengendalikan
pembelajaran mereka sendiri.
Periode sensitif mengacu pada sensibilitas khusus yang diperoleh
makhluk dalam keadaan infantilnya, sementara itu masih dalam proses
evolusi. Ini adalah disposisi sementara dan terbatas pada akuisisi sifat
tertentu. Setelah sifat atau karakteristik ini diperoleh, sensibilitas khusus
menghilang.
Meskipun semua anak mengalami periode sensitif yang sama (misalnya,
periode sensitif untuk menulis), urutan dan waktu bervariasi untuk setiap
anak. Salah satu peran guru adalah menggunakan pengamatan untuk mendeteksi
waktu sensitivitas dan memberikan pengaturan untuk pemenuhan yang optimal.
4) Lingkungan yang Disiapkan
Montessori berpendapat bahwa anak-anak belajar yang terbaik
di lingkungan yang disiapkan, tempat di mana anak-anak dapat melakukan hal-
hal untuk diri mereka sendiri. Lingkungan yang disiapkan membuat materi
pembelajaran dan pengalaman tersedia untuk anak-anak dalam format yang
teratur. Ruang kelas atau ruang lain yang diatur dan diselenggarakan untuk
mendukung pembelajaran secara umum dan/atau pengetahuan dan keterampilan
khusus.
Ruang kelas yang dijelaskan Montessori benar-benar apa yang dianjurkan
oleh pendidik ketika mereka berbicara tentang pendidikan yang berpusat pada
anak dan pembelajaran aktif. Kebebasan adalah karakteristik penting dari
lingkungan yang dipersiapkan untuk anak. Karena anak-anak di lingkungan bebas
untuk mengeksplorasi bahan pilihan mereka sendiri, mereka menyerap apa yang
mereka temukan di sana.
5) Pendidikan Otodidak
Montessori menamai konsep bahwa anak-anak mampu mendidik diri,
belajar otodidak (juga dikenal sebagai pendidikan diri). Anak-anak yang secara
aktif terlibat dalam lingkungan yang siap dan yang menggunakan kebebasan
memilih secara harfiah mendidik diri mereka sendiri. Guru Montessori
menyiapkan ruang kelas agar anak-anak belajar secara otodidak.
b. Perencanaan Proses Pembelajaran
Dalam mengembangkan program pendidikan, tingkat konsultasi dengan anak-
anak, orang tua dan guru harus dicari untuk memastikan layanan Pra-Sekolah tentang
kebutuhan dan minat individu atau anak-anak. Program harus mencakup kegiatan
yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak individu yang merangsang potensi
sosial, fisik, emosional, kognitif, bahasa, dan kreatif setiap anak. Ini harus mencakup
keseimbangan pengalaman indoor dan outdoor [CITATION Kel12 \l 1057 ].
Perencanaan dan Penilaian untuk Pembelajaran didasarkan pada pengamatan
yang diambil oleh pendidik dan ditafsirkan menjadi pengalaman yang
direncanakan. Setelah pengalaman yang direncanakan disajikan kepada anak,
pendidik akan mengevaluasi hasil belajar pengalaman dan menyarankan cara-cara di
mana pengalaman dapat diperluas untuk perancah pembelajaran dan perkembangan
anak individu.
Pemrograman dan Perencanaan di Pra-Sekolah didasarkan pada pengamatan
ketat anak-anak di tempat belajar dan bermain dan interaksi / hubungan mereka
dengan anak-anak lain. Ini harus mengintegrasikan setiap dimensi pengalaman anak-
anak yang mencakup rutinitas sehari-hari, lingkungan fisik, hubungan dan interaksi,
bahan untuk bermain dan pengalaman dan peluang khusus. Perencanaan beragam
dan terus berkembang. Ini dapat memperkirakan kemungkinan dengan pengalaman
anak-anak mencatat dan kemudian digunakan untuk refleksi dan evaluasi.
Dalam mengembangkan metode untuk perencanaan dalam konsultasi dengan
Pemimpin Pendidikan dan Direktur Pra-Sekolah. Berikut ini Pendidik
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
• Proses pengamatan dan dokumentasi yang cermat.
• Interaksi dan hubungan dengan anak-anak, keluarga, dan staf lainnya.
• Munculnya dan kemajuan proyek.
• Kontribusi anak-anak.
• Kontribusi keluarga.
• Kontribusi.
• Catatan Anekdot.
• Daftar Periksa Perkembangan Montessori.
• Entri ke dalam Jurnal Refleksi Ruangan (ditinjau pada pertemuan staf selama
dua minggu, perencanaan dan tindakan yang sesuai ditindaklanjuti).
Waktu bebas anak untuk merencanakan dan mendokumentasikan penilaian
untuk pembelajaran harus dimasukkan ke dalam jadwal kerja staf kontak
utama. Penghargaan untuk Guru memungkinkan selama dua jam per minggu waktu
non-kontak untuk pemrograman. Meskipun tidak diberikan oleh penghargaan untuk
Pekerja Penitipan Anak dan klasifikasi selain Guru Anak Usia Dini, diharapkan
semua staf penitipan anak terlibat dalam pemrograman untuk kebutuhan anak
individu; oleh karena itu jika memungkinkan beberapa waktu luang anak harus
diizinkan bagi semua staf untuk merencanakan pemrograman ini.
c. Metode dalam Kegiatan Montessori
Dalam lingkungan, bahan, dan kegiatan yang disiapkan menyediakan tiga
bidang dasar keterlibatan anak [ CITATION Geo15 \l 1057 ] :
1. Kehidupan praktis atau pendidikan motorik
2. Bahan sensorik untuk melatih indera
3. Materi akademik untuk menulis, membaca, dan matematika
Semua kegiatan ini diajarkan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
1. Kehidupan Praktis
Lingkungan yang disiapkan dalam mendukung kegiatan dasar,
kehidupan praktis, seperti berjalan dari satu tempat ke tempat lain dengan tertib,
membawa benda-benda seperti nampan dan kursi, menyapa pengunjung, dan
belajar keterampilan perawatan diri. Misalnya, bingkai berpakaian dirancang
untuk menyempurnakan keterampilan motorik yang terlibat dalam kancing,
zipping, lacing, buckling, dan mengikat. Filosofi untuk kegiatan seperti ini
adalah membuat anak mandiri dan mengembangkan konsentrasi.
Lingkungan yang disiapkan Montessori membuat bahan dan
pengalaman tersedia bagi anak-anak untuk dijelajahi sendiri.
Kegiatan kehidupan praktis diajarkan melalui empat jenis latihan yang
berbeda:
a) Merawat diri sendiri, seperti kegiatan mengganti pakaian, menyemir
sepatu, dan mencuci tangan
b) Merawat lingkungan, misalnya,membersihkan, mengelap meja, dan
menyiram tanaman.
c) Hubungan sosial, pelajaran dalam kasih karunia dan kesopanan.
d) Analisis dan kontrol gerakan, kegiatan lokomotor seperti berjalan dan
menyeimbangkan
2. Materi Sensorik
Materi pembelajaran Montessori dirancang untuk mempromosikan pembelajaran melalui
indera dan untuk melatih indera untuk belajar. Bahan sensorik adalah di antara mereka yang
ditemukan di kelas khas Montessori. Materi untuk pelatihan dan mengembangkan indera
memiliki karakteristik ini:
4. High Scoope
a. Pendekatan High/Scope
Pendekatan pendidikan High/Scope menekankan "pembelajaran partisipatif
aktif." Pembelajaran aktif berarti siswa memiliki pengalaman langsung dan langsung
dengan orang, objek, acara, dan ide. Minat dan pilihan anak-anak adalah inti dari
program HighScope. Mereka membangun pengetahuan mereka sendiri melalui
interaksi dengan dunia dan orang-orang di sekitar mereka. Anak-anak mengambil
langkah pertama dalam proses pembelajaran dengan membuat pilihan dan mengikuti
rencana dan keputusan mereka. Guru, pengasuh, dan orang tua menawarkan dukungan
fisik, emosional, dan intelektual. Dalam pengaturan pembelajaran aktif, orang dewasa
memperluas pemikiran anak-anak dengan beragam materi dan memelihara interaksi.
