Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR

(Difraksi Cahaya)

(PERCOBAAN-OP3)

Nama : Muhammad Rizki Akbar Radityatama

NIM : 205090700111011

Fak/Jurusan : MIPA/Fisika

Kelompok :1

Tgl.Praktikum : 19 April 2021

Nama Asisten : Chandra Aris Kusuma

LABORATORIUM FISIKA DASAR

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
LEMBAR PENILAIAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR

(Difraksi Cahaya)

Nama : Muhammad Rizki Akbar Radityatama

NIM : 205090700111011

Fak/Jurusan : MIPA/Fisika

Kelompok :1

Tgl. Praktikum : 19 April 2021

Nama Asisten : Chandra Aris Kusuma

Catatan :

…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………

Paraf Paraf Nilai


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Setelah diselesaikannya praktikum difraksi cahaya ini gejala difraksi cahaya oleh
celah sempit diharapkan dapat dijelaskan oleh para praktikan. Kemudian, lebar celah
tunggal serta jarak antar celah pada celah ganda diharapkan dapat ditentukan oleh para
praktikan.

1.2 Dasar Teori


Suatu teori gelombang yang dihasilkan oleh cahaya dikemukakan oleh Ilmuwan asal
Belanda yang bernama Christiaan Huygens (1625—1695). Teori tersebut adalah suatu
teori tentang perkiraan posisi selanjutnya dari suatu gelombang apabila posisi gelombang
sebelumnya sudah diketahui dan hingga saat ini teori ini masih digunakan. Di dalam teori
ini terdapat istilah muka gelombang yang dapat didefinisikkan sebagai puncak gelombang
yang dibentuk oleh segala titik di sepanjang gelombang dengan proyeksi dua dimensi
maupun tiga dimensi—sederhananya, dapat disebut sebagai gelombang. Adapun bunyi
dari prinsip Huygens, yakni “Setiap titik pada muka gelombang dapat dianggap sebagai
sumber gelombang-gelombang kecil yang menyebar maju dengan laju yang sama dengan
lajugelombang itu sendiri. Muka gelombang yan baru merupakan sampul dari semua
gelombang-gelombang kecil tersebut—yaitu, garis singgung dari semua gelombang
tersebut.” Prinsip Huygens bermanfaat apabila digunakan ketika penghalang dan muka
gelombang terganggu sebagian akibat ditumbuk oleh suatu gelombang. Sebuah perkiraan
diprediksikan oleh prinsip Huygens bahwa peristiwa penekukan dialami oleh sebuah
gelombang di belakang sebuah penghalang. Peristiwa penekukan gelombang di belakang
penghalang yang dihasilkannya suatu daerah bayangan disebut sebagai difraksi. Dalam
kaitannya dengan difraksi, terdapat sebuah istilah kisi difraksi. Kisi difraksi didefinisikan
sebagai celah sejajar dengan jarak yang sama. Kisi ini diproduksi oleh mesin dengan
digoreskannya garis-garis sejajar di atas pelat kaca, sedangkan bagian yang tidak terkena
goresan di antara garis-garis yang ada berperan sebagai celah. Kisi difraksi yang di
dalamnya terdapat celah-celah dikenal sebagai kisi transmisi. Analaisis terhadap kisi
difraksi hampir serupa dengan eksperimen pada celah ganda Young, yang mana berkas-
berkas cahaya dianggap jatuh secara sejajar pada kisi. Garis tengah pada suatu layar
disebabkan akibat adanya peristiwa interferensi konstruktif yang dialami oleh celah yang
dilalui oleh berkas cahaya tanpa adanya peristiwa pembelokan dengan sudut 0 derajat.
Peristiwa interferensi konstruktif dapat juga terjadi pada suatu sudut yang terbentuk
sebagai θ sehingga jarak ekstra harus ditempuh oleh celah yang bersisian sejauh ∆ l=mλ
(Giancoli, 2014).

Gambar 1.1 Kisi Difraksi (Giancoli, 2014).


Apabila kita lihat pada gambar 1.1 dan diasumsikan d sebagai jarak antar celah,dapat
diambil sebuah perhitungan seperti di bawah ini (Giancoli, 2014).
mλ …(1.1)
sin θ= m=0,1,2 , …
d
(maksimum utama kisi difraksi)

Perhitungan di atas adalah adalah persyaratan utama agar maksimum terang dapat
diperoleh (Giancoli, 2014).

Intensitas pada celah tunggal dapat digambarkan dengan metode penambahan fasor yang
sama yang digunakan untuk celah ganda. Kemudian, suatu bidang gelombang di depan
celah dibagi ke dalam jumlah strip yang lebih banyak. Selanjutnya, kontribusi wavelet
Huygens dari semua strip pada titik P ditempatkan pada layar jauh pada sudut θ dari
normal ke bidang celah. Sekarang wavelet dipertimbangkan datang dari strip berbeda di
titik P. Celah yang sudah ada kemudian dibagi lagi ke dalam bentuk yang lebih sempit.
Pusat C dari busur ini ditemukan dengan dibangunnya tegak lurus di titik A dan B. Dari
hubungan antara panjang busur, jari-jari, dan sudut, jari-jari busur adalah E0 / β , besar nilai
Ep dari resultan medan listrik di titik P adalah sebanding dengan bidang AB, yang mana
2(E 0 /β )sin ( β /2) kemudian akan didapatkan (Young dan Freedman, 2016).
sin(β /2) …(1.2)
E P=E 0
β /2

(besar nilai dalam difraksi celah tunggal)