Kurikulum HighScope adalah pendekatan pedagogis prasekolah yang menawarkan
guru TK serangkaian ide dan praktik yang didukung oleh perkembangan anak-anak,
karena mereka menghargai tindakan proses pembelajaran mereka [CITATION Hoh07 \l
1057 ].
Pendekatan ini muncul dari pekerjaan yang dikembangkan oleh David Weikart
dan coleagues-nya di Perry Preschool Project, dari gagasan bahwa pendidikan
prasekolah adalah basis pendidikan untuk mencegah kegagalan pendidikan anak-anak
dari daerah miskin [CITATION Sch10 \l 1057 ]. Menurut [ CITATION Sch10 \l 1057 ],
kurikulum HighScope telah, sepanjang waktu, menetapkan beberapa garis konseptual
yang menjadikan ini pendekatan di bawah pembaruan konstan. Program ini didukung,
sejak awal, pada pendidikan progresif John Dewey dan teori perkembangan anak Jean
Piaget. Ia juga menggabungkan kontribusi pekerjaan sosiokultural oleh Lev Vygotsky
(1991), psikologi kognitif dan perkembangan, khususnya pada studi yang
dikembangkan oleh Clements (2004) Gelman dan Brenneman (2004), Dewan
Penelitian Nasional (2005) dan pada ide-ide Shore (1997) dan Thompson dan Nelson
(2001) [ CITATION Sch10 \l 1057 ].
Dalam pendekatan HighScope, anak diakui sebagai pembelajar aktif, yang
belajar lebih baik dari aktivitas yang direncanakan, dikembangkan, dan direnasi oleh
dirinya sendiri. Seperti yang dinyatakan [ CITATION Hoh07 \l 1057 ] "pembelajaran
melalui tindakan didefinisikan sebagai pembelajaran di mana anak membangun
pemahaman baru berdasarkan tindakannya pada objek dan pada interaksi dengan
orang, ide dan peristiwa" (hal. Pembelajaran semacam ini dipertimbangkan, oleh
penulis, sebagaimana diperlukan untuk restrukturisasi dan pengembangan kognitif.
Dalam pendekatan HighScope, kesengajaan pendidikan sangat dihargai. Agar anak
belajar, dia harus mengalami dunia, merenungkannya dan menciptakan makna dari
pengalaman ini. Kesengajaan mengacu pada cara orang dewasa berinteraksi dengan
anak-anak dan bagaimana mereka menjalin hubungan otentik, berdasarkan konstruksi
pemikiran bersama [ CITATION Eps07 \l 1057 ]. Semua struktur kurikuler pendekatan
sengaja disusun untuk mendukung pembelajaran aktif. Pendekatan HighScope
mendukung kurikulum yang berpusat pada pembelajaran aktif dan anak-anak yang
aktif dan pembelajaran partisipatif, seperti yang dijelaskan selanjutnya.
Pendekatan dan kurikulum pendidikan High/Scope untuk anak berusia tiga
hingga lima tahun merupakan model perkembangan berdasarkan prinsip pembelajaran
aktif.[ CITATION Geo15 \l 1057 ] Keyakinan berikut mendasari pendekatan ini:
1) Anak-anak membangun pengetahuan melalui keterlibatan aktif mereka dengan
orang, materi, acara, dan ide, proses yang secara intrinsik termotivasi.
2) Sementara anak-anak mengembangkan kapasitas dalam urutan yang dapat
diprediksi, dukungan orang dewasa berkontribusi pada perkembangan intelektual,
sosial, emosional, dan fisik mereka.
3) Dukungan dan rasa hormat orang dewasa yang konsisten terhadap pilihan, pikiran,
dan tindakan anak-anak memperkuat harga diri anak-anak, perasaan tanggung
jawab, pengendalian diri, dan pengetahuan.
4) Pengamatan yang cermat terhadap minat dan niat anak adalah langkah yang
diperlukan dalam memahami tingkat perkembangan dan perencanaan mereka dan
melakukan interaksi yang tepat dengan mereka.
Dalam program High/Scope prinsip-prinsip ini dilaksanakan sepanjang hari,
baik melalui struktur rutinitas sehari-hari maupun dalam strategi yang digunakan
orang dewasa saat mereka bekerja dengan anak-anak. Staf dari setiap program
merencanakan pengalaman hari itu, berusaha untuk menciptakan keseimbangan antara
kegiatan dewasa dan anak-anak yang dimulai.
Ketika mereka merencanakan kegiatan, anggota staf mempertimbangkan lima
faktor motivasi intrinsik yang ditunjukkan penelitian sangat penting untuk belajar:
kenikmatan, minat, kontrol, kemungkinan keberhasilan, dan perasaan
kompetensi. Selama lingkaran salam dan waktu kelompok kecil, anggota staf secara
aktif melibatkan anak-anak dalam keputusan tentang kegiatan dan materi sebagai cara
mendukung motivasi intrinsik mereka untuk belajar. Penekanan pada pilihan anak
terus berlanjut sepanjang hari, bahkan selama kegiatan yang diprakarsai oleh orang
dewasa.
b. Prinsip-prinsip Pembelajaran High/Scope
Diagram berikutnya, "The HighScope Preschool Wheel of Learning,"
menggambarkan prinsip-prinsip kurikulum yang memandu guru prasekolah
HighScope dalam pekerjaan sehari-hari mereka dengan anak-anak. Bagian ini secara
singkat memperkenalkan setiap komponen roda membahas masing-masing prinsip ini
secara lebih rinci.
a) Pembelajaran Partisipatif Aktif
Melalui pembelajaran partisipatif aktif, anak memiliki pengalaman-
pengalaman langsung dan mendapatkan makna dari mereka melalui refleksi anak-
anak membangun pengetahuan yang membantu mereka memahami dunia
mereka. Kekuatan pembelajaran aktif berasal dari inisiatif. Anak usia dini
bertindak berdasarkan keinginan bawaan mereka untuk dijelajahi; mereka
bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan tentang orang, materi, peristiwa,
dan ide-ide yang membangkitkan rasa ingin tahu mereka; mereka memecahkan
masalah yang menghalangi tujuan mereka; dan mereka menghasilkan strategi baru
untuk dicoba.
Ketika anak-anak mengikuti niat mereka, mereka terlibat dengan konten
kurikulum sebagaimana diidentifikasi dalam indikator perkembangan utama
(KDIs). KDI adalah perilaku anak yang mencerminkan mengembangkan
kemampuan mental, emosional, sosial, dan fisik. KDI terjadi selama interaksi
anak-anak yang kreatif dan berkelanjutan dengan orang-orang, materi, acara, dan
gagasan, misalnya, ketika merencanakan (KDI 2), mengekspresikan emosi (KDI
9), menggunakan keterampilan motorik kotor (KDI 16), berbicara dengan orang
dewasa dan rekan-rekan (KDI 22), mengukur (KDI 36), terlibat dalam
permainan pura-pura (KDI 43), menjelajahi dunia alam dan fisik (KDI 51), dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kelas (KDI 55)
Sejauh mana orang dewasa mendukung inisiatif anak-anak dan memahami
tindakan anak-anak dalam hal KDIs menentukan keberhasilan pendidik dalam
menerapkan Kurikulum HighScope. Jelas, pengalaman belajar aktif
mempengaruhi setiap aspek pekerjaan kita dengan anak-anak dan membentuk inti
kurikulum prasekolah.
b) Dewasa-Anak Interaksi
Pembelajaran aktif tergantung pada interaksi anak dewasa yang
positif. Memperhatikan pentingnya menyediakan iklim yang aman secara
psikologis bagi pelajar muda, orang dewasa yang menggunakan pendekatan
prasekolah HighScope berusaha untuk mendukung saat mereka berbicara dan
bermain dengan anak-anak. Sepanjang hari, dipandu oleh pemahaman tentang
bagaimana anak-anak prasekolah berpikir dan beralasan, mereka
mempraktikkan strategi interaksi positif - berbagi kontrol dengan anak-anak,
berfokus pada kekuatan anak-anak, membentuk hubungan otentik dengan anak-
anak, mendukung permainan anak-anak, dan mengadopsi pendekatan pemecahan
masalah untuk konflik sosial. Gaya interaksi ini memungkinkan anak untuk
dengan bebas dan percaya diri mengekspresikan pikiran dan perasaan, dan
mengalami kemitraan sejati dengan orang dewasa dalam bermain dan
percakapan. Orang dewasa mengandalkan dorongan dan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah untuk menangani situasi kelas sehari-hari
daripada sistem manajemen anak berdasarkan pujian, hukuman, dan hadiah.
c) Lingkungan Belajar
Karena lingkungan fisik memiliki dampak yang kuat pada perilaku anak-
anak dan orang dewasa, Kurikulum HighScope menempatkan penekanan kuat
pada perencanaan tata letak pengaturan program dan memilih materi yang
sesuai. Lingkungan belajar aktif ini memberi anak-anak kesempatan berkelanjutan
untuk membuat pilihan dan keputusan. Dengan demikian, orang dewasa mengatur
ruang bermain ke area minat tertentu untuk mendukung minat anak-anak
prasekolah yang taat pada kegiatan seperti bermain pasir dan air, membangun,
memecahkan teka-teki, berpura-pura bermain, menggambar dan melukis,
membaca dan menulis, menghitung, memilah, memanjat, menyanyi, dan
bergerak. Area minat berisi bermacam-macam bahan yang mudah diakses
yang dapat digunakan anak-anak untuk melaksanakan ide bermain mereka. Bahan
alami, ditemukan, komersial, dan buatan sendiri memberikan banyak kesempatan
setiap hari bagi anak-anak untuk terlibat dengan konten kurikulum dengan cara
yang kreatif dan penuh tujuan. Orang dewasa mengatur penyimpanan untuk bahan
menggunakan rak rendah, kotak bening, dan label yang dapat dipahami anak-anak
(menggunakan gambar dan kata-kata sederhana), sehingga mereka dapat secara
mandiri menemukan, menggunakan, dan mengembalikan barang yang mereka
butuhkan.
d) Rutinitas Harian
Selain mengatur pengaturan, orang dewasa juga merencanakan rutinitas
harian yang konsisten yang mendukung pembelajaran aktif. Rutinitas ini
memungkinkan anak-anak kecil untuk mengantisipasi apa yang terjadi selanjutnya
dan memberi mereka banyak kontrol atas apa yang mereka lakukan selama setiap
bagian dari hari prasekolah mereka. Rutinitas harian prasekolah HighScope
mencakup proses plan-do-review, yang memungkinkan anak-anak untuk
mengekspresikan niat mereka, melaksanakannya, dan merefleksikan apa yang
telah mereka lakukan. Orang dewasa mengatur proses ini bergerak dengan
mengajukan pertanyaan yang sesuai, seperti "Apa yang ingin Anda
lakukan?" Anak-anak menunjukkan rencana mereka, kemudian melaksanakannya
— hanya selama beberapa menit atau selama satu jam. Berpura-pura, membangun
struktur blok, dan menggambar adalah kegiatan umum yang diprakarsai anak-
anak selama periode "lakukan", setelah itu orang dewasa mendorong anak-anak
untuk meninjau pengalaman mereka. Anak-anak dapat berbicara tentang apa yang
telah mereka lakukan atau mengekspresikan diri mereka dengan menunjukkan,
menggambar, atau menulis. Peluang untuk pengalaman kelompok yang dipandu
orang dewasa adalah fitur lain yang konsisten dari rutinitas. Pada waktu kelompok
kecil anak-anak menjelajahi dan bereksperimen dengan materi baru atau akrab
yang dipilih orang dewasa berdasarkan pengamatan harian mereka tentang minat
anak-anak, KDA, dan acara lokal. Selama waktu kelompok besar baik anak-
anak dan orang dewasa memulai gerakan dan kegiatan musik, reka ulang cerita,
dan permainan dan proyek kooperatif. Melalui rutinitas harian umum yang
berfokus pada peluang untuk belajar aktif, anak-anak dan orang dewasa
membangun rasa komunitas.
e) Assesmen
Dalam pengaturan HighScope, penilaian mencakup berbagai tugas untuk
mengamati, mendokumentasikan, mengevaluasi, dan terus berupaya
meningkatkan interaksi dengan anak-anak, keluarga, dan rekan kerja. Kerja
tim yang dibangun berdasarkan hubungan dewasa yang mendukung membentuk
dasar yang kuat bagi orang dewasa yang melakukan pekerjaan ini bersama-
sama. Setiap hari anggota tim pengajar mengumpulkan informasi yang akurat
dengan mengamati dan berinteraksi dengan anak-anak dan mencatat anekdot
setiap hari berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar. Sebelum anak-anak
tiba, setelah anak-anak pergi, atau ketika anak-anak tidur siang, anggota tim
pengajar terlibat dalam sesi perencanaan harian di mana mereka berbagi
pengamatan anak-anak mereka, menganalisis pengamatan dalam hal KDIs, dan
membuat rencana untuk hari berikutnya. Secara berkala, tim menggunakan
pengamatan yang dicatat dalam catatan anekdot harian mereka untuk
menyelesaikan penilaian anak individu dengan COR Advantage (Epstein et al.,
2014). Pengawas dan guru juga secara berkala menyelesaikan penilaian program
menggunakan Penilaian Mutu Program Prasekolah (PQA; HighScope, 2003a)
untuk melihat efektivitas implementasi kurikulum mereka, hubungan dengan
keluarga, pengembangan profesional, dan manajemen program secara
keseluruhan.