Intensitas dari tiap titik pada layar adalah berbanding lrusu dengan kuadrat dari amplitude
pada persamaan 1.2. Apabila I 0 adalah intensitas pada arah langsung di mana sudut θ=0
dan β=0, intensitas dari tiap titik adalah sebagai berikut (Young dan Freedman, 2016).
2
sin( β /2) …(1.3)
I =I 0[ β /2 ]
(intensitas dalam difraksi celah tunggal)

Kemudian, dapat kita gambarkan perbedaan fase β dalam rupa kuantitas geometrik.
Perbedaan antara gelombang dari celah atas dan celah bawah adalah sebagai berikut
(Young dan Freedman, 2016).
2π …(1.4)
β= a sin θ
λ

Lalu persamaan 1.3 berubah seperti berikut (Young dan Freedman, 2016).
I =I 0 ¿ ¿ …(1.5)

Pada percobaan celah ganda, diasumsikan bahwa celap berukuran lebih sempit
dibandingkan panjang gelombang dari cahaya yang menyinarinya. Untuk celah yang
sempit, keseluruhan layar ditutupi oleh titik tengah maksimum pola difraksi dari kedua
celah. Lebih lanjut lagi, pinggiran yang terang dengan intensitas yang hampir sama
dihasilkan oleh interferensi cahaya dari dua celah tersebut. Dengan diterapkannya efek
difraksi, intensitas dari celah ganda dapat digambarkan sebagai berikut (Halliday,
Resnick, dkk., 2015).
2
sin α …(1.6)
I (θ)=I m ( cos β 2) ( ) α

Dari persamaan tersebut dapat diambil rumus seperti


πd …(1.7)
β= sinθ
λ

dan (Halliday, Resnick, dkk., 2015).

πa …(1.6)
α= sin θ
λ
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


Dalam praktikum difraksi cahaya kali ini, ada sebanyak lima alat yang digunakan di
antaranya, yakni laser He-Ne, penyangga, pemegang slide, penggaris, dan layar yang
telah ditempel dengan kertas grafik, sedangkan benda pengamatan yang diamati adalah
slide kisi celah tunggal dan slide kisi celah ganda.

2.2 Tata Laksana Percobaan


2.2.1 Slide Kisi Celah Tunggal
Pertama-tama, laser He-Ne diletakkan pada jarak tertentu dari layar.

Kemudian, kisi celah tunggal dipasangkan ke pemegang slide.

Lalu, laser He-Ne dinyalakan dan kisi celah tunggal diatur sedemikian rupa agar
berkas cahaya yang dihasilkan oleh laser He-Ne sampai ke layar.

Pola difraksi akan terbentuk pada layar.

Selanjutnya, jarak terang pusat ke terang pertama hingga ke terang ke-lima dan
jarak terang pusat ke gelap pertama hingga ke-lima dicatat sebagai data hasil
percobaan.

Langkah ke-tiga hingga ke-lima diterapkan pada titik B dan C agar didapatkan
variasi data.

2.2.2 Slide Kisi Celah Ganda


Pertama-tama, laser He-Ne diletakkan pada jarak tertentu dari layar.

Kemudian, kisi celah ganda dipasangkan ke pemegang slide.

Lalu, laser He-Ne dinyalakan dan kisi celah ganda l diatur sedemikian rupa agar
berkas cahaya yang dihasilkan oleh laser He-Ne sampai ke layar.

Pola difraksi akan terbentuk pada layar.

Selanjutnya, jarak terang pusat ke terang pertama hingga ke terang ke-lima dan
jarak terang pusat ke gelap pertama hingga ke-lima dicatat sebagai data hasil
percobaan.

Langkah ke-tiga hingga ke-lima diterapkan pada titik B dan C agar didapatkan
variasi data.

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Hasil Percobaan


3.1.1 Data Celah Tunggal
L=1,79 m
λ=632,8 nm=6,328 ×10−7 m
n A B C
X(gelap) X(terang) X(gelap) X(terang) X(gelap) X(terang)
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
1 0,00008 0,00012 0,00007 0,00006 0,00006 0,00006
2 0,00017 0,00024 0,00013 0,00012 0,00011 0,00012
3 0,00023 0,00036 0,00022 0,00019 0,00018 0,00019
4 0,00032 0,00048 0,00027 0,00024 0,00024 0,00024
5 0,00039 0,00061 0,00035 0,00031 0,00032 0,00031

3.1.2 Data Celah Ganda


L=1,79 m
λ=632,8 nm=6,328 ×10−7 m
A B C
n X(gelap) X(terang) X(gelap) X(terang) X(gelap) X(terang)
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
1 0,00009 0,00011 0,00003 0,00005 0,00004 0,00005
2 0,00019 0,00023 0,00007 0,00009 0,00007 0,00011
3 0,00026 0,00034 0,00009 0,00014 0,00012 0,00015
4 0,00037 0,00045 0,00011 0,00019 0,00016 0,00018
5 0,00044 0,00054 0,00015 0,00025 0,00019 0,00024

3.2 Perhitungan
3.2.1 Celah Tunggal A Pola Terang
2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00012 6,704 × 10 −5
0,0141589 6,75156 ×10 −6
9,42
2 0,00024 0,0001341 0,1179908 5,69112 ×10−8 15,7
3 0,00036 0,0002011 0,01101248 3,00353 ×10−7 21,98
4 0,00048 0,0002682 0,1061918 8,86135 ×10−7 28,26
5 0,00061 0,0003408 0,1021298 1,81588 ×10−6 34,54
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
9,81084 × 10−6
√ 4
=1,566113 × 10−3