Kelima prinsip dasar ini, pembelajaran aktif, interaksi anak dewasa yang
positif, lingkungan belajar yang ramah anak, rutinitas harian yang konsisten, dan
penilaian berbasis tim, membentuk kerangka Kurikulum HighScope. Buku ini
menguraikan masing-masing prinsip ini. Delapan buku lainnya dalam set ini, buku
pendamping KDI, memberikan informasi terperinci tentang bagaimana orang dewasa
dapat menggunakan prinsip-prinsip ini karena mereka mendukung pengembangan
pengetahuan dan keterampilan yang diidentifikasi oleh KDIs di masing-masing dari
delapan bidang konten kurikulum.
c. Program Harian
Ruang kelas HighScope mengikuti urutan peristiwa yang dapat diprediksi yang
dikenal sebagai rutinitas harian. Ini menyediakan struktur di mana anak-anak dapat
membuat pilihan, mengikuti minat mereka, dan mengembangkan kemampuan mereka
di setiap area konten. Meskipun setiap program HighScope memutuskan rutinitas yang
paling sesuai untuk pengaturan, jadwal, dan populasinya, segmen berikut selalu
disertakan dalam program harian. Program pendekatan High/Scope memiliki cara
sebagai berikut [CITATION Eps02 \l 1057 ]
1. Plan-Do-Review (waktu perencanaan, waktu kerja, waktu penarikan)
Dalam pendekatan Highscope, plan-do-review adalah elemen kunci untuk
pembelajaran aktif. Ini termasuk semua aspek mendasar dari kegiatan itu: materi,
penanganan, pilihan, bahasa, komunikasi dan pemikiran. Anak-anak
merencanakan, membuat pilihan, memikirkan kemungkinan bahan saat mereka
merefleksikan tindakan mereka dengan dukungan orang dewasa [ CITATION
Hoh07 \l 1057 ].
Siklus ini dimulai dengan waktu untuk merencanakan. Anak-anak
prasekolah dapat membuat pilihan, untuk memutuskan tindakan dan bertindak
dengan sengaja pada materi. Dalam hal ini, rencana diperlukan bagi anak-anak
untuk memikirkannya secara sistematis.
Inti dari rutinitas HighScope adalah proses Plan Do Review. Bagian
kegiatan harian melibatkan perencanaan, permainan yang disengaja (jam belajar),
dan refleksi. Bagian hari ini menyimpan potensi luar biasa untuk anak-anak
dengan. Proses High/Scope Plan Do Review mendukung pengembangan
keterampilan fungsi eksekutif pada anak usia dini. Keterampilan fungsi eksekutif
yang dibahas dalam proses Plan Do Review adalah sebagai berikut:
a) Memori kerja - memegang dan memanipulasi informasi di kepala kita dalam
waktu singkat.
b) Kontrol Diri - menguasai dan menyaring pikiran dan impuls kita sehingga kita
dapat menahan godaan, gangguan dan kebiasaan dan untuk berhenti sejenak
dan berpikir sebelum kita bertindak.
c) Fleksibilitas kognitif atau mental - mengganti gigi dan menyesuaikan dengan
permintaan perubahan, prioritas atau perspektif.
Waktu dalam siklus plan-do-review mengacu pada saat ketika anak-
anak menempatkan dalam tindakan niat mereka. Ini adalah waktu yang paling
lama hari ini, di mana anak-anak mewujudkan niat mereka, bermain dan
memecahkan masalah.
Ini termasuk waktu kelompok kecil 10-15 menit di mana anak-anak
merencanakan apa yang ingin mereka lakukan selama waktu kerja (area untuk
dikunjungi, bahan untuk digunakan, dan teman untuk bermain dengan); waktu
kerja 45- 60 menit untuk melaksanakan rencana mereka; dan waktu kelompok
kecil 10-15 menit lainnya untuk meninjau dan mengingat dengan orang dewasa
dan anak-anak lain apa yang telah mereka lakukan dan pelajari. Di antara
"lakukan" dan "tinjau," anak-anak membersihkan dengan membuang bahan
mereka atau menyimpan proyek yang belum selesai. Umumnya, semakin tua
anak-anak, semakin lama dan lebih rinci waktu perencanaan dan peninjauan
mereka menjadi. Anak-anak sangat aktif dan tujuan selama waktu "lakukan"
karena mereka mengejar kegiatan yang menarik bagi mereka. Mereka mungkin
mengikuti rencana awal mereka, tetapi seringkali, ketika mereka bertunangan,
rencana mereka bergeser atau bahkan dapat berubah sepenuhnya.
Setelah itu adalah waktu untuk mengingat rencana awal yang
dikembangkan selama waktu kegiatan. Waktu untuk merefleksikan, dalam
pendekatan HighScope, melampaui deskripsi pekerjaan mereka. Melibatkan
anak-anak untuk berpikir membutuhkan stimulasi orang dewasa yang membuat
mereka menyadari pembelajaran yang telah mereka lakukan, minat yang
disebabkan oleh pengalaman ini di dalamnya, bagaimana mereka dapat
memperluas aktivitas itu, mengantisipasi ide-ide untuk hari berikutnya
[ CITATION Sch10 \l 1057 ] . Refleksi ini mempromosikan perluasan pengetahuan
yang dapat digunakan dalam situasi lain [CITATION Ann03 \l 1057 ].
2. Plan - "Pilihan sesuai Minat"
Selama waktu perencanaan, anak-anak memiliki kesempatan untuk
mengembangkan dan mengekspresikan apa yang akan mereka lakukan selama
waktu kerja (bermain). pendidik bekerja untuk memahami rencana tersebut,
sambil mendorong anak-anak untuk memperluas atau memperluas rencana
mereka.
Keterampilan yang diatasi selama waktu perencanaan:
a) Kontrol diri dengan mendorong anak-anak untuk berhenti sejenak dan berpikir
sebelum mengambil tindakan.
b) Bahasa ekspresif dengan mendukung anak-anak dalam mengartikulasikan ide,
pilihan, dan keputusan serta menjawab pertanyaan.
Ketika anak-anak berada pada tahap awal perkembangan, mereka dapat
menunjukkan perilaku berikut selama perencanaan: menunjuk, menyatakan
bidang yang menarik, atau membuat rencana tetapi kemudian melakukan sesuatu
yang berbeda. Untuk mendukung anak-anak, guru dapat memperluas bahasa atau
gerakan anak (yaitu anak menunjuk ke area rumah, guru mengatakan "Anda ingin
bermain di area rumah") atau melabeli rencana baru ("Saya melihat Anda bermain
di area seni alih-alih area rumah"). Untuk menawarkan ekstensi, guru mungkin
ingin meminta anak untuk menampilkan materi yang ingin mereka kerjakan
(HighScope, 2013).
Guru mungkin juga menyertakan strategi visual untuk mendukung
perencanaan anak-anak. Misalnya, guru dapat menawarkan papan pilihan dengan
gambar atau objek yang mewakili berbagai area ruang kelas (seperti contoh di
sebelah kanan). Pastikan untuk meminta peningkatan detail untuk mendukung
kompleksitas rencana, bahkan untuk anak-anak yang memanfaatkan sistem
komunikasi augmentatif atau alternatif. Ini dapat dilakukan dengan meminta anak-
anak untuk mengekspresikan detail tentang rencana mereka (seperti materi yang
akan mereka berinteraksi atau apa yang mereka harapkan untuk dibuat selama
bermain). Misalnya, jika seorang anak memilih untuk pergi ke area menggambar,
guru bertanya kepada anak materi apa yang dia rencanakan untuk digunakan.
Kenali bahwa anak-anak dapat mengubah rencana mereka. Jika demikian, mereka
harus menunjukkan itu kepada anak-anak (seperti menunjukkan kepada anak
gambar area yang mereka datangi), tetapi tidak memaksa mereka untuk
melakukan apa pun yang awalnya mereka pilih.