1,566113 × 10−3
Kr d= × 100 %= × 100 %=13,55 %
d́ 1,156052× 10−2
d= d́ ± δd =1,156052× 10−2 ±1,566113 × 10−3 m

3.2.2 Celah Tunggal A Pola Gelap


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00008 4,469 × 10 −5
0,0141589 8,50033 ×10 −10
6,28
2 0,00017 9,497 ×10−5 0,01332602 7,43099 ×10−7 12,56
3 0,00023 0,0001285 0,0147745 3,43922× 10−7 18,84
4 0,00032 0,0001788 0,0141589 8,50033 ×10−10 25,12
5 0,00039 0,0002179 0,01452195 1,11485 ×10−7 31,4
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
1,20021× 10−6
√ 4
=0,5477 × 10−3

0,5477 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=3,86 %
d́ 1,418806 ×10−2
d= d́ ± δd =1,418806 ×10−2 ± 0,5477× 10−3 m

3.2.3 Celah Ganda A Pola Terang


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00011 6,145 ×10 −5
0,01029738 2,48828 ×10 −8
6,28
2 0,00023 0,0001285 0,00984967 8,40822 ×10−8 12,56
3 0,00034 0,0001899 0,00999452 2,10602 ×10−8 18,84
4 0,00045 0,0002514 0,1006855 5,05347 ×10−9 25,12
5 0,00054 0,0003017 0,1048807 1,21407 ×10−7 21,4
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
2,56486 ×10−7
√ 4
=0,2533222× 10−3

0,2533222 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=2,50 %
d́ 1,113964 ×10−2
d= d́ ± δd =1,113964 × 10−2 ±0,2533222 ×10−3 m

3.2.4 Celah Ganda A Pola Gelap


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00009 5,028 ×10 −5
0,01887853 1,21478 ×10 −5
9,42
2 0,00019 0,0001061 0,01490411 2,39177 ×10−7 15,7
3 0,00026 0,0001453 0,01524805 2,10587 ×10−8 21,98
4 0,00037 0,0002067 0,01377623 2,61448 ×10−6 28,26
5 0,00044 0,0002458 0,0141589 1,5234 ×10−6 34,54
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
1,65459 ×10−5
√ 4
=2,033834 × 10−3

2,033834 × 10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=13,21 %
d́ 1,539316 ×10−2
d= d́ ± δd =1,539316 ×10−2 ± 2,033834 ×10−3 m

3.2.5 Celah Tunggal B Pola Terang


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00006 3,352 ×10−5 0,0283178 3,01894 ×10−5 9,42
2 0,00012 6,704 × 10−5 0,02359817 6,00398 ×10−7 15,7
3 0,00019 0,0001061 0,02086575 3,83206 ×10−6 21,98
4 0,00024 0,0001341 0,02123835 2,51211 ×10−6 28,26
5 0,00031 0,0001732 0,200965 7,43549 ×10−6 34,54
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
4,45694 ×10−5
√ 4
=3,338018 ×10−3

3,338018 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=14,63 %
d́ 2,282331 ×10−2
d= d́ ± δd =2,282331× 10−2 ±3,338018 ×10−3 m

3.2.6 Celah Tunggal B Pola Gelap


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00007 3,911 ×10 −5
0,0161816 4,91535 × 10 −8
6.28
2 0,00013 7,263 ×10−5 0,01742634 1,0466 ×10−6 12,56
3 0,00022 0,0001229 0,01544607 9,16295 ×10−7 18,84
4 0,00027 0,0001508 0,01678092 1,42591× 10−7 25,12
5 0,00035 0,0001955 0,0161816 4,91535 × 10−8 31,4
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
2,20379 ×10−6
√ 4
=0,742258× 10−3

0,742258 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=4,53 %
d́ 1,640331 ×10−2
d= d́ ± δd =1,640331× 10−2 ±0,742258 ×10−3 m

3.2.7 Celah Ganda B Pola Terang


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00005 2,793 ×10 −5
0,02265424 1,13534 ×10 −6
6,28
2 0,00009 5,028 ×10−5 0,02517138 2,10718 ×10−6 12,56
3 0,00014 7,821× 10−5 0,0242724 3,05405 ×10−7 18,84
4 0,00019 0,0001061 0,02384657 1,6079 ×10−8 25,12
5 0,00025 0,0001397 0,02265424 1,13534 ×10−6 31,4
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
4,69935× 10−6
√ 4
=1,083899 ×10−3

1,083899 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=4,57 %
d́ 2,371977 ×10−2
d= d́ ± δd =2,371977 ×10−2 ± 1,083899× 10−3 m
3.2.8 Celah Ganda B Pola Gelap
2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00003 1,676 ×10−5 0,0566356 0,000117365 9,42
2 0,00007 3,911 ×10−5 0,040454 2,86022 ×10−5 15,7
0,0440499
3 0,00009 5,028 ×10−5 3,07017 ×10−6 21,98
1
0,0463382
4 0,00011 6,145 ×10−5 2,87422 ×10−7 28,26
2
0,0415427
5 0,00015 8,38 ×10−5 1,82272× 10−5 34,54
7
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
0,000167552

4
=6,472087 ×10−3

6,472087 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=14,13 %
d́ 4,58021×10−2
d= d́ ± δd =4,58021 ×10−2 ± 6,472087 ×10−3 m

3.2.9 Celah Tunggal C Pola Terang


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00006 3,352 ×10 −5
0,0283178 3,01894 ×10 −5
9,42
2 0,00012 6,704 × 10−5 0,02359817 6,00398 ×10−7 15,7
3 0,00019 0,0001061 0,02086575 3,83206 ×10−6 21,98
4 0,00024 0,0001341 0,02123835 2,51211 ×10−6 28,26
5 0,00031 0,0001732 0,0200965 7,43549 ×10−6 34,54
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
4,45694 ×10−5
√4
=3,338018 ×10−3

3,338018 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=¿14,63%
d́ 2,282331 ×10−2
d= d́ ± δd =2,282331× 10−2 ±3,338018 ×10−3 m

3.2.10 Celah Tunggal C Pola Gelap


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00006 3,352 ×10 −5
0,01887853 1,15057 ×10 −8
6,28
2 0,00011 6,145 ×10−5 0,02059476 2,58877 ×10−6 12,56
3 0,00018 0,0001006 0,01887853 1,15057 ×10−8 18,84
4 0,00024 0,0001341 0,01887853 1,15057 ×10−8 25,12
5 0,00032 0,0001788 0,01769863 1,65681× 10−6 31,4
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
4,2801×10−6
√ 4
=1,03442× 10−3

1,03442 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=5,45 %
d́ 1,89858 ×10−2
d= d́ ± δd =1,89858 ×10−2 ±1,03442 ×10−3 m

3.2.11 Celah Ganda C Pola Terang


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00005 2,793 ×10 −5
0,02265424 7,8578 ×10 −8
6,28
2 0,00011 6,145 ×10−5 0,02059476 5,47464 ×10−6 12,56
3 0,00015 8,38 ×10−5 0,02265424 7,8578 ×10−8 18,84
4 0,00018 0,0001006 0,02517138 5,00336 ×10−6 25,12
5 0,00024 0,0001341 0,02359817 4,40377 × 10−7 31,4
2

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
1,10755 ×10−5
√ 4
=1,663996 ×10−3

1,663996 ×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=7,26 %
d́ 2,293456 ×10−2
d= d́ ± δd =2,293456 ×10−2 ± 1,663996× 10−3 m

3.2.12 Celah Ganda C Pola Gelap


2
n X terang (m) sin θ d (m) |d −d́| ϕ
1 0,00004 2,235 ×10−5 0,0424767 4,03703 × 10 −5
9,42
2 0,00007 3,911 ×10−5 0,040454 1,87581× 10−5 15,7
3 0,00012 6,704 × 10−5 0,03303743 9,52034 × 10−6 21,98
4 0,00016 8,939 ×10−5 0,03185753 1,81937 ×10−5 28,26
5 0,00019 0,0001061 0,03278903 1,11149× 10−5 34,54
X 1 0,00004 −5
sin θ1= = =2,235 × 10
L 1,79
X 2 0,00007 −5
sin θ2= = =3,911 × 10
L 1,79
X 3 0,00012 −5
sin θ3= = =6,704 × 10
L 1,79
X 4 0,00016 −5
sin θ4 = = =8,939× 10
L 1,79
X 5 0,00019
sin θ5= = =0,0001061
L 1,79
1 1
d=
( n+ ) λ ( 1+ ) 6,328 × 10
2
=
2
−7

=0,0424767 m
1
sin θ1 2,235 ×10−5
1 1
d=
( n+ ) λ ( 2+ ) 6,328× 10
2
=
2
−7

=0,040454 m
2
sin θ2 3,911× 10−5
1 1
d=
( n+ ) λ ( 3+ ) 6,328 ×10
2
=
2
−7

=0,03303743 m
3
sin θ3 6,704 ×10−5
1 1
d =
( n+ ) λ ( 4+ ) 6,328 ×10
2
=
2
−7

=0,03185753 m
4
sin θ 4 8,939 ×10−5
1 1
d=
( n+ ) λ ( 5+ ) 6,328 ×10
2
=
2
−7

=0,03278903 m
5
sin θ5 0,0001061

d́=
∑ d n = 0,0424767+0,040454 +0,03303743+0,03185753+0,03278903 =3,612294 × 10−2 m
n 5

2π 2π
ϕ 1= d sinθ= 0,0424767× 2,235 ×10−5 =9,42
λ 1 6,328 ×10−7

2π 2π
ϕ 2= d sin θ= 0,040454 ×3,911 ×10−5=15,7
λ 2 6,328 ×10−7

2π 2π
ϕ 3= d sin θ= 0,03303743 ×6,704 ×10−5=21,98
λ 3 6,328 ×10−7

2π 2π
ϕ 4= d sin θ= 0,03185753 ×8,939 ×10−5=28,26
λ 4 6,328 ×10 −7

2π 2π
ϕ 5= d sin θ=¿ 0,03278903× 0,0001061=34,54 ¿
λ 5 6,328 ×10−7

δd =

Σ |d n− d́|
(n−1)
δd
=
9,79574 × 10−5
√ 4
=4,948672 ×10−3

4,948672×10−3
Kr d= × 100 %= ×100 %=13,7 %
d́ 3,612294 ×10−2
d= d́ ± δd =3,612294 ×10−2 ± 4,948672 ×10−3 m

3.3 Grafik
3.3.1 Celah Tunggal C Pola Gelap
n sin θ
1 3,352 ×10−5
2 6,145 ×10−5
3 0,0001006
4 0,0001341
5 0,0001788

1 1
d́=
( ∆ y+ )
2
λ=
( (3,1−2,9)+
2
∆x −4
1,05× 10 −9,9 ×
y −y 3,2−2,8
Kr= a b ×100= ×100
2 ý 2(3)
Centroid=(0,000101676 , 3)