Bagi siswa yang tuli atau sulit mendengar dan menggunakan Bahasa
Mendengarkan dan Lisan (LSL) atau komunikasi manual perlu terlebih dahulu
memiliki perhatian penuh guru dan menyajikan pesan dalam jarak tiga kaki dari
guru. Tidak harus bahwa siswa tidak dapat mendengar dari jarak yang lebih besar,
tetapi untuk memastikan bahwa suara latar belakang dan / atau gangguan visual
tidak akan mengganggu pesan guru. Setelah seorang guru mengajukan pertanyaan,
berikan "waktu tunggu" dengan "tampilan harapan" memungkinkan anak untuk
memproses pesan dan melihat bahwa guru mengharapkan respons. Sebagai
profesional naluri kita adalah mengulangi dan mengulangi ketika anak tidak
segera menanggapi namun seorang anak dengan gangguan pendengaran
membutuhkan proses ekstra pilihan. Langkah lain dalam perancah ini yang
mendorong perhatian, pemahaman, dan pemahaman mendengarkan opsi adalah
"sandwich" informasi. Menyajikan pesan verbal lagi tanpa visual; tambahkan
visual untuk klarifikasi, lalu hapus visual saat guru menindaklanjuti dengan pesan
verbal berulang yang tepat. Jika lebih banyak klarifikasi diperlukan untuk siswa
yang tampak tidak yakin atau tidak terbiasa dengan pilihan, berikan berjalan
aktual melalui opsi kemudian ulangi strategi "sandwich".
3. Do - Terlibat Secara Aktif dalam Pembelajaran
Selama waktu kegiatan, guru dan lembaga pendidikan harus
mempertimbangkan dua kategori dukungan yang luas (1) menyediakan adaptasi
kurikulum yang dirancang untuk mendukung akses dan partisipasi dan (2)
memberikan instruksi langsung.
Bahan Pembelajaran Partisipatif Aktif [ CITATION Hig11 \l 1057 ]
a) Bahan - Bahan berlimpah yang dapat digunakan anak-anak dalam banyak
hal. Anak-anak menggunakan berbagai objek nyata, praktis, sehari-
hari. Bahan bervariasi dalam hal ukuran, tekstur, dan konsistensi. Anak-anak
memiliki ruang dan waktu yang diperlukan untuk menggunakan bahan.
b) Penggunaan objek nyata, praktis, sehari-hari akan mendukung pemahaman
anak-anak tentang penggunaan objek secara fungsional. Untuk anak-anak
dengan keterampilan motorik yang tertunda, modifikasi peralatan dan bahan
sesedipan mungkin (hanya sejauh yang diperlukan bagi anak untuk
berpartisipasi). Pastikan posisi optimal untuk memungkinkan anak rileks,
memfokuskan perhatian pada aktivitas, dan terlibat se-mandiri mungkin.
c) Manipulasi - Anak-anak didorong untuk mengeksplorasi dan bekerja dengan
bahan. Anak-anak menggunakan semua indera mereka dan didorong untuk
membuat koneksi melalui pengalaman kehidupan nyata. Anak-anak dengan
sensitivitas sensorik mungkin tidak ingin berinteraksi dengan tekstur yang
tidak dikenal. Memperkenalkan tekstur yang tidak dikenal ke dalam kegiatan
yang sangat memotivasi dapat mendorong anak-anak untuk
berpartisipasi. Pengingat: anak-anak mungkin selalu memilih untuk tidak
menyentuh atau memanipulasi objek yang mengganggu mereka.
d) Pilihan - Anak-anak memilih apa yang harus dilakukan dan dengan siapa
harus bermain. Beberapa anak mungkin merasa sulit untuk memilih dari
berbagai macam objek. Pertimbangkan untuk menggunakan gambar dari
berbagai area atau benda di daerah untuk mendorong anak-anak untuk
membuat pilihan. Anda mungkin perlu menawarkan sejumlah opsi terbatas
juga.
e) Bahasa dan pemikiran anak - anak-anak menggambarkan apa yang mereka
lakukan dan pelajari. Bahasa model dan kosakata individual yang disengaja
untuk anak dengan menggambarkan tindakan di mana seorang anak terlibat,
menamai atau menggambarkan mainan atau bahan yang dimainkan anak,
berbicara tentang kegiatan atau objek di mana anak telah menunjukkan minat.
Gunakan ekspansi verbal: Memperluas mengulangi apa yang baru saja
dikatakan anak dan menambahkan informasi baru. Yaitu, meniru apa yang
dikatakan seorang anak, serta menggunakan kata-kata tambahan. Bicara
sendiri: Orang dewasa berbicara tentang apa yang mereka lihat, lakukan, atau
dengar selama waktu dekat itu. Dengan berbicara sendiri atau menceritakan
apa yang mereka lakukan, anak sedang terkena bahasa secara reseptif dan
kebetulan untuk meningkatkan fondasi bahasa dari bahasa ekspresif dan
keterampilan percakapan.
f) Targetkan suara, kata, bagian frasa, atau struktur tata bahasa penting yang
terukir dalam aktivitas dengan menyoroti target tertentu secara
vokal. (misalnya Itu adalah blok BIG. Letakkan blok dalam kotak) Cara untuk
mengatasi strategi ini dapat mencakup: peningkatan intensitas suara, menjeda
sedikit sebelum Anda mengatakan target, membisikkan target (mengurangi
intensitas), atau meningkatkan durasi target. Strategi ini membantu anak
mengarahkan perhatian mereka ke nugget pendengaran tertentu, mendorong
respons dari anak, dan menggabungkan keterampilan pengambilan giliran.
g) Ajukan pertanyaan yang memerlukan lebih dari respons ya/tidak atau satu
kata. Pertanyaan Terbuka memungkinkan orang dewasa untuk memberikan
kesempatan bagi anak untuk terlibat dalam percakapan. Jika seorang anak
berjuang dengan bentuk pertanyaan itu, mereka dapat diajarkan dengan
perancah dengan pilihan seperti seperangkat target (kata-kata, frasa) untuk
digunakan untuk menjawab pertanyaan, menyelesaikan pernyataan atau
menyelesaikan tugas. Ini juga mendorong percakapan menjadi kurang
sepihak.
h) Ketika rutinitas atau aktivitas menjadi terlalu akrab dan guru memperhatikan
bahwa anak mungkin kehilangan minat, guru dapat menciptakan situasi yang
tidak biasa atau tidak terduga dengan barang-barang yang akrab yang akan
bertentangan dengan apa yang diharapkan anak berdasarkan pemahaman
mereka. Untuk menawarkan alasan bagi anak untuk berkomunikasi orang
dewasa dapat memunculkan bahasa ini dengan menempatkan bahan hanya di
luar jangkauan, menyediakan lebih sedikit bahan atau "lupa" sehingga anak
perlu meminta, atau mencampur skenario dengan menempatkan blok pada
sandwich alih-alih selada.
4. Peluang Belajar yang Besar
Waktu belajar memberikan kesempatan yang sangat baik untuk
memberikan instruksi khusus pada anak. Model HighScope adalah salah satu
kontrol bersama yang mendukung, daripada permisif atau otoriter. Instruksi ini
sangat cocok dengan model kontrol bersama. Minat, preferensi, dan pilihan anak
mendorong aktivitas, sementara orang dewasa dengan sengaja, dengan
perencanaan, menciptakan peluang untuk mendorong dan umpan balik tentang
target instruksi (keterampilan, konsep, kosakata). Pusat Bantuan Teknis Anak
Usia Dini telah mengidentifikasi langkah-langkah berikut ketika merencanakan
instruksi yang disematkan.
a) Identifikasi keterampilan target dan perilaku fungsional yang akan menjadi
fokus pembelajaran anak (tujuan, atau keterampilan dasar yang mengarah
pada pencapaian tujuan).
b) Identifikasi aktivitas sehari-hari yang paling cocok untuk mengajarkan
perilaku yang ditargetkan (area pemberitahuan dan materi yang diminati
anak).
c) Libatkan anak dalam kesempatan untuk berpartisipasi dalam bidang atau
kegiatan ini
d) Memaksimalkan kemungkinan bahwa seorang anak akan tetap terlibat dalam
kegiatan dengan mempertimbangkan minat dan preferensi anak
e) Gunakan strategi prompt (verbal, gestural, fisik, pemodelan, dll.) dan pudar
cepat (misalnya, mengurangi bantuan) untuk mempromosikan akuisisi anak
dari perilaku fungsional target.
f) Memberikan konsekuensi alami spesifik konteks (penguatan) untuk
penggunaan perilaku target anak atau upaya untuk menghasilkan perilaku di
dalam dan di antara kegiatan
g) Gunakan umpan balik eksplisit sesuai kebutuhan untuk mendorong,
mendukung, dan memperkuat pembelajaran dan perkembangan anak.
h) Menyusun strategi: Saat memberikan instruksi khusus, penting untuk
memahami strategi dan hierarki yang diminta. Berikut ini adalah tipe dan
definisi dari strategi yang diminta. Gerakan - Petunjuk di mana orang dewasa
menjalin kontak mata dengan anak dan menggunakan gerakan tangan yang
dipahami oleh anak untuk memiliki arti tertentu. Gerakan menunjukkan apa
yang harus dilakukan anak. Verbal, pendidik memberi tahu anak bagaimana
melakukan sesuatu dengan menggambarkan apa yang harus dilakukan dan
menunjukkan tindakan yang diinginkan. Fisik, pendidik memberikan
dukungan fisik untuk tugas motorik kotor atau secara fisik membimbing anak
untuk menyelesaikan tugas motorik yang baik
5. Waktu Kebersihan
Dalam setiap program anak usia dini, waktu bersih-bersih adalah
kesempatan belajar yang penting. Ini adalah akhir dari proses "lakukan" dalam
siklus Plan-Do-Review. Selama waktu bersih-bersih, anak-anak mengembalikan
bahan ke tempat-tempat yang tepat di kelas dan mempersiapkan kegiatan
berikutnya. Waktu pembersihan adalah kesempatan yang sangat baik bagi anak-
anak untuk mempraktikkan keterampilan kognitif awal seperti menyortir,
mengklasifikasikan, dan mencocokkan objek ke objek, atau objek ke gambar.
a) Sederhanakan aktivitas dengan menyerahkan anak keranjang dengan
beberapa barang di dalamnya untuk disingkirkan (daripada meminta anak
untuk melihat seluruh ruangan dan memutuskan di mana harus mulai
membersihkan).
b) Sederhanakan aktivitas lebih lanjut dengan meminta anak untuk memasukkan
mainan ke dalam ember "bersih-bersih" daripada menemukan tempat yang
tepat di kelas.
c) Gunakan kata, gambar, dan objek nyata untuk menandakan di mana item
berada.
6. Kelompok Kecil
Waktu kelompok kecil memberikan kesempatan bagi orang dewasa untuk
bekerja dengan sejumlah kecil anak pada suatu kegiatan yang direncanakan dan
diperkenalkan oleh guru. Anak-anak didorong untuk menggunakan materi dengan
berbagai cara, sambil berbicara tentang apa yang mereka lakukan dan berinteraksi
satu sama lain dan dengan pendidik.
Selama waktu ini sekelompok kecil idealnya 6-8 anak-anak bertemu
dengan orang dewasa untuk bereksperimen dengan bahan dan memecahkan
masalah. Meskipun orang dewasa memilih aktivitas kelompok kecil untuk
menekankan satu atau lebih area konten tertentu, anak-anak bebas menggunakan
materi dengan cara apa pun yang mereka inginkan selama waktu ini. Panjang
kelompok kecil bervariasi menurut usia, minat, dan rentang perhatian anak-
anak. Pada akhir periode, anak-anak membantu pembersihan.
7. Kelompok Besar
Waktu kelompok yang besar adalah kesempatan bagi anak-anak dan orang
dewasa untuk menciptakan rasa komunitas kelas dengan berbagi ide dan belajar
satu sama lain. Selama waktu kelompok yang besar, anak-anak secara aktif
berpartisipasi, menyumbangkan ide-ide mereka untuk kegiatan tersebut, membuat
pilihan dan memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin kelompok. Orang
dewasa memulai aktivitas grup, meminta saran anak-anak, dan merencanakan
beberapa kegiatan alternatif (HighScope, 2011).
Waktu kelompok besar membangun rasa komunitas. Hingga 20 anak-anak
dan 2 orang dewasa berkumpul untuk kegiatan gerakan dan musik, mendongeng,
dan pengalaman bersama lainnya. Anak-anak memiliki banyak kesempatan untuk
membuat pilihan dan memainkan peran sebagai pemimpin.
8. Review - Mengingat dengan Analisisnya
Selama waktu mengingat, anak-anak memiliki kesempatan untuk
mengingat dan merefleksikan pengalaman mereka. Pendidik mendukung anak-
anak dalam ingatan dengan mengundang mereka untuk berbicara tentang apa yang
mereka lakukan dan mengajukan pertanyaan terbuka yang berakhir (hemat dan
dengan niat) untuk mendukung anak-anak dalam menambahkan lebih banyak
detail ke refleksi mereka. Orang dewasa juga menambahkan komentar dan
pengamatan pada narasi penarikan kembali anak.
Keterampilan yang dikembangkan selama waktu perencanaan:
a) Memori kerja dengan mendorong anak-anak untuk merefleksikan pengalaman
dan pembelajaran mereka.
b) Bahasa ekspresif dengan mendukung anak-anak dalam mengartikulasikan
pengalaman dan menjawab pertanyaan.
c) Keterampilan kognitif dengan meminta anak-anak untuk mengamati,
mengklasifikasikan, memprediksi, dan menarik kesimpulan.
9. Resolusi Konflik [CITATION Hig17 \l 1057 ]
HighScope mengajarkan enam langkah untuk menyelesaikan konflik yang
muncul di Lingkungan Anak Usia Dini. Mengingat bahwa ada juga anak dengan
kebutuhan khusus yang memiliki keterlambatan dalam pemecahan masalah,
bahasa, dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik, ini
menjadi area penting bagi guru. Maka terdapat enam langkah untuk penyelesaian
konflik adalah:
a) Mendekatlah dengan tenang, hentikan tindakan menyakitkan. Tempatkan diri
Anda di antara anak-anak, pada tingkat mereka.
b) Akui perasaan anak-anak. Katakan sesuatu yang sederhana seperti "Kau
terlihat sangat marah." Beri tahu anak-anak bahwa Anda perlu menyimpan
objek apa pun yang dimaksud.
c) Kumpulkan informasi. Tanyakan "Apa masalahnya?" Jangan mengajukan
pertanyaan "Mengapa".
d) Istirahatkan masalahnya. "Jadi masalahnya adalah..."
e) Mintalah ide untuk solusi dan pilih satu bersama- sama. "Apa yang bisa kita
lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?"
f) Bersiaplah untuk memberikan dukungan lanjutan. Mengakui pencapaian
mereka (misalnya, "Anda memecahkan masalah!") Tetap di dekatnya jika ada
yang tidak senang dengan solusi dan prosesnya perlu diulang.
e. Penilaian
Guru menyimpan catatan tentang perilaku, perubahan, pernyataan, dan
hal-hal penting yang membantu mereka lebih memahami cara berpikir dan belajar
anak. Guru menggunakan dua mekanisme untuk membantu mereka
mengumpulkan data: formulir catatan pengalaman utama dan portofolio. Catatan
Observasi Anak High/Scope juga digunakan untuk menilai perkembangan
anak[ CITATION Geo15 \l 1057 ].