3.3.2 Celah Ganda C Pola Terang


n sin θ
1 2,793 ×10−5
2 6,145 ×10−5
3 8,38 ×10−5
4 0,0001006
5 0,0001341

∆y (3,1−2,9)
d́= λ= 6,
∆x (8,3 ×10−5 −8 ×10−5 )
y −y 3,3−2,7
Kr= a b ×100= × 100
2 ý 2(3)
Centroid=(8 , 15642× 10−5 ,3)

3.3.3 Celah Ganda C Pola Gelap


n sin θ
1 2,235 ×10−5
2 3,911 ×10−5
3 6,704 × 10−5
4 8,939 ×10−5
5 0,0001061
1 1
d́=
( ∆ y+ )
2
λ=
( (3,1−2,9)+
2
∆x −5
6 ,6 × 10 −6 ,3 ×
y −y 3,2−2,8
Kr= a b ×100= ×100
2 ý 2(3)
Centroid=(6 , 48045 ×10−5 ,3)

3.4 Pembahasan
3.4.1 Analisa Prosedur
3.4.1.1 Fungsi Alat
Pada praktikum difraksi cahaya kali ini, ada sebanyak lima alat yang
digunakan di antaranya, yakni laser He-Ne, penyangga, pemegang slide,
penggaris, meteran, dan layar yang telah ditempel dengan kertas grafik,
sedangkan benda pengamatan yang diamati adalah slide kisi celah tunggal
dan slide kisi celah ganda. Setiap alat dan benda pengamatan yang telah
disebutkan tadi punya peran dan andilnya masing-masing dalam praktikum
kali ini. Dimulai dari laser He-Ne digunakan sebagai sumber cahaya.
Kemudian, penyangga berfungsi sebagai tempat diletakkannya pemegang
slide dan laser. Selanjutnya, pemegang slide berfungsi sebagai media
diletakkannya kisi celah tunggal dan kisi celah ganda. Penggaris berfungsi
sebagai alat pengukur jarak. Meteran berfungsi sebagai alat pengukur jarak
antara kisi dengan layar. Layar berfungsi sebagai bidang datar tempat
ditampilkannya hasil dari difraksi. Slide kisi celah ganda dan celah tunggal
berfungsi sebagai benda yang diamati.

3.4.1.2 Fungsi Perlakuan


Supaya praktikum difraksi cahaya kali ini dapat berjalan dengan lancar
dan semestinya, setiap alat-alat dan benda pengamatan yang ada pada
praktikum kali ini harus digunakan sesuai prosedur dan tahapan-tahapannya
masing-masing. Pertama-tama, alat-alat dan benda pengamatan yang akan
digunakan pada praktikum kali ini disusun terlebih dahulu. Hal ini, bertujuan
agar mobilitas para praktikan lebih mudahh dalam penggunaan alat-alat dan
benda pengamatan ketika sedang berlangsung. Kemudian, laser He-Ne
diletakkan pada jarak tertentu pada layar. Hal ini bertujuan agar laser He-Ne
berada pada tempat yang semestinya ketika dihidupkan nantinya. Selanjunya,
kisi yang berisi slide celah—dengan jenis yang tergantung pada percobaan—
dipasangkan pada pemegang slide. Hal ini bertujuan agar slide dapat
diposisikan pada tempat yang stabil. Kemudian, laser He-Ne dinyalakan dan
dilanjut dengan kisi celah diatur sedemikian rupa. Hal ini bertujuan agar
berkas cahaya yang dihasilkan oleh laser He-Ne sampai ke layar. Selanjutnya,
pola difraksi akan terbentuk pada layar. Setelah itu, jarak terang pusat ke
terang pertama hingga ke terang ke-lima dan jarak terang pusat ke gelap
pertama hingga ke-lima dicatat sebagai data hasil percobaan. Hal ini agar
nilai jarak dari terang pusat ke terang pertama hingga ke terang ke-lima dan
jarak terang pusat ke gelap pertama hingga ke-lima dapat diperoleh oleh para
praktikan. Kemudian, langkah ke-tiga hingga ke-lima diterapkan pada titik B
dan C. Hal ini agar variasi data dapat diperoleh oleh para praktikan.