Program High/Scope secara konsisten mengukur seberapa baik guru
mengajar dan berapa banyak anak belajar. Mereka menggunakan hasil untuk
melanjutkan apa yang bekerja dan meningkatkan apa yang tidak; misalnya, untuk
memutuskan apakah akan memberikan lebih banyak pelatihan guru atau
mengidentifikasi kesenjangan dalam pengalaman anak-anak. HighScope telah
mengembangkan alat penilaian anak dan program untuk mendukung proses
evaluasi ini.
1) COR
COR Advantage adalah alat penilaian anak kelahiran-ke-taman
kanak-kanak HighScope, yang mengevaluasi pembelajaran anak-anak di
sembilan bidang konten. Setiap hari, guru dan pengasuh mendokumentasikan
deskripsi tertulis singkat, atau anekdot, yang secara objektif menggambarkan
perilaku anak-anak. Mereka menggunakan catatan ini untuk mengevaluasi
perkembangan setiap anak dan kemudian merencanakan kegiatan untuk
membantu anak-anak individu dan kelas secara keseluruhan.
Catatan pengamatan Anak (COR) adalah instrumen yang
memberikan informasi komprehensif tentang perkembangan anak yang
berkelanjutan. Ini dapat digunakan pada program lini pengembangan apa pun
(HighScope Educational Research Foundation, 2003; 2005).
COR untuk anak-anak prasekolah diselenggarakan dalam enam
kategori yang mewakili bidang utama perkembangan anak: inisiatif,
hubungan sosial, representasi kreatif, gerakan dan musik, bahasa dan literasi,
matematika dan sains. Anak-anak diamati dalam berbagai item (3-8) di setiap
kategori, menggambarkan perilaku penting dari tingkat perkembangan.
2) Penilaian Kualitas Program (PQA)
Untuk menilai kinerja dan kemajuan anak-anak, kita perlu
mengevaluasi pengalaman pendidikan yang diberikan oleh program yang
mereka hadiri. PQA adalah alat pemeringkat yang komprehensif dan
tervalidasi yang mengukur seberapa baik sebuah program mempromosikan
pembelajaran di semua bidang pengembangan untuk menentukan kualitas
program di tingkat kelas, guru, dan organisasi.
Guru di kelas dinilai berdasarkan pengetahuan dan keterampilan
mereka dalam melengkapi materi yang sesuai, memberikan kesempatan
belajar sepanjang hari, berinteraksi dengan anak-anak untuk mempromosikan
akuisisi keterampilan intelektual dan sosial-emosional, dan secara sistematis
menilai perkembangan anak-anak. Agensi dinilai berdasarkan keterlibatan
orang tua dan layanan keluarga, kualifikasi staf dan pengembangan staf, dan
manajemen program.
d. High/Scope dalam Mendukung Membaca dan Menulis pada Anak
Di semua tingkatan, guru dan pengasuh tinggi/Lingkup menerima pelatihan
sistematis untuk mempelajari strategi khusus untuk mempromosikan literasi
dalam kemitraan dengan orang tua. Guru dan pengasuh berbagi kendali atas
proses belajar dengan anak-anak dengan merangkul metode pengajaran yang
disengaja berikut saat mereka mempromosikan pengalaman literasi di kelas,
pusat, dan rumah.
1. Membuat lingkungan kaya cetak. Setiap pusat/Ruang Lingkup Tinggi atau
ruang kelas memiliki area buku atau bacaan dengan berbagai macam buku
ageappropriate dan bahan bacaan lainnya. Orang tua dianjurkan untuk
menyediakan banyak bahan bacaan di rumah juga. Semua area pembelajaran
dan materi di ruangan diberi label simbol dan kata-kata. Bahan cetak
tambahan ditemukan di seluruh ruangan dan area bermain luar ruangan
(misalnya, poster, peta, cangkir ukur, pesan, katalog alat, cerita kelompok,
instruksi, paket benih, kaset cerita, dan sebagainya).
2. Buatlah membaca upaya tim dan bagian dari rutinitas harian. Guru dan
pengasuh membaca dengan anak-anak setiap hari dan mendorong orang tua
dan anggota keluarga lainnya untuk melakukan hal yang sama. Orang dewasa
membacakan kepada anak-anak termuda secara individual dan dalam
kelompok intim kecil. Untuk anak-anak yang lebih tua, orang dewasa
menetapkan waktu cerita sehari-hari di mana mereka membaca kepada anak-
anak dan mendengarkan saat anak-anak membacakannya atau satu sama lain.
3. Jelajahi suara bahasa lisan. Anak-anak belajar membuat suara kata dan huruf
dengan mendengarkan, berbicara, dan bersenang-senang dengan bahasa lisan,
menyanyi, membaca sajak, mendengar, menciptakan, dan berakting
cerita. Mereka membangun kesadaran fonologis dengan mengidentifikasi
sajak, alliterations, dan suku kata dan dengan membuat sajak, alliterations,
dan permainan kata mereka sendiri. Ketika anak-anak menulis dan
mendengar suara surat individu, mereka mengembangkan kesadaran kopmik
dan menggunakan fonik untuk menghubungkan suara huruf untuk dicetak.
4. Menyediakan berbagai bahan tulisan dan alasan untuk menulis. Bahan
penulisan, dipilih untuk tingkat perkembangan yang berbeda, termasuk
krayon, spidol, sikat, kapur, pensil, pena, semua jenis kertas, dan komputer
(di tingkat prasekolah dan SD awal). Ketika anak-anak membuat pilihan dan
mengejar minat mereka, mereka memiliki banyak alasan untuk menulis,
untuk menjelajahi alat penulisan, membuat kartu ulang tahun, atau
menyimpan jurnal. Di kelas dasar, menulis seringkali merupakan bagian yang
diperlukan dari proyek anak-anak dalam sains, studi sosial, dan bidang mata
pelajaran lainnya. Anak-anak yang lebih muda memperoleh keterampilan
tulisan tangan dengan memulai dengan coretan dan bentuk seperti huruf dan
maju ke bentuk konvensional. Guru, pengasuh, dan orang tua mengenali dan
menerima semua bentuk tulisan anak-anak.
5. Perkenalkan gagasan huruf dan kata-kata sebagai simbol tertulis sejak
dini. Balita dan anak-anak prasekolah masing-masing memiliki simbol
tertulis pribadi yang mereka pelajari untuk mengaitkan dengan nama
mereka. Anak-anak prasekolah mulai mengeksplorasi simbol-simbol tertulis
dengan menulis surat-surat nama mereka dan kemudian beralih ke kata-kata
akrab yang mereka lihat di sekitar ruangan. Siswa SD awal menulis dengan
menggunakan kosakata kata-kata yang berkembang yang mereka temui dalam
kegiatan membaca dan memproyeksikan.