3.4.2 Analisa Hasil


Setelah praktikum difraksi cahaya ini telah usai diselesaikan, didapatkan data-
data yang bervariasi. Praktikum difraksi cahaya ini berfokus pada pengukuran jarak
dari terang pusat ke terang pertama hingga ke terang ke-lima dan jarak terang pusat ke
gelap pertama hingga ke-lima. Diperoleh nilai L, yakni jarak antara celah dengan
layar adalah sebesar 1,79 m. Kemudian, nilai panjang gelombang dari laser yang
diguakan, yakni sebesar 632,8 nm. Pada celah tunggal C pola gelap, diperoleh nilai
rata-rata dari sin θ, yakni sebesar 1,02 ×10− 4. Dengan digabungkannya nilai dari sin θ
dan nilai ke-n, akan diperoleh nilai d. Adapun nilai rata-rata d pada percobaan celah
tunggal C pola gelap, yakni sebesar 0,0189858 m. Selanjutnya, pada celah ganda C
pola terang, diperoleh nilai rata-rata dari sin θ, yakni sebesar 8,156 ×10−5. Dengan
digabungkannya nilai dari sin θ dan nilai ke-n, akan diperoleh nilai d. Adapun nilai
rata-rata d pada percobaan celah ganda C pola terang, yakni sebesar 0,02293456 m.
Setelah itu, pada celah ganda C pola gelap, diperoleh nilai dari sin θ, yakni sebesar
6,48 ×10−5. Dengan digabungkannya nilai dari sin θ dan nilai ke-n, akan diperoleh
nilai d. Adapun nilai rata-rata d pada percobaan celah ganda C pola gelap, yakni
sebesar 0,03612294 m. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari masing-masing
percobaan, diperoleh fakta bahwa semakin besar nilai sin θ, akan didapatkan nilai d
yang semakin kecil.. Berdasarkan fakta tersebut juga, dapat dibentuk sebuah
hubungan antara sin θ dengan nilai d bahwa, nilai sin θ berbanding terbalik dengan
nilai d. Selain digunakannya perhitungan berdasarkan data-data yang ada di tabel,
metode perhitungan berdasarkan penggambaran grafik pun dilakukan dalam
praktikum ini. Pembuatan grafik ini diperlukan sebagai pembanding nilai dengan
perhitungan yang sudah tertera pada tabel. Penggambaran grafk dilakukan pada ketiga
percobaan yang sudah tertera pada pembahasan di awal paragraf. Pembuatan grafik
dilakukan dengan metode regresi linear dengan titik sentroid sebagai titik tengah atau
titik rata-rata pada grafik yang ingin dibuat. Hasil nilai rata-rata d yang diperoleh
pada masing-masing percobaan cukup berbeda. Contohnya, nilai rata-rata d pada
percobaan celah tunggal C pola gelap berdasarkan nilai perhitungan tabel adalah
0,0189858 m, sedangkan nilai rata-rata d pada percobaan yang sama berdasarkan nilai
penggambaran grafik adalah 0,0738267 m. Adapun nilai kesalahan relatif dari nilai d
pada percobaan celah tunggal C pola gelap berdasarkan nilai perhitungan tabel adalah
5,45%, sedangkan nilai kesalahan relatif d pada percobaan yang sama berdasarkan
nilai penggambaran grafik adalah 6,6%. Kemudian, nilai rata-rata d pada percobaan
celah ganda C pola terang berdasarkan nilai perhitungan tabel adalah 0,02293456 m,
sedangkan nilai rata-rata d pada percobaan yang sama berdasarkan nilai
penggambaran grafik adalah 0,0421867 m. Adapun nilai kesalahan relatif dari nilai d
pada percobaan celah ganda C pola terang berdasarkan nilai perhitungan tabel adalah
7,26%, sedangkan nilai kesalahan relatif d pada percobaan yang sama berdasarkan
nilai penggambaran grafik adalah 10%. Selanjutnya, nilai rata-rata d pada percobaan
celah ganda C pola gelap berdasarkan nilai perhitungan tabel adalah 0,03612294 m,
sedangkan nilai rata-rata d pada percobaan yang sama berdasarkan nilai
penggambaran grafik adalah 0,147653 m . Adapun nilai kesalahan relatif dari nilai d
pada percobaan celah ganda C pola gelap berdasarkan nilai perhitungan tabel adalah
13,7%, sedangkan nilai kesalahan relatif d pada percobaan yang sama berdasarkan
nilai penggambaran grafik adalah 6,6%. Dari data-data yang telah dijabarkan tersebut,
terdapat beberapa perbedaan nilai-nilai yang lumayan berbeda. Hal ini disebut dengan
ketidakmutlakan perhitungan suatu nilai dan peristiwa ini sangat mungkin terjadi.
Meskipun alat yang kita gunakan pada suatu percobaan adalah alat yang canggih,
ketidakmutlakan suatu nilai masih mungkin terjadi. Hal ini, dikarenakan suatu nilai
tidak ada yang benar-benar mutlak sehingga perolehan nilai ketika praktikum diambil
dari nilai terbaik yang didapatkan—biasanya nilai rata-rata—disertai dengan
perkiraan tambah atau kurang dengan nilai simpangan. Selain itu, pada suatu
percobaan, terdapat pula kesalahan relatif. Dapat dilihat nilai kesalahan relatif
resistansi pada setiap percobaan dengan metode polaritas yang berbeda-beda
diperoleh nilai yang cukup beragam. Berkisar antara 5% hingga hampir 14%. Perlu
diketahui bahwa angka kesalahan relatif di atas 10% adalah angka yang sudah tidak
lagi optimal dan cukup jauh dari nilai aslinya. Ketidakcocokan dan ketidakakuratan
nilai yang diperoleh dapat berasal dari berbagai faktor seperti kurang banyaknya
percobaan yang dilakukan, keterbatasan praktikan dalam penggunaan alat ukur, dan
perhitungan. Dengan demikian, ketidakcocokan nilai pada suatu praktikum sangat
mungkin terjadi.

Pada praktikum kali ini tidak terlepas dari peristiwa difraksi dan interferensi.
Peristiwa difraksi dapat terjadi ketika celah tunggal dilewati oleh sumber cahaya
berupa laser. Peristiwa difraksi atau penyebaran akan dialami oleh sumber cahaya
tersebut sesaat setelah melewati celah tunggal. Selain itu, peristiwa difraksi dapat juga
terjadi ketika celah ganda dilewati oleh sumber cahaya berupa laser. Sesaat setelah
celah ganda dilewati oleh cahaya, dua sumber cahaya baru akan terbentuk. Dua
sumber cahaya yang baru tersebut akan bertumpuk yang selanjutnya akan diperoleh
pola gelap dan terang. Pola gelap dan terang yang baru saja terbentuk disebut sebagai
pola interferensi.

Terdapat sebuah hubungan sebab-akibat antara lebar dari celah dengan pola
difraksi yang dihasilkan. Diperoleh fakta bahwa semakin besar lebar dari celah,
intensitas cahaya yang terdifraksi akan semakin kecil dan sebaliknya. Dengan
demikian, hubungan yang diperoleh antara lebar dari celah dengan pola difraksi,
yakni nilai dari lebar celah akan berbanding terbalik dengan nilai dari pola difraksi
yang dihasilkan.

Diketahui bahwa
d=0,345 μ m=0,345× 10−12 m
θ=60 °
n=4
Data yang ditanyakan
λ=?
Dengan dimanfaatkannya turunan rumus persamaan untuk mencari pola terang
diperoleh rumus seperti yang di bawah ini
1
(2 n−1) λ=d sin θ
2
(2 n−1) λ=2d sin θ
2 d sin θ
λ=
(2 n−1)
2(0,345× 10−12 )sin 60 °
λ= =8,53654 ×10−14 m
(2(4)−1)

Pengaplikasian atau penerapan dari difraksi cahaya dapat dietmukan pada bidang
kesehatan dan diterapkan pada berbagai penggunaan dalam bidang Kesehatan seperti
optogenetika, pengukuran diameter rambut manusia, dan LASIK (Laser In Situ
Keratomiulisis). Dalam penggunaannya pada operasi lasik, difraksi cahaya digunakan
sebagai pengukur diameter pupil dari mata pasien, pada optogenetika, difraksi cahaya
digunakan agar cahaya pada sel saraf otak dapat tersebar untuk penyembuhan pasien
stroke, Alzheimer, dan PTSD, serta pada pengukuran diameter rambut dengan
difraksi cahaya bertujuan sebagai pendeteksi kerontokan rambut dan penyakit genetic
seperti kanker dan gejala kebotakan (Fauzi dan Trisniarti, 2016). Untuk
pengaplikasian atau penerapan dari pola interferensi cahaya dapat ditemukan pada
penentuan indeks bias cahaya dengan cermin datar berdebu. Sampe debu yang
dimaksud pada percobaan ini adalah bedak bayi, kapur tulis, tepung beras, serbuk
kay, dan bedak kecantikan. Selanjutnya, sampel debu tersebut ditaburkan pada cermin
datar bersih sehingga akan terbentuk sebuah pola interferensi, yang mana sampel
partikel debu tersebut akan dipengaruhi oleh tingkat kecerahan dari pola interferensi.
Pola interferensi tercerah yang akan dihasilkan apabila laser berwarna merah dan
hijau digunakan pada percobaan tersebut (Ellyana dan Kusuma, 2019).

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sesudah dilaksanakannya praktikum difraksi cahaya kali ini, gejala difraksi
cahaya oleh celah sempit berhasil dijelaskan oleh para praktikan, yang mana gejala
difraksi cahaya mula-mula terjadi akibat celah sempit yang dilewati oleh sumber
cahaya.
Setelah paham dengan gejala difraksi, kini lebar celah tunggal serta jarak antar
celah pada celah ganda berhasil ditentukan oleh para praktikan, yang man hal tersebut
dapat diperoleh dengan penurunan beberapa rumus terlebih dahulu dan kemudian
dilakukan pengoperasian dengan hasil turunan rumus.

4.2 Saran
Sebaiknya ketika praktikum daring sedang dilaksanakan, praktikan diberikan dan
dijelaskan secara langsung dari laboratorium praktikum fisika mengenai fungsi, cara
kerja, dan prinsip percobaan dari praktikum yang sedang berjalan. Selain itu, ketika
praktikum sedang berjalan, para praktikan seharusnya tidak hanya dievaluasi
pemahaman akan materi praktikum yang sedang berjalan, tetapi juga dijelaskan
mengenai praktikum tersebut sesuai dengan materi yang ada di diktat dan video
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Ellyana, R. L. dan A. W. Kusuma. 2019. Penentuan Indeks Bias Kaca Berdasarkan Pola
Interferensi Cahaya Laser Terhambur Menggunakan Cermin Datar “Berdebu”. Jurnal
Teori dan Aplikasi Fisika. 7: 169—178.

Fauzi, A. dan M. D. Trisniarti. 2016. Aplikasi Konsep Difraksi dalam Bidang Kesehatan.
Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika. 6: 1—6.

Giancoli, Douglas C. 2014. Fisika Aplikasi dan Penerapan. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Halliday, David, Jearl Walker, & Robert Resnick. 2015. Fundamentals of Physics. Tenth
Edition. New Jersey: Wiley.

Young, Hugh D. dan Roger A. Freedman. 2016. University Physics with Modern Physics.
Fourteenth Edition. Essex: Pearson Education Limited.

LAMPIRAN
(Giancoli, 2014).
(Giancoli, 2014).
Gambar 1.1 Kisi Difraksi (Giancoli, 2014).

(Young dan Freedman, 2016).


(Young dan Freedman, 2016).

(Halliday, Resnick, dkk., 2015).


(Halliday, Resnick, dkk., 2015).

(Ellyana dan Kusuma, 2019).


(Fauzi dan Trisniarti, 2016).