6. Merencanakan dan mendukung pembelajaran anak-anak dengan menilai
perkembangan literasi mereka. Guru mengamati anak-anak setiap hari untuk
merencanakan pengalaman yang akan memperkuat dan memperluas
keterampilan membaca dan menulis mereka. Mereka mengambil catatan
anekdot, menyusun portofolio, dan menggunakan Catatan Observasi Anak
Tinggi /Lingkup (COR) dan langkah-langkah lain yang tepat untuk
mendokumentasikan apa yang dapat dilakukan anak-anak dan memberikan
pengalaman yang mendorong mereka untuk maju ke tingkat
berikutnya. Mereka juga menyampaikan informasi ini kepada orang tua agar
mereka dapat lebih memahami kemajuan anak mereka.
A. Simpulan
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang melibatkan satu kesatuan komponen
yang saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan
secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran ditandai
dengan adanya interaksi edukatif yang terjadi, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan.
Interaksi ini berakar dari pihak pendidik dan kegiatan belajar secara paedagogis pada diri
peserta didik, berproses secara sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Agar pembelajaran berjalan secara efisien dan efektif maka diperlukan pengelolaan
(manajemen) yang bagus melalui berbagai pendekatan, metode, dan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abramson, S., Robinson, R., & Ankenman, K. (1995). Project Work with Diverse Students
Adapting Curriculum Based on the Reggio Emilia Approach. Childhood Education, 197-
202.
Adrianto, L. A. (2010). Kinerja tutor dalam proses pembelajaran paket C. Jurnal Ilmiah VISI
PTK-PNF, 5(2), 120-134.
Arikunto, S., & Yuliana, L. (2009). Manajemen Pendidikan. Depok: Graha Cendekia
Arseven, A. (2014). The Reggio Emilia Approach and Curriculum. International Journal of
Academic Research, 6(1), 166-171. doi:10.7813/2075-4124.2014/6-1/B.23
Bowlby, J. (1988). Secure Base. London: Penguin.
Britton, L. (2020). Montessori Play and Learn. Yogyakarta: B First.
Dasopang, M. D., & Pane, A. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Jurnal Kajian Ilmu-ilmu
Keislaman, 3(2), 333-352.
D. Guess, H. A.-C. (1985). Concepts and Issues Related to Choice Making and Autonomy
among Persons with Severe Disabilities. Journal of the Association for Persons with
Severe Handicaps 10, no. 2, 79-86.
Daubert, E. N., Ramani, G. B., & Rubin, K. H. (2018). Play-based learning. Canada:
Encyclopedia on Early Childhood Development.
Decker, F. D. (2014). Planning and Administering Early Childhood Programs Tenth Edition.
United States of America: Pearson.
Digna, C., & Pinto, R. (2007). Contributions from science education research. Springer.
Djalal, F. (2017). Optimalisasi Pembelajaran Melalui Pendekatan, Strategi, dan Model
Pembelajaran. Sabilarrasyad, 2(1), 31-52.
Educational Programs: Early Childhood,” . (n.d.). Retrieved from http://www.
highscope.org/EducationalPrograms/EarlyChildhood/ homepage.htm. .
Epstein, A. (2003). How planning and reflection develop young children’s thinking skills.
Beyond the Journal.
Epstein, A. (2007). The Intentional Teacher: Choosing the Best . Washington, DC: National
Association for the Education of Young Children.
Epstien, A. (2002). How Young Children Learn to Read in High/Scope Programs. Michigan:
High/Scope Educational Research Foundation.
Gagne, R.M., Briggs., L.J., &Wager, W.W. (1992) Principle of instructional design (4th ed).
Orlado: Holt, Rinchart, and Winston
Gettman, D. (1987). Basic Montessori, Learning Activities for Under-Fives. Oxford: ABC Clio
Ltd.
Hall, C. (2013). Implementing a Reggio Emilia inspired approach in a mainstream. Retrieved
from https://ro.ecu.edu.au/theses/1082
HighScope. (2011). Daily routine part 1 – Overview and plan-do-review. . Ypsilanti, MI:
HighScope Research Foundation.
HighScope. (2017). Curriculum components. https://highscope.org/curriculum/preschool/details.
HighScope. (n.d.). HIGHSCOPE preschool curriculum .
Hohmann, M. & Weikart, D. . (2007). Educar a Criança. Lisboa: Fundaça.
Isaacs, B. (2007). Bringing The Montessori Approach To Your Early Years Practice . London &
New York : Routledge .
Iskandar, H. (2015). Pengelolaan Pembelajaran Anak Usia Dini. Jakarta, DKI Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Kardisaputra, H. O. (2002). Penelitian Tentang Manfaat Tujuan Khusus dalam Proses Belajar
Mengajar. Educare Jurnal Pendidikan dan Budaya, 1(2), 10-18.
Lawrence, L. (1998). Montessori: Read and Write. London: Ebury Press.
Liebeck, P. (1984). How Children Learn Mathematics. London: Penguin.
Lillard, P. P. (1972). Montessori A Modern Approach . New York: Schocken Book Inc.
Macleod-Brudenell, I. e. (2004). Advanced Early Years Care and Education. Oxford:
Heinemann.
Mager, R. F. (1962). Preparing Instructional Objectives. Lear Siegler: Fearon Publishers.
Massari, G.-A. (2016). A Handbook On Experiential Education. Pedagogical Guidelines For
Teachers And Parents. Iași: Editura Universității Alexandru Ioan Cuza din Iași.
Montessori, D. M. (1965). Montessori's Own Handbook. New York: Schocken.
Montessori, M. (1966). The Secret of Childhood. In t. M. Costello, The Secret of Childhood (p.
20). Notre Dame, IN: Fides.
Morrison, G. S. (2015). Early Childhood Education Today . Harlow, England: Pearson.
Mulyasa. (2014). Manajemen PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nugraha, A., Nurmiati, Wahyuningsih, S., & Wujiati. (2015). Pedoman Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan
Anak Usia Dini.
Nugraha, A., Ritayanti, U., Siantayani, Y., & Maryati, S. (2018). Pengelolaan Pembelajaran
PAUD. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.
Pal, K. (n.d.). Educational Management. New Delhi: Usi Publication.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137. (2014). Jakarta:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Piaget, J. (1962). Play Dreams and Imitation in Childhood. London: Routledge & Kegan Paul.
Sayekti, T. (2016). Analisis Kurikulum Reggio Emilia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 81-160.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories An Educational Perspective. Boston: Pearson.
Schweinhart, L. J. & Weikart, D. (2010). The HighScope Model of Early. Upper Saddle River,
NJ: Merril.
Stegelin, D. A. (2003). Application of the Reggio Emilia Approach to Early Childhood Science
Curriculum. Early Childhood Education Journal, 30(3), 163-169.
doi:10.1023/A:1022013905793
Syamsuardi, & Hajerah. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran Pada Taman Kanak-kanak.
Journal CARE Children Advisory Research and Education, 5(2).
Syamsudin, E. (2015). NSPK Norma, Standar, Prosedur, Kriteria Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Jakarta, DKI Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini.
Thornton, L., & Brunton, P. (2010). Bringing The Reggio Approach to Your Early Years
Practice. New York: Routledge.
UNICEF. (2018). Learning Through Play Strengthening Learning Through Play in Early
Childhood Education Programmes. New York: United Nations Children’s Fund.
Valentine, M. (2006). The Reggio Approach to Early Years Education. Scotland: Learning and
Teaching Scotland.