Tugas Pendahuluan

Nama : Muhammad Rizki Akbar Radityatama


NIM : 205090700111011

1. Apa yang dimaksud dengan defraksi dan interferensi cahaya?


Difraksi adalah peristiwa penekukan gelombang di belakang penghalang yang dihasilkannya
suatu daerah bayangan
Interfensi cahaya adalah penjumlahan superposisi dari dua gelombang cahaya atau lebih yang
menimbulkan pola gelombang yang baru.
2. Jelaskan kenapa pada percobaan ini digunakan sumber cahaya laser!
Karena cahaya laser termasuk ke dalam golongan cahaya monokromatik, yang mana hanya
memiliki satu jenis gelombang yang berarti hanya terdapat satu jenis spektrum warna saja
yang dihasilkan dan tidak dapat diuraikan lagi ke dalam cahaya yang lainya.

3. Turunkan persamaan untuk mencari pola gelap dan terang pada


percobaan ini.
d sin θ=ϕλ
d sin θ
λ=
ϕ
Sehingga dapat dirumuskan untuk pola gelap sebagai
nλ=d sin θ
Dan pola terang sebagai
1
(2 n−1) λ=d sin θ
2
Pretest

1. Apa tujuan praktikum difraksi cahaya


Setelah diselesaikannya praktikum difraksi cahaya ini gejala difraksi cahaya oleh celah sempit
diharapkan dapat dijelaskan oleh para praktikan. Kemudian, lebar celah tunggal serta jarak
antar celah pada celah ganda diharapkan dapat ditentukan oleh para praktikan.

2. Sebutkan dan jelaskan alat yang digunakan dalam praktikum difraksi cahaya
Dalam praktikum difraksi cahaya kali ini, ada sebanyak lima alat yang digunakan di
antaranya, yakni laser He-Ne, penyangga, pemegang slide, penggaris, dan layar yang telah
ditempel dengan kertas grafik, sedangkan benda pengamatan yang diamati adalah slide kisi
celah tunggal dan slide kisi celah ganda. Setiap alat dan benda pengamatan yang telah
disebutkan tadi punya peran dan andilnya masing-masing dalam praktikum kali ini. Dimulai
dari laser He-Ne digunakan sebagai sumber cahaya. Kemudian, penyangga berfungsi sebagai
tempat diletakkannya pemegang slide dan laser. Selanjutnya, pemegang slide berfungsi
sebagai media diletakkannya kisi celah tunggal dan kisi celah ganda. Penggaris berfungsi
sebagai alat pengukur jarak. Layar berfungsi sebagai bidang datar tempat ditampilkannya
hasil dari difraksi. Slide kisi celah ganda dan celah tunggal berfungsi sebagai benda yang
diamati.
3. Jelaskan perbedaan difraksi dan interferensi cahaya
Difraksi adalah peristiwa penekukan gelombang di belakang penghalang yang dihasilkannya
suatu daerah bayangan
Interfensi cahaya adalah penjumlahan superposisi dari dua gelombang cahaya atau lebih yang
menimbulkan pola gelombang yang baru.

4. Gambarkan mekanisme fisika difraksi celah tunggal, ganda, dan kisi


Difraksi Celah Tunggal

Difraksi Celah Ganda

Difraksi Kisi

5. Apa itu jarak frinji dan contohnya


Jarak frinji adalah jarak yang dibentuk dari dua garis melingkar gelap ataupun terang.
6. Prinsip kerja laser He-Ne
Prinsip kerja yang diterapkan pada laser He-Ne mengikuti molekul dan atom dalam rupa gas.
Elektron-elektron akan ditumbuk dengan atom dan molekul yang ada.

7. Jelaskan hubungan jumlah celah yang dilewati seberkas cahaya dengan hasil difraksi
Jumlah hubungan jumlah celah yang dilewati seberkas cahaya berbanding lurus dengan hasil
difraksinya sehingga semakin banyak jumlah celah yang dilewai, semakin tajam juga difraksi
yang nampak pada layar.

8. Contoh penerapan difraksi di kehidupan sehari-hari


Proses difraksi dapat ditemukan pada component disk (CD). Permukaan fisik CD itu sendiri
berwarna mengkilat dan apabila kita lihat secara lebih detail terdiri dari sejumlah alur. Ketika
CD dikenakan dengan cahaya, berkas cahaya tersebut Sebagian ada yang mengalami difraksi,
sedangkan Sebagian yang lainnya dipantulkan. Hal inilah yang menyebabkan ketika CD
disinari cahaya akan terlihat pola seperti pelangi.

9. Jelaskan perbedaan difraksi gelombang suara dengan cahaya


Difraksi gelombang udara adalah kecendurang suatu gelombang suara untuk menyebar
setelah melewati sebuah halangan
Difraksi cahaya adalah peristiwa penekukan gelombang di belakang penghalang yang
dihasilkannya suatu daerah bayangan

10. Jika diketahui lebar celah 345 pikometer. Seberkas cahaya melewati celah sempit dan
menghasilkan interferensi minimumn dari terang pusat ke terang ke empat dengan sudut
devisiasi 60 derajat. Maka panjang gelombang cahaya dalam Amstrong
d=0 ,345 μ m=0 , 345 ×10−12 m
θ=60 °
n=4
λ=?
1
(2 n−1) λ=d sin θ
2
(2 n−1) λ=2d sin θ
2 d sin θ
λ=
(2 n−1)
2(0,345× 10−12) sin 60 °
λ= =8,53654 ×10−1 4 m
(2(4)−1)

Anda mungkin juga menyukai